ANALISIS INFLASI, BI RATE, KURS RUPIAH, DAN JUMLAH UANG BEREDAR, TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Oleh : Heryanto 103081029228 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 Hari ini Kamis Tanggal 3 Juni 2010, telah dilakukan ujian komprehensif atas nama Heryanto NIM 103081029228 dengan judul skripsi “ANALISIS INFLASI, BI RATE, KURS RUPIAH, DAN JUMLAH UANG BEREDAR, TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA”. Dengan memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 7 Juni 2010 Tim Penguji Ujian Komprehensif Indo Yama Nasaruddin. SE, MAB Ketua M. Arief Mufraini, Lc. M.Si Sekretaris Prof. Dr. Ahmad Rodoni Penguji Ahli ANALISIS INFLASI, BI RATE, KURS RUPIAH, DAN JUMLAH UANG BEREDAR, TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Sebagai Persyaratan Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh Heryanto NIM : 103081029228 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM NIP. 19690203 200112 1 003 Pembimbing II Indo Yama Nasaruddin, SE, MAB NIP. 19741127 2001121 002 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 ANALISIS INFLASI, BI RATE, KURS RUPIAH, DAN JUMLAH UANG BEREDAR, TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Untuk memenuhi syarat-syarat meraih gelar Sarjana Ekonomi Oleh Heryanto NIM : 103081029228 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM NIP. 19690203 200112 1 003 Indo Yama Nasaruddin, SE, MAB NIP. 19741127 2001121 002 Penguji Ahli I Penguji Ahli II Herni Ali H.T, SE, MM M. Arief Mufraini, Lc. M.Si NIP. 19770122 2003121 001 Penguji Proposal Murdiyah Hayati S.Kom. MM NIP. 19741003 2003122 001 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL Jl. Ir. H. Juanda no. 95, Ciputat 15412 Indonesia Telp : (62-21) 7493318, 7496006, 74715705, Fax (62-21) 7496006, 74715705 email : [email protected] / [email protected] Website : www.uinjkt.ac.id SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda-tangan di bawah ini : Nama Mahasiswa : Heryanto NIM : 103081029228 Jurusan : Manajemen Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau penelitian orang lain. Apabila terbukti skripsi ini plagiat atau replikasi maka skripsi dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan. Demikian pernyataan ini di buat dengan segala akibat yang timbul di kemudian hari menjadi tanggung jawab saya. Jakarta, 3 Juli 2010 (Heryanto) ABSTRACT This study aimed to analyze the effect of inflation, BI rate, exchange rates, and the broad money on volume of stock trading in the Indonesia Stock Exchange since January 2006 until December 2009 by using multiple linear regression analysis. Results of multiple regression analysis found that BI rate has a significant variable and has a negative correlation betwen the volume of stock trading in the Indonesia Stock Exchange, while variable inflation, exchange rates and broad money does has not significantly influence the volume of stock trading in the Indonesia Stock Exchange. Keyword : Inflation, BI rate, Exchange rates, Broad Money, Volume of Stock Trading ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh inflasi, BI rate, kurs rupiah, dan jumlah uang beredar terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia dari bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2009 dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis regresi linier berganda ditemukan bahwa variabel BI rate berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan negatif terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, sedangkan variabel inflasi, kurs rupiah dan jumlah uang beredar tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. Kata kunci : Inflasi, BI rate, Kurs Rupiah, M2, Volume Perdagangan Saham. ii KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena hanya dengan curahan Rahmat dan Hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Analisis Inflasi, BI rate, Kurs Rupiah, dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Volume Perdagangan Saham Di Bursa Efek Indonesia”. Shalawat serta salam tidak lupa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univesitas Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan dukungan dan bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Ayah dan Ibu saya tercinta yang telah mendidik, membimbing, dan mengasuh dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang yang besar dan tulus serta tidak pernah berhenti memberikan dorongan, perhatian, dan doa. 2. Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM selaku Pudek I sekaligus Pembimbing I yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran disela-sela kesibukannya untuk memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan sehingga penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik. 3. Bpk Indo Yama Nasaruddin, SE, MAB selaku Kajur sekaligus Pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan masukan yang sangat berharga mulai dari persiapan, pelaksanaan penelitian sampai terselesaikannya skripsi ini. 4. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bpk Herni Ali H.T SE, MM dan Bpk Arief Mufraini, Lc. M.Si selaku Penguji Ahli Skripsi iii 6. Ibu Murdiyah Hayati, S.Kom. MM selaku Penguji Proposal Skripsi. 7. Para Dosen Jurusan Manajemen yang telah memberikan ilmu dan bimbingan selama masa Perkuliahan. 8. Seluruh staf pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah bersedia membantu dalam segala urusan administrasi yang diperlukan. 9. Cici Yanti dan Cici Bella yang telah membantu dalam segala hal. 10. Rieke Febri Kencana yang tidak pernah lelah memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 11. Teman-temanku Dimas dan keluarga, Dika, Marwah, Ade, Soni, Ipung, Ajeng, Kosasih, Dada yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Teman-temanku angkatan 2003 manajemen B yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. 13. Dan berbagai pihak yang telah banyak membantu tetapi namanya tidak dapat disebutkan satu per satu, namun tidak mengurangi rasa terima kasih penulis kepada mereka. Semoga atas semua bantuannya diberikan balasan yang setimpal dan pahala yang berlipai-lipat dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan baik dari segi materi bahasan manupun teknis penyajiannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan dan menghargai berbagai saran dan kritik guna menwujudkan karya ilmiah yang lebih baik. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa selalu memberikan kemudahan bagi kita semua dalam meraih masa depan yang lebih baik. Amin. Jakarta Juni 2010 Penulis iv DAFTAR ISI ABSTRACT ................................................................................................. i ABSTRAK .................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................. iii DAFTAR ISI ............................................................................................... vi DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1 A. Latar Belakang Penelitian .................................................... 1 B. Perumusan Masalah .............................................................. 9 C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ............................................ 10 1. Tujuan Penelitian ............................................................ 10 2. Manfaat Penelitian .......................................................... 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 12 A. Kajian Teori .......................................................................... 12 1. Saham ............................................................................. 12 2. Volume Perdagangan Saham .......................................... 14 3. Tingkat Inflasi ................................................................. 16 4. BI rate ..............................................................................23 5. Kurs Rupiah .................................................................... 30 6. Jumlah Uang Yang Beredar ............................................ 37 B. Penelitian Terdahulu ............................................................. 41 C. Kerangka Pemikiran ............................................................. 43 D. Hipotesis ............................................................................... 45 vi BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 46 A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 46 B. Metode Penentuan Sampel ................................................... 46 C. Metode Pengumpulan Data .................................................. 46 D. Metode Analisis .................................................................... 47 1. Uji Normalitas ................................................................ 47 2. Uji Asumsi Klasik .......................................................... 48 a. Uji Multikolinieritas ................................................. 48 b. Uji Autokorelasi ....................................................... 49 c. Uji Heteroskedatisitas ............................................... 50 3. Analisis Regresi Linier Berganda ................................... 50 4. Uji Koefisien Determinasi R2 ......................................... 51 5. Uji Hipotesis ................................................................... 52 a. Uji F .......................................................................... 52 b. Uji t ........................................................................... 52 E. Operasional Variabel Penelitian ........................................... 54 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 56 A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ......................... 56 B. Deskripsi Data ...................................................................... 58 1. Volume Perdagangan Saham .......................................... 58 2. Tingkat Inflasi ................................................................. 60 3. BI rate ............................................................................. 62 4. Kurs Rupiah .................................................................... 63 5. Jumlah Uang Beredar ...................................................... 65 C. Hasil Analisa dan Pembahasan ............................................. 67 1. Deskripsi Data Dalam Variabel ...................................... 67 2. Uji Normalitas ................................................................ 68 3. Uji Asumsi Klasik .......................................................... 70 a. Uji Multikolinieritas ................................................. 70 b. Uji Autokorelasi ....................................................... 71 vii c. Uji Heterokedastisitas .............................................. 71 4. Analisis Regresi Linier Berganda .................................. 72 5. Uji Koefisien Determinasi .............................................. 74 6. Uji Hipotesis ................................................................... 75 a. Uji F ......................................................................... 75 b. Uji t ........................................................................... 76 D. Interpretasi ............................................................................ 77 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 80 A. KESIMPULAN .................................................................... 80 B. SARAN ................................................................................. 81 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 82 LAMPIRAN .................................................................................................. 87 viii DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Volume Perdagangan Saham 2006-2009 ............................. 58 Table 4.2 Tingkat Inflasi 2006-2009 .................................................... 60 Tabel 4.3 BI rate 2006-2009 ................................................................. 62 Tabel 4.4 Kurs Rupiah 2006-2009 ....................................................... 64 Tabel 4.5 Jumlah Uang Beredar 2006-2009 ......................................... 65 Tabel 4.6 Deskripsi Dalam Variabel ..................................................... 67 Tabel 4.7 Uji Normalitas ...................................................................... 69 Tabel 4.8 Uji Multikolinieritas ............................................................. 70 Tabel 4.9 Uji Autokorelasi .................................................................... 71 Tabel 4.10 Analisis Regresi Linier Berganda ......................................... 73 Tabel 4.11 Uji Koefisien Determinasi R2 ............................................... 75 Tabel 4.12 Uji F ...................................................................................... 76 Tabel 4.13 Uji t ....................................................................................... 76 ix DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Pandangan klasik dalam menentukan tingkat bunga ............ 27 Gambar 2.2 Pandangan Keynes mengenai tingkat bunga ........................ 28 Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pemikiran .................................................. 44 Gambar 4.1 Grafik Volume perdagangan Saham 2006 – 2009 ................ 60 Gambar 4.2 Grafik Inflasi 2006 – 2009 .................................................... 61 Gambar 4.3 Grafik BI rate 2006 – 2009 ................................................... 63 Gambar 4.4 Grafik Kurs Rupiah 2006 – 2009 .......................................... 65 Gambar 4.5 Grafik Jumlah Uang Beredar 2006 – 2009 ........................... 66 Gambar 4.6 Uji Normalitas ...................................................................... 68 Gambar 4.7 Uji Heterokedastisitas ........................................................... 72 x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Investasi pada hakikatnya merupakan kegiatan meningkatkan dana pada satu atau lebih jenis aset pada jangka waktu tertentu, dengan tujuan mendapatkan manfaat ekonomis yang maksimal. Bagi sebagian orang, investasi merupakan upaya untuk mengoptimalkan hasil dari sisa penghasilan yang mereka miliki dengan memanfaatkan berbagai sarana investasi yang tersedia dan berharap uang yang telah diinvestasikan akan bertambah dikemudian hari. Istilah investasi dapat berkaitan dengan berbagai macam aktivitas. Secara garis besar investasi dapat dibagi menjadi dua bagian, investasi dalam bentuk aktiva riil (real assets investment) dan investasi dalam bentuk aktiva keuangan (financial assets investment) (http://www.asiafxonline.com). Tujuan investor melakukan investasi pada dasarnya adalah untuk menghasilkan sejumlah uang. Tetapi tujuan investor melakukan investasi yang lebih luas adalah meningkatkan kesejahteraannya. Kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan keuangannya, yang bisa diukur dengan penjumlahan pendapatan pada saat ini ditambah nilai saat ini dari pendapatan masa datang (Nugroho, 2008). 1 Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula tingkat kemakmuran penduduknya. Tingkat kemakmuran yang lebih tinggi ini umumnya ditandai dengan adanya tingkat pendapatan masyarakatnya. Dengan adanya peningkatan pendapatan tersebut, maka akan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana. Kelebihan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan dalam pasar modal (Moch. Ludfi Habib, 2007). Diantara surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal, saham adalah jenis surat berharga yang paling dikenal masyarakat. Tujuan dari investor menanamkan modalnya dalam bentuk saham yaitu untuk memaksimalkan kekayaan yang didapat dari deviden atau capital gain saat saham itu dijual. Tetapi mereka pun harus siap bila hal sebaliknya terjadi (Nugroho, 2008). Perkembangan dunia usaha akhir-akhir ini membuat banyak orang membutuhkan tersedianya dana dengan cepat untuk menambah modal. Karena pada dasarnya, setiap perusahaan membutuhkan dana dalam membiayai kegiatan operasionalnya. Dana tersebut dapat diperoleh dari beberapa sumber, pertama berasal dari dalam perusahaan yakni pemilik modal, maupun laba ditahan (retairned earning). Sedangkan sumber pembiayaan lain, berasal dari luar yakni dalam bentuk pinjaman / hutang dari pihak lain. Selain pinjaman, perusahaan yang telah go public dalam upaya menambah dana kegiatan 2 operasionalnya dapat diperoleh melalui penjualan saham pada investor / pemilik modal. Media yang digunakan perusahaan dalam menjual sahamnya pada publik adalah pasar modal (Nur Vetty Karina Puspitasari, 2009). Di lain pihak, terdapat banyak pula orang yang tertarik menginvestasikan dananya karena menginginkan keuntungan. Melalui pasar modal, investor sebagai pemilik dana dapat menanamkan dananya untuk memperoleh keuntungan dari investasi yang dilakukan, sedangkan perusahaan sebagai peminjam dapat menghimpun dana untuk keperluan usahanya dengan menerbitkan dan menjual sahamnya kepada masyarakat umum. Salah satu indikator untuk melihat tingkah laku pasar / investor yaitu dengan melihat pergerakan volume perdagangan di pasar modal. Salah satu kunci pokok dan sangat mempengaruhi dalam memutuskan tindakan pada seluruh aktivitas di pasar modal adalah informasi yang lengkap. Dalam menentukan apakah investor akan melakukan transaksi di pasar modal biasanya ia akan mendasarkan keputusannya pada berbagai informasi yang ia miliki, baik informasi yang tersedia di publik maupun informasi pribadi. Informasi tersebut akan memliki makna nilai jika keberadaan informasi tersebut menyebabkan transaksi di pasar modal, dimana transaksi ini tercermin melalui volume perdagangan saham. Dengan demikian, seberapa jauh relevansi atau kegunaan suatu informasi dapat disimpulkan dengan mempelajari kaitan antara volume perdagangan di pasar modal dengan keberadaan informasi tersebut (Eky Wijaksono, 2007). 