BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Menurut pengordinasian Robbins dan Coulter kegiatan-kegiatan (2007) pekerjaan manajemen sehingga adalah pekerjaan proses tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Menurut Follet yang dikutip oleh Handoko (2008) manajemen merupakan seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Sedangkan menurut Lewis (2004) mendefinisikan manajemen sebagai proses mengelola dan mengkoordinasi sumber daya secara efektif dan efisien sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Solihin (2009) manajemen dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian dari berbagai sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka manajemen merupakan seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, mengelola berbagai sumber daya organisasi dan mengkoordinasi kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi. 2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:46) manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai lingkungan yang memperngaruhi perubahan yang signifikan yaitu perubahan ekonomi dan teknologi, ketersediaan dan kualitas angkatan kerja, pertumbuhan angkatan kerja tidak tetap, persoalan demografi, penyeimbang pekerja/keluarga, penyusunan ulang organisasional dan merger/akuisisi. Sedangkan menurut Simamora (2004:4) manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balasan jasa dan pengelolaan terhadap individu anggota organisasi atau kelompok karyawan. 7 8 Menururt Fathoni (2006:8) manajemen sumber daya manusia merupakan modal dan kekayaan yang terpenting dari setiap kegiatan manusia, sebagai unsur mutlak di analisis dan dikembangkan dengan cara tersebut, waktu dan tenaga serta kemampuannya benar-benar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan organisasi maupun bagi kepentingan individu. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka manajemen sumber daya manusia adalah lingkungan yang mempengaruhi perubahan yang signifikan dan respon terhadap kelompok karyawan serta modal dan kekayaan yang terpenting dari setiap kegiatan manusia yang dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan organisasi maupun bagi kepentingan individu. 2.1.2.1 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Fungsi manajemen sumber daya manusia pada dasarnya menyerupai fungsi manajemen dimana fungsi manajemen itu sendiri, dijelaskan oleh Terry dan Rue (2009:9) meliputi: 1. Planning Menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan. 2. Organizing Mengelompokkan dan menentukan berbagai kegiatan penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan. 3. Staffing Menentukan keperluan-keperluan sumber daya manusia, pengerahan, penyaringan, latihan dan pengembangan tenaga kerja. 4. Motivating Mengarahkan dan menyalurkan perilaku manusia ke arah tujuan-tujuan. 5. Controlling Mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan menentukan sebab-sebab penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan kolektif. 2.1.3 Perilaku Kepemimpinan Menurut Robbins dan Judge (2013:554) kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Sedangkan menurut Skinner yang dikutip oleh Numberi (2011:70) kepemimpinan adalah sesuatu 9 yang dapat dipelajari, bukan hanya melekat pada seseorang. Menurut Covey (2008:145) kepemimpinan adalah mengkomunikasikan kepada orang lain nilai dan potensi mereka secara amat jelas sehingga mereka bisa melihat hal itu dalam diri mereka. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka perilaku kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan, yang dapat dipelajari dan bukan hanya melekat pada seseorang, karena nilai dan potensi mereka dikomunikasikan kepada orang lain secara amat jelas sehingga mereka bisa melihat hal itu di dalam diri mereka. 