7 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Manajemen
Menurut
pengordinasian
Robbins
dan
Coulter
kegiatan-kegiatan
(2007)
pekerjaan
manajemen
sehingga
adalah
pekerjaan
proses
tersebut
terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Menurut
Follet yang dikutip oleh Handoko (2008) manajemen merupakan seni dalam
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.
Sedangkan menurut Lewis (2004) mendefinisikan manajemen sebagai proses
mengelola dan mengkoordinasi sumber daya secara efektif dan efisien sebagai usaha
untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Solihin (2009) manajemen dapat
didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan
pengendalian dari berbagai sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara
efektif dan efisien.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka manajemen merupakan seni dalam
menyelesaikan
pekerjaan
melalui
proses
perencanaan,
pengorganisasian,
kepemimpinan, pengendalian, mengelola berbagai sumber daya organisasi dan
mengkoordinasi
kegiatan-kegiatan
pekerjaan
sehingga
pekerjaan
tersebut
terselesaikan secara efisien dan efektif sebagai usaha untuk mencapai tujuan
organisasi.
2.1.2
Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Mathis dan Jackson (2006:46) manajemen sumber daya manusia
dapat diartikan sebagai lingkungan yang memperngaruhi perubahan yang signifikan
yaitu perubahan ekonomi dan teknologi, ketersediaan dan kualitas angkatan kerja,
pertumbuhan angkatan kerja tidak tetap, persoalan demografi, penyeimbang
pekerja/keluarga, penyusunan ulang organisasional dan merger/akuisisi. Sedangkan
menurut
Simamora
(2004:4)
manajemen
sumber
daya
manusia
adalah
pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balasan jasa dan pengelolaan
terhadap individu anggota organisasi atau kelompok karyawan.
7
8
Menururt Fathoni (2006:8) manajemen sumber daya manusia merupakan
modal dan kekayaan yang terpenting dari setiap kegiatan manusia, sebagai unsur
mutlak di analisis dan dikembangkan dengan cara tersebut, waktu dan tenaga serta
kemampuannya benar-benar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan
organisasi maupun bagi kepentingan individu.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka manajemen sumber daya
manusia adalah lingkungan yang mempengaruhi perubahan yang signifikan dan
respon terhadap kelompok karyawan serta modal dan kekayaan yang terpenting dari
setiap kegiatan manusia yang dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan
organisasi maupun bagi kepentingan individu.
2.1.2.1 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi manajemen sumber daya manusia pada dasarnya menyerupai fungsi
manajemen dimana fungsi manajemen itu sendiri, dijelaskan oleh Terry dan Rue
(2009:9) meliputi:
1.
Planning
Menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan
datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan.
2.
Organizing
Mengelompokkan dan menentukan berbagai kegiatan penting dan memberikan
kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan.
3.
Staffing
Menentukan
keperluan-keperluan
sumber
daya
manusia,
pengerahan,
penyaringan, latihan dan pengembangan tenaga kerja.
4.
Motivating
Mengarahkan dan menyalurkan perilaku manusia ke arah tujuan-tujuan.
5.
Controlling
Mengukur
pelaksanaan
dengan
tujuan-tujuan
menentukan
sebab-sebab
penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan kolektif.
2.1.3
Perilaku Kepemimpinan
Menurut Robbins dan Judge (2013:554) kepemimpinan adalah kemampuan
untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Sedangkan
menurut Skinner yang dikutip oleh Numberi (2011:70) kepemimpinan adalah sesuatu
9
yang dapat dipelajari, bukan hanya melekat pada seseorang. Menurut Covey
(2008:145) kepemimpinan adalah mengkomunikasikan kepada orang lain nilai dan
potensi mereka secara amat jelas sehingga mereka bisa melihat hal itu dalam diri
mereka.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka perilaku kepemimpinan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan, yang
dapat dipelajari dan bukan hanya melekat pada seseorang, karena nilai dan potensi
mereka dikomunikasikan kepada orang lain secara amat jelas sehingga mereka bisa
melihat hal itu di dalam diri mereka.
