analisis inflasi, bi rate, kurs rupiah, dan jumlah uang beredar

advertisement
ANALISIS INFLASI, BI RATE, KURS RUPIAH,
DAN JUMLAH UANG BEREDAR,
TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN SAHAM
DI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh :
Heryanto
103081029228
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
Hari ini Kamis Tanggal 3 Juni 2010, telah dilakukan ujian komprehensif atas
nama Heryanto NIM 103081029228 dengan judul skripsi “ANALISIS INFLASI,
BI RATE, KURS RUPIAH, DAN JUMLAH UANG BEREDAR, TERHADAP
VOLUME PERDAGANGAN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA”.
Dengan
memperhatikan
penampilan
mahasiswa
tersebut
selama
ujian
berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 7 Juni 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Indo Yama Nasaruddin. SE, MAB
Ketua
M. Arief Mufraini, Lc. M.Si
Sekretaris
Prof. Dr. Ahmad Rodoni
Penguji Ahli
ANALISIS INFLASI, BI RATE, KURS RUPIAH,
DAN JUMLAH UANG BEREDAR,
TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN SAHAM
DI BURSA EFEK INDONESIA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Sebagai Persyaratan Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Heryanto
NIM : 103081029228
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM
NIP. 19690203 200112 1 003
Pembimbing II
Indo Yama Nasaruddin, SE, MAB
NIP. 19741127 2001121 002
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010
ANALISIS INFLASI, BI RATE, KURS RUPIAH,
DAN JUMLAH UANG BEREDAR,
TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN SAHAM
DI BURSA EFEK INDONESIA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Untuk memenuhi syarat-syarat meraih gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Heryanto
NIM : 103081029228
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM
NIP. 19690203 200112 1 003
Indo Yama Nasaruddin, SE, MAB
NIP. 19741127 2001121 002
Penguji Ahli I
Penguji Ahli II
Herni Ali H.T, SE, MM
M. Arief Mufraini, Lc. M.Si
NIP. 19770122 2003121 001
Penguji Proposal
Murdiyah Hayati S.Kom. MM
NIP. 19741003 2003122 001
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
Jl. Ir. H. Juanda no. 95, Ciputat 15412 Indonesia
Telp
: (62-21) 7493318, 7496006, 74715705, Fax (62-21) 7496006, 74715705
email : [email protected] / [email protected]
Website : www.uinjkt.ac.id
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda-tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa
: Heryanto
NIM
: 103081029228
Jurusan
: Manajemen
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang
merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan merupakan
replikasi maupun saduran dari hasil karya atau penelitian orang lain.
Apabila terbukti skripsi ini plagiat atau replikasi maka skripsi dianggap gugur dan harus
melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya
dibatalkan.
Demikian pernyataan ini di buat dengan segala akibat yang timbul di kemudian hari
menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 3 Juli 2010
(Heryanto)
ABSTRACT
This study aimed to analyze the effect of inflation, BI rate, exchange rates, and the
broad money on volume of stock trading in the Indonesia Stock Exchange since
January 2006 until December 2009 by using multiple linear regression analysis.
Results of multiple regression analysis found that BI rate has a significant
variable and has a negative correlation betwen the volume of stock trading in the
Indonesia Stock Exchange, while variable inflation, exchange rates and broad
money does has not significantly influence the volume of stock trading in the
Indonesia Stock Exchange.
Keyword : Inflation, BI rate, Exchange rates, Broad Money, Volume of Stock
Trading
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh inflasi, BI rate, kurs rupiah,
dan jumlah uang beredar terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek
Indonesia dari bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2009 dengan
menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis regresi linier
berganda ditemukan bahwa variabel BI rate berpengaruh signifikan dan
mempunyai hubungan negatif terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek
Indonesia, sedangkan variabel inflasi, kurs rupiah dan jumlah uang beredar tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap volume perdagangan saham di
Bursa Efek Indonesia.
Kata kunci : Inflasi, BI rate, Kurs Rupiah, M2, Volume Perdagangan Saham.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena hanya dengan
curahan Rahmat dan Hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan
judul “Analisis Inflasi, BI rate, Kurs Rupiah, dan Jumlah Uang Beredar
Terhadap Volume Perdagangan Saham Di Bursa Efek Indonesia”. Shalawat
serta salam tidak lupa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW, keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univesitas
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan
dukungan dan bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada :
1. Ayah dan Ibu saya tercinta yang telah mendidik, membimbing, dan mengasuh
dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang yang besar dan tulus serta tidak
pernah berhenti memberikan dorongan, perhatian, dan doa.
2. Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM selaku Pudek I sekaligus Pembimbing I yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran disela-sela kesibukannya untuk
memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan sehingga penyusunan skripsi ini
dapat berjalan dengan baik.
3. Bpk Indo Yama Nasaruddin, SE, MAB selaku Kajur sekaligus Pembimbing II
yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan
bimbingan, petunjuk, dan masukan yang sangat berharga mulai dari persiapan,
pelaksanaan penelitian sampai terselesaikannya skripsi ini.
4. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bpk Herni Ali H.T SE, MM dan Bpk Arief Mufraini, Lc. M.Si selaku Penguji
Ahli Skripsi
iii
6. Ibu Murdiyah Hayati, S.Kom. MM selaku Penguji Proposal Skripsi.
7. Para Dosen Jurusan Manajemen yang telah memberikan ilmu dan bimbingan
selama masa Perkuliahan.
8. Seluruh staf pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah bersedia
membantu dalam segala urusan administrasi yang diperlukan.
9. Cici Yanti dan Cici Bella yang telah membantu dalam segala hal.
10. Rieke Febri Kencana yang tidak pernah lelah memberikan dorongan kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-temanku Dimas dan keluarga, Dika, Marwah, Ade, Soni, Ipung,
Ajeng, Kosasih, Dada yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan
skripsi ini.
12. Teman-temanku angkatan 2003 manajemen B yang secara langsung maupun
tidak langsung telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Dan berbagai pihak yang telah banyak membantu tetapi namanya tidak dapat
disebutkan satu per satu, namun tidak mengurangi rasa terima kasih penulis
kepada mereka.
Semoga atas semua bantuannya diberikan balasan yang setimpal dan pahala yang
berlipai-lipat dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, masih
banyak terdapat kelemahan dan kekurangan baik dari segi materi bahasan
manupun teknis penyajiannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan dan
menghargai berbagai saran dan kritik guna menwujudkan karya ilmiah yang lebih
baik.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa
selalu memberikan kemudahan bagi kita semua dalam meraih masa depan yang
lebih baik. Amin.
Jakarta Juni 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRACT ................................................................................................. i
ABSTRAK .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x
BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Penelitian .................................................... 1
B. Perumusan Masalah .............................................................. 9
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ............................................ 10
1. Tujuan Penelitian ............................................................ 10
2. Manfaat Penelitian .......................................................... 10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 12
A. Kajian Teori .......................................................................... 12
1. Saham ............................................................................. 12
2. Volume Perdagangan Saham .......................................... 14
3. Tingkat Inflasi ................................................................. 16
4. BI rate ..............................................................................23
5. Kurs Rupiah .................................................................... 30
6. Jumlah Uang Yang Beredar ............................................ 37
B. Penelitian Terdahulu ............................................................. 41
C. Kerangka Pemikiran ............................................................. 43
D. Hipotesis ............................................................................... 45
vi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 46
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 46
B. Metode Penentuan Sampel ................................................... 46
C. Metode Pengumpulan Data .................................................. 46
D. Metode Analisis .................................................................... 47
1. Uji Normalitas ................................................................ 47
2. Uji Asumsi Klasik .......................................................... 48
a. Uji Multikolinieritas ................................................. 48
b. Uji Autokorelasi ....................................................... 49
c. Uji Heteroskedatisitas ............................................... 50
3. Analisis Regresi Linier Berganda ................................... 50
4. Uji Koefisien Determinasi R2 ......................................... 51
5. Uji Hipotesis ................................................................... 52
a. Uji F .......................................................................... 52
b. Uji t ........................................................................... 52
E. Operasional Variabel Penelitian ........................................... 54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 56
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ......................... 56
B. Deskripsi Data ...................................................................... 58
1. Volume Perdagangan Saham .......................................... 58
2. Tingkat Inflasi ................................................................. 60
3. BI rate ............................................................................. 62
4. Kurs Rupiah .................................................................... 63
5. Jumlah Uang Beredar ...................................................... 65
C. Hasil Analisa dan Pembahasan ............................................. 67
1. Deskripsi Data Dalam Variabel ...................................... 67
2. Uji Normalitas ................................................................ 68
3. Uji Asumsi Klasik .......................................................... 70
a. Uji Multikolinieritas ................................................. 70
b. Uji Autokorelasi ....................................................... 71
vii
c. Uji Heterokedastisitas .............................................. 71
4. Analisis Regresi Linier Berganda .................................. 72
5. Uji Koefisien Determinasi .............................................. 74
6. Uji Hipotesis ................................................................... 75
a. Uji F ......................................................................... 75
b. Uji t ........................................................................... 76
D. Interpretasi ............................................................................ 77
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 80
A. KESIMPULAN .................................................................... 80
B. SARAN ................................................................................. 81
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 82
LAMPIRAN .................................................................................................. 87
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Volume Perdagangan Saham 2006-2009 ............................. 58
Table 4.2
Tingkat Inflasi 2006-2009 .................................................... 60
Tabel 4.3
BI rate 2006-2009 ................................................................. 62
Tabel 4.4
Kurs Rupiah 2006-2009 ....................................................... 64
Tabel 4.5
Jumlah Uang Beredar 2006-2009 ......................................... 65
Tabel 4.6
Deskripsi Dalam Variabel ..................................................... 67
Tabel 4.7
Uji Normalitas ...................................................................... 69
Tabel 4.8
Uji Multikolinieritas ............................................................. 70
Tabel 4.9
Uji Autokorelasi .................................................................... 71
Tabel 4.10
Analisis Regresi Linier Berganda ......................................... 73
Tabel 4.11
Uji Koefisien Determinasi R2 ............................................... 75
Tabel 4.12
Uji F ...................................................................................... 76
Tabel 4.13
Uji t ....................................................................................... 76
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Pandangan klasik dalam menentukan tingkat bunga ............ 27
Gambar 2.2
Pandangan Keynes mengenai tingkat bunga ........................ 28
Gambar 2.3
Bagan Kerangka Pemikiran .................................................. 44
Gambar 4.1
Grafik Volume perdagangan Saham 2006 – 2009 ................ 60
Gambar 4.2
Grafik Inflasi 2006 – 2009 .................................................... 61
Gambar 4.3
Grafik BI rate 2006 – 2009 ................................................... 63
Gambar 4.4
Grafik Kurs Rupiah 2006 – 2009 .......................................... 65
Gambar 4.5
Grafik Jumlah Uang Beredar 2006 – 2009 ........................... 66
Gambar 4.6
Uji Normalitas ...................................................................... 68
Gambar 4.7
Uji Heterokedastisitas ........................................................... 72
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Investasi pada hakikatnya merupakan kegiatan meningkatkan dana
pada satu atau lebih jenis aset pada jangka waktu tertentu, dengan tujuan
mendapatkan manfaat ekonomis yang maksimal. Bagi sebagian orang,
investasi merupakan upaya untuk mengoptimalkan hasil dari sisa penghasilan
yang mereka miliki dengan memanfaatkan berbagai sarana investasi yang
tersedia dan berharap uang yang telah diinvestasikan akan bertambah
dikemudian hari.
Istilah investasi dapat berkaitan dengan berbagai macam aktivitas.
Secara garis besar investasi dapat dibagi menjadi dua bagian, investasi dalam
bentuk aktiva riil (real assets investment) dan investasi dalam bentuk aktiva
keuangan (financial assets investment) (http://www.asiafxonline.com).
Tujuan investor melakukan investasi pada dasarnya adalah untuk
menghasilkan sejumlah uang. Tetapi tujuan investor melakukan investasi yang
lebih luas adalah meningkatkan kesejahteraannya. Kesejahteraan dalam hal ini
adalah kesejahteraan keuangannya, yang bisa diukur dengan penjumlahan
pendapatan pada saat ini ditambah nilai saat ini dari pendapatan masa datang
(Nugroho, 2008).
1
Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh
pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian
suatu negara, maka semakin baik pula tingkat kemakmuran penduduknya.
Tingkat kemakmuran yang lebih tinggi ini umumnya ditandai dengan adanya
tingkat pendapatan masyarakatnya. Dengan adanya peningkatan pendapatan
tersebut, maka akan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana.
Kelebihan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan dalam bentuk
tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang
diperdagangkan dalam pasar modal (Moch. Ludfi Habib, 2007).
Diantara surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal,
saham adalah jenis surat berharga yang paling dikenal masyarakat. Tujuan dari
investor
menanamkan
modalnya
dalam
bentuk
saham
yaitu
untuk
memaksimalkan kekayaan yang didapat dari deviden atau capital gain saat
saham itu dijual. Tetapi mereka pun harus siap bila hal sebaliknya terjadi
(Nugroho, 2008).
Perkembangan dunia usaha akhir-akhir ini membuat banyak orang
membutuhkan tersedianya dana dengan cepat untuk menambah modal. Karena
pada dasarnya, setiap perusahaan membutuhkan dana dalam membiayai
kegiatan operasionalnya. Dana tersebut dapat diperoleh dari beberapa sumber,
pertama berasal dari dalam perusahaan yakni pemilik modal, maupun laba
ditahan (retairned earning). Sedangkan sumber pembiayaan lain, berasal dari
luar yakni dalam bentuk pinjaman / hutang dari pihak lain. Selain pinjaman,
perusahaan yang telah go public dalam upaya menambah dana kegiatan
2
operasionalnya dapat diperoleh melalui penjualan saham pada investor /
pemilik modal. Media yang digunakan perusahaan dalam menjual sahamnya
pada publik adalah pasar modal (Nur Vetty Karina Puspitasari, 2009).
Di
lain
pihak,
terdapat
banyak
pula
orang
yang
tertarik
menginvestasikan dananya karena menginginkan keuntungan. Melalui pasar
modal, investor sebagai pemilik dana dapat menanamkan dananya untuk
memperoleh keuntungan dari investasi yang dilakukan, sedangkan perusahaan
sebagai peminjam dapat menghimpun dana untuk keperluan usahanya dengan
menerbitkan dan menjual sahamnya kepada masyarakat umum.
Salah satu indikator untuk melihat tingkah laku pasar / investor yaitu
dengan melihat pergerakan volume perdagangan di pasar modal. Salah satu
kunci pokok dan sangat mempengaruhi dalam memutuskan tindakan pada
seluruh aktivitas di pasar modal adalah informasi yang lengkap. Dalam
menentukan apakah investor akan melakukan transaksi di pasar modal
biasanya ia akan mendasarkan keputusannya pada berbagai informasi yang ia
miliki, baik informasi yang tersedia di publik maupun informasi pribadi.
Informasi tersebut akan memliki makna nilai jika keberadaan informasi
tersebut menyebabkan transaksi di pasar modal, dimana transaksi ini tercermin
melalui volume perdagangan saham. Dengan demikian, seberapa jauh
relevansi atau kegunaan suatu informasi dapat disimpulkan dengan
mempelajari kaitan antara volume perdagangan di pasar modal dengan
keberadaan informasi tersebut (Eky Wijaksono, 2007).
3
Pasar modal yang berfungsi sebagai perantara untuk mempertemukan
pemilik modal (investor) dengan pihak-pihak yang berupaya memperoleh
tambahan dana melalui penjualan sahamnya, diharapkan mampu berfungsi
secara optimal dalam menjembatani hubungan antara investor sebagai pemilik
dana dengan perusahaan yang menjual sahamnya untuk membiayai kegiatan
operasionalnya.
Dengan adanya pasar modal, perusahaan tidak perlu lagi mengatasi
masalah dana karena posisi yang dianggap tidak aman dapat diperbaiki dengan
menarik dana dari masyarakat melalui pasar modal dengan menjual saham
(Nugroho, 2008).
Pasar modal di Indonesia dalam perkembangannya telah menunjukkan
sebagai bagian dari instrumen perekonomian, dimana indikasi yang
dihasilkannya banyak dipicu oleh para peneliti maupun prkatisi dalam melihat
gambaran perekonomian Indonesia. Oleh karena itu komitmen Pemerintah
Indonesia terhadap peran pasar modal tercermin dalam UU No.8 Tahun 1995
tentang pasar modal, dimana dinyatakan bahwa pasar modal mempunyai peran
yang strategis dalam pembangunan nasional, sebagai salah satu sumber
pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat
(Rustamadji, 2001:36).
Sebagai salah satu instrumen perekonomian, maka pasar modal tidak
terlepas dari pengaruh yang berkembang di lingkungannya, baik yang terjadi
di lingkungan mikro yaitu peristiwa atau keadaan para emiten, seperti laporan
kinerja, pembagian deviden, perubahan strategi perusahaan dalam rapat umum
4
pemegang saham akan menjadi informasi yang menarik bagi para investor di
pasar modal. Di samping lingkungan ekonomi mikro, perubahan yang terjadi
di lingkungan ekonomi makro juga dapat memberikan pengaruh terhadap
pasar modal (Rustamadji, 2001:36).
Menurut Budiantara (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
pasar modal diantaranya adalah tingkat suku bunga dan fluktuasi nilai tukar
rupiah. Tingkat suku bunga merupakan nilai yang sangat berpengaruh terhadap
besarnya nilai sekarang dari pendapatan deviden di masa yang akan datang.
Meningkatnya tingkat bunga akan menurunkan nilai sekarang dari pendapatan
deviden di masa datang, sehingga kondisi ini akan mempengaruhi menurunnya
harga saham di pasar modal. Sebaliknya, menurunnya tingkat bunga akan
mendorong investasi dan aktivitas ekonomi, sehingga meningkatkan harga
saham.
Menurut Cahyono (2000:117) terdapat dua penjelasan mengapa
kenaikan suku bunga dapat mendorong harga saham ke bawah. Pertama,
kenaikan suku bunga mengubah peta hasil investasi. Kedua, kenaikan suku
bunga akan memotong laba perusahaan. Hal ini terjadi dengan dua cara.
Kenaikan suku bunga akan meningkatkan beban bunga emiten, sehingga
labanya bisa terpangkas. Selain itu, ketika suku bunga tinggi, biaya produksi
akan meningkat dan harga produk akan lebih mahal sehingga konsumen
mungkin akanmenunda pernbeliannya dan menyimpan dananya di bank.
Akibatnya penjualanperusahaan menurun. Penurunan penjualan perusahaan
dan laba akan menekan harga saham.
5
Sedangkan Suta berpendapat (Moch. Ludfi Habib, 2007: 44) “Kurang
dari 0,5% dari rakyat Indonesia melakukan investasi pada saham dan obligasi,
sedangkan 40 juta penduduk Indonesia telah telah membuka rekening di bank.
