7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Seleksi 2.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Seleksi
2.1.1.1 Pengertian Seleksi
Mondy (2008:168) menyatakan bahwa “seleksi (selection) adalah proses
memilih dari sekelompok pelamar, orang yang paling sesuai untuk menempati
posisi tertentu dan untuk organisasi”. Mencocokkan secara tepat orang dengan
pekerjaan dan organisasi adalah tujuan proses seleksi. Jika orang-orang melebihi
persyaratan (overqualified), kurang memenuhi persyaratan (underqualified), atau
karena satu hal tidak cocok dengan pekerjaan atau budaya organisasi, mereka akn
menjadi tidak efektif dan mungkin meninggalkan perusahaan baik secara sukarela
maupun tidak. Menurut Malthis dan Jackson (2006:261); seleksi adalah proses
pemilihan orang-orang yang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan untuk mengisi
lowongan pekerjaan di sebuah organisasi. Seleksi ini didasarkan kepada
spesifikasi tertentu dari setiap perusahaan yang bersangkutan.
2.1.1.2 Kriteria dan Teknik Seleksi
Perusahaan tentu akan mengharapkan para pelamar yang datang memiliki
prestasi yang memuaskan dalam pekerjaannya. Kriteria seleksi menurut
Simamora (2004:202) pada umumnya dapat dirangkum dalam beberapa kategori
yaitu pendidikan, pengalaman kerja,kondisi fisik dan kepribadian
7
Sebelum perusahaan memutuskan karakteristik yang akan di seleksi,
maka perusahaan sebaiknya memiliki standar kriteria
yang telah ditetapkan
sebelumnya untuk menentukan cara untuk memprediksi pelamar mana yang
mencapai tingkat yang diharapkan. Adapun langkah-langkah dalam seleksi yaitu :
1) Seleksi surat-surat lamaran
2) Pengisian blanko lamaran
3) Pemeriksaan referensi
4) Wawancara pendahuluan
5) Tes penerimaan
6)
Tes psikologi
7)
Tes kesehatan
8) Wawancara akhir atasan langsung
9)
Memutuskan diterima atau ditolak
2.1.1.3 Tujuan Seleksi
Seleksi merupakan fungsi yang penting karena berbagai macam keahlian
yang dibutuhkan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya diperoleh dari proses
seleksi. Proses seleksi akan melibatkan proses menduga yang terbaik(best-guest)
dari pelamar yang ada. Proses seleksi untuk mempertemukan syarat-syarat yang
diinginkan dengan orang yang akan diterima menjadi karyawan dapat bekerja
sebagaimana yang diharapkan perusahaan sesuai dengan yang tertera pada uraian
jabatan, sehinggga semboyan daripada The Right Man On The Right Place akan
menjadi kenyataan.
8
Seleksi penerimaan karyawan baru bertujuan untuk mendapatkan hal-hal
berikut, yakni:
1.
Untuk mendapatkan karyawan yang memenuhi syarat, mempunyai kualitas/
potensisesuai dengan tugas dan keahlian yang diperlukan (jujur, disiplin,
terampil, kreatif, loyal, dan berdedikasi tinggi).
2.
Untuk mengukur kemampuan calon karyawan atau pelamar, apakah dapat
mengerjakan pekerjaan tertentu yang dibutuhkan.
3.
Untuk menyiapkan dan membentuk kader-kader karyawan yang dapat
menunjang kegiatan perusahaan di masa yang akan datang.
4.
Untuk mendapatkan karyawan yang dapat menerima dan beradaptasi dengan
budaya perusahaan, dapat bekerja sama di dalam peruahaan dan memastikan
pengurangan jumlah turnover karyawan
2.1.1.4 Kualifikasi Dasar seleksi
Beberapa kualifikasi yang menjadi dasar bagi pelaksanaan seleksi
diberbagai perusahaan menurut Hasibuan (2001), adalah sebagai berikut:
1.
Keahlian. Keahlian digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: Technikal
Skill (keahlian yang dimiliki oleh pegawai), Human Skill (keahlian yang
dimiliki sub pimpinan), Conseptual Skill (keahlian yang dimiliki oleh pucuk
pimpinan).
2.
Pengalaman. Pengalaman kerja seseorang pelamar hendaknya mendapat
pertimbangan utama dalam proses seleksi. Orang yang berpengalaman
merupakan calon karyawan yang telah siap pakai.
9
3.
Kesehatan Fisik. Kesehatan fisik penting untuk dapat menduduki suatu
jabatan. Tidak mungkin seseorang dapat menyelesaikan tugas-tugasnya
dengan baik jika sering sakit. Bahkan perusahaan akan dibebani pengeluaran
biaya perawatan yang cukup besar.
4.
Pendidikkan.
Pendidikkan
merupakan
suatu
indikator
yang
mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu
pekerjaan. Dengan latar belakang pendidikan pula seseorang dianggap akan
mampu menduduki suatu jabatan tertentu
5.
Umur. Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi
kondisi fisik, mental, kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang.
Umur pekerja juga diatur oleh undang -undang perburuhan. Karyawan muda
pada umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tetapi
cepat bosan, kurang bertanggungjawab, cenderung absensi, dan turnover-nya
tinggi. Keryawan yang umurnya tua kondisi fisiknya kurang, tetapi bekerja
ulet, tanggung jawabnya besar, serta absensi dan turnover-nya rendah.
6.
Kerja Sama. Kerja sama harus diperhatikan dalam proses seleksi, karena
kesediaan kerja sama, baik vertikal maupun horizontal merupakan kunci
keberhasilan perusahaan, asalkan kerja sama itu sifatnya positif serta
berasaskan kemampuan.
7.
Kejujuran. Kejujuran merupakan kualifikasi seleksi yang sangat penting
karena kejujuran merupakan kunci untuk mendelegasikan tugas kepada
seseorang.
