4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Menurut Undang-Undang (UU) No. 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan atau kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Selanjutnya Pasal 41a UU No. 45 Tahun 2009 menjelaskan bahwa pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya berupa: 1) Pelayanan tambat labuh kapal perikanan 2) Pelayanan bongkar muat 3) Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan 4) Pemasaran dan distribusi ikan 5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan 6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan 7) Pelaksanaan operasional kapal perikanan 8) Tempat pelaksanaan dan pengawasan sumberdaya ikan 9) Pelaksanaan kesyahbandaran 10) Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan 11) Publikasi hasil pelayaran sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan 12) Tempat publikasi hasil riset hasil kelautan dan perikanan 13) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari dan/atau 14) Pengendalian lingkungan 5 Untuk menjalankan fungsi-fungsi yang telah dijelaskan pada Pasal 41a UU No. 45 Tahun 2009, pelabuhan perikanan dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas sebagai berikut (Lubis, 2012): 1) Fasilitas pokok Fasilitas pokok merupakan fasilitas dasar atau pokok yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal baik sewaktu berlayar keluar masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan. Fasilitas pokok pelabuhan perikanan terdiri atas : (1) Dermaga Dermaga adalah suatu bangunan yang berfungsi sebagai tempat labuh dan bertambatnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan perbekalan untuk keperluan penangkapan ikan di laut. Menurut Kramadibrata (2002), dalam merencana dan merancang dermaga pelabuhan harus memperhati-kan hal-hal sebagai berikut : a) Letak dan kedalaman perairan dermaga yang direncanakan; b) Beban muatan yang harus dipikul dermaga, baik beban merata maupun beban terpusat; c) Gaya-gaya lateral yang disebabkan manuver kapal ataupun gaya gempa; d) Karakteristik tanah, terutama yang berkaitan dengan daya dukung tanah, stabilitas bangunan dan lingkungan maupun kemungkinan penurunan bangunan sebagai akibat konsolidasi tanah; e) Sistem angkutan dan sistem penanganan muatan; f) Pemanfaatan dari bahan-bahan yang tersedia. (2) Kolam pelabuhan Kolam pelabuhan merupakan daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga. (3) Alat bantu navigasi Alat bantu navigasi adalah alat bantu yang berfungsi sebagai berikut: a) Memberikan peringatan atau tanda-tanda terhadap bahaya yang tersembunyi misalnya batu karang di suatu perairan. 6 b) Memberikan petunjuk/bimbingan agar kapal dapat berlayar dengan aman. c) Memberikan petunjuk dan bimbingan pada waktu kapal akan keluar masuk pelabuhan atau ketika kapal akan merapat dan membuang jangkar. (4) Breakwater atau pemecah gelombang Breakwater merupakan struktur bangunan yang berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah di sekitar pantai terhadap pengaruh gelombang laut. Menurut Kramadibrata (2002), tujuan utama adanya breakwater adalah melindungi daerah di dalam perairan pelabuhan, yaitu memperkecil tinggi gelombang laut, sehingga kapal/perahu dapat berlabuh dan bongkar muat dengan tenang. 2) Fasilitas fungsional Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan. Fasilitas fungsional dikelompokkan antara lain : (1) Penanganan hasil tangkapan dan pemasarannya, terdiri atas sebagai berikut: a) Tempat pelelangan ikan (TPI) Tempat pelelangan ikan berfungsi untuk melelang ikan, dimana terjadi pertemuan antara penjual (nelayan atau pemilik kapal) dengan pembeli (pedagang atau agen perusahaan perikanan). b) Fasilitas pemeliharaan dan pengolahan hasil tangkapan ikan, seperti gedung pengolahan dan tempat penjemuran ikan. c) Pabrik es Es terutama digunakan untuk mempertahankan mutu ikan pada saat operasi penangkapan, saat menunggu di TPI dan selama pengangkutan ke pasar atau pabrik. (2) Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan armada dan alat penangkapan ikan. Fasilitas berupa lapangan perbaikan alat penangkapan ikan; ruangan mesin; tempat penjemuran alat penangkap ikan; bengkel; slipways; gudang jaring dan vessel lift (alat mengangkat kapal dari kolam pelabuhan ke lapangan perbaikan). 