Hal ini terjadi karena keuntungan investasi pada pasar modal tidak pasti,
tergantung pada mekanisme pasar, maka investor lebih memilih berinvestasi
yang dijamin pemerintah, apabila pada saat tingkat suku bunga sangat tinggi.
Jadi besar atau kecilnya nilai tingkat bunga mempengaruhi volume
perdagangan saham, karena tingkat suku bunga yang tinggi akan
mempengaruhi para investor untuk lebih memilih berinvestasi dalam bentuk
deposito dari pada dalam bentuk saham, begitu juga sebaliknya. Hal ini terjadi
karena para investor lebih mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya
atas dana yang telah diinvestasikan.
Hubungan antara inflasi dan tingkat bunga dapat dijelaskan dengan
persamaan Irving Fisher (Fisher Equation). Persamaan tersebut menjelaskan
bahwa tingkat bunga riil adalah tingkat bunga nominal dikurangi dengan
inflasi. Berdasarkan data empiris, tingkat inflasi selalu lebih tinggi dari suku
bunga, akibatnya daya beli dari uang penabung atau deposan mengalami
penurunan meskipun secara absolut jumlah uangnya sudah bertambah dengan
adanya
tambahan
dari
bunga
yang
diterimanya
(www.
amriamir.wordpress.com).
Secara teoritis investasi pada saham dapat memberikan perlindungan
nilai (hedge) yang baik dari pengaruh inflasi karena saham merupakan klaim
terhadap aset-aset riil. Teori tersebut dikemukakan antara lain oleh Bodie
6
("Common stocks as a hedge against inflation", Journal of Finance, 31, 459470, 1976) serta Fama dan Schwert ("Asset returns and inflation", Journal of
Business,
55,
201-231,
1977).
Berdasarkan
teori
tersebut,
tingkat
pengembalian riil dari saham seharusnya tidak terpengaruh oleh perubahan
harga-harga barang dan jasa. Berlawanan dengan teori tersebut kenyataan
empiris di Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa inflasi dan tingkat
pengembalian investasi pada saham berkorelasi secara negatif dalam arti
inflasi yang sangat tinggi cenderung disertai dengan tingkat pengembalian
investasi pada saham yang rendah (Indrayadi, 2004).
Hubungan antara jumlah uang beredar dengan inflasi dapat dijelaskan
dengan teori kuatitas uang (quantity theory of money). Berdasarkan teori ini,
jumlah uang yang beredar dalam suatu perekonomian menentukan nilai uang,
sementara pertumbuhan jumlah uang beredar merupakan sebab utama
terjadinya inflasi (www.docstoc.com).
Menurut Mankiw (2003) hubungan inflasi dengan jumlah uang beredar
tidak dapat dilihat dalam jangka pendek. Teori inflasi ini bekerja paling baik
dalam jangka panjang, bukan dalam jangka panjang (www.docstoc.com).
Nilai kurs dolar Amerika Serikat (USD) merupakan salah satu pilihan
dari berbagai macam pilihan dalam berinvestasi. Kemudahan yang ditawarkan
kepada para investor dengan pemenuhan fasilitas money changer yang
memudahkan para investor untuk menginvestasikan dananya dan mencairkan
dananya
7
Berinvestasi dengan dolar AS (USD) tidak memerlukan perantara dan
mudah dipindah tangankan, kemudahan ini akan mempengaruhi para investor
untuk memilih berinvestasi dalam dolar AS (USD) dari pada berinvestasi
dalam saham, terutama pada saat nilai kurs dolar AS (USD) tinggi, tetapi pada
saat nilai kurs dolar AS (USD) rendah para investor akan lebih memilih
berinvestasi dalam saham dari pada dolar AS (USD), karena para investor
lebih mengutamakan keuntungan atas dananya (Habib, 2007)
Selain sebagai alternatif investasi, nilai tukar juga mempunyai peranan
pada pasar modal. Krisis ekonomi pada tahun 1997 menunjukkan bahwa
gejolak nilai tukar mempengaruhi pasar modal yang terlihat dari IHSG yang
mulai mengalami penurunan. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya
penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar, peranan pasar modal sebagai
alternatif pembiayaan dunia usaha mengalami penurunan, mengingat sebagian
besar perusaahaan yang go public mempunyai hutang luar negeri dalam bentuk
valuta asing. Di samping itu, produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan
public tersebut banyak menggunakan bahan yang memiliki kandungan impor
yang tinggi (Budiantara,2003).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mencoba untuk
mengetahui beberapa faktor makro ekonomi diantaranya tingkat inflasi, BI
rate, kurs rupiah terhadap dolar Amerika dan jumlah uang beredar apakah
menpunyai pengaruh secara bersama-sama ataupun secara individual terhadap
volume perdagangan saham.
8
Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Moch.
Ludfi Habib yang menggunakan SBI sebagai acuan untuk tingkat bunga,
penelitian ini menggunakan BI rate sebagai acuan tingkat bunga dengan
pertimbangan BI rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Selain itu, variabel
bebas yang digunakan juga ditambahkan dengan tingkat inflasi dan jumlah
uang beredar.
Berdasarkan pertimbangan di atas maka penelitian ini mengambil judul
“PENGARUH INFLASI, BI RATES, KURS RUPIAH, DAN JUMLAH
UANG YANG BEREDAR TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN
SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan tingkat inflasi,
BI Rates, nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika, dan jumlah uang
beredar terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia.
2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial tingkat inflasi, BI
Rates, nilai tukar tupiah terhadap dolar amerika, dan jumlah uang beredar
terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia.
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan dan manfaat
penelitian ini adalah :
1. Tujuan Penelitian
a. Menganalisa secara simultan pengaruh tingkat inflasi, BI rates, nilai
tukar rupiah terhadap dolar amerika, dan jumlah uang beredar terhadap
volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia.
b. Menganalisa secara parsial pengaruh tingkat inflasi, BI rates, nilai
tukar tupiah terhadap dolar amerika, dan jumlah uang beredar terhadap
volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Penulis
Untuk mengaplikasikan teori-teori ekonomi dan manajemen keuangan
yang telah diperoleh dalam perkuliahan.
b. Bagi Investor
Dapat digunakan sebagai informasi tambahan mengenai pasar modal
yang
dapat
digunakan
sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
menanamkan investasinya di pasar modal.
c. Bagi Akademisi
Dapat menambah khasanah pustaka bagi pengetahuan khususnya
dalam bidang pasar modal.
10
d. Bagi Pemerintah
Dapat memberikan informasi tambahan dalam menentukan kebijakan
dan kontribusinya yang dapat mempengaruhi pasar modal.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Saham
Saham adalah bagian kepemilikan dalam suatu perusahaan. Secara
garis besar saham dibagi menjadi dua, saham biasa (common stock) dan saham
preferen (Prefered stock) (www.djlk.depkeu.go.id).
Menurut Suad Husnan (2001:35) jika para pemodal membeli saham
maka mereka membeli prospek perusahaan. Kalau prospek saham membaik,
harga saham tersebut akan meningkat. Memiliki saham berarti memiliki
perusahaan. Jika seseorang memiliki 1% dari seluruh saham yang diedarkan
perusahaan, berarti kepemilikannya juga sebesar 1%. Jika perusahaan
berkembang baik, maka nilai perusahaan tersebut mungkin meningkat.
Sebagai akibatnya nilai investasi kita pada perusahaan tersebut mungkin akan
meningkat juga. Dalam keadaan tersebut harga saham mungkin naik menjadi
lebih tinggi dari harga pada waktu kita pertama kali membeli.
Saham biasa memiliki beberapa karakteristik, diantaranya pemegang
saham biasa mempunyai hak memilih dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang
Saham) untuk keputusan-keputusan yang memerlukan pemungutan suara
(Suad Husnan, 2001, 36). Pembagian deviden pemegang saham biasa akan
dibayarkan bila perusahaan memperoleh laba (Habib, 2007) Selain itu
12
pemegang saham biasa mempunyai hak terakhir atas aset perusahaan apabila
perusahaan mengalami kebangkrutan (www.djlk.depkeu.go.id).
Sedangkan saham preferen sering disebut sebagai sekuritas hibrida /
sekuritas campuran (hybrid security) karena ia memiliki banyak karakteristik
baik dari saham maupun obligasi. Saham preferen sama dengan saham biasa
karena ia tidak memiliki tanggal jatuh tempo yang ditetapkan, deviden yang
tidak dibayarkan tidak akan menyebabkan kebangkrutan bagi perusahaan. Dan
deviden tidak dapat mengurangi pembayaran pajak. Di lain pihak, saham
preferen sama dengan obligasi karena jumlah devidennya memiliki batas
tertentu. Ukuran deviden saham preferen biasanya tetap, baik sebagai jumlah
nilai mata uang atau sebagai persentase nilai pari (Keown, 2001: 242).
Selain itu karakteristik saham preferen adalah para pemegang saham
preferen tidak mempunyai mempunyai hak suara dalam RUPS, tetapi mereka
memiliki hak paling dahulu dalam memperoleh deviden dan memiliki hak
pembayaran maksimun sebesar nilai nominal saham setelah kreditur apabila
perusahaan dilikuidasi (Habib, 2007).
Nilai saham dibagi menjadi tiga (Habib, 2007) yaitu:
a. Nilai pari (par value)
Nilai pari merupakan nilai nominal suatu saham. Perusahaan dapat
menentukan nilai pari sebesar yang mereka inginkan.
13
b. Nilai buku (book value)
Nilai buku pada saham merupakan nilai surat berharga yang ditunjukkan
dalam neraca, dihitung dengan membagi jumlah saham yang beredar dari
total kekayaan aset dikurangi semua hutang dan nilai saham preferen.
c. Nilai Pasar(market vakue)
Nilai pasar merupakan harga pasar pada saat aktiva diperdagangkan.
2. Volume Perdagangan Saham
Kegiatan perdagangan saham tidak berbeda dengan perdagangan pada
umumnya yang melibatkan penjual dan pembeli. Dari adanya perdagangan
saham yang terjadi maka akan menghasilkan volume perdagangan saham. hal
ini menyebabkan jumlah transaksi saham atau volume saham yang diperjual
belikan dapat berubah-ubah setiap harinya (Fitra, 2007).
Perdagangan suatu saham yang aktif, yaitu dengan volume
perdagangan yang besar menunjukkan bahwa saham tersebut digemari oleh
para investor yang berarti saham tersebut cepat diperdagangkan (Ambarwati,
2008).
Volume perdagangan saham merupakan hal yang penting bagi seorang
investor. Karena bagi investor volume perdagangan saham menggambarkan
kondisi saham yang diperjual belikan di pasar modal. Bagi investor sebelum
melakukan investasi atau penanaman modal hal terpenting adalah tingkat
likuiditas dari suatu saham. Suatu saham dikatakan likuid jika saham tersebut
setiap hari ada transaksi atau aktivitas perdagangan. Jika saham tersebut
14
likuid, maka mempunyai kecendrungan harganya akan naik atau bertahan
lebih lama karena banyak dinilai oleh investor (Habib, 2007:43).
Menurut Magdalena volume perdagangan saham adalah jumlah lembar
saham yang diperdagangkan secara harian (Magdalena, 2004:26). Sedangkan
Abdul Halim dan Nasuhi Hidayat (2000) mendefinisikan bahwa volume
pedagangan (Vt) sebagai lembar saham yang diperdagangkan pada hari t.
Perubahan volume perdagangan saham dapat menunjukkan baik
tidaknya kondisi pasar modal bagi investor (Habib, 2007:43).
Volume perdagangan saham diukur dengan melihat indikator aktivitas
volume perdagangan (trading volume activity) dengan rumus :
TVA =
Saham Perusahaan i yang diperdagangakan pada waktu t
Saham perusahaan i yang beredar (listing) pada waktu t
TVA digunakan untuk melihat apakah preferensi investor secara individual
menilai harga saham memiliki asosiasi positif atau negatif untuk membuat
keputusan perdagangan saham (Wijaksono, 2007).
Setelah TVA masing-masing sampel diketahui, rata-rata volume
perdagangan relatif saham dapat dihitung dengan cara :
n
X TVA =
∑ TVA
I
I =1
n
(Amilin, 2006).
15
3. Tingkat Inflasi
Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga secara umum dan
terus-menerus (Mandala Manurung, 2004:220). Sedangkan menurut Pratama
Rahardja (2004:214) inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang
bersifat umum dan terus-menerus.
Menurut McConnell (2002:146) inflation is a rising general level of
prices and is measured as a percentege change in a price index such as the
CPI. Sedangkan Schilller (2000:130) berpendapat bahwa inflation is an
increase in the average level prices of goods and services.
Menurut Judisseno (2005:16) inflasi adalah suatu peristiwa moneter
yang menunjukkan suatu kecendrungan akan naiknya harga barang-barang
secara umum yang berarti terjadi penurunan nilai mata uang.
Menurut Sadono Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan hargaharga umum yang berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke
periode lainnya. Sedangkan tingkat inflasi adalah persentasi kenaikan hargaharga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya
Dalam prakteknya, inflasi dapat diamati dengan melihat pergerakan /
perubahan dari indeks harga, dengan menggunakan indeks harga tahun
sebelumnya sebagai tahun dasar.
Laju Inflasi =
IHK t IHK t -1
x 100%
IHK t -1
(Samuelson dan Nordhaus, 2005 : 668)
16
Menurut Dornbush (2004:39 – 41) beberapa indeks harga yang biasa
digunakan untuk mengukur inflasi antara lain :
a. Indeks harga konsumen (Consumer Price Index)
The consumer price index measures the cost of buying a fixed basket of
goods and services representative of the purchases of urban consumer.
b. Indeks harga produsen (Producer Price Index)
Producer price index is a measures of the cost of a given basket of goods.
c. GDP deflator
GDP deflator is the ratio of nominal GDP in a given year to real GDP of
that year.
Menurut Landsburg (Karim, 2008:136), metode pengukuran CPI dan
PPI keduanya mempunyai kelemahan-kelemahan yang salah satunya adalah
karena menggunakan kumpulan-kumpulan yang mewakili sebuah subset dari
seluruh barang dan jasa yang diproduksi oleh keseluruhan perekonomian
sehingga indeks tersebut tidak merefleksikan secara akurat seluruh perubahan
yang terjadi. Selain itu CPI dan PPI juga kurang dapat mengakomodasi barang
dan jasa yang baru diciptakan walaupun kelompok dari subset barang dan jasa
yang dipakai sebagai pengukur pada CPI dan PPI tersebut selalu direvisi dari
waktu ke waktu. Para ekonom cenderung lebih senang menggunakan implicit
gross domestic product / GDP Deflator untuk melakukan pengukuran tingkat
inflasi. Perhitungan GDP deflator ini adalah :
Implicit Price Deflator =
Nominal GDP
Real GDP
x 100%
17
Menurut Erawati (2002), tingkat laju inflasi ditentukan oleh kekuatan
permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa yang mencerminkan
perilaku para pelaku pasar atau masyarakat. Salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut adalah ekspektasi terhadap laju
inflasi di masa yang akan datang. Ekspektasi laju inflasi yang tinggi akan
mendorong masyarakat untuk mengalihkan aset finansial yang dimilikinya
menjadi aset riil, seperti tanah, rumah, dan barang-barang konsumsi lainnya.
Begitu juga sebaliknya ekspektasi laju inflasi yang rendah akan memberikan
insentif terhadap masyarakat untuk menabung serta melakukan investasi pada
sektor-sektor produktif.
Inflasi dapat dikelompokan
menjadi beberapa jenis. Pertama
berdasarkan atas derajat inflasi tersebut. Inflasi ini dapat dibedakan menjadi
beberapa macam inflasi, yaitu :
a. Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
b. Inflasi sedang (antara 10% - 30% setahun)
c. Inflasi berat (antara 30% - 100% setahun)
d. Hiperinflasi (di atas 100% setahun)
Laju
inflasi
tersebut
bukanlah
suatu
standar
mutlak
yang
dapat
mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu
wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada beberapa bagian dan
golongan masyarakat mana yang terkena imbas dari inflasi yang sedang terjadi
(Atmadja, 1999).
18
Kedua inflasi dapat dibedakan berdasarkan penyebab awal terjadinya
inflasi, yaitu :
a. Demand pull inflation yaitu inflasi yang disebabkan terlalu kuatnya
peningkatan aggregaet demand masyarakat terhadap komoditi hasil
produksi di pasar barang. Hal ini akan mengakibatkan kurva permintaan
agregat akan tertarik ke arah kanan atas, sehingga akan mengkibatkan
terjadinya excess demand, yang merupakan inflationary gap. Dalam kasus
inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang biasanya akan diikuti dengan
peningkatan output dengan asumsi bila perekonomian belum mencapai
kondisi full employment (Atmadja, 1999).
b. Cost push inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh kurva aggregaet
supply bergeser ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan kurva
aggregaet supply ini bergeser adalah meningkatnya harga faktor-faktor
produksi baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri di pasar faktor
produksi. Hal ini akan menyebabkan kenaikan harga komoditi di pasar
komoditi. Dalam kasus cost push inflation kenaikan harga seringkali
diikuti dengan kelesuan usaha (Atmadja, 1999).
Ketiga inflasi dapat dibedakan berdasarkan asal dari inflasi tersebut
(wartawarga.gunadarma.ac.id). Inflasi jenis ini dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Domestic inflation (inflasi yang berasal dari dalam negeri), yaitu inflasi
yang disebabkan oleh kesalahan pengelolaan ekonomi baik di sektor riil
maupun di sektor moneter oleh para pelaku ekonomi.
19
b. Imported inflation (inflasi yang berasal dari luar negeri), yaitu inflasi yang
disebabkan oleh kenaikan harga-harga di luar negeri (di negara asing yang
memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan).
Terlepas dari pengelompokan-pengelompokan inflasi tersebut, pada
kenyataannya inflasi yang terjadi pada suatu negara jarang yang disebabkan
oleh satu jenis inflasi saja. Hal ini disebabkan karena dalam suatu sistem
perekonomian negara tidak ada faktor-faktor ekonomi ataupun para pelaku
ekonomi yang benar-benar memiliki hubungan yang independen.
Ada 4 teori yang membahas tentang inflasi (Atmadja, 1999) yaitu :
a. Teori Kuantitas
Teori kuantitas adalah teori yang pertama kali membahas tentang
inflasi. Dalam perkembangannya teori ini mendapat penyempurnaan oleh
para ahli universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai
monetarist models. Teori ini menyatakan bahwa penyebab utama
terjadinya inflasi adalah bertambahnya jumlah uang beredar dan
ekspektasi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa
mendatang.
b. Keynesian Model
Teori keynes menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat
ingin
hidup
di
luar
batas
kemampuan
ekonomisnya,
sehingga
menyebabkan permintaan agregat melebihi jumlah barang yang tersedia
(penawaran agregat). Hal ini akan mengakibatkan terjadinya inflationary
gap. Keterbatasan jumlah ketersediaan barang ini terjadi karena dalam
20
jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat mengimbangi kenaikan
permintaan agregat.