10
8.
Inisiatif dan Kreatif. Hal ini merupakan kualifikasi seleksi yang penting
karena inisiatif dan kreativitas dapat membuat seseorang mandiri dalam
menyelesaikan pekerjaannya.
9.
Kedisiplinan. Kedisiplinan perlu diperhatikan dalam proses seleksi karena
untuk menyelesaikan tugas dengan baik seseorang harus disiplin, baik pada
dirinya sendiri maupun pada peraturan perusahaan.
2.1.1.5 Proses Seleksi
Lingkungan Eksternal
Lingkungan Internal
Orang-orang yang
direkrut
Wawancara
Pendahuluan
Pemeriksaan lamaran
dan resume
Wawancara kerja
Penyaringan Prakerja
Pelamar yang ditolak
Tes Seleksi
Keputusan Seleksi
Pemeriksaan Kesehatan
Orang-orang yang
dipekerjakan
Gambar 2.1: Proses Seleksi
Sumber: Manajemen Sumber Daya Manusia (Mondy,2008)
11
Gambar 2.1 mengilustrasikan proses seleksi pada umumnya, yang bisa
bervariasi dalam setiap organisasi. Proses pengambilan keputusan pengangkatan
yang baik akan sangat tergantung pada dua prinsip dasar proses seleksi, yaitu :
1) Perilaku dimasa lalu yang merupakan predictor terbaik atas perilaku di masa
yang akan datang.
2) Perusahaan harus menghimpun data yang handal sebanyak mungkin yang
dapat dimanfaatkan untuk menyeleksi pelamar yang terbaik.
2.1.1.6 Seleksi Yang Efektif
Menurut Veithzal Rivai (2008, h191) sistem seleksi yang efektif pada
dasarnya memiliki tiga sasaran, yaitu:
1. Keakuratan, artinya kemampuan dari proses seleksi untuk secara tepat dapat
memprediksi kinerja pelamar.
2. Keadilan, artinya memberikan jaminan bahwa setiap pelamar yang memenuhi
persyaratan diberikan kesempatan yang sama di dalam sistem seleksi.
3. Keyakinan, artinya taraf orang-orang yang terlibat dalam proses seleksi yakin
akan manfaat yang diperoleh.
Perusahaan membutuhkan proses seleksi yang efektif agar dapat
mengidentifikasikan siapa yang mampu dan mau melaksanakan suatu pekerjaan
selama jangka waktu tertentu. Tanpa sistem seleksi yang efektif, perusahaan akan
menanggung resiko peningkatan biaya, akibat kesalahan penerimaan karyawan
akan menimbulkan in-efiensi dengan mengembangkan biaya, motivasi karyawan
yang rendah, kualitas pelayanan yang rendah yang dirasakan oleh pelanggan,
kurangnya upaya manajer/supervisor dalam membimbing bawahannya.
12
2.1.2
Penilaian Kinerja
2.1.2.1 Pengertian Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja karyawan sangat diperlukan demi kemajuan perusahaan
di masa yang akan datang baik bagi perusahaan itu sendiri maupun bagi karyawan
yang bersangkutan. Mathis dan Jackson (2009:382) mendefinisikan bahwa
penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan
pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian
mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan. Penilaian kinerja juga
disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, evaluasi
kinerja dan penilaian hasil.
Penilaian kinerja mengacu pada sistem formal dan terstruktur yang
digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan
dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Dengan
demikian penilaian kinerja adalah merupakan penilaian hasil kerja karyawan
dalam lingkup tanggung jawabnya. Penilaian kinerja karyawan dapat diartikan
sebagai sebuah mekanisme yang baik untuk mengendalikan karyawan. Penilaian
kinerja karyawan yang dilakukan dengan benar, akan menguntungkan perusahaan
karena adanya kepastian bahwa upaya-upaya individu memberikan kontribusi
kepada fokus strategi perusahaan (Rivai, 2006:309-310).
2.1.2.2 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Noe (2007:251) ada tiga tujuan organisasi dalam melaksanakan
penilaian kinerja, antara lain:
13
1.
Tujuan Strategis
Tujuan strategis berarti penilaian kinerja membantu organisasi dalam
mencapai tujuan bisnis. Proses penilaian kinerja dimulai dari mendefinisikan halhal apa saja yang diharapkan oleh perusahaan dari masing-masing karyawan.
Proses ini mengukur kinerja masing-masing karyawan untuk mengidentifikasi
sampai sejauh mana harapan perusahaan itu telah tercapai dan harapan mana yang
belum terpenuhi. Hal ini memungkinkan perusahaan mengambil langkah-langkah
perbaikan seperti pelatihan, pemberian insentif atau tindakan disiplin.
2.
Tujuan Adminsitrasi
Tujuan adminsitrasi dari proses penilaian kinerja termasuk kedalam
bagaimana cara perusahaan dapat menyediakan informasi yang berguna dalam
mengambil keputusan sehari-hari tentang upah/gaji, manfaat (benefit) dan
program penghargaan lainnya. Proses penilaian kinerja dapat juga mendukung
perusahaan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan pensiun
karyawan, pemberhentian karyawan ataupun dalam proses seleksi karyawan.
3.
Tujuan Pengembangan
Tujuan pengembangan dari penilaian kinerja berarti penilaian kinerja
dijadikan dasar untuk menentukan jenis-jenis pengembangan (pengetahuan dan
keterampilan) yang dibutuhkan oleh masing-masing karyawan. Hal ini dapat
disampaikan manajer dalam sesi umpan balik kepada karyawan. Hal ini juga
dilakukan kepada karyawan yang memenuhi target dari perusahaan karena
karyawan akan merasa lebih dihargai apabila hasil yang mereka dapat diberikan
umpan balik.
