Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Muhammad Nasir Volume 18 (1) 2006 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS EKONOMI INDONESIA Muhammad Nasir*) Abstract The aims of research is to know how big Economic Impact Crisis to Invesment in Indonesia. The data to be processed and analysed in this research is data sekunder. Data obtained to support this research stem from various Bank Indonesia derivative ( BI) and BPS and also publishied data through various erudite article and book. Data analysis conducted with quantitative and descriptive approach, for quantitative motode use multiple linear regression model. Result of invesment function estimation during research year with assumption all factor influencing invesment besides inflation, interest rate, national income, exchange rate and unemployment are constant, obtained by coefficient value of R-Square equal to 0,9963. Matter this means 99,63 % of proportion changes in invesment explained by variables in model, while the rest 0,37 % explained by other variable outside model. Equally, this also indication that each;every happened the change in variable of independent, hence 99,63 % will influence the amount of rest and invesment 0,37 % influenced by other variable outside model. From result of estimation is also known by Adj R-Sq equal to 0,9908, this matter have a meaning relation between independent variable and dependent variable equal to 99,08 %. Expected by exploiting of resource especially capital in an optimal fashion and concentration do not at less productive sectors. Special for the sector of to banking to be ever pay attention carefulness principle in give the credit, at the same time create fiscal and monetary policy with carefulness principle. Keywords: Interest rate, Inflation, National income, Exchange rate, and Unemployment A. PENDAHULUAN Krisis moneter yang menerpa Indonesia bersamaan dengan kawasan-kawasan lainnya di Asia Tenggara dan Timur, Rusia serta Amerika Latin merupakan refleksi dari kombinasi persoalan-persoalan internal ekonomi negara yang mengalami krisis dan gejolak eksternal yang bersifat global. Bila dibandingkan dengan krisis ekonomi sebelumnya, krisis yang terjadi saat ini mempunyai intensitas yang begitu dalam. Krisis ekonomi yang disebabkan oleh beberapa faktor baik yang bersifat eksternal maupun yang bersifat internal telah membawa Indonesia ke jurang kebangkrutan (secara internal). Di samping itu, posisi neraca transaksi berjalan yang selalu defisit dari tahun ke tahun dan tidak pernah mengalami perbaikan, meskipun liberalisasi keuangan dan restrukturisasi ekonomi telah dilakukan. Keadaan yang demikian rupa hanya diisi dengan devaluasi (dari 1970-an sampai 1980-an). Setidaknya hal tersebut membawa konsekwensi bahwa ketergantungan terhadap modal dari luar negeri *) 38Dosen Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe semakin besar, baik itu melalui hutang pemerintah maupun swasta, juga melalui pasar modal. Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar modal yang mengalir ke dalam negeri adalah berjangka pendek yang mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap berbagai gejolak sosialpolitik yang berdampak kepada timbulnya sentimem pasar yang negatif. Dapat dideskripsikan bahwa pada saat terjadinya krisis kepercayaan, terjadilah capital flight jangka pendek tersebut yang disinyalir sebagai pemicu krisis moneter dengan munculnya sikap pesimistis para pelaku di pasar uang maupun di pasar modal. Konsekwensi selanjutnya adalah terjadinya penurunan nilai tukar rupiah yang terjadi secara drastis. Kepanikan pelakupelaku ekonomi di dalam negeri dan masyarakat luas semakin memperdalam krisis tersebut, sehingga tidak hanya menjadi krisis keuangan akan tetapi telah berubah menjadi krisis ekonomi