Proses inflasi akan terus berkelanjutan selama inflationary gap masih
tetap ada. Hal ini terjadi karena keadaan daya beli masyarkat yang tidak
sama (heterogen). Selanjutnya akan terjadi realokasi barang-barang yang
tersedia dari masyarakat yang berdaya beli rendah kepada masyarakat
yang berdaya beli tinggi. Hal ini akan terus berlangsung, sampai salah satu
golongan masyarakat tidak lagi memiliki daya beli untuk membiayai
pembelian barang yang ada pada tingkat harga yang berlaku. Sehingga
permintaan agregat tidak lagi melebihi penawaran agregat (inflationary
gap menghilang).
c. Mark-up Model
Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua
komponen (cost of production dan profit margin). Hubungan antara dua
komponen ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut :
Price = Cost + Profit Margin
Karena besarnya profit margin telah ditentukan sebagai suatu
persentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut
dapat dijabarkan menjadi :
Price = Cost + ( a% x Cost )
21
Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponenkomponen yang menyusun cost of production dan kenaikan pada profit
margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan harga jual pada komoditi
di pasar.
d. Teori Struktural
Teori sruktural adalah teori inflasi jangka panjang karena teori ini
menyoroti sebab-sebab inflasi yang bukan semata-mata fenomena
moneter, tetapi juga berasal dari kekuatan struktur ekonomi. Hal ini
umumnya terjadi di negara-negara yang sedang berkembang yang
umumnya masih bercorak agraris. Sehingga goncangan ekonomi yang
berasal dari dalam negeri atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan
hubungan luar negeri, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar
domestik.
Menurut Indrayadi (2004) Inflasi merupakan suatu indikator ekonomi
makro yang menggambarkan kenaikan harga-harga barang dan jasa dalam
suatu periode tertentu. Bagi sebuah negara, keadaan perekonomian yang baik
umumnya diwakili dengan tingkat inflasi yang relatif rendah dan terkendali.
Adanya inflasi akan berdampak besar terhadap perekonomian suatu
negara. Pada saat terjadi inflasi harga barang cenderung naik. Hal ini akan
menyebabkan meningkatnya biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan.
Peningkatan biaya produksi akan mengakibatkan harga jual produk
meningkat, sehingga akan mengurangi kuatitas produk yang dijual dan
akibatnya laba akan menurun.
22
Menurut Atmaja (1999), faktor utama yang menjadi penyebab
timbulnya inflasi di Indonesia adalah jumlah uang beredar. Di Indonesia,
jumlah uang beredar lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow money
(M1) karena masih ada anggapan bahwa uang kuasi hanya merupakan
likuiditas perbankan. Faktor kedua adalah defisit anggaran belanja pemerintah
yang banyak sekali menyangkut tentang struktural ekonomi Indonesia karena
mendorong permintaan agregat. Faktor ketiga adalah penawaran agregat dan
luar negeri. Kelambanan faktor penawaran agregat disebabkan oleh adanya
hambatan struktural yang ada di Indonesia. Harga pangan merupakan salah
satu penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Umumnya laju
penawaran bahan pangan tidak dapat mengimbangi permintaannya, sehingga
menyebabkan excess demand. Sedangkan disisi lain metode dan teknologi
yang digunakan masih kurang canggih dan tidak maksimal.
3. BI Rate
BI rates menurut Bank Indonesia adalah suku bunga kebijakan yang
mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank
Indonesia dan diumumkan kepada publik (www.bi.go.id).
BI rates diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap
Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter
yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity
management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan
moneter (www.bi.go.id).
23
Sasaran
operasional
kebijakan
moneter
dicerminkan
pada
perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N).
Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh
perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit
perbankan (www.bi.go.id).
Dengan
mempertimbangkan
pula
faktor-faktor
lain
dalam
perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate
apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah
ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila
inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan
(www.bi.go.id).
Menurut Laksmono (2001) nilai suku bunga domestik di Indonesia
sangat terkait dengan suku bunga internasional. Hal ini disebabkan oleh akses
pasar keuangan domestik terhadap pasar keuangan internasional dan kebijakan
nilai tukar yang kurang fleksibel.
Pengertian dasar dari teori tingkat suku bunga yaitu harga dari
penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Bunga merupakan imbalan atas
ketidaknyamanan karena melepas uang, dengan demikian bunga adalah harga
kredit. Tingkat suku bunga berkaitan denga peranan waktu didalam kegiatankegiatan ekonomi. Tingkat suku bunga muncul dari kegemaran untuk
mempunyai uang sekarang (Kurniawan, 2004).
Menurut Darmawi (2006:181) tingkat bunga merupakan harga yang
harus dibayar oleh peminjam untuk memperoleh dana dari pemberi pinjaman
24
untuk jangka waktu yang disepakati. Dengan kata lain, tingkat bunga dalam
hal ini merupakan harga dari kredit. Namun harga itu tidak sama dengan harga
barang di pasar komoditi karena tingkat bunga sesungguhnya merupakan suatu
angka perbandingan, yaitu jumlah biaya pinjaman dibagi jumlah uang yang
sesungguhnya dipinjam, biasanya dinyatakan dalam persentase per tahun.
Suku bunga terdiri dari suku bunga riil dan suku bunga nominal.
Mankiw (2003:89) menyatakan bahwa “the nominal interest rate is sum of the
real interest rate and the inflation rate”. Suku bunga nominal adalah jumlah
suku bunga riil ditambah laju inflasi, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
r=i–π
dimana : r = suku bunga riil
i = suku bunga nominal
π = laju inflasi
Tingkat bunga nominal adalah tingkat bunga yang digunakan sebagai
ukuran untuk menentukan besarnya bunga yang harus dibayar oleh pihak
peminjam dana. Sedangkan tingkat bunga riil menunjukkan persentasi dari
nilai riil modal ditambah bunganya dalam setahun, dinyatakan sebagai
persentasi dari nilai riil modal sebelum dibungakan (Sukirno, 2000: 386).
Sedangkan Sjahrial (2006:7) menyatakan bahwa tingkat bunga adalah
kompensasi yang dibayarkan oleh peminjam kepada yang memberikan
pinjaman. Dari sudut peminjam merupakan biaya dari dana yang mereka
pinjam.
25
Menurut Laksmono (2001), ada tiga teori yang menjelaskan hubungan
antara suku bunga yang berbeda jangka waktu. Yang pertama Segmented
Market Theory, mengatakan bahwa masing-masing instrumen dengan jangka
waktu berbeda ditentukan oleh pasar yang berbeda dengan permintaan dan
pasokan pasar yang berbeda. Kedua Expectation Theory menganggap
instrumen jangka waktu berbeda dapat saling berganti secara sempurna. Suku
bunga merupakan rata-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek selama
periode instrumen jangka panjang. Ketiga Preferred Habitat Theory
mengatakan bahwa suku bunga jangka panjang merupakan rata-rata ekspektasi
suku bunga jangka pendek sepanjang periode instrumen jangka panjang
ditambah dengan liquidity premium yang besarnya tergantung pada kondisi
penawaran dan permintaan saat itu.
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang faktor-faktor apa yang
menentukan tingkat bunga di dalam sistem finansial (Darmawi, 2006:182).
Diantaranya adalah :
a. Teori klasik tentang tingkat bunga (the classical theory of interest rate)
b. Teori preferensi likuiditas (the liquidity preference theory)
c. The loanable fund theory of interest rate
d. The rational expectation theory
Masing-masing teori tentang penentuan tingkat bunga, melihat lebih dalam
dalam berfungsinya sistem finansial.
Menurut pandangan ahli ekonomi klasik, tingkat bunga ditentukan oleh
permintaan dan penawaran tabungan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.1.
26
S
r1
E1
r0
S1
E0
r2
E2
I1
I
0
I0 I2 I1
Gambar 2.1. pandangan klasik dalam menentukan tingkat bunga
Kurva S adalah kurva penawaran dana modal / tabungan (saving) sedangkan
kurva I adalah kurva permintaan dana modal (investation). Keseimbangan
terjadi di titik E0 dan ini menunjukkan bahwa jumlah dana yang akan
diinvestasikan adalah I0, dan tingkat bunga adalah r0. Jika permintaan dana
berubah dari I0 ke I1 sedangkan penawaran modal tetap, maka titik
keseimbangan akan bergeser ke E1. Hal ini berarti tingkat bunga naik dari r0
menjadi r1. Dan jika permintaan dana tetap sebesar I tetapi penawaran dana
naik dari S menjadi S1, maka titik keseimbangan akan bergeser ke E2. Dengan
demikian perubahan tersebut menyebabkan tingkat bunga turun dari r0
menjadi r2 (Sukirno, 2000:383).
Sedangkan menurut teori preferensi likuiditas, suku bunga ditentukan
oleh permintaan dan penawaran akan uang. Teori ini disebut teori suku bunga
Keynes. Teori suku bunga Keynes menyatakan bahwa permintaan uang oleh
masyarakat mempunyai tiga motivasi / tujuan, yaitu motif untuk bertransaksi,
motif untuk berjaga-jaga, dan motif untuk berspekulasi.
27
Penentuan tingkat bunga yang dikemukakan oleh Keynes dapat dilihat
dalam gambar 2.2.
r0
r1
LP
0
M0
M1
Gambar 2.2 Pandangan Keynes mengenai tingkat bunga
Kurva LP adalah kurva preferensi likuiditas, yang mengambarkan permintaan
atas uang. Permintaan uang untuk motif transaksi dan untuk motif berjagajaga, tergantung kepada pendapatan masyarakat. Semakin tinggi pendapatan
masyarakat, semakin tinggi pula permintaan uang untuk kedua motif tersebut.
Sedangkan permintaan uang untuk motif spekulasi tergantung dengan tingkat
bunga. Pada saat tingkat bunga tinggi, maka hanya sedikit uang yang ditahan
masyarakat untuk spekulasi. Sedangkan pada saat tingkat bunga rendah, lebih
banyak uang yang dipegang masyarakat (tidak dispekulasikan). Kurva M0 dan
M1 adalah jumlah uang yang beredar, dan bentuknya adalah inelastis
sempurna karena pada periode tertentu jumlah uang adalah tetap. Di dalam
gambar 2.2 ditunjukkan pada waktu jumlah uang M0 tingkat bunga adalah r0,
dan pada waktu jumlah uang M1 tingkaat bunga adalah r1. hal ini
menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah uang yang beredar maka
semakin rendah tingkat bunga (Sukirno, 2000:384).
28
The loanable fund theory of interest rate adalah harga dari dana
investasi, dengan demikian bunga adalah harga yang terjadi di pasar dan
investasi. Sedangakan The rational expectation theory menekankan peranan
yang dimainkan oleh pengharapan masyarkat yang berkenaan dengan tingkat
bunga dan perekonomian serta oleh dampak infoemasi terbaru dalam
mengerakan tingkat bunga ke suatu ekuilibrium (Darmawi, 2006:182).
Dengan demikian, tingkat bunga merupakan biaya modal yang
dipandang
sebagai
indikator
pengaruh
kebijakan
moneter,
terhadap
keseimbangan pendapatan (sektor riil).
Menurut Sadono Sukirno (2002: 385) di dalam teori, analisis mengenai
penentuan tingkat bunga selalu menanggap bahwa dalam perekonomian hanya
terdapat satu tingkat bunga. Namun, dalam kenyataan keadaannya sangat
berbeda. Tingkat bunga pinjaman pemerintah berbeda dengan tingkat bunga
yang dibayarkan kepada konsumen. Dan bank mengenakan tingkat bunga
yang berbeda-beda kepada para nasabahnya. Perbedaan tersebut disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain :
a. Perbedaan resiko
b. Jangka waktu pinjaman
c. Biaya administrasi pinjaman
Menurut Hermawan Darmawi (2006:188) tingkat suku bunga
merupakan salah satu indikator moneter yang mempunyai dampak dalam
berbagai kegiatan perekonomian sebagai berikut :
29
a. Tingkat suku bunga akan mempengaruhi keputusan melakukan investasi
yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi.
b. Tingkat suku bunga juga akan mempengaruhi pengambilan keputusan
pemilik modal apakah ia akan berivestasi pada real assets ataukah pada
financial assets.
c. Tingkat suku bunga akan mempengaruhi kelangsungan usaha pihak bank
dan lembaga keuangan lainnya.
d. Tingkat suku bunga dapat mempengaruhi volume uang beredar.
4. Kurs Rupiah
Kurs memainkan peranan yang amat penting dalam keputusankeputusan pembelanjaan, karena kurs memungkinkan bagi kita untuk
menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara kedalam satu bahasa yang
sama. (Krugman, 2000:40).
Menurut Mansur (2009) Kurs valuta asing adalah salah satu alat
pengukur yang digunakan dalam menilai kekuatan suatu perekonomian. Kurs
menunjukkan banyaknya uang dalam negeri yang diperlukan untuk membeli
satu unit valuta asing tertentu.
Sadono Sukirno (2004:197), menjelaskan bahwa kurs valuta asing
dapat di definisikan sebagai nilai seunit valuta (mata uang) asing apabila
ditukarkan dengan mata uang dalam negeri.
30
Bank Indonesia (2003:69) menyatakan bahwa nilai tukar suatu mata
uang didefinisikan sebagai harga relatif dari suatu mata uang terhadap mata
uang lainnya.
Menurut Mankiw (2003:127) nilai tukar antar dua negara adalah
tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan
perdagangan. Nilai tukar dibagi menjadi dua nilai tukar nominal dan nilai
tukar riil.
The Nominal Exchange rate is the relative price of the currency of two
countries (Mankiw, 2003:127). Sedangkan the real exchange rate is the
relative price of the goods at two countries.
Perubahan nilai tukar nominal akan diikuti oleh perubahan harga yang
sama yang mejadikan perubahan tersebut tidak berpengaruh terhadap posisi
persaingan relatif antar perusahaan domestik dengan pesaingnya di luar
negeri, dan tidak ada pengaruhnya terhadap aliran kas. Sedangkan perubahan
nilai tukar riil akan menyebabkan perubahan harga relatif (perubahan
perbandingan antara harga barang domestik dengan barang luar negeri).
Dengan demikian perubahan tersebut akan mempengaruhi daya saing barang
domestik.
Menurut BI (2003:69) dalam menentukan nilai tukar mata uang asing
dikenal tiga sistem dan diterapkan disemua negara di dunia ini yaitu sistem
kurs tetap (fixed exchange rates), kurs mengambang terkendali (managed
floating exchange rates) dan kurs mengambang bebas (free floating exchange
rates).
31
Dalam sistem kurs tetap, pemerintah menetapkan nilai tukar mata uang
dalam negeri secara tetap terhadap nilai tukar mata uang lain. Sedangkan
dalam
kurs
mengambang
terkendali,
kurs
bergerak
sesuai
dengan
perkembangan pasar (berdasarkan permintaan dan penawaran). Akan tetapi
pemerintah menetapkan batas dari perubahan kurs tersebut.
Dalam sistem kurs bebas nilai tukar suatu mata uang tidak dapat
dipengaruhi oleh pemerintah melalui suatu tingkatan tertentu, maupun melalui
intervensi langsung di pasar valuta asing. Oleh karena itu pada sistem kurs
bebas ini fluktuasi yang terjadi cukup besar jika dibandingkan kurs
mengambang terkendali.
Menurut Madura (2000), penentuan nilai tukar mata uang dalam sistem
mengambang bebas ditentukan oleh mekanisme pasar, dengan demikian hal
itu akan sangat bergantung pada kekuatan faktor-faktor ekonomi yang diduga
dapat mempengaruhi kondisi permintaan da penawaran valuta asing di pasar
valuta asing. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah perbedaan tingkat
inflasi, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat pendapatan nasional
antar kedua negara tersebut.
Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing akan sangat
mempengaruhi iklim investasi dalam negeri, terutama pasar modal. Misalnya
ketika terjadi apresiasi kurs rupiah, akan berdampak pada perkembangan
pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam persaingan harga.
Sebaliknya, bila terjadi depresiasi rupiah, akan berdampak pada perusahaanperusahaan go public, terutama yang menggantungan faktor produksi terhadap
32
bahan-bahan impor, sehingga biaya produksi meningkat, laba yang diperoleh
menurun dan berakibat jatuhnya harga saham perusahaan tersebut (Fahrudin,
2006).
Perkiraan nilai tukar uang yang benar merupakan salah satu tujuan
utama pelaku pasar. Hal ini disebabkan oleh besarnya pengaruh pergerakan
nilai tukar uang terhadap kegiatan bisnis dan investasi, serta pembuatan
kebijaksanaan.
Para ekonom menawarkan berbagai teori yang coba menjelaskan
bagaimana nilai tukar uang itu ditentukan. Hasil studi empiris menjelaskan
bahwa model-model yang berdasarkan pendekatan teori fundamental sangat
bermanfaat untuk menjelaskan pergerakan dan tren nilai tukar uang dalam
jangka panjang, tetapi belum dapat menjelaskan pergerakan jangka pendek
dan menengah. Bahkan, studi empiris memperlihatkan bahwa pergerakan nilai
tukar uang jangka pendek merupakan pergerakan acak (random walk) yang
sulit diramalkan.
Pendekatan teknikal atau model berdasarkan tren melalui grafik dapat
memberikan prediksi yang lebih tepat untuk jangka pendek. Metode ini sangat
populer dalam perdagangan valuta asing jangka pendek. Namun, bergantung
sepenuhnya pada pendekatan teknikal dalam memprediksi nilai tukar uang
bukanlah tanpa resiko.
Oleh karena itu, pendekatan ideal dalam memprediksi nilai tukar uang
adalah dengan menggabungkan pendekatan fundamental yang memberikan
33
keuntungan jangka panjang dan pendekatan teknikal yang memberikan
keuntungan jangka pendek.
Salah satu pendekatan paling konservatif dan paling banyak dipakai
para ekonom dalam menentukan nilai tukar uang untuk jangka panjang adalah
berdasarkan paritas daya beli (Purchasing Power Parity / PPP) (Pardede,
1999).
Menurut Shapiro (1996:820) Purchasing power parity is the notion
that the ratio between domestic and foreign price level should equal the
equilibrium exchange rate between domestic and foreign currencies. Shapiro
berusaha menjelaskan bahwa paritas daya beli merupakan persamaan yang
menyatakan bahwa rasio tingkat harga domestik dan luar negeri seharusnya
sama dengan tingkat ekuilibrium nilai tukar mata uang domestik dan luar
negeri.