7 (3) Fasilitas perbekalan terdiri atas tangki dan instalasi air minum, tangki bahan bakar. (4) Fasilitas komunikasi terdiri atas stasiun jaringan telepon, radio SSB. 3) Fasilitas penunjang Fasilitas penunjang merupakan fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peranan pelabuhan atau para pelaku mendapatkan kenyamanan melakukan aktivitas di pelabuhan. Fasilitas ini dapat berupa fasilitas kesejahteraan (MCK, poliklinik, mess, kantin, mushola) dan fasilitas administrasi (kantor pengelola pelabuhan, kantor syahbandar, kantor beacukai, ruang operator). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.16/MEN/2006 Tentang Pelabuhan Perikanan menyatakan bahwa pelabuhan perikanan dibagi menjadi 4 (empat) kelas yaitu : Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan Pangkalan pendaratan ikan (PPI). Kriteria teknis masing-masing pelabuhan perikanan tersebut adalah sebagai berikut : (1) Kriteria Teknis Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) a) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dan laut lepas; b) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60 GT c) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m; d) Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT kapal perikanan sekaligus; e) Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor; f) Terdapat industri perikanan. (2) Kriteria Teknis Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) a) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia; 8 b) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 30 GT; c) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m; d) Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2.250 GT kapal perikanan sekaligus; e) Terdapat industri perikanan. (3) Kriteria Teknis Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) a) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial; b) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 10 GT; c) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m; d) Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus. (4) Kriteria Teknis Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) a) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan; b) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT; c) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam minus 2 m; d) Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus. Pelabuhan perikanan yang terdapat di Pangandaran bertipe pangkalan pendaratan ikan (PPI). Menurut Harto (1995) bahwa tolak ukur yang dapat digunakan untuk menentukan pendayagunaan atau tingkat operasional PPI dari segi teknis dan produktivitas serangkaian fasilitasnya adalah sebagai berikut : 1) Kapal nelayan telah datang ke pelabuhan untuk mendaratkan hasil tangkapan dan memperoleh perbekalan melaut 9 2) Tempat pelelangan ikan (TPI) telah dimanfaatkan minimal untuk menimbang/mengepak ikan. Pendayagunaan dinilai optimal apabila telah diterapkan sistem pelelangan seperti yang telah diatur dalam peraturan daerah. 3) Telah menyelenggarakan pelayanan perbekalan seperti penyediaan es, solar, air, dan garam. 4) Telah memberikan jasa penyimpanan ikan, perbaikan mesin, pemeliharaaan kapal dan alat tangkapnya. Menurut Lubis (2012), Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dicirikan oleh pola usaha perikanan, tujuan pemasaran hasil tangkapan, dan lokasi pelabuhannya. Pola usaha perikanan yang memanfaatkan pelabuhan skala PPI adalah perikanan rakyat atau skala kecil yang menggunakan kapal tanpa motor, maupun motor tempel yang mampu bergerak sampai ke perairan pantai sejauh 4 mil dalam waktu trip penangkapan 1 hari atau one day fishing Hasil tangkapan nelayan sehari-hari didominasi untuk kebutuhan rumah tangga perikanan dan sisanya dipasarkan kepada masyarakat setempat. 