secara keseluruhan. Secara eksternal, krisis ini karena liberalisasi yang terlalu cepat di sektor keuangan tidak didukung liberalisasi yang serupa di sektor riil. Muhammad Nasir Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 18 (1) 2006 Dalam upaya memperkuat kembali nilai tukar rupiah dan mengurangi tingkat inflasi, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter kontraktif yang mengurangi kemampuan bank komersial menciptakan kredit melalui peningkatan Rasio Cadangan Wajib Minimum (Minimum Cash Ratio), pembatasan akses pinjaman ke luar negeri, peningkatan suku bunga di pasar uang dan menetapkan arah penggunaan kredit (Tambunan: 1998). Untuk mendorong masyarakat agar segera menyimpan dananya kembali ke perbankan nasional, BI menaikkan suku bunga SBI yang segera diikuti dengan naiknya bunga deposito untuk seluruh jangka waktu. Secara bertahap suku bunga SBI berjangka satu bulan dinaikkan menjadi 22% pada tanggal 27 Januari 1998. Kemudian pada tanggal 23 Mei 1998 suku bunga SBI kembali dinaikkan menjadi 45% untuk jangka waktu satu bulan. Kemudian SBI itu terus berlanjut sampai mencapai 56% untuk SBI berjangka satu bulan. Di sisi lain kendati berhasil menarik kembali dana masyarakat dan kurs menguat, kenaikan suku bunga SBI itu menimbulkan korban di sektor riil. Kenaikan suku bunga SBI pada gilirannya mendongkrak suku bunga deposito mencapai lebih dari 70% per tahun. Bank pun makin tidak sehat karena beroperasi dengan negative spread. Akibat dari pengetatan likuiditas tersebut roda perekonomian nasional semakin lamban. Dunia usaha mengalami kesulitan akibat tingginya suku bunga kredit, padahal kredit itu sendiri diperlukan untuk menunjang investasi sektor riil. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, ternyata krisis ekonomi telah mempengaruhi investasi di Indonesia, dengan demikian yang menjadi masalah dalam penelitian adalah: “Seberapa besar dampak krisis ekonomi terhadap investasi di Indonesia?”. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah untuk mengetahui berapa besar dampak krisis ekonomi terhadap investasi di Indonesia. Gambaran Umum Krisis Moneter Pada Bulan Juli 1997, perekonomian Thailand mengalami kesulitan sebagai dampak dari semakin membesarnya defisit transaksi berjalan selam 5 tahun terakhir. Kondisi ini semakin diperberat oleh memburuknya kinerja perbankan Thailand akibat dililit kredit macet yang semakin besar. Sebagai akibatnya, timbul krisis ekonomi yang ditandai dengan jatuhnya nilai tukar Bath terhadap USD, capital outflow dan krisis cadangan devisa. Dalam waktu yang singkat, krisis ini ternyata merembet ke negara-negara ASEAN lainnya, terutama Philipina, Malaysia, dan Indonesia. Sementara untuk negara industri baru, yang dikenal dengan NIEs, walaupun mengalami serangan yang sama, ternyata dampaknya berbeda. Korea adalah negara NIEs yang paling parah terkena krisis. Sementara negara NIEs lainnya, seperti Hongkong, Taiwan, dan Singapura, walaupun mengalami depresiasi dan harga sahamnya sempat jatuh namun tidak sampai mengalami krisis yang berkepanjangan (Tjahjono: 1998). Sebagaimana diketahui bahwa pada triwulan pertama 1997, keadaan perekonomian Indonesia masih kelihatan normal. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan BI yang mana lebih ditekankan pada pengendalian permintaan dalam negeri, terutama untuk memelihara stabilitas ekonomi-makro. Di pihak lain ekspansi kredit perbankan ke berbagai sektor masih sangat kuat, terutama ke sektor properti dan sektor-sektor konsumtif lainnya. Memasuki triwulan ke dua tanda-tanda krisis moneter mulai muncul yang diawali dengan krisis nilai tukar yang melanda Thailand dan secara cepat merembet ke Philipina. Krisis ini terus meluas dan bergerak ke seluruh negara ASEAN lainnya. Menginjak Bulan Juli 1997, krisis 39 Muhammad