Templat tugas akhir S1

advertisement
PEMODELAN VOLATILITAS ASIMETRIS NILAI TUKAR
DENGAN METODE THRESHOLD GARCH: STUDI KASUS
ASEAN 2000-2013
TIKO PERMATASARI
ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemodelan Volatilitas
Asimetris Nilai Tukar dengan Metode Threshold GARCH: Studi Kasus ASEAN
2000-2013 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Tiko Permatasari
NIM H14100080
ABSTRAK
TIKO PERMATASARI. Pemodelan Volatilitas Asimetris Nilai Tukar dengan
Metode Threshold GARCH: Studi Kasus ASEAN 2000-2013. Dibimbing oleh
NOER AZAM ACHSANI
Leverage effect pada efek asimetris volatilitas nilai tukar merupakan suatu
kondisi dimana ketika terjadi informasi negatif akan menyebabkan nilai tukar
akan terdepresiasi, sedangkan ketika terjadi informasi positif nilai tukar tidak akan
langsung terapresiasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek asimetris dengan
dan tanpa structural breaks pada volatilitas nilai tukar negara-negara ASEAN
dengan menggunakan metode Threshold GARCH (TGARCH). Hasil penelitian
efek asimetris tanpa structural breaks menghasilkan bahwa dua dari sembilan
negara, Singapura dan Brunei Darussalam tidak terdapat leverage effect dalam
volatilitas nilai tukar. Pengujian efek asimetris dengan structural breaks
menghasilkan hasil yang berbeda-beda tergantung dari periode break setiap
negara. Guncangan ekonomi internasional yang terjadi di setiap break
menunjukkan bahwa Filipina, Kamboja, Malaysia, Vietnam terdapat leverage
effect pada periode tersebut, sedangkan negara ASEAN lainnya tidak terdapat
leverage effect.
Kata kunci: ASEAN, efek asimetris, leverage effect, structural breaks, Threshold
GARCH
ABSTRACT
TIKO PERMATASARI. Modeling Asymmetric Volatility of Exchange Rate
using Threshold GARCH: Evidence from ASEAN Countries 2000-2013.
Supervised by NOER AZAM ACHSANI
The Leverage effect, as the asymmetric effects of exchange rate volatility,
is a condition in which bad news will cause the exchange rate to depreciate,
meanwhile good news will not cause the exchange rate to directly depreciate. This
research aims to analyse the asymmetric effects of exchange rates volatility with
and without structural breaks of the ASEAN countries, by using Threshold
GARCH model. The results without structural breaks shows that there is no
leverage effect in the exchange rate volatility especially in the two out of nine
countries, namely Brunei Darussalam and Singapore. Whereas the asymmetric
effect with structural breaks results vary, depending on the break-period of each
country. Shocks of the international economy which occur at each break show that
Philippines, Cambodia, Malaysia, Vietnam have leverage effect, while other
ASEAN coutries have no leverage effect.
Keywords: ASEAN, asymmetric effect, leverage effect, structural breaks,
Threshold GARCH
PEMODELAN VOLATILITAS ASIMETRIS NILAI TUKAR
DENGAN METODE THRESHOLD GARCH: STUDI KASUS
ASEAN 2000-2013
TIKO PERMATASARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini adalah
nilai tukar, dengan judul Pemodelan Volatilitas Asimetris Nilai Tukar dengan
Metode Threshold GARCH: Studi Kasus ASEAN 2000-2013.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang banyak
membantu dalam penyelesaian skrispsi ini, yaitu
1. Prof. Dr. Noer Azam Achsani selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan banyak saran, motivasi, dan semangat kepada penulis.
2. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji utama dan Dr. Muhammad
Findi Alexandi, M.E selaku dosen penguji komisi pendidikan.
3. Mbak Heni yang telah memberi banyak saran terhadap penelitian ini.
4. Kedua orang tua penulis, Bapak Sukirman dan Ibu Wahyu Widayati beserta
adik tercinta Aditya Dwi Laksono yang selalu mendoakan yang terbaik
kepada penulis.
5. Teman-teman satu bimbingan ESP yang selalu menjadi teman diskusi dan
pemberi semangat penulis, Vina Quratul Aina dan Bramastyo Agung
Wibowo.
6. Teman-teman satu bimbingan Ekonomi Syariah dan Statistika, Wulandari
Sangidi, Putri Monicha Sari, Asty Khairy, Ardian, Fahmi dan Evita.
7. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Kusuma Hani Putri, Ria Brilian
Kusumastuti, Dian Siti Hartati, Annisa Ramadanti, Dara Ayu Lestari, Fatimah
Zachra Fauziah, Novia Trisnawulan, Elli Fitria Rahmawati, dan Silvia Sari
Busnita yang selalu mendengarkan curahan hati penulis dan memberikan
semangat kepada penulis.
8. Teman-teman satu kos Pondok Mona, Dewi, Risty, Kiki, Ulfah, Desi, Ella
dan teman-teman Pondok Mona lainnya.
9. Teman-teman Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan 47.
Semoga karya tulis ini bermanfaat untuk banyak orang.
Bogor, Juli 2014
Tiko Permatasari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
DAFTAR ISTILAH
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
4
Penelitian Terdahulu
4
Kerangka Penelitian
6
METODE
7
Jenis dan Sumber Data
7
Metode Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Gambaran Umum
10
Hasil Pra Pengujian
14
Hasil Penelitian
15
SIMPULAN DAN SARAN
28
Simpulan
28
Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
30
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Sistem Nilai Tukar Negara-Negara ASEAN
Model ARMA Terbaik Negara-Negara ASEAN
Model Terbaik ARCH GARCH Negara-Negara ASEAN
Periode Structural breaks Negara-Negara ASEAN
Model TGARCH dengan Satu Threshold
Pengaruh Good News dan Bad News Volatilitas Nilai Tukar ASEAN
Efek Asimetris Brunei Darussalam dengan Structural Breaks
Efek Asimetris Filipina dengan Structural Breaks
Efek Asimetris Indonesia dengan Structural Breaks
Efek Asimetris Kamboja dengan Structural Breaks
Efek Asimetris Laos dengan Structural Breaks
Efek Asimetris Malaysia dengan Structural Breaks
Efek Asimetris Singapura dengan Structural Breaks
Efek Asimetris Thailand dengan Structural Breaks
Efek Asimetris Vietnam dengan Structural Breaks
10
14
14
15
16
21
22
22
23
23
24
25
25
26
27
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
Kerangka Pemikiran
Grafik Nilai Tukar Negara-Negara ASEAN
Volatilitas Nilai Tukar ASEAN
6
12
13
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Statistika Deskriptif Data Return Nilai Tukar ASEAN
Uji Stasioneritas Return Nilai Tukar ASEAN tanpa Structural Breaks
Uji Efek ARCH Return Nilai Tukar ASEAN tanpa Structural Breaks
Grafik Conditional Variance dengan Structural Breaks
31
32
32
33
DAFTAR ISTILAH
No.
1.
Istilah
Bad News
2.
Bretton Woods
3.
Currency Board
4.
Floating
5.
Good News
6.
Leverage Effect
7.
Other Managed
Arrangement
8.
Quantitative Easing
Keterangan
Informasi negatif yang terjadi dalam
perekonomian yang dapat disebabkan oleh
guncangan ekonomi baik yang bersifat
internal
maupun
eksternal.
Kondisi
informasi negatif (bad news) ini dapat
menyebabkan
instabilitas
dalam
perekonomian.
Sistem pertukaran moneter internasional
yang diatur dengan sistem standar emas,
dimana nilai tukar dari mata uang suatu
negara tergantung dari jumlah persediaan
emas yang dimiliki.
Sistem nilai tukar yang dipengaruhi oleh
otoritas berwenang suatu negara (de jure).
Kondisi pertukaran mata uang domestik
dengan mata uang asing dilakukan pada
kurs tetap. Sistem ini menghilangkan fungsi
bank sentral dalam hal pengendalian
moneter dan lender of the last resort karena
mata uang domestik didukung sepenuhnya
oleh aset asing.
Sistem nilai tukar mengambang
Informasi positif yang terjadi dalam
perekonomian, seperti harga minyak dunia
yang stabil, harga saham yang meningkat,
investasi yang meningkat yang dapat
memberikan dampak positif terhadap
perekonomian.
Kondisi ketika terjadi informasi negatif (bad
news) akan meningkatkan volatilitas nilai
tukar (depresiasi), tetapi ketika terjadi
informasi positif (good news) nilai tukar
tidak akan merespon apresiasi dengan cepat.
Sistem nilai tukar yang tidak masuk dalam
kategori yang ditetapkan oleh IMF seperti
currency board, conventional peg, crawling
peg, crawl-like arrangement, floating, free
floating, stabilized arrangement.