3 Pasar modal yang berfungsi sebagai perantara untuk mempertemukan pemilik modal (investor) dengan pihak-pihak yang berupaya memperoleh tambahan dana melalui penjualan sahamnya, diharapkan mampu berfungsi secara optimal dalam menjembatani hubungan antara investor sebagai pemilik dana dengan perusahaan yang menjual sahamnya untuk membiayai kegiatan operasionalnya. Dengan adanya pasar modal, perusahaan tidak perlu lagi mengatasi masalah dana karena posisi yang dianggap tidak aman dapat diperbaiki dengan menarik dana dari masyarakat melalui pasar modal dengan menjual saham (Nugroho, 2008). Pasar modal di Indonesia dalam perkembangannya telah menunjukkan sebagai bagian dari instrumen perekonomian, dimana indikasi yang dihasilkannya banyak dipicu oleh para peneliti maupun prkatisi dalam melihat gambaran perekonomian Indonesia. Oleh karena itu komitmen Pemerintah Indonesia terhadap peran pasar modal tercermin dalam UU No.8 Tahun 1995 tentang pasar modal, dimana dinyatakan bahwa pasar modal mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional, sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat (Rustamadji, 2001:36). Sebagai salah satu instrumen perekonomian, maka pasar modal tidak terlepas dari pengaruh yang berkembang di lingkungannya, baik yang terjadi di lingkungan mikro yaitu peristiwa atau keadaan para emiten, seperti laporan kinerja, pembagian deviden, perubahan strategi perusahaan dalam rapat umum 4 pemegang saham akan menjadi informasi yang menarik bagi para investor di pasar modal. Di samping lingkungan ekonomi mikro, perubahan yang terjadi di lingkungan ekonomi makro juga dapat memberikan pengaruh terhadap pasar modal (Rustamadji, 2001:36). Menurut Budiantara (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pasar modal diantaranya adalah tingkat suku bunga dan fluktuasi nilai tukar rupiah. Tingkat suku bunga merupakan nilai yang sangat berpengaruh terhadap besarnya nilai sekarang dari pendapatan deviden di masa yang akan datang. Meningkatnya tingkat bunga akan menurunkan nilai sekarang dari pendapatan deviden di masa datang, sehingga kondisi ini akan mempengaruhi menurunnya harga saham di pasar modal. Sebaliknya, menurunnya tingkat bunga akan mendorong investasi dan aktivitas ekonomi, sehingga meningkatkan harga saham. Menurut Cahyono (2000:117) terdapat dua penjelasan mengapa kenaikan suku bunga dapat mendorong harga saham ke bawah. Pertama, kenaikan suku bunga mengubah peta hasil investasi. Kedua, kenaikan suku bunga akan memotong laba perusahaan. Hal ini terjadi dengan dua cara. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan beban bunga emiten, sehingga labanya bisa terpangkas. Selain itu, ketika suku bunga tinggi, biaya produksi akan meningkat dan harga produk akan lebih mahal sehingga konsumen mungkin akanmenunda pernbeliannya dan menyimpan dananya di bank. Akibatnya penjualanperusahaan menurun. Penurunan penjualan perusahaan dan laba akan menekan harga saham. 5 Sedangkan Suta berpendapat (Moch. Ludfi Habib, 2007: 44) “Kurang dari 0,5% dari rakyat Indonesia melakukan investasi pada saham dan obligasi, sedangkan 40 juta penduduk Indonesia telah telah membuka rekening di bank. Hal ini terjadi karena keuntungan investasi pada pasar modal tidak pasti, tergantung pada mekanisme pasar, maka investor lebih memilih berinvestasi yang dijamin pemerintah, apabila pada saat tingkat suku bunga sangat tinggi. Jadi besar atau kecilnya nilai tingkat bunga mempengaruhi volume perdagangan saham, karena tingkat suku bunga yang tinggi akan mempengaruhi para investor untuk lebih memilih berinvestasi dalam bentuk deposito dari pada dalam bentuk saham, begitu juga sebaliknya. Hal ini terjadi karena para investor lebih mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya atas dana yang telah diinvestasikan. Hubungan antara inflasi dan tingkat bunga dapat dijelaskan dengan persamaan Irving Fisher (Fisher Equation). Persamaan tersebut menjelaskan bahwa tingkat bunga riil adalah tingkat bunga nominal dikurangi dengan inflasi. Berdasarkan data empiris, tingkat inflasi selalu lebih tinggi dari suku bunga, akibatnya daya beli dari uang penabung atau deposan mengalami penurunan meskipun secara absolut jumlah uangnya sudah bertambah dengan adanya tambahan dari bunga yang diterimanya (www. amriamir.wordpress.com). Secara teoritis investasi pada saham dapat memberikan perlindungan nilai (hedge) yang baik dari pengaruh inflasi karena saham merupakan klaim terhadap aset-aset riil. Teori tersebut dikemukakan antara lain oleh Bodie 6 ("Common stocks as a hedge against inflation", Journal of Finance, 31, 459470, 1976) serta Fama dan Schwert ("Asset returns and inflation", Journal of Business, 55, 201-231, 1977). Berdasarkan teori tersebut, tingkat pengembalian riil dari saham seharusnya tidak terpengaruh oleh perubahan harga-harga barang dan jasa. Berlawanan dengan teori tersebut kenyataan empiris di Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa inflasi dan tingkat pengembalian investasi pada saham berkorelasi secara negatif dalam arti inflasi yang sangat tinggi cenderung disertai dengan tingkat pengembalian investasi pada saham yang rendah (Indrayadi, 2004). Hubungan antara jumlah uang beredar dengan inflasi dapat dijelaskan dengan teori kuatitas uang (quantity theory of money). Berdasarkan teori ini, jumlah uang yang beredar dalam suatu perekonomian menentukan nilai uang, sementara pertumbuhan jumlah uang beredar merupakan sebab utama terjadinya inflasi (www.docstoc.com). Menurut Mankiw (2003) hubungan inflasi dengan jumlah uang beredar tidak dapat dilihat dalam jangka pendek. Teori inflasi ini bekerja paling baik dalam jangka panjang, bukan dalam jangka panjang (www.docstoc.com). Nilai kurs dolar Amerika Serikat (USD) merupakan salah satu pilihan dari berbagai macam pilihan dalam berinvestasi. Kemudahan yang ditawarkan kepada para investor dengan pemenuhan fasilitas money changer yang memudahkan para investor untuk menginvestasikan dananya dan mencairkan dananya 7 Berinvestasi dengan dolar AS (USD) tidak memerlukan perantara dan mudah dipindah tangankan, kemudahan ini akan mempengaruhi para investor untuk memilih berinvestasi dalam dolar AS (USD) dari pada berinvestasi dalam saham, terutama pada saat nilai kurs dolar AS (USD) tinggi, tetapi pada saat nilai kurs dolar AS (USD) rendah para investor akan lebih memilih berinvestasi dalam saham dari pada dolar AS (USD), karena para investor lebih mengutamakan keuntungan atas dananya (Habib, 2007) Selain sebagai alternatif investasi, nilai tukar juga mempunyai peranan pada pasar modal. Krisis ekonomi pada tahun 1997 menunjukkan bahwa gejolak nilai tukar mempengaruhi pasar modal yang terlihat dari IHSG yang mulai mengalami penurunan. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar, peranan pasar modal sebagai alternatif pembiayaan dunia usaha mengalami penurunan, mengingat sebagian besar perusaahaan yang go public mempunyai hutang luar negeri dalam bentuk valuta asing. Di samping itu, produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan public tersebut banyak menggunakan bahan yang memiliki kandungan impor yang tinggi (Budiantara,2003). Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mencoba untuk mengetahui beberapa faktor makro ekonomi diantaranya tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah terhadap dolar Amerika dan jumlah uang beredar apakah menpunyai pengaruh secara bersama-sama ataupun secara individual terhadap volume perdagangan saham. 8 Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Moch. Ludfi Habib yang menggunakan SBI sebagai acuan untuk tingkat bunga, penelitian ini menggunakan BI rate sebagai acuan tingkat bunga dengan pertimbangan BI rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Selain itu, variabel bebas yang digunakan juga ditambahkan dengan tingkat inflasi dan jumlah uang beredar. Berdasarkan pertimbangan di atas maka penelitian ini mengambil judul “PENGARUH INFLASI, BI RATES, KURS RUPIAH, DAN JUMLAH UANG YANG BEREDAR TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan tingkat inflasi, BI Rates, nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika, dan jumlah uang beredar terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. 2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial tingkat inflasi, BI Rates, nilai tukar tupiah terhadap dolar amerika, dan jumlah uang beredar terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan dan manfaat penelitian ini adalah : 1. Tujuan Penelitian a. Menganalisa secara simultan pengaruh tingkat inflasi, BI rates, nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika, dan jumlah uang beredar terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. b. Menganalisa secara parsial pengaruh tingkat inflasi, BI rates, nilai tukar tupiah terhadap dolar amerika, dan jumlah uang beredar terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. 2. Manfaat Penelitian a. Bagi Penulis Untuk mengaplikasikan teori-teori ekonomi dan manajemen keuangan yang telah diperoleh dalam perkuliahan. b. Bagi Investor Dapat digunakan sebagai informasi tambahan mengenai pasar modal yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menanamkan investasinya di pasar modal. c. Bagi Akademisi Dapat menambah khasanah pustaka bagi pengetahuan khususnya dalam bidang pasar modal. 10 d. Bagi Pemerintah Dapat memberikan informasi tambahan dalam menentukan kebijakan dan kontribusinya yang dapat mempengaruhi pasar modal. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Saham Saham adalah bagian kepemilikan dalam suatu perusahaan. Secara garis besar saham dibagi menjadi dua, saham biasa (common stock) dan saham preferen (Prefered stock) (www.djlk.depkeu.go.id). Menurut Suad Husnan (2001:35) jika para pemodal membeli saham maka mereka membeli prospek perusahaan. Kalau prospek saham membaik, harga saham tersebut akan meningkat. Memiliki saham berarti memiliki perusahaan. Jika seseorang memiliki 1% dari seluruh saham yang diedarkan perusahaan, berarti kepemilikannya juga sebesar 1%. Jika perusahaan berkembang baik, maka nilai perusahaan tersebut mungkin meningkat. Sebagai akibatnya nilai investasi kita pada perusahaan tersebut mungkin akan meningkat juga. Dalam keadaan tersebut harga saham mungkin naik menjadi lebih tinggi dari harga pada waktu kita pertama kali membeli. Saham biasa memiliki beberapa karakteristik, diantaranya pemegang saham biasa mempunyai hak memilih dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) untuk keputusan-keputusan yang memerlukan pemungutan suara (Suad Husnan, 2001, 36). Pembagian deviden pemegang saham biasa akan dibayarkan bila perusahaan memperoleh laba (Habib, 2007) Selain itu 12 pemegang saham biasa mempunyai hak terakhir atas aset perusahaan apabila perusahaan mengalami kebangkrutan (www.djlk.depkeu.go.id). Sedangkan saham preferen sering disebut sebagai sekuritas hibrida / sekuritas campuran (hybrid security) karena ia memiliki banyak karakteristik baik dari saham maupun obligasi. Saham preferen sama dengan saham biasa karena ia tidak memiliki tanggal jatuh tempo yang ditetapkan, deviden yang tidak dibayarkan tidak akan menyebabkan kebangkrutan bagi perusahaan. Dan deviden tidak dapat mengurangi pembayaran pajak. Di lain pihak, saham preferen sama dengan obligasi karena jumlah devidennya memiliki batas tertentu. Ukuran deviden saham preferen biasanya tetap, baik sebagai jumlah nilai mata uang atau sebagai persentase nilai pari (Keown, 2001: 242). Selain itu karakteristik saham preferen adalah para pemegang saham preferen tidak mempunyai mempunyai hak suara dalam RUPS, tetapi mereka memiliki hak paling dahulu dalam memperoleh deviden dan memiliki hak pembayaran maksimun sebesar nilai nominal saham setelah kreditur apabila perusahaan dilikuidasi (Habib, 2007). Nilai saham dibagi menjadi tiga (Habib, 2007) yaitu: a. Nilai pari (par value) Nilai pari merupakan nilai nominal suatu saham. Perusahaan dapat menentukan nilai pari sebesar yang mereka inginkan. 13 b. Nilai buku (book value) Nilai buku pada saham merupakan nilai surat berharga yang ditunjukkan dalam neraca, dihitung dengan membagi jumlah saham yang beredar dari total kekayaan aset dikurangi semua hutang dan nilai saham preferen. c. Nilai Pasar(market vakue) Nilai pasar merupakan harga pasar pada saat aktiva diperdagangkan. 2. Volume Perdagangan Saham Kegiatan perdagangan saham tidak berbeda dengan perdagangan pada umumnya yang melibatkan penjual dan pembeli. Dari adanya perdagangan saham yang terjadi maka akan menghasilkan volume perdagangan saham. hal ini menyebabkan jumlah transaksi saham atau volume saham yang diperjual belikan dapat berubah-ubah setiap harinya (Fitra, 2007). Perdagangan suatu saham yang aktif, yaitu dengan volume perdagangan yang besar menunjukkan bahwa saham tersebut digemari oleh para investor yang berarti saham tersebut cepat diperdagangkan (Ambarwati, 2008). Volume perdagangan saham merupakan hal yang penting bagi seorang investor. Karena bagi investor volume perdagangan saham menggambarkan kondisi saham yang diperjual belikan di pasar modal. Bagi investor sebelum melakukan investasi atau penanaman modal hal terpenting adalah tingkat likuiditas dari suatu saham. Suatu saham dikatakan likuid jika saham tersebut setiap hari ada transaksi atau aktivitas perdagangan. Jika saham tersebut 14 likuid, maka mempunyai kecendrungan harganya akan naik atau bertahan lebih lama karena banyak dinilai oleh investor (Habib, 2007:43). Menurut Magdalena volume perdagangan saham adalah jumlah lembar saham yang diperdagangkan secara harian (Magdalena, 2004:26). Sedangkan Abdul Halim dan Nasuhi Hidayat (2000) mendefinisikan bahwa volume pedagangan (Vt) sebagai lembar saham yang diperdagangkan pada hari t. Perubahan volume perdagangan saham dapat menunjukkan baik tidaknya kondisi pasar modal bagi investor (Habib, 2007:43). Volume perdagangan saham diukur dengan melihat indikator aktivitas volume perdagangan (trading volume activity) dengan rumus : TVA = Saham Perusahaan i yang diperdagangakan pada waktu t Saham perusahaan i yang beredar (listing) pada waktu t TVA digunakan untuk melihat apakah preferensi investor secara individual menilai harga saham memiliki asosiasi positif atau negatif untuk membuat keputusan perdagangan saham (Wijaksono, 2007). Setelah TVA masing-masing sampel diketahui, rata-rata volume perdagangan relatif saham dapat dihitung dengan cara : n X TVA = ∑ TVA I I =1 n (Amilin, 2006). 