14
2.1.2.3 Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Simanjuntak (2005:109) adapun manfaat penilaian kinerja:
1) Peningkatan Kinerja
Terutama bila hasil penilaian kinerja seseorang rendah atau dibawah standar yang
telah ditetapkan, maka orang yang bersangkutan dan atasan akan segera membuat
segala upaya untuk meningkatkan kinerja tersebut, misalnya dengan bekerja lebih
keras dan tekun lagi.
2) Pengembangan SDM
Penilaian kinerja sekaligus mengidentifikasi kelemahan setiap individu serta
potensi yang dimilikinya. Dengan demikian Manajemen dan individu dapat
mengoptimalkan
pemanfaatan
keunggulan
dan
potensi
individu
yang
bersangkutan, serta mengatasi dan mengkompensasi kelemahan-kelemahannya
melalui program pelatihan. Manajemen dan individu dapat mengembangkan
potensi yang dimiliki oleh setiap individu, baik untuk memenuhi kebutuhan
perusahaan atau organisasi, maupun dalam rangka mengembangkan karir mereka
masing-masing.
3) Pemberian Kompensasi.
Melalui penilaian kinerja individu, dapat diketahui siapa yang memberikan
kontribusi besar dan siapa yang memberikan kontribusi kecil dalam pemcapaian
hasil akhir organisasi atau perusahaan. Pemberian imbalan atau kompensasi yang
adil haruslah didasarkan kepada kinerja atau kontribusi setiap orang kepada
perusahaan. Karyawan yang menampilkan penilaian kinerja yang tinggi patut
diberi kompensasi, antara lain pemberian penghargaan, pemberian bonus dan atau
percepatan kenaikan pangkat dan atau gaji.
15
4) Program peningkatan produktivitas.
Dengan mengetahui kinerja masing-masing individu, kekuatan dan kelemahan
masing-masing serta potensi yang mereka miliki, manajemen dapat menyusun
program peningkatan produktivitas perusahaan.
5) Program kepegawaian
Hasil penilaian kinerja sangat bermanfaat untuk menyusun program-program
kepegawaian, termasuk promosi, rotasi dan mutasi, serta perencanaan karir
karyawan.
6) Menghindari perlakukan diskriminasi
Penilaian kinerja dapat menghindari perlakuan diskriminasi dan kolusi, karena
setiap tindakan karyawan akan didasarkan kepada obyektif, yaitu hasil penilaian
kinerja.
2.1.2.4 Proses Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah merupakan suatu proses yang berkesinambungan
dan bukan merupakan produk akhir atau produk sesaat (Handoko, 2001).
Penilaian kinerja tidak dapat berdiri sendiri sehingga dalam pelaksanaannya
penilaian kinerja juga terkait dengan kegiatan lainnya, yaitu :
1)
Job Analysis atau analisis pekerjaan.
Proses penilaian kinerja berdasarkan pada analisis pekerjaan atau analisis
jabatan. Tahap ini merupakan tahap mendasar dalam penilaian kinerja karena
analisis jabatan sangat dibutuhkan didalam proses pelaksanaan penilaian kinerja
untuk mengetahui hal-hal seperti: jenis-jenis pekerjaan, tanggung jawab yang
dimiliki, kondisi kerja, kegiatan yang harus dilakukan.
2)
Performance standards atau standar kerja.
16
Standar kerja berguna untuk mengetahui apakah pekerjaan seorang
karyawan sudah lebih baik atau dibawah standar yang ditetapkan. Standar kerja
berdasarkan atas informasi-informasi yang diperoleh dari Job Analysis atau
analisis pekerjaan. Standar yang ditetapkan harus memenuhi beberapa syarat
sebagai berikut:
a.
Standar harus tertulis dengan jelas dan spesifik sehingga setiap orang bisa
membaca standar kerja yang ditetapkan untuk pekerjaan tertentu sehingga
tidak mudah menimbulkan bisa dan salah persepsi.
b.
Standar yang ditetapkan harus realistis dan dapat dicapai.
c.
Standar yang digunakan bisa menjawab pertanyaan : what (tentang apa yang
dikerjakan), how (bagaimana metode menyelesaikan pekerjaan), how much
(berapa banyak yang harus dihasilkan), dan when (kapan pekerjaan harus
dihasilkan).
3)
Performance appraisal system atau metode penilaian kinerja.
Ada empat jenis metode penilaian kinerja :
a.
Behaviour appraisal system (Penilaian kinerja berdasarkan perilaku yang
dinilai).
b.
Personnel/performer appraisal system (Penilaian kinerja berdasarkan
ciri/sifat individu).
c.
Result-oriented appraisal system (Penilaian kinerja berdasarkan hasil kerja)
d.
Contingency appraisal system (Penilaian kinerja berdasarkan atas kombinasi
berapa komponen: ciri, sifat, perilaku dan hasil kerja).
17
2.1.2.5 Metode Penilaian Kinerja
Menurut Noe (2007:255) juga Mathis dan Jackson (2009:392,) metode
penilaian kinerja yang dilakukan oleh perusahaan dikategorikan sebagai berikut :
1. Rating Scales
Menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala untuk mengukur faktorfaktor kinerja (performance factor). Misalnya dalam mengukur tingkat inisiatif
dan tanggung jawab pegawai. Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5, yaitu 1
adalah yang terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika tingkat inisiatif dan
tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, maka ia diberi nilai 3 atau 4 dan
begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor kinerja lainnya.
2. Critical Incidents
Evaluator mencatat mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan
terburuk (extremely good or bad behaviour) pegawai. Dalam metode ini, penilai
harus menyimpan catatan tertulis tentang tindakan-tindakan atau prilaku kerja
yang sangat positif (high favorable) dan perilaku kerja yang sangat negatif (high
unfavorable) selama periode penilaian.
