1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat
(1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan
kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap
bencana. Dengan demikian masalah kebencanaan ini harus merupakan
pertimbangan dalam penataan ruang wilayah. Dalam UU No 24 Tahun 2007,
tentang Penanggulangan Bencana disebut bahwa pemerintah daerah kewajiban
menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana.
Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar
refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air
kita. Indonesia merupakan Negara kepulauan tempat dimana tiga lempeng besar
dunia bertemu, yaitu: lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Proses
dinamika lempeng yang cukup intensif telah membentuk relief permukaan bumi
yang khas dan cukup bervariasi, dari wilayah yang landai sepanjang pantai dengan
potensi ancaman banjir, penurunan tanah dan tsunami hingga wilayah
pegunungan dengan lereng-lerengnya yang curam dan seakan menyiratkan
potensi longsor yang tinggi (Sadisun 2005).
Diantara bencana alam yang berpotensi mendatangkan bahaya bagi
penduduk di suatu wilayah adalah longsor atau land-slide. Longsor adalah suatu
proses geomorfologi dalam menuju keseimbangan baru permukaan bumi. Kalau
terjadi dalam skala besar sering mendatangkan mala-petaka karena bersifat
destruktif yang menyebabkan kerusakan besar bangunan jalan, jembatan, dan
permukiman pada umumnya. Tidak jarang longsor juga menelan korban jiwa.
Longsor-lahan merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau
gerakan massa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif besar
(Suripin 2002). Setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap
1
tahunnya kerugian yang diakibatkan bencana tanah longsor mencapai
Rp 800
miliar, sedangkan jiwa yang terancam sekitar satu juta jiwa (Nandi 2007). Oleh
karena itu, perlu ada identifikasi dan pemetaan wilayah potensial longsor-lahan
untuk mengetahui tingkat kerentanan suatu wilayah terhadap longsor. Informasi
spasial longsor sangat dibutuhkan dalam menyusun tata ruang yang berwawasan
lingkungan. Demikian penting informasi longsor ini dalam penataan ruang,
ditandai dengan keluarnya sebuah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No :
22/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Bencana Longsor.
Dalam pedoman ini diatur alokasi penggunaan lahan pada pada daerah rawan
longsor.
Bahaya longsor-lahan adalah salah satu bencana alam yang sering
mengakibatkan kerugian harta benda maupun korban jiwa dan menimbulkan
kerusakan sarana dan prasarana lainnya yang bisa berdampak pada kondisi
ekonomi dan sosial. Bencana alam longsor-lahan sering terjadi di daerah yang
memiliki derajat kemiringan tinggi, yang diperburuk oleh penataan penggunaan
lahan yang tidak sesuai. Tanah longsor umumnya terjadi pada musim basah
dimana terjadi peningkatan curah hujan.
Longsor-lahan dapat terjadi secara alamiah jika disebabkan oleh faktorfaktor alam dan dapat menimbulkan bencana jika merugikan manusia dari aspek
sosial, ekonomi, dan lingkungan. Terjadinya bencana longsor-lahan dapat
dipercepat karena dipicu oleh manusia, yaitu adanya perubahan tata guna lahan
yang tidak terkontrol. Meningkatnya kebutuhan lahan untuk permukiman, kegiatan
ekonomi, atau infrastruktur akibat bertambahnya jumlah penduduk dapat pula
meningkatkan resiko terjadinya tanah longsor (Kuswaji, dkk. 2006). Bahaya
longsor-lahan dapat terjadi karena pola pemanfaatan lahan yang tidak mengikuti
kaidah kelestarian lingkungan, seperti gundulnya hutan akibat deforestasi, dan
konversi hutan menjadi lahan pertanian dan permukiman di lahan berkemiringan
lereng yang terjal.
Pemetaan ancaman, kerentanan, kapasitas, dan risiko bencana bermanfaat
untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap perlunya kesiapsiagaan
menghadapi bencana alam yang saat ini menjadi bagian kritis dalam kehidupan
2
sebagian besar masyarakat di Indonesia. Dengan demikian akan bermanfaat untuk
menekan semaksimal mungkin kerusakan atau resiko akibat bencana melalui peta.
Salah satu contoh fenomena mengenai permasalahan longsor terjadi di Kabupaten
Kulonprogo, Kabupaten Kulonprogo merupakan salah satu wilayah yang berbukit
– bukit dan berpotensi mengalami bencana longsor-lahan.
Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta, menetapkan status Siaga Bencana
Alam Banjir dan Longsor-lahan. Hal ini menyusul banyaknya bencana yang
menimpa warga di enam Kecamatan Kabupaten Kulonprogo. Menurut Kapala
Kantor BPBD Kulonprogo (Drs, Untung Waluyo), angka bencana alam longsorlahan maupun pohon tumbang akibat angin kencang, sejak awal musim penghujan
hingga Senin (29/12/2014) sudah mencapai lebih dari 45 kasus. Hal ini didominasi
bencana longsor-lahan yang terjadi di enam kecamatan. Mempertimbangkan
banyaknya laporan kejadian saat musim penghujan, sudah layak bahwa
kulonprogo ditetapkan dalam status siaga menghadapi banjir dan longsor-lahan.
Sementara menurut Kasie Kedaruratan dan Logistik BPBD, Drs, Hardiyanto,
jumlah bencana alam yang terjadi di Kabupaten Kulonprogo meliputi pohon
tumbang dan longsor-lahan, mayoritas yang terjadi bencana longsor-lahan di
enam kecamatan kata Hardiyanto. Hal ini karena letak geografis wilayah tersebut
di lereng Perbukitan Menoreh. Bencana alam yang terjadi di Kabupaten
Kulonprogo berupa longsor-lahan yang mengenai rumah warga maupun yang
menutup akses jalan kabupaten, serta angin kencang yang berakibat
menumbangkan pohon dan menimpa rumah warga.
