BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profitability (Profitabilitas) 2.1.1 Pengertian Profitability (Profitabilitas) Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal, di samping hal-hal lainnya. Dengan memperoleh laba yang maksimal seperti yang telah ditargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak bagi kesejahteraan pemilik, karyawan, serta meningkatkan mutu produk dan melakukan investasi baru. Pada umumnya profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri (Sartono, 2001:120). Setiap perusahaan selalu berupaya agar memperoleh tingkat profitabilitas yang tinggi. 2.1.2 Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas terdiri dari 2 jenis rasio (Syamsuddin, 2000: 63) yaitu: 1. Jika ditinjau berdasarkan hubungan antara laba dengan penjualan, rasio profitabilitas dapat dibedakan atas: a. Gross Profit Margin Rasio ini merupakan perbandingan penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan bersih atau rasio antara penjualan kotor dengan penjualan bersih. 14 b. Operating Profit Margin Rasio ini merupakan perbandingan antara laba operasi dengan penjualan. c. Net Profit Margin Margin laba bersih merupakan keuntungan penjualan setelah dikurangi seluruh biaya dan pajak penghasilan. Rasio ini menunjukkan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan penjualan. 2. Berdasarkan hubungan antara laba dengan investasi, rasio profitabilitas dapat dibedakan atas: a. Return on Investment Rasio ini merupakan perbandingan antara laba setelah pajak dengan total aktiva. b. Return on Equity Rasio ini merupakan perbandingan antara laba setelah pajak dengan modal sendiri atau ekuitas pemilik. 15 c. Return on Assets Rasio ini merupakan perbandingan antara laba usaha dengan total aset. Rasio ini digunakan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan dengan menggunakan aset yang dimiliki. 2.2 Investment Opportunity Set (IOS) 2.2.1 Pengertian Investment Opportunity Set (IOS) Kesempatan Investasi atau Investment Opportunity Set (IOS) menggambarkan tentang peluang investasi atau luasnya kesempatan bagi perusahaan Hartono, (2003 : 58) dalam Ahmad, (2009) berdasarkan definisi di atas bahwa pilihan investasi itu merupakan suatu kesempatan untuk berkembang, namun sebagian perusahaan tidak dapat melaksanakan semua kesempatan investasi di masa yang akan datang. Bagi perusahaan yang tidak dapat menggunakan kesempatan investasi tersebut maka akan mengalami suatu pengeluaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kesempatan yang hilang. Kesempatan investasi dapat diukur dengan peningkatan aktiva tetap bersih. Hal ini sesuai dengan format laporan arus kas (statement of cash flow) yang mengukur investasi dari investasi jangka panjang dan aktiva tetap berwujud. Investment Opportunity Set merupakan kombinasi antara aktiva yang dimiliki dan pilihan investasi di masa yang akan datang dengan Net Present Value (NPV) positif (Myers, 1977 dalam Saputro, 2003). Secara umum dapat dikatakan bahwa IOS menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan expenditure 16 perusahaan untuk kepentingan di masa yang akan datang. Dengan demikian IOS bersifat tidak dapat diobservasi, sehingga perlu dipilih suatu proksi yang dapat dihubungkan dengan variabel lain dalam perusahaan, misalnya variabel pertumbuhan, variabel kebijakan dan lain-lain. 2.2.2 Proksi Investment Opportunity Set (IOS) Beberapa proksi IOS telah digunakan dalam bidang akuntansi dan keuangan untuk memahami pemikiran IOS. Proksi IOS dapat digolongkan menjadi tiga jenis dengan menggunakan rumus-rumus perhitungan Investment Opportunity Set (IOS) yang dikemukakan oleh Myers (1977) dan banyak digunakan dalam berbagai penelitian mengenai Investment Opportunity Set (IOS) diantaranya dalam penelitian Kallapur dan Trombley (1999), Rokhayati (2005: 49) , Manik (2014: 8), Endiana, dkk (2011 : 9), Iswahyuni (2001: 29), Pratiwi (2012: 65), Dadri (2011: 40), Barus (2008), serta