3. Essay
Evaluator menulis deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan,
kinerjanya pada masa lalu, potensinya dan memberikan saran-saran untuk
pengembangan pekerja tersebut. Metode ini cenderung lebih memusatkan
perhatian pada perilaku ekstrim dalam tugas-tugas karyawan daripada pekerjaan
atau kinerja rutin yang mereka lakukan dari hari ke hari. Penilaian seperti ini
sangat tergantung kepada kemampuan menulis seorang penilai.
4. Work standard
18
Metode ini membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar yang
telah ditetapkan sebelumnya atau dengan tingkat keluaran yang diharapkan. Agar
standar ini dianggap objektif, para pekerja harus memahami secara jelas
bagaimana standar yang ditetapkan.
1.
Ranking
Penilai menempatkan seluruh pekerja dalam satu kelompok sesuai dengan
peringkat yang disusun berdasarkan kinerja secara keseluruhan. Contohnya,
pekerja terbaik dalam satu bagian diberi peringkat paling tinggi dan pekerja yang
paling buruk prestasinya diletakkan di peringkat paling bawah. Kesulitan terjadi
bila pekerja menunjukkan prestasi yang hampir sama atau sebanding.
6. Forced distribution
Penilai harus “memasukkan” individu dari kelompok kerja ke dalam sejumlah
kategori yang serupa dengan sebuah distribusi frekuensi normal. Contoh para
pekerja yang termasuk ke dalam 10 persen terbaik ditempatkan ke dalam kategori
tertinggi, 20 persen terbaik sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, 40 persen
berikutnya ke dalam kategori menengah, 20 persen sesudahnya ke dalam kategori
berikutnya, dan 10 persen sisanya ke dalam kategori terendah.
7. Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS)
Evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja yang
mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya penilaian
pelayanan pelanggan. Bila pegawai bagian pelayanan pelanggan tidak menerima
tip dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang berarti kinerja lumayan. Bila pegawai itu
membantu pelanggan yang kesulitan atau kebingungan, ia diberi skala 7 yang
19
berarti kinerjanya memuaskan, dan seterusnya. Metode ini mendeskripsikan
perilaku yang diharapkan sesuai dengan tingkat kinerja yang diharapkan.
2.1.2.6 Pejabat Penilai Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson (2006:387) Penilaian kinerja dapat dilakukan
oleh siapapun yang mengetahui dengan baik kinerja dari karyawan secara
individual. Kemungkinannya adalah sebagai berikut:
1.
Para Supervisor yang Menilai Karyawan Mereka
Penilaian secara tradisional atas karyawan oleh supervisor didasarkan pada asumsi
bahwa supervisor langsung adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk
mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil. Untuk mencapai tujuan
ini, beberapa supervisor menyimpan catatan kinerja mengenai pencapaian
karyawan mereka. Catatan ini menyediakan contoh spesifik untuk digunakan
ketika menilai kinerja.
2.
Para Karyawan yang Menilai Atasan Mereka
Sejumlah organisasi dimasa sekarang meminta para karyawan atau anggota
kelompok untuk memberi nilai pada kinerja supervisor dan manajer. Tanggung
jawab dasar dari dewan untuk menetapkan tujuan dan mengarahkan pencapaian
mereka menjadi alasan untuk mengevaluasi kinerja dari para anggota dewan.
3.
Anggota Tim yang Menilai Sesamanya
Penggunaan rekan kerja dan anggota tim sebagai penilai adalah jenis penilaian
lainnya yang berpotensi baik untuk membantu ataupun sebaliknya. Kemungkinan
lainnya, kritik yang ada dapat mempengaruhi secara negatif hubungan kerja
dimasa depan. Penggunaan rekan kerja dan anggota tim sebagai penilai adalah
jenis penilaian lainnya yang berpotensi baik untuk membantu ataupun sebaliknya.
20
4.
Sumber-Sumber Dari Luar
Penilaian juga dapat dilalukan oleh orang-orang dari luar yang dapat diundang
untuk melakukan tinjauan kinerja. Contoh-contoh meliputi tim peninjau yang
mengevaluasi potensi perkembangan seseorang dalam organisasi. Tetapi orangorang dari luar mungkin tidak mengetahui permintaan penting dalam organisasi.
Pelanggan atau klien dari sebuah organisasi adalah sumber nyata untuk penilaian
dari luar..
5.
Karyawan Menilai Diri Sendiri
Menilai diri sendiri dapat ditetapkan dalam situasi-situasi tertentu sebagai alat
pengembangan diri, hal ini dapat memaksa para karyawan untuk memikirkan
mengenai kekuatan dan kelemahan mereka dan menetapkan tujuan untuk
peningkatan. Tetapi para karyawan tidak dapat menilai diri sendiri sebagaimana
para supervisor menilai mereka; mereka dapat menggunakan standar yang sangat
berbeda.
6.
Karyawan dan Multisumber (umpan balik 360 derajat)
Dalam umpan balik multisumber, manajer tidak lagi menjadi sumber tunggal dari
informasi penilaian kinerja. Alih-alih, berbagai rekan kerja dan pelanggan
memberikan
umpan
balik
mengenai
karyawan
kepada
manajer,
jadi
memungkinkan manajer untuk mendapatkan masukan dari berbagai sumber.
Tetapi manajer tetap menjadi titik pusat untuk menerima umpan balik.
2.1.2.7 Karakteristik Sistem Penilaian Kinerja Yang Efektif
Menurut Mondy & Noe (2005), karakteristik sistem penilaian kinerja
yang efektif, adalah:
21
1.
Kriteria yang terkait dengan pekerjaan: Kriteria yang digunakan untuk
menilai kinerja karyawan harus berkaitan dengan pekerjaan / valid.
2.
Ekspektasi Kinerja: Sebelum periode penilaian, para manajer harus
menjelaskan secara gamblang tentang kinerja yang diharapkan kepada
pekerja.