Alat bantu utama ilmu geografi adalah peta, selain foto udara dan citra
satelit sebagai hasil teknologi modern. Melalui peta, seseorang akan dapat
mengamati kenampakan permukaan bumi secara lebih luas dari batas pandang
manusia. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap
saat, dimanapun dan kapanpun, sehingga dapat menimbulkan kerugian material
dan imaterial bagi kehidupan masyarakat.
Peningkatan bahaya ini akan lebih diperparah bila masyarakat sama sekali
tidak menyadari dan tanggap terhadap adanya bahaya longsor-lahan di daerahnya.
3
Pengalaman memperlihatkan bahwa kejadian-kejadian bencana alam selama ini
telah banyak menimbulkan kerugian dan penderitaan yang cukup berat baik
korban jiwa maupun material sebagai akibat dari perpaduan bahaya longsor-lahan
dan kompleksitas permasalahan lainnya. Untuk itu diperlukan upaya-upaya yang
komprehensif untuk mengurangi resiko bahaya longsor-lahan, antara lain dengan
melakukan kegiatan migitasi yaitu upaya-upaya untuk meminimalkan dampak
yang ditimbulkan oleh bencana dengan melakukan analisis terhadap kerawanan
bahaya longsor-lahan.
Penginderaan jauh merupakan teknologi yang mampu melakukan
pemantauan dan identifikasi di permukaan bumi secara cepat. Sistem informasi
geografis (SIG) dapat memberikan informasi yang tidak dapat diidentifikasi oleh
penginderaan jauh seperti jenis tanah, curah hujan maupun kemiringan lereng.
Informasi penginderaan jauh dan SIG dapat digabungkan (overlay), sehingga
dapat digunakan untuk menentukan bahaya longsor-lahan. Pembobotan masingmasing parameter akan menghasilkan bobot nilai baru yang akan menentukan
tingkat kerawanan suatu daerah terhadap kejadian bahaya longsor-lahan
(Purnamasari 2007). Informasi akhir dari proses tersebut akan menghasilkan peta
bahaya longsor-lahan yang dapat dijadikan sumber informasi bagi pihak-pihak
terkait.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Faktor iklim yang berpengaruh terhadap longsor-lahan adalah curah hujan
karena kejadian longsor-lahan sering tejadi pada musim hujan. Pada musim hujan
ketahanan batuan /tanah penyusun lereng menurun tajam dan menyebabkan
lereng menjadi labil dan terjadi longsor-lahan. Peningkatan tekanan air pori akibat
peningkatan kadar air, disamping menyebabkan naiknya muka air tanah juga
menurunkan ketahanan batuan / tanah disepanjang bidang gelincir. Air hujan yang
meresap kedalam lereng dapat meningkatkan penjenuhan tanah / batuan pada
lereng, sehingga tekanan air untuk merenggangkan ikatan tanah meningkat pula,
dan akhirnya massa tanah terangkut oleh aliran air dalam lereng. Hujan pemicu
4
longsoran di Indonesia, yaitu tipe hujan deras dan tipe hujan normal tetapi
berlangsung lama selama periode tertentu.
Gejala-gejala yang sering muncul seiring dengan kejadian hujan tersebut
mengakibatkan terjadinya longsor-lahan adalah sebagai berikut:
a) Penjenuhan dan bergeraknya material tanah berupa agregat kering kebawah.
b) Munculnya erosi permukaan yang disertai terbentuknya alur-alur erosi pada
lereng atas perbukitan.
c) Munculnya aliran air tanah berupa mata air atau rembesan pada bagian
bawah lereng.
d) Bergeraknya material dimulai dari bagian yang retak-retak (ketika hujan
masih terus berlangsung).
e) Material akan terus bergerak mengikuti gaya gravitasi dengan jumlah massa
yang cukup besar dan diikuti bergeraknya material yang ada dibawahnya,
karena menerima beban dari atas.
f) Material yang bergerak akan terendapkan dibagian bawah dan atau tengah
lereng.
Salah satu permasalahan lingkungan sangat menonjol, data yang digunakan
dan software yang digunakan dalam penelitian antara lain adalah:
1. Sejauh mana citra Landsat 8 mampu menyajikan variabel potensi
bahaya longsor-lahan.
2. Bagaimana kemampuan citra Landsat 8 dalam Menyadap
informasi.
3. Dimana daerah yang memiliki bahaya longsor-lahan di Kabupaten
Kulonprogo
Atas uraian tersebut penulis tertararik mengadakan penelitian mengenai
“Pemetaan Bahaya Longsor-lahan di Kabupaten Kulonprogo”
5
1.3 TUJUAN
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah sebagaimana diuraikan
diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Membuat Peta Bahaya Longsor-lahan di Kabupaten Kulonprogo.
2. Mengetahui ketelitian Citra Landsat 8 dalam menyadap informasi untuk
pemetaan bahaya longsor-lahan di Kabupaten Kulonprogo.
3. Memberikan informasi lokasi – lokasi yang memiliki bahaya longsor-lahan
yang tinggi, yang berdampak pada penduduk.
1.4
MANFAAT
Manfaat secara ilmiah dan praktis dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

Manfaat Ilmiah
1. Memberikan gambaran kemampuan penginderaan jauh dan sistem informasi
geografi dalam memetakan daerah rawan longsor-lahan
2. Menambah referensi pemanfaatan aplikasi penginderaan jauh dan sistem
informasi geografi untuk pemetaan longsor-lahan

Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian digunakan sebagai bahan masukan untuk mitigasi bencana
longsor-lahan di Kabupaten Kulonprogo
2. Memberikan informasi daerah bahaya longsor-lahan
6
Download