Kebijakan moneter yang berhubungan
dengan pencetakan uang baru dalam jumlah
yang besar untuk mendorong perkreditan
rakyat. Seperti yang dilakukan oleh bank
sentral Amerika Serikat The Fed dengan
membeli obligasi jangka panjang yang
berupa surat utang AS dan obligasi kredit
9.
10.
11.
12.
13.
14.
perumahan untuk mengatasi krisis suprime
mortgage tahun 2007.
Stabilized
Sistem nilai tukar yang terdapat margin
Arrangements
sebesar 2% dalam aktivitas pertukaran mata
uang. Klasifikasi stabilized arrangement
menilai bahwa nilai tukar akan tetap stabil
di setiap aktivitas termasuk dalam kondisi
kekakuan pasar.
Sistem Nilai Tukar de Sistem nilai tukar yang digunakan suatu
Facto
negara berdasarkan kriteria yang ditetapkan
oleh IMF.
Sistem Nilai Tukar de Sistem nilai tukar yang digunakan suatu
Jure
negara berdasarkan definisi yang ditetapkan
oleh negara tersebut.
Structural Breaks
Pergerakan yang signifikan terhadap suatu
siklus.
Suprime Mortgage
Krisis ekonomi dan moneter yang dialami
oleh Amerika Serikat akibat kegagalan
dalam bisnis properti.
Tappering Off
Kebijakan moneter yang dilakukan oleh The
Fed dengan mengurangi jumlah obligasi
yang dibeli setiap periodenya.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nugroho (2008) dalam penelitiannya mengatakan bahwa besarnya nilai
tukar suatu negara mencerminkan keseimbangan antara permintaan maupun
penawaran terhadap mata uang negara lain. Setiap negara baik yang menggunakan
sistem nilai tukar mengambang atau tetap akan mengeluarkan berbagai kebijakan
agar nilai tukar negaranya bergerak secara stabil. Namun sejak runtuhnya sistem
nilai tukar tetap Bretton Woods di awal tahun 1970 menyebabkan kurs riil dan
kurs nominal bergerak tidak sesuai dengan harapan masyarakat (Mankiw 2007).
Runtuhnya sistem nilai tukar Bretton Woods disebabkan oleh resesi ekonomi
dunia yang sangat besar. The Fed sebagai bank sentral Amerika Serikat mencetak
dollar melebihi dari nilai emas yang dimilikinya, sehingga terjadi krisis
kepercayaan terhadap dollar yang pada akhirnya terjadi penukaran dollar secara
besar-besaran terhadap emas. Keadaan tersebut menyebabkan The Fed tidak dapat
menjamin dollar dengan emas sehingga Amerika Serikat membatalkan sistem
Bretton Woods secara sepihak.
Banyak negara pula yang menggunakan sistem nilai tukar tetap beralih ke
sistem nilai tukar mengambang karena tidak mampu mengatasi tingkat volatilitas
yang begitu tinggi dengan cadangan devisa yang dimilikinya. Seperti yang terjadi
pada Thailand, Filipina, Korea Selatan, dan Indonesia ketika krisis finansial Asia
terjadi di tahun 1997-1998. Mankiw (2007) menyatakan bahwa krisis finansial
yang terjadi di Asia pada tahun tersebut disebabkan oleh sistem perbankan di Asia
yang lebih banyak menyalurkan pinjamannya ke pihak-pihak yang memiliki
pengaruh politis dan bukan ke proyek-proyek yang memiliki nilai investasi yang
besar. Para nasabah yang tidak mampu membayar pinjaman atau utangnya
semakin besar dan menyebabkan investor internasional mulai kehilangan
kepercayaan atas masa depan perekonomian di Asia.
Menurut Hidayat (1998), krisis finansial di ASEAN pada tahun 1998
diawali oleh jatuhnya nilai tukar Thailand terhadap dollar hingga 50%. Krisis baht
Thailand tersebut menyebabkan jatuhnya nilai peso Filipina, rupiah Indonesia,
ringgit Malaysia hingga dollar Singapura. Peristiwa nilai tukar negara-negara
ASEAN yang mengalami depresiasi menunjukkan letak geografis yang saling
berdekatan dan adanya hubungan regionalisme akan memiliki pengaruh terhadap
perekonomian negara-negara anggota. Bagi Indonesia sendiri terhadap krisis
tersebut memiliki dampak yang sangat besar dimana tingkat bunga nominal
jangka pendek meningkat lebih dari 50%, pasar keuangan kehilangan sekitar 90%
dari nilainya, GDP riil turun sekitar 13% di tahun 1998. Nilai tukar rupiah
terhadap dollar juga menembus hingga level Rp16,000.00. Guncangan yang
terjadi pada nilai tukar juga akan berakibat pada inflasi dan output (Csermely dan
Vonnak 2002). Ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1998 di Indonesia, tingkat
inflasi pada tahun tersebut mencapai 77.6% yang mana pada tahun sebelumnya
sebesar 11.1%.
Volatilitas nilai tukar adalah standar deviasi dari perubahan nilai suatu
instrumen keuangan (nilai tukar) dalam jangka waktu tertentu. Selain itu,
volatilitas nilai tukar dapat diartikan sebagai pergerakan nilai tukar mata uang
2
akibat ketidakpastian kebijakan moneter suatu negara, sehingga volatilitas nilai
tukar menjadi aspek penting sebagai indikator dalam perekonomian karena
memiliki dampak terhadap perekonomian. Seperti yang dikemukakan oleh Wolf
(1995) yang mengatakan bahwa volatilitas nilai tukar yang terjadi di suatu negara
akan memengaruhi arus perdagangan negara tersebut. Hal tersebut juga dijelaskan
oleh Bourdon dan Korinek (2012) bahwa volatilitas yang terjadi pada nilai tukar
akan memengaruhi arus perdagangan di negara-negara kecil dengan
perekonomian terbuka dibandingkan negara-negara besar. Siregar dan Rajan
(2002) mengatakan bahwa volatilitas nilai tukar yang terjadi di saat krisis
ekonomi di Indonesia di sekitar tahun 1998 memengaruhi kinerja ekspor dan
impor Indonesia.
Siregar dan Rajan (2002) serta Esquivel dan Larrain (2002) juga
mengatakan bahwa volatilitas nilai tukar akan berdampak pada investasi asing
yang negatif. Pertengahan hingga akhir tahun 2013, nilai tukar Indonesia terhadap
dollar Amerika Serikat terus mengalami depresiasi yang salah satu penyebabnya
adalah ketidakpastian kebijakan tappering off yang akan dilakukan The Fed. Hal
tersebut menyebabkan banyaknya investor asing yang menarik kembali
investasinya sehingga menyebabkan nilai saham IHSG mengalami penurunan
dengan level Rp4,362.2 di Bulan November 2013, di sisi lain Bulan Juni 2013
nilai IHSG sebesar Rp4,818.9. Menghadapi kondisi tersebut, Bank Indonesia
mengambil kebijakan untuk meningkatkan tingkat suku bunga acuan secara
bertahap hingga level 7.50% yang sebelumnya 4.50%.
Pengaruh volatilitas nilai tukar juga dikemukakan oleh Levine dan Zervos
(1998) yang menjelaskan bahwa volatilitas nilai tukar yang tinggi akan
mengganggu pertumbuhan dan pengembangan pasar modal yang mana berperan
pada pertumbuhan ekonomi nasional dalam jangka panjang. Penelitian yang
dilakukan oleh Esquivel dan Larrain (2002) juga menyebutkan bahwa volatilitas
yang terjadi pada nilai tukar akan meningkatkan kemungkinan krisis di suatu
negara. Ketika gejala krisis sudah mulai dirasakan suatu negara maka otoritas
yang berwenang di negara tersebut akan mengeluarkan kebijakan untuk
menghentikan gejala krisis tersebut.
Ketidakpastian yang terjadi pada nilai tukar yang akan memiliki dampak
buruk terhadap perekonomian dibutuhkan sebuah pendekatan untuk menangkap
fluktuasi nilai tukar yang begitu tinggi. Tingkat stabilitas yang dimiliki oleh nilai
tukar perlu dilihat sebagai acuan para pemegang kebijakan dalam menerapkan
sebuah kebijakan. Volatilitas yang terjadi pada nilai tukar dimungkinkan
terdapatnya structural breaks. Structural breaks ini akan terjadi bila terjadi
pergeseran atau perubahan yang signifikan dalam sebuah siklus. Perubahan atau
pergeseran tersebut dapat dikarenakan oleh guncangan ekonomi yang terjadi,
faktor sosial maupun kondisi politik yang terjadi di wilayah tersebut. Seperti yang
dikemukakan oleh Zumaquero dan Rivero (2004) terjadinya break di United
Kingdom pada tahun 1967 dikarenakan devaluasi poundsterling, kepentingan
politik dan perang di daerah Timur Tengah.