Purchasing Power Parity diperkenalkan oleh ahli ekonomi Swedia
bernama Gustav Cassel pada tahun 1918 (dalam versi relatifnya) mengatakan
bahwa ekspektasi perubahan kurs adalah perbedaan dalam ekspektasi tingkat
inflasi pada negara-negara tersebut (kurs suatu mata uang dengan mata uang
lainnya ditentukan oleh purchasing power dari masing-masing mata uang
yang diperbandingkan da karenanya nilai tukar/kurs tersebut akan bergerak
pada arah yang ditentukan oleh perbedaan tingkat inflasi dari negara-negara
tersebut). Atau nilai tukar mata uang terhadap lainnya akan menyesuaikan diri
untuk merefleksikan perubahan-perubahan dalam tingkat harga dari kedua
negara tersebut.
34
Menurut Salvatore (1997:43), pada dasarnya teori paritas daya beli
adalah sebuah cara untuk meramalkankurs keseimbangan, jika suatu negara
mengalami ketidakseimbangan nilai impor dan ekspor. Jadi jika nilai impor
lebih besar daripada nilai ekspornya (defisit) maka mata uang negera tersebut
akan mengalami depresiasi atau kurs melemah.
Sedangkan Haryanto (2000) berpendapat bahwa teori paritas daya beli
menjelaskan pergerakan kurs antara mata uang dua negara disebabkan oleh
tingkat harga masing-masing negara. Dalam jangka panjang, tingkat harga
tingkat harga domestik akan mempengaruhi pembentukan suatu kurs. Teori
paritas daya beli memprediksi bahwa kenaikan tingkat harga domestik
mencerminkan adanya penurunan daya beli mata uang domestik. Penurunan
daya beli mata uang tersebut akan diikuti dengan terdepresiasinya mata uang.
Demikian pula sebaliknya, kenaikan daya beli mata uang domestik
mencerminkan terjadinya apresiasi mata uang tersebut secara proporsional
dalam pasar valuta asing. Adanya depresiasi ataupun apresiasi mata uang ini
menyebabkan terjadinya keseimbangan dalam perdagangan internasional.
Jadi, suatu negara tidak akan mengalami kelebihan impor atau ekspor
Sasana (2004) menyatakan beberapa hal yang perlu ditekankan dari
teori paritas daya beli adalah pertama masalah dasar dari paritas daya beli,
yakni proporsionalitas tingkat harga dan nilai tukar hanya terjadi jika
penyebab goncangan yang mengubah tingkat harga dari nilai tukar merupakan
suatu goncangan moneter. Kedua, teori paritas daya beli tersebut tidak kerja
seketika, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga dapat
35
dikatakan bahwa teori tersebut menunjukkan hubungan keseimbangan jangka
panjang antara nilai tukar dengan tingkat harga.
Teori paritas daya beli memiliki dua versi, yaitu versi absolut dan versi
relatif. Teori paritas daya beli absolut mengatakan bahwa kurs ekuilibrium
sama dengan rasio tingkat harga yang berlaku di kedua negara yang terkait.
Sedangkan versi relatifnya menyatakan bahwa perubahan kurs dalam jangka
waktu tertentu akan bersifat proporsional atau sebanding besarnya terhadap
perubahan tingkat harga yang berlaku di kedua negara selama periode yang
sama. Jadi, paritas daya beli relatif mengubah versi absolutnya, dari sebuah
pernyataan mengenai tingkatan harga dan kurs menjadi perubahan harga dan
kurs (Salvatore, 1997:126).
Menurut Pardede (1999), versi paritas daya beli absolut nilai
keseimbangan dari suatu nilai tukar ditentukan oleh rasio antara harga-harga
dalam negeri, yang diformulasikan sebagai berikut :
P
P∗
E=
Dimana :
E = nilai keseimbangan mata uang
P
= harga-harga dalam negeri
P* = harga-harga luar negeri
Karena banyaknya kelemahan-kelemahan yang disebabkan asumsiasumsi yang tidak realistis dalam versi paritas daya beli absolut, maka
terbentuklah versi relatifnya, yang diformulasikan sebagai berikut :
Rab1 =
(Pa1
(Pb1
Pa 0 )
x Rab0
Pb 0 )
36
Dimana :
Rab1 dan 0 = kurs negara A terhadap negara B pada periode 1 dan 0
Pa1 dan 0
= Indeks harga konsumen negara A pada periode 1 dan 0
Pb1 dan 0
= Indeks harga konsumen negara B pada periode 1 dan 0
Berbagai pengujian empiris membuktikan bahwa versi relatif paritas
daya beli dapat memberikan perkiraan yang cukup baik dalam jangka panjang
dan dalam berbagai kasus terjadinya gangguan moneter murni, seperti
lonjakan inflasi dan sebagainya (Salvatore, 1997:133).
5. Jumlah Uang Beredar
Definisi tentang uang sangat sulit untuk dibuat, karena pengertian dan
definisi tentang uang selalu berubah dinamis sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan perekonomian. Dengan kata lain pengertian uang merupakan
manifestasi dari proses penyesuaian manusia terhadap kemajuan hidupnya. Di
masyarakat yang perekonomiannya relatif lebih maju pengertian uang akan
lebih luas dan kompleks daripada yang perekonomiannya masyarakatnya lebih
rendah (Manurung, 2004:2).
Namun, para ahli ekonomi umumnya sepakat definisi paling universal
tentang uang adalah sesuatu (benda) yang diterima / diakui secara umum
dalam proses pertukaran barang dan jasa. Berdasarkan definisi tersebut dapat
dikatakan bahwa uang bisa saja berbentuk segala sesuatu, tapi tidak semua
benda merupakan uang. Syarat utama agar semua benda dapat digunakan
37
sebagai uang adalah benda tersebut harus diterima secara umum (Manurung,
2004:3).
Menurut Oktavia (www.docstoc.com), nilai uang ditentukan oleh
supply dan demand terhadap uang. Sementara itu, jumlah uang yang diminta
ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah tingkat harga rata-rata
dalam perekonomian. Jumlah uang yang dimminta oleh masyarakat untuk
melakukan transaksi tergantung pada tingkat harga barang dan jasa yang
tersedia. Semakin tinggi tingkat harga semakin besar jumlah uang yang
diminta. Dan sebaliknya, semakin rendah tingkat harga semakin sedikit jumlah
uang yang diminta. Dengan kata lain tingkat harga ditentukan dan berubah
sejalan dengan perubahan jumlah uang beredar. Hal ini sering disebut teori
kuantitas uang (quantity theory of money).
Pada awalnya teori ini tidak dimaksudkan untuk menjelaskan mengapa
seseorang menyimpan uang kas, tetapi lebih pada peranan dari uang. Irving
Fisher merumuskan teori kuatitas uang sebagai berikut :
M.V = P.T
Dimana : M = Jumlah Uang beredar
V = Perputaran Uang
P = Harga Barang
T = Volume Barang Yang Diperdagangkan (Nusantara, 2002).
Menurut Manurung (2004:13) pengertian jumlah uang yang beredar
adalah uang yang berada di tangan masyarakat. Tetapi definisi ini terus
berkembang. Sama dengan pengertian uang, pengertian jumlah uang yang
38
beredar dalam perekonomian negara maju dan negara yang sedang
berkembang berbeda. Namun setidaknya ada dua definisi jumlah uang beredar
yang banyak dipakai, baik di negara maju maupun di negara yang sedang
berkembang. Kedua definisi tersebut disusun berdasarkan dua pendekatan
yaitu pendekatan transaksional (transactional approach) dan pendekatan
likuiditas (liquidity approach).
Pendekatan transaksional memandang jumlah uang yang beredar
adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk kepentingan transaksi. Dalam
prakteknya, pendekatan tersebut digunakan untuk menghitung jumlah uang
beredar dalam arti sempit (narrow money), atau yang dikenal dengan M1. Di
Indonesia yang mencakup M1 adalah uang kartal dan uang giral.
Sedangkan pendekatan likuiditas mendefinisikan jumlah uang beredar
adalah jumlah uang untuk kebutuhan transaksi ditambah uang kuasi. Dalam
prakteknya, pendekatan ini digunakan untuk menghitung uang beredar dalam
arti luas (broad money, yang dikenal sebagai M2 yang terdiri atas M1
ditambah dengan uang kuasi. Di Indonesia, yang dimaksud dengan uang kuasi
adalah simpanan rupiah dan valuta asing milik penduduk pada sistem moneter
yang sementara waktu kehilangan fungsinya sebagai alat tukar.
Menurut Nusantara (2002), uang kuasi merupakan jenis uang yang
tidak dapat dipakai setiap saat dalam pembayarannya karena keterikatan
waktu, yaitu deposito berjangka. Yang perkembangannya berdasarkan laporan
Bank Indonesia terdiri dari :
39
a. Deposito berjangka dan sertifikat deposito dalam rupiah (merupakan uang
yang kehilangan untuk sementara fungsinya sebagai alat tukar menukar).
b. Tabungan (yaitu uang yang tidak sepenuhnya likuid).
c. Rekening giro dalam valuta asing (aktiva yang dapat memenuhi fungsinya
sebagai alat tukar tetapi diterima hanya di lingkungan terbatas).
d. Deposito berjangka dalam valuta asing (aktiva yang hanya dapat
memenuhi fungsi uang sebagai penyimpan daya beli)
e. Tabungan dalam valuta asing (aktiva yang sifat likuidnya lebih rendah dari
kartal dan uang giral).
Jadi uang kuasi merupakan aktiva milik sektor swasta domestik yang hanya
dapat dipakai memenuhi sebagian saja dari fungsi uang. Fungsi uang yang
tidak terpenuhi adalah sebagai media pertukaran. Selain itu uang quasi dapat
pula merupakan uang yang untuk sementara kehilangan sebagian dari
fungsinya atau uang yang tidak seluruhnya likuid.
Menurut McConnell (2002:247) M2 adalah M1 plus saving deposits,
including money market deposit accounts, small (less than $100.000) time
deposits, and money market mutual fund balance.
Menurut Muh. Fahrudin (2006), perubahan jumlah uang beredar di
masyarakat ditentukan olah hasil interaksi antara masyarakat, lambaga
keuangan, dan masyarakat. Jumlah uang beredar adalah hasil kali uang primer
(monetary base) dengan penganda uang (money multiplier). Jumlah uang
beredar juga mempunyai keterikatan dengan suku bunga deposito. Semakin
40
banyak jumlah uang yang beredar di masyarakat, investasi menjadi lebih
menrik bila dibandingkan dengan menyimpan dalam bentuk tabungan.
Menurut Siringoringo (2003), jumlah uang beredar biasa disebut juga
dengan penawaran uang. Penawaran uang dalam suatu kurun waktu tertentu
sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Jumlah uang beredar
merupakan variabel ekonomi agregatif yang dipengaruhi beberapa faktor.
Pemerintah
dalam
suatu
negara
mempunyai
tugas
untuk
menjaga
perekonomian dalam keadaan stabil.
Jumlah uang yang beredar di masyarakat dapat dipengaruhi oleh
pemerintah melalui kebijakan moneter. Empat cara yang dapat digunakan
pemerintah yaitu melalui kebijakan diskonto, operasi pasar terbuka,
manipulasi rasio simpanan legal (legal reserve), dan kontrol kredit selektif
(Siringoringo, 2003).
B. Penelitian Terdahulu
Mansur (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat suku
bunga SBI dan kurs dolar AS terhadap indeks harga saham gabungan bursa
efek jakarta periode tahun 2000 – 2002. Dengan menggunakan analisis jalur
menunjukkan bahwa secara bersama-sama tingkat suku bunga SBI dan kurs
dolar memberikan pengaruh yang signifikan terhadap IHSG. Tetapi secara
individual hanya variabel kurs dolar yang memberikan pengaruh yang
signifikan dengan arah hubungan yang negatif.
41
Habib (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat bunga
SBI dan nilai kurs dolar AS terhadap volume perdagangan saham di BEJ
dengan periode penelitian tahun 2003 – 2005. Dengan menggunakan metode
analisis linier berganda menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat suku
bunga SBI akan menyebabkan penurunan volume perdagangan saham. Dan
semakin tinggi kurs dolar akan meyebabkan kenaikan volume perdagangan
saham.
Penelitian yang dilakukan Wijaksono (2007), menguji pengaruh right
issue terhadap return saham dan volume perdagangan saham perusahaan di
Bursa Efek Jakarta menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara aktivitas volume perdagangan sebelum dan sesudah
pengumuman right issue, hal ini menunjukkan bahwa pengumuman right issue
tidak mempunyai kandungan informasi yang dapat meningkatkan volume
perdagangan secara signifikan.
Penelitian yang dilakukan Fahrudin Z. (2006), menguji pengaruh
inflasi, jumlah uang yang beredar, exchange rates dan interest rates terhadap
indeks JII pada tahun 2002 – 2005. Dengan metode OLS (Ordinary Least
Square) dan model regresi berganda menyimpulkan bahwa kenaikan inflasi
akan menaikkan indeks JII dan jumlah uang yang beredar mempunyai
pengaruh yang positif terhadap JII.
Budilaksono (2005), meneliti tentang pengaruh nilai tukar rupiah,
kepemilikan saham oleh investor asing dan SBI terhadap pergerakan IHSG di
42
BEJ menyimpulkan bahwa variabel nilai tukar rupiah dan SBI kurang
signifikan mempengaruhi pergerakan IHSG.
Penelitian Budiantara (2003) dengan judul hubungan antara fluktuasi
nilai tukar rupiah, suku bunga, dan harga saham industri manufaktur di Bursa
Efek Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka pendek
maupun jangka panjang kurs rupiah dan suku bunga deposito tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham industry
manufaktur.
C. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini menganalisis pengaruh tingkat inflasi, tingkat suku
bunga SBI, jumlah uang yang beredar, nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika, dan tingkat pendapatan nasional terhadap volume perdagangan
saham di Bursa Efek Indonesia. Untuk mengetahui pengaruh tersebut
digunakan teknik analisis regresi linier berganda. Selain itu juga dilakukan
pegujian persyaratan analisis (uji asumsi klasik) yakni normalitas,
multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedasitas.
Setelah melakukan langlah-langkat tersebut dilakukan uji signifikansi
model, yakni dengan melakukan uji F, uji t, dan koefisiensi determinasi (R2).
Uji F dilakukan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen
maupun mempengaruhi variabel dependen secara simultan ( bersama-sama) .
sedangkan uji T dilakukan untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu). Selain itu
43
uji koefisien determinasi (R2) ditujukan untuk melihat seberapa besar
kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependennya yang
dilihat melalui adjusted R square karena variabel independen dalam penelitian
ini lebih dari dua. Secara skematis alur pikir penelitian ini dapat terlihat pada
gambar berikut.
Gambar 2.3
Bagan Kerangka Pemikiran
Tingkat inflasi
Jml uang
Yg beredar
Bi rate
Nilai tukar rupiah
terhadap US$
Volume Perdagangan Saham Di BEI
Uji Normalitas
Uji Asumsi Klasik
Analsis Regresi Linier Berganda
Uji F
Uji t
Interpretasi
44
D. Hipotesis
1. H0:β = 0 :
tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan
tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah dan jumlah uang yang
beredar terhadap volume perdagangan saham di Indonesia.
Ha:β ≠ 0 :
terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan tingkat
inflasi, BI rate, kurs rupiah dan jumlah uang yang beredar,
terhadap volume perdagangan saham di Indonesia.
2. H0:β = 0 :
tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial tingkat
inflasi, BI rate, kurs rupiah dan jumlah uang yang beredar
terhadap volume perdagangan saham di Indonesia.
Ha:β ≠ 0 :
terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial tingkat
inflasi, BI rate, kurs rupiah dan jumlah uang yang beredar,
terhadap volume perdagangan saham di Indonesia.
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis tingkat inflasi, BI
rate, kurs rupiah, dan jumlah uang beredar, terhadap volume perdagangan
saham di Indonesia selama periode Januari 2006 sampai dengan Desember
2009.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah tingkat inflasi, BI Rates, jumlah
uang beredar, Kurs Rupiah, dan volume perdagangan saham. Sedangkan
sampel dalam penelitian ini adalah data bulanan selama 5 tahun, mulai dari
Januari 2006 sampai dengan Desember 2009 dari data tingkat inflasi, BI Rate,
jumlah uang yang beredar, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan
volume perdagangan saham perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia.
C. Metode Pengumpulan Data
Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
sekunder runtun waktu (time series) dari bulan Januari 2006 sampai dengan
Desember 2009 yang bersumber dari Bank Indonesia, Biro Pusat Statistik, dan
Bursa Efek Indonesia.
46
D. Metode Analisis
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi variabel dependent, variabel
independent atau keduanya
terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang
disribusi datanya normal atau mendekati normal.
Untuk menguji apakah data terdisribusi normal atau tidak, dapat
dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu metode menguji normalitas
data adalah dengan melihat grafik Normal Probabilty Plot. Menurut
Singgih Santoso (2000: 214) untuk melakukan pengujian normalitas data
dapat dilihat dari penyebaran data pada sumbu diagonal dari grafik. Jika
data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal,
maka model tersebtu memenuhi asumsi normalitas. Sebaliknya jika data
menyebar menjauhi garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas.
Selain itu untuk menguji normalitas data dapat pula dilakukan
dengan Kolmogorov Smirnov. Jika nilai K-S kurang dari nilai tabel atau
nilai 2 tailed p lebih besar dari α berarti data adalah normal. Jika nilai K-S
lebih dari nilai tabel atau nilai 2 tailed p lebih kecil dari α berarti data tidak
normal.
47
2. Uji Asumsi Klasik
Dalam penggunaan analisis regresi agar menunjukkan hubungan yang
valid atau tidak bias maka perlu pengujian asumsi klasik pada model regresi
yang digunakan. Adapun asumsi dasar yang harus dipenuhi antara lain :
a. Uji Multikolinearitas
Multikolinieritas pertama kali dikemukakan oleh ranger Frish
dalam bukunya “Statistical Confluence Analysis By Means Of Complete
Regression System”. Frish mengatakan bahwa multikolinier adalah adanya
lebih dari satu hubungan linier yang sempurna (Suharyadi, 2004:528).
Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana satu atau lebih
variabel independent terdapat korelasi atau hubungan dengan variabel
independent lainnya atau dengan kata lain satu atau lebih variabel
independent merupakan satu fungsi linear dari variabel independent
lainnya. Artinya bahwa jika di antara peubah-peubah bebas yang
digunakan sama sekali tidak berkorelasi satu dengan yang lain bahwa bisa
dikatakan tidak terjadi multikolinearitas.
Uji Multikoliearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model
regresi ditemukan ada tidaknya hubungan antara beberapa atau semua
variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka
variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel
independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama
dengan nol.
