Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999 VAKSINASI PADA DOMBA DENGAN SEDIAAN L3 IRADIASI CAGING HAEMONCHUS CONTORUS SMARR PARTODIHARJO', IRTISAMZ, ROSMELATI SITUNIEANGZ, dan GATOT ADIWINATA3 t Pusat Penelitian dan Pengembangan Tekniklsotop dan Radiasi-BA TAN Jalan Cinere Pasar Jumat, Kotak Pos 7002 JKSKL, Jakarta 12070 2 Pusat Veterinaria Fanna Surabaya 3 Balai Penelitian Veteriner, Man R.E. Martadinata No . 30, P.O. Box 151, Bogor 16114 ABSTRAK Suatu penelitian telah dilakukan pada domba yang diberi vaksin iradiasi L3 cacing H. contortus atau cacing lambung . Tujuan dari penelitian ini untuk melihat pengaruh vaksinasi 10.000 L3 iradiasi sinar gamma kobalt 60, dosis iradiasi 500 Gy terhadap perubahan beberapa peubah yang akan ditimbulkan pada domba pasca tantangan 10.000 L3 galur ganas. Peubah yang diamati antara lain bobot badan, CV, gambaran darah Hb, eritrosit, leukosit. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak lengkap uji antar perlakuan dari Duncan, dengan perlakuan K (kontrol infektif), VI = dua kali vaksinasi tanpa tantangan, V2 = dua kali vaksinasi dxn dengan tantangan . Untuk senula peubah untuk K : bobot badan = 11,96 kg, PCV = 25,81%, Hb = 7,88 mg %, eritrosit = 6,51 juta, leukosit = 6,51 ribu, eosinopil = 1,87%, telur cacing 7534,25 epg, cacing di lambung = 1050. Untuk V 1 : bobot badan = 16,11 kg, PGV = 27,75%, Hb = 8,45 mg %, eritrosit = 7,14 juta, leukosit = 8,19 ribu, eosinopil = 3,16%, telur cacing = 0, cacing di lambung + 457,50 . Untuk V2 : bobot badan = 13,95 kg, PGV = 26,67%, Hb = 8,65 %, eritrosit = 7,45 juta, leukosit = 7,21 ribu, eosinopil = 3,25%, telur cacing = 0, cacing di lambung = 53,50. Untuk N : bobot badan = 12,92 kg, PGV = 27,50%, Hb = 8,01 mg %, eritrosit = 6,84 juta, leukosit .= 8,86 ribu, eosinopil = 2,28%, telur cacing = 0, cacing di lambung = 0. Kesimpulan dari 8 peubah yang mempunyai nilai lebih baik daripada perlakuan lainnya yaitu Hb, erirosit, eosinopil, telur cacing, dan cacing dewasa dalam lambung, berarti perlakuan tersebut mempunyai tendensi memberikan respon kekebalan yang lebih baik daripada perlakuan K dan V1 . Kata kunei : H. Contortus, vaksin, iradiasi, domba PENDAHULUAN Di Indonesia, hamonchiasis merupakan penyakit cacing yang bersifat endemis yang dapat mengakibatkan kenigian cukup besar, perlu dirintis usaha pencegahan dengan cara pembuatan vaksin iradiasi yang potensial TONAMES (1984). Perin pula dijajaki mendapatkan sesuatu kandidat antigen yang potensial agar pencegallan penyakit parasit pada ternak domba dapat diatasi, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pemakaian obat cacing. Cacing ini dianggap sangat merugikan karena pada keadaan infeksi akut dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak, yaitu bila sejumlah 4000 cacing di abomasum dapat menghisap darah sebanyak 600 ml per hari atau bisa juga 0,049 nil/hari/ekor dan gejala yang ditimbulkan adalah kekunlsan dan oedema di jaringan sub kutis (SEDDON, 1967). Bentuk gangguan yang khas akibat infeksi cacing H. contortus adalah anaemia, dengan ditandai kadar haemoglobin Inenunln, nilai leukosit berkurang. ARIFIN (1984) dan RONOHARDJO (1981) menyatakan bahwa anaemia pada domba dan kambing yang menderita haemonhosis terdapat dalam tiga tahap . Tahap pertama yang ditandai dengan 594 Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1999 penurunan drastis dari nilai hemotokrit dan zat besi dalam serum darah, tahap kedua terjadi pada periode postpaten yaitu periode penurunan eritrosit dari sel hematokrit dan rendahnya cadangan zat besi dalam serum. Menurut SOOD (1981) kehadiran cacing lambung ini dalam abomasum akan mengganggu pencernaan dan absorpsi protein, kalsium dsn pospor meningkatkan keasaman lambung dan plasma pepsionogen serta abomasitis . Keadaan tersebut mengakibatkan hewan menderita hipoproteinemia dan katabolisme protein yang