2.1.3.1 Gaya Kepemimpinan Empat gaya kepemimpinan yang umum menurut Leigh dan Maynard (2008: 65) adalah: 1. Mewakilkan 2. Berpartisipasi 3. Menjual 4. Menyuruh 2.1.3.2 Fungsi-fungsi Kepemimpinan Krech, Crutchfield dan Ballachey menyebutkan ada 5 butir penting dari fungsi kepemimpinan yang dikutip oleh Numberi (2011:37) yaitu: 1. Pimpinan sebagai penentu arah. 2. Wakil dan juru bicara organisasi. 3. Pimpinan selaku komunikator yang efektif. 4. Sebagai mediator yang handal. 5. Sebagai integrator ysng efektif, rasional, objektif, dan netral. 2.1.3.3 Dimensi Kepemimpinan Dalam bukunya yang berjudul 8 Dimensions of Leadership: DiSC Strategies for Becoming a Better Leader, Sugerman (2011:29) memetakan 8 dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu: 1. Pioneering – Perintis ciri-cirinya petualang, dinamis dan berkarisma. 2. Energizing – Pembangkit energi ciri-cirinya spontan, mudah bergaul dan membangkitkan semangat. 10 3. Affirming – Menegaskan ciri-cirinya bersahabat, terbuka dan positif. 4. Inclusive – Inklusif ciri-cirinya diplomatis, menerima dan sabar. 5. Humble – Rendah hati ciri-cirinya tutur kata lemah lembut, santun dan akurat. 6. Deliberate – Hati-hati ciri-cirinya sistematis, hati-hati dan analitis. 7. Resolute – Teguh ciri-cirinya menantang, teguh pendirian dan rasional. 8. Commanding – Memerintah cirinya kompetitif, memaksa dan tegas. 2.1.3.4 Karakteristik Kepemimpinan Menurut Profesor Zuang yang dikutip Numberi (2011:56) sampai kepada resume bahwa proses pembangunan jiwa kepemimpinan (leadership building) terletak pada 4 jejak karakter para pemimpin melalui hal yang disebut sebagai berikut: 1. Kewajiban/tugas (duty) 2. Integritas (integrity) 3. Ketabahan (hardiness) 4. Keyakinan (confidence) 2.1.3.5 Tantangan Kepemimpinan Menurut Leigh dan Maynard (2008:168) pemimpin yang berpengalaman akan terus melihat ancaman ketika anggota tim menantang: 1. Prioritas kerja. 2. Apa yang perlu dibahas. 3. Diterimanya keputusan. 4. Arah kemana tim berjalan. 5. Apa yang harus dilakukan tiap orang. 6. Penggunaan sumber daya. 2.1.3.6 Pemimpin yang Kontra-Pemberdayaan Menurut Pitts yang dikutip Leigh dan Maynard (2008:181) mengenali 10 elemen dari kepemimpinan yang kontra-pemberdayaan: 1. Memisahkan diri dari mereka yang dipimpin.. 2. Menghindar dari menjadi rentan dengan berpura-pura percaya diri dan tahu jawaban. 11 3. Tidak mengakui kesalahan dan tampak defensif 4. Merasa akan diserang. 5. Kerja berlebihan. 6. Memanipulasi situasi untuk menyelesaikan sesuatu. 7. Terlalu mengandalkan kritikan dan jarang memuji. 8. Berasumsi bahwa ada konflik di antara kelompok yang berbeda dan oleh karena itu menciptakan situasi menang-kalah. 9. Mengejar kekuasaan dan bukannya tujuan. 2.1.3.7 Tipe Kepemimpinan Menurut Numberi (2011:21) ada empat tipe kepemimpinan, yaitu: 1. Otokratik (autocratic) 2. Birokratik (bureaucratic) 3. Demokrat (democratic) 4. Liberal (laissez-faire) 2.1.4 Pemberdayaan Psikologis Menurut Covey (2008:376) pemberdayaan adalah hal yang memungkinkan orang untuk mengidentifikasi dan membebaskan potensi kemanusiaan di dalam diri mereka yang adalah hasil alamiah dari sifat layak dipercaya baik pada tingkat pribadi maupun pada tingkat organisasi. Sedangkan menurut Cook dan Macaulay yang dikutip Wibowo (2008), pemberdayaan merupakan perubahan yang terjadi pada filsafah manajemen yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan dimana setiap individu dapat menggunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan organisasi. Kalau menurut Goetsch dan Davis (2006), pemberdayaan tidak berarti hanya melibatkan karyawan akan tetapi melibatkan mereka dengan cara memberikan mereka suara yang sebenarnya. Melibatkan karyawan dalam membuat keputusan berhubungan dengan pekerjaan mereka adalah prinsip dasar dari manajemen yang baik. Dengan total kualitas manajemen, prinsip ini bahkan lebih diutamakan. Karyawan dilibatkan tidak hanya dalam membuat keputusan tetapi juga dalam proses pemikiran kreatif yang mengawali pengambilan keputusan. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka pemberdayaan psikologis yaitu hal yang memungkinkan orang untuk mengidentifikasi dan membebaskan 12 potensi kemanusiaan di dalam diri mereka yang adalah hasil alamiah dari sifat layak dipercaya baik pada tingkat pribadi maupun pada tingkat organisasi, dan merupakan perubahan yang terjadi yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan, tidak berarti hanya melibatkan karyawan akan tetapi melibatkan mereka dengan cara memberikan suara yang sebenarnya. 2.1.4.1 Dimensi Pemberdaya Psikologis Dari penelitian Thomas dan Velthouse dalam Chasanah (2008) ditemukan 4 karakteristik umum yang dimiliki pemberdaya psikologis, yaitu: 1. Makna Makna merupakan nilai tujuan pekerjaan yang dilihat dari hubungannya pada idealisme atau standar individu. 2. Kompetensi Kompetensi atau self-efficacy lebih merupakan kepercayaan individu akan kemampuan mereka dalam melakukan aktivitas mereka dengan menggunakan keahlian yang mereka miliki. Dimensi ini menggunakan istilah kompetensi daripada harga diri karena difokuskan pada efficacy secara spesifik pada peran pekerjaan. 3. Penentuan nasib Bila kompetensi merupakan keahlian dalam berperilaku, maka penetuan nasib merupakan suatu perasaan yang memiliki pilihan dalam melakukan suatu pekerjaan. 4. Dampak Dampak merupakan derajat dimana seseorang dapat mempengaruhi hasil pekerjaan baik strategik administratif, maupun operasional. 2.1.4.2 Aspek/Komponen Pemberdayaan Berikut ini aspek/komponen pemberdayaan yang harus diperhatikan menurut Sedarmayanti (2007): 1. Kemampuan karyawan meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau perilaku. 2. Penempatan karyawan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan jabatan dalam suatu organisasi. 3. Kewenangan yang jelas. 13 4. Tanggung jawab karyawan yang jelas. 5. Kepercayaan terhadap karyawan. 6. Dukungan terhadap karyawan. 7. Kepemimpinan. 8. Motivasi. 2.1.4.3 Model Pemberdayaan Dalam jurnal Widajanti (2007), menawarkan sebuah model pemberdayaan yang dapat dikembangkan dalam sebuah organisasi. Model pemberdayaan tersebut yaitu: 1. Desire adalah tahap dimana ada keinginan dari manajemen untuk mendelegasikan dan melibatkan pekerja. 2. Trust (membangun kepercayaan antara manajemen dengan karyawan), hal ini terjadi setelah ada keinginan dari manajemen untu melakukan pemberdayaan. Dengan adanya saling percaya diantara manajemen dan karyawan akan tercipta kondisi yang baik untuk pertukaran informasi dan saran tanpa rasa takut. 3. Confident adalah tahap menimbulkan rasa percaya diri karyawan dengan menghargai kemampuan yang dimiliki oleh karyawan. 4. Credibility adalah memberikan penghargaan dan mengembangkan lingkungan kerja yang mendorong kompetisi yang sehat, sehingga tercipta organisasi yang memiliki kinerja yang tinggi. 5. Accountability (pertanggung jawaban karyawan terhadap wewenang yang diberikan). Dengan menetapkan secara konsisten dan jelas tentang peran, standar, dan tujuan tentang penilaian terhadap kinerja karyawan dalam penyelesaian dan tanggung jawab terhadap wewenang yang diberikan. 6. Communication adalah tersedianya komunikasi yang terbuka untuk menciptakan saling memahami antara karyawan dan manajemen. 2.1.4.4 Manfaat Pemberdayaan Konsep pemberdayaan lahir ketika kegiatan pendidikan dan pelatihan dirasa sudah tidak efektif lagi karena dinilai terlalu bersifat top-down sehingga kurang mampu mengembangkan kreativitas dan inovasi karyawan. Pemberdayaan adalah suatu cara pendekatan baru yang lebih bersifat bottom up karena menuntut karyawan 14 lebih kreatif dan inovatif secara mandiri dengan dukungan langsung dari pemberi wewenang. Menurut Wibowo (2008) beberapa alasan perlunya pemberdayaan: 1. Semakin intensifnya kompetisi sehingga organisasi perlu memperdayakan orang untuk melawan tantangan kompetisi. 