Nasir Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 18 (1) 2006 nilai tukar telah berubah menjadi krisis moneter dan akhirnya menjadi krisis ekonomi yang akut. Derasnya arus capital outflow membawa konsekwensi terus merosotnya nilai rupiah. Utang luar negeri yang jatuh tempo, pembayaran impor, dan minat spekulatif yang tinggi, menyebabkan semakin memburuknya situasi dan membuat rupiah semakin tertekan (Rachbini: 2000). Krisis nilai tukar yang melanda Indonesia sejak pertengahan juli 1997 telah berkembang menjadi krisis ekonomi akibat kerapuhan di sisi mikro ekonomi dan ketidaktepatan kombinasi kebijakan ekonomi makro. Permasalahan yang dihadapi dalam pemilihan strategi kebijakan ekonomi makro adalah adanya konflik (trade off) antara kebijakan sebagai akibat sfat krisis yang multidimensional. Krisis ekonomi yang dipicu oleh krisis nilai tukar telah berdampak sangat luas sehingga mempengaruhi seluruh sendisendi perekonomian nasional. Kinerja perekonomian yang tercermin pada pertumbuhan ekonomi sampai kwartal ketiga tahun 1998 menunjukkan kontraksi yang sangat dalam yaitu sebesar –17,1%. Demikian pula rasio investasi terhadap PDB pada periode yang sama menurun menjadi 17,3% atau sekitar separuhnya dibandingkan dengan rasio investasi terhadap PDB sebelum masa krisis. Pemutusan hubungan kerja serta dampak lanjutnya juga mewarnai suramnya kehidupan ekonomi masyarakat sehubungan dengan semakin banyaknya perusahaan mengurangi aktivitasnya. Dan bahkan menghentikan produksinya. Laju inflasi yang tercatat sebesar 11,6% pada akhir 1997 melonjak tajam menjadi 82,4% pada kwartal ketiga tahun 1998 (Goeltom: 1998). Memang seperti diketahui bahwa, memasuki 1998, situasi moneter makin memburuk. Keadaan makin parah dengan berkurangnya pasokan barang di satu sisi, serta diiringi dengan meningkatnya jumlah uang beredar di masyarakat di sisi lain. Sebagai akibat dari tidak seimbangnya sisi permintaan dan penawaran menyebabkan 40 harga-harga bahan pokok semakin meroket sehingga menimbulkan kepanikan dalam masyarakat. Keadaan demikian memberi dampak atas melonjaknya inflasi bulan Januari 1998 yang mencapai 6,88% dan menekan kurs rupiah sampai titik terendah yaitu Rp 16.000,- per US$ 1 (Tono: 2000). Menurut Ismawan (1998), krisis moneter berawal dari depresiasi rupiah yang kemudian berubah menjadi krisis kepercayaan, yang terjadinya rush yang menyebabkan terjadinya inflasi spiral, berlanjut pada ketidakpastian dan instabilitas. Faktor instabilitas dan ketidakpastian ini memberi dampak pada depresiasi rupiah dalam stadium lanjutan, lalu merembet lagi ke krisis kepercayaan yang makin parah (Ismawan: 1998). Faktor fundamental ekonomi merupakan faktor kunci dalam kaitannya dengan krisis mata uang. Para ahli sendiri dalam menyusun teori krisis mata uang mula-mula menduga fundamental ekonomi sebagai satu-satunya penyebab terjadinya krisis. Menurut Tjahjono (1998), teori ini dikenal sebagai teori generasi pertama yang diperkenalkan oleh Krugman pada tahun 1979 dengan mengatakan bahwa krisis mata uang disebabkan oleh fundamental ekonomi yang buruk. Setelah dikembangkan lebih lanjut oleh para peneliti lainnya, yaitu penelitian generasi kedua dengan “selffulfilling crises” yang menyatakan bahwa krisis dapat muncul pada negara-negara yang fundamental ekonominya baik apabila pengambil kebijakan merasa biaya untuk mempertahankan nilai tukar jauh lebih besar daripada manfaat yang diperoleh. Teori terakhir menurut Tjahjono adalah generasi ketiga yang dikenal dengan “contagion effect”. Teori ini mengatakan bahwa krisis dapat menular dari satu negara ke negara lain melalui hubungan perdagangan ataupun kesamaan fundamental ekonomi. Krisis finansial dan moneter yang dimulai dari kawasan negara Thailand mempunyai masalah relatif dengan Indonesia yang sekilas bagaikan