2.1.3.1 Gaya Kepemimpinan
Empat gaya kepemimpinan yang umum menurut Leigh dan Maynard (2008:
65) adalah:
1. Mewakilkan
2. Berpartisipasi
3. Menjual
4. Menyuruh
2.1.3.2 Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Krech, Crutchfield dan Ballachey menyebutkan ada 5 butir penting dari
fungsi kepemimpinan yang dikutip oleh Numberi (2011:37) yaitu:
1. Pimpinan sebagai penentu arah.
2. Wakil dan juru bicara organisasi.
3. Pimpinan selaku komunikator yang efektif.
4. Sebagai mediator yang handal.
5. Sebagai integrator ysng efektif, rasional, objektif, dan netral.
2.1.3.3 Dimensi Kepemimpinan
Dalam bukunya yang berjudul 8 Dimensions of Leadership: DiSC Strategies
for Becoming a Better Leader, Sugerman (2011:29) memetakan 8 dimensi perilaku
kepemimpinan, yaitu:
1. Pioneering – Perintis ciri-cirinya petualang, dinamis dan berkarisma.
2. Energizing – Pembangkit energi ciri-cirinya spontan, mudah bergaul dan
membangkitkan semangat.
10
3. Affirming – Menegaskan ciri-cirinya bersahabat, terbuka dan positif.
4. Inclusive – Inklusif ciri-cirinya diplomatis, menerima dan sabar.
5. Humble – Rendah hati ciri-cirinya tutur kata lemah lembut, santun dan akurat.
6. Deliberate – Hati-hati ciri-cirinya sistematis, hati-hati dan analitis.
7. Resolute – Teguh ciri-cirinya menantang, teguh pendirian dan rasional.
8. Commanding – Memerintah cirinya kompetitif, memaksa dan tegas.
2.1.3.4 Karakteristik Kepemimpinan
Menurut Profesor Zuang yang dikutip Numberi (2011:56) sampai kepada
resume bahwa proses pembangunan jiwa kepemimpinan (leadership building)
terletak pada 4 jejak karakter para pemimpin melalui hal yang disebut sebagai
berikut:
1. Kewajiban/tugas (duty)
2. Integritas (integrity)
3. Ketabahan (hardiness)
4. Keyakinan (confidence)
2.1.3.5 Tantangan Kepemimpinan
Menurut Leigh dan Maynard (2008:168) pemimpin yang berpengalaman
akan terus melihat ancaman ketika anggota tim menantang:
1. Prioritas kerja.
2. Apa yang perlu dibahas.
3. Diterimanya keputusan.
4. Arah kemana tim berjalan.
5. Apa yang harus dilakukan tiap orang.
6. Penggunaan sumber daya.
2.1.3.6 Pemimpin yang Kontra-Pemberdayaan
Menurut Pitts yang dikutip Leigh dan Maynard (2008:181) mengenali 10
elemen dari kepemimpinan yang kontra-pemberdayaan:
1. Memisahkan diri dari mereka yang dipimpin..
2. Menghindar dari menjadi rentan dengan berpura-pura percaya diri dan tahu
jawaban.
11
3. Tidak mengakui kesalahan dan tampak defensif
4. Merasa akan diserang.
5. Kerja berlebihan.
6. Memanipulasi situasi untuk menyelesaikan sesuatu.
7. Terlalu mengandalkan kritikan dan jarang memuji.
8. Berasumsi bahwa ada konflik di antara kelompok yang berbeda dan oleh karena
itu menciptakan situasi menang-kalah.
9. Mengejar kekuasaan dan bukannya tujuan.
2.1.3.7 Tipe Kepemimpinan
Menurut Numberi (2011:21) ada empat tipe kepemimpinan, yaitu:
1. Otokratik (autocratic)
2. Birokratik (bureaucratic)
3. Demokrat (democratic)
4. Liberal (laissez-faire)
2.1.4
Pemberdayaan Psikologis
Menurut Covey (2008:376) pemberdayaan adalah hal yang memungkinkan
orang untuk mengidentifikasi dan membebaskan potensi kemanusiaan di dalam diri
mereka yang adalah hasil alamiah dari sifat layak dipercaya baik pada tingkat pribadi
maupun pada tingkat organisasi.
Sedangkan menurut Cook dan Macaulay yang dikutip Wibowo (2008),
pemberdayaan merupakan perubahan yang terjadi pada filsafah manajemen yang
dapat membantu menciptakan suatu lingkungan dimana setiap individu dapat
menggunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan organisasi.