Analisis dalam return pasar keuangan tidak hanya membahas volatilitas
yang terdapat dalam instrumen pasar keuangan, tetapi juga efek asimetris yang
ditimbulkan dari volatilitas nilai tukar (Sen, Chakrabati, dan Sarkar 2010). Ketika
leverage effect terdeteksi dalam volatilitas nilai tukar, maka pengaruh bad news
akan lebih besar dibandingkan pengaruh good news dan akan meningkatkan
3
volatilitas nilai tukar itu sendiri. Pengaruh bad news akan berupa nilai tukar yang
mengalami depresiasi cukup tajam, namun ketika terjadi kondisi good news nilai
tukar tidak akan merespon dengan cepat akan stabil. Yoon dan Lee (2008)
menemukan leverage effect pada volatilitas nilai tukar won Korea terhadap dollar
Amerika Serikat dan berdampak pada ketidakpastian nilai tukar yang tinggi.
Integrasi perekonomian yang semakin besar di suatu kawasan, seperti Uni
Eropa, NAFTA, dan ASEAN menyebabkan kondisi perekonomian di setiap
negara akan saling memengaruhi. Krisis finansial Asia di tahun 1998 menjadi
bukti saling terpengaruhnya kondisi perekonomian setiap negara. ASEAN yang
merupakan kawasan perekonomian maju yang baru menjadi salah satu tujuan
utama investasi asing negara non-ASEAN dan menjadikan ASEAN sebagai
kawasan yang memiliki pengaruh yang besar di berbagai aspek perekonomian,
sehingga dibutuhkan penelitian yang membahas mengenai indikator-indikator
ekonomi untuk negara ASEAN, salah satunya adalah efek asimetris volatilitas
nilai tukar. ASEAN Economic Community (AEC) yang akan dilaksanakan
Desember 2015 menyebabkan semua negara anggota ASEAN berusaha untuk
menyamakan semua standar dan kriteria perekonomian di berbagai aspek,
sehingga dari penelitian ini dapat dilihat negara-negara ASEAN yang memiliki
kestabilan perekonomian dalam hal volatilitas nilai tukar.
Perumusan Masalah
Pergerakan nilai tukar yang memiliki unsur ketidakpastian yang tinggi akan
sangat mudah memengaruhi stabilitas perekonomian. Terbukti dengan banyaknya
peristiwa yang melanda berbagai negara di belahan dunia ini akibat volatilitas
nilai tukar yang cukup tajam. Pengaruh bad news yang terjadi pada perekonomian
global akan memengaruhi pola perilaku nilai tukar, seperti terdapatnya leverage
effect pada volatilitas nilai tukar. Pergerakan volatilitas nilai tukar yang tinggi
juga dapat menyebabkan terdapatnya structural breaks pada volatilitas tersebut.
Stabilitas perekonomian masing-masing negara ASEAN menjadi kunci utama
terlaksananya ASEAN Economic Community (AEC) di tahun 2015, sehingga
dibutuhkan banyak indikator untuk melihat stabilitas ekonomi negara-negara
ASEAN, salah satunya adalah efek asimetris yang terdapat pada volatilitas nilai
tukar ASEAN. Dari pernyataan tersebut, maka rumusan masalah dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Bagaimana efek asimetris yang terjadi dalam nilai tukar negara-negara
ASEAN?
2. Bagaimana hubungan efek asimetris dan structural breaks nilai tukar negaranegara ASEAN?
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan dari penelitian ini adalah
Menganalisis efek asimetris yang terjadi dalam volatilitas nilai tukar negaranegara ASEAN.
4
2.
Menganalisis hubungan efek asimetris dengan structural breaks di negaranegara ASEAN.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat bagi
banyak pihak, seperti mengenai structural breaks yang terjadi akibat volatilitas
nilai tukar di kawasan ASEAN dan juga diharapkan dapat memberikan wawasan
mengenai efek asimetris yang terjadi pada volatilitas nilai tukar. Selain itu, dapat
dijadikan sebagai referensi bagi pemerintah maupun otoritas moneter dalam
mengambil sebuah kebijakan yang terkait pada nilai tukar.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini ingin melihat adanya efek asimetris yang terdapat dalam
volatilitas nilai tukar serta membandingkan efek asimetris yang terjadi dalam
volatilitas nilai tukar dengan dan tanpa structural breaks. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah return nilai tukar nominal harian mata uang
negara-negara ASEAN terhadap dollar Amerika Serikat dari tanggal 1 Januari
2000 hingga 31 Desember 2013. Penggunaan return dalam penelitian dikarenakan
dalam mencari volatilitas yang terjadi dapat dilihat dari perubahan tingkat
pengembalian yang terjadi dalam pergerakan nilai tukar setiap harinya. Penelitian
ini difokuskan pada tahun-tahun tersebut, karena dianggap negara-negara ASEAN
telah pulih dari krisis finansial yang melanda di tahun 1997-1998. Negara-negara
yang terdapat dalam penelitian ini adalah Indonesia, Malaysia, Singapura,
Thailand, Filipina, Laos, Myanmar, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Kamboja.
Selain itu, pemodelan yang dilakukan untuk model Threshold GARCH dibatasi
hanya dengan satu threshold.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Terdahulu
Hillebrand dan Schnabl (2006) dalam penelitiannya mengenai structural
breaks yang terjadi akibat dari dampak intervensi nilai tukar yen terhadap dollar
selama periode dari April 1991 hingga Oktober 2004 dengan menggunakan model
Generalized Autoregressive Conditionals Heteroscedasticity (GARCH)
ditemukan bahwa tahun 1995 terjadi structural breaks yang dikarenakan otoritas
moneter Jepang mengubah kebijakan intervensi nilai tukar. Morales dan Gassie
(2011) mendeteksi adanya structural breaks pada return pasar saham negara
BRIC dengan menggunakan metode Iterative Cumulative Sum of Squares
Algorithm (ICSS Algorithm) dan metode Threshold GARCH (TGARCH).
Variabel yang digunakan adalah return dari pasar saham negara-negara BRIC
serta return dari pasar energi yang terdiri dari minyak, gas, dan listrik dari bulan
5
Januari 1995 hingga Desember 2009. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
ditemukan untuk negara Brazil memiliki 3 break, sedangkan untuk Rusia, India
dan China memiliki 2 break. Penelitian tersebut juga ditemukan bahwa India
merupakan satu-satunya negara yang pasar sahamnya dipengaruhi oleh
asymmetric information sehingga lebih cepat terkena dampak guncangan pada
pasar internasional.
Penelitian mengenai efek asimetris yang dilakukan oleh Yoon dan Lee
(2008) ditemukan adanya tingkat volatilitas yang tinggi pada nilai tukar won
Korea terhadap dollar Amerika Serikat dari tanggal 2 Maret 1998 hingga 30 Juni
2006. Selain itu juga ditemukan efek asimetris dan leverage effect pada volatilitas
nilai tukar yang berdampak pada ketidakpastian nilai tukar. Bouoiyour dan Selmi
(2012) melakukan penelitian mengenai pemodelan volatilitas nilai tukar riil Mesir
dengan menggunakan data bulanan dari tahun 1994 dan 2009 ditemukan bahwa
terdapat leverage effect dalam model dengan menggunakan metode Exponential
GARCH (EGARCH). Hestiningtyas dan Sulandari (2009) melakukan pemodelan
TARCH (2,1) terhadap nilai tukar euro terhadap rupiah dari tanggal 28 Januari
2002 hingga 25 Maret 2009 dan menghasilkan bahwa terdapat leverage effect
dalam model.
Goudarji dan Ramanarayanan (2011) melakukan penelitian tentang efek
asimetris pada volatilitas harga saham India BSE 500 dengan menggunakan
TGARCH dan EGARCH ditemukan terdapat leverage effect dalam model,
sehingga sedikit guncangan yang terjadi akan meningkatkan volatilitas harga
saham. Untari et al di tahun 2009 melakukan penelitian efek asimetris pada Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) dari tahun 1999-2008 dengan menggunakan
model EGARCH dan ditemukan bahwa terdapat efek asimetris dalam model serta
model EGARCH mampu menangani masalah efek asimetris dalam model.
Penelitian yang menggabungkan antara efek asimetris dan structural breaks
seperti yang dilakukan oleh Sen, Chakrabati, dan Sarkar (2010) menemukan
bahwa nilai tukar mata uang India terhadap dollar Amerika Serikat, Euro, real Uni
Emirat Arab, yuan China serta dollar Singapura terdapat efek asimetris dan
leverage effect hampir di setiap structural break yang terjadi. Morales dan
Esmeralda (2011) juga melakukan penelitian mengenai structural breaks dan
volatilitas finansial di negara-negara BRIC dengan model TGARCH dan
dihasilkan bahwa negara Brazil, India, dan Rusia sensitif terhadap gejolak
internasional yang datang dari pasar Amerika Serikat, instabilitas pasar energi,
dan ketidakpastian pasar harga bahan bakar.