teori domino yang Muhammad Nasir Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 18 (1) 2006 menjangkiti kawasan asia lainnya. Karena semakin terintegrasinya perekonomian antar kawasan, maka terpuruklah perekonomian Indonesia pada situasi krisis ekonomi sampai sekarang ini, yang dimulai dengan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap sekeranjang mata uang asing, khususnya dolar, dan diikuti dengan longsornya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dampak negatif dari krisis keuangan dan moneter ini mulai merembet pelan tapi pasti, dan telah membawa pada krisis ekonomi dan ketidakpercayaan pada otoritas moneter yang selanjutnya juga menjalar pada sistem dan stabilitas politik yang tidak berdaya menghadapi ketidakpastian ekonomi (Republika: 1998). Krisis moneter bukan saja memacu perubahan politik dan rekonsiliasi nasional seperti yang terjadi di Thailand dan Korsel, namun juga telah merombak tatanan hubungan internasional di Asia-Pasifik. Praktik spekulasi para fund manager di pasar uang dan bursa saham, telah mengakibatkan terjadinya sebuah krisis besar dan pelik yang belum pernah terjadi dalam sejarah kawasan ini (Kompas: 1998). Ekpor non-migas sebagai andalan utama penghasilan devisa menunjukkan kecenderungan penurunan sekalipun rupiah under valued. Penurunan ekspor non-migas itu terutama disebabkan karena kesulitan trade financing seperi tidak diterimanya L/C (later of Credit) perbankan Indonesia, tingkat suku bunga pinjaman yang tinggi (Kompas: 1998). Krisis ekonomi Indonesia sekarang membuat pendapatan dan kekayaan sebagian besar bangsa Indonesia merosot. Dihitung dengan dolar AS, setiap orang Indonesia yang memegang rupiah nilainya tinggal sekitar separuh dibandingkan sebelum krisis. Pendapatan per kapita penduduk Indonesia sebelum krisis pernah mencapai 1.200 US$ per tahun, sekarang tinggal 400 US$. Tergelincirnya perekonomian juga berlangsung dalam tempo yang sangat singkat. Juni 1997 saja, 90 % modal asing yang masuk ke Asia sebesar 400 juta US$ lebih diarahkan ke Indonesia, tetapi kini sudah mengalir ke Hongkong dan Cina. Peringkat Indonesia sebagai tujuan Investsi dunia juga tertinggi setelah Amerika Serikat, Jepang, dan Cina, tapi kini anjlok drastis posisinya (Bakri: 1998). Dampak Krisis Ekonomi terhadap Sektor Riil Kebijakan moneter yang ketat dalam hal ekspansi kredit dan peningakatan suku bunga untuk mengurangi likuiditas perekonomian guna memperkuat nilai tukar, tidak banyak membawa manfaat dalam kondisi financial panic. Tingginya suku bunga dan ketatnya penyaluran kredit mengakibatkan bank mengalami negative spread, non performing loan serta cenderung merugi. Ketatnya pemberian kredit, diikuti dengan tingginya suku bunga mengakibatkan pasar modal dan sektor riil semakin terpuruk, serta meningkatkan unemployment (Mahmudy: 1998). Di sisi lain melemahnya nilai rupiah dalam skala yang cukup serius telah memberikan tekanan yang kurang menguntungkan bagi kegiatan usaha di sektor riil. Menurut Yudanto (1998), berbagai faktor seperti struktur produksi yang sangat tergantung pada bahan baku impor, pembiayaan non rupiah, dan inefesiensi manajemen internal diduga menjadi penyebab rentannya sektor riil. Namun demikian masih juga terdapat usaha sektor riil yang bertahan bahkan diuntungkan oleh krisis. Sektor tersebut adalah sektor yang memiliki resaurce base kuat, berorientasi ekspor, sumber pembiayaan non-rupiah rendah, serta mempunyai korelasi maupun elastisitas yang rendah terhadap perubahan suku bunga maupun nilai tukar. Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah , tujuan penelitian, kerangka teoretis, serta penelitian sebelumnya, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: “Diduga bahwa terjadinya kontraksi terhadap Investasi di Indonesia akibat krisis moneter”. 