3.
Standardisasi: Pekerja dalam kategori pekerjaan yang sama dan berada di
bawah organisasi yang sama harus dinilai dengan menggunakan instrumen
yang sama.
4.
Penilaian yang Cakap: Tanggung jawab untuk menilai kinerja karyawan
hendaknya dibebankan kepada seseorang atau sejumlah orang, yang secara
langsung mengamati paling tidak sampel yang representatif dari kinerja
itu. Untuk menjamin konsistensi penilaian, para penilai harus mendapatkan
latihan yang memadai.
5.
Komunikasi Terbuka: Pada umumnya, para pekerja memiliki kebutuhan
untuk mengetahui tentang seberapa baik kinerja mereka.
6.
Akses Karyawan Terhadap Hasil Penilaian: Setiap pekerja harus memperoleh
akses terhadap hasil penilaian. Kerahasiaan akan menumbuhkan kecurigaan.
Menyediakan akses terhadap hasil penilaian memberikan kesempatan
karyawan untuk mendeteksi setiap kesalahannya.
7.
Proses Pengajuan Keberatan (due process): Dalam hubungannya dengan
pengajuan keberatan secara formal atas hasil penilainnya, penetapan due
process merupakan langkah penting.
22
2.1.3
Insentif
2.1.3.1 Pengertian Insentif
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa
insentif adalah “tambahan penghasilan (uang, barang, dan lain sebagainya) yang
diberikan sebagai perangsang gairah kerja”. Kompensasi dan insentif mempunyai
hubungan yang sangat erat, di mana insentif merupakan komponen dari
kompensasi dan keduanya sangat menentukan dalam pencapaian tujuan dan
sasaran organisasi secara keseluruhan.
Rivai (2004:384) berpendapat bahwa insentif adalah bentuk pembayaran
yang terkaikan dengan kinerja atau gainsharing, sebagai pembagian keuntungan
bagi karyawan akibat peningkatan produktivitas atau penghematan biaya.
Menurut Hasibuan (2005:118), mengemukakan bahwa “Insentif adalah
tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di
atas prestasi standar. Insentif ini merupakan alat yang dipergunakan pendukung
prinsip adil dalam pemberian kompensasi”.
Menurut Mangkunegara (2005:89), mengemukakan bahwa “Insentif
adalah suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang atas dasar
kinerja yang tinggi dan juga merupakan rasa pengakuan dari pihak organisasi
terhadap kinerja karyawan dan kontribusi terhadap organisasi (perusahaan)”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa insentif ialah
balas jasa yang memadai kepada pegawai yang prestasinya melebihi standar yang
telah ditetapkan. Insentif merupakan suatu faktor pendorong bagi pegawai untuk
bekerja lebih baik agar kinerja pegawai dapat meningkat.
23
2.1.3.2 Tujuan Insentif
Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong para pegawai untuk
bekerja dengan kemampuan yang optimal dan, yang dimaksudkan sebagai
pendapatan ekstra di luar gaji atau upah yang telah ditentukan. Pemberian insentif
dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan para pegawai dan keluarga mereka.
Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan rencanarencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung atau tidak langsung
dengan berbagai standar kinerja pegawai atau profitabilitas organisasi. Pada
prinsipnya pemberian insentif harus memenuhi kejelasan tujuan dan sasaran,
prinsip keadilan dan prinsip kompensasi itu sendiri yang bersifat penghargaan dan
keterbukaan. Tujuan pemberian insentif kepada karyawan adalah untuk memenuhi
kepentingan berbagai pihak, yaitu :
1.
Bagi Perusahaan:
a.
Mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan cakap agar
loyallitasnya tinggi terhadap perusahaan.
b.
Mempertahankan dan meningkatkan moral kerja karyawan yang
ditunjukan dengan menurunnya tingkat perputaran tenaga kerja dan
absensi.
c.
Meningkatkan produktivitas perusahaan yang berarti hasil produksi
bertambah untuk setiap unit per satuan waktu dan penjualan meningkat.
2.
Bagi Karyawan:
a.
Meningkatkan standar kehidupannya dengan diterimanya pembayaran
diluar gaji pokok
24
b.
Meningkatkan semangat kerja karyawan sehingga mendorong mereka
untuk berprestasi lebih baik
2.1.3.3 Jenis-jenis Insentif
Menurut Sarwoto (2001: 155) insentif dibedakan menjadi dua golongan:
1.
Insentif finansial
Merupakan insentif yang diberikan kepada karyawan atas hasil kerja mereka dan
biasanya diberikan dalam bentuk uang berupa bonus, komisi, pembagian laba, dan
kompensasi yang ditangguhkan, serta dalam bentuk jaminan sosial berupa
pemberian rumah dinas, tunjangan lembur, tunjangan kesehatan dan tunjangatunjangan lainnya. Insentif yang berbentuk uang dan barang dapat diberikan
dalam berbagai macam, antara lain:
a.
Bonus
Uang yang dibayarkan sebagai balas jasa atas hasil pekerjaan yang telah
dilaksanakan. Dalam perusahaan yang menggunakan sistem insentif lazimnya
beberapa persen dari laba yang melebihi jumlah tertentu dimasukkan ke
dalam sebuah dana dan kemudian jumlah tersebut dibagi-bagi antara pihak
yang akan diberikan bonus.
b.
Komisi
Merupakan sejenis bonus yang dibayarkan kepada pihak bagian penjualan
yang mengahasilkan penjualan yang baik
c.
Profit sharing
25
Salah satu jenis insentif yang tertua. Dalam hal pembayarannya dapat diikuti
bersama-sama pola, tetapi biasanya mencakup pembayaran berupa sebagian
dari hasil laba yang disetorkan ke dalam setiap peserta.
d.