Kalau menurut Goetsch dan Davis (2006), pemberdayaan tidak berarti hanya
melibatkan karyawan akan tetapi melibatkan mereka dengan cara memberikan
mereka suara yang sebenarnya. Melibatkan karyawan dalam membuat keputusan
berhubungan dengan pekerjaan mereka adalah prinsip dasar dari manajemen yang
baik. Dengan total kualitas manajemen, prinsip ini bahkan lebih diutamakan.
Karyawan dilibatkan tidak hanya dalam membuat keputusan tetapi juga dalam proses
pemikiran kreatif yang mengawali pengambilan keputusan.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka pemberdayaan psikologis
yaitu hal yang memungkinkan orang untuk mengidentifikasi dan membebaskan
12
potensi kemanusiaan di dalam diri mereka yang adalah hasil alamiah dari sifat layak
dipercaya baik pada tingkat pribadi maupun pada tingkat organisasi, dan merupakan
perubahan yang terjadi yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan, tidak
berarti hanya melibatkan karyawan akan tetapi melibatkan mereka dengan cara
memberikan suara yang sebenarnya.
2.1.4.1 Dimensi Pemberdaya Psikologis
Dari penelitian Thomas dan Velthouse dalam Chasanah (2008) ditemukan 4
karakteristik umum yang dimiliki pemberdaya psikologis, yaitu:
1. Makna
Makna merupakan nilai tujuan pekerjaan yang dilihat dari hubungannya pada
idealisme atau standar individu.
2. Kompetensi
Kompetensi atau self-efficacy lebih merupakan kepercayaan individu akan
kemampuan mereka dalam melakukan aktivitas mereka dengan menggunakan
keahlian yang mereka miliki. Dimensi ini menggunakan istilah kompetensi
daripada harga diri karena difokuskan pada efficacy secara spesifik pada peran
pekerjaan.
3. Penentuan nasib
Bila kompetensi merupakan keahlian dalam berperilaku, maka penetuan nasib
merupakan suatu perasaan yang memiliki pilihan dalam melakukan suatu
pekerjaan.
4. Dampak
Dampak merupakan derajat dimana seseorang dapat mempengaruhi hasil
pekerjaan baik strategik administratif, maupun operasional.
2.1.4.2 Aspek/Komponen Pemberdayaan
Berikut ini aspek/komponen pemberdayaan yang harus diperhatikan menurut
Sedarmayanti (2007):
1. Kemampuan karyawan meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau
perilaku.
2. Penempatan karyawan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan jabatan dalam
suatu organisasi.
3. Kewenangan yang jelas.
13
4. Tanggung jawab karyawan yang jelas.
5. Kepercayaan terhadap karyawan.
6. Dukungan terhadap karyawan.
7. Kepemimpinan.
8. Motivasi.
2.1.4.3 Model Pemberdayaan
Dalam jurnal Widajanti (2007), menawarkan sebuah model pemberdayaan
yang dapat dikembangkan dalam sebuah organisasi. Model pemberdayaan tersebut
yaitu:
1. Desire
adalah
tahap
dimana
ada
keinginan
dari
manajemen
untuk
mendelegasikan dan melibatkan pekerja.
2. Trust (membangun kepercayaan antara manajemen dengan karyawan), hal ini
terjadi setelah ada keinginan dari manajemen untu melakukan pemberdayaan.
Dengan adanya saling percaya diantara manajemen dan karyawan akan tercipta
kondisi yang baik untuk pertukaran informasi dan saran tanpa rasa takut.
3. Confident adalah tahap menimbulkan rasa percaya diri karyawan dengan
menghargai kemampuan yang dimiliki oleh karyawan.
4. Credibility adalah memberikan penghargaan dan mengembangkan lingkungan
kerja yang mendorong kompetisi yang sehat, sehingga tercipta organisasi yang
memiliki kinerja yang tinggi.
5. Accountability (pertanggung jawaban karyawan terhadap wewenang yang
diberikan). Dengan menetapkan secara konsisten dan jelas tentang peran,
standar, dan tujuan tentang penilaian terhadap kinerja karyawan dalam
penyelesaian dan tanggung jawab terhadap wewenang yang diberikan.
6. Communication adalah tersedianya komunikasi yang terbuka untuk menciptakan
saling memahami antara karyawan dan manajemen.