41 Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Muhammad Nasir Volume 18 (1) 2006 B. METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian dan Sumber Data Dalam menganalisis dampak krisis ekonomi terhadap investasi, penulis membatasi waktu penulisan dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2004 dengan wilayah penelitian di Indonesia, serta ruang lingkup pembahasan mencakup dampak krisis ekonomi terhadap makro. Jenis data yang akan diolah dan dianalisis dalam penelitian ini dalah data sekunder. Data yang diperoleh untuk mendukung penelitian ini bersumber dari berbagai terbitan Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS) serta data yang dipublikasikan melalui berbagai buku dan tulisan ilmiah. Metode Analisis Data Data yang sudah dikelompokkan dari berbagai sumber selanjutnya dianalisis dengan melakukan pendekatan deskriptif dan kuantitatif ke dalam tabel-tabel, sedangkan pendekatan kuantitatif adalah data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan model ekonometrika. Definisi Operasional Variabel 1. Krisis moneter adalah gejolak naik turunnya suku bunga dan inflasi. 2. Tingkat bunga adalah premi yang harus ditawarkan untuk mendorong orang bersedia memegang kekayaannya dalam bentuk yang lain daripada menimbun uang. 3. Tingkat bunga riil adalah tingkat bunga nominal dikurangi dengan tingkat inflasi. 4. Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga-harga barang secara terusmenerus. 5. Pendapatan nasional adalah jumlah dari pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dalam suatu tahun tertentu. Model Analisis Dalam menganalisis dampak krisis moneter terhadap investasi di Indonesia digunakan model analisis regresi linier berganda. Dengan menggunakan persamaan dasar dari fungsi investasi model ekselerator yaitu: 42 I = Kt - Kt-1 = l ( K*t - Kt-1 ) di mana 0 < l < 1, K*t – Kt-1 adalah investasi netto sedangkan K*t adalah stok modal yang diinginkan. K*t tergantung pada tingkat bunga, harga barang modal, dan harga produk. Sedangkan Keyness sendiri menerangkan bahwa investasi juga dipengaruhi oleh tingkat suku bunga, sehingga dalam bentuk umum fungsi investasi menjadi: It = F ( Yt-1, BPt-1 ) di mana Yt-1 adalah pendapatan tahun lalu dan BPt-1 tingkat bunga pinjaman tahun lalu. Selanjutnya untuk melihat pengaruh tingkat bunga dan inflasi dapat diformulasikan dengan persamaan sebagai berikut: I = b0 + b 1R + b 2INF + b 3NI + ei di mana: I = Investasi yang meliputi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing. R = Suku bunga riil INF = Tingkat inflasi NI = Pendapatan nasional b0, b1, b2, b3 = Parameter estimasi ei = Error terms C. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi Dampak krisis ekonomi yang terus berlanjut berakibat kepada penurunan jumlah investasi baik PMDN maupun PMA. Penurunan investasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, pendapatan nasional, tingkat kurs, dan pengangguran. Dari hasil perhitungan diperoleh suatu persamaan hubungan jumlah investasi, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, pendapatan nasional, tingkat kurs, dan pengangguran. Persamaan tersebut diperoleh dengan data yang diolah dengan Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Muhammad Nasir Volume 18 (1) 2006 menggunakan metode regresi linier berganda sehingga didapatkan: I = 11,281471 – 0,196906(INF) – 0,934987(R) + 0,899903(KS) + 1,246230(NI) – 1,203154(N) – 1,233083(D) Pengolahan data dilakukan dengan dua model, yaitu model LN dan tanpa LN. Dalam membahas hasil olahan data digunakan pendekatan model LN, karena hasil estimasi menunjukkan tingkat kesalahan (standard error) yang kecil. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Investasi Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi di Indonesia Variabel Konstanta INF R KS NI N D 2 R = 0,9903 Koefesien 11,281471 -0,196906 -0,934987 0,899903 1,246230 -1,203154 -1,233083 Df = 2,228 T hitung 0,753 -3,098 -2,944 2,826 3,045 -1,398 -3,187 Dari persamaan regresi dan hasil estimasi di atas diperoleh besarnya konstanta 11,281471 yang merupakan besarnya I pada saat variabel independen adalah nol (0). Parameter untuk variabel inflasi (INF) adalah bersifat in-elastis yaitu sebesar minus 0,196906, dengan demikian setiap terjadi kenaikan 1 tingkat inflasi akan mengakibatkan turunnya investasi sebesar 0,196906. Untuk mengukur keabsahan parameter variabel tingkat inflasi yang memiliki thitung sebesar 3,098 pada tingkat keyakinan 95 persen diperoleh nilai kritis ttabel sebesar 2,228. Dengan demikian terlihat bahwa thitung lebih besar daripada ttabel sehingga tingkat inflasi memberi pengaruh yang nyata terhadap jumlah investasi. Dari pengujian parameter (INF) adanya pengaruh negatif tingkat inflasi terhadap jumlah investasi yang dihitung dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2004, artinya bila tingkat inflasi naik tingkat investasi akan turun, dan sebaliknya. Besarnya parameter tingkat suku bunga (R) sebesar –0,934987 pada persamaan regresi di atas mempunyai arti bahwa apabila terjadi kenaikan sebesar 1 tingkat suku bunga maka menyebabkan turunnya investasi sebesar 0,934987. Untuk mengukur keabsahan parameter variabel tingkat suku bunga yang memiliki thitung sebesar 2,944 pada tingkat keyakinan 95 persen diperoleh nilai kritis ttabel sebesar 2,228. Dengan demikian terlihat bahwa thitung lebih besar daripada ttabel, sehingga tingkat suku bunga memberi pengaruh yang nyata terhadap jumlah investasi. Dari pengujian parameter R di atas adanya pengaruh negatif tingkat suku bunga terhadap jumlah investasi yang dihitung dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2004, artinya bila tingkat suku bunga naik jumlah investasi akan turun dan bila tingkat suku bunga turun jumlah investasi akan naik. Parameter tingkat kurs (KS) pada persamaan regresi di atas adalah sebesar minus 0,899903, hal ini berarti bahwa setiap terjadi kenaikan sebesar 1 dalam tingkat kurs akan menyebabkan naiknya jumlah investasi sebesar 0,899903. Untuk mengukur keabsahan parameter variabel tingkat kurs yang mempunyai thitung sebesar 2,826 dengan tingkat keyakinan 95 persen diperoleh nilai kritis ttabel sebesar 2,228. Hal ini berarti thitung lebih besar daripada ttabel. Dengan demikian tingkat kurs memberi pengaruh yang nyata terhadap jumlah investasi. Dari pengujian parameter KS adanya pengaruh positif tingkat kurs terhadap jumlah investasi yang dihitung dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2004, artinya bila tingkat kurs naik jumlah investasi akan naik dan bila tingkat turun jumlah investasi turun. Variabel pendapatan nasional (NI) mempunyai nilai yang elastis yaitu sebesar 1,246230, yang berarti apabila terjadi kenaikan 1 dalam pendapatan nasional akan menyebabkan terjadinya kenaikan investasi sebesar 1,246230. Dalam hal ini didapatkan hubungan yang positif antara 43 Muhammad Nasir Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 18 (1) 2006 pendapatan nasional dan investasi, di mana jumlah investasi akan meningkat apabila meningkatnya pendapatan nasional, sebalikya investasi akan turun apabila pendapatan nasional turun. Untuk mengukur keabsahan parameter NI yang mempunyai thitung 3,045 dengan tingkat keyakinan 95 persen diperoleh nilai kritis ttabel sebesar 2,228. Hal ini berarti thitung lebih besar daripada ttabel, dengan demikian pendapatan nasional memberi pengaruh yang nyata terhadap jumlah investasi. Besarnya parameter N minus 1,203154 pada persamaan regresi di atas mempunyai arti bahwa apabila terjadi kenaikan jumlah pengangguran sebesar 1 akan menyebabkan turunnya investasi sebesar 