15 3. Tingkat Inflasi Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga secara umum dan terus-menerus (Mandala Manurung, 2004:220). Sedangkan menurut Pratama Rahardja (2004:214) inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Menurut McConnell (2002:146) inflation is a rising general level of prices and is measured as a percentege change in a price index such as the CPI. Sedangkan Schilller (2000:130) berpendapat bahwa inflation is an increase in the average level prices of goods and services. Menurut Judisseno (2005:16) inflasi adalah suatu peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecendrungan akan naiknya harga barang-barang secara umum yang berarti terjadi penurunan nilai mata uang. Menurut Sadono Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan hargaharga umum yang berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya. Sedangkan tingkat inflasi adalah persentasi kenaikan hargaharga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya Dalam prakteknya, inflasi dapat diamati dengan melihat pergerakan / perubahan dari indeks harga, dengan menggunakan indeks harga tahun sebelumnya sebagai tahun dasar. Laju Inflasi = IHK t IHK t -1 x 100% IHK t -1 (Samuelson dan Nordhaus, 2005 : 668) 16 Menurut Dornbush (2004:39 – 41) beberapa indeks harga yang biasa digunakan untuk mengukur inflasi antara lain : a. Indeks harga konsumen (Consumer Price Index) The consumer price index measures the cost of buying a fixed basket of goods and services representative of the purchases of urban consumer. b. Indeks harga produsen (Producer Price Index) Producer price index is a measures of the cost of a given basket of goods. c. GDP deflator GDP deflator is the ratio of nominal GDP in a given year to real GDP of that year. Menurut Landsburg (Karim, 2008:136), metode pengukuran CPI dan PPI keduanya mempunyai kelemahan-kelemahan yang salah satunya adalah karena menggunakan kumpulan-kumpulan yang mewakili sebuah subset dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi oleh keseluruhan perekonomian sehingga indeks tersebut tidak merefleksikan secara akurat seluruh perubahan yang terjadi. Selain itu CPI dan PPI juga kurang dapat mengakomodasi barang dan jasa yang baru diciptakan walaupun kelompok dari subset barang dan jasa yang dipakai sebagai pengukur pada CPI dan PPI tersebut selalu direvisi dari waktu ke waktu. Para ekonom cenderung lebih senang menggunakan implicit gross domestic product / GDP Deflator untuk melakukan pengukuran tingkat inflasi. Perhitungan GDP deflator ini adalah : Implicit Price Deflator = Nominal GDP Real GDP x 100% 17 Menurut Erawati (2002), tingkat laju inflasi ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa yang mencerminkan perilaku para pelaku pasar atau masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut adalah ekspektasi terhadap laju inflasi di masa yang akan datang. Ekspektasi laju inflasi yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk mengalihkan aset finansial yang dimilikinya menjadi aset riil, seperti tanah, rumah, dan barang-barang konsumsi lainnya. Begitu juga sebaliknya ekspektasi laju inflasi yang rendah akan memberikan insentif terhadap masyarakat untuk menabung serta melakukan investasi pada sektor-sektor produktif. Inflasi dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis. Pertama berdasarkan atas derajat inflasi tersebut. Inflasi ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam inflasi, yaitu : a. Inflasi ringan (di bawah 10% setahun) b. Inflasi sedang (antara 10% - 30% setahun) c. Inflasi berat (antara 30% - 100% setahun) d. Hiperinflasi (di atas 100% setahun) Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar mutlak yang dapat mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada beberapa bagian dan golongan masyarakat mana yang terkena imbas dari inflasi yang sedang terjadi (Atmadja, 1999). 18 Kedua inflasi dapat dibedakan berdasarkan penyebab awal terjadinya inflasi, yaitu : a. Demand pull inflation yaitu inflasi yang disebabkan terlalu kuatnya peningkatan aggregaet demand masyarakat terhadap komoditi hasil produksi di pasar barang. Hal ini akan mengakibatkan kurva permintaan agregat akan tertarik ke arah kanan atas, sehingga akan mengkibatkan terjadinya excess demand, yang merupakan inflationary gap. Dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang biasanya akan diikuti dengan peningkatan output dengan asumsi bila perekonomian belum mencapai kondisi full employment (Atmadja, 1999). b. Cost push inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh kurva aggregaet supply bergeser ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan kurva aggregaet supply ini bergeser adalah meningkatnya harga faktor-faktor produksi baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri di pasar faktor produksi. Hal ini akan menyebabkan kenaikan harga komoditi di pasar komoditi. Dalam kasus cost push inflation kenaikan harga seringkali diikuti dengan kelesuan usaha (Atmadja, 1999). Ketiga inflasi dapat dibedakan berdasarkan asal dari inflasi tersebut (wartawarga.gunadarma.ac.id). Inflasi jenis ini dibagi menjadi dua, yaitu : a. Domestic inflation (inflasi yang berasal dari dalam negeri), yaitu inflasi yang disebabkan oleh kesalahan pengelolaan ekonomi baik di sektor riil maupun di sektor moneter oleh para pelaku ekonomi. 19 b. Imported inflation (inflasi yang berasal dari luar negeri), yaitu inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga-harga di luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan). Terlepas dari pengelompokan-pengelompokan inflasi tersebut, pada kenyataannya inflasi yang terjadi pada suatu negara jarang yang disebabkan oleh satu jenis inflasi saja. Hal ini disebabkan karena dalam suatu sistem perekonomian negara tidak ada faktor-faktor ekonomi ataupun para pelaku ekonomi yang benar-benar memiliki hubungan yang independen. Ada 4 teori yang membahas tentang inflasi (Atmadja, 1999) yaitu : a. Teori Kuantitas Teori kuantitas adalah teori yang pertama kali membahas tentang inflasi. Dalam perkembangannya teori ini mendapat penyempurnaan oleh para ahli universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai monetarist models. Teori ini menyatakan bahwa penyebab utama terjadinya inflasi adalah bertambahnya jumlah uang beredar dan ekspektasi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang. b. Keynesian Model Teori keynes menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan agregat melebihi jumlah barang yang tersedia (penawaran agregat). Hal ini akan mengakibatkan terjadinya inflationary gap. Keterbatasan jumlah ketersediaan barang ini terjadi karena dalam 20 jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Proses inflasi akan terus berkelanjutan selama inflationary gap masih tetap ada. Hal ini terjadi karena keadaan daya beli masyarkat yang tidak sama (heterogen). Selanjutnya akan terjadi realokasi barang-barang yang tersedia dari masyarakat yang berdaya beli rendah kepada masyarakat yang berdaya beli tinggi. Hal ini akan terus berlangsung, sampai salah satu golongan masyarakat tidak lagi memiliki daya beli untuk membiayai pembelian barang yang ada pada tingkat harga yang berlaku. Sehingga permintaan agregat tidak lagi melebihi penawaran agregat (inflationary gap menghilang). c. Mark-up Model Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen (cost of production dan profit margin). Hubungan antara dua komponen ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut : Price = Cost + Profit Margin Karena besarnya profit margin telah ditentukan sebagai suatu persentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat dijabarkan menjadi : Price = Cost + ( a% x Cost ) 21 Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponenkomponen yang menyusun cost of production dan kenaikan pada profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan harga jual pada komoditi di pasar. d. Teori Struktural Teori sruktural adalah teori inflasi jangka panjang karena teori ini menyoroti sebab-sebab inflasi yang bukan semata-mata fenomena moneter, tetapi juga berasal dari kekuatan struktur ekonomi. Hal ini umumnya terjadi di negara-negara yang sedang berkembang yang umumnya masih bercorak agraris. Sehingga goncangan ekonomi yang berasal dari dalam negeri atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. Menurut Indrayadi (2004) Inflasi merupakan suatu indikator ekonomi makro yang menggambarkan kenaikan harga-harga barang dan jasa dalam suatu periode tertentu. Bagi sebuah negara, keadaan perekonomian yang baik umumnya diwakili dengan tingkat inflasi yang relatif rendah dan terkendali. Adanya inflasi akan berdampak besar terhadap perekonomian suatu negara. Pada saat terjadi inflasi harga barang cenderung naik. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan. Peningkatan biaya produksi akan mengakibatkan harga jual produk meningkat, sehingga akan mengurangi kuatitas produk yang dijual dan akibatnya laba akan menurun. 22 Menurut Atmaja (1999), faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya inflasi di Indonesia adalah jumlah uang beredar. Di Indonesia, jumlah uang beredar lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow money (M1) karena masih ada anggapan bahwa uang kuasi hanya merupakan likuiditas perbankan. Faktor kedua adalah defisit anggaran belanja pemerintah yang banyak sekali menyangkut tentang struktural ekonomi Indonesia karena mendorong permintaan agregat. Faktor ketiga adalah penawaran agregat dan luar negeri. Kelambanan faktor penawaran agregat disebabkan oleh adanya hambatan struktural yang ada di Indonesia. Harga pangan merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Umumnya laju penawaran bahan pangan tidak dapat mengimbangi permintaannya, sehingga menyebabkan excess demand. Sedangkan disisi lain metode dan teknologi yang digunakan masih kurang canggih dan tidak maksimal. 3. BI Rate BI rates menurut Bank Indonesia adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik (www.bi.go.id). BI rates diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter (www.bi.go.id). 23 Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan (www.bi.go.id). Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan (www.bi.go.id). Menurut Laksmono (2001) nilai suku bunga domestik di Indonesia sangat terkait dengan suku bunga internasional. Hal ini disebabkan oleh akses pasar keuangan domestik terhadap pasar keuangan internasional dan kebijakan nilai tukar yang kurang fleksibel. Pengertian dasar dari teori tingkat suku bunga yaitu harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Bunga merupakan imbalan atas ketidaknyamanan karena melepas uang, dengan demikian bunga adalah harga kredit. Tingkat suku bunga berkaitan denga peranan waktu didalam kegiatankegiatan ekonomi. Tingkat suku bunga muncul dari kegemaran untuk mempunyai uang sekarang (Kurniawan, 2004). Menurut Darmawi (2006:181) tingkat bunga merupakan harga yang harus dibayar oleh peminjam untuk memperoleh dana dari pemberi pinjaman 24 untuk jangka waktu yang disepakati. Dengan kata lain, tingkat bunga dalam hal ini merupakan harga dari kredit. Namun harga itu tidak sama dengan harga barang di pasar komoditi karena tingkat bunga sesungguhnya merupakan suatu angka perbandingan, yaitu jumlah biaya pinjaman dibagi jumlah uang yang sesungguhnya dipinjam, biasanya dinyatakan dalam persentase per tahun. Suku bunga terdiri dari suku bunga riil dan suku bunga nominal. Mankiw (2003:89) menyatakan bahwa “the nominal interest rate is sum of the real interest rate and the inflation rate”. Suku bunga nominal adalah jumlah suku bunga riil ditambah laju inflasi, yang dapat dirumuskan sebagai berikut : r=i–π dimana : r = suku bunga riil i = suku bunga nominal π = laju inflasi Tingkat bunga nominal adalah tingkat bunga yang digunakan sebagai ukuran untuk menentukan besarnya bunga yang harus dibayar oleh pihak peminjam dana. Sedangkan tingkat bunga riil menunjukkan persentasi dari nilai riil modal ditambah bunganya dalam setahun, dinyatakan sebagai persentasi dari nilai riil modal sebelum dibungakan (Sukirno, 2000: 386). Sedangkan Sjahrial (2006:7) menyatakan bahwa tingkat bunga adalah kompensasi yang dibayarkan oleh peminjam kepada yang memberikan pinjaman. Dari sudut peminjam merupakan biaya dari dana yang mereka pinjam. 25 Menurut Laksmono (2001), ada tiga teori yang menjelaskan hubungan antara suku bunga yang berbeda jangka waktu. Yang pertama Segmented Market Theory, mengatakan bahwa masing-masing instrumen dengan jangka waktu berbeda ditentukan oleh pasar yang berbeda dengan permintaan dan pasokan pasar yang berbeda. Kedua Expectation Theory menganggap instrumen jangka waktu berbeda dapat saling berganti secara sempurna. Suku bunga merupakan rata-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek selama periode instrumen jangka panjang. Ketiga Preferred Habitat Theory mengatakan bahwa suku bunga jangka panjang merupakan rata-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek sepanjang periode instrumen jangka panjang ditambah dengan liquidity premium yang besarnya tergantung pada kondisi penawaran dan permintaan saat itu. Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang faktor-faktor apa yang menentukan tingkat bunga di dalam sistem finansial (Darmawi, 2006:182). Diantaranya adalah : a. Teori klasik tentang tingkat bunga (the classical theory of interest rate) b. Teori preferensi likuiditas (the liquidity preference theory) c. The loanable fund theory of interest rate d. The rational expectation theory Masing-masing teori tentang penentuan tingkat bunga, melihat lebih dalam dalam berfungsinya sistem finansial. Menurut pandangan ahli ekonomi klasik, tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran tabungan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.1. 26 S r1 E1 r0 S1 E0 r2 E2 I1 I 0 I0 I2 I1 Gambar 2.1. pandangan klasik dalam menentukan tingkat bunga Kurva S adalah kurva penawaran dana modal / tabungan (saving) sedangkan kurva I adalah kurva permintaan dana modal (investation). Keseimbangan terjadi di titik E0 dan ini menunjukkan bahwa jumlah dana yang akan diinvestasikan adalah I0, dan tingkat bunga adalah r0. Jika permintaan dana berubah dari I0 ke I1 sedangkan penawaran modal tetap, maka titik keseimbangan akan bergeser ke E1. Hal ini berarti tingkat bunga naik dari r0 menjadi r1. Dan jika permintaan dana tetap sebesar I tetapi penawaran dana naik dari S menjadi S1, maka titik keseimbangan akan bergeser ke E2. Dengan demikian perubahan tersebut menyebabkan tingkat bunga turun dari r0 menjadi r2 (Sukirno, 2000:383). Sedangkan menurut teori preferensi likuiditas, suku bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang. Teori ini disebut teori suku bunga Keynes. Teori suku bunga Keynes menyatakan bahwa permintaan uang oleh masyarakat mempunyai tiga motivasi / tujuan, yaitu motif untuk bertransaksi, motif untuk berjaga-jaga, dan motif untuk berspekulasi. 27 Penentuan tingkat bunga yang dikemukakan oleh Keynes dapat dilihat dalam gambar 2.2. r0 r1 LP 0 M0 M1 Gambar 2.2 Pandangan Keynes mengenai tingkat bunga Kurva LP adalah kurva preferensi likuiditas, yang mengambarkan permintaan atas uang. Permintaan uang untuk motif transaksi dan untuk motif berjagajaga, tergantung kepada pendapatan masyarakat. Semakin tinggi pendapatan masyarakat, semakin tinggi pula permintaan uang untuk kedua motif tersebut. Sedangkan permintaan uang untuk motif spekulasi tergantung dengan tingkat bunga. Pada saat tingkat bunga tinggi, maka hanya sedikit uang yang ditahan masyarakat untuk spekulasi. Sedangkan pada saat tingkat bunga rendah, lebih banyak uang yang dipegang masyarakat (tidak dispekulasikan). Kurva M0 dan M1 adalah jumlah uang yang beredar, dan bentuknya adalah inelastis sempurna karena pada periode tertentu jumlah uang adalah tetap. Di dalam gambar 2.2 ditunjukkan pada waktu jumlah uang M0 tingkat bunga adalah r0, dan pada waktu jumlah uang M1 tingkaat bunga adalah r1. hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah uang yang beredar maka semakin rendah tingkat bunga (Sukirno, 2000:384). 28 The loanable fund theory of interest rate adalah harga dari dana investasi, dengan demikian bunga adalah harga yang terjadi di pasar dan investasi. Sedangakan The rational expectation theory menekankan peranan yang dimainkan oleh pengharapan masyarkat yang berkenaan dengan tingkat bunga dan perekonomian serta oleh dampak infoemasi terbaru dalam mengerakan tingkat bunga ke suatu ekuilibrium (Darmawi, 2006:182). Dengan demikian, tingkat bunga merupakan biaya modal yang dipandang sebagai indikator pengaruh kebijakan moneter, terhadap keseimbangan pendapatan (sektor riil). Menurut Sadono Sukirno (2002: 385) di dalam teori, analisis mengenai penentuan tingkat bunga selalu menanggap bahwa dalam perekonomian hanya terdapat satu tingkat bunga. Namun, dalam kenyataan keadaannya sangat berbeda. Tingkat bunga pinjaman pemerintah berbeda dengan tingkat bunga yang dibayarkan kepada konsumen. Dan bank mengenakan tingkat bunga yang berbeda-beda kepada para nasabahnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : a. Perbedaan resiko b. Jangka waktu pinjaman c. Biaya administrasi pinjaman Menurut Hermawan Darmawi (2006:188) tingkat suku bunga merupakan salah satu indikator moneter yang mempunyai dampak dalam berbagai kegiatan perekonomian sebagai berikut : 29 a. Tingkat suku bunga akan mempengaruhi keputusan melakukan investasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. b. Tingkat suku bunga juga akan mempengaruhi pengambilan keputusan pemilik modal apakah ia akan berivestasi pada real assets ataukah pada financial assets. c. Tingkat suku bunga akan mempengaruhi kelangsungan usaha pihak bank dan lembaga keuangan lainnya. d. Tingkat suku bunga dapat mempengaruhi volume uang beredar. 4. Kurs Rupiah Kurs memainkan peranan yang amat penting dalam keputusankeputusan pembelanjaan, karena kurs memungkinkan bagi kita untuk menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara kedalam satu bahasa yang sama. (Krugman, 2000:40). Menurut Mansur (2009) Kurs valuta asing adalah salah satu alat pengukur yang digunakan dalam menilai kekuatan suatu perekonomian. Kurs menunjukkan banyaknya uang dalam negeri yang diperlukan untuk membeli satu unit valuta asing tertentu. Sadono Sukirno (2004:197), menjelaskan bahwa kurs valuta asing dapat di definisikan sebagai nilai seunit valuta (mata uang) asing apabila ditukarkan dengan mata uang dalam negeri. 