Kumar dan Maheswaran (2012) menganalisis model asimetris dari dampak
dari sudden changes dalam volatilitas pasar saham di India dengan
membandingkan model GARCH dan GJR-GARCH dengan memasukkan dan
tidak memasukkan sudden changes sebagai variabel dalam model dan ditemukan
bahwa tingkat keasimetrian maupun kekuatan dari volatilitas akan berkurang
secara signifikan ketika variabel sudden changes dimasukkan ke dalam model.
Lastrapes (1989) juga mengaplikasikan Autoregressive Conditional
Heteroscedasticity (ARCH) ke dalam variabel nilai tukar dan menemukan bahwa
akan terjadi pengurangan secara signifikan tingkat kekuatan volatilitas bila
memasukkan pergeseran rezim moneter.
6
Kerangka Penelitian
Karakteristik nilai tukar yang mudah bervolatil walaupun hanya terkena
sedikit guncangan akan mengakibatkan ketidakstabilan aktivitas ekonomi, seperti
terganggunya arus perdagangan, aktivitas investasi, perilaku di pasar saham atau
bahkan dapat memicu terjadinya krisis ekonomi dan finansial. Maka daripada itu,
dibutuhkan sebuah penelitian untuk melihat performa dari nilai tukar apakah
guncangan yang terjadi akan berdampak positif atau negatif pada volatilitas nilai
tukar. Selain itu perlu dilihat kaitan antara volatilitas nilai tukar dengan periode
krisis yang terjadi. Periode krisis tersebut dapat dilihat kaitannya dengan
structural breaks yang terjadi dalam volatilitas nilai tukar. Isu regionalisme yang
berkembang saat ini pun dapat menjadi salah satu alasan bervolatilnya nilai tukar
di suatu negara karena sudah semakin terintegrasinya perekonomian sebuah
negara dengan negara lain. Berikut adalah kerangka penelitian pada penelitian ini.
Nilai Tukar
Guncangan
Perdagangan
Nilai Tukar
Bervolatil
Investasi
ARCH/GARCH
Pasar Saham
Threshold
GARCH
Efek Asimetris
Bai and Perron
Test
Leverage Effect
Structural Breaks
Leverage Effect
Good News
Bad News
Good News
Lingkup Penelitian
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Bad News
7
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berupa deret waktu (time series) nilai tukar nominal harian kesepuluh negara
ASEAN terhadap dollar Amerika Serikat. Pada penelitian ini, data nilai tukar
nominal harian tersebut diubah menjadi return dengan rumus 𝑅𝑑 = ln(𝑒𝑑 𝑒𝑑−1 ).
Negara-negara ASEAN tersebut adalah Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia,
Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Vietnam. Periode data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari tanggal 1 Januari 2000 hingga 31
Desember 2013.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari website
www.oanda.com. Selain itu peneliti juga membaca studi literatur baik yang
berupa buku, jurnal, working paper maupun artikel-artikel ilmiah yang berkaitan
dengan penelitian ini. Dalam menganalisis data pada penelitian ini, peneliti
menggunakan bantuan software E-Views 8 dan Microsoft Excel 2007.
Metode Analisis Data
Metode Threshold Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity
(TGARCH)
Model TGARCH merupakan generalisasi dari model ARCH dan GARCH.
Pada model ARCH atau GARCH yang biasa digunakan pada pemodelan,
volatilitas akan menghasilkan residu yang bersifat simetris, tetapi dalam
kenyataannya residu tersebut tidak selamanya bersifat simetris, sehingga
dibutuhkan model lain untuk mengatasi hal tersebut. Model Threshold GARCH
dapat mengatasi masalah residu yang simetris, dimana pada model TGARCH nilai
residu yang lebih kecil dari nol (bad news) dan nilai residu yang lebih besar dari
nol (good news) akan memberikan pengaruh pada ragam. Selain itu pada data time
series biasanya memiliki sifat volatility clustering heteroskedastisitas yaitu ragam
dari residual tidak konstan sehingga akan menghasilkan penduga parameter yang
tidak konsisten. Pada model ARCH GARCH tidak dapat memperhitungkan
dampak volatilitas yang asimetris pada kondisi bad news dan good news, sehingga
disempurnakan di dalam model Threshold GARCH. Model Threshold GARCH
ini diperkenalkan pertama kali oleh Zakoian (1994).
Mengacu pada Sen, Chakrabati dan Sarkar (2010), maka model Threshold
GARCH pada penelitian ini memiliki persamaan sebagai berikut.
2
2
2
πœŽπ‘‘2 = πœ” + 𝑝𝑗=1 𝛽𝑗 πœŽπ‘‘−𝑗
+ 𝑝𝑖=1 𝛼𝑖 πœ€π‘‘−𝑖
+ π‘Ÿπ‘˜=1 π›Ύπ‘˜ πœ€π‘‘−π‘˜
𝐼𝑑−π‘˜
(2)
Dimana,
1 𝑖𝑓 πœ€π‘‘−𝑖 < 0
𝐼𝑑−π‘˜ =
(3)
0 𝑖𝑓 πœ€π‘‘−𝑖 ≥ 0
Kondisi good news adalah ketika πœ€π‘‘−𝑖 > 0, sedangkan bad news adalah
ketika πœ€π‘‘−𝑖 < 0 . Pada saat terjadi kondisi good news, pengaruh dari πœŽπ‘‘2
8
2
(volatilitas) akan sebesar 𝛼𝑖 πœ€π‘‘−𝑖
. Sedangkan pada saat terjadi bad news, pengaruh
2
2
dari πœŽπ‘‘ (volatilitas) adalah sebesar 𝛼𝑖 + 𝛾𝑖 πœ€π‘‘−𝑖
. Jika 𝛾 > 0, maka dalam keadaan
bad news akan meningkatkan volatilitas dan terdapat leverage effect dalam model
tersebut. Tetapi, ketika 𝛾 ≠ 0 , maka data yang digunakan mengandung efek
threshold.
Uji Stasioneritas
Uji stasioneritas sebuah data time series merupakan hal yang sangat penting
dalam pengujian, dimana data yang stasioner akan menyebabkan hasil pengujian
yang signifikan, akan tetapi bila data yang digunakan tidak stasioner maka akan
menyebabkan hasil pengujiannya bersifat spurious (semu). Hasil pengujian yang
bersifat spurious tersebut maksudnya adalah antar variabel seolah-olah memiliki
hubungan sebab akibat padahal masing-masing variabel bergerak sendiri. Menurut
Gujarati (2007) data yang stasioner adalah data yang memiliki mean dan variance
yang konstan dari waktu ke waktu.
Uji stasioneritas data dapat menggunakan beberapa metode, yaitu dengan
Augmented Dickey Fuller, Phillips Perron atau Kwiatkowski Phillips Schmidt
Shin. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah Augmented Dickey Fuller.
Hipotesis dalam pengujian stasioneritas data adalah
H0 : variabel tidak stasioner
H1 : variabel stasioner
Apabila hasil dari pengujian ini menunjukkan nilai mutlak t-ADF lebih
besar dari nilai mutlak McKinnon critical values-nya maka hipotesisnya tolak H0
yang artinya data telah stasioner pada taraf nyata sebesar 1%, 5%, dan 10%.
Selain itu dapat juga dilihat pada nilai probabilitasnya. Apabila nilai
probabilitasnya kurang dari taraf nyata 1%, 5%, dan 10% maka hipotesisnya tolak
H0 artinya data sudah stasioner pada taraf tersebut.
Identifikasi Plot ACF dan PACF
Untuk identifikasi model dilakukan dengan memplotkan data return nilai
tukar ke dalam plot ACF dan PACF. Plot ACF dan PACF ini dilakukan dengan
pengujian korelogram. Plot ini dilakukan untuk menentukan jumlah ordo
maksimum dalam pengujian model ARMA/ARIMA.
Pemodelan ARMA/ARIMA
Pemilihan model ARMA/ARIMA yang terbaik dapat dilihat dari kategori
goodness of fit yaitu nilai Akaike Info Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC),
Sum Squared Resid yang terkecil, nilai Adj R-squared yang terbesar dan koefisien
yang signifikan dari setiap pengujian yang dilakukan berdasarkan jumlah ordo
maksimum dalam identifikasi plot ACF dan PACF.
Menguji efek ARCH
Untuk melihat adanya efek ARCH pada model ARMA/ARIMA yang
terbaik dapat dilakukan pengujian dengan ARCH LM-Test dengan hipotesis:
H0 : tidak ada efek ARCH pada model ARMA/ARIMA
H1 : terdapat efek ARCH pada model ARMA/ARIMA
9
Jika p-value ≤ probabilitas 5% maka tolak H0 artinya terdapat efek ARCH
pada model ARIMA tersebut. Sehingga pemodelan ARCH atau GARCH dapat
dilanjutkan.
