bisnis/global kilas Olah Gas, Irak Gandeng Mitsubishi dan Shell ● FERY FIRMANSYAH India Izinkan Retail Asing NEW DELHI — Pemerintah India mulai membuka pintu untuk investasi asing di sektor retail. Menteri Pangan India K.V. Thomas mengatakan kabinet menyetujui adanya kepemilikan asing maksimal 51 persen untuk toko retail. “Buat agen merek tunggal, dimungkinkan untuk investasi total,” kata dia. Keputusan ini telah ditunggu investor selama dua tahun lebih. Saat ini peretail asing di India hanya dapat menjual secara grosir, tidak langsung kepada konsumen akhir. “Dengan keputusan ini, konsumen akan memiliki lebih banyak pilihan,” kata Gibson Vedamani, Ketua Asosiasi Pengecer India. ● FERY FIRMANSYAH | BBC B6 OECD: Dunia di Ambang Resesi Jerman dan Prancis merancang pemisahan zona euro. BAGDAD — Pemerintah Irak mendirikan perusahaan patungan dengan Royal Shell (Belanda) dan Mitsubishi Corp (Jepang) bernama Basra Gas Company. Kantor berita Associated Press mengabarkan, di perusahaan patungan senilai US$ 17 miliar itu, Irak menguasai 51 persen saham, sedangkan Shell dan Mitsubishi masingmasing memegang 44 persen dan 5 persen. Menteri Perminyakan Irak Abdul-Karim mengatakan gas ini akan digunakan untuk kebutuhan energi dalam negeri dan ekspor. Sedangkan CEO Shell Peter Voser mengatakan kesepakatan ini menandai aksi bisnis mereka yang ketiga di Irak, sejak Amerika Serikat menggulingkan pemerintahan Saddam Husein pada 2003. SELASA, 29 NOVEMBER 2011 PARIS — Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Dunia (OECD) memperingatkan krisis utang di beberapa negara Eropa akan mengakibatkan resesi berkepanjangan. Lembaga yang berbasis di Paris, Prancis, ini memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global dan kawasan Eropa. Dalam pernyataan OECD, sentimen negatif zona euro akan menyebabkan kontraksi global pada akhir tahun ini sampai tahun depan. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan hanya mencapai 3,8 persen sampai akhir 2011. Angka ini turun dari perkiraan awal sebesar 4 persen. Tahun depan OECD meramalkan kondisi yang lebih buruk, ketika ekonomi hanya tumbuh 3,4 persen. “Prospek ekonomi dunia bergantung pada pemulihan kawasan Eropa,” demikian pernyataan mereka seperti dikutip BBC kemarin. OECD, organisasi yang mewakili negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang, juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi zona euro. Kinerja perekonomian pengguna mata uang euro diramalkan tumbuh negatif 1 persen akhir tahun ini dan negatif 0,4 persen pada 2012. Inggris, negara Eropa yang tak tergabung dengan zona euro, juga terkena sentimen negatif karena perekonomian mereka hanya tumbuh 0,02 persen tahun ini dan 0,14 persen pada 2012. Bulan lalu lembaga pemeringkat Fitch Ratings juga merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi dunia, dari sebelumnya 3,1 persen menjadi 2,6 persen pada akhir tahun. Dua tahun mendatang, mereka juga meramalkan ekonomi dunia tetap melambat, yakni dari 3,5 persen menjadi 2,7 persen pada 2012 dan 3,4 persen menjadi 3,1 persen pada 2013. Fitch mengatakan lesunya ekonomi dunia disebabkan oleh gejolak pasar keuangan dan ketidakpastian kebijakan fiskal. Hal ini mengikis kepercayaan pasar sehingga menekan konsumsi dan investasi swasta. Fitch juga meramalkan pertumbuhan ekonomi Eropa mendekati 0 persen akibat krisis utang. Sementara itu, Jerman dan Pran- cis kini sedang merancang metode radikal dalam mengamankan integrasi fiskal di antara anggota zona euro. Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Prancis Nicholas Sarkozy berencana mengubah perjanjian 27 anggota zona euro tahun depan. Selain itu, mereka menekankan kontrol anggaran yang lebih ketat bagi negara-negara yang dilanda masalah utang. Juga ada pilihan lain, yakni memisahkan 8-10 negara bermasalah dari Uni Eropa. “Tujuannya agar negara-negara yang lebih stabil bisa membuat persekutuan sendiri yang mendukung stabilitas ekonomi mereka,” kata Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schaeuble seperti dikutip Reuters. ● FERY FIRMANSYAH ROB GRIFFITH (AP) Laba Qantas Turun SYDNEY — Maskapai penerbangan Australia, Qantas Airlines, membukukan penurunan laba hingga 85 persen tahun ini. Anjloknya kinerja perusahaan disebabkan oleh batalnya penerbangan saat karyawan mereka mogok bulan lalu. Hingga akhir tahun ini, Qantas menargetkan perolehan keuntungan bersih US$ 140-190 juta. Angka ini merosot drastis ketimbang tahun sebelumnya yang mencapai US$ 417 juta. Chief Executive Officer Qantas Alan Joyce mengatakan Qantas kehilangan US$ 68 juta sepanjang tahun ini gara-gara operasi terhenti sepekan, sementara biaya bandar udara tetap berjalan. Angka itu belum termasuk pengembalian uang tiket penumpang senilai US$ 70 juta. Selain itu, ada biaya ganti rugi pemesanan tiket sebesar US$ 27 juta dan biaya pemulihan kepercayaan pelanggan sebesar US$ 29 juta. “Sekarang kami bisa mengembalikan kepercayaan penumpang,” kata dia seperti dikutip Yahoonews. Bulan lalu Qantas mengandangkan pesawat dan membatalkan 447 jadwal penerbangan lantaran ada ancaman mogok kerja dari serikat pilot, engineer, dan kru bagasi selama setahun. Pemogokan ini dipicu oleh rencana perseroan untuk membentuk maskapai premium di Asia, yang akan berujung pada pengurangan 1.000 karyawan. Mahkamah Sengketa Perburuhan Australia memerintahkan agar masalah ini diatasi dengan cara dialog dalam 21 hari atau membawanya ke pengadilan arbitrase. Joyce mengatakan saat ini kondisi mulai pulih. Pemesanan domestik dan internasional sudah kembali normal. Namun prospek keuangan tahun depan diperkirakan stabil tanpa pertumbuhan lantaran adanya ketidakpastian kondisi ekonomi global. “Selain itu, ada kenaikan harga bahan bakar dan kurs valuta asing,” ujarnya. Hambatan ini memaksa Qantas menunda ekspansi mereka di Asia. ● FERY FIRMANSYAH IKLAN