30 Bank Indonesia (2003:69) menyatakan bahwa nilai tukar suatu mata uang didefinisikan sebagai harga relatif dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Menurut Mankiw (2003:127) nilai tukar antar dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Nilai tukar dibagi menjadi dua nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. The Nominal Exchange rate is the relative price of the currency of two countries (Mankiw, 2003:127). Sedangkan the real exchange rate is the relative price of the goods at two countries. Perubahan nilai tukar nominal akan diikuti oleh perubahan harga yang sama yang mejadikan perubahan tersebut tidak berpengaruh terhadap posisi persaingan relatif antar perusahaan domestik dengan pesaingnya di luar negeri, dan tidak ada pengaruhnya terhadap aliran kas. Sedangkan perubahan nilai tukar riil akan menyebabkan perubahan harga relatif (perubahan perbandingan antara harga barang domestik dengan barang luar negeri). Dengan demikian perubahan tersebut akan mempengaruhi daya saing barang domestik. Menurut BI (2003:69) dalam menentukan nilai tukar mata uang asing dikenal tiga sistem dan diterapkan disemua negara di dunia ini yaitu sistem kurs tetap (fixed exchange rates), kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rates) dan kurs mengambang bebas (free floating exchange rates). 31 Dalam sistem kurs tetap, pemerintah menetapkan nilai tukar mata uang dalam negeri secara tetap terhadap nilai tukar mata uang lain. Sedangkan dalam kurs mengambang terkendali, kurs bergerak sesuai dengan perkembangan pasar (berdasarkan permintaan dan penawaran). Akan tetapi pemerintah menetapkan batas dari perubahan kurs tersebut. Dalam sistem kurs bebas nilai tukar suatu mata uang tidak dapat dipengaruhi oleh pemerintah melalui suatu tingkatan tertentu, maupun melalui intervensi langsung di pasar valuta asing. Oleh karena itu pada sistem kurs bebas ini fluktuasi yang terjadi cukup besar jika dibandingkan kurs mengambang terkendali. Menurut Madura (2000), penentuan nilai tukar mata uang dalam sistem mengambang bebas ditentukan oleh mekanisme pasar, dengan demikian hal itu akan sangat bergantung pada kekuatan faktor-faktor ekonomi yang diduga dapat mempengaruhi kondisi permintaan da penawaran valuta asing di pasar valuta asing. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah perbedaan tingkat inflasi, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat pendapatan nasional antar kedua negara tersebut. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing akan sangat mempengaruhi iklim investasi dalam negeri, terutama pasar modal. Misalnya ketika terjadi apresiasi kurs rupiah, akan berdampak pada perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam persaingan harga. Sebaliknya, bila terjadi depresiasi rupiah, akan berdampak pada perusahaanperusahaan go public, terutama yang menggantungan faktor produksi terhadap 32 bahan-bahan impor, sehingga biaya produksi meningkat, laba yang diperoleh menurun dan berakibat jatuhnya harga saham perusahaan tersebut (Fahrudin, 2006). Perkiraan nilai tukar uang yang benar merupakan salah satu tujuan utama pelaku pasar. Hal ini disebabkan oleh besarnya pengaruh pergerakan nilai tukar uang terhadap kegiatan bisnis dan investasi, serta pembuatan kebijaksanaan. Para ekonom menawarkan berbagai teori yang coba menjelaskan bagaimana nilai tukar uang itu ditentukan. Hasil studi empiris menjelaskan bahwa model-model yang berdasarkan pendekatan teori fundamental sangat bermanfaat untuk menjelaskan pergerakan dan tren nilai tukar uang dalam jangka panjang, tetapi belum dapat menjelaskan pergerakan jangka pendek dan menengah. Bahkan, studi empiris memperlihatkan bahwa pergerakan nilai tukar uang jangka pendek merupakan pergerakan acak (random walk) yang sulit diramalkan. Pendekatan teknikal atau model berdasarkan tren melalui grafik dapat memberikan prediksi yang lebih tepat untuk jangka pendek. Metode ini sangat populer dalam perdagangan valuta asing jangka pendek. Namun, bergantung sepenuhnya pada pendekatan teknikal dalam memprediksi nilai tukar uang bukanlah tanpa resiko. Oleh karena itu, pendekatan ideal dalam memprediksi nilai tukar uang adalah dengan menggabungkan pendekatan fundamental yang memberikan 33 keuntungan jangka panjang dan pendekatan teknikal yang memberikan keuntungan jangka pendek. Salah satu pendekatan paling konservatif dan paling banyak dipakai para ekonom dalam menentukan nilai tukar uang untuk jangka panjang adalah berdasarkan paritas daya beli (Purchasing Power Parity / PPP) (Pardede, 1999). Menurut Shapiro (1996:820) Purchasing power parity is the notion that the ratio between domestic and foreign price level should equal the equilibrium exchange rate between domestic and foreign currencies. Shapiro berusaha menjelaskan bahwa paritas daya beli merupakan persamaan yang menyatakan bahwa rasio tingkat harga domestik dan luar negeri seharusnya sama dengan tingkat ekuilibrium nilai tukar mata uang domestik dan luar negeri. Purchasing Power Parity diperkenalkan oleh ahli ekonomi Swedia bernama Gustav Cassel pada tahun 1918 (dalam versi relatifnya) mengatakan bahwa ekspektasi perubahan kurs adalah perbedaan dalam ekspektasi tingkat inflasi pada negara-negara tersebut (kurs suatu mata uang dengan mata uang lainnya ditentukan oleh purchasing power dari masing-masing mata uang yang diperbandingkan da karenanya nilai tukar/kurs tersebut akan bergerak pada arah yang ditentukan oleh perbedaan tingkat inflasi dari negara-negara tersebut). Atau nilai tukar mata uang terhadap lainnya akan menyesuaikan diri untuk merefleksikan perubahan-perubahan dalam tingkat harga dari kedua negara tersebut. 34 Menurut Salvatore (1997:43), pada dasarnya teori paritas daya beli adalah sebuah cara untuk meramalkankurs keseimbangan, jika suatu negara mengalami ketidakseimbangan nilai impor dan ekspor. Jadi jika nilai impor lebih besar daripada nilai ekspornya (defisit) maka mata uang negera tersebut akan mengalami depresiasi atau kurs melemah. Sedangkan Haryanto (2000) berpendapat bahwa teori paritas daya beli menjelaskan pergerakan kurs antara mata uang dua negara disebabkan oleh tingkat harga masing-masing negara. Dalam jangka panjang, tingkat harga tingkat harga domestik akan mempengaruhi pembentukan suatu kurs. Teori paritas daya beli memprediksi bahwa kenaikan tingkat harga domestik mencerminkan adanya penurunan daya beli mata uang domestik. Penurunan daya beli mata uang tersebut akan diikuti dengan terdepresiasinya mata uang. Demikian pula sebaliknya, kenaikan daya beli mata uang domestik mencerminkan terjadinya apresiasi mata uang tersebut secara proporsional dalam pasar valuta asing. Adanya depresiasi ataupun apresiasi mata uang ini menyebabkan terjadinya keseimbangan dalam perdagangan internasional. Jadi, suatu negara tidak akan mengalami kelebihan impor atau ekspor Sasana (2004) menyatakan beberapa hal yang perlu ditekankan dari teori paritas daya beli adalah pertama masalah dasar dari paritas daya beli, yakni proporsionalitas tingkat harga dan nilai tukar hanya terjadi jika penyebab goncangan yang mengubah tingkat harga dari nilai tukar merupakan suatu goncangan moneter. Kedua, teori paritas daya beli tersebut tidak kerja seketika, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga dapat 35 dikatakan bahwa teori tersebut menunjukkan hubungan keseimbangan jangka panjang antara nilai tukar dengan tingkat harga. Teori paritas daya beli memiliki dua versi, yaitu versi absolut dan versi relatif. Teori paritas daya beli absolut mengatakan bahwa kurs ekuilibrium sama dengan rasio tingkat harga yang berlaku di kedua negara yang terkait. Sedangkan versi relatifnya menyatakan bahwa perubahan kurs dalam jangka waktu tertentu akan bersifat proporsional atau sebanding besarnya terhadap perubahan tingkat harga yang berlaku di kedua negara selama periode yang sama. Jadi, paritas daya beli relatif mengubah versi absolutnya, dari sebuah pernyataan mengenai tingkatan harga dan kurs menjadi perubahan harga dan kurs (Salvatore, 1997:126). Menurut Pardede (1999), versi paritas daya beli absolut nilai keseimbangan dari suatu nilai tukar ditentukan oleh rasio antara harga-harga dalam negeri, yang diformulasikan sebagai berikut : P P∗ E= Dimana : E = nilai keseimbangan mata uang P = harga-harga dalam negeri P* = harga-harga luar negeri Karena banyaknya kelemahan-kelemahan yang disebabkan asumsiasumsi yang tidak realistis dalam versi paritas daya beli absolut, maka terbentuklah versi relatifnya, yang diformulasikan sebagai berikut : Rab1 = (Pa1 (Pb1 Pa 0 ) x Rab0 Pb 0 ) 36 Dimana : Rab1 dan 0 = kurs negara A terhadap negara B pada periode 1 dan 0 Pa1 dan 0 = Indeks harga konsumen negara A pada periode 1 dan 0 Pb1 dan 0 = Indeks harga konsumen negara B pada periode 1 dan 0 Berbagai pengujian empiris membuktikan bahwa versi relatif paritas daya beli dapat memberikan perkiraan yang cukup baik dalam jangka panjang dan dalam berbagai kasus terjadinya gangguan moneter murni, seperti lonjakan inflasi dan sebagainya (Salvatore, 1997:133). 5. Jumlah Uang Beredar Definisi tentang uang sangat sulit untuk dibuat, karena pengertian dan definisi tentang uang selalu berubah dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perekonomian. Dengan kata lain pengertian uang merupakan manifestasi dari proses penyesuaian manusia terhadap kemajuan hidupnya. Di masyarakat yang perekonomiannya relatif lebih maju pengertian uang akan lebih luas dan kompleks daripada yang perekonomiannya masyarakatnya lebih rendah (Manurung, 2004:2). Namun, para ahli ekonomi umumnya sepakat definisi paling universal tentang uang adalah sesuatu (benda) yang diterima / diakui secara umum dalam proses pertukaran barang dan jasa. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa uang bisa saja berbentuk segala sesuatu, tapi tidak semua benda merupakan uang. Syarat utama agar semua benda dapat digunakan 37 sebagai uang adalah benda tersebut harus diterima secara umum (Manurung, 2004:3). Menurut Oktavia (www.docstoc.com), nilai uang ditentukan oleh supply dan demand terhadap uang. Sementara itu, jumlah uang yang diminta ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah tingkat harga rata-rata dalam perekonomian. Jumlah uang yang dimminta oleh masyarakat untuk melakukan transaksi tergantung pada tingkat harga barang dan jasa yang tersedia. Semakin tinggi tingkat harga semakin besar jumlah uang yang diminta. Dan sebaliknya, semakin rendah tingkat harga semakin sedikit jumlah uang yang diminta. Dengan kata lain tingkat harga ditentukan dan berubah sejalan dengan perubahan jumlah uang beredar. Hal ini sering disebut teori kuantitas uang (quantity theory of money). Pada awalnya teori ini tidak dimaksudkan untuk menjelaskan mengapa seseorang menyimpan uang kas, tetapi lebih pada peranan dari uang. Irving Fisher merumuskan teori kuatitas uang sebagai berikut : M.V = P.T Dimana : M = Jumlah Uang beredar V = Perputaran Uang P = Harga Barang T = Volume Barang Yang Diperdagangkan (Nusantara, 2002). Menurut Manurung (2004:13) pengertian jumlah uang yang beredar adalah uang yang berada di tangan masyarakat. Tetapi definisi ini terus berkembang. Sama dengan pengertian uang, pengertian jumlah uang yang 38 beredar dalam perekonomian negara maju dan negara yang sedang berkembang berbeda. Namun setidaknya ada dua definisi jumlah uang beredar yang banyak dipakai, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Kedua definisi tersebut disusun berdasarkan dua pendekatan yaitu pendekatan transaksional (transactional approach) dan pendekatan likuiditas (liquidity approach). Pendekatan transaksional memandang jumlah uang yang beredar adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk kepentingan transaksi. Dalam prakteknya, pendekatan tersebut digunakan untuk menghitung jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money), atau yang dikenal dengan M1. Di Indonesia yang mencakup M1 adalah uang kartal dan uang giral. Sedangkan pendekatan likuiditas mendefinisikan jumlah uang beredar adalah jumlah uang untuk kebutuhan transaksi ditambah uang kuasi. Dalam prakteknya, pendekatan ini digunakan untuk menghitung uang beredar dalam arti luas (broad money, yang dikenal sebagai M2 yang terdiri atas M1 ditambah dengan uang kuasi. Di Indonesia, yang dimaksud dengan uang kuasi adalah simpanan rupiah dan valuta asing milik penduduk pada sistem moneter yang sementara waktu kehilangan fungsinya sebagai alat tukar. Menurut Nusantara (2002), uang kuasi merupakan jenis uang yang tidak dapat dipakai setiap saat dalam pembayarannya karena keterikatan waktu, yaitu deposito berjangka. Yang perkembangannya berdasarkan laporan Bank Indonesia terdiri dari : 39 a. Deposito berjangka dan sertifikat deposito dalam rupiah (merupakan uang yang kehilangan untuk sementara fungsinya sebagai alat tukar menukar). b. Tabungan (yaitu uang yang tidak sepenuhnya likuid). c. Rekening giro dalam valuta asing (aktiva yang dapat memenuhi fungsinya sebagai alat tukar tetapi diterima hanya di lingkungan terbatas). d. Deposito berjangka dalam valuta asing (aktiva yang hanya dapat memenuhi fungsi uang sebagai penyimpan daya beli) e. Tabungan dalam valuta asing (aktiva yang sifat likuidnya lebih rendah dari kartal dan uang giral). Jadi uang kuasi merupakan aktiva milik sektor swasta domestik yang hanya dapat dipakai memenuhi sebagian saja dari fungsi uang. Fungsi uang yang tidak terpenuhi adalah sebagai media pertukaran. Selain itu uang quasi dapat pula merupakan uang yang untuk sementara kehilangan sebagian dari fungsinya atau uang yang tidak seluruhnya likuid. Menurut McConnell (2002:247) M2 adalah M1 plus saving deposits, including money market deposit accounts, small (less than $100.000) time deposits, and money market mutual fund balance. Menurut Muh. Fahrudin (2006), perubahan jumlah uang beredar di masyarakat ditentukan olah hasil interaksi antara masyarakat, lambaga keuangan, dan masyarakat. Jumlah uang beredar adalah hasil kali uang primer (monetary base) dengan penganda uang (money multiplier). Jumlah uang beredar juga mempunyai keterikatan dengan suku bunga deposito. Semakin 40 banyak jumlah uang yang beredar di masyarakat, investasi menjadi lebih menrik bila dibandingkan dengan menyimpan dalam bentuk tabungan. Menurut Siringoringo (2003), jumlah uang beredar biasa disebut juga dengan penawaran uang. Penawaran uang dalam suatu kurun waktu tertentu sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Jumlah uang beredar merupakan variabel ekonomi agregatif yang dipengaruhi beberapa faktor. Pemerintah dalam suatu negara mempunyai tugas untuk menjaga perekonomian dalam keadaan stabil. Jumlah uang yang beredar di masyarakat dapat dipengaruhi oleh pemerintah melalui kebijakan moneter. Empat cara yang dapat digunakan pemerintah yaitu melalui kebijakan diskonto, operasi pasar terbuka, manipulasi rasio simpanan legal (legal reserve), dan kontrol kredit selektif (Siringoringo, 2003). B. Penelitian Terdahulu Mansur (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat suku bunga SBI dan kurs dolar AS terhadap indeks harga saham gabungan bursa efek jakarta periode tahun 2000 – 2002. Dengan menggunakan analisis jalur menunjukkan bahwa secara bersama-sama tingkat suku bunga SBI dan kurs dolar memberikan pengaruh yang signifikan terhadap IHSG. Tetapi secara individual hanya variabel kurs dolar yang memberikan pengaruh yang signifikan dengan arah hubungan yang negatif. 