Jaminan sosial
Insentif yang diberikan dalam bentuk jaminan sosial lazimnya diberikan
secara kolektif, tidak ada unsure kompetitif dan setiap pegawai dapat
memperolehnya secara rata-rata dan otomatis. Bentuk jaminan sosial adalah
seperti; pemberian rumah dinas, pengobatan secara cuma-cuma, kemungkinan
untuk pembayaran secara angsuran oleh pekerja atas barang-barang yang
dibelinya dari koperasi organisasi, cuti sakit, biaya pindah
2.
Insentif Non Finansial
Insentif non finansial dapat diberikan dalam berbagai bentuk, antara lain:
a. Pemberian piagam penghargaan
b. Pemberian pujian lisan ataupun tertulis, secara resmi maupun pribadi
c. Ucapan terima kasih secara formal maupun informal
d. Pemberian kenaikan pangkat atau jabatan
e. Pemberian hak untuk menggunakan atribut jabatan
f. Pemberian perlengkapan khusus pada ruangan kerja.
Kedua bentuk insentif tersebut sama pentingnya dan lazimnya kedua
insentif tersebut digunakan untuk saling melengkapi, tergantung kondisi dan
kebutuhan. Jelas bahwa insentif yang memadai akan mendorong semangat dan
gairah kerja karyawan, sehingga karyawan akan terus menjaga dan meningkatkan
hasil kerjanya yang pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan serta dapat
26
mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan, sehingga instansi dan karyawan
lebih solid dalam membangun kebersamaan menuju kemajuan perusahaan.
2.1.3.4 Hal-hal yang Mempengaruhi Pemberian Insentif
Beberapa cara perhitungan atau pertimbangan dasar penyusunan insentif
antara lain sebagai berikut:
1.
Kinerja
Sistem insentif dengan cara ini langsung mengaitkan besarnya insentif
dengan kinerja yang telah ditunjukkan oleh pegawai yang bersangkutan. Berarti
besarnya insentif tergantung pada banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam
waktu kerja pegawai. Cara ini dapat diterapkan apabila hasil kerja diukur secara
kuantitatif, memang dapat dikatakan bahwa dengan cara ini dapat mendorong
pegawai yang kurang produktif menjadi lebih produktif dalam bekerja.
2.
Lama Kerja
Besarnya insentif ditentukan atas dasar lamanya pegawai melaksanakan atau
menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per
jam, per hari, per minggu ataupun per bulan. Umumnya cara yang diterapkan
apabila ada kesulitan dalam menerapkan cara pemberian insentif berdasarkan
kinerja. Memang ada kelemahan dan kelebihan dengan cara ini, antara lain
sebagai berikut:
Kelemahan:
a)
Mengendurnya semangat kerja pegawai yang sesungguhnya mampu
berproduksi lebih dari rata-rata.
b) Tidak mebedakan usia, pengalaman dan kemampuan pegawai.
27
c)
Membutuhkan pengawasan yang ketat agar pegawai sungguh-sungguh
bekerja.
d) Kurang mengakui adanya kinerja pegawai.
Kelebihan
a)
Dapat mencegah hal-hal yang tidak atau kurang diiinginkan seperti pilih
kasih, diskriminasi, maupun kompetisi yang kurang sehat.
b) Menjamin kepastian penerimaan insentif secara periodik
c)
Tidak memandang rendah pegawai yang cukup lanjut usia
3.
Senioritas
Sistem insentif ini didasarkan pada masa kerja atau senioritas pegawai yang
bersangkutan dalam suatu organisasi. Dasar pemikirannya adalah pegawai senior
menunjukkan adanya kesetiaan yang tinggi pada organisasi di mana mereka
bekerja. Semakin senior seorang pegawai semakin tinggi loyalitasnya pada
organisasi, dan semakin mantap dan tenangnya dalam organisasi. Kelemahan
dengan cara ini adalah belum tentu mereka yang senior memiliki kemampuan
yang lebih tinggi, sehingga mungkin sekali pegawai muda (junior) yang
kemampuannya tinggi akan dipimpin oleh pegawai senior, tetapi tidak menonjol
kemampuannya. Mereka menjadi pimpinan bukan karena kemampuannya tetapi
karena masa kerjanya. Dalam situasi demikian dapat membuat pegawai junior
yang energik dan mampu tersebut keluar dari perusahaan/instansi.
g.
Kebutuhan
Ini menunjukkan bahwa insentif pada pegawai didasarkan pada tingkat
kebutuhan hidup yang layak dari pegawai. Ini berarti insentif yang diberikan
28
adalah wajar apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan
pokok,
tidak
berlebihan
namun
tidak
berkekurangan.
Hal
seperti
ini
memungkinkan pegawai untuk dapat bertahan dalam perusahaan/instansi.
h. Keadilan dan Kelayakan
Keadilan: Dalam sistem insentif bukanlah harus sama rata tanpa pandang bulu,
tetapi harus terkait pada adanya hubungan antara pengorbanan (input) dengan
(output), makin tinggi pengorbanan semakin tinggi insentif yang diharapkan.
Input dari suatu jabatan ditunjukkan oleh spesifikasi yang harus dipenuhi oleh
karyawan yang memangku jabatan tersebut. Output ini ditunjukkan oleh insentif
yang diterima para pegawai yang bersangkutan, di mana di dalamnya terkandung
rasa keadilan yang sangat diperhatikan oleh setiap pegawai penerima insentif
tersebut.
Kelayakan: Layak pengertiannya membandingkan besarnya insentif yang
diberikan perusahaandengan perusahaan lain yang bergerak dalam bidang usaha
sejenis. Apabila insentif di dalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah
dibandingkan dengan perusahaan lain, maka perusahaan akan mendapat kendala
yakni menurunnya kinerja karyawan yang diketahui akibat ketidakpuasan
karyawan terhadap insentif yang diberikan.
i.