2. Inovasi teknologi berubah cepat sehingga organisasi perlu memberdayakan orang lain untuk menggunakan sebaik mungkin teknologi maju. 3. Permintaan yang tetap atas kualitas yang lebih tinggi dan nilai yang lebih baik menyebabkan organisasi perlu memperdayakan orang untuk menemukan cara inovatif guna memperbaiki produk dan jasa. 4. Tumbuhnya masalah ekologi menuntut organisasinya perlu memberdayakan orang untuk melaksanakan kebijakan ekologi. 2.1.5 Kepuasan Kerja Karyawan Menurut Gibson (2009:106) kepuasan kerja erat kaitannya dengan sikap karyawan terhadap pekerjaanya. Hal ini merupakan hasil dari persepsi karyawan atas pekerjaannya. Sedangkan menurut Robbins dan Coulter (2012:403) kepuasan kerja mengacu pada sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. Seseorang yang tidak puas memiliki sikap negatif. Ketika orang berbicara tentang sikap karyawan, mereka biasanya mengacu pada kepuasan kerja. Kalau menurut Mathis dan Jackson (2006:121) kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang berdampak positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Sedangkan menurut Wagner dan Hollenbeck (2009:106) kepuasan kerja memiliki tiga komponen yaitu nilai, pentingnya nilai, dan persepsi kita terhadap situasi saat ini. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka kepuasan kerja adalah kaitannya dengan sikap karyawan terhadap pekerjaannya, mereka biasanya mengacu pada kepuasan kerja, dan keadaan emosional yang berdampak dari hasil evaluasi pengalaman kerja seseorang, memiliki komponen yaitu nilai dan pentingnya serta persepsinya terhadap situasi. 15 2.1.5.1 Meningkatkan Kepuasan Kerja Menurut Greenberg dan Baron (2003:159) ada beberapa cara untuk meningkatkan kepuasan dan mencegah ketidakpuasan pada pekerjaan, diantaranya sebagai berikut: 1. Membuat pekerjaan menyenangkan Karyawan akan lebih puas dengan pekerjaan yang mereka senangi ketimbang dengan pekerjaan yang membosankan. Meskipun beberapa pekerjaan secara instrinsik membosankan, pekerjaan tersebut masih mungkin meningkatkan kesenangan ke dalam setiap pekerjaan. 2. Karyawan dibayar secara adil Karyawan yang meyakini bahwa sistem pengupahan organisasinya tidak adil akan cenderung tidak puas dengan pekerjaannya. Hal ini diberlakukan tidak hanya untuk gaji dan upah per jam, tetapi juga fringe benefit. Konsisten dengan value theory, karyawan yang merasakan dibayar secara adil dan apabila karyawan diberi peluang untuk memilih fringe benefit yang paling mereka inginkan, maka kepuasan kerjanya cenderung akan meningkat. 3. Mencocokan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai dengan minatnya. Semakin banyak karyawan menemukan bahwa dirinya dapat memenuhi minatnya pada pekerjaan mereka, maka mereka akan lebih puas terhadap pekerjaannya. Perusahaan dapat menawarkan jasa konseling individu kepada pekerja sehingga kepentingan pribadi dan profesional dapat diidentifikasi dan disesuaikan. 4. Mengindari kebosanan dan pekerjaan yang berulang-ulang. Kebanyakan karyawan cenderung mendapat sedikit kepuasan apabila mereka dihadapi dengan pekerjaan yang membosankan dan berulang-ulang. Sesuai dengan two-factor theory, karyawan jauh lebih puas dengan pekerjaan yang meyakinkan mereka memperoleh sukses dengan secara bebas melakukan kontrol atas bagaimana cara mereka melakukan sesuatu. 2.1.5.2 Dimensi Kepuasan Kerja Menurut Hariandja (2007:291) ada beberapa dimensi untuk mengukur kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut: 1. Pekerjaan itu sendiri 16 Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan, dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar atau tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja. 2. Atasan Atasan yang senantiasa memberikan perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Dengan cara-cara atasan dalam memperlakukan bawahannya dapat menjadi menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi bawahannya tersebut. Dan hal ini mempengaruhi kepuasan kerja, kepemimpinan yang kosisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa. Hubungan fungsional sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada keterkaitan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua hubungan positif. 