41 Habib (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat bunga SBI dan nilai kurs dolar AS terhadap volume perdagangan saham di BEJ dengan periode penelitian tahun 2003 – 2005. Dengan menggunakan metode analisis linier berganda menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat suku bunga SBI akan menyebabkan penurunan volume perdagangan saham. Dan semakin tinggi kurs dolar akan meyebabkan kenaikan volume perdagangan saham. Penelitian yang dilakukan Wijaksono (2007), menguji pengaruh right issue terhadap return saham dan volume perdagangan saham perusahaan di Bursa Efek Jakarta menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara aktivitas volume perdagangan sebelum dan sesudah pengumuman right issue, hal ini menunjukkan bahwa pengumuman right issue tidak mempunyai kandungan informasi yang dapat meningkatkan volume perdagangan secara signifikan. Penelitian yang dilakukan Fahrudin Z. (2006), menguji pengaruh inflasi, jumlah uang yang beredar, exchange rates dan interest rates terhadap indeks JII pada tahun 2002 – 2005. Dengan metode OLS (Ordinary Least Square) dan model regresi berganda menyimpulkan bahwa kenaikan inflasi akan menaikkan indeks JII dan jumlah uang yang beredar mempunyai pengaruh yang positif terhadap JII. Budilaksono (2005), meneliti tentang pengaruh nilai tukar rupiah, kepemilikan saham oleh investor asing dan SBI terhadap pergerakan IHSG di 42 BEJ menyimpulkan bahwa variabel nilai tukar rupiah dan SBI kurang signifikan mempengaruhi pergerakan IHSG. Penelitian Budiantara (2003) dengan judul hubungan antara fluktuasi nilai tukar rupiah, suku bunga, dan harga saham industri manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang kurs rupiah dan suku bunga deposito tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham industry manufaktur. C. Kerangka Pemikiran Penelitian ini menganalisis pengaruh tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI, jumlah uang yang beredar, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan tingkat pendapatan nasional terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. Untuk mengetahui pengaruh tersebut digunakan teknik analisis regresi linier berganda. Selain itu juga dilakukan pegujian persyaratan analisis (uji asumsi klasik) yakni normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedasitas. Setelah melakukan langlah-langkat tersebut dilakukan uji signifikansi model, yakni dengan melakukan uji F, uji t, dan koefisiensi determinasi (R2). Uji F dilakukan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen maupun mempengaruhi variabel dependen secara simultan ( bersama-sama) . sedangkan uji T dilakukan untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu). Selain itu 43 uji koefisien determinasi (R2) ditujukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependennya yang dilihat melalui adjusted R square karena variabel independen dalam penelitian ini lebih dari dua. Secara skematis alur pikir penelitian ini dapat terlihat pada gambar berikut. Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pemikiran Tingkat inflasi Jml uang Yg beredar Bi rate Nilai tukar rupiah terhadap US$ Volume Perdagangan Saham Di BEI Uji Normalitas Uji Asumsi Klasik Analsis Regresi Linier Berganda Uji F Uji t Interpretasi 44 D. Hipotesis 1. H0:β = 0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah dan jumlah uang yang beredar terhadap volume perdagangan saham di Indonesia. Ha:β ≠ 0 : terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah dan jumlah uang yang beredar, terhadap volume perdagangan saham di Indonesia. 2. H0:β = 0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah dan jumlah uang yang beredar terhadap volume perdagangan saham di Indonesia. Ha:β ≠ 0 : terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah dan jumlah uang yang beredar, terhadap volume perdagangan saham di Indonesia. 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah, dan jumlah uang beredar, terhadap volume perdagangan saham di Indonesia selama periode Januari 2006 sampai dengan Desember 2009. B. Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah tingkat inflasi, BI Rates, jumlah uang beredar, Kurs Rupiah, dan volume perdagangan saham. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah data bulanan selama 5 tahun, mulai dari Januari 2006 sampai dengan Desember 2009 dari data tingkat inflasi, BI Rate, jumlah uang yang beredar, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan volume perdagangan saham perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. C. Metode Pengumpulan Data Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder runtun waktu (time series) dari bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2009 yang bersumber dari Bank Indonesia, Biro Pusat Statistik, dan Bursa Efek Indonesia. 46 D. Metode Analisis 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel dependent, variabel independent atau keduanya terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang disribusi datanya normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah data terdisribusi normal atau tidak, dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu metode menguji normalitas data adalah dengan melihat grafik Normal Probabilty Plot. Menurut Singgih Santoso (2000: 214) untuk melakukan pengujian normalitas data dapat dilihat dari penyebaran data pada sumbu diagonal dari grafik. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model tersebtu memenuhi asumsi normalitas. Sebaliknya jika data menyebar menjauhi garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas. Selain itu untuk menguji normalitas data dapat pula dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov. Jika nilai K-S kurang dari nilai tabel atau nilai 2 tailed p lebih besar dari α berarti data adalah normal. Jika nilai K-S lebih dari nilai tabel atau nilai 2 tailed p lebih kecil dari α berarti data tidak normal. 47 2. Uji Asumsi Klasik Dalam penggunaan analisis regresi agar menunjukkan hubungan yang valid atau tidak bias maka perlu pengujian asumsi klasik pada model regresi yang digunakan. Adapun asumsi dasar yang harus dipenuhi antara lain : a. Uji Multikolinearitas Multikolinieritas pertama kali dikemukakan oleh ranger Frish dalam bukunya “Statistical Confluence Analysis By Means Of Complete Regression System”. Frish mengatakan bahwa multikolinier adalah adanya lebih dari satu hubungan linier yang sempurna (Suharyadi, 2004:528). Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel independent terdapat korelasi atau hubungan dengan variabel independent lainnya atau dengan kata lain satu atau lebih variabel independent merupakan satu fungsi linear dari variabel independent lainnya. Artinya bahwa jika di antara peubah-peubah bebas yang digunakan sama sekali tidak berkorelasi satu dengan yang lain bahwa bisa dikatakan tidak terjadi multikolinearitas. Uji Multikoliearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan ada tidaknya hubungan antara beberapa atau semua variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. 48 Untuk mendeteksi multikolinearitas pada suatu model dapat dilihat dari nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor) dari masingmasing variabel. Jika nilai tolerance tidak kurang dari 0.1 dan nilai VIF lebih kecil dari 10 berarti tidak terdapat multikolinearitas. b. Uji Autokorelasi Istilah Autokorelasi (Autocorrelation) menurut Maurice G. Kendall dan William R. Buckland. Autokorelasi merupakan kondisi antara anggota observasi yang disusun menurut urutan waktu (Suharyadi, 2004:529). Autokorelasi dapat didefinisikan pula terjadinya korelasi di antara data pengamatan sebelumnya, dengan kata lain bahwa munculnya suatu data dipengaruhi oleh data sebelumnya. Untuk mendeteksi terjadi autokorelasi atau tidak pada model regresi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson, dengan rumus sebagai berikut: a d= ∑ (e t =2 t − et −1 ) n ∑e t −1 2 2 t Menurut Singgih Santoso (2000:218) bila nilai DW terletak diantara -2 < d < 2 maka dapat dikatakan tidak terjadi autokorelasi baik positif maupun negatif. Secara umum deteksi adanya autokorelasi bisa diambil patokan : 1) Angka DW berada di bawah -2, berarti ada autokorelasi positif. 2) Angka DW berada diantara -2 sampa 2, berarti tidak ada autokorelasi. 3) Angka DW berada di atas 2, berarti ada autokorelasi negatif. 49 c. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah suatu keadaan di mana varian dari faktor pengganggu tidak konstan untuk semua nilai variabel bebas. Uji heteroskedatisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika residual dari satu pengamatan lain ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model regresi dapat dilihat dari pola gambar scatterplot model tersebut. Analisis pada gambar scatterplot yang menyatakan model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas jika : 1) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka nol. 2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja. 3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali. 4) Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola. 3. Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi dalam penelitian ini menjadi alat untuk mengukur bagaimana pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Tujuan dari analisis regresi adalah untuk memprediksi besarnya variabel 50 dependen dengan menggunakan data variabel independen yang sudah diketahui besarnya (Santoso, 2000: 163). Untuk mengetahui pengaruh variabel dependen terhadap variabel independen, maka digunakan model regresi berganda dengan persamaan sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + εr Dimana : Y = Volume perdagangan saham di Indonesia. a = intercept (variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel dependen dan variabel independen) b = koefisien regresi dari variabel independen X1 = Tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia X2 = Bi rates X3 = Jumlah uang yang beredar (M2) di Indonesia. X4 = Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika εr = faktor pengganggu 4. Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi adalah kemampuan variabel independen menjelaskan variebel dependen (terikat). Koefisien determinasi menunjukkan suatu proporsi dari varian yang dapat diterangkan oleh persamaan regresi (Regression Of Sum Square, RSS) terhadap varian total (Total Of Sum Square, TSS). Besarnya koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut : R2 = RSS TSS 51 Dan untuk menghitung R2 digunakan rumus sebagai berikut : R2 = n(a.ΣY + b1 .ΣYX 1 + b2 .ΣYX 2 ) − (ΣY ) n.ΣY 2 − (ΣY ) 2 2 Nilai R2 akan berkisar antara 0 sampai dengan 1 (Suharyadi, 2004:515). 5. Uji Hipotesis a. Uji F (secara simultan) Uji F dilakukan untuk melihat kemaknaan dari hasil model regresi tersebut. Bila nilai Fhitung lebih besar dari pada Ftabel atau tingkat signifikannya lebih kecil dari 5% (α : 5% = 0.05) maka hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen secara simultan. Untuk menentukan Fhitung dapat dilakukan dengan rumus : F= R 2 / (k − 1) (1 − R 2 )/(n − k ) Dimana: R2 = koefisien determinasi n = jumlah pengamatan / sampel k = jumlah parameter yang diestimasi dalam regresi b. Uji t (secara parsial) Uji t digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial, dengan menganggap variabel lain bersifat konstan atau digunkan untuk mengetahui ada atau tidaknya 52 pengaruh yang signifikan antara variabel X dan variabel Y. Bila thitung lebih besar dari pada ttabel atau nilai signifikan t < α : 5% (0.05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti terdapat pengaruh signifikan secara parsial variabel independen terhadap variabel dependen. thitung dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut : t hitung = bi − (βi ) Sb β1 = 0 dengan rumus thitung bi Sb Dimana : bi = koefisien variabel ke-i βi = parameter ke-i yang dihipotesiskan Sb = kesalahan standar Sb adalah Standard error dari koefisien regresi dengan rumus matematis sebagai berikut : se Sb = (∑ x ) − 2 ∑x 2 n se adalah standard error sampel yang dirumuskan sebagai berikut : se = ∑e 2 n−2 Dimana Σ e2 dapat dirumuskan sebagai berikut : ∑ e = ∑Y t 2 − a ∑ Y − b∑ XY 53 E. Operasional Variabel 1. Variabel Dependen Variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen (variabel bebas). Dalam penelitian ini yang merupakan variabel dependen adalah Volume perdagangan saham di Indonesia. 2. Variabel Independen Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang secara bebas mempengaruhi variabel dependen. Dalam penelitian ini yang merupakan variabel independen antara lain adalah sebagai berikut : a. Tingkat inflasi di Indonesia (X1) Tingkat Inflasi adalah kecenderungan meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus. b. BI rate (X2) BI rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. c. Kurs Rupiah (X3) Kurs rupiah adalah nilai tukar sejumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli mata uang asing. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai variabel independen adalah kurs rupiah terhadap dolar Amerika. 54 d. Jumlah uang yang beredar di Indonesia (X4) Jumlah uang yang beredar adalah uang yang beredar di tangan masyarakat. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai variabel independen adalah jumlah uang yang beredar dalam arti luas M2 yang terdiri atas M1 ditambah dengan uang kuasi. 55 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian Bursa Efek Indonesia adalah salah satu bursa saham yang dapat memberikan peluang investasi dan sumber pembiayaan dalam upaya mendukung pembangunan Ekonomi Nasional. Bursa Efek Indonesia berperan juga dalam upaya mengembangkan pemodal lokal yang besar dan solid untuk menciptakan Pasar Modal Indonesia yang stabil. Sejarah Bursa Efek Indonesia berawal dari berdirinya Bursa Efek di Indonesia pada abad 19. Pada tahun 1912, dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda, Bursa Efek pertama Indonesia didirikan di Batavia, pusat pemerintah kolonial Belanda dan dikenal sebagai Jakarta saat ini. Bursa Batavia sempat ditutup selama periode Perang dunia Pertama dan kemudian dibuka lagi pada 1925. Selain Bursa Batavia, pemerintah kolonial juga mengoperasikan Bursa Pararel di Surabaya dan Semarang. Namun kegiatan Bursa ini dihentikan lagi ketika terjadi pendudukan oleh tentera Jepang di Batavia. Pada 1952, tujuh tahun setelah Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan, Bursa Saham di buka lagi di Jakarta dengan memperdagangkan Saham dan Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan Belanda sebelum perang dunia. Kegiatan Bursa Saham kemudian berhenti lagi ketika pemerintah meluncurkan program nasionalisasi pada tahun 1956. Setelah terhenti sejak tahun 1956, Bursa Efek Jakarta diaktifkan kembali 56 pada tanggal 10 Agustus 1977. Pada saat itu, Bursa Efek Jakarta dikelola oleh BAPEPAM atau Badan Pelaksana Pasar Modal (Sekarang Badan Pengawas Pasar Modal), suatu badan yang bernaung di bawah Departemen Keuangan. Hingga tahun 1987, perkembangan Bursa Efek Jakarta bisa dikatakan sangat lambat, dengan hanya 24 emiten yang tercatat dan rata-rata nilai transaksi harian kurang dari Rp 100 juta. Pertumbuhan yang lambat tersebut berakhir pada tahun berikutnya ketika pemerintah mengeluarkan deregulasi di bidang Perbankan dan pasar modal melalui Pakto 1988. Dengan pertumbuhan yang pesat dan dinamis, bursa efek perlu ditangani secara lebih serius. Untuk menjaga objektifitas dan mencegah kemungkinan adanya conflict of interest fungsi pembinaan dan operasional bursa harus dipisahkan dan dikembangkan dengan pendekatan yang lebih profesional. Akhirnya pemerintah memutuskan sudah tiba waktunya untuk melakukan swastanisasi bursa. Sehingga akhir tahun 1991 didirikan PT Bursa Efek Jakarta dan diresmikan oleh Menteri Keuangan pada tanggal 13 Juli 1992. Tahun 1995 adalah tahun BEJ memasuki babak baru. Pada 22 Mei 1995, BEJ meluncurkan Jakarta Automated Trading System (JATS), sebuah sistem perdagangan otomasi yang menggantikan sistem perdagangan manual. Sistem baru ini dapat memfasilitasi perdagangan saham dengan frekuensi yang lebih besar dan lebih menjamin kegiatan pasar yang fair dan transparan dibanding sistem perdagangan manual. Mulai tahun 2002, BEJ mulai menerapkan sistem perdagangan jarak jauh atau lebih dikenal dengan istilah remote trading. Remote Trading dapat diartikan 57 sebagai sistem Perdagangan Jarak Jauh, dimana setiap order transaksi di kantor broker (perusahaan Efek) langsung di kirim ke sistem perdagangan Bursa Efek, tanpa perlu memasukkan order dari Lantai Bursa (trading floor). Dengan demikian, order dapat dilakukan di kantor broker dimana saja sepanjang terhubung dengan sistem perdagangan Bursa. Seiring dengan perkembangan pasar dan tuntutan untuk lebih meningkatkan efisiensi serta daya saing di kawasan regional, maka efektif tanggal 3 Desember 2007 secara resmi PT Bursa Efek Jakarta digabung dengan PT Bursa Efek Surabaya dan berganti nama menjadi PT Bursa Efek Indonesia. B. Deskripsi Data 1. Volume Perdagangan Saham Data volume perdagangan saham selama bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2009, dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini : Tabel 4.1 Volume Perdagangan Saham Tahun 2006 - 2009 BULAN 2006 Januari 25.881 Februari 26.050 Maret 43.266 April 39.752 Mei 60.446 Juni 26.046 Juli 21.720 Agustus 31.062 September 32.663 Oktober 31.120 Nopember 46.490 Desember 52.441 Sumber data : bei.go.id Tahun 2007 2008 65.757 73.948 53.028 67.186 50.783 54.887 76.572 85.165 120.762 77.629 106.607 60.659 107.809 51.482 109.920 49.365 99.175 69.668 101.056 71.043 87.398 64.909 60.675 61.905 2009 40.558 36.829 40.082 188.504 282.751 185.472 138.406 185.121 80.123 100.300 116.416 73.098 58 Pada tahun 2006 volume perdagangan saham di BEJ mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tercatat selama tahun 2006 rata-rata frekuensi perdagangan saham per bulan di BEJ mencapai 436973 juta saham. Pada tahun 2007 terjadi penggabungan antara BES dengan BEJ menjadi BEI. Selama tahun 2007 volume perdagangan saham mengalami pertumbuhan yang sangat tinggi yaitu sebesar 137,9% dibanding tahun 2006. Total volume perdagangan saham mencapai 1.039.542 juta saham. Hal ini disebabkan oleh menurunnya tingkat suku bunga bank sehingga menjadikan investasi pasar modal menjadi semakin menarik. Namum pada tahun 2008 volume perdagangan saham mengalami penurunan sebesar 