Haryetti dan Ririn (2012: 4), Menggunakan perhitungan proksi IOS Sebagai berikut: 1. Proksi IOS berbasis pada harga (Price-Based Proxies) Proksi ini menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar saham. Proksi ini didasari pada anggapan yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham, dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki (asset in place) dibandingkan perusahaan yang tidak tumbuh. Rasio-rasio yang telah digunakan dalam beberapa penelitian yang berkaitan dengan proksi pasar adalah sebagai berikut: 17 a. Market to Book Value Equity ( MVE/BVE) Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran MVE/BVE mencerminkan bahwa pasar menilai return atas investasi perusahaan pada masa depan akan lebih besar dari return yang diharapkan ekuitasnya. Rasio MVE/BVE dapat dihitung dengan rumus yang digunakan dalam penelitian Manik (2014: 8), Rokhayati (2005 : 49), dan Dadri (2011: 41) sebagai berikut : b. Market to Book Value of Assets (MVA/BVA) Rasio ini menjelaskan gabungan antara aset di tempat dengan kesempatan investasi. Oleh karena itu, semakin tinggi rasio MVA/BVA, semakin tinggi kesempatan investasi yang dimiliki perusahaan tersebut yang berkaitan dengan aset di tempat. Rasio MVA/BVA digunakan rumus dalam penelitian Manik (2014:8), Rokhayati (2005: 49), dan Dadri (2011: 42) sebagai berikut: c. Property, Plant, and Equipment to Book Value of Assets (VPPE) Rasio VPPE digunakan dengan dasar pemikiran VPPE bahwa prospek pertumbuhan perusahaan tergambar dengan besarnya aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio VPPE mengacu pada rumus yang digunakan dalam penelitian Endiana dkk. (2011: 10), Rokhayati (2005: 49) sebagai berikut: 18 2. Proksi IOS berbasis pada investasi (Investment-Based Proxies) Proksi yang percaya pada gagasan bahwa suatu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara positif dengan nilai IOS suatu perusahaan. Penelitian dan pembangunan (R & D) merupakan investasi, dan selanjutnya akan menghasilkan kesempatan investasi untuk perusahaan. Rasio-rasio yang sering digunakan oleh peneliti antara lain: a. Capital Expenditure to Market Value of Assets (CAP/MVA) Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran bahwa semakin besar investasi yang dilakukan oleh perusahaan pada aset tetap maka akan semakin tinggi kadar investasi yang dilakukan perusahaan. Rasio CAP/MVA mengacu pada rumus yang digunakan dalam penelitian Rokhayati (2005: 49), Barus (2008), dan Haryetti dan Ririn Araji Ekawati (2012: 4) sebagai berikut: b. Capital Expenditure to Book Value Asset (CAP/BVA) Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran bahwa semakin besar investasi yang dilakukan oleh perusahaan pada aset tetap maka akan semakin tinggi kadar investasi yang dilakukan perusahaan. Rasio CAP/BVA dihitung dengan mengacu pada rumus yang digunakan dalam penelitian Dadri (2011: 43), Rokhayati (2005: 49), d. CAONS Rasio Current Assets to Net Sales (CAONS) dengan dasar pemikiran bahwa working capital dapat digunakan untuk investasi perusahaan yang berasal dari 19 aset perusahaan. Dengan investasi pada current assets akan mampu menghasilkan penjualan sebesar net sales yang diterima. Menghitung rasio CAONS mengacu pada rumus yang digunakan dalam penelitian Rokyahati (2005: 49), Endiana, dkk. (2011: 10), dan Barus (2008) sebagai berikut: 2.3 Deviden Dividen merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham dalam bentuk aktiva atau saham perusahaan penerbit (Dyckman et al. 2001 : 439). Pada umumnya apabila pendapatan perusahaan stabil, maka untuk pembayaran dividen juga akan stabil. Kebijaksanaan dividen perusahaan sangat penting karena alasanalasan (Tampubolon, 2004:183) sebagai berikut: 1. Menjaga kepentingan investor sebagai pemegang saham dan akan menjadi pemegang saham. 2. Kebijaksanaan dividen akan mempengaruhi program keuangan dan capital budgeting perusahaan tersebut. 3. Kebijaksanaan dividen akan mempengaruhi cash flow perusahaan. 