2.1.4.4 Manfaat Pemberdayaan
Konsep pemberdayaan lahir ketika kegiatan pendidikan dan pelatihan dirasa
sudah tidak efektif lagi karena dinilai terlalu bersifat top-down sehingga kurang
mampu mengembangkan kreativitas dan inovasi karyawan. Pemberdayaan adalah
suatu cara pendekatan baru yang lebih bersifat bottom up karena menuntut karyawan
14
lebih kreatif dan inovatif secara mandiri dengan dukungan langsung dari pemberi
wewenang.
Menurut Wibowo (2008) beberapa alasan perlunya pemberdayaan:
1. Semakin intensifnya kompetisi sehingga organisasi perlu memperdayakan orang
untuk melawan tantangan kompetisi.
2. Inovasi teknologi berubah cepat sehingga organisasi perlu memberdayakan
orang lain untuk menggunakan sebaik mungkin teknologi maju.
3. Permintaan yang tetap atas kualitas yang lebih tinggi dan nilai yang lebih baik
menyebabkan organisasi perlu memperdayakan orang untuk menemukan cara
inovatif guna memperbaiki produk dan jasa.
4. Tumbuhnya masalah ekologi menuntut organisasinya perlu memberdayakan
orang untuk melaksanakan kebijakan ekologi.
2.1.5
Kepuasan Kerja Karyawan
Menurut Gibson (2009:106) kepuasan kerja erat kaitannya dengan sikap
karyawan terhadap pekerjaanya. Hal ini merupakan hasil dari persepsi karyawan atas
pekerjaannya. Sedangkan menurut Robbins dan Coulter (2012:403) kepuasan kerja
mengacu pada sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan
tingkat kepuasan kerja tinggi memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya.
Seseorang yang tidak puas memiliki sikap negatif. Ketika orang berbicara tentang
sikap karyawan, mereka biasanya mengacu pada kepuasan kerja.
Kalau menurut Mathis dan Jackson (2006:121) kepuasan kerja adalah
keadaan emosional yang berdampak positif yang merupakan hasil dari evaluasi
pengalaman kerja seseorang. Sedangkan menurut Wagner dan Hollenbeck
(2009:106) kepuasan kerja memiliki tiga komponen yaitu nilai, pentingnya nilai, dan
persepsi kita terhadap situasi saat ini.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka kepuasan kerja adalah kaitannya
dengan sikap karyawan terhadap pekerjaannya, mereka biasanya mengacu pada
kepuasan kerja, dan keadaan emosional yang berdampak dari hasil evaluasi
pengalaman kerja seseorang, memiliki komponen yaitu nilai dan pentingnya serta
persepsinya terhadap situasi.
15
2.1.5.1 Meningkatkan Kepuasan Kerja
Menurut Greenberg dan Baron (2003:159) ada beberapa cara untuk
meningkatkan kepuasan dan mencegah ketidakpuasan pada pekerjaan, diantaranya
sebagai berikut:
1. Membuat pekerjaan menyenangkan
Karyawan akan lebih puas dengan pekerjaan yang mereka senangi ketimbang
dengan pekerjaan yang membosankan. Meskipun beberapa pekerjaan secara
instrinsik membosankan, pekerjaan tersebut masih mungkin meningkatkan
kesenangan ke dalam setiap pekerjaan.
2. Karyawan dibayar secara adil
Karyawan yang meyakini bahwa sistem pengupahan organisasinya tidak adil
akan cenderung tidak puas dengan pekerjaannya. Hal ini diberlakukan tidak
hanya untuk gaji dan upah per jam, tetapi juga fringe benefit. Konsisten dengan
value theory, karyawan yang merasakan dibayar secara adil dan apabila
karyawan diberi peluang untuk memilih fringe benefit yang paling mereka
inginkan, maka kepuasan kerjanya cenderung akan meningkat.
3. Mencocokan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai dengan minatnya.
Semakin banyak karyawan menemukan bahwa dirinya dapat memenuhi
minatnya pada pekerjaan mereka, maka mereka akan lebih puas terhadap
pekerjaannya. Perusahaan dapat menawarkan jasa konseling individu kepada
pekerja sehingga kepentingan pribadi dan profesional dapat diidentifikasi dan
disesuaikan.