48
Untuk mendeteksi multikolinearitas pada suatu model dapat dilihat
dari nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor) dari masingmasing variabel. Jika nilai tolerance tidak kurang dari 0.1 dan nilai VIF
lebih kecil dari 10 berarti tidak terdapat multikolinearitas.
b. Uji Autokorelasi
Istilah Autokorelasi (Autocorrelation) menurut Maurice G. Kendall
dan William R. Buckland. Autokorelasi merupakan kondisi antara anggota
observasi yang disusun menurut urutan waktu (Suharyadi, 2004:529).
Autokorelasi dapat didefinisikan pula terjadinya korelasi di antara
data pengamatan sebelumnya, dengan kata lain bahwa munculnya suatu
data dipengaruhi oleh data sebelumnya. Untuk mendeteksi terjadi
autokorelasi atau tidak pada model regresi dapat dilakukan dengan uji
Durbin Watson, dengan rumus sebagai berikut:
a
d=
∑ (e
t =2
t
− et −1 )
n
∑e
t −1
2
2
t
Menurut Singgih Santoso (2000:218) bila nilai DW terletak
diantara -2 < d < 2 maka dapat dikatakan tidak terjadi autokorelasi baik
positif maupun negatif. Secara umum deteksi adanya autokorelasi bisa
diambil patokan :
1) Angka DW berada di bawah -2, berarti ada autokorelasi positif.
2) Angka DW berada diantara -2 sampa 2, berarti tidak ada autokorelasi.
3) Angka DW berada di atas 2, berarti ada autokorelasi negatif.
49
c. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah suatu keadaan di mana varian dari
faktor pengganggu tidak konstan untuk semua nilai variabel bebas. Uji
heteroskedatisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika residual dari satu pengamatan lain ke pengamatan yang lain
tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Model yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak
terjadi heteroskedastisitas.
Untuk memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu
model regresi dapat dilihat dari pola gambar scatterplot model tersebut.
Analisis pada gambar scatterplot yang menyatakan model regresi tidak
terdapat heteroskedastisitas jika :
1) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka
nol.
2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.
3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang
melebar kemudian menyempit dan melebar kembali.
4) Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola.
3. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi dalam penelitian ini menjadi alat untuk mengukur
bagaimana pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen.
Tujuan dari analisis regresi adalah untuk memprediksi besarnya variabel
50
dependen dengan menggunakan data variabel independen yang sudah
diketahui besarnya (Santoso, 2000: 163).
Untuk mengetahui pengaruh variabel dependen terhadap variabel
independen, maka digunakan model regresi berganda dengan persamaan
sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + εr
Dimana :
Y = Volume perdagangan saham di Indonesia.
a = intercept (variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel dependen dan
variabel independen)
b
= koefisien regresi dari variabel independen
X1 = Tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia
X2 = Bi rates
X3 = Jumlah uang yang beredar (M2) di Indonesia.
X4 = Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
εr = faktor pengganggu
4. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi adalah kemampuan variabel independen
menjelaskan variebel dependen (terikat). Koefisien determinasi menunjukkan
suatu proporsi dari varian yang dapat diterangkan oleh persamaan regresi
(Regression Of Sum Square, RSS) terhadap varian total (Total Of Sum Square,
TSS). Besarnya koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut :
R2 =
RSS
TSS
51
Dan untuk menghitung R2 digunakan rumus sebagai berikut :
R2 =
n(a.ΣY + b1 .ΣYX 1 + b2 .ΣYX 2 ) − (ΣY )
n.ΣY 2 − (ΣY )
2
2
Nilai R2 akan berkisar antara 0 sampai dengan 1 (Suharyadi, 2004:515).
5. Uji Hipotesis
a. Uji F (secara simultan)
Uji F dilakukan untuk melihat kemaknaan dari hasil model regresi
tersebut. Bila nilai Fhitung lebih besar dari pada Ftabel atau tingkat
signifikannya lebih kecil dari 5% (α : 5% = 0.05) maka hal ini
menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa
variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen secara simultan.
Untuk menentukan Fhitung dapat dilakukan dengan rumus :
F=
R 2 / (k − 1)
(1 − R 2 )/(n − k )
Dimana:
R2
= koefisien determinasi
n
= jumlah pengamatan / sampel
k
= jumlah parameter yang diestimasi dalam regresi
b. Uji t (secara parsial)
Uji t digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen secara parsial, dengan menganggap variabel
lain bersifat konstan atau digunkan untuk mengetahui ada atau tidaknya
52
pengaruh yang signifikan antara variabel X dan variabel Y. Bila thitung
lebih besar dari pada ttabel atau nilai signifikan t < α : 5% (0.05) maka Ho
ditolak dan Ha diterima, yang berarti terdapat pengaruh signifikan secara
parsial variabel independen terhadap variabel dependen.
thitung dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
t hitung =
bi − (βi )
Sb
β1 = 0 dengan rumus thitung
bi
Sb
Dimana :
bi
= koefisien variabel ke-i
βi
= parameter ke-i yang dihipotesiskan
Sb
= kesalahan standar
Sb adalah Standard error dari koefisien regresi dengan rumus matematis
sebagai berikut :
se
Sb =
(∑ x )
−
2
∑x
2
n
se adalah standard error sampel yang dirumuskan sebagai berikut :
se =
∑e
2
n−2
Dimana Σ e2 dapat dirumuskan sebagai berikut :
∑ e = ∑Y
t
2
− a ∑ Y − b∑ XY
53
E. Operasional Variabel
1. Variabel Dependen
Variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel yang dipengaruhi oleh
variabel independen (variabel bebas). Dalam penelitian ini yang merupakan
variabel dependen adalah Volume perdagangan saham di Indonesia.
2. Variabel Independen
Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang secara bebas
mempengaruhi variabel dependen. Dalam penelitian ini yang merupakan
variabel independen antara lain adalah sebagai berikut :
a. Tingkat inflasi di Indonesia (X1)
Tingkat Inflasi adalah kecenderungan meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus-menerus.
b. BI rate (X2)
BI rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap
atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan
diumumkan kepada publik.
c. Kurs Rupiah (X3)
Kurs rupiah adalah nilai tukar sejumlah rupiah yang diperlukan
untuk membeli mata uang asing. Dalam penelitian ini yang digunakan
sebagai variabel independen adalah kurs rupiah terhadap dolar Amerika.
54
d. Jumlah uang yang beredar di Indonesia (X4)
Jumlah uang yang beredar adalah uang yang beredar di tangan
masyarakat. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai variabel
independen adalah jumlah uang yang beredar dalam arti luas M2 yang
terdiri atas M1 ditambah dengan uang kuasi.
55
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
Bursa Efek Indonesia adalah salah satu bursa saham yang dapat
memberikan peluang investasi dan sumber pembiayaan dalam upaya mendukung
pembangunan Ekonomi Nasional. Bursa Efek Indonesia berperan juga dalam
upaya mengembangkan pemodal lokal yang besar dan solid untuk menciptakan
Pasar Modal Indonesia yang stabil.
Sejarah Bursa Efek Indonesia berawal dari berdirinya Bursa Efek di
Indonesia pada abad 19. Pada tahun 1912, dengan bantuan pemerintah kolonial
Belanda, Bursa Efek pertama Indonesia didirikan di Batavia, pusat pemerintah
kolonial Belanda dan dikenal sebagai Jakarta saat ini.
Bursa Batavia sempat ditutup selama periode Perang dunia Pertama dan
kemudian dibuka lagi pada 1925. Selain Bursa Batavia, pemerintah kolonial juga
mengoperasikan Bursa Pararel di Surabaya dan Semarang. Namun kegiatan Bursa
ini dihentikan lagi ketika terjadi pendudukan oleh tentera Jepang di Batavia. Pada
1952, tujuh tahun setelah Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan, Bursa
Saham di buka lagi di Jakarta dengan memperdagangkan Saham dan Obligasi
yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan Belanda sebelum perang dunia.
Kegiatan Bursa Saham kemudian berhenti lagi ketika pemerintah meluncurkan
program nasionalisasi pada tahun 1956.
Setelah terhenti sejak tahun 1956, Bursa Efek Jakarta diaktifkan kembali
56
pada tanggal 10 Agustus 1977. Pada saat itu, Bursa Efek Jakarta dikelola oleh
BAPEPAM atau Badan Pelaksana Pasar Modal (Sekarang Badan Pengawas Pasar
Modal), suatu badan yang bernaung di bawah Departemen Keuangan. Hingga
tahun 1987, perkembangan Bursa Efek Jakarta bisa dikatakan sangat lambat,
dengan hanya 24 emiten yang tercatat dan rata-rata nilai transaksi harian kurang
dari Rp 100 juta. Pertumbuhan yang lambat tersebut berakhir pada tahun
berikutnya ketika pemerintah mengeluarkan deregulasi di bidang Perbankan dan
pasar modal melalui Pakto 1988.
Dengan pertumbuhan yang pesat dan dinamis, bursa efek perlu ditangani
secara lebih serius. Untuk menjaga objektifitas dan mencegah kemungkinan
adanya conflict of interest fungsi pembinaan dan operasional bursa harus
dipisahkan dan dikembangkan dengan pendekatan yang lebih profesional.
Akhirnya pemerintah memutuskan sudah tiba waktunya untuk melakukan
swastanisasi bursa. Sehingga akhir tahun 1991 didirikan PT Bursa Efek Jakarta
dan diresmikan oleh Menteri Keuangan pada tanggal 13 Juli 1992.
Tahun 1995 adalah tahun BEJ memasuki babak baru. Pada 22 Mei 1995,
BEJ meluncurkan Jakarta Automated Trading System (JATS), sebuah sistem
perdagangan otomasi yang menggantikan sistem perdagangan manual. Sistem
baru ini dapat memfasilitasi perdagangan saham dengan frekuensi yang lebih
besar dan lebih menjamin kegiatan pasar yang fair dan transparan dibanding
sistem perdagangan manual.
Mulai tahun 2002, BEJ mulai menerapkan sistem perdagangan jarak jauh
atau lebih dikenal dengan istilah remote trading. Remote Trading dapat diartikan
57
sebagai sistem Perdagangan Jarak Jauh, dimana setiap order transaksi di kantor
broker (perusahaan Efek) langsung di kirim ke sistem perdagangan Bursa Efek,
tanpa perlu memasukkan order dari Lantai Bursa (trading floor). Dengan
demikian, order dapat dilakukan di kantor broker dimana saja sepanjang
terhubung dengan sistem perdagangan Bursa.
Seiring
dengan
perkembangan
pasar
dan
tuntutan
untuk
lebih
meningkatkan efisiensi serta daya saing di kawasan regional, maka efektif tanggal
3 Desember 2007 secara resmi PT Bursa Efek Jakarta digabung dengan PT Bursa
Efek Surabaya dan berganti nama menjadi PT Bursa Efek Indonesia.
B. Deskripsi Data
1. Volume Perdagangan Saham
Data volume perdagangan saham selama bulan Januari 2006 sampai
dengan Desember 2009, dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini :
Tabel 4.1
Volume Perdagangan Saham Tahun 2006 - 2009
BULAN
2006
Januari
25.881
Februari
26.050
Maret
43.266
April
39.752
Mei
60.446
Juni
26.046
Juli
21.720
Agustus
31.062
September
32.663
Oktober
31.120
Nopember
46.490
Desember
52.441
Sumber data : bei.go.id
Tahun
2007
2008
65.757
73.948
53.028
67.186
50.783
54.887
76.572
85.165
120.762
77.629
106.607
60.659
107.809
51.482
109.920
49.365
99.175
69.668
101.056
71.043
87.398
64.909
60.675
61.905
2009
40.558
36.829
40.082
188.504
282.751
185.472
138.406
185.121
80.123
100.300
116.416
73.098
58
Pada tahun 2006 volume perdagangan saham di BEJ mengalami
kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tercatat selama tahun 2006
rata-rata frekuensi perdagangan saham per bulan di BEJ mencapai 436973 juta
saham. Pada tahun 2007 terjadi penggabungan antara BES dengan BEJ
menjadi BEI. Selama tahun 2007 volume perdagangan saham mengalami
pertumbuhan yang sangat tinggi yaitu sebesar 137,9% dibanding tahun 2006.
Total volume perdagangan saham mencapai 1.039.542 juta saham. Hal ini
disebabkan oleh menurunnya tingkat suku bunga bank sehingga menjadikan
investasi pasar modal menjadi semakin menarik. Namum pada tahun 2008
volume perdagangan saham mengalami penurunan sebesar 24.21% menjadi
787.846 juta saham. Hal ini terjadi karena krisis keuangan di Amerika yang
berlanjut dengan runtuhnya indeks Dow Jones yang sedikit banyak
berpengaruh negatif terhadap bursa-bursa dunia termasuk BEI. Di tahun 2009
volume
perdagangan
saham
terus
mengalami
peningkatan.
Tercatat
peningkatan volume perdagangan saham mencapai 86,4% atau sebanyak
1.467.660 juta saham.
Perkembangan volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia
dari Januari 2006 hingga Desember 2009 dapat dilihat pada gambar 4.1
dibawah ini :
59
Gambar 4.1
Grafik Volume Perdagangan Saham Tahun 2006 – 2009
300.000
250.000
200.000
150.000
100.000
50.000
0
Ja
n0
M 6
ei
-0
S 6
ep
-0
6
Ja
n0
M 7
ei
-0
S 7
ep
-0
Ja 7
n0
M 8
ei
-0
S 8
ep
-0
8
Ja
n0
M 9
ei
-0
S 9
ep
-0
9
Volume Perdagangan
Saham
(Jutaan Lembar Saham)
Volume Perdagangan Saham
Periode
2. Tingkat Inflasi
Data tingkat inflasi bulanan selama bulan Januari 2006 sampai dengan
Desember 2009, dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini :
Tabel 4.2
Tingkat Inflasi Tahun 2006 – 2009
BULAN
2006
Januari
17,03%
Februari
17,92%
Maret
15,74%
April
15,40%
Mei
15,60%
Juni
15,53%
Juli
15,15%
Agustus
14,90%
September
14,55%
Oktober
6,29%
Nopember
5,27%
Desember
6,60%
Sumber data : bi.go.id
Tahun
2007
2008
6,26%
7,36%
6,30%
7,40%
6,52%
8,17%
6,29%
8,96%
6,01%
10,38%
5,77%
11,03%
6,06%
11,90%
6,51%
11,85%
6,95%
12,14%
6,88%
11,77%
6,71%
11,68%
6,59%
11,06%
2009
9,17%
8,60%
7,92%
7,31%
6,04%
3,65%
2,71%
2,75%
2,83%
2,57%
2,41%
2,78%
Selama tahun 2006, laju inflasi mengalami penurunan dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Tingkat inflasi tertinggi selama tahun 2006 terjadi
pada bulan Februari yaitu sebesar 17,92%. Tingginya tekanan inflasi pada
60
awal-awal tahun 2006 terjadi selepas kenaikan BBM pada Oktober 2005.
Sampai dengan tahun 2007, tingkat inflasi relatif stabil dikisaran 6% - 7%.
Tetapi selama tahun 2008, tingkat inflasi terus mengalami kenaikan. Hal ini
disebabkan oleh lonjakan harga minyak dunia. Tingkat inflasi tertinggi terjadi
pada bulan September 2008. Tekanan inflasi cenderung mereda pada triwulan
ke-IV tahun 2008. turunnya tekanan inflasi terutama disebabkan oleh
merosotnya harga komoditas internasional yang diikuti dengan menurunnya
komoditas domestik. Selama tahun 2009 tingkat inflasi terus mengalami
penurunan. Tingkat inflasi terendah terjadi pada bulan November yaitu
sebesar 2,41%. Pada Desember 2009, tingkat inflasi mulai mengalami
peningkatan. Tetapi tingkat inflasinya masih dapat dikategorikan sebagai
inflasi ringan.
Perkembangan Inflasi di Indonesia dari Januari 2006 hingga Desember
2009 dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini :
Gambar 4.2
Grafik Tingkat Inflasi Tahun 2006 - 2009
Tingkat Inflasi
15,00%
10,00%
5,00%
Okt-09
Jul-09
Apr-09
Jan-09
Okt-08
Jul-08
Apr-08
Jan-08
Okt-07
Jul-07
Apr-07
Jan-07
Okt-06
Jul-06
Apr-06
0,00%
Jan-06
Inflasi (%)
20,00%
Periode
61
3. BI rate
Data BI rate selama bulan Januari 2006 sampai dengan Desember
2009, dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini :
Tabel 4.3
BI rate Tahun 2006 -2009
BULAN
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
2006
12,75%
12,75%
12,75%
12,75%
12,50%
12,50%
12,25%
11,75%
11,25%
10,75%
10,25%
9,75%
Tahun
2007
9,50%
9,25%
9,00%
9,00%
8,75%
8,50%
8,25%
8,25%
8,25%
8,25%
8,25%
8,00%
2008
8,00%
8,00%
8,00%
8,00%
8,25%
8,50%
8,75%
9,00%
9,25%
9,50%
9,50%
9,25%
2009
8,75%
8,25%
7,75%
7,50%
7,25%
7,00%
6,75%
6,00%
5,00%
6,50%
6,50%
6,50%
Sumber data : bi.go.id
Selama tahun 2006, Bank Indonesia telah menurunkan BI rate
sebanyak 7 (tujuh) kali hingga mencapai level sebesar 9,75 % pada akhir
tahun 2006. pada tahun 2007 Bank Indonesia juga terus menurunkan BI rate
hingga mencapai level 8 % pada akhir tahun 2007, atau turun 175 basis poin
dibandingkan dengan akhir tahun 2006. Hingga akhir triwulan Bank Indonesia
tetap mempertahankan BI rate di level 8 %. Namun ketidakpastian
perkembangan pasar keuangan global, dan kenaikan harga minyak yang
sangat tinggi pada April 2008 menimbulkan tekanan inflasi yang tinggi. Untuk
mencegah akselerasi tekanan terhadap stabilitas makro, Bank Indonesia secara
bertahap dan terukur menaikan BI rate sebesar 150 basis poin hingga
mencapai 9,5 % pada November 2008. Pada tahun 2009, Bank Indonesia
mulai menurunkan BI rate sampai pada level 5 % di bulan September 2009.
62
Kemudian pada triwulan ke-IV tahun 2009 Bank Indonesia
menaikkan
kembali BI rate hingga ke level 6,5 % atau sebesar 150 basis poin, dan terus
mempertahankannya sampai Desember 2009.