cepat . Menurut SYMOS (1989) menyatakan bahwa pada domba bunting bila diserang dapat mengakibatkan penurunan boobot badan, Hb, konsentrasi albumin dan anaemia . Dengan berkurangnya darah dapat mengganggu keseimbangan pH di dalam tubuh hewan, suhu tubuh serta terganggunya fungsi pertahanan tubuh terhadap masuknya benda asing/parasit dalam tubuh hewan (FRANDSON, 1986) . Selanjutnya menurut FRANDSON (1986) juga leukosit adalah inti mobil dari sistem pertahanan tubuh. Manfaat dari penggunaan iradiasi sinar gamma adalah untuk melemahkan daya patogenitas parasit sehingga diperoleh imunogenitas yang potensial sesuai dengan IAEA (1973). MATERI DAN METODE Larva tiga galur Balitvet Bogor diiradiasi di P3TIR, Batan, diiradiasi dengan sumber iradiasi sinar gamma kobalt 60 dari iradiator Irpasena, dengan dosis iradiasi 500 Gy larva yang sudah diiradiasi dianggap sebagai kandidat vaksin. Dengan dosis inokulasi 10.000 L3/ekor domba. Inokulasi ke-1 dsn ke-2 dilakukan dengan interval 21 hsri. Model rancangan percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan (K, V1, V2, dsn N). K Kelompok yang hanya mendapat tantangan 10 .000 L3 H. contortus infektif. VI Kelompok yang diinokulasi 2 ksli dengan selang waktu 21 hsri, dosis inokulasi 10 .000 L3 iradiasi, tidak ditantang . V2 Kelompok yang diinokulasi 2 ksli selang waktu 21 hsri, dosis inokulasi 10 .000 L3 iradiasi, diberikan tantangan 10 .000 L3 infektif. N = Kelompok nonnal atau N. Uji antar perlakuan digunakan Duncan. Hewan percobaan digunakan 4 ekor dari masingmasing perlakuan . Peubah yang diamati meliputi bobot badan, Hb, eritrosit, leukosit, hematokrit = PCV (Pack Cell Volume), telur cacing, dan cacing dewasa dalam lambung . HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil rataan dari peubalt PCV atau hematokrit dari 4 kelompok domba yang diukur tiap minggu pada VI = 27,75%. Kelompok V1 mempunyai Kndungan PCV yang tertinggi berarti tidak mengalami anaemia (DAR(3 IE diperkuat AL-QuASY, 1987) akibat vaksinasi cacing ini nilai hematroktir ada respon pembentukan sel darah merah . Rataan bobot badan hewan percobaan V1 = 16,11 kg lebit berat dari perlakuan lainnya sebab pemilihan untuk percobaan secara acak dan tidak diberikan tantangan ada sedikit pengaruh dibandingkan dengan perlakuan V2. Peubah Hb pada V2 = 8,65 mg/%. Kandungan Hb per unit volume tidak mengalami gangguan (DUKES, 1997). Kandungan Hb tertinggi pada V2 berarti tidak mengalami anaemia, perbedaannya nyata (P<0,05) terhadap kontrol . Raman junilah eritrosit pada V2 = 7,45 juta.. SOULSBY (1982) menyatakan 595 Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999 perlakuan V2 meskipun diberikan tantangan tidak berpengaruh terhadap penurunan eritrosit berarti daya menangkal penyerangan L3 infektif akibat pemberian vaksin iradiasi dapat merespon kekebalan . Rataan peubah leukosit N = 8,66 yang tertinggi . Menurut SCHALM (1965) jumlah leukosit yang normal pada domba berkisat 8 - 12 ribu/ml, N adalah normal tidak terinfeksi sama sekah . Rataan peubah eosinopil untuk V2 = 3,25% adalah tertinggi . Peningkatan eosinopil adalah ciri yang khas pada infeksi H. contortus (TIZARD, 1982) . Jumlah eosinopil akan meningkat jika terjadi reaksi alergi atau infeksi oleh parasit (JONES, 1993) . Rataan peubah telur cacing pada V2 = 0, V2 adalah nihil ini disebabkan pengaruh iradiasi. Proses reproduksi dan proses fisiologis lainnya menjadi terganggu dan makro molekul yang tidak dapat kembali normal (BITAKARAMIRE, 1973). Rataan peubah cacing dewasa dalam lambung domba pada V2 = 53,50 dan N = 0, perbedaannya sangat nyata (P<0,01), uji antar perlakuan juga sangat nyata (P<0,01) . Jumlah cacing dewasa pada V2 adalah yang terendah ini diakibatkan oleh penganlh vaksinasi L3 iradiasi, mampu melindungi ternak terhadap infeksi tantangan, kekebalan yang terbentttk (SMITH clan CHRISTIE, 1979) pernberian tantangan