Pemodelan ARCH GARCH
Sebelum dilakukan pemodelan ARCH GARCH harus dilakukan uji
korelogram dari model ARMA yang terbaik untuk mendapatkan ordo maksimum.
Pemodelan ARCH GARCH terbaik dipilih berdasarkan kategori goodness of fit
yaitu nilai Akaike Info Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), Sum Squared
Resid yang terkecil, nilai Adj R-squared yang terbesar dan koefisien yang
signifikan.
Menguji Efek Asimetris
Pengujian ini diperlukan untuk melihat keberadaan efek asimetris yang
terdapat dalam model. Model ARCH atau GARCH yang diperoleh diuji dengan
melihat korelasi antara πœ€π‘‘2 (standar residual kuadrat) dengan πœ€π‘‘−𝑝 (lag standar
residual) dengan menggunakan uji cross correlation. Bila dalam pengujian nilai
korelogramnya melebihi dari standar deviasinya, maka dalam model tersebut
mengandung efek asimetris.
Pemodelan TGARCH
Pemodelan Threshold GARCH dilakukan berdasarkan model ARCH
GARCH yang terbaik dengan menambah nilai threshold yang sesuai dengan
pengujian efek asimetris. Nilai threshold dalam penelitian ini hanya dibatasi
dengan satu nilai threshold. Setelah pemodelan ini selesai dilakukan, maka
langkah selanjutnya adalah memeriksa model dengan uji heteroskedastisitas dan
uji efek asimetris.
Multiple Breakpoint Test
Pengujian ketidakstabilan paramater beserta perubahan struktural yang
terjadi dalam model regresi menjadi bagian penting dalam pengaplikasian
ekonometrika. Pada tahun 1960 Chow mengembangkan model untuk menguji
perubahan struktural dengan menggunakan uji F-statistic. Pada tahun 1960
Quandt juga mengembangkan model berdasarkan kerangka Chow yang
memungkinkan F-statistic yang lebih besar untuk menentukan breakdates.
Perkembangan terbaru dilakukan oleh Bai dan Perron (2003) yang
mengembangkan model untuk menentukan multiple breakpoint dengan waktu
yang tidak diketahui. Pada metode Chow, pengujian dilakukan pada dua titik
tanggal terindikasinya break, sedangkan pada metode Quandt dapat dilakukan
tanpa diketahui break itu terjadi namun hanya dapat mendeteksi satu titik break
dalam keseluruhan model. Pencarian structural breaks pada pemodelan volatilitas
nilai tukar bertujuan untuk mencari titik perubahan return nilai tukar yang paling
besar, sehingga dapat dilihat pada
Model regresi yang mengandung perubahan struktural adalah model yang
memiliki nilai parameter berubah-ubah dalam periode tertentu. Berikut adalah
model dengan periode T dan breaks (m+1).
10
π‘Œπ‘‘ = 𝑋𝑑′ 𝛽 + 𝑍𝑑′ π›Ώπ‘š +1 + 𝑒𝑑 ,
𝑑 = π‘‡π‘š + 1, … . , 𝑇
(1)
Pada persamaan 1, π‘Œπ‘‘ merupakan variabel dependen pada waktu t, 𝑋𝑑 dan
𝑍𝑑 adalah variable independen, 𝛽 dan δ adalah konstanta dari variabel independen,
sedangkan 𝑒𝑑 adalah eror. Pada penelitian ini dalam menentukan breakdates
digunakan metode berdasarkan information criteria, yaitu berdasarkan Schwarz
criterion dan LWZ criterion. Schwarz criterion menunjukkan tingkat estimator
yang konsisten dari breakdates yang terjadi. LWZ criterion merupakan
pengembangan dari Schwarz criterion yang menghasilkan estimasi yang konsisten
terhadap breakpoint. Selain itu nilai trimming yang digunakan dalam penelitian
ini sebesar 15%, sehingga 15% data di awal dan di akhir yang digunakan dalam
penelitian tidak masuk dalam pengujian multiple breakpoint.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Association of South East Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah
organisasi regional yang berada di kawasan Asia Tenggara. Pada awalnya
ASEAN hanya terdiri dari lima negara, yaitu Indonesia, Singapura, Thailand,
Malaysia, dan Filipina yang didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967. Kemudian di
tahun 1984, Brunei Darussalam masuk sebagai anggota ASEAN yang disusul oleh
Vietnam di tahun 1995. Anggota kedelapan dan kesembilan yang menjadi anggota
ASEAN adalah Myanmar dan Laos yang masuk di tahun 1997. Kamboja
merupakan negara terakhir yang menjadi anggota terakhir yang tergabung dalam
ASEAN di tahun 1998. Tujuan dari terbentuknya ASEAN adalah untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan
kebudayaan negara-negara anggota. Banyak kerjasama antar negara-negara
ASEAN untuk mencapai tujuan tersebut baik kerjasama bilateral yang dilakukan
dua negara atau kerjasama multilateral. Penetapan ASEAN Economic Community
(AEC) yang akan dimulai Desember 2015 menjadikan salah satu alasan penting
makin banyak kerjasama yang dilakukan oleh negara-negara ASEAN.
Tabel 1 Sistem Nilai Tukar Negara-Negara ASEAN
Negara
Mata Uang
Sistem Nilai Tukar
Brunei
Dollar Brunei
Currency board
Filipina
Peso
Floating
Indonesia Rupiah
Floating
Kamboja Riel
Stabilized arrangement
Laos
Kip
Stabilized arrangement
Malaysia Ringgit
Other managed arrangement
Myanmar Kyat
Other managed arrangement
Singapura Dollar Singapura Other managed arrangement
Thailand Baht
Floating
Vietnam
Dong
Stabilized arrangement
Sumber : IMF, De Facto Classification of Exchange Rate Regimes and Monetary
Framework 2012
11
Posisi geografis yang saling berdekatan antar negara ASEAN dapat dijadikan
salah satu faktor eksternal yang dapat dijadikan sebuah guncangan internal di
setiap Negara, seperti halnya yang terjadi di tahun 1998 dimana baht Thailand
mengalami krisis besar-besaran yang berdampak pada pada krisis di negaranegara lain seperti Indonesia, Filipina bahkan Korea Selatan juga terkena dampak
dari krisis tersebut. Salah satu akibat dari krisis tersebut adalah penggantian
sistem nilai tukar dari fixed exchange rates menjadi flexible exchange rates yang
terjadi di Indonesia.
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa sistem nilai tukar yang dimiliki
oleh Brunei Darussalam adalah currency board, dimana currency board yang
dianut oleh Brunei Darussalam berdasarkan dollar Singapura, sehingga
pergerakan nilai tukar yang terjadi di dollar Brunei Darussalam tidak jauh berbeda
dengan pergerakan nilai tukar dollar Singapura (Gupta 2012). Pada Gambar 2
menunjukkan perilaku nilai tukar Brunei Darussalam dan Singapura memiliki tren
yang menurun pada nilai tukarnya dan berkisar di nilai yang sama. Pergantian
nilai tukar Filipina dari sistem nilai tukar tetap menjadi nilai tukar mengambang
terjadi pada tanggal 11 Juli 1997 yang disebabkan oleh krisis finansial Asia yang
terjadi di sekitar tahun tersebut. Indonesia pada awalnya menggunakan sistem
nilai tukar tetap, namun karena krisis finansial yang terjadi di tahun 1998
Indonesia merubah kebijakan sistem nilai tukarnya menjadi sistem nilai tukar
mengambang.
Negara Malaysia juga semenjak tanggal 21 Juli 2005 mengubah sistem nilai
tukar menjadi nilai tukar mengambang dengan mematok US$ 1 sama dengan RM
3.80 di tanggal tersebut. Perubahan kebijakan tersebut dapat dilihat pada Gambar
2, dimana mulai tahun 2005 ringgit Malaysia terhadap dollar Amerika Serikat
mengalami fluktuasi. Perubahan sistem nilai tukar dari fixed exchange rate
menjadi flexible exchange rate juga dirasakan Thailand di tanggal 2 Juli 1997,
dimana Bank Thailand hanya akan mengintervensi keadaan pasar bila memang
diperlukan dalam suatu kondisi tertentu. Secara de jure negara Myanmar
mengubah sistem nilai tukar dari conventional peg ke manage floating sejak
tanggal 2 April 2012. Tahun 2008 yang merupakan krisis suprime mortgage
Amerika Serikat terjadi juga mempengaruhi pergerakan nilai tukar negara-negara
ASEAN kecuali Myanmar yang mengalami depresiasi. Sistem nilai tukar
Myanmar di tahun 2008 masih menggunakan sistem nilai tukar tetap, sehingga
tidak terjadi pergerakan nilai tukar yang cukup signifikan pada saat terjadi krisis
suprime mortgage. Secara de jure, hampir semua negara-negara ASEAN
menggunakan sistem nilai tukar mengambang terkendali, kecuali untuk Brunei
Darussalam yang menggunakan sistem nilai tukar currency board terhadap dollar
Singapura dan Filipina yang menggunakan sistem nilai tukar mengambang bebas.
