Chapter I

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Karet merupakan senyawa golongan polimer alami. Karet alam memiliki keunggulan
segi kelentingan, ketahanan kikis, ketahanan terhadap panas, daya lengket dan
plastisitas. Dengan keunggulan yang dimiliki karet alam paling banyak digunakan
sebagai bahan baku pembuatan ban kendaraan. Karet alam juga dapat diolah untuk
pembuatan berbagai peralatan rumah tangga, olahraga dan peralatan kesehatan. Karet
digolongkan dalam dua jenis yaitu karet alam dan karet sintetik. Karet alam
merupakan getah yang dikeluarkan oleh tanaman yang disebut sebagai lateks
sedangkan karet sintetik adalah karet yang disintesa terutama dengan mengandalkan
bahan baku minyak bumi. Tanaman penghasil lateks yang paling komersial adalah
Hevea brasiliensis (karet). Tanaman lain yang dapat menghasilkan lateks seperti
Ficus elastica, Castilla elastica, Manihot glaziovii, dan Parthenium argentatum .
Karet alam adalah bahan baku terbaharukan yang menjadi bahan baku pilihan yang
banyak dikembangkan untuk pembuatan senyawa-senyawa polimer yang bernilai
tinggi karena keunggulan sifat mekanikalnya dan dari pertimbangan ketersediaan
bahan baku yang dapat diperbaharui. Selain karet alam, bahan baku karet yang juga
banyak digunakan untuk pembuatan berbagai barang polimer adalah karet sintetik.
Karet sintetik merupakan produk turunan minyak bumi, sehingga pembuatan karet
sintetik menggunakan bahan baku yang tidak terbaharukan. Sintesa karet sintetik dari
bahan baku minyak bumi memungkinkaan untuk menghasilkan karet dengan sifat
khusus seperti ketahanan terhadap suhu rendah atau tinggi, ketahanan terhadap
oksidasi dan ketahanan terhadap minyak (White et al, 2001, Goutara dkk, 1976).
Karet alam yang diperoleh dalam bentuk lateks kebun maupun gumpalan karet
diolah menjadi berbagai bentuk bahan baku karet alam seperti lateks pekat, karet
spesifikasi teknis, ribbed smoked sheets (RSS), sheet dan crepe (Rodgers, 2004).
Bahan olah karet dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu; lateks kebun, sheet
angin, slab tipis dan lump segar. Karet alam konvensional yang tingkatan mutunya
ditetapkan berdasarkan sifat-sifat visual, terdiri atas 8 tipe yaitu; ribbed smoked
sheets (RSS), white crepe and pale crepe, estate brown crepe, compo crepe, thin
brown crepe remills, thick blanket crepes ambers, flat bark crepe, dan pure smoked
blanket crepe (Tim Penyusun PS, 2012). Karet spesifikasi teknis adalah karet yang
jenis
mutunya
ditetapkan
berdasarkan
rumusan
“International
Standard
Organization”. Karet spesifikasi teknis di Indonesia dikenal sebagai Karet SIR
(Standard Indonesian Rubber). Contoh – contoh karet spesifikasi teknis adalah : SIR 3
CV, SIR 3 L, SIR 3 WF, SIR 5, SIR 10, dan SIR 20 (White et al, 2001).
Sebagai senyawa polimer karet alam memiliki bobot molekul yang tinggi
berkisar 50,000 sampai 3,000,000 g/mol. (Faeinleib et al, 2013). Karet alam merupakan
senyawa polimer dengan rantai molekul yang panjang yang mengakibatkan bobot molekul
karet alam menjadi tinggi. Karet alam dengan bobot molekul yang tinggi akan
mempengaruhi viskositas karet. Karet alam memiliki nilai viskositas yang tinggi. Sebagai
senyawa polimer, bobot molekul karet alam akan mempengaruhi sifat kelarutan dan
kekentalan karet
(Ramadhan dkk, 2006). Karet alam dengan bobot molekul tinggi
menyebabkan karet memiliki viskositas yang tinggi sehingga akan menyulitkan
pencampurannya dengan bahan kimia selama proses pengolahan barang jadi karet. Karet
alam dapat diturunkan bobot molekulnya dengan metode degradasi. Berbagai penelitian
degradasi karet alam telah dikembangkan untuk meningkatkan aplikasi penggunaan karet
alam agar lebih kompetitif terhadap produk karet sintetik. Berbagai metode degradasi
karet alam telah diteliti seperti oxidative degradation, metathesis degradation,
thermal degradation, microbial degradation yang bertujuan untuk menghasilkan
karet dengan bobot molekul yang lebih rendah. Degradasi menghasilkan karet yang
lebih mudah diproses dan lebih reaktif untuk menghasilkan berbagai polimer dengan
sifat dan karakteristik tertentu (Saetung et al, 2010, Ichetaonye et al, 2013, Brosse et
al, 2000, Nwanorh et al, 1998). Karet alam dengan bobot molekul yang tinggi akan
menyulitkan pada proses pengolahan maupun pada proses pencampuran dengan karet
lain ataupun bahan termoplastik yang lain untuk menghasilkan barang jadi karet.