1,203154. Untuk mengukur keabsahan parameter variabel pengangguran yang mempunyai thitung sebesar1,398, dengan tingkat keyakinan 95 persen diperoleh ttabel sebesar 2,228. Dengan demikian ttabel lebih besar daripada thitung sehingga jumlah pengangguran tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah investasi. Dari pengujian di atas terhadap variabel N adanya pengaruh negatif jumlah pengangguran terhadap jumlah investasi yang dihitung dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2004, artinya bila jumlah pengangguran naik jumlah investasi akan turun dan bila jumlah pengangguran turun maka jumlah investasi akan naik. Variabel dummy (D) mempunyai nilai minus 1,233083. Hal ini bermakna bahwa akibat adanya krisis ekonomi telah terjadi penurunan sebesar 1,233083 dalam jumlah investasi. Untuk mengukur keabsahan parameter variabel dummy yang mempunyai thitung sebesar 3,187 dengan tingkat keyakinan 95 persen diperoleh ttabel sebesar 2,228. thitung lebih besar daripada ttabel, dengan demikian krisis ekonomi memberi pengaruh yang nyata terhadap jumlah investasi. 44 D. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Krisis keuangan yang menimpa Asia berawal di Thailand, yang selanjutnya menular ke negara Asia lainnya termasuk Indonesia yang merupakan salah satu yang paling parah terkena dampaknya. Krisis tersebut diawali oleh krisis mata uang (merosotnya nilai tukar rupiah) yang berubah menjadi krisis moneter dan akhirnya krisis ekonomi sehingga menyebabkan kontraksi dalam laju pertumbuhan ekonomi dan khususnya terhadap investasi. 2. Menurunnya investasi (PMDN dan PMA) selama krisis adalah selain disebabkan oleh faktor ekonomi juga diperparah oleh faktor-faktor nonekonomi seperti memanasnya suhu politik di tanah air. 3. Pemerintah Indonesia telah menjalankan beberapa kebijakan untuk mengendalikan keadaan perekonomian nasional, namun memasuki tahun 1998 laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar minus 13,28 persen, sedangkan investasi baik PMDN maupun PMA mengalami pertumbuhan negatif yaitu masingmasing sebesar minus 49 persen dan minus 59 persen. 4. Berdasarkan hasil estimasi fungsi investasi selama tahun penelitian dengan asumsi semua faktor yang mempengaruhi investasi selain tingkat inflasi, tingkat suku bunga, pendapatan nasional, tingkat kurs, dan pengangguran adalah konstan, diperoleh nilai koefisien R-Square sebesar 0,9963. Hal ini berarti 99,63 persen proporsi perubahan dalam investasi dijelaskan oleh variabelvariabel dalam model, sedangkan sisanya 0,37 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Dengan kata lain, ini juga mengindikasikan bahwa setiap terjadi perubahan dalam variabel independen, maka 99,63 persen akan mempengaruhi jumlah investasi dan selebihnya 0,37 persen dipengaruhi Muhammad Nasir Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 18 (1) 2006 oleh variabel lain di luar model. Dari hasil estimasi juga diketahui Adj R-sq sebesar 0,9908, hal ini bermakna hubungan antara independent variabel dengan dependent variabel adalah sebesar 99,08 persen. Saran 1. Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia selain disebabkan oleh efek penularan (contagion effect), juga merupakan akibat dari rapuhnya fundamental perekonomian nasional. Dalam kaitan ini distorsi dalam pengalokasian baik yang dilakukan pemerintah maupun oleh swasta harus dieliminir, hal ini tak lain adalah untuk menghilangkan konglomerasi usaha yang _onopolistic, sehingga mampu menciptakan efisiensi dalam pengelolaan usaha di masa mendatang. 2. Mengarahkan pemanfaatan sumber daya terutama modal secara optimal dan tidak terkonsentrasi pada sektorsektor yang kurang produktif. 3. Khusus untuk sektor perbankan agar senantiasa memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit, terutama pemberian kredit ke sektorsektor yang berisiko tinggi terhadap terjadinya kredit macet. 