Gambar 3 menggambarkan dinamika volatilitas nilai tukar negara-negara
ASEAN dan dapat dilihat bahwa Laos merupakan negara yang memiliki tingkat
volatilitas paling tinggi diantara negara ASEAN lainnya. Pada negara Kamboja
terlihat pergerakan volatilitasnya di akhir 2007. Sedangkan untuk negara ASEAN
lainnya nilai volatilitasnya sangat rendah atau bahkan hampir tidak terlihat
pergerakannya, dimana berkisar di angka 0 hingga 1.
12
NILAI_FILIPINA
NILAI_BRUNEI
60
1.9
1.8
56
1.7
52
1.6
48
1.5
1.4
44
1.3
40
1.2
36
1.1
00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
00
13
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
09
10
11
12
13
09
10
11
12
13
09
10
11
12
13
09
10
11
12
13
NILAI_KAMBOJA
NILAI_INDONESIA
13,000
4,500
12,000
4,000
11,000
3,500
10,000
3,000
9,000
2,500
8,000
2,000
7,000
1,500
6,000
00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
00
13
01
02
03
04
NILAI_LAOS
05
06
07
08
NILAI_MALAYSIA
12,000
4.0
10,000
3.8
8,000
3.6
6,000
3.4
4,000
3.2
2,000
3.0
0
2.8
00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
00
01
02
03
04
NILAI_MYANMAR
05
06
07
08
NILAI_SINGAPURA
1,000
1.9
1.8
800
1.7
1.6
600
1.5
400
1.4
1.3
200
1.2
0
1.1
00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
00
01
02
03
04
NILAI_THAILAND
05
06
07
08
NILAI_VIETNAM
48
22,000
21,000
44
20,000
19,000
40
18,000
17,000
36
16,000
15,000
32
14,000
28
13,000
00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
00
01
02
03
04
05
06
07
08
Gambar 2 Grafik Nilai Tukar Negara-Negara ASEAN
13
Gambar 3 Volatilitas Nilai Tukar ASEAN
14
Hasil Pra Pengujian
Sebelum dilakukannya pemodelan untuk menguji efek asimetris dan
mencari titik structural break pada nilai tukar negara-negara ASEAN diperlukan
beberapa pengujian pada variabel return nilai tukar. Berdasakan uji stasioner
menurut Augmented Dickey Fuller dihasilkan bahwa kesepuluh data return nilai
tukar stasioner di tingkat level dengan taraf nyata 5%, sehingga dapat dilanjutkan
ke dalam proses uji korelogram dan uji ARMA. Berikut tabel model ARMA
terbaik berdasarkan pengujian.
Negara
Brunei
Filipina
Indonesia
Kamboja
Laos
Malaysia
Myanmar
Singapura
Thailand
Vietnam
Tabel 2 Model ARMA Terbaik Negara-Negara ASEAN
Model
AIC
SC
SSR
ARMA
MA (3)
-7.754691 -7.749576 0.128817
ARMA (1,1) -8.090693 -8.086856 0.091611
MA (2)
-7.160628 -7.156791 0.232250
ARMA (1,1) -5.806903 -5.803066 0.899054
MA (6)
-3.964232 -3.955281 5.668306
MA (2)
-7.385838 -7.382001 0.185416
ARMA (1,1) -2.518475 -2.514638 24.09527
MA (1)
-9.194910 -9.192352 0.030384
ARMA (1,2) -7.838942 -7.833826 0.117791
MA (2)
-7.017751 -7.013914 0.267921
Adj R2
0.099797
0.015167
0.007309
0.400093
0.211831
0.171534
-0.000379
0.010910
0.086983
0.255887
Model ARMA terbaik berdasarkan Tabel 2 didapatkan berdasarkan kriteria
goodness of fit. Kriteria goodness of fit dilihat dari nilai Akaike Information
Criterion, Schwartz Criterion, dan Sum Square of Resid yang terkecil serta nilai
Adjusted R-Squared yang terbesar. Selanjutnya adalah pengujian
heteroskedastisitas yang dilakukan pada model ARMA terbaik. Hasil pengujian
didapatkan bahwa model ARMA (1,1) milik negara Myanmar sudah terbebas dari
heteroskedastisitas atau efek ARCH. Hal tersebut menyebabkan pemodelan
Negara Myanmar tidak dilanjutkan ke pemodelan selanjutnya yaitu pemodelan
Tabel 3 Model ARCH GARCH Terbaik Negara-Negara ASEAN
Negara
Brunei
Filipina
Indonesia
Kamboja
Laos
Malaysia
Myanmar
Singapura
Thailand
Vietnam
Model GARCH
ARCH (1)
GARCH (1,1)
GARCH (1,1)
GARCH (1,1)
ARCH (1)
GARCH (1,1)
GARCH (1,1)
GARCH (1,1)
GARCH (1,2)
AIC
-7.904072
-8.426596
-7.472703
-5.898097
-4.295901
-9.188978
-9.345977
-8.175640
-7.894879
SC
-7.895121
-8.418922
-7.465030
-5.891702
-4.284392
-9.181305
-9.339583
-8.166687
-7.885927
SSE
0.129318
0.091677
0.235535
1.146882
7.845263
0.185883
0.030390
0.119080
0.269545
Adj R2
0.091205
0.013878
-0.006731
0.234726
-0.091298
0.168960
0.010139
0.076448
0.251376
15
ARCH GARCH. Berbeda dengan kesembilan negara ASEAN lainnya yang
modelnya mengandung heteroskedastisitas, sehingga dapat dilanjutkan ke dalam
pengujian model ARCH GARCH.
Pada Tabel 3 dapat dilihat model ARCH GARCH terbaik dari kesembilan
negara ASEAN tanpa Myanmar yang diperoleh juga berdasarkan kriteria
goodness of fit. Langkah selanjutnya adalah menguji efek asimetris dari model
ARCH GARCH terbaik yang diperoleh dengan menggunakan uji cross
correlogram. Berdasarkan hasil pengujian cross correlogram didapatkan bahwa
kesembilan negara ASEAN positif mengandung efek asimetris dalam model,
karena didapatkan nilai yang melebihi standar deviasinya.
Hasil Penelitian
Pengujian Structural Breaks
Tabel 4 Periode Structural Breaks Negara-Negara ASEAN
Tahun
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
BRU
04/04
PHI
INA
08/02
14/03
02/07
20/03
16/06
15/08
14/05
23/07
02/12
04/03 04/09
02/08 03/11 09/08
Negara
CAM LAO MAS
18/05
28/02
28/03
11/06
25/05
03/05
17/08
15/08
31/07
26/09
07/09 21/04
03/11
25/10 29/07
SIN THAI VIET
28/03 07/02 07/02
30/06
15/03
19/06
03/05
04/01
26/07
24/09
04/03
05/09
29/07
31/10
22/02
Periode structural breaks yang terjadi di masing-masing negara ASEAN
berdasarkan hasil pengujian berkisar dari tahun 2002 hingga 2011. Structural
breaks yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal.
Beberapa periode tahun terjadinya structural breaks seperti yang terjadi di tahun
2005 dan 2007 diakibatkan oleh krisis minyak dunia yang mengakibatkan naiknya
harga minyak mentah dunia. Pada tahun 2008 merupakan dampak dari krisis
suprime mortgage yang terjadi di Amerika Serikat. Krisis utang Eropa di tahun
2009 juga pun menjadi salah satu dampak terjadinya structural breaks di hampir
semua negara ASEAN. Mata uang Brunei Darussalam yang di-peg terhadap
Singapura juga menyebabkan beberapa pengaruh yang serupa pada structural
breaks. Namun di rezim ke-3 terdapat perbedaan periode, dimana Brunei
Darussalam mengalami structural breaks di tanggal 15 Agustus 2006, sedangkan
di Singapura terjadi di tanggal 4 Januari 2007. Hal tersebut dikarenakan terjadinya
faktor politik di Brunei Darussalam tahun 2006 dan faktor sosial di Singapura
pada akhir tahun 2006 dan awal tahun 2007. Penggunaan nilai trimming nilai
sebesar 15% menyebabkan structural breaks di sekitar tahun 2000-2001 dan
2012-2013 tidak dapat dideteksi.
16
Pengujian Efek Asimetris Tanpa Structural Breaks
Pengujian efek asimetris yang dilakukan dengan menggunakan uji cross
correlogram pada model ARCH GARCH terbaik didapatkan bahwa semua negara
ASEAN kecuali Myanmar mengandung efek asimetris pada data nilai tukarnya.
Pada penelitian ini hanya dibatasi dengan nilai threshold sebanyak satu. Tabel 5
menyajikan hasil pengujian model Threshold GARCH dengan jumlah nilai
threshold sebanyak satu.