3. Rekan Kerja Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka dalam jumlah tertentu, berada dalam suatu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara (kebutuhan sosial terpenuhi). Sifat alami dari kelompok atau tim kerja akan mempengaruhi kepuasan kerja. Pada umumnya, rekan kerja atau anggota tim kerja akan mempengaruhi kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu. 4. Promosi Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. Menyangkut kemungkinan seseorang untuk maju dalam organisasi dan dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak, serta proses kenaikan jabatan terbuka atau kurang terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang. 5. Gaji 17 Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Disamping memenuhi kebutuhan tingkat rendah (sandang, pangan, papan), uang dapat merupakan simbol dari pencapaian (achievement), keberhasilan, dan pengakuan atau penghargaan. Jumlah uang yang diperoleh dapat secara nyata mewakili kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkan. 6. Kondisi kerja Bekerja dalam ruangan yang sempit, panas, cahaya lampunya menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak mengenakan akan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Orang akan mencari alasan untuk sering-sering keluar ruangan kerjanya. Dalam hal ini perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang terang, sejuk, dengan peralatan kerja yang nyaman untuk digunakan, dalam kondisi yang baik maka kebutuhan-kebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan tenaga kerja. 2.1.5.3 Respon Ketidakpuasan Kerja Menurut Robbins dan Judge (2007:83) ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dengan sejumlah cara, diantaranya: 1. Keluar (Exit): Perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi. Mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti. 2. Suara (Voice): Dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi. Mencakup saran perbaikan, membahas masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh. 3. Kesetiaan (Loyalty): Pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi. Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang tepat. 4. Pengabaian (Neglect): Secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dan tingkat kekeliruan yang meningkat. 18 2.1.5.4 Teori Kepuasan Kerja Menurut Wibowo (2007:300), kepuasan kerja memiliki dua teori, dalam pendapatnya dikatakan bahwa teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya dari pada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Dalam teori kepuasan kerja ada Two-Factor Theory dan Value Theory. 1. Two Factor Theory Teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors. Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas pengawasan, dan hubungan dengan orang lain), dan bukannya dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor ini mencegah reaksi negatif, dinamakan sebagai hygiene atau maintenance factors. Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya, seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi, dinamakan motivators. 2. Value Theory Kepuasan kerja terjadi pada tingkat dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, maka semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil, maka kurang puas. 2.1.5.5 Faktor-faktor Penentu Kepuasaan Kerja Menurut Locke yang dikutip oleh Munandar (2008:357) banyak faktor yang telah diteliti sebagai faktor-faktor yang mungkin menentukan kepuasaan kerja, sebagai berikut: 1. Ciri-ciri intrinsik pekerjaan. 2. Gaji penghasilan, imbalan yang dirasakan adil (equittable reward). 3. Penyeliaan, penenggangan rasa (consideration). 4. Rekan-rekan sejawat yang menunjang. 