4. Mengindari kebosanan dan pekerjaan yang berulang-ulang.
Kebanyakan karyawan cenderung mendapat sedikit kepuasan apabila mereka
dihadapi dengan pekerjaan yang membosankan dan berulang-ulang. Sesuai
dengan two-factor theory, karyawan jauh lebih puas dengan pekerjaan yang
meyakinkan mereka memperoleh sukses dengan secara bebas melakukan kontrol
atas bagaimana cara mereka melakukan sesuatu.
2.1.5.2 Dimensi Kepuasan Kerja
Menurut Hariandja (2007:291) ada beberapa dimensi untuk mengukur
kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut:
1. Pekerjaan itu sendiri
16
Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan,
dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar,
dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Setiap pekerjaan memerlukan
suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar atau
tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya
dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau
mengurangi kepuasan kerja.
2. Atasan
Atasan yang senantiasa memberikan perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan
kerja. Dengan cara-cara atasan dalam memperlakukan bawahannya dapat
menjadi menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi bawahannya tersebut.
Dan hal ini mempengaruhi kepuasan kerja, kepemimpinan yang kosisten
berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa. Hubungan fungsional
sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai
pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan
pada keterkaitan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai
yang serupa. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika
kedua hubungan positif.
3. Rekan Kerja
Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka dalam jumlah
tertentu, berada dalam suatu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling
berbicara (kebutuhan sosial terpenuhi). Sifat alami dari kelompok atau tim kerja
akan mempengaruhi kepuasan kerja. Pada umumnya, rekan kerja atau anggota
tim kerja akan mempengaruhi kepuasan kerja yang paling sederhana pada
karyawan secara individu.
4. Promosi
Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk
memperoleh peningkatan karir selama bekerja. Menyangkut kemungkinan
seseorang untuk maju dalam organisasi dan dapat berkembang melalui kenaikan
jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik
jabatan atau tidak, serta proses kenaikan jabatan terbuka atau kurang terbuka. Ini
juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.
5. Gaji
17
Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima,
derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan
bagaimana gaji diberikan. Disamping memenuhi kebutuhan tingkat rendah
(sandang, pangan, papan), uang dapat merupakan simbol dari pencapaian
(achievement), keberhasilan, dan pengakuan atau penghargaan. Jumlah uang
yang diperoleh dapat secara nyata mewakili kebebasan untuk melakukan apa
yang diinginkan.
6. Kondisi kerja
Bekerja dalam ruangan yang sempit, panas, cahaya lampunya menyilaukan
mata, kondisi kerja yang tidak mengenakan akan menimbulkan keengganan
untuk bekerja. Orang akan mencari alasan untuk sering-sering keluar ruangan
kerjanya. Dalam hal ini perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang terang,
sejuk, dengan peralatan kerja yang nyaman untuk digunakan, dalam kondisi
yang baik maka kebutuhan-kebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan
tenaga kerja.
2.1.5.3 Respon Ketidakpuasan Kerja
Menurut Robbins dan Judge (2007:83) ketidakpuasan karyawan dapat
dinyatakan dengan sejumlah cara, diantaranya:
1. Keluar (Exit): Perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi.
Mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.
2. Suara (Voice): Dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi.
Mencakup saran perbaikan, membahas masalah dengan atasan, dan beberapa
bentuk kegiatan serikat buruh.
3. Kesetiaan (Loyalty): Pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi.
Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan
mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang tepat.
4. Pengabaian (Neglect): Secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk
kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dan
tingkat kekeliruan yang meningkat.
18
2.1.5.4 Teori Kepuasan Kerja
Menurut Wibowo (2007:300), kepuasan kerja memiliki dua teori, dalam
pendapatnya dikatakan bahwa teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa
yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya dari pada beberapa
lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap
kepuasan kerja. Dalam teori kepuasan kerja ada Two-Factor Theory dan Value
Theory.
1. Two Factor Theory
Teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan
merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan
hygiene factors. Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di
sekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas
pengawasan, dan hubungan dengan orang lain), dan bukannya dengan pekerjaan
itu sendiri. Karena faktor ini mencegah reaksi negatif, dinamakan sebagai
hygiene atau maintenance factors. Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang
terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya, seperti sifat
pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk
pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat
kepuasan kerja tinggi, dinamakan motivators.
2. Value Theory
Kepuasan kerja terjadi pada tingkat dimana hasil pekerjaan diterima individu
seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, maka semakin
puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil, maka kurang puas.