Tabel 5 Model TGARCH dengan Satu Threshold
Model
TGARCH
TARCH
Brunei
(1)
TGARCH
Filipina
(1,1)
TGARCH
Indonesia
(1,1)
TARCH
Kamboja
(1)
TARCH
Laos
(1)
TGARCH
Malaysia
(1,1)
Myanmar
TGARCH
Singapura
(1,1)
TGARCH
Thailand
(1,1)
TGARCH
Vietnam
(1,2)
Negara
𝜢𝟎
1.97E-05
(0.0000)
4.24E-07
(0.0000)
2.08E-06
(0.0000)
1.50E-05
(0.0000)
0.000941
(0.0000)
1.01E-10
(0.0000)
5.09E-08
(0.0000)
8.53E-08
(0.0000)
1.21E-07
(0.0000)
𝜢𝟏
0.258970
(0.0000)
0.109985
(0.0000)
0.180620
(0.0000)
0.549047
(0.0000)
0.724614
(0.0010)
0.050959
(0.0000)
0.051695
(0.0000)
0.055225
(0.0000)
0.035390
(0.0000)
Parameter
𝜸𝟏
-0.103649
(0.0003)
0.026140
(0.0000)
0.036621
(0.0001)
64.17815
(0.0000)
0.072951
(0.8603)
0.046187
(0.0000)
-0.019727
(0.0000)
0.012298
(0.0013)
0.028488
(0.0000)
𝜷𝟏
𝜷𝟐
-
-
0.868079
(0.0000)
0.789143
(0.0000)
-
-
-
-
-
0.946172
(0.0000)
0.950286
(0.0000)
0.939405
(0.0000)
0.363746 0,586794
(0.0017) (0.0000)
Brunei Darussalam
Pada pra pengujian yang dilakukan sebelum uji threshold didapatkan model
terbaik untuk Brunei Darussalam adalah MA (3) dan ARCH (1). Uji cross
correlogram yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan efek asimetris
juga menghasilkan bahwa Brunei Darussalam positif teridentifikasi efek asimetris.
Selanjutnya dilakukan pemodelan Threshold GARCH dengan nilai threshold
sebanyak satu dengan model sebagai berikut.
2
2
πœŽπ‘‘2 = 1.97𝐸 − 05 + 0.258970πœ€π‘‘−1
− 0.103649πœ€π‘‘−1
𝐼𝑑−1
(4)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, nilai tukar Brunei Darussalam
mengandung efek asimetris, karena nilai dari koefisien threshold tidak sama
dengan nol yaitu sebesar -0.103649. Model volatilitas nilai tukar Brunei
Darussalam menunjukkan tidak tolak H0 yaitu tidak ada leverage efect dalam
model, karena nilai koefisien threshold yang negatif yaitu -0.103649. Nilai
koefisien threshold yang bernilai negatif menunjukkan bahwa pengaruh good
news yang diterima oleh nilai tukar akan memiliki pengaruh yang lebih besar
17
dibandingkan oleh pengaruh bad news. Ketika terjadi guncangan maka volatilitas
nilai tukar tidak akan berpengaruh besar, namun ketika guncangan mulai mereda
maka nilai tukar akan bergerak kembali stabil. Ketika terdapat kondisi good news
dalam volatilitas maka akan berdampak pada volatilitas nilai tukar Brunei
Darussalam sebesar 0.258970, sedangkan ketika terdapat kondisi bad news, maka
pengaruh volatilitas nilai tukar Brunei Darussalam akan sebesar 0.155321.
Filipina
Hasil pra pengujian yang dilakukan pada model volatilitas nilai tukar
Filipina didapatkan bahwa ARMA (1,1) adalah model terbaik ARMA Filipina dan
GARCH (1,1) adalah model terbaik GARCH Filipina. Pada model GARCH (1,1)
ternyata masih mengandung heteroskedastisitas karena probabilitas chi-square
masih bernilai 0.0382, yang artinya masih di bawah taraf nyata 5%. Uji efek
asimetris yang dilakukan dengan uji cross correlogram pada model GARCH (1,1)
juga terindikasi adanya efek asimteris dalam model, sehingga dilakukan pengujian
model dengan menggunakan metode Threshold GARCH dan menghasilkan model
sebagai berikut.
2
2
2
πœŽπ‘‘2 = 4.24𝐸 − 07 + 0.109985πœ€π‘‘−1
+ 0.026140πœ€π‘‘−1
𝐼𝑑−1 + 0.868079πœŽπ‘‘−1
(5)
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan metode Threshold GARCH
didapatkan bahwa model volatilitas nilai tukar Filipina positif terindikasi adanya
efek asimetris karena nilai dari koefisien threshold tidak sama dengan nol yaitu
sebesar 0.026140. Pada model tersebut juga dapat dijelaskan bahwa terdapat
leverage effect pada model volatilitas nilai tukar Filipina karena nilai koefisien
threshold yang positif yaitu sebesar 0.026140. Keberadaan leverage effect dalam
model juga diperkuat dengan tingkat signifikansi yang sebesar 0.0000, sehingga
tolak H0 (tidak ada leverage effect). Adanya leverage effect dalam nilai tukar
Filipina menunjukkan bahwa bad news akan memiliki pengaruh yang lebih besar
daripada good news, sehingga ketika terjadi bad news maka akan meningkatkan
volatilitas nilai tukar Filipina. Ketika terdapat informasi positif (good news), maka
pengaruhnya terhadap volatilitas nilai tukar Filipina sebesar 0.109985, namun
ketika terjadi guncangan (bad news), maka volatilitas nilai tukar Filipina akan
berpengaruh sebesar 0.136125. Pengujian heteroskedastisitas yang dilakukan pada
model GARCH (1,1) masih menunjukkan model volatilitas nilai tukar Filipina
belum terbebas dari heteroskedastisitas, namun ketika diuji kembali pada model
TGARCH (1,1) model sudah terbebas dari heteroskedastisitas dengan tingkat
probabilitas sebesar 0.0929.
Indonesia
Pra pengujian yang dilakukan pada data return nilai tukar Indonesia
dihasilkan bahwa model terbaik Indonesia adalah MA (2) dan GARCH (1,1). Uji
cross correlogram yang dilakukan didapatkan bahwa model volatilitas nilai tukar
Indonesia terindikasi adanya efek asimetris, sehingga dilakukan pengujian efek
asimetris dengan menggunakan model Threshold GARCH. Model Threshold
GARCH dengan jumlah satu threshold Indonesia adalah sebagai berikut.
2
2
2
πœŽπ‘‘2 = 2.08𝐸 − 06 + 0.180620πœ€π‘‘−1
+ 0.036621πœ€π‘‘−1
𝐼𝑑−1 + 0.789143πœŽπ‘‘−1
(6)
Berdasarkan hasil pengujian efek asimetris pada model volatilitas nilai tukar
Indonesia didapatkan bahwa nilai tukar Indonesia mengandung efek asimetris
yang dapat dilihat dari koefisien threshold yang tidak sama dengan nol yaitu
18
sebesar 0.036621. Nilai koefisien threshold yang sebesar 0.036621 juga
mencerminkan terdapat leverage effect dalam model tersebut, karena nilai
koefisien threshold tersebut yang lebih besar dari nol. Leverage effect yang
terkandung dalam model volatilitas nilai tukar Indonesia juga didukung oleh
signifikansi koefisien threshold di bawah 5% yaitu sebesar 0.0001. Terdapatnya
leverage effect dalam model volatilitas nilai tukar Indonesia menunjukkan bahwa
pengaruh bad news akan memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan
pengaruh good news, sehingga ketika bad news terjadi maka nilai tukar Indonesia
akan mengalami volatilitas yang tinggi. Dampak volatilitas nilai tukar Indonesia
ketika terjadi good news akan sebesar 0.180620, namun ketika sedang terjadi bad
news dampaknya akan sebesar 0.217241.
Kamboja
Pra pengujian yang dilakukan pada model volatilitas nilai tukar Kamboja
sebelum pengujian efek asimetris didapatkan bahwa model terbaik berdasarkan
kriteris goodness of fit adalah ARMA (1,1) dan ARCH (1). Pengujian efek
asimetris yang dilakukan dengan metode cross correlogram menunjukkan bahwa
model volatilitas nilai tukar Kamboja terindikasi adanya efek asimetris, sehingga
dilakukanlah pengujian dengan model Threshold ARCH. Model TARCH (1) pada
volatilitas nilai tukar Kamboja adalah sebagai berikut.