4. Melanjutkan wujudnya reformasi yang komprehensif. Selain untuk mengembalikan kepercayaan publik nasional terhadap pemerintah, juga sebagai upaya untuk meyakinkan para investor asing terhadap komitmen pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang baik. 5. Mewujudkan kondisi sosial-politik nasional yang stabil yang dapat menimbulkan rasa aman terhadap investor dalam menanamkan modalnya. 6. Menciptakan dan menjalankan kebijaksanaan-kebijaksanaan baik moneter maupun fiskal dengan prinsip kehati-hatian dengan tidak menimbulkan korban di sektor riil. E. DAFTAR PUSTAKA Anonymous (1986). Himpunan Peraturan Pokok Penanaman Modal. BKPMD Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh. ______, (Berbagai tahun). Laporan Bank Indonesia. Bank Indonesia. _____, (Berbagai tahun). Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik, Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh. _____, (1998). Nasibmu Ekonomi. Republika, Senin 29 Januari 1998, hal 4. _____, (1998). Semakin Banyak Rakyat Indonesia Miskin Akibat Krisis Ekonomi. Kompas, Kamis 2 April 1998, hal 4. Bakrie, Aburizal (1998). Ekonomi Bakal Merosot Minus 9–15 persen. Kompas, Sabtu 30 Mei 1998, hal 1. Deliarnov (1995). Pengantar Ekonomi Makro. UI-PRESS, Jakarta. DeLorme, Charles D. dan Ekelund, Robert B. (1983). Macroeconomics. Business Publications, Inc. Plano, Texas. Dornbusch, Rudiger dan Fischer, Stanly (1992). Makroekonomi. Terjemahan Mulyadi J., Erlangga, Jakarta. Goeltom, Miranda (1998). Suatu Kajian terhadap Implikasi dan Pelajaran yang Dapat dari Krisis, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. 2 September, Pusriset BI, Jakarta. Goeltom, Miranda dan Zulverdy Doddy (1998). Manajemen Nilai Tukar di Indonesia, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. 2 September, Pusriset BI, Jakarta. Gujarati, Damodar (1995). Ekonometrika Dasar. Alih bahasa: Zain, Sumarno, Erlangga, Jakarta. Ismawan, Indra (1998). Dampak Krisis Ekonomi Indonesia. PT. Alex Media Komputindo, Jakarta. Mahmud, Syamsuddin (1985). Ekonomi Moneter Indonesia. Yayasan kesejahteraan Umat, Jakarta. Mahmudy, Mahdi (1998). Setahun Krisis Asia: Beberapa Pelajaran yang Dapat diambil, Buletin Ekonomi Moneter dan Keuangan. 2 September, pusriset BI, Jakarta. 45 Muhammad Nasir Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 18 (1) 2006 Manullang, M (1983). Ekonomi Moneter. Ghalia Indonesia, Jakarta. Miler, Royer Leroy (1989). Modern Money and Banking. Mc.Graw-Hill publishing Company, New York. Nazir, M (1993). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta. Nopirin (1989), Ekonomi Moneter. BPFE, Yogyakarta. Rachbini, Didik J dan Tono, Sumidi (2000). Bank Indonesia Menuju Indepedensi Bank Indonesia. PT. Mardi Mulyo, Jakarta. Sachs, Jeffrey D. dan Larrain Filipe B. (1993). Macroeconomics in the Global Economy. Prentice-Hall, Inc., New Jersey, New York. Sukirno, Sadono (2000), Makroekonomi Modern. PT. Raja Grafika persada, Jakarta. Tambunan, Tulus (1998). Krisis Ekonomi dan Masa Depan Reformasi. LPFEUI, Jakarta. 46 Tarmidi, Lepi T (1999). Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. September 1999, Pusriset BI, Jakarta. Thomas, Mayer (1989). Money, Banking, and the Economy. W.W. Norton & Company, New York. Tjahjono, Endy. D (1999). Fundamental Ekonomi, Contagion Effect. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. September 1999, Pusriset BI, Jakarta. Todaro, Michael P. (1997). Economic Development. sixth edition. Longman Publiser, London. Waluya, Harry (1993). Ekonomi Moneter. Rineka Cipta, Jakarta. Yudanto, Noor dan Santoso, Setyawan M. (1998). Dampak Krisis Moneter terhadap Sektor Riil, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. September 1998, Pusriset BI, Jakarta.