24.21% menjadi 787.846 juta saham. Hal ini terjadi karena krisis keuangan di Amerika yang berlanjut dengan runtuhnya indeks Dow Jones yang sedikit banyak berpengaruh negatif terhadap bursa-bursa dunia termasuk BEI. Di tahun 2009 volume perdagangan saham terus mengalami peningkatan. Tercatat peningkatan volume perdagangan saham mencapai 86,4% atau sebanyak 1.467.660 juta saham. Perkembangan volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia dari Januari 2006 hingga Desember 2009 dapat dilihat pada gambar 4.1 dibawah ini : 59 Gambar 4.1 Grafik Volume Perdagangan Saham Tahun 2006 – 2009 300.000 250.000 200.000 150.000 100.000 50.000 0 Ja n0 M 6 ei -0 S 6 ep -0 6 Ja n0 M 7 ei -0 S 7 ep -0 Ja 7 n0 M 8 ei -0 S 8 ep -0 8 Ja n0 M 9 ei -0 S 9 ep -0 9 Volume Perdagangan Saham (Jutaan Lembar Saham) Volume Perdagangan Saham Periode 2. Tingkat Inflasi Data tingkat inflasi bulanan selama bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2009, dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini : Tabel 4.2 Tingkat Inflasi Tahun 2006 – 2009 BULAN 2006 Januari 17,03% Februari 17,92% Maret 15,74% April 15,40% Mei 15,60% Juni 15,53% Juli 15,15% Agustus 14,90% September 14,55% Oktober 6,29% Nopember 5,27% Desember 6,60% Sumber data : bi.go.id Tahun 2007 2008 6,26% 7,36% 6,30% 7,40% 6,52% 8,17% 6,29% 8,96% 6,01% 10,38% 5,77% 11,03% 6,06% 11,90% 6,51% 11,85% 6,95% 12,14% 6,88% 11,77% 6,71% 11,68% 6,59% 11,06% 2009 9,17% 8,60% 7,92% 7,31% 6,04% 3,65% 2,71% 2,75% 2,83% 2,57% 2,41% 2,78% Selama tahun 2006, laju inflasi mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tingkat inflasi tertinggi selama tahun 2006 terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar 17,92%. Tingginya tekanan inflasi pada 60 awal-awal tahun 2006 terjadi selepas kenaikan BBM pada Oktober 2005. Sampai dengan tahun 2007, tingkat inflasi relatif stabil dikisaran 6% - 7%. Tetapi selama tahun 2008, tingkat inflasi terus mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan oleh lonjakan harga minyak dunia. Tingkat inflasi tertinggi terjadi pada bulan September 2008. Tekanan inflasi cenderung mereda pada triwulan ke-IV tahun 2008. turunnya tekanan inflasi terutama disebabkan oleh merosotnya harga komoditas internasional yang diikuti dengan menurunnya komoditas domestik. Selama tahun 2009 tingkat inflasi terus mengalami penurunan. Tingkat inflasi terendah terjadi pada bulan November yaitu sebesar 2,41%. Pada Desember 2009, tingkat inflasi mulai mengalami peningkatan. Tetapi tingkat inflasinya masih dapat dikategorikan sebagai inflasi ringan. Perkembangan Inflasi di Indonesia dari Januari 2006 hingga Desember 2009 dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini : Gambar 4.2 Grafik Tingkat Inflasi Tahun 2006 - 2009 Tingkat Inflasi 15,00% 10,00% 5,00% Okt-09 Jul-09 Apr-09 Jan-09 Okt-08 Jul-08 Apr-08 Jan-08 Okt-07 Jul-07 Apr-07 Jan-07 Okt-06 Jul-06 Apr-06 0,00% Jan-06 Inflasi (%) 20,00% Periode 61 3. BI rate Data BI rate selama bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2009, dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini : Tabel 4.3 BI rate Tahun 2006 -2009 BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember 2006 12,75% 12,75% 12,75% 12,75% 12,50% 12,50% 12,25% 11,75% 11,25% 10,75% 10,25% 9,75% Tahun 2007 9,50% 9,25% 9,00% 9,00% 8,75% 8,50% 8,25% 8,25% 8,25% 8,25% 8,25% 8,00% 2008 8,00% 8,00% 8,00% 8,00% 8,25% 8,50% 8,75% 9,00% 9,25% 9,50% 9,50% 9,25% 2009 8,75% 8,25% 7,75% 7,50% 7,25% 7,00% 6,75% 6,00% 5,00% 6,50% 6,50% 6,50% Sumber data : bi.go.id Selama tahun 2006, Bank Indonesia telah menurunkan BI rate sebanyak 7 (tujuh) kali hingga mencapai level sebesar 9,75 % pada akhir tahun 2006. pada tahun 2007 Bank Indonesia juga terus menurunkan BI rate hingga mencapai level 8 % pada akhir tahun 2007, atau turun 175 basis poin dibandingkan dengan akhir tahun 2006. Hingga akhir triwulan Bank Indonesia tetap mempertahankan BI rate di level 8 %. Namun ketidakpastian perkembangan pasar keuangan global, dan kenaikan harga minyak yang sangat tinggi pada April 2008 menimbulkan tekanan inflasi yang tinggi. Untuk mencegah akselerasi tekanan terhadap stabilitas makro, Bank Indonesia secara bertahap dan terukur menaikan BI rate sebesar 150 basis poin hingga mencapai 9,5 % pada November 2008. Pada tahun 2009, Bank Indonesia mulai menurunkan BI rate sampai pada level 5 % di bulan September 2009. 62 Kemudian pada triwulan ke-IV tahun 2009 Bank Indonesia menaikkan kembali BI rate hingga ke level 6,5 % atau sebesar 150 basis poin, dan terus mempertahankannya sampai Desember 2009. Perkembangan BI rate di Indonesia dari Januari 2006 hingga Desember 2009 dapat dilihat pada gambar 4.3 dibawah ini : Gambar 4.3 Grafik BI rate Tahun 2006 – 2009 Okt-09 Jul-09 Apr-09 Jan-09 Okt-08 Jul-08 Apr-08 Jan-08 Okt-07 Jul-07 Apr-07 Jan-07 Okt-06 Jul-06 Apr-06 14,00% 12,00% 10,00% 8,00% 6,00% 4,00% 2,00% 0,00% Jan-06 BI Rate (%) BI Rate Periode 4. Kurs Rupiah Data kurs rupiah terhadap dolar Amerika selama bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2009, dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini : 63 Tabel 4.4 Kurs Rupiah/US$ Tahun 2006 -2009 BULAN 2006 Januari 9395 Februari 9230 Maret 9075 April 8775 Mei 9220 Juni 9300 Juli 9070 Agustus 9100 September 9235 Oktober 9110 Nopember 9165 Desember 9025 Sumber data : bei.go.id 2007 9090 9160 9118 9083 8828 9054 9186 9410 9137 9110 9376 9419 Tahun 2008 9291 9078 9217 9234 9318 9225 9118 9153 9416 10995 12151 10950 2009 11355 11980 11575 10713 10340 10225 9920 10060 9681 9545 9480 9433 Secara umum sepanjang tahun 2006 sampai dengan triwulan ke-IV 2008, nilai tukar rupiah mengalami penguatan terhadap dolar Amerika disertai dengan pergerakan yang lebih stabil dibanding tahun sebelumnya. nilai tukar rupiah bergerak dikisaran Rp 9.000,- / US$. Nilai tukar rupiah terkuat terjadi pada bulan April 2006 yaitu sebesar Rp 8.775,- / US$. Namun pada pertengahan September 2008, nilai tukar rupiah terdepresiasi ke level diatas Rp 10.000,- / US$. Hal ini disebabkan intensifikasi krisis keuangan global yang memicu risk aversion dan anjloknya harga komoditas, yang berdampak buruk terhadap kinerja ekspor dan menurunkan pasokan valas yang bersumber dari devisa hasil ekspor. Selama tahun 2008 nilai tukar rupiah terlemah terjadi pada bulan November yaitu sebesar Rp 12.151,- / US$. Pada semester pertama tahun 2009, nilai tukar rupiah masih berada dikisaran Rp 10.000,- / US$ lebih. Namun nilai tukar rupiah tersebut terus bergerak menguat terhadap dolar Amerika, hingga pada akhir 2009 mencapai nilai Rp 9.433,- / US$. 64 Perkembangan Kurs Rupiah di Indonesia dari Januari 2006 hingga Desember 2009 dapat dilihat pada gambar 4.4 dibawah ini : Gambar 4.4 Grafik Kurs Rupiah/US$ Tahun 2006 -2009 Okt-09 Jul-09 Apr-09 Jan-09 Okt-08 Jul-08 Apr-08 Jan-08 Okt-07 Jul-07 Apr-07 Jan-07 Okt-06 Jul-06 Apr-06 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Jan-06 Kurs Rupiah (Rp,-) Kurs Rupiah Periode 5. Jumlah Uang Beredar Data jumlah uang beredar selama bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2009, dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini : Tabel 4.5 M2 (jutaan rupiah) Tahun 2006 – 2009 BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember 2006 1.190.834 1.193.864 1.195.067 1.198.013 1.237.504 1.253.757 1.248.236 1.270.378 1.291.396 1.325.658 1.338.555 1.382.074 Tahun 2007 2008 1.363.907 1.596.565 1.366.820 1.603.750 1.375.947 1.594.390 1.383.577 1.611.691 1.393.097 1.641.733 1.451.974 1.703.381 1.472.952 1.686.050 1.487.541 1.682.811 1.512.756 1.778.139 1.530.145 1.812.490 1.556.200 1.851.023 1.643.203 1.895.839 2009 1.874.145 1.900.208 1.916.752 1.912.623 1.927.070 1.977.533 1.963.180 1.995.294 2.018.031 2.021.517 2.062.206 2.141.384 Sumber data : bps.go.id 65 Selama tahun 2006 velositas (perputaran) M2 cenderung meningkat. M2 tercatat mencapat 1.382.074 juta pada akhir tahun 2006. kenaikan tersebut terutama dari berasal dari naiknya uang kuasi (tabungan dan deposito). Pada tahun 2007, M2 tumbuh 18.9% hingga mencapai 1.643.203 juta pada akhir tahun 2007. selama tahun 2008 M2 juga mengalami peningkatan. Pada Akhir tahun 2008 M2 mengalami peningkatan sebesar 15,4% hingga mencapai 1.895.839 juta. Tidak berbeda dengan tahun sebelumnya, di tahun 2009 pun M2 terus mengalami peningkatan hingga mencapai 2.141.384 juta atau sebesar 12,9% dibandingkan dengan tahun 2008. Perkembangan Kurs Rupiah di Indonesia dari Januari 2006 hingga Desember 2009 dapat dilihat pada gambar 4.5 dibawah ini : Gambar 4.5 Grafik M2 Tahun 2006 -2009 Jumlah Uang Beredar 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 Okt-09 Jul-09 Apr-09 Jan-09 Okt-08 Jul-08 Apr-08 Jan-08 Okt-07 Jul-07 Apr-07 Jan-07 Okt-06 Jul-06 Apr-06 0 Jan-06 M2 (Miliar Rupiah) 2.500.000 Periode 66 C. Hasil Dan Pembahasan 1. Deskripsi Data Dalam Variabel Gambaran mengenai variabel-varianbel yang diteliti selama periode peneltian, yaitu dari Januari 2006 sampai dengan Desember 2009 dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini : Tabel 4.6 Deskripsi Data Dalam Variabel Descriptive Statistics N Volume Perdagangan Saham Tingkat Inflasi BI rate Kurs Rupiah M2 Valid N (listwise) Minimum Maximum Mean 48 10,33686 11,45140 10,81842 Std. Deviation ,24801783 Variance ,062 48 48 48 48 48 ,00201 ,00417 -,09884 -,02838 ,01493 ,01063 ,16769 ,05665 ,0072794 ,0075196 -,0000940 ,0122242 ,00357569 ,00162831 ,04074828 ,01715967 ,000 ,000 ,002 ,000 dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 15.0, Output SPSS ini menunjukkan bahwa volume perdagangan saham dari 48 observasi atas sampel memiliki nilai terendah 10,33686 yang terjadi pada Juli 2006, dan nilai tertinggi 11,45140 yang terjadi pada Mei 2009, dengan nilai rata-rata sebesar 10,81842. Tingkat inflasi memiliki nilai terendah 0,00201 yang terjadi pada November 2008 atau sebesar 2.41%, dan nilai tertinggi 0,1493 yang terjadi pada Februari 2006 atau sebesar 17.92%, dengan nilai rata-rata tingkat inflasi 0,0072794. BI rate memiliki nilai terendah 0,00417 yang terjadi pada September 2009 atau sebesar 5%, dan nilai tertinggi 0,01063 yang terjadi pada bulan Januari sampai April 2006 atau sebesar 12.75%, dengan nilai rata-rata sebesar 0.0075196. 67 Kurs memiliki nilai pertumbuhan terendah -0.09884 yang terjadi pada Desember 2008, dan nilai pertumbuhan tertinggi 0,16769 yang terjadi pada Oktober 2009, dengan nilai rata-rata -0,0000940. Jumlah uang yang beredar memiliki nilai pertumbuhan terendah 0,02838 yang terjadi pada Januari 2008, dan nilai pertumbuhan tertinggi 0,05665 yang terjadi pada September 2008. dengan nilai rata-rata 0,0122242. 2. Uji Normalitas Pada tahap pertama penelitian adalah melakukan uji normalitas data. Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah disribusi data yang akan digunakan dalam variabel penelitian normal atau tidak. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang terdisribusi normal. Untuk melihat model regresi variabel dependen, variabel independen, atau keduanya terdisribusi normal atau tidak dapat dilihat dari grafik Normal Probability Plot di bawah ini: Gambar 4.6 Hasil Uji Normalitas Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham Expected Cum Prob 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Observed Cum Prob 68 Dari grafik normal P-P plot tersebut dapat dilihat bahwa sebaran data berada di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini memiliki data yang terdisribusi normal. Adapun hasil pengujian normalitas data dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dapat dijelaskan pada tabel 4.7 berikut : Tabel 4.7 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) Volume Perdagangan Saham 48 10,8184194 ,24801783 ,053 ,053 -,048 ,368 ,999 Tingkat Inflasi 48 ,0072794 ,00357569 ,163 ,163 -,100 1,133 ,154 BI rate 48 ,0075196 ,00162831 ,153 ,153 -,097 1,059 ,212 Kurs Rupiah 48 -,0000940 ,04074828 ,165 ,165 -,116 1,145 ,146 M2 48 ,0122242 ,01715967 ,093 ,093 -,049 ,647 ,797 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Dengan menggunakan SPSS 15.0 untuk menguji normalitas data, didapatkan hasil nilai K-S untuk volume perdagangan saham sebesar 0,368 atau nilai 2 tailed p sebesar 0,999 > α = 0.05, tingkat inflasi sebesar 1,133 atau nilai 2 tailed p sebesar 0,154 > α = 0.05, BI rate sebesar 1,059 atau nilai 2 tailed p sebesar 0,212 > α = 0.05, Kurs rupiah sebesar 1,145 atau nilai 2 tailed p sebesar 0,146 > α = 0.05, dan Jumlah uang yang beredar sebesar 0,647 atau nilai 2 tailed p sebesar 0,797 > α = 0.05. Hal ini menunjukkan, semua data yang digunakan dalam variabel penelitian terdisribusi secara normal. 69 3. Uji Asumsi Klasik Model regresi linier berganda dapat disebut sebagai model yang baik jika model tersebut memenuhi asumsi normalitas data dan asumsi-asumsi klasik statistik. a. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel-variabel bebasnya. Multikolinieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Apabila tolerance lebih dari 0,1 dan VIF kurang dari 10, maka model regresi dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas. Untuk mengetahui adanya korelasi atau tidak antar variabel bebas, maka dapat dilihat pada tabel 4.8 dibawah ini : Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinieritas Model Collinearity Statistics Tolerance 1 Kesimpulan VIF (Constant) Tingkat Inflasi ,255 3,914 Tidak terjadi Multikolinieritas BI rate ,258 3,880 Tidak terjadi Multikolinieritas Kurs Rupiah ,933 1,072 Tidak terjadi Multikolinieritas M2 ,938 1,066 Tidak terjadi Multikolinieritas Dari tabel 4.8 menunjukkan bahwa masing-masing variabel bebas (inflasi, BI rate, kurs dan M2) memiliki angka tolerance diatas 0,1 dan nilai VIF di 70 bawah 10. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas antar variabel bebas dalam model regresi ini. b. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam regresi dimana variabel terikat tidak berkorelasi dengan variabel itu sendiri, baik periode sebelumnya ataupun sesudahnya. Untuk mendeteksi gejala autokorelasi kita menggunakan uji Durbin-Watson. Tabel 4.9 Hasil Uji Autokorelasi Model 1 Durbin-Watson Kesimpulan 1,071 Tidak terjadi autokorelasi Pada output tersebut terlihat bahwa nilai Durbin Watson adalah sebesar 1,071 yang terletak di daerah -2 < d < 2 , sehingga dapat disimpulkan bahwa regresi linier berganda terbebas dari autokorelasi. c. Uji Heteroskesdastisitas Uji Heteroskesdastisitas digunakan untuk menguji terjadinya perbedaan varian residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki persamaan varian residual suatu periode pengamatan dengan periode pengamatan yang lain. Untuk memprediksi ada tidaknya heteroskesdastisitas pada suatu model regresi dapat dilihat dari pola gambar scatterplot model tersebut. 71 Hasil uji heteroskesdastisitas dapat dilihat pada gambar 4.2 di bawah ini : Gambar 4.7 Uji Heteroskedatisitas Scatterplot Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham Regression Studentized Residual 3 2 1 0 -1 -2 -3 -2 -1 0 1 2 Regression Standardized Predicted Value Pada gambar 4.2 terlihat titik-titik telah menyebar secara acak, dan tidak membentuk pola tertentu, serta menyebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat heteroskesdastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi variabel terikat berdasarkan masukan variabel bebasnya. 4. Analisis Regresi Linier Berganda Berdasarkan data-data yang disajikan pada tabel di atas, selanjutmya akan dianalisis dengan bantuan aplikasi SPSS 15.0 untuk mengetahui besarnya pengaruh tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah, dasn jumlah uang yang beredar 72 dalam arti luas (M2), terhadap total frekuensi perdagangan saham. Hasil pengolahan data dengan SPSS dapat dilihat pada tabel 4.10 di bawah ini : Tabel 4.10 Analisis Regresi Linier Berganda Coefficientsa Model 1 (Constant) Tingkat Inflasi BI rate Kurs Rupiah M2 Unstandardized Coefficients B Std. Error 11,554 ,155 -13,122 13,938 -86,475 30,473 -,143 ,640 ,834 1,516 Standardized Coefficients Beta -,189 -,568 -,024 ,058 t 74,458 -,941 -2,838 -,224 ,550 Sig. ,000 ,352 ,007 ,824 ,585 a. Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham Berdasarkan output SPSS pada tabel coefficients maka persamaan regresi dapat dirumuskan sebagai berikut : Y = 11,554 – 13,122X1 – 86,472X2 – 0,143X3 + 0,834X4 + εr Dari persamaan regresi di atas dapat dijelaskan bahwa : a. Jika segala sesuatu pada variebel-variabel bebas bernilai 0, maka total frekuensi perdagangan saham (Y) adalah sebesar 11,554. b. Koefisien regresi tingkat inflasi (X1) sebesar -13,122 menunjukkan besarnya pengaruh tingkat inflasi terhadap volume perdagangan saham. Pengaruh negatif menunjukkan adanya pengaruh yang berlawanan antara tingkat inflasi dengan perubahan volume perdagangan saham. Dengan kata lain, jika tingkat inflasi meningkat 1% maka volume perdagangan saham akan turun sebesar 13,122 dan sebaliknya, jika tingkat inflasi turun sebesar 1% maka volume perdagangan saham akan meningkat sebesar 13,122. 