5. Kondisi kerja yang menunjang. 19 2.2 Penelitian Terdahulu 1. Penelitian yang dilakukan oleh Li-Fen Lin dan Chun-Chieh Tseng yang berjudul The Influence of Leadership Behaviour and Psychological Empowerment on Job Satisfaction hasilnya yang diketahui bahwa perilaku pemimpin sebagai variabel independen dan kepuasan kerja sebagai variabel dependen, menemukan bahwa perilaku kepemimpinan memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kepuasan kerja (B = 0.170, p <0. 001). Pemberdayaan psikologis dibandingkan dengan perilaku pemimpin, ditemukan bahwa pemberdayaan psikologis juga memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kepuasan kerja. (B = 0. 414, p<0. 001). Pengaruh pemberdayaan psikologis terhadap kepuasan kerja lebih besar dari pengaruh perilaku kepemimpinan terhadap kepuasan kerja. (R2 =70. 4%, p <0. 001). 2. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Laxmikant Mishara yang berjudul Job Satisfaction, A Comparative Analysis hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada perbedaan dalam tingkat kepuasan kerja antara pegawai pemerintah dan sektor swasta di mana karyawan sektor pemerintah yang lebih banyak puas dengan pekerjaan mereka daripada karyawan swasta. Tingkat kepuasan kerja di antara karyawan sektor pemerintah lebih tinggi daripada karyawan swasta. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Christian Dormann, Dieter Zapf, Johann Wolfang Goethe, yang berjudul Job Satisfaction: a meta-analysis of stabilities hasilnya yang diketahui bahwa mungkin penempatan tidak langsung mempengaruhi kepuasan kerja, melalui seleksi dan proses seleksi mandiri. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Gretchen M. Spreitzer yang berjudul Psychological Empowerment in the Workplace: Dimensions, Measurement, and Validation hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemodelan persamaan struktural digunakan untuk menguji jaringan nomological pemberdayaan psikologis di tempat kerja. Hipotesis diuji bersangkutan anteseden kunci dan konsekuensi dari konstruk. Dukungan awal untuk validitas konstruk pemberdayaan psikologis ditemukan. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Grace Davis yng berjudul Job Satisfaction Survey among Employees in Small Businesses hasilnya yang 20 diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dalam hal kepuasan kerja karyawan, baik sebelum atau setelah wawancara. 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian masalah yang terdapat di PT. Sucaco, Daan Mogot, dengan judul penelitian, “Analisis Pengaruh Perilaku Kepemimpinan dan Pemberdayaan Psikologis terhadap Kepuasan Kerja Karyawan” menunjukkan bahwa perilaku kepemimpinan sebagai variable independen (X1) atau variable yang mempengaruhi. Pemberdayaan psikologis sebagai variable independen (X2) atau variable yang mempengaruhi. Dan kepuasan kerja karyawan sebagai variable dependen (Y) atau variable yang dipengaruhi. Kerangka pemikiran yang digunakan: T1 Perilaku Kepemimpinan (X1) T3 Kepuasan Kerja Karyawan (Y) Pemberdayaan Psikologis (X2) T2 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Peneliti (2013) 2.4 Rancangan Hipotesis T-1. Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara perilaku kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan. Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara perilaku kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan. T-2. Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan psikologis terhadap kepuasan kerja karyawan. 21 Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan psikologis terhadap kepuasan kerja karyawan. T-3. Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan anatara perilaku kepemimpinan dan pemberdayaan psikologis terhadap kepuasan kerja karyawan. Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara perilaku kepemimpinan dan pemberdayaan psikologis terhadap kepuasan kerja karyawan. 22