Evaluasi Jabatan
Evaluasi jabatan adalah usaha untuk menentukan dan membandingkan nilai
suatu jabatan tertentu dengan nilai jabatan-jabatan lain dalam suatu organisasi. Ini
berarti pula penentuan nilai relatif atau harga dari suatu jabatan guna menyusun
rangking dalam penentuan insentif.
29
2.1.3.5 Penggolongan Insentif
Menurut Veitzal Rivai (2004:387) terdapat dua macam penggolongan
insentif, yaitu:
a)
Insentif Individu
Program insentif individu bertujuan untuk memberikan penghasilan tambahan
selain gaji pokok bagi individu yang dapat mencapai standar prestasi tertentu.
Insentif individu bisa berupa upah per -output dan upah per waktu.
b) Insentif Kelompok
Pembayaran insentif individu seringkali sukar untuk dilaksanakan karena
untuk
menghasilkan
sebuah
produk
dibutuhkan
kerjasama,
atau
ketergantungan dari seseirang dengan orang lain. Oleh sebab itu, insentif akan
diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja mereka juga melebihi
standar yang ditetapkan. Para anggotanya dapat dibayarkan dengan tiga cara,
yaitu:
1. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran
yang diterima oleh mereka yang paling tinggi prestasi kerjanya,
2. Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan
pembayaran yang diterima oleh mereka yang paling rendah prestasi
kerjanya.
3. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata –rata
pembayaran yang diterima oleh kelompok.
30
2.1.4
Kinerja
2.1.4.1 Pengertian Kinerja
Menurut Rivai dan Basri (2005:50) kinerja adalah hasil atau tingkat
keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam
melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar
hasil kerja, target, atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu
telah disepakati bersama.
Sedangkan menurut (Mathis dan Jackson 2002:78) kinerja pada dasarnya
adalah apa yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh karyawan. Kinerja
karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada
organisasi. (Mathis dan Jackson, 2002:8)
2.1.4.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Mahmudi (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
terdiri dari lima faktor, sebagai berikut.
1.
Faktor personal/individual, meliputi: pengetahuan, keterampilan,kemampuan,
kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki olehsetiap individu.
2.
Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan
semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader.
3.
Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh
rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim,kekompakan
dan keeratan anggota tim.
31
4.
Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur
yangdiberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja
dalamorganisasi.
5.
Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahanlingkungan
eksternal dan internal.
2.1.4.3 Kriteria Pengukuran Kinerja
Soedjono (2006) menyebutkan 6 (enam) kriteria yang dapat digunakan
untuk mengukur kinerja pegawai secara individu yakni :
1.
Kualitas, Hasil pekerjaan yang dilakukan mendekati sempurna atau
memenuhi tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut.
2.
Kuantitas, Jumlah yang dihasilkan atau jumlah aktivitas yang dapat
diselesaikan.
3.
Ketepatan waktu, yaitu dapat menyelesaikan pada waktu yang telah
ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang
lain.
4.
Efektivitas, Pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada pada
organisasi untuk meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian.
5.
Kemandirian, yaitu dapat melaksanakan kerja tanpa bantuan guna
menghindari hasil yang merugikan
6.
Komitmen kerja, yaitu komitmen kerja antara pegawai dengan organisasinya
dan tanggung jawab pegawai terhadap organisasinya.
32
2.2
Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini
berkaitan dengan seleksi, penilaian kinerja serta insentif. Tabel 2.1 menunjukkan
beberapa penelitian terdahulu yang dipakai sebagai panduan dalam penelitian ini.
Tabel 2.1
Daftar Penelitian Terdahulu
No
1
Nama
Peneliti
Yudha
Nugraha
(2014)
Judul
Variabel
Pengaruh Insentif
Terhadap Prestasi
Kerja Karyawan
PT. Asuransi
Astra Buana
Medan
Variabel
independen,
yaitu Insentif,
Variabel
dependen,
yaitu Prestasi
Kerja
Karyawan
Variabel
independen,
yaitu
Penilaian
Kinerja,
Variabel
dependen,
yaitu
Produktivitas
Karyawan
Variabel
independen,
yaitu
Pemberian
Insentif,
Variabel
dependen,
yaitu Kinerja
Karyawan
Analisis
Regresi Linier
Sederhana
Variabel
independen,
yaitu Proses
Seleksi,
Variabel
dependen
yaitu Kinerja
Karyawan
Analisis
Regresi Linier
Sederhana
2
Erlinda
Listyanti
Purwaning
rum
(2014)
Pengaruh
Penilaian Kinerja
Terhadap
Semangat Kerja
( Studi Pada
Karyawan Tetap
PT.
Aggiomultimex)
3
Lia
Mayang
sari
(2013)
Pengaruh
Pemberian
Insentif Terhadap
Kinerja Karyawan
di Departemen
Penjualan PT.
PUSRI
4
Moh.
Abdul
Aziz
(2012)
Pengaruh Proses
Seleksi Terhadap
Kinerja Karyawan
Teknik PT.
Pembangunan
Perumahan (PP)
Persero TBK
Teknik
Analisis Data
Analisis
Regresi Linier
Sederhana
Analisis
Regresi Linier
Sederhana
Hasil Penelitian
Terdapat
hubungan erat
antara insentif
dengan prestasi
kerja, sehingga
apabila peran
insentif dinaikan
maka akan diikuti
meningkatnya
prestasi kerja
Terdapat
hubungan yang
positif antara
penilaian kinerja
terhadap
semangat kerja
karyawan pada
Karyawan Tetap
PT.
Aggiomultimex
Bahwa insentif
berpengaruh
signifikan dan
positif secara
parsial terhadap
kinerja karyawan
di departemen
penjualan PT.