2.2 Aktivitas Kepelabuhanan Perikanan Pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan merupakan kawasan dengan aktivitas yang beragam. Aktivitas-aktivitas tersebut berhubungan dengan pendaratan hasil tangkapan, pengolahan ikan, unit penangkapan ikan, penyediaan kebutuhan melaut, aktivitas kelembagaan pelaku aktif, aktivitas kelembagaan penunjang pelabuhan perikanan dan pengelolaan pelabuhan perikanan. Menurut Pane (2009), terdapat tujuh kelompok aktivitas dalam suatu pelabuhanan perikanan. Kelompok aktivitas tersebut kemudian terbagi lagi menjadi berbagai aktivitas yang sangat beragam dimulai dari ikan didaratkan, dipasarkan, dan diolah. Dalam melaksanakan aktivitas tersebut juga melibatkan berbagai pelaku aktif seperti nelayan, pemilik/pengusaha, pedagang pengolah, pedagang pembeli, Syahbandar, Perbankan, keamanan dan pengelola TPI. Aktivitas yang terdapat di pelabuhan perikanan menurut kelompok aktivitas disajikan pada Tabel 1. 10 Tabel 1 Aktivitas kepelabuhanan perikanan menurut kelompok aktivitas Kelompok Aktivitas Aktivitas 1.Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan (HT) 1. Pendaratan hasil tangkapan (pembongkaran dan pengangkutan HT ke tempat pelelangan ikan) 2. Pemasaran/pelelangan HT 3. Pendistribusian HT 4. Penanganan ikan 2.Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan ikan 1. Pembekuan ikan 2. Pengolahan ikan 3. Pemasaran/distribusi hasil olahan 3. Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan ikan 1. 2. 3. 4. 5. Tambat labuh Perbaikan kapal dan mesin Pembuatan kapal Pembuatan alat tangkap Perbaikan alat tangkap 4.Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan melaut 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Penyediaan air Penyediaan es Penyediaan BBM Penyediaan garam Penyediaan kebutuhan konsumsi Penyediaan sparepart mesin kapal Penyediaan bahan alat tangkap 5.Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan pelaku aktif (nelayan/pengusaha penangkapan : ABK, nahkoda, pemilik/pengusaha, dan lain-lain; pengolah ikan, pedagang pembeli) 1. Koperasi pelaku aktif 2. Asosiasi/himpunan/paguyuban pelaku aktif 6.Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan penunjang pelabuahan perikanan 1. Syahbandar 2. Perbankan 3. Keamanan 7.Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan pelabuhan perikanan 1. Pengelola fasilitas komersial (Perum) 2. Pengelola fasilitas non-komersial 3. Pengelola TPI (Sumber : Pane, 2009) Untuk dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas yang tersebut di atas diperlukan adanya fasilitas-fasilitas yang akan mempermudah aktivitas dan adanya sumberdaya yang cukup banyak dengan kemampuan yang memadai. Adanya fasilitas dan sumberdaya yang cukup, maka aktivitas-aktivitas di pelabuhan perikanan dapat berjalan dengan lancar. 2.3 Pemindahan Pangkalan Pendaratan Ikan Pemindahan suatu pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan ke lokasi baru harus memperhatikan berbagai faktor. Salah satu faktor penting dalam pemindahan pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan adalah lokasi pelabuhan. Menurut Lundgren (1968) vide Kamaruddin (1979), hal-hal yang 11 harus diperhatikan dalam penentuan lokasi yang ideal bagi pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan adalah sebagai berikut : 1) Jaraknya tidak begitu jauh dari fishing ground 2) Adanya jalan besar yang menghubungkan pelabuhan tersebut dengan daerah pemasaran 3) Jarak dari konsumen harus dekat, kecuali bila produk yang masih segar dapat didistribusikan 4) Ruangan yang cukup memadai, baik pantainya sendiri maupun daratan, sehingga lebih efektif untuk stasiun dan pengembangannya 5) Tidak terganggu oleh angin laut dan gelombang air laut 6) Adanya tempat pengamanan kapal-kapal yang dapat digunakan sewaktuwaktu 7) Tersedianya air minum, biaya pemeliharaan yang cukup murah di dekat pelabuhan 8) Struktur tanah tempat jetty dan pier (penahan gelombang) cukup baik, sehingga terhindar dari pengaruh hempasan gelombang. Perencanaan lokasi pembangunan pelabuhan perikanan memerlukan analisis terhadap (Lubis, 2012) : 1) Hidro-Oseanografi Penentuan lokasi pelabuhan perikanan ataupun pangkalan pendaratan ikan perlu memperhatikan dan mengkaji berbagai parameter pada aspek hidrooseanografi seperti kedalaman perairan, tinggi gelombang, kecepatan arus, perbedaan pasang surut dan tipe sedimen dasar perairan. 2) Fisik-Teknik Kondisi fisik-teknik dari suatu perencanaan pembangunan pelabuhan perikanan merupakan salah satu faktor penentu dalam pengoperasiannya. Kondisi fisik-teknik ini meliputi beberapa parameter diantaranya kondisi topografi dan bathimetri, tanah, sarana dan prasarana penunjang seperti air bersih, listrik, telekomunikasi, jaringan jalan dan sarana angkutan. 