Proses pengolahan karet alam akan lebih efektif jika bahan baku karet alam yang
digunakan memiliki bobot molekul yang lebih rendah. Karet alam dengan bobot
molekul lebih rendah dapat diperoleh dengan metode degradasi. Degradasi karet alam
dapat dilakukan dengan reaksi metatesis, reaksi pemutusan ikatan rangkap,
dengradasi dengan ozonolisis, photodegradasi dan degradasi dengan ultrasonic
irradiation (Faeinleib et al, 2013).
Degradasi molekul karet bertujuan untuk memperpendek rantai molekul karet.
Ibrahim meneliti pembuatan karet alam cair yang merupakan karet alam berbobot molekul
rendah. Karet alam yang digunakan sebagai bahan baku dalam bentuk lateks didegradasi
dengan menggunakan H2O2 dan NaNO2. Degradasi karet alam dalam larutan lateks dengan
menggunakan pereaksi H2O2 dan NaNO2 menghasilkan karet alam cair yang memiliki Mn
kurang dari 50x103 g/mol. Variasi konsentrasi pereaksi H2O2 dan NaNO2 diteliti
pengaruhnya terhadap karet alam cair yang dihasilkan. Peningkatan konsentrasi pereraksi
H2O2 dan NaNO2 efektif dapat menurunkan bobot molekul karet alam cair yang dihasilkan.
Reaksi degradasi menghasilkan karet alam cair yang memiliki gugus fungsi pada ujung
rantainya yaitu hidroksil dan karbonil (Ibrahim et al, 2014). Isa juga meneliti degradasi lateks
dengan perreaksi H2O2 dan NaNO2 dengan mengamati pengaruh temperatur dan waktu
reaksi terhadap karet degradasi yang dihasilkan. Karet yang dihasilkan memiliki bobot
molekul berkisar 103 – 104 (Isa et al, 2007). Degradasi lateks karet alam dengan tert-butyl
hydroperoxide dan cobalt acetylacetonate menghasilkan karet alam cair dengan Mn 30.190
g/mol (Klaichim et al, 2009). Suatu metode pengurangan bobot molekul dalam fasa lateks
atau dalam gumpalan basah diteliti dengan menggunakan agensia pengoksidasi dan agensia
pereduksi. Agensia pengoksidasi yang dapat digunakan adalah udara, oksigen atau suatu
peroksida dan agensia pereduksi adalah suatu nitrit logam dan/atau suatu klorit logam
(Gazeley et al, 1996). Degradasi dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti degradasi
kimia, reaksi metatesis, reaksi pemutusan rantai, biodegradasi, ozonolisis, dan fotokimia
(Fainleib et al, 2013). Proses degradasi karet alam dapat dilakukan pada berbagai fasa yaitu
pada fasa padat, fasa lateks dan pada fasa larutan. Degaradasi karet alam pada fasa lateks
dengan menggunakan perreaksi hidrogen peroksida dan natrium hipoklorit diteliti oleh Alfa
dkk. Degradasi dengan menggunakan hidrogen peroksida dan natrium hipoklorit merupakan
degradasi dalam sistem redoks. Hasil degradasi selanjutnya diteliti sebagai bahan baku
pembuatan sikloteks (Alfa dkk, 2003). Degradasi rantai molekul karet alam dalam fasa lateks
(lateks kebun segar) dengan senyawa sistem redoks campuran hidrogen peroksida dan
natrium hipoklorit dan penambahan toluen juga diteliti oleh Ramadhan. Penambahan toluen
pada degradasi rantai molekul karet pada fasa lateks bertujuan untuk mengembangkan ikatan
fosfolipid karet sehingga bahan pendegradasi lebih mudah masuk dalam molekul karet.
Penurunan bobot molekul karet alam ditandai dengan rendahnya nilai viskositas mooney.
Degradasi lateks dengan penambahan toluen menghasilkan viskositas mooney yang lebih
rendah dibandingkan degradasi lateks tanpa penambahan toluen (Ramadhan dkk, 2006).
Karet siklo merupakan hasil modifikasi karet alam dengan reaksi siklisasi.
Siklisasi karet alam mengakibatkan terjadinya perubahan karakteristik, karet alam
bersifat elastis sedangkan karet siklo merupakan termoplastik resin yang keras dan
kaku. Karet alam memiliki derajat ketidakjenuhan yang lebih tinggi dibandingkan
karet siklo, hal ini disebabkan karena siklisasi terjadi dengan terbukanya ikatan
rangkap membentuk struktur siklik. Karet siklo memiliki daya rekat yang lebih baik dari
karet alam. Karet siklo diaplikasikan sebagai perekat, tinta dan binder pada cat.