4. Kebijaksanaan dividen dapat menurunkan nilai modal saham perusahaan karena dividen akan dibayarkan dari laba yang ditahan sehingga akan meningkatkan utang/modal (debt equity) rasio perusahaan. Kebijakan pembagian dividen tergantung pada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Dividen yang dibagikan perusahaan bisa tetap (tidak mengalami perubahan) dan bisa mengalami perubahan, (ada kenaikan dan penurunan) dari dividen yang dibagikan sebelumnya. Salah satu informasi yang 20 dipandang cukup penting bagi investor yaitu informasi tentang naik turunnya dividen tunai yang dibagikan perusahaan karena informasi tersebut mengandung muatan informasi yang berkenaan dengan prospek keuntungan yang akan diperoleh para investor atau calon investor dalam melakukan penilaian perusahaan (Jogiyanto, 2003 : 109). 2.3.1. Pengertian Dividen Kas Dividen kas adalah sumber aliran kas untuk pemegang saham dan memberikan informasi tentang kinerja perusahaan saat ini dan akan datang. Laba ditahan merupakan pendapatan yang tidak dibagikan sebagai dividen, karenanya merupakan bentuk pembiayaan intern (Sundjaja dan Barlian, 2003:380). Pembayaran dividen kas kepada pemegang saham perusahaan diputuskan oleh direksi perusahaan. Dalam hal pembagian dividen kepada para pemegang saham suatu perusahaan membutuhkan pertimbangan yang matang, hal ini disebabkan pihak manajemen harus memikirkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan (going concern principal). Rasio pembayaran dividen tunai diukur dengan Dividend Pay Out Ratio (DPR). Pengertian rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) menurut Sartono (2008: 491) menyatakan bahwa rasio pembayaran dividen adalah persentase laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen, atau rasio antara laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen dengan total laba yang tersedia bagi pemegang saham. Rasio ini dapat dicari dengan rumus sebagai berikut : 21 2.3.2 Kebijakan Pembagian Dividen Kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan perusahaan. Kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan di masa yang akan datang. Ada beberapa bentuk pemberian dividen secara kas atau cash dividend yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham. Bentuk kebijakan dividen tersebut (Sutrisno, 2000:323) adalah: 1. Kebijakan Pemberian Dividen Stabil Kebijakan pemberian dividen yang stabil artinya dividen akan diberikan secara tetap per lembarnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi. Kebijakan pembayaran dividen yang stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan karena beberapa alasan: a. Dapat meningkatkan harga saham sebab dividen yang stabil diprediksi memiliki risiko yang kecil. b. Dapat memberikan kesan pada investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. c. Menarik investor yang akan memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi sebab dividen selalu dibayarkan. 2. Kebijakan Dividen yang Meningkat Dengan kebijakan ini perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan 22 yang stabil. Kebijakan ini sangat diharapkan oleh para investor karena memberikan dampak positif dan memuaskan bagi perusahaan tersebut. 3. Kebijakan Dividen dengan Rasio yang Konstan Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh, maka semakin besar dividen yang dibayarkan. Demikian pula sebaliknya, jika laba kecil dividen yang dibayarkan juga kecil. 