73 c. Koefisien regresi BI rate (X2) sebesar -174,571 menunjukkan besarnya pengaruh BI rate terhadap volume perdagangan saham. Pengaruh negatif menunjukkan adanya pengaruh yang berlawanan antara perubahan BI rate dengan volume perdagangan saham. Jika BI rate meningkat 1%, maka akan menyebabkan penurunan frekuensi perdagangan saham sebesar 174,571 dan sebaliknya, jika BI rate turun sebesar 1% maka volume perdagangan saham akan meningkat 174,571. d. Koefisien regresi kurs rupiah (X3) sebesar -0,143 menunjukkan besarnya pengaruh kurs rupiah terhadap frekuensi perdagangan saham. Jika kurs rupiah meningkat sebesar Rp 1,- maka frekuensi perdagangan saham akan turun sebesar 0,143 dan sebaliknya, jika kurs rupiah turun sebesar Rp 1,maka volume perdagangan saham akan naik 0,143. e. Koefisien regresi jumlah uang yang beredar (X4) sebesar 0,834 menunjukkan besarnya pengaruh jumlah uang yang beredar terhadap frekuensi perdagangan saham. pengaruh positif menunjukkan hubungan yang searah antara volume perdagangan saham dengan jumlah uang yang beresar. Jika jumlah uang yang beredar meningkat sebesar Rp 1,- maka frekuensi perdagangan saham akan naik sebesar 0,834 dan sebaliknya jika jumlah uang yang beredar turun sebesar Rp 1,- maka volume perdagangan saham akan turun sebesar 0.843. 5. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R Square) Uji koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel bebas menjelaskan variabel terikatnya. Koefisien 74 determinasi dapat dilihat pada tabel model summaryb. Untuk regresi linier berganda digunakan Adjusted R Square, karena telah disesuaikan dengan jumlah variabel bebas yang digunakan. Tabel 4.11 Uji Koefisien Determinasi Model Summaryb Model 1 R R Square ,746a ,556 Adjusted R Square ,515 Std. Error of the Estimate ,17270317 DurbinWatson 1,071 a. Predictors: (Constant), M2, BI rate, Kurs Rupiah, Tingkat Inflasi b. Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham Dari hasil output SPPS 15.0 tersebut memiliki koefisien determinasi 0,515. Hal ini menunjukkan bahwa 51,5% variabel dependen volume perdagangan saham dijelaskan oleh variabel independen tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah, dan jumlah uang yang beredar. Sisanya sebesar 48,5% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar variabel yang digunakan dalam penelitian. 6. Uji Hipotesis a. Uji F (Secara Simultan) Uji F dilakukan untuk menguji model penelitian apakah perubahan tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah, dan jumlah uang yang beredar secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap frekuensi perdagangan saham. Uji F dilakukan dengan cara membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel. Hasil pengolahan data pada SPSS 15.0 dapat dilihat pada tabel 4.12 dibawah ini : 75 Tabel 4.12 Uji F ANOVAb Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares 1,609 1,283 2,891 df 4 43 47 Mean Square ,402 ,030 F 13,483 Sig. ,000a a. Predictors: (Constant), M2, BI rate, Kurs Rupiah, Tingkat Inflasi b. Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham Dari hasil output SPSS tersebut menunjukkan bahwa p-value 0,000 < 0,05, sedangkan Fhitung 48,820 > dari Ftabel 2,59. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat inflasi, Bi rate, kurs rupiah, dan jumlah uang yang beredar secara simultan berpergaruh terhadap volume perdagangan saham. b. Uji t (Secara Parsial) Uji t dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel bebas secara parsial (individual) terhadap variabel terikatnya. Nilai dari uji t dapat dilihat dari p-value pada masing-masing variabel bebas, atau dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Hasil pengolahan SPSS dapat dilihat pada tabel 4.14 dibawah ini : Tabel 4.13 Uji t Coefficientsa Model 1 (Constant) Tingkat Inflasi BI rate Kurs Rupiah M2 Unstandardized Coefficients B Std. Error 11,554 ,155 -13,122 13,938 -86,475 30,473 -,143 ,640 ,834 1,516 Standardized Coefficients Beta -,189 -,568 -,024 ,058 t 74,458 -,941 -2,838 -,224 ,550 Sig. ,000 ,352 ,007 ,824 ,585 Collinearity Statistics Tolerance VIF ,255 ,258 ,933 ,938 3,914 3,880 1,072 1,066 a. Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham 76 Dari hasil output SPSS menunjukkan bahwa : • Variabel tingkat inflasi memiliki nilai p-value 0,352 > 0,05 dan thitung 0,941 > -ttabel 2,02. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial tingkat inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volume perdagangan saham. • Variabel BI rate memiliki p-value 0,007 < 0,05 dan thitung -2,838 < -ttabel 2,01. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial BI rate berpengaruh secara signifikan terhadap volume perdagangan saham. • Variabel kurs rupiah memiliki p-value 0,824 > 0,05 dan thitung -0,224 > ttabel 2,01. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial kurs rupiah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volume perdagangan saham. • Variabel jumlah uang yang beredar memiliki p-value 0,550 > 0,05 dan thitung 0,585 < ttabel 2,01. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial jumlah uang yang beredar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volume perdagangan saham. D. Interpretasi Hasil penelitian ini ditemukan bahwa sebesar 51,5% dari variabel dependen volume perdagangan saham dijelaskan oleh variabel independen inflasi, BI rate, kurs rupiah, dan jumlah uang beredar. Sisanya sebesar 48,5% dijelaskan oleh variabel lain di luar yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel lainnya tersebut seperti laporan kinerja perusahaan, pembagian 77 deviden, perubahan strategi perusahaan, dan informasi-informasi lain yang dapat digunakan oleh para investor untuk mengambil keputusan. Secara simultan diperoleh hasil bahwa variabel tingkat inflasi, BI rate, kurs rupiah, dan jumlah uang yang beredar secara simultan berpengaruh terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Moch. Ludfi Habib (2007). Secara parsial ternyata variabel tingkat inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volume perdagangan saham. Hal ini terjadi dikarenakan selama periode penelitian tingkat inflasi di Indonesia hanya berada di tingkat inflasi rendah dan sedang, sehingga tidak terlalu mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan untuk melakukan trading activity. Variabel BI rate mempunyai pengaruh yang signifikan dan mempunyai hubungan negatif terhadap volume perdagangan saham. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Moch. Ludfi Habib (2007). Hal ini disebabkan pada tingkat sedang bunga tinggi, para investor lebih cenderung menginvestasikan dananya di bank dibandingkan di pasar modal. Hal tersebut dikarenakan tingkat suku bunga mempunyai hubungan yang negatif dengan pasar modal. Dalam keadaan ceteris paribus jika tingkat bunga sedang tinggi maka investasi di pasar modal akan turun, terutama bagi investor dengan tipe konservatif (risk averse) yang lebih memilih investasi dengan resiko rendah. 78 Variabel kurs rupiah tidak berpengaruh dengan secara signifikan dengan volume perdagangan saham di BEI. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Agung Budilaksono (2005). Variabel jumlah uang yang beredar (m2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volume perdagangan di BEI. Dengan demikian dapat disimpulkan tinggi atau rendah uang yang beredar di Indonesia tidak terlalu berpengaruh terhadap keputusan investor dalam melakukan trading activity. 79 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian pada bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil uji F (simultan), tingkat inflasi. BI rate, kurs rupiah, dan jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap volume perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. 2. Berdasarkan hasil uji t (parsial), secara individual hanya variabel BI rate yang mempunyai berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif dengan volume perdagangan saham di BEI. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan pada variabel BI rate, maka akan menyebabkan volume perdagangan saham mengalami penurunan. Demikian pula sebaliknya, jika terjadi penurunan pada variabel BI rate maka akan menyebabkan volume perdagangan saham mengalami kenaikan. Variabel lainnya (tingkat inflasi, kurs rupiah, jumlah uang yang beredar) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap volume perdagangan saham di BEI. 80 B. SARAN Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan dapat berimplikasi terhadap pihak-pihak yang terkait antara lain : 1. Bagi pemerintah dalam menetapkan berbagai arah kebijakan ekonomi agar memperhatikan reaksi pasar. Agar volume perdagangan saham yang terjadi di BEI dapat terus tumbuh dan berkembang 2. Bagi para investor dalam melakukan aktivitas perdagangan saham sebaiknya memperhatikan kondisi makro ekonomi di indonesia. Hal ini dilakukan agar memperoleh keuntungan saham yang lebih besar dan tidak mengakibatkan kerugian yang terlalu besar. 3. Bagi para emiten hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang reaksi investor dalam menanggapi setiap informasi makro ekonomi Indonesia. 4. Bagi kalangan akademisi penelitian ini dapat menjadi acuan dan memicu penelitian berikutnya tentang beberapa kondisi makro ekonomi terhadap volume perdagangan saham di BEI. Dan disarankan agar peneliti selanjutnya melakukan observasi terhadap faktor-faktor ekonomi lain seperti pendapatan nasional, neraca pembayaran, kebijakan perusahaan emiten, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan volume perdagangan di pasar modal. 81 DAFTAR PUSTAKA BUKU BI. Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia: Tinjauan Kelembagaan, Kebijakan, Dan Organisasi. Jakarta: Pusat Pendidikan Dan Studi Kebanksentralan (PPSK), 2003. Cahyono, Jaka E. Strategi dan Teknik Meraih Untung di Bursa Saham. Jil 1. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2000. Darmawi, Hermawan. Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga Finansial. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006. Dornbusch, Rudiger., et al. Macroeconomics: Principles, Problems, And Policies, New York: McGraw-Hill, 2004. Hamid, Abdul. Buku Panduan Penulisan Skripsi. Jakarta: FEIS UIN Press, 2004. Husnan, Suad. Dasar-Dasar Teori Portofolio Dan Analisis Sekuritas. Edisi ketiga, Cet.2. Yogyakarta: Penerbit AMP YKPN, 2001. Judisseno, Rimsky K. Sistem Moneter Dan Perbankan Di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005. Karim, Adiwarman A. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008 Keown, Arthur J., et al. Financial Management: Principles And Applications. 9th edition. New Jersey: Prentice Hall, 2001. Krugman, Paul R. dan Murice Obstfield. Ekonomi Internasional dan Kebijakan. Jil 2. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia, 2000. Kuncoro, Mudrajad. Metode Kuantitatif: Teori Dan Aplikasi Untuk Bisnis Dan Ekonomi. Yogyakarta: UMP AMP YKPN, 2001. Madura, Jeff. International Financial Management, USA: South-Western College ,2000. Mankiw, Gregory. N. Macroeconomics. 9th edition, New York: McGraw-Hill, 2003. McConnell, Campbell R and Stanley R. Brue. Macroeconomics: Principles, Problems, And Policies. New York: McGraw-Hill, 2002. 82 Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta: FE Universitas Indonesia, 2004. Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. Uang, Perbankan, Dan Ekonomi Moneter (Kajian Konstektual Indonesia). Jakarta: FE Universitas Indonesia, 2004. Salvatore, Domonick. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997. Samuelson, Paul A. dan William D. Nordhaus, Economics. 18th Edition. Singapore: McGraw-Hill, 2005. Santoso, Singgih. SPSS (Statistical Product And Service Solution), Jakarta: Elex Media Komputindo, 2000. Santoso, Singgih. Statistik Parameter. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2000. Schiller, Bradley R. The Macro Economy Today. 9th edition. New York: Mc Graw – Hill, 2000. Shapiro, A.C. Multinational Financial Management. 8th edition. New Jersey: John Wiley& Sons, 2006. Sjahrial, Darmawan. Pengantar Manajemen Keuangan. Jakarta: Penerbit Mitra Wahana Media. 2006. Suharyadi dan Purwanto S.K. Statistika: Untuk Ekonomi & Keuangan Modern. Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2004. Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Mikro Ekonomi Edisi Kedua. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000. Sukirno, Sadono. Makro Ekonomi Ekonomi Teori Pengantar. Cet 16. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004. JURNAL Amilin dan Darwanto. “Analisis Pengaruh Publikasi Laporan Arus Kas Terhadap Volume Perdagangan Saham,” Etikonomi Vol. 5 No. 1: 47 – 57. April 2006. 83 Ambarwati, Sri Dwi Ari. “Pengaruh Return Saham, Volume Perdagangan Saham dan Varian Return Saham Terhadap Bid-Ask Spread Saham Pada Perusahaan Manufaktur Yang Tergabung Dalam Indeks LQ-45 Periode Tahun 2003-2005,” Jurnal Siasat Bisnis Vol. 12 No. 1: 27 – 38. April 2008. Atmadja, Adwin S. “Analisis Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika Setelah Ditetapkannya Kebijakan Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas Di Indonesia,” Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 4 No. 1: 69 – 79. Mei 2002. Atmadja, Adwin S. “Inflasi Di Indonesia: Sumber Sumber Penyebab dan Pengendaliannya,” Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 1 No. 1: 54 – 67. Mei 1999. Budilaksono, Agung. “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Kepemilikan Saham Oleh Investor Asing dan SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ),” 2005. Budiantara, M. “Hubungan Antara Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga Dan Harga Saham Industri Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta,” Kinerja Vol. 7 No. 1: 1 – 12. 2003. Erawati, Neny dan Richard Llewelyn. “Analisis Pergerakan Suku Bunga Dan Laju Ekspektasi Inflasi Untuk Menentukan Kebijakan Moneter di Indonesia,” Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 4 No. 2: 98 – 107. September 2002. Fahrudin, Muh. “Analisis Pengaruh Inflasi, Jumlah Uang Beredar, Exchange Rate dan Interest Rate Terhadap Indeks JII.” Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Surakarta, 2006. Fitra, Irwin Lah Nidi. “Pengaruh Informasi Arus Kas Terhadap Volume Perdagangan Saham Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta.” Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2007. Habib, Moch. Ludfi. “Analisis Pengaruh Tingkat Bunga SBI, dan Nilai Kurs Dolar AS Terhadap Volume Perdagangan Saham (Studi Di Bursa Efek Jakarta).” Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang, 2007. Haryanto, Ivan dkk. “Penentuan Nilai Tukar Mata Uang Asing Dengan Menerapkan Konsep Paritas Daya Beli,” Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 2 No. 2: 14 – 28. September 2000. 84 Hidayat, Nasuhi dan Abdul Halim. “Studi Empiris Tentang Pengaruh Volume Perdagangan Dan Return Terhadap Bid Ask Spread Saham Industri Rokok Di Bursa Efek Jakarta Dengan Model Koreksi Kesalahan”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia , 3 (1). 2000. Indrayadi, Yuki. “Inflasi Dan Kaitannya Dengan Kinerja IHSG,” Kompas, 7 Mei, 2004. Kurniawan, Taufik. Determinan Tingkat Suku Bunga Pinjaman Di Indonesia Tahun 1983 – 2002,” Buletin Ekonomi Dan Perbankan. Desember 2004. hal. 437 -459. Laksmono, R Didy. “Suku Bunga Sebagai Salah Satu Indikator Ekspektasi Inflasi,” Buletin Ekonomi Monoter dan Perbankan. Maret 2001. Magdalena, Nany. “Analisis Pengaruh Harga Saham, Return Saham, Varian Return Saham, Earnings Dan Volume Perdagangan Saham Terhadap Bid Ask Spread Sebelum Dan Sesudah Pengumuman Laporan Keuangan (Studi Empiris Pada Saham LQ 45 di BEJ)”, Jurnal Riset Akuntasi Indonesia, 9 (1):23-31, 2004. Mansur, Moh. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI Dan Kurs Dolar AS Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Jakarta Periode Tahun 2000 2002,” Research Days. Faculty Of Economy Padjadjaran University Bandung. Oktober 2009. Nugroho, Ari Tri. “Pengaruh Beta Saham Terhadap Volume Perdagangan Saham Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Publik Di Bursa Efek Jakarta Tahun 2007.” Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah, Surakarta, 2008. Nugroho, Norman Budi. “Analisis Perbedaan Return Saham Dan Perubahan Volume Perdagangan Sebelum Dan Sesudah Pengumuman Deviden.” Skripsi Sarjana Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah, Surakarta, 2008. Nusantara, Agung dan Abdul Aziz. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Uang Quasi Di Indonesia,” Jurnal Bisnis Dan Ekonomi. September 2002. Pardede, R. “Penentuan Nilai Keseimbangan Mata Uang (Real Exchange Rate),” Jurnal Pasar Modal Indonesia. Agustus 1999. 85 Puspitasari, Nur Vetty Karina. “Analisis Perbedaan Likuiditas Dan Volume Perdagangan Saham Sebelum Dan Sesudah Stock Split Di Bursa Efek Indonesia.” Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah, Surakarta, 2009. Rustamadji, R. Gatot. “Analisis Ekspektasi Investor di Bursa Efek Jakarta Terhadap Peristiwa Politik,” Usahawan No. 8: 36 – 43. 