pada domba pasca vaksinasi, kekebalan yang telah berbentuk akan nlampu melindungi terhadap serangan cacing muda yang infektif beberapa hari setelah infeksi . Tabel 1. Nilai rataan peubah bobot badan, PCV, Hb, eritosit, leukosit, esinopil, telur cacing, clan cacing lambtuig dari perlakuan K, V1, V2, clan N Peubah Perlakuan PCV (%) Bobot badan (kg) Hb (mg/%0 Eritrosit (x juta) Leukosit (xjuta Eosinopil (%) Telur cacing (epg) Cacing lambung Keterangan : K = kontrol N VI 25,81 11,96 27,75 26,67 27,50 <0,05 7,88 16,11 8,45 13,95 12,92 <0,01 6,51 7,14 8,65 7,45 8,01 6,84 <0,05 <0,01 6,51 8,19 7,21 8,86 <0,01 4,87 534,25 3,16 0 3,25 0 2,28 0 <0,01 <0,01 457,50 53,50 0 <0,01 1050 infektif V1 = 2 kali vaksinasi tanpa tantang ui V2 = 2 kali vaksinasi dengan tantangan N = Normal V2 P K KESIMPULAN Vaksin iradiasi dengan dosis iradiasi 500 Gy dapat memberikan nilai peubah yang tinggi pada kelompok V2, yaitu nilai Hb, eritrosit, eosinopil, telur cacing, dan cacing dewasa, berarti mampu menangkal ienfeksi cacing dari luar dibandingkan kemampuan kelompok yang lain. Perlakuan tersebut mempunyai tendensi memberikan respon proteksi yang lebill baik daripara perlakuan K dan V1 . UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengticapkan banyak teriula kasih tenitama kepada Bapak Pimpinan Pusvetma clan Balitvet beserta staf clan teknisinya yang telah banyak membantu penelitian ini dari awal hingga akhir. 596 Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999 DAFTAR PUSTAKA AL-QUASY, H.H .K ., A.J . AL-SUSAIDY, K.I. LATAIF, and A. MAKAWIJA A. 1987 . The pathogenecitu of haemonchus in sheep and goatin Iraq . In clinical, parasitological flinding . Vet. Parasitol 24 :221-226 . ARIFIN, A., L. NAUm, dan F. RAmm. 1994 . Fisiologi Ternak . Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang. BITAKRMAIRE, P .K . 1973 . Priliminary Study on the inununization of cattle animal against fasciolosis using gamma irradiated metacercaria of fasciolosis using gamma iradiated in parasitology III. IAEA . Vienna 23. Stroghtom London. DARGIE, J.D . 1970 . Application of radiostopic techniques. December 22, 1997. The study of red cell and plasma protein soc. Parasitology . IAEA, Vienna. DuKEs, H. 1974 . Some aspecets of parasiteses gastrointestinal of sheep. Australia Veteriner. FRANDSON, R.D . 1973 . Anatomy and physiology of frarn animals. 4th edition. Lea and Febiger. Philadelhia. 1966 IAEA (hiternational Atomic Energy Agency). Radiotion proctection procedure. Seventy series No. 38 Vienna . HAmoNo, B. 1992 . Patologi Klinik . Universitas Gajah Mada Yogyakarta . IAEA. 1973 . Radiotion Protection Procedure. Seventy Series No . 38 . Vienna. JoNEs, D.G . 1993 . The eosinopil Review . Comp. Pathol 108: 317-335. RoNoHARDJo, P. 1981 . Laporan Penelitian Penyakit Cacing pada Ternak Donnba di Pilau Bali . SEDDoN, H.R . and H.E . Albiston . 1976 . Helminth Infection. Conuuenwealth of Australia. Departemen of Helath . SooA, M.L. 1981 . Haemonchus in Indoa, Trends and perspectives in parasitology. Cobridge University. SOULSBY, E.J.L . 1982 . Helminth, artlnropodas and protozoa of demesticated . Animals Baillere Tidal. London . pp. 482-485. SYMONS, L.E .A . 1981 . Pathophysiolog y of Endoparasitoc ifection. CS . Academic Press. Sydney. SMITH, W.D ., and M.G . Cristie. 1979 . H. contortus local and serum antibody in sheep inununissed with irradiated larvae . Int. J. Pasrs. 8:219-223 . ScHALm, O.W . 1965 . Texbook Veterinary Hematologv . Lea and SLocoivmE, J.O.D . and J.H . HITLCx7K . 1969 . Rapi d ecdysis of intective H. contortus caygensis larvae . J. Parasitol 555: 1102 . TizARD, 1. 1982 . PengantarIntunologi Veteriner. W.B . Sounders Company. Philadelpia . ToNAIvsx, J. 1984 . Subcataneus immunization of guines pig with D viparusn larvae attenuated by x-irradiated metacercaria of fasciola gigantica larvae . Ve . Pat. 16 :113-123 .