2.1.5.5 Faktor-faktor Penentu Kepuasaan Kerja
Menurut Locke yang dikutip oleh Munandar (2008:357) banyak faktor yang
telah diteliti sebagai faktor-faktor yang mungkin menentukan kepuasaan kerja,
sebagai berikut:
1. Ciri-ciri intrinsik pekerjaan.
2. Gaji penghasilan, imbalan yang dirasakan adil (equittable reward).
3. Penyeliaan, penenggangan rasa (consideration).
4. Rekan-rekan sejawat yang menunjang.
5. Kondisi kerja yang menunjang.
19
2.2
Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Li-Fen Lin dan Chun-Chieh Tseng yang
berjudul The Influence of Leadership Behaviour and Psychological
Empowerment on Job Satisfaction hasilnya yang diketahui bahwa
perilaku pemimpin sebagai variabel independen dan kepuasan kerja
sebagai variabel dependen, menemukan bahwa perilaku kepemimpinan
memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kepuasan kerja (B =
0.170, p <0. 001). Pemberdayaan psikologis dibandingkan dengan
perilaku pemimpin, ditemukan bahwa pemberdayaan psikologis juga
memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kepuasan kerja. (B =
0. 414, p<0. 001). Pengaruh pemberdayaan psikologis terhadap kepuasan
kerja lebih besar dari pengaruh perilaku kepemimpinan terhadap
kepuasan kerja. (R2 =70. 4%, p <0. 001).
2. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Laxmikant Mishara yang berjudul Job
Satisfaction, A Comparative Analysis hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa ada perbedaan dalam tingkat kepuasan kerja antara pegawai
pemerintah dan sektor swasta di mana karyawan sektor pemerintah yang
lebih banyak puas dengan pekerjaan mereka daripada karyawan swasta.
Tingkat kepuasan kerja di antara karyawan sektor pemerintah lebih tinggi
daripada karyawan swasta.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Christian Dormann, Dieter Zapf, Johann
Wolfang Goethe, yang berjudul Job Satisfaction: a meta-analysis of
stabilities hasilnya yang diketahui bahwa mungkin penempatan tidak
langsung mempengaruhi kepuasan kerja, melalui seleksi dan proses
seleksi mandiri.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Gretchen M. Spreitzer yang berjudul
Psychological
Empowerment
in
the
Workplace:
Dimensions,
Measurement, and Validation hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
pemodelan persamaan struktural digunakan untuk menguji jaringan
nomological pemberdayaan psikologis di tempat kerja. Hipotesis diuji
bersangkutan anteseden kunci dan konsekuensi dari konstruk. Dukungan
awal untuk validitas konstruk pemberdayaan psikologis ditemukan.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Grace Davis yng berjudul Job
Satisfaction Survey among Employees in Small Businesses hasilnya yang
20
diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua
kelompok dalam hal kepuasan kerja karyawan, baik sebelum atau setelah
wawancara.
2.3
Kerangka Pemikiran
Penelitian masalah yang terdapat di PT. Sucaco, Daan Mogot, dengan judul
penelitian, “Analisis Pengaruh Perilaku Kepemimpinan dan Pemberdayaan
Psikologis terhadap Kepuasan Kerja Karyawan” menunjukkan bahwa perilaku
kepemimpinan sebagai variable independen (X1) atau variable yang mempengaruhi.
Pemberdayaan psikologis sebagai variable independen (X2) atau variable yang
mempengaruhi. Dan kepuasan kerja karyawan sebagai variable dependen (Y) atau
variable yang dipengaruhi. Kerangka pemikiran yang digunakan:
T1
Perilaku Kepemimpinan
(X1)
T3
Kepuasan Kerja Karyawan
(Y)
Pemberdayaan Psikologis
(X2)
T2
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber: Peneliti (2013)
2.4
Rancangan Hipotesis
T-1.
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara perilaku kepemimpinan
terhadap kepuasan kerja karyawan.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara perilaku kepemimpinan terhadap
kepuasan kerja karyawan.
T-2.
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan psikologis
terhadap kepuasan kerja karyawan.
21
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan psikologis terhadap
kepuasan kerja karyawan.
T-3.
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan anatara perilaku kepemimpinan dan
pemberdayaan psikologis terhadap kepuasan kerja karyawan.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara perilaku kepemimpinan dan
pemberdayaan psikologis terhadap kepuasan kerja karyawan.
22
Download