2001. Sasana, Hadi. Analsis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Inflasi: di Indonesia dan Filipina. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. September 2004 Siringoringo, Hotniar. “Pemodelan Jumlah Uang Beredar”. Jurnal Ekonomi & Bisnis No 3. Jilid 8. 2003. Wibowo, Tri dan Hidayat Amir. “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah,” Kajian Ekonomi dan Keuangan Vol. 9 No. 4: 17 – 41. Desember 2005. Wijaksono, Eky. “Pengaruh Right Issue Terhadap Return Saham Dan Volume Perdagangan Saham Perusahaan Di Bursa Efek Jakarta.” Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2007. PUBLIKASI http//www. amriamir.wordpress.com. http//www.asiafxonline.com http// www.bei.go.id http//www.bi.go.id http//www.bps.go.id http//www.djlk.depkeu.go.id http//id.wikipedia.org http// www.VisiBIznews.com http// www.wartawarga.gunadarma.ac.id http// www. widh2007.wordpress.com 86 BULAN Jumlah Uang Beredar / M2 (Miliar Rp) Tahun 2006 2007 2008 Data Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar / M2 2009 BULAN Tahun 2006 2007 2008 2009 Januari 1,190,834 1,363,907 1,596,565 1,874,145 Januari -0.01029 -0.01314 -0.02838 -0.01144 Februari 1,193,864 1,366,820 1,603,750 1,900,208 Februari 0.00254 0.00214 0.00450 0.01391 Maret 1,195,067 1,375,947 1,594,390 1,916,752 Maret 0.00101 0.00668 -0.00584 0.00871 April 1,198,013 1,383,577 1,611,691 1,912,623 April 0.00247 0.00555 0.01085 -0.00215 Mei 1,237,504 1,393,097 1,641,733 1,927,070 Mei 0.03296 0.00688 0.01864 0.00755 Juni 1,253,757 1,451,974 1,703,381 1,977,533 Juni 0.01313 0.04226 0.03755 0.02619 Juli 1,248,236 1,472,952 1,686,050 1,963,180 Juli -0.00440 0.01445 -0.01017 -0.00726 Agustus 1,270,378 1,487,541 1,682,811 1,995,294 Agustus 0.01774 0.00990 -0.00192 0.01636 September 1,291,396 1,512,756 1,778,139 2,018,031 September 0.01654 0.01695 0.05665 0.01140 Oktober 1,325,658 1,530,145 1,812,490 2,021,517 Oktober 0.02653 0.01149 0.01932 0.00173 Nopember 1,338,555 1,556,200 1,851,023 2,062,206 Nopember 0.00973 0.01703 0.02126 0.02013 Desember 1,382,074 1,643,203 1,895,839 2,141,384 Desember 0.03251 0.05591 0.02421 0.03839 Observasi Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Jan-06 Feb-06 Mar-06 Apr-06 May-06 Jun-06 Jul-06 Aug-06 Sep-06 Oct-06 Nov-06 Dec-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 Aug-08 Volume Perdagangan Saham Y 25,881,000,000 26,050,000,000 43,266,000,000 39,752,000,000 60,446,000,000 26,046,000,000 21,720,000,000 31,062,000,000 32,663,000,000 31,120,000,000 46,490,000,000 52,441,000,000 65,757,000,000 53,028,000,000 50,783,000,000 76,572,000,000 120,762,000,000 106,607,000,000 107,809,000,000 109,920,000,000 99,175,000,000 101,056,000,000 87,398,000,000 60,675,000,000 73,948,000,000 67,186,000,000 54,887,000,000 85,165,000,000 77,629,000,000 60,659,000,000 51,482,000,000 49,365,000,000 log Frekuensi log Y 10.4129811 10.4158077 10.6361467 10.5993590 10.7813676 10.4157410 10.3368598 10.4922294 10.5140561 10.4930396 10.6673595 10.7196710 10.8179420 10.7245052 10.7057184 10.8840700 11.0819303 11.0277857 11.0326550 11.0410767 10.9964022 11.0045621 10.9415015 10.7830098 10.8689264 10.8272788 10.7394695 10.9302612 10.8900240 10.7828952 10.7116554 10.6934191 Tingkat Inflasi 17.03% 17.92% 15.74% 15.40% 15.60% 15.53% 15.15% 14.90% 14.55% 6.29% 5.27% 6.60% 6.26% 6.30% 6.52% 6.29% 6.01% 5.77% 6.06% 6.51% 6.95% 6.88% 6.71% 6.59% 7.36% 7.40% 8.17% 8.96% 10.38% 11.03% 11.90% 11.85% Tingkat Inflasi X1 0.0141917 0.0149333 0.0131167 0.0128333 0.0130000 0.0129417 0.0126250 0.0124167 0.0121250 0.0052417 0.0043917 0.0055000 0.0052167 0.0052500 0.0054333 0.0052417 0.0050083 0.0048083 0.0050500 0.0054250 0.0057917 0.0057333 0.0055917 0.0054917 0.0061333 0.0061667 0.0068083 0.0074667 0.0086500 0.0091917 0.0099167 0.0098750 Bi Rate 12.75% 12.75% 12.75% 12.75% 12.50% 12.50% 12.25% 11.75% 11.25% 10.75% 10.25% 9.75% 9.50% 9.25% 9.00% 9.00% 8.75% 8.50% 8.25% 8.25% 8.25% 8.25% 8.25% 8.00% 8.00% 8.00% 8.00% 8.00% 8.25% 8.50% 8.75% 9.00% BI rate X2 0.0106250 0.0106250 0.0106250 0.0106250 0.0104167 0.0104167 0.0102083 0.0097917 0.0093750 0.0089583 0.0085417 0.0081250 0.0079167 0.0077083 0.0075000 0.0075000 0.0072917 0.0070833 0.0068750 0.0068750 0.0068750 0.0068750 0.0068750 0.0066667 0.0066667 0.0066667 0.0066667 0.0066667 0.0068750 0.0070833 0.0072917 0.0075000 Kurs Rupiah 9395 9230 9075 8775 9220 9300 9070 9100 9235 9110 9165 9025 9090 9160 9118 9083 8828 9054 9186 9410 9137 9110 9376 9419 9291 9078 9217 9234 9318 9225 9118 9153 (miliar Kurs Rupiah M2 rupiah) X3 -0.0452236 1,190,834 -0.0175625 1,193,864 -0.0167931 1,195,067 -0.0330579 1,198,013 0.0507123 1,237,504 0.0086768 1,253,757 -0.0247312 1,248,236 0.0033076 1,270,378 0.0148352 1,291,396 -0.0135355 1,325,658 0.0060373 1,338,555 -0.0152755 1,382,074 0.0072022 1,363,907 0.0077008 1,366,820 -0.0045852 1,375,947 -0.0038386 1,383,577 -0.0280744 1,393,097 0.0256004 1,451,974 0.0145792 1,472,952 0.0243849 1,487,541 -0.0290117 1,512,756 -0.0029550 1,530,145 0.0291987 1,556,200 0.0045862 1,643,203 -0.0135896 1,596,565 -0.0229254 1,603,750 0.0153117 1,594,390 0.0018444 1,611,691 0.0090968 1,641,733 -0.0099807 1,703,381 -0.0115989 1,686,050 0.0038386 1,682,811 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 May-09 Jun-09 Jul-09 Aug-09 Sep-09 Oct-09 Nov-09 Dec-09 69,668,000,000 71,043,000,000 64,909,000,000 61,905,000,000 40,558,000,000 36,829,000,000 40,082,000,000 188,504,000,000 282,751,000,000 185,472,000,000 138,406,000,000 185,121,000,000 80,123,000,000 100,300,000,000 116,416,000,000 73,098,000,000 10.8430333 10.8515213 10.8123049 10.7917257 10.6080765 10.5661899 10.6029494 11.2753206 11.4514041 11.2682784 11.1411549 11.2674557 10.9037572 11.0013009 11.0660127 10.8639055 12.14% 11.77% 11.68% 11.06% 9.17% 8.60% 7.92% 7.31% 6.04% 3.65% 2.71% 2.75% 2.83% 2.57% 2.41% 2.78% 0.0101167 0.0098083 0.0097333 0.0092167 0.0076417 0.0071667 0.0066000 0.0060917 0.0050333 0.0030417 0.0022583 0.0022917 0.0023583 0.0021417 0.0020083 0.0023167 9.25% 9.50% 9.50% 9.25% 8.75% 8.25% 7.75% 7.50% 7.25% 7.00% 6.75% 6.00% 5.00% 6.50% 6.50% 6.50% 0.0077083 0.0079167 0.0079167 0.0077083 0.0072917 0.0068750 0.0064583 0.0062500 0.0060417 0.0058333 0.0056250 0.0050000 0.0041667 0.0054167 0.0054167 0.0054167 9416 10995 12151 10950 11355 11980 11575 10713 10340 10225 9920 10060 9681 9545 9480 9433 0.0287337 0.1676933 0.1051387 -0.0988396 0.0369863 0.0550418 -0.0338063 -0.0744708 -0.0348175 -0.0111219 -0.0298289 0.0141129 -0.0376740 -0.0140481 -0.0068098 -0.0049578 1,778,139 1,812,490 1,851,023 1,895,839 1,874,145 1,900,208 1,916,752 1,912,623 1,927,070 1,977,533 1,963,180 1,995,294 2,018,031 2,021,517 2,062,206 2,141,384 M2 X4 -0.0102899 0.0025444 0.0010077 0.0024651 0.0329637 0.0131337 -0.0044036 0.0177386 0.0165447 0.0265310 0.0097288 0.0325119 -0.0131447 0.0021358 0.0066775 0.0055453 0.0068807 0.0422634 0.0144479 0.0099046 0.0169508 0.0114949 0.0170278 0.0559073 -0.0283824 0.0045003 -0.0058363 0.0108512 0.0186400 0.0375506 -0.0101745 -0.0019211 0.0566481 0.0193185 0.0212597 0.0242115 -0.0114430 0.0139066 0.0087064 -0.0021542 0.0075535 0.0261864 -0.0072580 0.0163582 0.0113953 0.0017274 0.0201280 0.0383948 Volume Perdagangan Saham Jan 2005 - Des 2009 BULAN 2006 Januari 25.881.000.000 Februari 26.050.000.000 Maret 43.266.000.000 April 39.752.000.000 Mei 60.446.000.000 Juni 26.046.000.000 Juli 21.720.000.000 Agustus 31.062.000.000 September 32.663.000.000 Oktober 31.120.000.000 Nopember 46.490.000.000 Desember 52.441.000.000 Total 436.937.000.000 Sumber data : bei.go.id Tahun 2007 2008 65.757.000.000 73.948.000.000 53.028.000.000 67.186.000.000 50.783.000.000 54.887.000.000 76.572.000.000 85.165.000.000 120.762.000.000 77.629.000.000 106.607.000.000 60.659.000.000 107.809.000.000 51.482.000.000 109.920.000.000 49.365.000.000 99.175.000.000 69.668.000.000 101.056.000.000 71.043.000.000 87.398.000.000 64.909.000.000 60.675.000.000 61.905.000.000 1.039.542.000.000 787.846.000.000 2009 40.558.000.000 36.829.000.000 40.082.000.000 188.504.000.000 282.751.000.000 185.472.000.000 138.406.000.000 185.121.000.000 80.123.000.000 100.300.000.000 116.416.000.000 73.098.000.000 1.467.660.000.000 300.000 250.000 200.000 150.000 100.000 50.000 0 Ja n0 M 6 ei -0 Se 6 p0 Ja 6 n0 M 7 ei -0 Se 7 p0 Ja 7 n0 M 8 ei -0 Se 8 p0 Ja 8 n0 M 9 ei -0 Se 9 p09 Volume Perdagangan Saham (Jutaan Lembar Saham) Volume Perdagangan Saham Periode 87 Tingkat Inflasi Jan 2004 - Des 2008 Tahun BULAN 2006 Januari 17,03% Februari 17,92% Maret 15,74% April 15,40% Mei 15,60% Juni 15,53% Juli 15,15% Agustus 14,90% September 14,55% Oktober 6,29% Nopember 5,27% Desember 6,60% Sumber data : bi.go.id 2007 6,26% 6,30% 6,52% 6,29% 6,01% 5,77% 6,06% 6,51% 6,95% 6,88% 6,71% 6,59% 2008 7,36% 7,40% 8,17% 8,96% 10,38% 11,03% 11,90% 11,85% 12,14% 11,77% 11,68% 11,06% 2009 9,17% 8,60% 7,92% 7,31% 6,04% 3,65% 2,71% 2,75% 2,83% 2,57% 2,41% 2,78% Tingkat Inflasi 15,00% 10,00% 5,00% Periode 88 Okt-09 Jul-09 Apr-09 Jan-09 Okt-08 Jul-08 Apr-08 Jan-08 Okt-07 Jul-07 Apr-07 Jan-07 Okt-06 Jul-06 Apr-06 0,00% Jan-06 Inflasi (%) 20,00% BI Rate Juli 2006 - April 2009 (%) BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember 2006 12,75% 12,75% 12,75% 12,75% 12,50% 12,50% 12,25% 11,75% 11,25% 10,75% 10,25% 9,75% Tahun 2007 2008 9,50% 8,00% 9,25% 8,00% 9,00% 8,00% 9,00% 8,00% 8,75% 8,25% 8,50% 8,50% 8,25% 8,75% 8,25% 9,00% 8,25% 9,25% 8,25% 9,50% 8,25% 9,50% 8,00% 9,25% 2009 8,75% 8,25% 7,75% 7,50% 7,25% 7,00% 6,75% 6,00% 5,00% 6,50% 6,50% 6,50% Sumber data : bi.go.id Periode 89 Okt-09 Jul-09 Apr-09 Jan-09 Okt-08 Jul-08 Apr-08 Jan-08 Okt-07 Jul-07 Apr-07 Jan-07 Okt-06 Jul-06 Apr-06 14,00% 12,00% 10,00% 8,00% 6,00% 4,00% 2,00% 0,00% Jan-06 BI Rate (%) BI Rate Kurs Tengah USD (Rp/$) Tahun BULAN 2006 Januari 9395 Februari 9230 Maret 9075 April 8775 Mei 9220 Juni 9300 Juli 9070 Agustus 9100 September 9235 Oktober 9110 Nopember 9165 Desember 9025 Sumber data : bei.go.id 2007 9090 9160 9118 9083 8828 9054 9186 9410 9137 9110 9376 9419 2008 9291 9078 9217 9234 9318 9225 9118 9153 9416 10995 12151 10950 2009 11355 11980 11575 10713 10340 10225 9920 10060 9681 9545 9480 9433 Periode 90 Okt-09 Jul-09 Apr-09 Jan-09 Okt-08 Jul-08 Apr-08 Jan-08 Okt-07 Jul-07 Apr-07 Jan-07 Okt-06 Jul-06 Apr-06 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Jan-06 Kurs Rupiah (Rp,-) Kurs Rupiah Jumlah Uang Beredar / M2 BULAN 2006 Januari 1.190.834 Februari 1.193.864 Maret 1.195.067 April 1.198.013 Mei 1.237.504 Juni 1.253.757 Juli 1.248.236 Agustus 1.270.378 September 1.291.396 Oktober 1.325.658 Nopember 1.338.555 Desember 1.382.074 Sumber data : bps.go.id (Miliar Rp) Tahun 2007 2008 1.363.907 1.596.565 1.366.820 1.603.750 1.375.947 1.594.390 1.383.577 1.611.691 1.393.097 1.641.733 1.451.974 1.703.381 1.472.952 1.686.050 1.487.541 1.682.811 1.512.756 1.778.139 1.530.145 1.812.490 1.556.200 1.851.023 1.643.203 1.895.839 2009 1.874.145 1.900.208 1.916.752 1.912.623 1.927.070 1.977.533 1.963.180 1.995.294 2.018.031 2.021.517 2.062.206 2.141.384 Jumlah Uang Beredar 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 Periode 91 Okt-09 Jul-09 Apr-09 Jan-09 Okt-08 Jul-08 Apr-08 Jan-08 Okt-07 Jul-07 Apr-07 Jan-07 Okt-06 Jul-06 Apr-06 0 Jan-06 M2 (Miliar Rupiah) 2.500.000 INPUT SPSS Observasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 log Volume Perdagangan Saham Y 10,4129811 10,4158077 10,6361467 10,5993590 10,7813676 10,4157410 10,3368598 10,4922294 10,5140561 10,4930396 10,6673595 10,7196710 10,8179420 10,7245052 10,7057184 10,8840700 11,0819303 11,0277857 11,0326550 11,0410767 10,9964022 11,0045621 10,9415015 10,7830098 10,8689264 10,8272788 10,7394695 10,9302612 10,8900240 10,7828952 10,7116554 10,6934191 10,8430333 10,8515213 10,8123049 10,7917257 10,6080765 10,5661899 10,6029494 11,2753206 11,4514041 11,2682784 11,1411549 11,2674557 10,9037572 11,0013009 11,0660127 10,8639055 Tingkat Inflasi X1 0,0141917 0,0149333 0,0131167 0,0128333 0,0130000 0,0129417 0,0126250 0,0124167 0,0121250 0,0052417 0,0043917 0,0055000 0,0052167 0,0052500 0,0054333 0,0052417 0,0050083 0,0048083 0,0050500 0,0054250 0,0057917 0,0057333 0,0055917 0,0054917 0,0061333 0,0061667 0,0068083 0,0074667 0,0086500 0,0091917 0,0099167 0,0098750 0,0101167 0,0098083 0,0097333 0,0092167 0,0076417 0,0071667 0,0066000 0,0060917 0,0050333 0,0030417 0,0022583 0,0022917 0,0023583 0,0021417 0,0020083 0,0023167 BI rate X2 0,0106250 0,0106250 0,0106250 0,0106250 0,0104167 0,0104167 0,0102083 0,0097917 0,0093750 0,0089583 0,0085417 0,0081250 0,0079167 0,0077083 0,0075000 0,0075000 0,0072917 0,0070833 0,0068750 0,0068750 0,0068750 0,0068750 0,0068750 0,0066667 0,0066667 0,0066667 0,0066667 0,0066667 0,0068750 0,0070833 0,0072917 0,0075000 0,0077083 0,0079167 0,0079167 0,0077083 0,0072917 0,0068750 0,0064583 0,0062500 0,0060417 0,0058333 0,0056250 0,0050000 0,0041667 0,0054167 0,0054167 0,0054167 Kurs Rupiah M2 X3 -0,0452236 -0,0175625 -0,0167931 -0,0330579 0,0507123 0,0086768 -0,0247312 0,0033076 0,0148352 -0,0135355 0,0060373 -0,0152755 0,0072022 0,0077008 -0,0045852 -0,0038386 -0,0280744 0,0256004 0,0145792 0,0243849 -0,0290117 -0,0029550 0,0291987 0,0045862 -0,0135896 -0,0229254 0,0153117 0,0018444 0,0090968 -0,0099807 -0,0115989 0,0038386 0,0287337 0,1676933 0,1051387 -0,0988396 0,0369863 0,0550418 -0,0338063 -0,0744708 -0,0348175 -0,0111219 -0,0298289 0,0141129 -0,0376740 -0,0140481 -0,0068098 -0,0049578 X4 -0,0102899 0,0025444 0,0010077 0,0024651 0,0329637 0,0131337 -0,0044036 0,0177386 0,0165447 0,0265310 0,0097288 0,0325119 -0,0131447 0,0021358 0,0066775 0,0055453 0,0068807 0,0422634 0,0144479 0,0099046 0,0169508 0,0114949 0,0170278 0,0559073 -0,0283824 0,0045003 -0,0058363 0,0108512 0,0186400 0,0375506 -0,0101745 -0,0019211 0,0566481 0,0193185 0,0212597 0,0242115 -0,0114430 0,0139066 0,0087064 -0,0021542 0,0075535 0,0261864 -0,0072580 0,0163582 0,0113953 0,0017274 0,0201280 0,0383948 92 OUTPUT SPSS Deskripsi Data Dalam Variabel Descriptive Statistics N Volume Perdagangan Saham Tingkat Inflasi BI rate Kurs Rupiah M2 Valid N (listwise) Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance 48 10,33686 11,45140 10,81842 ,24801783 ,062 48 48 48 48 48 ,00201 ,00417 -,09884 -,02838 ,01493 ,01063 ,16769 ,05665 ,0072794 ,0075196 -,0000940 ,0122242 ,00357569 ,00162831 ,04074828 ,01715967 ,000 ,000 ,002 ,000 Uji Normalitas Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham Expected Cum Prob 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Observed Cum Prob One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) Volume Perdagangan Saham 48 10,8184194 ,24801783 ,053 ,053 -,048 ,368 ,999 Tingkat Inflasi BI rate 48 48 ,0072794 ,0075196 ,00357569 ,00162831 ,163 ,153 ,163 ,153 -,100 -,097 1,133 1,059 ,154 ,212 Kurs Rupiah M2 48 48 -,0000940 ,0122242 ,04074828 ,01715967 ,165 ,093 ,165 ,093 -,116 -,049 1,145 ,647 ,146 ,797 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. 93 Hasil Uji Multikolinieritas Model Collinearity Statistics Tolerance 1 Kesimpulan VIF (Constant) Tingkat Inflasi ,255 3,914 Tidak terjadi Multikolinieritas BI rate ,258 3,880 Tidak terjadi Multikolinieritas Kurs Rupiah ,933 1,072 Tidak terjadi Multikolinieritas M2 ,938 1,066 Tidak terjadi Multikolinieritas Hasil Uji Autokorelasi Model 1 Durbin-Watson Kesimpulan 1,071 Tidak terjadi autokorelasi Uji Heteroskedatisitas Scatterplot Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham Regression Studentized Residual 3 2 1 0 -1 -2 -3 -2 -1 0 1 2 Regression Standardized Predicted Value 94 Analisis Regresi Linier Berganda Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta 1 (Constant) 11,554 ,155 Tingkat Inflasi -13,122 13,938 -,189 BI rate -86,475 30,473 -,568 Kurs Rupiah -,143 ,640 -,024 M2 ,834 1,516 ,058 Collinearity Statistics Sig. Tolerance VIF ,000 ,352 ,255 3,914 ,007 ,258 3,880 ,824 ,933 1,072 ,585 ,938 1,066 t 74,458 -,941 -2,838 -,224 ,550 a. Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham Uji Koefisien Determinasi Model Summaryb Model 1 R R Square ,746a ,556 Adjusted R Square ,515 Std. Error of the Estimate ,17270317 DurbinWatson 1,071 a. Predictors: (Constant), M2, BI rate, Kurs Rupiah, Tingkat Inflasi b. Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham Uji F ANOVAb Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares 1,609 1,283 2,891 df 4 43 47 Mean Square ,402 ,030 F 13,483 Sig. ,000a a. Predictors: (Constant), M2, BI rate, Kurs Rupiah, Tingkat Inflasi b. Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham Uji t Coefficientsa Model 1 (Constant) Tingkat Inflasi BI rate Kurs Rupiah M2 Unstandardized Coefficients B Std. Error 11,554 ,155 -13,122 13,938 -86,475 30,473 -,143 ,640 ,834 1,516 Standardized Coefficients Beta -,189 -,568 -,024 ,058 t 74,458 -,941 -2,838 -,224 ,550 Sig. ,000 ,352 ,007 ,824 ,585 Collinearity Statistics Tolerance VIF ,255 ,258 ,933 ,938 3,914 3,880 1,072 1,066 a. Dependent Variable: Volume Perdagangan Saham 95