4. Kebijakan Pemberian Dividen Reguler Ditambah Ekstra Kebijakan dengan cara ini, perusahaan menentukan jumlah pembayaran dividen per lembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu. 2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham (Sutrisno, 2000:304) antara lain: a. Posisi Solvabilitas Perusahaan Perusahaan yang berada dalam kondisi insolvensi atau solvabilitasnya kurang menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini disebabkan laba yang diperoleh lebih banyak digunakan untuk memperbaiki posisi struktur modal perusahaan. b. Posisi Likuiditas Perusahaan Cash dividend merupakan arus kas keluar bagi perusahaan, sehingga perusahaan membayarkan dividen berarti harus bisa menyediakan uang kas 23 yang cukup banyak dan ini akan menurunkan tingkat likuiditas perusahaan. Perusahaan yang kondisi likuiditasnya kurang baik, biasanya dividend payout ratio-nya kecil, sebab sebagian laba digunakan untuk menambah likuiditas. Perusahaan yang sudah mapan dengan likuiditas yang baik cenderung memberikan dividen yang lebih besar. c. Kebutuhan Untuk Melunasi Hutang Salah satu sumber dana perusahaan adalah dari kreditor berupa hutang, yaitu hutang jangka pendek maupun jangka panjang. Hutang-hutang ini harus segera dibayar pada saat jatuh tempo, dan untuk membayar hutang-hutang tersebut harus disediakan dana. Semakin banyak hutang yang harus dibayar, semakin besar dana yang harus disediakan sehingga akan mengurangi jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham. Hutang yang jatuh tempo berarti dana hutang tersebut harus diganti. Alternatif mengganti dana hutang bisa dengan mencari hutang baru atau meroll-over hutang, dan juga bisa dengan sumber dana intern dengan cara memperbesar laba ditahan yang akan memperkecil dividend payout ratio. d. Rencana Perluasan Perusahaan yang berkembang ditandai dengan semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan, dan hal ini bisa dilihat dari perluasan yang dilakukan oleh perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan, semakin pesat perluasan yang dilakukan. Konsekuensinya semakin besar kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut. Kebutuhan dana dalam rangka ekspansi tersebut bisa dipenuhi baik dari hutang , menambah modal sendiri, yang berasal dari 24 pemilik, dan juga bisa diperoleh dari internal resources berupa memperbesar laba yang ditahan. Semakin pesat perluasan yang dilakukan perusahaan, semakin kecil dividend payout-nya. e. Kesempatan Investasi Kesempatan investasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibagi. Semakin terbuka kesempatan investasi, semakin kecil dividen yang dibayarkan sebab dananya digunakan untuk memperoleh kesempatan investasi. Namun bila kesempatan investasi kurang baik, maka dananya lebih banyak digunakan untuk membayar dividen. f. Stabilitas Pendapatan Perusahaan yang pendapatannya stabil, dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham lebih besar dibanding dengan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil. Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak perlu menyediakan kas yang banyak untuk berjaga-jaga, sedangkan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil harus menyediakan uang kas yang cukup besar untuk berjaga-jaga. g. Pengawasan Terhadap Perusahaan Pemilik perusahaan tidak mau kehilangan kendali terhadap perusahaan apabila perusahaan mencari sumber dana dari modal sendiri. Kemungkinan akan masuk investor baru dan ini tentunya akan mengurangi kekuasaan pemilik lama dalam mengendalikan perusahaan. Perusahaan yang dibelanjai dari hutang, resikonya cukup besar sehingga perusahaan cenderung tidak membagi dividennya agar pengendalian tetap berada ditangannya. 25 2.3.4 Teori-teori Kebijakan Dividen Ada beberapa teori yang mendasari kebijakan dividen (Keown et al. 2000 dalam Pradessya, 2006) antara lain: a. Teori Ketidakrelevanan Dividen (Dividend Irrelevance Theory) Teori ketidakrelevanan dividen adalah teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta resiko bisnisnya, dengan kata lain nilai suatu perusahaan tergantung sematamata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan bagaimana pendapatan tersebut dibagi di antara dividen dan laba yang ditahan (atau pertumbuhan). b. Bird In the Hand Theory Kepercayaan bahwa kebijakan dividen perusahaan merupakan hal yang tidak penting, secara tidak langsung membuat para investor berasumsi bahwa pendapatan yang