12 3) Sosial-Ekonomi Kondisi sosial ekonomi yang perlu dianalisis didalam perencanaan pembangunan pelabuhan perikanan adalah jumlah tenaga kerja baik dari lingkungan sekitarnya maupun dari luar; letak pemukiman nelayan terutama untuk lokasi pangkalan pendaratan ikan atau pembangunan skala kecil dimana nelayan melakukan trip penangkapan hanya 1-2 hari sehingga lokasi pendaratan dan pemukiman hendaknya berdekatan. Perlu diperhatikan juga bagaimana pandangan atau tanggapan masyarakat setempat terhadap rencana pembangunan pelabuhan, juga adakah persaingan antar pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan baik dalam hal produksi maupun dalam pemasarannya. 4) Penangkapan ikan Analisis terhadap penangkapan ikan ini meliputi ukuran dan jenis alat tangkap yang akan digunakan serta jenis dan ukuran kapal yang akan berlabuh di pelabuhan tersebut. Hal ini penting untuk mengetahui skala atau tipe pelabuhan yang akan dibangun. 5) Finansial Analisis finansial selain untuk mengetahui efektivitas suatu investasi (memperkirakan anggaran pengoperasian yang akan datang), juga untuk mengetahui efisiensi dalam penggunaan fasilitas pelabuhan (alur pelayaran, tambatan, kecepatan bongkar muat, dan penyimpanan). Perencanaan pembangunan pelabuhan perikanan memerlukan 8 (delapan) data pokok (Lubis, 2000) yaitu : 1) Potensi sumberdaya ikan 2) Fishing ground (daerah penangkapan ikan) 3) Daerah pemasaran (lokal, nasional, ekspor) 4) Klimatologi, topografi, geologi, dan struktur tanah 5) Rencana pembiayaan pembangunan dengan memperhitungkan kriteriakriteria keberhasilan secara ekonomis dilihat dari segi investasi 6) Pendayagunaan modal ditinjau dari segi operasional khususnya dalam penanganan hasil tangkapan ikan 13 7) Jenis dan ukuran kapal penangkap ikan yang menyinggahinya untuk menentukan tipe pelabuhan perikanan. 8) Hubungan persaingan antar pelabuhan dengan pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan lainnya baik dalam mendapatkan ikan maupun dalam pemasarannya. Selanjutnya Lubis (2012) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan pelabuhan perikanan di daerah didukung oleh adanya beberapa alasan-alasan khusus antara lain : 1) Potensi sumberdaya ikan Potensi sumberdaya ikan dalam hal ini adalah sediaan (stock) ikan di laut/perairannya baik perairan pantai, nusantara, ataupun zona ekonomi eksklusif, tergantung dari ukuran kapal-kapal yang beroperasi. Potensi sumberdaya perikanan laut ini akan menentukan sampai sejauh mana usaha perikanan dapat dikembangkan, sedangkan kelestariannya akan menentukan kelangsungan usaha perikanannya. Oleh karena itu dengan semakin besarnya potensi sumberdaya ikan di suatu wilayah, maka makin besar pula kemungkinan pengembangan usaha penangkapan ikan sehingga perlu dibangun suatu pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan untuk mendaratkan ikan hasil tangkapan. 2) Meningkatnya populasi, pendapatan dan kebiasaan makan ikan Bertambahnya populasi, meningkatnya pendapatan per kapita, dan kegemaran makan ikan di suatu wilayah, akan berakibat meningkatnya jumlah ikan laut yang dikonsumsi sehingga usaha penangkapan ikan di laut juga semakin berkembang. Dengan demikian pengembangan pelabuhan perikanan semakin penting sebagai tempat awal untuk pendaratan dan pendistribusian hasil tangkapan ikan. 3) Meningkatnya skala usaha perikanan dan ekspor hasil perikanan Dengan semakin berkembangnya teknologi penangkapan ikan, jumlah kapal penangkap ikan serta semakin meningkatnya skala usaha perikanan, maka aktivitas penangkapan dapat dilakukan ke tempat atau fishing ground yang lebih jauh. Karena itu, produksi perikanan laut juga akan bertambah besar. Selain itu 14 dengan semakin meningkatnya permintaan ekspor hasil perikanan, akan berimplikasi semakin banyaknya ikan yang harus dieksploitasi sehingga diperlukan pelabuhan perikanan skala besar sebagai sarana pendaratannya. 