Sebagai resin alami karet siklo berpotensi besar untuk mensubstitusi penggunaan resin
sintetik pada pembuatan berbagai produk. Rantai terbuka karet alam berubah menjadi rantai
tertutup atau rantai siklik diperoleh melalui reaksi siklisasi. Siklisasi karet alam dapat
dilakukan pada karet alam fasa padat, lateks dan larutan karet. (Medeiros et al, 2010,
Yahya et al, 2011, Kunioka et al, 2014)
Katalis trimethylsilyl-trifluoro-methane sulfonat atau trimethylsilyl triflate
(TMSOTF) digunakan pada siklisasi Deproteinized Natural Rubber (DPNR) dalam
fasa lateks. Dengan 76% derajat siklisasi diperoleh cyclized DPNR memiliki average
number molecular weight 4,2 x 104 g/mol (Riyajan, 2007). Siklisasi karet alam
dengan katalis asam sulfat diteliti dengan menggunakan bahan baku Lateks DPNR.
Derajat siklisasi lateks karet alam dipengaruhi oleh konsentrasi katalis asam sulfat,
waktu reaksi, temperatur dan kadar karet kering lateks. Terjadi perubahan sifat fisik
karet setelah reaksi siklisasi, karet siklo bersifat plastis berbeda dengan lateks yang
bersifat elastis (Riyajan, 2006). SnCl4 digunakan sebagai katalis pada siklisasi DPNR
dalam fasa larutan. Derajat ketidakjenuhan karet menurun sebagai akibat dari reaksi
siklisasi. Sifat fisik karet alam mengalami perubahan setelah mengalami reaksi
siklisasi, karet siklo yang dihasilkan merupakan resin termoplastik dan kaku
(Mirzataheri, 2000). Siklisasi karet alam dilakukan dengan katalis P2O5 dalam larutan
phenol pada suhu 180oC yang menghasilkan penurunan viskositas larutan dan derajat
ketidakjenuhan karet (Tutorskii et al, 1964).
Karet siklo yang dihasilkan dari proses siklisasi karet masih memiliki bobot molekul
yang tinggi. Kelarutan dan daya rekat karet siklo yang dihasilkan masih terbatas
pemakaiannya karena bobot molekul yang masih tinggi. Penelitian kemudian dikembangkan
untuk menghasilkan karet siklo dengan bobot molekul yang lebih rendah dengan melakukan
proses siklisasi dari bahan baku karet alam berbobot molekul lebih rendah. Lateks hasil dari
proses degradasi dalam sistem redoks H2O2-NaOCl disiklisasi dengan larutan asam sulfat
teknis pada suhu 100oC selama 2 jam menghasilkan karet siklo yang memiliki peningkatan
kelarutan pada berbagai pelarut karet (Alfa dkk, 2003).
Berbagai penelitian degradasi dan siklisasi karet alam dikembangkan dengan
menggunakan bahan baku lateks maupun DPNR. Pada penelitian ini bahan baku yang
digunakan adalah Karet SIR 10. Karet SIR merupakan produk perkebunan karet
Indonesia. Karet siklo yang dihasilkan pada penelitian ini diperoleh dengan dua
tahapan reaksi. Tahapan reaksi pertama adalah degradasi karet alam untuk
menurunkan bobot molekul karet alam. Pemutusan ikatan rangkap pada struktur
molekul karet SIR 10 terjadi pada reaksi degradasi sistem redoks dengan penambahan
H2O2 dan NaNO2. Karet yang dihasilkan dari reaksi degradasi adalah karet dengan
bobot molekul yang lebih rendah. Tahapan reaksi selanjutnya adalah melakukan
reaksi siklisasi terhadap karet degradasi. Reaksi siklisasi dilakukan dengan katalis
P2O5 yang menghasilkan karet siklo.
1.2.
Perumusan Masalah
Penelitian modifikasi karet alam dalam bentuk karet bongkah SIR 10 dibatasi pada
rumusan masalah :
1.
Bagaimanakah karakteristik karet dengan bobot molekul lebih rendah yang
diperoleh dari degradasi karet bongkah (SIR 10)
menggunakan hidrogen
peroksida dan natrium nitrit ?
2.
Bagaimanakah karakteristik karet siklo sebagai hasil reaksi siklisasi karet
berbobot molekul rendah dengan menggunakan katalis P2O5 ?
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1.
Menghasilkan karet siklo dengan bobot molekul yang lebih rendah dari bahan
baku karet bongkah SIR 10.
2.
1.4.
Mendapatkan karakterisasi karet siklo berbobot molekul rendah.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan aplikasi karet alam dengan melakukan
diversikasi produk dalam hal ini modifikasi karet siklo sehingga dapat lebih bersaing
dengan penggunaan karet sintetik. Karet siklo yang dihasilkan diharapkan dapat
digunakan lebih luas karena memiliki bobot molekul yang lebih rendah. Penelitian ini
diharapkan dapat turut mendukung hilirisasi industri karet yang bertujuan untuk
meningkatkan nilai tambah (added value) dari karet alam.
Download