Perkembangan BI rate di Indonesia dari Januari 2006 hingga Desember
2009 dapat dilihat pada gambar 4.3 dibawah ini :
Gambar 4.3
Grafik BI rate Tahun 2006 – 2009
Okt-09
Jul-09
Apr-09
Jan-09
Okt-08
Jul-08
Apr-08
Jan-08
Okt-07
Jul-07
Apr-07
Jan-07
Okt-06
Jul-06
Apr-06
14,00%
12,00%
10,00%
8,00%
6,00%
4,00%
2,00%
0,00%
Jan-06
BI Rate (%)
BI Rate
Periode
4. Kurs Rupiah
Data kurs rupiah terhadap dolar Amerika selama bulan Januari 2006
sampai dengan Desember 2009, dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini :
63
Tabel 4.4
Kurs Rupiah/US$ Tahun 2006 -2009
BULAN
2006
Januari
9395
Februari
9230
Maret
9075
April
8775
Mei
9220
Juni
9300
Juli
9070
Agustus
9100
September
9235
Oktober
9110
Nopember
9165
Desember
9025
Sumber data : bei.go.id
2007
9090
9160
9118
9083
8828
9054
9186
9410
9137
9110
9376
9419
Tahun
2008
9291
9078
9217
9234
9318
9225
9118
9153
9416
10995
12151
10950
2009
11355
11980
11575
10713
10340
10225
9920
10060
9681
9545
9480
9433
Secara umum sepanjang tahun 2006 sampai dengan triwulan ke-IV
2008,
nilai tukar rupiah mengalami penguatan terhadap dolar Amerika
disertai dengan pergerakan yang lebih stabil dibanding tahun sebelumnya.
nilai tukar rupiah bergerak dikisaran Rp 9.000,- / US$. Nilai tukar rupiah
terkuat terjadi pada bulan April 2006 yaitu sebesar Rp 8.775,- / US$. Namun
pada pertengahan September 2008, nilai tukar rupiah terdepresiasi ke level
diatas Rp 10.000,- / US$. Hal ini disebabkan intensifikasi krisis keuangan
global yang memicu risk aversion dan anjloknya harga komoditas, yang
berdampak buruk terhadap kinerja ekspor dan menurunkan pasokan valas
yang bersumber dari devisa hasil ekspor. Selama tahun 2008 nilai tukar rupiah
terlemah terjadi pada bulan November yaitu sebesar Rp 12.151,- / US$. Pada
semester pertama tahun 2009, nilai tukar rupiah masih berada dikisaran Rp
10.000,- / US$ lebih. Namun nilai tukar rupiah tersebut terus bergerak
menguat terhadap dolar Amerika, hingga pada akhir 2009 mencapai nilai
Rp 9.433,- / US$.
64
Perkembangan Kurs Rupiah di Indonesia dari Januari 2006 hingga
Desember 2009 dapat dilihat pada gambar 4.4 dibawah ini :
Gambar 4.4
Grafik Kurs Rupiah/US$ Tahun 2006 -2009
Okt-09
Jul-09
Apr-09
Jan-09
Okt-08
Jul-08
Apr-08
Jan-08
Okt-07
Jul-07
Apr-07
Jan-07
Okt-06
Jul-06
Apr-06
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
Jan-06
Kurs Rupiah (Rp,-)
Kurs Rupiah
Periode
5. Jumlah Uang Beredar
Data jumlah uang beredar selama bulan Januari 2006 sampai dengan
Desember 2009, dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini :
Tabel 4.5
M2 (jutaan rupiah) Tahun 2006 – 2009
BULAN
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
2006
1.190.834
1.193.864
1.195.067
1.198.013
1.237.504
1.253.757
1.248.236
1.270.378
1.291.396
1.325.658
1.338.555
1.382.074
Tahun
2007
2008
1.363.907 1.596.565
1.366.820 1.603.750
1.375.947 1.594.390
1.383.577 1.611.691
1.393.097 1.641.733
1.451.974 1.703.381
1.472.952 1.686.050
1.487.541 1.682.811
1.512.756 1.778.139
1.530.145 1.812.490
1.556.200 1.851.023
1.643.203 1.895.839
2009
1.874.145
1.900.208
1.916.752
1.912.623
1.927.070
1.977.533
1.963.180
1.995.294
2.018.031
2.021.517
2.062.206
2.141.384
Sumber data : bps.go.id
65
Selama tahun 2006 velositas (perputaran) M2 cenderung meningkat.
M2 tercatat mencapat 1.382.074 juta pada akhir tahun 2006. kenaikan tersebut
terutama dari berasal dari naiknya uang kuasi (tabungan dan deposito). Pada
tahun 2007, M2 tumbuh 18.9% hingga mencapai 1.643.203 juta pada akhir
tahun 2007. selama tahun 2008 M2 juga mengalami peningkatan. Pada Akhir
tahun 2008 M2 mengalami peningkatan sebesar 15,4% hingga mencapai
1.895.839 juta. Tidak berbeda dengan tahun sebelumnya, di tahun 2009 pun
M2 terus mengalami peningkatan hingga mencapai
2.141.384 juta atau
sebesar 12,9% dibandingkan dengan tahun 2008.
Perkembangan Kurs Rupiah di Indonesia dari Januari 2006 hingga
Desember 2009 dapat dilihat pada gambar 4.5 dibawah ini :
Gambar 4.5
Grafik M2 Tahun 2006 -2009
Jumlah Uang Beredar
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
Okt-09
Jul-09
Apr-09
Jan-09
Okt-08
Jul-08
Apr-08
Jan-08
Okt-07
Jul-07
Apr-07
Jan-07
Okt-06
Jul-06
Apr-06
0
Jan-06
M2 (Miliar Rupiah)
2.500.000
Periode
66
C. Hasil Dan Pembahasan
1. Deskripsi Data Dalam Variabel
Gambaran mengenai variabel-varianbel yang diteliti selama periode
peneltian, yaitu dari Januari 2006 sampai dengan Desember 2009 dapat dilihat
pada tabel 4.6 dibawah ini :
Tabel 4.6
Deskripsi Data Dalam Variabel
Descriptive Statistics
N
Volume Perdagangan
Saham
Tingkat Inflasi
BI rate
Kurs Rupiah
M2
Valid N (listwise)
Minimum
Maximum
Mean
48
10,33686
11,45140
10,81842
Std. Deviation
,24801783
Variance
,062
48
48
48
48
48
,00201
,00417
-,09884
-,02838
,01493
,01063
,16769
,05665
,0072794
,0075196
-,0000940
,0122242
,00357569
,00162831
,04074828
,01715967
,000
,000
,002
,000
dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan
SPSS 15.0, Output SPSS ini menunjukkan bahwa volume perdagangan saham
dari 48 observasi atas sampel memiliki nilai terendah 10,33686 yang terjadi
pada Juli 2006, dan nilai tertinggi 11,45140 yang terjadi pada Mei 2009,
dengan nilai rata-rata sebesar 10,81842.
Tingkat inflasi memiliki nilai terendah 0,00201 yang terjadi pada
November 2008 atau sebesar 2.41%, dan nilai tertinggi 0,1493 yang terjadi
pada Februari 2006 atau sebesar 17.92%, dengan nilai rata-rata tingkat inflasi
0,0072794.
BI rate memiliki nilai terendah 0,00417 yang terjadi pada September
2009 atau sebesar 5%, dan nilai tertinggi 0,01063 yang terjadi pada bulan
Januari sampai April 2006 atau sebesar 12.75%, dengan nilai rata-rata sebesar
0.0075196.
67
Kurs memiliki nilai pertumbuhan terendah -0.09884 yang terjadi pada
Desember 2008, dan nilai pertumbuhan tertinggi 0,16769 yang terjadi pada
Oktober 2009, dengan nilai rata-rata -0,0000940.
Jumlah uang yang beredar memiliki nilai pertumbuhan terendah 0,02838 yang terjadi pada Januari 2008, dan nilai pertumbuhan tertinggi
0,05665 yang terjadi pada September 2008. dengan nilai rata-rata 0,0122242.
2. Uji Normalitas
Pada tahap pertama penelitian adalah melakukan uji normalitas data.
Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah disribusi data yang akan
digunakan dalam variabel penelitian normal atau tidak. Data yang baik dan
layak digunakan dalam penelitian adalah data yang terdisribusi normal.
Untuk melihat model regresi variabel dependen, variabel independen,
atau keduanya terdisribusi normal atau tidak dapat dilihat dari grafik Normal
Probability Plot di bawah ini:
Gambar 4.6
Hasil Uji Normalitas
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham
Expected Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
68
Dari grafik normal P-P plot tersebut dapat dilihat bahwa sebaran data berada
di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini memiliki data
yang terdisribusi normal.
Adapun hasil pengujian normalitas data dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov dapat dijelaskan pada tabel 4.7 berikut :
Tabel 4.7
Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal Parameters
a,b
Most Extreme
Differences
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Volume
Perdagangan
Saham
48
10,8184194
,24801783
,053
,053
-,048
,368
,999
Tingkat Inflasi
48
,0072794
,00357569
,163
,163
-,100
1,133
,154
BI rate
48
,0075196
,00162831
,153
,153
-,097
1,059
,212
Kurs Rupiah
48
-,0000940
,04074828
,165
,165
-,116
1,145
,146
M2
48
,0122242
,01715967
,093
,093
-,049
,647
,797
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Dengan menggunakan SPSS 15.0 untuk menguji normalitas data,
didapatkan hasil nilai K-S untuk volume perdagangan saham sebesar 0,368
atau nilai 2 tailed p sebesar 0,999 > α = 0.05, tingkat inflasi sebesar 1,133 atau
nilai 2 tailed p sebesar 0,154 > α = 0.05, BI rate sebesar 1,059 atau nilai 2
tailed p sebesar 0,212 > α = 0.05, Kurs rupiah sebesar 1,145 atau nilai 2 tailed
p sebesar 0,146 > α = 0.05, dan Jumlah uang yang beredar sebesar 0,647 atau
nilai 2 tailed p sebesar 0,797 > α = 0.05. Hal ini menunjukkan, semua data
yang digunakan dalam variabel penelitian terdisribusi secara normal.
69
3. Uji Asumsi Klasik
Model regresi linier berganda dapat disebut sebagai model yang baik jika
model tersebut memenuhi asumsi normalitas data dan asumsi-asumsi klasik
statistik.
a. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model
regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel-variabel
bebasnya. Multikolinieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance
inflation factor (VIF). Apabila tolerance lebih dari 0,1 dan VIF kurang
dari
10,
maka
model
regresi
dapat
dikatakan
terbebas
dari
multikolinieritas.
Untuk mengetahui adanya korelasi atau tidak antar variabel bebas,
maka dapat dilihat pada tabel 4.8 dibawah ini :
Tabel 4.8
Hasil Uji Multikolinieritas
Model
Collinearity Statistics
Tolerance
1
Kesimpulan
VIF
(Constant)
Tingkat Inflasi
,255
3,914
Tidak terjadi Multikolinieritas
BI rate
,258
3,880
Tidak terjadi Multikolinieritas
Kurs Rupiah
,933
1,072
Tidak terjadi Multikolinieritas
M2
,938
1,066
Tidak terjadi Multikolinieritas
Dari tabel 4.8 menunjukkan bahwa masing-masing variabel bebas (inflasi,
BI rate, kurs dan M2) memiliki angka tolerance diatas 0,1 dan nilai VIF di
70
bawah 10. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
masalah multikolinearitas antar variabel bebas dalam model regresi ini.
b. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam regresi dimana
variabel terikat tidak berkorelasi dengan variabel itu sendiri, baik periode
sebelumnya ataupun sesudahnya. Untuk mendeteksi gejala autokorelasi
kita menggunakan uji Durbin-Watson.
Tabel 4.9
Hasil Uji Autokorelasi
Model
1
Durbin-Watson
Kesimpulan
1,071
Tidak terjadi autokorelasi
Pada output tersebut terlihat bahwa nilai Durbin Watson adalah sebesar
1,071 yang terletak di daerah -2 < d < 2 , sehingga dapat disimpulkan
bahwa regresi linier berganda terbebas dari autokorelasi.
c. Uji Heteroskesdastisitas
Uji
Heteroskesdastisitas
digunakan
untuk
menguji
terjadinya
perbedaan varian residual suatu periode pengamatan ke periode
pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah model regresi yang
memiliki persamaan varian residual suatu periode pengamatan dengan
periode pengamatan yang lain. Untuk memprediksi ada tidaknya
heteroskesdastisitas pada suatu model regresi dapat dilihat dari pola
gambar scatterplot model tersebut.
71
Hasil uji heteroskesdastisitas dapat dilihat pada gambar 4.2 di bawah
ini :
Gambar 4.7
Uji Heteroskedatisitas
Scatterplot
Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham
Regression Studentized Residual
3
2
1
0
-1
-2
-3
-2
-1
0
1
2
Regression Standardized Predicted Value
Pada gambar 4.2 terlihat titik-titik telah menyebar secara acak, dan
tidak membentuk pola tertentu, serta menyebar baik di atas maupun di
bawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak
terdapat heteroskesdastisitas pada model regresi, sehingga model regresi
layak dipakai untuk memprediksi variabel terikat berdasarkan masukan
variabel bebasnya.
4. Analisis Regresi Linier Berganda
Berdasarkan data-data yang disajikan pada tabel di atas, selanjutmya
akan dianalisis dengan bantuan aplikasi SPSS 15.0 untuk mengetahui besarnya
pengaruh tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah, dasn jumlah uang yang beredar
72
dalam arti luas (M2), terhadap total frekuensi perdagangan saham. Hasil
pengolahan data dengan SPSS dapat dilihat pada tabel 4.10 di bawah ini :
Tabel 4.10
Analisis Regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
Tingkat Inflasi
BI rate
Kurs Rupiah
M2
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
11,554
,155
-13,122
13,938
-86,475
30,473
-,143
,640
,834
1,516
Standardized
Coefficients
Beta
-,189
-,568
-,024
,058
t
74,458
-,941
-2,838
-,224
,550
Sig.
,000
,352
,007
,824
,585
a. Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham
Berdasarkan output SPSS pada tabel coefficients maka persamaan
regresi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Y = 11,554 – 13,122X1 – 86,472X2 – 0,143X3 + 0,834X4 + εr
Dari persamaan regresi di atas dapat dijelaskan bahwa :
a. Jika segala sesuatu pada variebel-variabel bebas bernilai 0, maka total
frekuensi perdagangan saham (Y) adalah sebesar 11,554.
b. Koefisien regresi tingkat inflasi (X1) sebesar -13,122 menunjukkan
besarnya pengaruh tingkat inflasi terhadap volume perdagangan saham.
Pengaruh negatif menunjukkan adanya pengaruh yang berlawanan antara
tingkat inflasi dengan perubahan volume perdagangan saham. Dengan kata
lain, jika tingkat inflasi meningkat 1% maka volume perdagangan saham
akan turun sebesar 13,122 dan sebaliknya, jika tingkat inflasi turun sebesar
1% maka volume perdagangan saham akan meningkat sebesar 13,122.
73
c. Koefisien regresi BI rate (X2) sebesar -174,571 menunjukkan besarnya
pengaruh BI rate terhadap volume perdagangan saham. Pengaruh negatif
menunjukkan adanya pengaruh yang berlawanan antara perubahan BI rate
dengan volume perdagangan saham. Jika BI rate meningkat 1%, maka
akan menyebabkan penurunan frekuensi perdagangan saham sebesar
174,571 dan sebaliknya, jika BI rate turun sebesar 1% maka volume
perdagangan saham akan meningkat 174,571.
d. Koefisien regresi kurs rupiah (X3) sebesar -0,143 menunjukkan besarnya
pengaruh kurs rupiah terhadap frekuensi perdagangan saham. Jika kurs
rupiah meningkat sebesar Rp 1,- maka frekuensi perdagangan saham akan
turun sebesar 0,143 dan sebaliknya, jika kurs rupiah turun sebesar Rp 1,maka volume perdagangan saham akan naik 0,143.
e. Koefisien regresi jumlah uang yang beredar (X4) sebesar 0,834
menunjukkan besarnya pengaruh jumlah uang yang beredar terhadap
frekuensi perdagangan saham. pengaruh positif menunjukkan hubungan
yang searah antara volume perdagangan saham dengan jumlah uang yang
beresar. Jika jumlah uang yang beredar meningkat sebesar Rp 1,- maka
frekuensi perdagangan saham akan naik sebesar 0,834 dan sebaliknya jika
jumlah uang yang beredar turun sebesar Rp 1,- maka volume perdagangan
saham akan turun sebesar 0.843.
5. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R Square)
Uji koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan variabel bebas menjelaskan variabel terikatnya. Koefisien
74
determinasi dapat dilihat pada tabel model summaryb. Untuk regresi linier
berganda digunakan Adjusted R Square, karena telah disesuaikan dengan
jumlah variabel bebas yang digunakan.
Tabel 4.11
Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model
1
R
R Square
,746a
,556
Adjusted
R Square
,515
Std. Error of
the Estimate
,17270317
DurbinWatson
1,071
a. Predictors: (Constant), M2, BI rate, Kurs Rupiah, Tingkat Inflasi
b. Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham
Dari hasil output SPPS 15.0 tersebut memiliki koefisien determinasi 0,515.
Hal ini menunjukkan bahwa 51,5% variabel dependen volume perdagangan
saham dijelaskan oleh variabel independen tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah,
dan jumlah uang yang beredar. Sisanya sebesar 48,5% dijelaskan oleh
variabel-variabel lain di luar variabel yang digunakan dalam penelitian.
6. Uji Hipotesis
a. Uji F (Secara Simultan)
Uji F dilakukan untuk menguji model penelitian apakah perubahan
tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah, dan jumlah uang yang beredar secara
simultan berpengaruh secara signifikan terhadap frekuensi perdagangan
saham. Uji F dilakukan dengan cara membandingkan nilai Fhitung dengan
Ftabel. Hasil pengolahan data pada SPSS 15.0 dapat dilihat pada tabel 4.12
dibawah ini :
75
Tabel 4.12
Uji F
ANOVAb
Model
1
Regression
Residual
Total
Sum of
Squares
1,609
1,283
2,891
df
4
43
47
Mean Square
,402
,030
F
13,483
Sig.
,000a
a. Predictors: (Constant), M2, BI rate, Kurs Rupiah, Tingkat Inflasi
b. Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham
Dari hasil output SPSS tersebut menunjukkan bahwa p-value 0,000
< 0,05, sedangkan Fhitung 48,820 > dari Ftabel 2,59. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat inflasi, Bi rate, kurs rupiah, dan jumlah uang yang beredar
secara simultan berpergaruh terhadap volume perdagangan saham.
b. Uji t (Secara Parsial)
Uji t dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing
variabel bebas secara parsial (individual) terhadap variabel terikatnya.