4) Berkembangnya industri-industri perikanan dan pengolahan ikan Berkembangnya industri perikanan dan pengolahan ikan akan meningkatkan jumlah ikan sebagai bahan baku sehingga diperlukan fasilitas-fasilitas di pelabuhan yang menunjang usaha-usaha industri pengolahan ikan tersebut. Fasilitas-fasilitas tersebut dapat berupa gedung pemasaran, gedung pengolahan, penyediaan bahan untuk keperluan pengolahan ikan, sampai pada fasilitas untuk pengontrolan mutu ikan dan hasil olahannya. Smith (1983) vide Azzam (2009), menyatakan bahwa skala usaha perikanan dapat dilihat dengan cara membandingkan perikanan berdasarkan situasi technosocio-economic nelayan dan membaginya kedalam dua golongan besar yaitu nelayan industri dan nelayan tradisional. Perikanan tradisional mempunyai ciriciri sebagai berikut diantaranya : 1) Kegiatan dilakukan dengan unit penangkapan skala kecil, kadang-kadang menggunakan perahu bermesin atau tidak sama sekali 2) Aktivitasnya penangkapan merupakan paruh waktu, dan pendapatan keluarga adakalanya ditambah dari pendapatan lain dari kegiatan diluar penangkapan 3) Kapal dan alat tangkap dioperasikan sendiri 4) Alat tangkap dibuat sendiri dan dioperasikan sendiri 5) Investasi rendah dengan modal pinjaman dari penampung hasil tangkapan 6) Hasil tangkapan per unit usaha dan produktivitas pada level sedang sampai rendah 7) Hasil tangkapan tidak dijual pada pasar besar yang terorganisir dengan baik tapi diedarkan di tempat-tempat pendaratan atau dijual di laut 8) Sebagian atau keseluruhan hasil tangkapan dikonsumsi sendiri bersama keluarganya 9) Komunitas nelayan tradisional seringkali terisolasi baik secara geografis ataupun sosial dengan standar hidup keluarga nelayan yang rendah sampai batas minimal. 15 Pemindahan suatu pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan ke lokasi baru dapat memberikan dampak terhadap para pelaku yang melakukan aktivitas disana. Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat baik negatif maupun positif. Asian Development Bank (1999) vide Khaeron (2007) menyatakan bahwa orang-orang yang terkena dampak (OTD) adalah mereka yang akan mengalami kerugian sebagai akibat adanya proyek seluruh atau sebagian kekayaan baik fisik maupun non-fisik, termasuk rumah, masyarakat, lahan produktif, sumberdaya seperti hutan, persawahan, lokasi penangkapan ikan, kawasan pusat budaya, barang komersial, barang sewaan, kesempatan memperoleh pendapatan, jaringan dan kegiatan sosial dan budaya. Dampak seperti ini dapat bersifat permanen atau sementara. Hal ini terjadi karena ekspropriasi penggunaan wewenang khusus atas tanah atau pengaturan lainnya. 2.4 Pariwisata sebagai Penyerap Produksi Hasil Tangkapan Nelayan Pengertian wisata menurut Undang-Undang (UU) No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan diri, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Daya tarik wisata yaitu segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia, yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisata. Kawasan strategis pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumberdaya alam, daya dukung lingkungan hidup serta pertahanan dan keamanan. Daya tarik wisata di Pangandaran adalah wisata bahari. Menurut Damardjati (2006) vide Putra (2009), wisata bahari merupakan suatu pemanfaat-an pariwisata atas kawasan air, sehingga pengembangan secara lengkap dan pro-fesional dapat 16 menjadikan suatu obyek wisata yang menarik. Obyek wisata bahari biasanya menyediakan berbagai fasilitas untuk menyelam (diving), me-mancing (fishing), berselancar (surfing), berperahu (boating), dan lain sebagai-nya. Fasilitas-fasiltas tersebut sebagian telah tersedia di pariwisata bahari Pangandaran. Keberadaan wisatawan di Pangandaran tidak hanya memberikan dampak positif bagi sektor pariwisata, tetapi juga sektor perikanan tangkap. Berdasarkan penelitian Hermawan (2009), diketahui bahwa telah terjadi interaksi antara sektor pariwisata dan perikanan tangkap di Pangandaran. Nelayan di Pangandaran tidak hanya melakukan aktivitas penangkapan ikan, namun juga menyewakan perahunya kepada wisatawan. Tidak hanya aktivitas penyewaan perahu, sebagian wisatawan juga membeli ikan hasil tangkapan nelayan untuk dikonsumsi. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa pariwisata sebagai penyerap hasil tangkapan nelayan. Pariwisata sebagai penyerap hasil tangkapan nelayan telah terjadi di beberapa pelabuhan perikanan seperti pelabuhan perikanan Boulogne sur Mer, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan dan pelabuhan perikanan Gunung Kidul, Yogyakarta. Menurut Pane (2012) di pelabuhan perikanan Boulogne sur Mer Prancis dibangun gedung besar berisikan restoran yang menjual seafood bagi wisatawan yang datang berkunjung. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan terdapat kawasan wisata bahari yang dibangun di dalam kompleks pelabuhan perikanan, termasuk di dalamnya restoran-restoran yang menjual seafood yang berasal dari hasil tangkapan nelayan. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniati (2005) dijelaskan bahwa hasil tangkapan nelayan di pelabuhan Gunung Kidul, Yogyakarta, lebih mudah dipasarkan karena wisatawan membeli hasil tangkapan tersebut baik dalam bentuk segar maupun olahan. Beberapa bentuk pengelolaan perikanan dan wisata di Boulogne sur Mer Gunung Kidul dan Pekalongan dapat pula dikembangkan di kawasan Pangandaran. Penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2009) dan Kurniati (2005) menunjukan bahwa terdapat hubungan yang saling menguntungkan antara sektor pariwisata dan perikanan tangkap dimana atraksi penangkapan ikan dan aktivitas penyewaan perahu nelayan dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan datang berkunjung, selanjutnya hasil tangkapan nelayan juga dapat dibeli oleh 17 wisatawan. Hal ini memperlihatkan bahwa pariwisata dapat menjadi penyerap hasil tangkapan nelayan. 2.5 Analisis SWOT Pengembangan PPI Menurut Rangkuti (2006), analisis SWOT adalah suatu analisis yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan strategis dengan memaksimalkan kekuatan dan peluang, tetapi secara bersamaan meminimalkan kelemahan dan ancaman. Proses pengambilan keputusan strategis dalam analisis ini selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan dari pihak stakeholder. Dengan demikian pengambilan keputusan strategis harus menganalisis faktor-faktor strategis dalam pemindahan PPI Pangandaran dari segi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Analisis SWOT mempengaruhi penggunanya. Pengguna SWOT pada penelitian ini adalah pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan. Analisis SWOT bersifat subjektif artinya hasil analisis sangat bergantung kepada siapa yang melaksanakan analisis tersebut. Hasil analisis bisa saja berbeda jika dilakukan oleh orang yang berbeda pula. 2.5.1 Faktor internal dan eksternal Faktor internal dan eksternal merupakan faktor-faktor yang akan dianalisis dalam analisis SWOT. Faktor internal merupakan faktor dari dalam yang terdiri atas komponen kekuatan dan kelemahan. Kedua komponen ini mempengaruhi para pengambil kebijakan dalam menentukan strategi kebijakan yang akan diambil. Untuk dapat merumuskan strategi kebijakan, para pengambil kebijakan dapat memanfaatkan kekuatan dalam membaca kelemahan yang dimiliki sehingga dapat menyiasati kemungkinan yang akan terjadi (Syafitri, 2007). Faktor eksternal adalah faktor dari luar yang terdiri atas komponen peluang dan ancaman. Menurut David (2002) faktor-faktor eksternal terdiri atas lima kategori, yaitu : 1) ekonomi, 2) sosial, budaya, demografi, dan ling-kungan, 3) politik, pemerintah, dan kekuatan hukum, 4) teknologi, 5) per-saingan. Faktorfaktor tersebut dapat berupa peluang dan ancaman yang dapat mempengaruhi para pengambil kebijakan, dalam hal ini pemerintah daerah dalam menentukan strategi atau kebijakan. 18 2.5.2 Matrik SWOT Matrik SWOT merupakan cara atau teknik yang digunakan dalam menyusun faktor-faktor strategis. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matrik SWOT disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Matrik SWOT IFAS Kekuatan (S) Tentukan faktor-faktor kekuatan internal Kelemahan (W) Tentukan faktor-faktor kelemahan internal Peluang (O) Tentukan faktor peluang eksternal Strategi SO Strategi WO Ancaman (T) Tentukan faktor ancaman eksternal Stategi ST Strategi WT EFAS (Sumber: Rangkuti 2006) Matrik SWOT menghasilkan empat set alternatif strategi yaitu strategi SO, ST, WO dan WT. 1) Strategi SO Memanfaatkan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesarbesarnya. 2) Strategi ST Memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. 3) Strategi WO Memanfaatkan peluang untuk meminimalkan kelemahan yang ada. 4) Strategi WT Meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.