Pupuk Sriwidjaja
Palembang
Terdapat
pengaruh yang
signifikan antara
proses seleksi
dengan kinerja
karyawan teknik
PT. Pembangunan
Perumahan (PP)
Persero TBK
33
5
Rd. M.
Irfan W
(2012)
Pengaruh
Pelaksanaan
Seleksi Terhadap
Prestasi Kerja
Pada Karyawan
Pikiran Rakyat
6
Iman
Nurholis
(2010)
Pengaruh
Pelaksanaan
Penilaian Kinerja
Terhadap
Produktivitas
Kerja Karyawan
( Studi Pada Call
Center PT.
Telkomsel
Medan)
2.3
Variabel
independen,
yaitu
Pelaksanaan
Seleksi,
Variabel
dependen
yaitu Prestasi
Kerja
Karyawan
Variabel
independen,
yaitu
Pelaksanaan
Penilaian
Kinerja,
Variabel
dependen,
yaitu
Produktivitas
Kerja
Karyawan
Analisis
Regresi Linier
Sederhana
Terdapat
pengaruh yang
positif antara
pelaksanaan
seleksi dengan
prestasi kerja
karyawan Pikiran
Rakyat
Analisis
Regresi Linier
Sederhana
Terdapat
hubungan yang
positif antara
pelaksanaan
penilaian kinerja
terhadap
produktivitas
kerja karyawan
pada Call Center
PT. Telkomsel
Medan.
Kerangka Konseptual
Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Menurut Rivai dan Basri (2005:50)
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan
selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang
telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama. Secara umum, konsep
kinerja berarti bahwa tercapainya tujuan lembaga-lembaga melalui kinerja
karyawan mereka. Ini menghubungkan kegiatan dan tujuan melalui tugas
karyawan dalam lembaga. Kesimpulannya, konsep kinerja menunjukkan
persentase pencapaian karyawan dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan
mereka yang dipengaruhi faktor-raktor anatar lain seleksi, penilaian kinerja dan
insentif.
34
Seleksi dapat dikonseptualisasikan baik memilih cocok atau menolak
calon karyawan atau kombinasi keduanya. Seleksi melibatkan memilih pelamar
yang paling cocok (best-guest) yang memenuhi persyaratan untuk pekerjaan
tertentu sehinggga semboyan daripada The Right Man On The Right Place akan
menjadi kenyataan. Pelaksanaan seleksi yang tepat akan berdampak terhadap
kinerja karyawan, karena dengan proses seleksi yang tepat akan menghasilkan
karyawan yang diterima sesuai sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan memiliki
kualifikasi yang dibutuhkan perusahaan sehingga kinerja karyawan meningkat.
Menurut Mathis dan Jackson (2006, 261) Seleksi adalah proses pemilihan orangorang yang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan untuk mengisi lowongan
pekerjaan di sebuah organisasi.
Penilaian kinerja merupakan salah satu komponen yang paling penting dari
sumber daya manusia. Semua pihak ikut terlibat dalam penilaian kinerja, baik
pemimpin maupun karyawan. . Ini adalah penilaian yang sistematis dan seobjektif
mungkin dari program, desain, implementasi dan hasil. Tujuannya adalah untuk
menilai relevansi dari pemenuhan tujuan, efisiensi, efektivitas, serta dampaknya
terhadap kinerja karyawan. Ketika terjadi ketidakpuasan dengan sistem penilaian
kinerja maka karyawan akan menganggap proses penilaian kinerja sebagai hal
yang sia-sia yang berdampak terhadap rusaknya hubungan karyawan dengan
atasan yang akan berpengaruh terhadap kinerja mereka pula. Menurut Smith
(2000), penilaian kinerja melibatkan identifikasi hubungan sebab dan akibat pada
kebijakan ketenagakerjaan dan merupakan proses rutin yang organisasi gunakan
untuk mengevaluasi karyawan mereka
35
Insentif merupakan faktor pendorong eksternal yang mendorong motif yang
positif, mengarahkan individu untuk bekerja lebih keras Pentingnya insentif
berasal dari kebutuhan bagi karyawan untuk diakui dan dihargai atas usaha nya.
Keterampilan individu sendiri tidak cukup untuk membiarkan mereka bekerja
dengan produktivitas yang tinggi kecuali ada sistem insentif yang mendorong
motif internal mereka, dengan mengasumsikan bahwa uang dapat mendorong
karyawan bekerja lebih giat lagi, maka mereka yang produktif lebih menyukai
gajinya dibayarkan berdasarkan hasil kerja”. Insentif dianggap salah satu faktor
paling penting yang mendorong pekerja untuk melakukan upaya besar dan bekerja
lebih efisien. Palmer (2012) mendefinisikan insentif sebagai godaan eksternal dan
faktor pendorong yang menyebabkan karyawan untuk bekerja lebih keras; mereka
diberikan insentif karena kinerja mereka sangat baik sehingga karyawan akan
bekerja lebih keras dan menghasilkan kinerja yang lebih efektif ketika ia merasa
puas pada perusahaan.
Kerangka konseptual menjelaskan bagaimana proses seleksi, penilaian
kinerja serta insentif yang dilakukan PT. Tigaraksa Satria, Tbk Cabang Medan
berdampak terhadap peningkatan kinerja karyawan, diperlihatkan pada gambar
dibawah ini:
36
SELEKSI
PENILAIAN
KINERJA
KINERJA
KARYAWAN(Y)
INSENTIF
Sumber: Mathis dan Jackson (2006, 261), (Smith,2000), (Palmer,2012)
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
2.4
Hipotesis
Sugiyono (2010:93), mendefinisikan bahwa hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan penelitian. Berdasarkan perumusan masalah yang
ada, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Seleksi, penilaian kinerja, dan insentif berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan pada PT. Tiga Raksa Satria, Tbk Cabang Medan.
37
Download