Nilai dari uji t dapat dilihat dari p-value pada masing-masing variabel
bebas, atau dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Hasil
pengolahan SPSS dapat dilihat pada tabel 4.14 dibawah ini :
Tabel 4.13
Uji t
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
Tingkat Inflasi
BI rate
Kurs Rupiah
M2
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
11,554
,155
-13,122
13,938
-86,475
30,473
-,143
,640
,834
1,516
Standardized
Coefficients
Beta
-,189
-,568
-,024
,058
t
74,458
-,941
-2,838
-,224
,550
Sig.
,000
,352
,007
,824
,585
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
,255
,258
,933
,938
3,914
3,880
1,072
1,066
a. Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham
76
Dari hasil output SPSS menunjukkan bahwa :
•
Variabel tingkat inflasi memiliki nilai p-value 0,352 > 0,05 dan thitung 0,941 > -ttabel 2,02. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial tingkat
inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volume perdagangan
saham.
•
Variabel BI rate memiliki p-value 0,007 < 0,05 dan thitung -2,838 < -ttabel
2,01. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial BI rate berpengaruh
secara signifikan terhadap volume perdagangan saham.
•
Variabel kurs rupiah memiliki p-value 0,824 > 0,05 dan thitung -0,224 > ttabel 2,01. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial kurs rupiah tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap volume perdagangan saham.
•
Variabel jumlah uang yang beredar memiliki p-value 0,550 > 0,05 dan
thitung 0,585 < ttabel 2,01. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial jumlah
uang yang beredar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volume
perdagangan saham.
D. Interpretasi
Hasil penelitian ini ditemukan bahwa sebesar 51,5% dari variabel
dependen volume perdagangan saham dijelaskan oleh variabel independen
inflasi, BI rate, kurs rupiah, dan jumlah uang beredar. Sisanya sebesar 48,5%
dijelaskan oleh variabel lain di luar yang digunakan dalam penelitian ini.
Variabel lainnya tersebut seperti laporan kinerja perusahaan, pembagian
77
deviden, perubahan strategi perusahaan, dan informasi-informasi lain yang
dapat digunakan oleh para investor untuk mengambil keputusan.
Secara simultan diperoleh hasil bahwa variabel tingkat inflasi, BI rate,
kurs rupiah, dan jumlah uang yang beredar secara simultan berpengaruh
terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. Hal ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Moch. Ludfi Habib
(2007).
Secara parsial ternyata variabel tingkat inflasi tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap volume perdagangan saham. Hal ini terjadi dikarenakan
selama periode penelitian tingkat inflasi di Indonesia hanya berada di tingkat
inflasi rendah dan sedang, sehingga tidak terlalu mempengaruhi investor
dalam mengambil keputusan untuk melakukan trading activity.
Variabel BI rate mempunyai pengaruh yang signifikan dan mempunyai
hubungan negatif terhadap volume perdagangan saham. Hasil penelitian ini
tidak jauh berbeda dengan penelitian Moch. Ludfi Habib (2007). Hal ini
disebabkan pada tingkat sedang bunga tinggi, para investor lebih cenderung
menginvestasikan dananya di bank dibandingkan di pasar modal. Hal tersebut
dikarenakan tingkat suku bunga mempunyai hubungan yang negatif dengan
pasar modal. Dalam keadaan ceteris paribus jika tingkat bunga sedang tinggi
maka investasi di pasar modal akan turun, terutama bagi investor dengan tipe
konservatif (risk averse) yang lebih memilih investasi dengan resiko rendah.
78
Variabel kurs rupiah tidak berpengaruh dengan secara signifikan
dengan volume perdagangan saham di BEI. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan Agung Budilaksono (2005).
Variabel jumlah uang yang beredar (m2) tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap volume perdagangan di BEI. Dengan demikian dapat
disimpulkan tinggi atau rendah uang yang beredar di Indonesia tidak terlalu
berpengaruh terhadap keputusan investor dalam melakukan trading activity.
79
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian pada bab sebelumnya, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil uji F (simultan), tingkat inflasi. BI rate, kurs rupiah, dan
jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) secara bersama-sama
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap volume perdagangan
saham di Bursa Efek Indonesia.
2. Berdasarkan hasil uji t (parsial), secara individual hanya variabel BI rate
yang mempunyai berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang
negatif dengan volume perdagangan saham di BEI. Hal ini menunjukkan
bahwa jika terjadi kenaikan pada variabel BI rate, maka akan
menyebabkan volume perdagangan saham mengalami penurunan.
Demikian pula sebaliknya, jika terjadi penurunan pada variabel BI rate
maka akan menyebabkan volume perdagangan saham mengalami
kenaikan. Variabel lainnya (tingkat inflasi, kurs rupiah, jumlah uang yang
beredar) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap volume
perdagangan saham di BEI.
80
B. SARAN
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan dapat berimplikasi
terhadap pihak-pihak yang terkait antara lain :
1. Bagi pemerintah dalam menetapkan berbagai arah kebijakan ekonomi agar
memperhatikan reaksi pasar. Agar volume perdagangan saham yang
terjadi di BEI dapat terus tumbuh dan berkembang
2. Bagi para investor dalam melakukan aktivitas perdagangan saham
sebaiknya memperhatikan kondisi makro ekonomi di indonesia. Hal ini
dilakukan agar memperoleh keuntungan saham yang lebih besar dan tidak
mengakibatkan kerugian yang terlalu besar.
3. Bagi para emiten hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang
reaksi investor dalam menanggapi setiap informasi makro ekonomi
Indonesia.
4. Bagi kalangan akademisi penelitian ini dapat menjadi acuan dan memicu
penelitian berikutnya tentang beberapa kondisi makro ekonomi terhadap
volume perdagangan saham di BEI. Dan disarankan agar peneliti
selanjutnya melakukan observasi terhadap faktor-faktor ekonomi lain
seperti pendapatan nasional, neraca pembayaran, kebijakan perusahaan
emiten, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan volume perdagangan di
pasar modal.
81
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
BI. Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia: Tinjauan Kelembagaan,
Kebijakan, Dan Organisasi. Jakarta: Pusat Pendidikan Dan Studi
Kebanksentralan (PPSK), 2003.
Cahyono, Jaka E. Strategi dan Teknik Meraih Untung di Bursa Saham. Jil 1.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2000.
Darmawi, Hermawan. Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga Finansial.
Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006.
Dornbusch, Rudiger., et al. Macroeconomics: Principles, Problems, And Policies,
New York: McGraw-Hill, 2004.
Hamid, Abdul. Buku Panduan Penulisan Skripsi. Jakarta: FEIS UIN Press, 2004.
Husnan, Suad. Dasar-Dasar Teori Portofolio Dan Analisis Sekuritas. Edisi
ketiga, Cet.2. Yogyakarta: Penerbit AMP YKPN, 2001.
Judisseno, Rimsky K. Sistem Moneter Dan Perbankan Di Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008
Keown, Arthur J., et al. Financial Management: Principles And Applications. 9th
edition. New Jersey: Prentice Hall, 2001.
Krugman, Paul R. dan Murice Obstfield. Ekonomi Internasional dan Kebijakan.
Jil 2. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia, 2000.
Kuncoro, Mudrajad. Metode Kuantitatif: Teori Dan Aplikasi Untuk Bisnis Dan
Ekonomi. Yogyakarta: UMP AMP YKPN, 2001.
Madura, Jeff. International Financial Management, USA: South-Western
College ,2000.
Mankiw, Gregory. N. Macroeconomics. 9th edition, New York: McGraw-Hill,
2003.
McConnell, Campbell R and Stanley R. Brue. Macroeconomics: Principles,
Problems, And Policies. New York: McGraw-Hill, 2002.
82
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta: FE
Universitas Indonesia, 2004.
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. Uang, Perbankan, Dan Ekonomi
Moneter (Kajian Konstektual Indonesia). Jakarta: FE Universitas
Indonesia, 2004.
Salvatore, Domonick. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 1997.
Samuelson, Paul A. dan William D. Nordhaus, Economics. 18th Edition.
Singapore: McGraw-Hill, 2005.
Santoso, Singgih. SPSS (Statistical Product And Service Solution), Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2000.
Santoso, Singgih. Statistik Parameter. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2000.
Schiller, Bradley R. The Macro Economy Today. 9th edition. New York:
Mc Graw – Hill, 2000.
Shapiro, A.C. Multinational Financial Management. 8th edition. New Jersey: John
Wiley& Sons, 2006.
Sjahrial, Darmawan. Pengantar Manajemen Keuangan. Jakarta: Penerbit Mitra
Wahana Media. 2006.
Suharyadi dan Purwanto S.K. Statistika: Untuk Ekonomi & Keuangan Modern.
Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2004.
Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Mikro Ekonomi Edisi Kedua. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2000.
Sukirno, Sadono. Makro Ekonomi Ekonomi Teori Pengantar. Cet 16. Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
JURNAL
Amilin dan Darwanto. “Analisis Pengaruh Publikasi Laporan Arus Kas Terhadap
Volume Perdagangan Saham,” Etikonomi Vol. 5 No. 1: 47 – 57. April
2006.
83
Ambarwati, Sri Dwi Ari. “Pengaruh Return Saham, Volume Perdagangan Saham
dan Varian Return Saham Terhadap Bid-Ask Spread Saham Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Tergabung Dalam Indeks LQ-45 Periode
Tahun 2003-2005,” Jurnal Siasat Bisnis Vol. 12 No. 1: 27 – 38. April
2008.
Atmadja, Adwin S. “Analisis Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar
Amerika Setelah Ditetapkannya Kebijakan Sistem Nilai Tukar
Mengambang Bebas Di Indonesia,” Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol.
4 No. 1: 69 – 79. Mei 2002.
Atmadja, Adwin S. “Inflasi Di Indonesia: Sumber Sumber Penyebab dan
Pengendaliannya,” Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 1 No. 1: 54 – 67.
Mei 1999.
Budilaksono, Agung. “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Kepemilikan
Saham Oleh Investor Asing dan SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ),” 2005.
Budiantara, M. “Hubungan Antara Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga
Dan Harga Saham Industri Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta,” Kinerja
Vol. 7 No. 1: 1 – 12. 2003.
Erawati, Neny dan Richard Llewelyn. “Analisis Pergerakan Suku Bunga Dan Laju
Ekspektasi Inflasi Untuk Menentukan Kebijakan Moneter di Indonesia,”
Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 4 No. 2: 98 – 107. September
2002.
Fahrudin, Muh. “Analisis Pengaruh Inflasi, Jumlah Uang Beredar, Exchange Rate
dan Interest Rate Terhadap Indeks JII.” Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi.
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Surakarta, 2006.
Fitra, Irwin Lah Nidi. “Pengaruh Informasi Arus Kas Terhadap Volume
Perdagangan Saham Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta.”
Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, 2007.
Habib, Moch. Ludfi. “Analisis Pengaruh Tingkat Bunga SBI, dan Nilai Kurs
Dolar AS Terhadap Volume Perdagangan Saham (Studi Di Bursa Efek
Jakarta).” Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya,
Malang, 2007.
Haryanto, Ivan dkk. “Penentuan Nilai Tukar Mata Uang Asing Dengan
Menerapkan Konsep Paritas Daya Beli,” Jurnal Manajemen &
Kewirausahaan Vol. 2 No. 2: 14 – 28. September 2000.
84
Hidayat, Nasuhi dan Abdul Halim. “Studi Empiris Tentang Pengaruh Volume
Perdagangan Dan Return Terhadap Bid Ask Spread Saham Industri Rokok
Di Bursa Efek Jakarta Dengan Model Koreksi Kesalahan”. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia , 3 (1). 2000.
Indrayadi, Yuki. “Inflasi Dan Kaitannya Dengan Kinerja IHSG,” Kompas, 7 Mei,
2004.
Kurniawan, Taufik. Determinan Tingkat Suku Bunga Pinjaman Di Indonesia
Tahun 1983 – 2002,” Buletin Ekonomi Dan Perbankan. Desember 2004.
hal. 437 -459.
Laksmono, R Didy. “Suku Bunga Sebagai Salah Satu Indikator Ekspektasi
Inflasi,” Buletin Ekonomi Monoter dan Perbankan. Maret 2001.
Magdalena, Nany. “Analisis Pengaruh Harga Saham, Return Saham, Varian
Return Saham, Earnings Dan Volume Perdagangan Saham Terhadap Bid
Ask Spread Sebelum Dan Sesudah Pengumuman Laporan Keuangan
(Studi Empiris Pada Saham LQ 45 di BEJ)”, Jurnal Riset Akuntasi
Indonesia, 9 (1):23-31, 2004.
Mansur, Moh. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI Dan Kurs Dolar AS Terhadap
Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Jakarta Periode Tahun 2000 2002,” Research Days. Faculty Of Economy Padjadjaran University
Bandung. Oktober 2009.
Nugroho, Ari Tri. “Pengaruh Beta Saham Terhadap Volume Perdagangan Saham
Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Publik Di Bursa Efek Jakarta
Tahun 2007.” Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah, Surakarta, 2008.
Nugroho, Norman Budi. “Analisis Perbedaan Return Saham Dan Perubahan
Volume Perdagangan Sebelum Dan Sesudah Pengumuman Deviden.”
Skripsi Sarjana Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah, Surakarta, 2008.
Nusantara, Agung dan Abdul Aziz. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Jumlah Uang Quasi Di Indonesia,” Jurnal Bisnis Dan Ekonomi.
September 2002.
Pardede, R. “Penentuan Nilai Keseimbangan Mata Uang (Real Exchange Rate),”
Jurnal Pasar Modal Indonesia. Agustus 1999.
85
Puspitasari, Nur Vetty Karina. “Analisis Perbedaan Likuiditas Dan Volume
Perdagangan Saham Sebelum Dan Sesudah Stock Split Di Bursa Efek
Indonesia.”
Skripsi
Sarjana
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Muhammadiyah, Surakarta, 2009.
Rustamadji, R. Gatot. “Analisis Ekspektasi Investor di Bursa Efek Jakarta
Terhadap Peristiwa Politik,” Usahawan No. 8: 36 – 43. 2001.
Sasana, Hadi. Analsis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Inflasi: di Indonesia
dan Filipina. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. September 2004
Siringoringo, Hotniar. “Pemodelan Jumlah Uang Beredar”. Jurnal Ekonomi &
Bisnis No 3. Jilid 8. 2003.
Wibowo, Tri dan Hidayat Amir. “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar
Rupiah,” Kajian Ekonomi dan Keuangan Vol. 9 No. 4: 17 – 41. Desember
2005.
Wijaksono, Eky. “Pengaruh Right Issue Terhadap Return Saham Dan Volume
Perdagangan Saham Perusahaan Di Bursa Efek Jakarta.” Skripsi Sarjana
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2007.
PUBLIKASI
http//www. amriamir.wordpress.com.