mereka harapkan melalui perolehan modal akan berbeda besarnya dengan pendapatan yang berasal dari dividen. Dividen lebih bisa diramalkan daripada pendapatan modal, manajemen dapat mengontrol dividen tetapi tidak dapat mendikte harga saham. Investor kurang yakin akan menerima pendapatan dari perolehan modal daripada dividen. Mendapatkan dividen (a bird in the hand) adalah lebih baik daripada saldo laba (a bird in the bush) karena pada akhirnya saldo laba tersebut mungkin tidak akan terwujud sebagai dividen dimasa yang akan datang (it can fly away). Pandangan yang 26 mengatakan dividen lebih pasti daripada perolehan modal disebut “bird in the hand theory” (teori burung ditangan). c. Dividen Rendah Meningkatkan Nilai Saham Pandangan ketiga adalah dividen yang rendah mempengaruhi harga saham, sehingga dividen dapat merugikan investor. Pendapat ini didasarkan pada perbedaan perlakuan pajak antara pendapatan dividen dan perolehan modal. Saham yang memungkinkan penundaan pajak (dividen rendah perolehan modal tinggi) mungkin akan dijual pada harga premi yang relatif sama terhadap saham yang telah dikenakan pajak. Dividen yang rendah akan membantu investor menunda pajak pendapatan sehingga memaksimumkan return setelah pajak atas investasinya, sedangkan dividen yang tinggi akan meningkatkan pembayaran pajak pendapatan investor akibatnya return setelah pajak yang diperolehnya berkurang. d. Teori Dividen Residu Teori dividen residu adalah teori yang menyatakan bahwa dividen dibayar dari modal yang sama setelah selesai mendapat keuntungan investasi keuangan. Perusahaan memiliki biaya pengembangan, yang mungkin secara langsung mempengaruhi keputusan dividen maka perusahaan harus menerbitkan jumlah sekuritas yang lebih besar untuk mendapatkan modal yang dibutuhkan untuk kegiatan investasi. e. Teori Dividen Isyarat (Dividend Signaling Theory) Signal atau isyarat adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen 27 memandang prospek perusahaan. Dividend signaling theory merupakan suatu teori yang mendasari dugaan bahwa pengumuman dividen kas mempunyai kandungan informasi yang mengakibatkan adanya reaksi harga saham. 2.4 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Variabel 1. Suharli, (2007) Pengaruh Profitabilitas dan Invesment Opportunity Set (IOS) terhadap Kebijakan Dividen Tunai dengan Likuiditas sebagai Variabel Penguat (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode 2002 -2003) Independen: Return on Invesment (ROI), Invesment Opportunity Set (IOS) 2. Ekawati, 2012 3. Ekasiwi, 2007 Pengaruh Profitabilitas, Invesment Opportunity Set, dan pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan deviden pada Perusahaan LQ 45 yang terdaftar di BEI Analisis Pengaruh Manajemen Laba dan Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur Go Dependen: Dividend Payout Ratio (DPR) , Curent Ratio (CR) Independen : Profitabilitas, IOS, Pertumbuhan Perusahaan Dependen : Kebijakan Dividen Independen: Likuiditas, Leverage . Pertumbuhan Perusahaan, Collateralizable Assets (COL Teknik Analisis Data Analisis Regresi Linier Berganda Analisis Regresi Linier Berganda Analisis Regresi Linier Berganda Hasil Penelitian Return On Invesment (ROI) berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR) dan di perkuat oleh Current Ratio (CR). Invesment Opportunity Set (IOS) berpengaruh negatif signifikan terhadap dividen payout ratio (DPR) dan di perkuat oleh Current Ratio (CR) Return On Equity (ROE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR) Capital Expenditure to Book Value Asset (CAP/MVA) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR) Growth berpengaruh negatif secara signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR) Descretionary accruals tidak berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR), Profitabilitas yang diukur dengan Return on Asset (ROA) berpengaruh 28 Public yang Terdaftar di BEI 2007-2009) 4. Latifasari, 2007 Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen (Studi Empiris pada PerusahaanManufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2005-2009) ) dan Profitabilitas Dependen : Kebijakan dividen Independen: Likuiditas, Leverage , Pertumbuhan Perusahaan, Collateralizable Assets (COL) dan Profitabilitas Dependen: Kebijakan Dividen negatif dan signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). Analisis Regresi Linier Berganda Secara parsial variabel (COL) berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR), Variabel growth berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR), Variabel Current Ratio Return on (CR), Equity(ROE) 2.5 Kerangka Konseptual Kebijakan dividen pada hakekatnya adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang (Sartono, 2001: 281). Perusahaan harus bisa membuat sebuah kebijakan yang optimal. Kebijakan yang diambil harus bisa memenuhi keinginan kedua belah pihak dimana perusahaan tetap bisa memenuhi kebutuhan dana, sedangkan pihak investasi memperoleh apa yang diinginkan, sehingga investor tidak mengalihkan investasinya ke perusahaan lain. Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasinya. Profitabilitas yang tinggi menggambarkan keuntungan perusahaan yang meningkat yang berarti perusahaan mampu untuk membayar dividen atau bahkan dividen yang dibayarkan juga meningkat. Dengan demikian, kemampuan perusahaan untuk membayar dividen merupakan fungsi dari keuntungan. Penelitian yang dilakukan oleh Suharli (2007) 29 menunjukkan bahwa adanya pengaruh positif antara profitabilitas dan kebijakan dividen, namun Investment Opportunity Set menunjukkan kebalikannya yaitu adanya pengaruh negatif antara Investment Opportunity Set dengan kebijakan dividen. Kesempatan investasi (Investment Opportunity Set) merupakan faktor yang mempengaruhi besar kecilnya pembayaran dividen. Apabila suatu perusahaan memiliki set kesempatan investasi yang tinggi, hal ini berarti aliran kas bebas dalam perusahaan atau laba yang dihasilkan sebagian besar akan digunakan untuk mendanai investasi yang menguntungkan tersebut. Hal ini akan mempengaruhi jumlah dividen yang akan diterima pemegang saham. Subekti dan Indra (2001) menyatakan bahwa terdapat korelasi antara IOS dengan realisasi perusahaan bertumbuh signifikan positif. Profitabilitas akan diukur dengan menggunakan Return On Equity (ROE) dan Net Profit Margin (NPM) sedangkan Investment Opportunity Set (IOS) yang digunakan adalah proksi berdasarkan harga yaitu Market to Book Value of Assets (MVA/BVA). Proksi berdasarkan investasi yaitu Capital Addition to Market Value of Assets (CAP/MVA) Proksi ini digunakan karena diketahui signifikan sebagai proksi kesempatan tumbuh oleh penelitian terdahulu (Erlina, 2007:15). Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka model kerangka konseptual yang dipakai adalah: 30 ROE (X1) NPM (X2) Deviden Kas (Y) MVA/BVA (X3) CAP/MVA (X4) Sumber : Suharli (2004), Subekti dan Indra (2001) dan Erlina (2007) (diolah) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.6 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan pustaka dan kerangka konseptual maka penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Profitability dengan menggunakan variabel Return On Equity (ROE) dan Net Profit Margin (NPM) serta Investment Opportunity Set (IOS) yang diproksikan oleh Market to Book Value of Assets (MVA/BVA), dan Capital Expenditure to Market Value of Assets (CAP/MVA) secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap dividen kas pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. 2. Profitability dengan menggunakan variabel Return On Equity (ROE) dan Net Profit Margin (NPM) serta Investment Opportunity Set (IOS) yang diproksikan oleh Market to Book Value of Assets (MVA/BVA), dan Capital Expenditure to Market Value of Assets (CAP/MVA) secara parsial mempunyai pengaruh terhadap dividen kas pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. 31