http//www.asiafxonline.com
http// www.bei.go.id
http//www.bi.go.id
http//www.bps.go.id
http//www.djlk.depkeu.go.id
http//id.wikipedia.org
http// www.VisiBIznews.com
http// www.wartawarga.gunadarma.ac.id
http// www. widh2007.wordpress.com
86
BULAN
Jumlah Uang Beredar / M2
(Miliar Rp)
Tahun
2006
2007
2008
Data Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar / M2
2009
BULAN
Tahun
2006
2007
2008
2009
Januari
1,190,834
1,363,907
1,596,565
1,874,145
Januari
-0.01029
-0.01314
-0.02838
-0.01144
Februari
1,193,864
1,366,820
1,603,750
1,900,208
Februari
0.00254
0.00214
0.00450
0.01391
Maret
1,195,067
1,375,947
1,594,390
1,916,752
Maret
0.00101
0.00668
-0.00584
0.00871
April
1,198,013
1,383,577
1,611,691
1,912,623
April
0.00247
0.00555
0.01085
-0.00215
Mei
1,237,504
1,393,097
1,641,733
1,927,070
Mei
0.03296
0.00688
0.01864
0.00755
Juni
1,253,757
1,451,974
1,703,381
1,977,533
Juni
0.01313
0.04226
0.03755
0.02619
Juli
1,248,236
1,472,952
1,686,050
1,963,180
Juli
-0.00440
0.01445
-0.01017
-0.00726
Agustus
1,270,378
1,487,541
1,682,811
1,995,294
Agustus
0.01774
0.00990
-0.00192
0.01636
September
1,291,396
1,512,756
1,778,139
2,018,031
September
0.01654
0.01695
0.05665
0.01140
Oktober
1,325,658
1,530,145
1,812,490
2,021,517
Oktober
0.02653
0.01149
0.01932
0.00173
Nopember
1,338,555
1,556,200
1,851,023
2,062,206
Nopember
0.00973
0.01703
0.02126
0.02013
Desember
1,382,074
1,643,203
1,895,839
2,141,384
Desember
0.03251
0.05591
0.02421
0.03839
Observasi
Bulan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
Jan-06
Feb-06
Mar-06
Apr-06
May-06
Jun-06
Jul-06
Aug-06
Sep-06
Oct-06
Nov-06
Dec-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
May-07
Jun-07
Jul-07
Aug-07
Sep-07
Oct-07
Nov-07
Dec-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
May-08
Jun-08
Jul-08
Aug-08
Volume Perdagangan Saham
Y
25,881,000,000
26,050,000,000
43,266,000,000
39,752,000,000
60,446,000,000
26,046,000,000
21,720,000,000
31,062,000,000
32,663,000,000
31,120,000,000
46,490,000,000
52,441,000,000
65,757,000,000
53,028,000,000
50,783,000,000
76,572,000,000
120,762,000,000
106,607,000,000
107,809,000,000
109,920,000,000
99,175,000,000
101,056,000,000
87,398,000,000
60,675,000,000
73,948,000,000
67,186,000,000
54,887,000,000
85,165,000,000
77,629,000,000
60,659,000,000
51,482,000,000
49,365,000,000
log Frekuensi
log Y
10.4129811
10.4158077
10.6361467
10.5993590
10.7813676
10.4157410
10.3368598
10.4922294
10.5140561
10.4930396
10.6673595
10.7196710
10.8179420
10.7245052
10.7057184
10.8840700
11.0819303
11.0277857
11.0326550
11.0410767
10.9964022
11.0045621
10.9415015
10.7830098
10.8689264
10.8272788
10.7394695
10.9302612
10.8900240
10.7828952
10.7116554
10.6934191
Tingkat
Inflasi
17.03%
17.92%
15.74%
15.40%
15.60%
15.53%
15.15%
14.90%
14.55%
6.29%
5.27%
6.60%
6.26%
6.30%
6.52%
6.29%
6.01%
5.77%
6.06%
6.51%
6.95%
6.88%
6.71%
6.59%
7.36%
7.40%
8.17%
8.96%
10.38%
11.03%
11.90%
11.85%
Tingkat Inflasi
X1
0.0141917
0.0149333
0.0131167
0.0128333
0.0130000
0.0129417
0.0126250
0.0124167
0.0121250
0.0052417
0.0043917
0.0055000
0.0052167
0.0052500
0.0054333
0.0052417
0.0050083
0.0048083
0.0050500
0.0054250
0.0057917
0.0057333
0.0055917
0.0054917
0.0061333
0.0061667
0.0068083
0.0074667
0.0086500
0.0091917
0.0099167
0.0098750
Bi Rate
12.75%
12.75%
12.75%
12.75%
12.50%
12.50%
12.25%
11.75%
11.25%
10.75%
10.25%
9.75%
9.50%
9.25%
9.00%
9.00%
8.75%
8.50%
8.25%
8.25%
8.25%
8.25%
8.25%
8.00%
8.00%
8.00%
8.00%
8.00%
8.25%
8.50%
8.75%
9.00%
BI rate
X2
0.0106250
0.0106250
0.0106250
0.0106250
0.0104167
0.0104167
0.0102083
0.0097917
0.0093750
0.0089583
0.0085417
0.0081250
0.0079167
0.0077083
0.0075000
0.0075000
0.0072917
0.0070833
0.0068750
0.0068750
0.0068750
0.0068750
0.0068750
0.0066667
0.0066667
0.0066667
0.0066667
0.0066667
0.0068750
0.0070833
0.0072917
0.0075000
Kurs
Rupiah
9395
9230
9075
8775
9220
9300
9070
9100
9235
9110
9165
9025
9090
9160
9118
9083
8828
9054
9186
9410
9137
9110
9376
9419
9291
9078
9217
9234
9318
9225
9118
9153
(miliar
Kurs Rupiah M2
rupiah)
X3
-0.0452236
1,190,834
-0.0175625
1,193,864
-0.0167931
1,195,067
-0.0330579
1,198,013
0.0507123
1,237,504
0.0086768
1,253,757
-0.0247312
1,248,236
0.0033076
1,270,378
0.0148352
1,291,396
-0.0135355
1,325,658
0.0060373
1,338,555
-0.0152755
1,382,074
0.0072022
1,363,907
0.0077008
1,366,820
-0.0045852
1,375,947
-0.0038386
1,383,577
-0.0280744
1,393,097
0.0256004
1,451,974
0.0145792
1,472,952
0.0243849
1,487,541
-0.0290117
1,512,756
-0.0029550
1,530,145
0.0291987 1,556,200
0.0045862
1,643,203
-0.0135896
1,596,565
-0.0229254
1,603,750
0.0153117
1,594,390
0.0018444
1,611,691
0.0090968
1,641,733
-0.0099807
1,703,381
-0.0115989
1,686,050
0.0038386
1,682,811
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
Sep-08
Oct-08
Nov-08
Dec-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
May-09
Jun-09
Jul-09
Aug-09
Sep-09
Oct-09
Nov-09
Dec-09
69,668,000,000
71,043,000,000
64,909,000,000
61,905,000,000
40,558,000,000
36,829,000,000
40,082,000,000
188,504,000,000
282,751,000,000
185,472,000,000
138,406,000,000
185,121,000,000
80,123,000,000
100,300,000,000
116,416,000,000
73,098,000,000
10.8430333
10.8515213
10.8123049
10.7917257
10.6080765
10.5661899
10.6029494
11.2753206
11.4514041
11.2682784
11.1411549
11.2674557
10.9037572
11.0013009
11.0660127
10.8639055
12.14%
11.77%
11.68%
11.06%
9.17%
8.60%
7.92%
7.31%
6.04%
3.65%
2.71%
2.75%
2.83%
2.57%
2.41%
2.78%
0.0101167
0.0098083
0.0097333
0.0092167
0.0076417
0.0071667
0.0066000
0.0060917
0.0050333
0.0030417
0.0022583
0.0022917
0.0023583
0.0021417
0.0020083
0.0023167
9.25%
9.50%
9.50%
9.25%
8.75%
8.25%
7.75%
7.50%
7.25%
7.00%
6.75%
6.00%
5.00%
6.50%
6.50%
6.50%
0.0077083
0.0079167
0.0079167
0.0077083
0.0072917
0.0068750
0.0064583
0.0062500
0.0060417
0.0058333
0.0056250
0.0050000
0.0041667
0.0054167
0.0054167
0.0054167
9416
10995
12151
10950
11355
11980
11575
10713
10340
10225
9920
10060
9681
9545
9480
9433
0.0287337
0.1676933
0.1051387
-0.0988396
0.0369863
0.0550418
-0.0338063
-0.0744708
-0.0348175
-0.0111219
-0.0298289
0.0141129
-0.0376740
-0.0140481
-0.0068098
-0.0049578
1,778,139
1,812,490
1,851,023
1,895,839
1,874,145
1,900,208
1,916,752
1,912,623
1,927,070
1,977,533
1,963,180
1,995,294
2,018,031
2,021,517
2,062,206
2,141,384
M2
X4
-0.0102899
0.0025444
0.0010077
0.0024651
0.0329637
0.0131337
-0.0044036
0.0177386
0.0165447
0.0265310
0.0097288
0.0325119
-0.0131447
0.0021358
0.0066775
0.0055453
0.0068807
0.0422634
0.0144479
0.0099046
0.0169508
0.0114949
0.0170278
0.0559073
-0.0283824
0.0045003
-0.0058363
0.0108512
0.0186400
0.0375506
-0.0101745
-0.0019211
0.0566481
0.0193185
0.0212597
0.0242115
-0.0114430
0.0139066
0.0087064
-0.0021542
0.0075535
0.0261864
-0.0072580
0.0163582
0.0113953
0.0017274
0.0201280
0.0383948
Volume Perdagangan Saham Jan 2005 - Des 2009
BULAN
2006
Januari
25.881.000.000
Februari
26.050.000.000
Maret
43.266.000.000
April
39.752.000.000
Mei
60.446.000.000
Juni
26.046.000.000
Juli
21.720.000.000
Agustus
31.062.000.000
September 32.663.000.000
Oktober
31.120.000.000
Nopember 46.490.000.000
Desember 52.441.000.000
Total
436.937.000.000
Sumber data : bei.go.id
Tahun
2007
2008
65.757.000.000
73.948.000.000
53.028.000.000
67.186.000.000
50.783.000.000
54.887.000.000
76.572.000.000
85.165.000.000
120.762.000.000
77.629.000.000
106.607.000.000
60.659.000.000
107.809.000.000
51.482.000.000
109.920.000.000
49.365.000.000
99.175.000.000
69.668.000.000
101.056.000.000
71.043.000.000
87.398.000.000
64.909.000.000
60.675.000.000
61.905.000.000
1.039.542.000.000 787.846.000.000
2009
40.558.000.000
36.829.000.000
40.082.000.000
188.504.000.000
282.751.000.000
185.472.000.000
138.406.000.000
185.121.000.000
80.123.000.000
100.300.000.000
116.416.000.000
73.098.000.000
1.467.660.000.000
300.000
250.000
200.000
150.000
100.000
50.000
0
Ja
n0
M 6
ei
-0
Se 6
p0
Ja 6
n0
M 7
ei
-0
Se 7
p0
Ja 7
n0
M 8
ei
-0
Se 8
p0
Ja 8
n0
M 9
ei
-0
Se 9
p09
Volume Perdagangan
Saham
(Jutaan Lembar Saham)
Volume Perdagangan Saham
Periode
87
Tingkat Inflasi Jan 2004 - Des 2008
Tahun
BULAN
2006
Januari
17,03%
Februari
17,92%
Maret
15,74%
April
15,40%
Mei
15,60%
Juni
15,53%
Juli
15,15%
Agustus
14,90%
September
14,55%
Oktober
6,29%
Nopember
5,27%
Desember
6,60%
Sumber data : bi.go.id
2007
6,26%
6,30%
6,52%
6,29%
6,01%
5,77%
6,06%
6,51%
6,95%
6,88%
6,71%
6,59%
2008
7,36%
7,40%
8,17%
8,96%
10,38%
11,03%
11,90%
11,85%
12,14%
11,77%
11,68%
11,06%
2009
9,17%
8,60%
7,92%
7,31%
6,04%
3,65%
2,71%
2,75%
2,83%
2,57%
2,41%
2,78%
Tingkat Inflasi
15,00%
10,00%
5,00%
Periode
88
Okt-09
Jul-09
Apr-09
Jan-09
Okt-08
Jul-08
Apr-08
Jan-08
Okt-07
Jul-07
Apr-07
Jan-07
Okt-06
Jul-06
Apr-06
0,00%
Jan-06
Inflasi (%)
20,00%
BI Rate Juli 2006 - April 2009
(%)
BULAN
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
2006
12,75%
12,75%
12,75%
12,75%
12,50%
12,50%
12,25%
11,75%
11,25%
10,75%
10,25%
9,75%
Tahun
2007
2008
9,50%
8,00%
9,25%
8,00%
9,00%
8,00%
9,00%
8,00%
8,75%
8,25%
8,50%
8,50%
8,25%
8,75%
8,25%
9,00%
8,25%
9,25%
8,25%
9,50%
8,25%
9,50%
8,00%
9,25%
2009
8,75%
8,25%
7,75%
7,50%
7,25%
7,00%
6,75%
6,00%
5,00%
6,50%
6,50%
6,50%
Sumber data : bi.go.id
Periode
89
Okt-09
Jul-09
Apr-09
Jan-09
Okt-08
Jul-08
Apr-08
Jan-08
Okt-07
Jul-07
Apr-07
Jan-07
Okt-06
Jul-06
Apr-06
14,00%
12,00%
10,00%
8,00%
6,00%
4,00%
2,00%
0,00%
Jan-06
BI Rate (%)
BI Rate
Kurs Tengah USD
(Rp/$)
Tahun
BULAN
2006
Januari
9395
Februari
9230
Maret
9075
April
8775
Mei
9220
Juni
9300
Juli
9070
Agustus
9100
September
9235
Oktober
9110
Nopember
9165
Desember
9025
Sumber data : bei.go.id
2007
9090
9160
9118
9083
8828
9054
9186
9410
9137
9110
9376
9419
2008
9291
9078
9217
9234
9318
9225
9118
9153
9416
10995
12151
10950
2009
11355
11980
11575
10713
10340
10225
9920
10060
9681
9545
9480
9433
Periode
90
Okt-09
Jul-09
Apr-09
Jan-09
Okt-08
Jul-08
Apr-08
Jan-08
Okt-07
Jul-07
Apr-07
Jan-07
Okt-06
Jul-06
Apr-06
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
Jan-06
Kurs Rupiah (Rp,-)
Kurs Rupiah
Jumlah Uang Beredar / M2
BULAN
2006
Januari
1.190.834
Februari
1.193.864
Maret
1.195.067
April
1.198.013
Mei
1.237.504
Juni
1.253.757
Juli
1.248.236
Agustus
1.270.378
September 1.291.396
Oktober
1.325.658
Nopember 1.338.555
Desember 1.382.074
Sumber data : bps.go.id
(Miliar Rp)
Tahun
2007
2008
1.363.907 1.596.565
1.366.820 1.603.750
1.375.947 1.594.390
1.383.577 1.611.691
1.393.097 1.641.733
1.451.974 1.703.381
1.472.952 1.686.050
1.487.541 1.682.811
1.512.756 1.778.139
1.530.145 1.812.490
1.556.200 1.851.023
1.643.203 1.895.839
2009
1.874.145
1.900.208
1.916.752
1.912.623
1.927.070
1.977.533
1.963.180
1.995.294
2.018.031
2.021.517
2.062.206
2.141.384
Jumlah Uang Beredar
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
Periode
91
Okt-09
Jul-09
Apr-09
Jan-09
Okt-08
Jul-08
Apr-08
Jan-08
Okt-07
Jul-07
Apr-07
Jan-07
Okt-06
Jul-06
Apr-06
0
Jan-06
M2 (Miliar Rupiah)
2.500.000
INPUT SPSS
Observasi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
log Volume
Perdagangan
Saham
Y
10,4129811
10,4158077
10,6361467
10,5993590
10,7813676
10,4157410
10,3368598
10,4922294
10,5140561
10,4930396
10,6673595
10,7196710
10,8179420
10,7245052
10,7057184
10,8840700
11,0819303
11,0277857
11,0326550
11,0410767
10,9964022
11,0045621
10,9415015
10,7830098
10,8689264
10,8272788
10,7394695
10,9302612
10,8900240
10,7828952
10,7116554
10,6934191
10,8430333
10,8515213
10,8123049
10,7917257
10,6080765
10,5661899
10,6029494
11,2753206
11,4514041
11,2682784
11,1411549
11,2674557
10,9037572
11,0013009
11,0660127
10,8639055
Tingkat
Inflasi
X1
0,0141917
0,0149333
0,0131167
0,0128333
0,0130000
0,0129417
0,0126250
0,0124167
0,0121250
0,0052417
0,0043917
0,0055000
0,0052167
0,0052500
0,0054333
0,0052417
0,0050083
0,0048083
0,0050500
0,0054250
0,0057917
0,0057333
0,0055917
0,0054917
0,0061333
0,0061667
0,0068083
0,0074667
0,0086500
0,0091917
0,0099167
0,0098750
0,0101167
0,0098083
0,0097333
0,0092167
0,0076417
0,0071667
0,0066000
0,0060917
0,0050333
0,0030417
0,0022583
0,0022917
0,0023583
0,0021417
0,0020083
0,0023167
BI rate
X2
0,0106250
0,0106250
0,0106250
0,0106250
0,0104167
0,0104167
0,0102083
0,0097917
0,0093750
0,0089583
0,0085417
0,0081250
0,0079167
0,0077083
0,0075000
0,0075000
0,0072917
0,0070833
0,0068750
0,0068750
0,0068750
0,0068750
0,0068750
0,0066667
0,0066667
0,0066667
0,0066667
0,0066667
0,0068750
0,0070833
0,0072917
0,0075000
0,0077083
0,0079167
0,0079167
0,0077083
0,0072917
0,0068750
0,0064583
0,0062500
0,0060417
0,0058333
0,0056250
0,0050000
0,0041667
0,0054167
0,0054167
0,0054167
Kurs Rupiah
M2
X3
-0,0452236
-0,0175625
-0,0167931
-0,0330579
0,0507123
0,0086768
-0,0247312
0,0033076
0,0148352
-0,0135355
0,0060373
-0,0152755
0,0072022
0,0077008
-0,0045852
-0,0038386
-0,0280744
0,0256004
0,0145792
0,0243849
-0,0290117
-0,0029550
0,0291987
0,0045862
-0,0135896
-0,0229254
0,0153117
0,0018444
0,0090968
-0,0099807
-0,0115989
0,0038386
0,0287337
0,1676933
0,1051387
-0,0988396
0,0369863
0,0550418
-0,0338063
-0,0744708
-0,0348175
-0,0111219
-0,0298289
0,0141129
-0,0376740
-0,0140481
-0,0068098
-0,0049578
X4
-0,0102899
0,0025444
0,0010077
0,0024651
0,0329637
0,0131337
-0,0044036
0,0177386
0,0165447
0,0265310
0,0097288
0,0325119
-0,0131447
0,0021358
0,0066775
0,0055453
0,0068807
0,0422634
0,0144479
0,0099046
0,0169508
0,0114949
0,0170278
0,0559073
-0,0283824
0,0045003
-0,0058363
0,0108512
0,0186400
0,0375506
-0,0101745
-0,0019211
0,0566481
0,0193185
0,0212597
0,0242115
-0,0114430
0,0139066
0,0087064
-0,0021542
0,0075535
0,0261864
-0,0072580
0,0163582
0,0113953
0,0017274
0,0201280
0,0383948
92
OUTPUT SPSS
Deskripsi Data Dalam Variabel
Descriptive Statistics
N
Volume Perdagangan
Saham
Tingkat Inflasi
BI rate
Kurs Rupiah
M2
Valid N (listwise)
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Variance
48
10,33686
11,45140
10,81842
,24801783
,062
48
48
48
48
48
,00201
,00417
-,09884
-,02838
,01493
,01063
,16769
,05665
,0072794
,0075196
-,0000940
,0122242
,00357569
,00162831
,04074828
,01715967
,000
,000
,002
,000
Uji Normalitas
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham
Expected Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal Parametersa,b
Most Extreme
Differences
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Volume
Perdagangan
Saham
48
10,8184194
,24801783
,053
,053
-,048
,368
,999
Tingkat Inflasi
BI rate
48
48
,0072794 ,0075196
,00357569 ,00162831
,163
,153
,163
,153
-,100
-,097
1,133
1,059
,154
,212
Kurs Rupiah
M2
48
48
-,0000940 ,0122242
,04074828 ,01715967
,165
,093
,165
,093
-,116
-,049
1,145
,647
,146
,797
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
93
Hasil Uji Multikolinieritas
Model
Collinearity Statistics
Tolerance
1
Kesimpulan
VIF
(Constant)
Tingkat Inflasi
,255
3,914
Tidak terjadi Multikolinieritas
BI rate
,258
3,880
Tidak terjadi Multikolinieritas
Kurs Rupiah
,933
1,072
Tidak terjadi Multikolinieritas
M2
,938
1,066
Tidak terjadi Multikolinieritas
Hasil Uji Autokorelasi
Model
1
Durbin-Watson
Kesimpulan
1,071
Tidak terjadi autokorelasi
Uji Heteroskedatisitas
Scatterplot
Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham
Regression Studentized Residual
3
2
1
0
-1
-2
-3
-2
-1
0
1
2
Regression Standardized Predicted Value
94
Analisis Regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
11,554
,155
Tingkat Inflasi -13,122
13,938
-,189
BI rate
-86,475
30,473
-,568
Kurs Rupiah
-,143
,640
-,024
M2
,834
1,516
,058
Collinearity Statistics
Sig.
Tolerance
VIF
,000
,352
,255
3,914
,007
,258
3,880
,824
,933
1,072
,585
,938
1,066
t
74,458
-,941
-2,838
-,224
,550
a. Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham
Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model
1
R
R Square
,746a
,556
Adjusted
R Square
,515
Std. Error of
the Estimate
,17270317
DurbinWatson
1,071
a. Predictors: (Constant), M2, BI rate, Kurs Rupiah, Tingkat Inflasi
b. Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham
Uji F
ANOVAb
Model
1
Regression
Residual
Total
Sum of
Squares
1,609
1,283
2,891
df
4
43
47
Mean Square
,402
,030
F
13,483
Sig.
,000a
a. Predictors: (Constant), M2, BI rate, Kurs Rupiah, Tingkat Inflasi
b. Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham
Uji t
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
Tingkat Inflasi
BI rate
Kurs Rupiah
M2
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
11,554
,155
-13,122
13,938
-86,475
30,473
-,143
,640
,834
1,516
Standardized
Coefficients
Beta
-,189
-,568
-,024
,058
t
74,458
-,941
-2,838
-,224
,550
Sig.
,000
,352
,007
,824
,585
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
,255
,258
,933
,938
3,914
3,880
1,072
1,066
a. Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham
95
Download