2
2
πœŽπ‘‘2 = 1.50𝐸 − 05 + 0.549047πœ€π‘‘−1
+ 64.17815πœ€π‘‘−1
𝐼𝑑−1
(7)
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan didapatkan bahwa model
volatilitas nilai tukar Kamboja positif terdapat efek asimetris karena nilai
koefisien threshold yang tidak sama dengan nol yaitu sebesar 64.17815. Koefisien
threshold yang positif juga menunjukkan bahwa pada model volatilitas nilai tukar
Kamboja terdapat leverage effect, artinya ketika terjadi guncangan maka pengaruh
bad news akan lebih besar dibandingkan pengaruh good news sehingga
mengakibatkan nilai tukar Kamboja akan lebih volatil. Pada model volatilitas nilai
tukar Kamboja pengaruh good news akan sebesar 0.549047, namun pengaruh bad
news akan sebesar 64.727197.
Laos
Hasil pra pengujian yang dilakukan pada data return nilai tukar Laos
menunjukkan bahwa model terbaik pada Laos adalah MA (6) dan ARCH (1).
Pengujian cross correlogram untuk melihat indikasi adanya efek asimetris pada
model ARCH (1) juga didapatkan bahwa model tersebut mengandung efek
asimetris, sehingga dilanjutkan pada pengujian Threshold ARCH. Pada model
TARCH (1) dengan nilai threshold satu didapatkan model sebagai berikut.
2
2
πœŽπ‘‘2 = 0.000941 + 0.724614πœ€π‘‘−1
+ 0.072951πœ€π‘‘−1
𝐼𝑑−1
(8)
Pengujian yang dilakukan pada volatilitas nilai tukar Laos menunjukkan
bahwa pada model tersebut terdapat efek asimetris karena nilai dari koefisien
threshold yang tidak sama dengan nol yaitu sebesar 0.072951. Leverage effect
juga terdeteksi pada model volatilitas nilai tukar Laos karena nilai dari koefisien
threshold yang lebih besar dari nol yaitu 0.072951. Koefisien threshold yang lebih
besar dari nol menunjukkan bahwa pengaruh bad news akan lebih besar daripada
pengaruh good news pada volatilitas nilai tukar Laos, sehingga ketika terjadi
guncangan akan meningkatkan volatilitas nilai tukar Laos. Volatilitas nilai tukar
19
Laos akan dipengaruhi oleh good news sebesar 0.724614 dan akan dipengaruhi
oleh bad news sebesar 0.797565.
Malaysia
Pada pra pengujian yang dilakukan pada model untuk volatilitas nilai tukar
Malaysia didapatkan bahwa model ARMA terbaik adalah MA (2) da GARCH
terbaik adalah GARCH (1,1). Uji efek asimetris juga dilakukan pada model
GARCH (1,1) Negara Malaysia dengan menggunakan uji cross correlogram.
Berdasarkan pengujian tersebut didapatkan bahwa model GARCH (1,1)
terindikasi adanya efek asimetris dan dilakukan pengujian Threshold GARCH.
Pemodelan Threshold GARCH pada volatilitas nilai tukar Malaysia didapatkan
model sebagai berikut.
2
2
2
πœŽπ‘‘2 = 1.01𝐸 − 10 + 0.050959πœ€π‘‘−1
+ 0.046187πœ€π‘‘−1
𝐼𝑑−1 + 0.946172πœŽπ‘‘−1
(9)
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa nilai dari koefisien threshold
Malaysia sebesar 0.046187 dimana pada koefisien tersebut tidak sama dengan nol,
sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai tukar Malaysia terdapat efek asimetris.
Selain itu nilai koefisien tersebut memiliki koefisien yang positif yang
mencerminkan terdapat leverage effect pada volatilitas nilai tukar Malaysia,
sehingga dapat dikatakan bahwa pengaruh bad news pada volatilitas nilai tukar
Malaysia memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan pengaruh good news.
Pengaruh good news yang terdapat pada volatilitas nilai tukar Malaysia akan
sebesar 0.050959, sedangkan pengaruh bad news pada volatilitas akan sebesar
0.097146.
Myanmar
Negara Myanmar merupakan negara yang memiliki karakteristik yang
berbeda dengan negara ASEAN yang lainnya. Berdasarkan pengujian yang
dilakukan pada model ARMA terbaik pada Myanmar yaitu ARMA (1,1)
didapatkan bahwa model sudah terbebas dari heteroskedastisitas, sehingga tidak
diperlukan pengujian selanjutnya baik model ARCH GARCH maupun Threshold
GARCH. Berdasarkan pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai tukar
Myanmar tidak mengalami volatilitas.
Singapura
Pra pengujian yang dilakukan sebelum pengujian untuk melihat efek
asimetris menunjukkan bahwa model ARMA dan GARCH terbaik yang dimiliki
oleh Singapura adalah MA (1) dan GARCH (1,1). Selanjutnya dilakukan
pengujian cross correlogram pada model GARCH (1,1) dan didapatkan bahwa
model tersebut terindikasi adanya efek asimetris, sehingga dilakukan pengujian
selanjutnya dengan menggunakan model Threshold GARCH dan menghasilkan
model TGARCH (1,1) dengan satu threshold sebagai berikut.
2
2
2
πœŽπ‘‘2 = 5.09𝐸 − 08 + 0.051695πœ€π‘‘−1
− 0.019727πœ€π‘‘−1
𝐼𝑑−1 + 0.950286πœŽπ‘‘−1
(10)
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan pada model TGARCH (1,1)
volatilitas nilai tukar Singapura didapatkan bahwa model tersebut mengandung
efek asimetris yang dapat dilihat dari nilai koefisien threshold yang tidak sama
dengan nol yaitu sebesar -0.019727. Namun dalam pemodelan tersebut, volatilitas
nilai tukar Singapura tidak terdapat leverage effect karena nilai koefisien
threshold lebih kecil dari nol yaitu sebesar -0.019727. Hal tersebut menunjukkan
20
bahwa pengaruh good news dalam volatilitas nilai tukar Singapura lebih besar
dibandingkan pengaruh bad news, sehingga ketika terjadi guncangan tidak akan
berpengaruh secara signifikan terhadap volatilitas nilai tukar Singapura. Pengaruh
good news dan bad news pada volatilitas nilai tukar Singapura akan sebesar
0.051695 dan 0.031968.
Thailand
Hasil pra pengujian menunjukkan model ARMA terbaik pada Negara
Thailand adalah ARMA (1,2) dan GARCH terbaik adalah GARCH (1,1).
Pengujian cross correlogram yang dilakukan pada model GARCH (1,1)
mengindikasikan bahwa pada model tersebut terdapat efek asimetris, sehingga
dilakukan pengujian selanjutnya yaitu model Threshold GARCH. Model
TGARCH (1,1) dengan satu threshold Negara Thailand adalah sebagai berikut.
2
2
2
πœŽπ‘‘2 = 8.53𝐸 − 08 + 0. 055225πœ€π‘‘−1
+ 0.012298πœ€π‘‘−1
𝐼𝑑−1 + 0.939405πœŽπ‘‘−1
(11)
Pengujian model TGARCH (1,1) yang dilakukan menunjukkan bahwa
model tersebut mengandung efek asimetris yang dapat dilihat dari koefisien
threshold sebesar 0.012298, dimana nilai dari koefisien threshold tersebut tidak
sama dengan nol. Leverage effect juga terdeteksi di dalam model volatilitas nilai
tukar Thailand yang terlihat dari koefisien threshold yang lebih besar dari nol
yaitu sebesar 0.012298. Terdapatnya leverage effect dalam model menunjukkan
bahwa pengaruh bad news akan lebih besar dibandingkan oleh pengaruh good
news dalam volatilitas nilai tukar Thailand, sehingga ketika terdapat guncangan
maka akan menyebabkan makin bervolatilnya nilai tukar Thailand. Pengaruh good
news terhadap volatilitas nilai tukar Thailand akan sebesar 0.055225, sedangkan
pengaruh bad news pada volatilitas nilai tukar Thailand akan sebesar 0.067523.
Vietnam
Pada pra pengujian yang dilakukan pada model untuk volatilitas nilai tukar
Vietnam didapatkan bahwa model ARMA dan GARCH terbaik adalah MA (2)
dan GARCH (1,2). Uji efek asimetris juga dilakukan pada model GARCH (1,1)
Negara Vietnam dengan menggunakan uji cross correlogram. Berdasarkan
pengujian tersebut didapatkan bahwa model GARCH (1,2) terindikasi adanya efek
asimetris dan dilakukan pengujian Threshold GARCH. Pemodelan Threshold
GARCH pada volatilitas nilai tukar Vietnam didapatkan model sebagai berikut.
2
2
2
+ 0.028488πœ€π‘‘−1
𝐼𝑑−1 + 0.946172πœŽπ‘‘−1
πœŽπ‘‘2 = 1.21𝐸 − 07 + 0.0353390πœ€π‘‘−1
2
+ 0.586794πœŽπ‘‘−2
(12)
Pemodelan Threshold GARCH (1,2) untuk volatilitas nilai tukar Vietnam
didapatkan adanya efek asimetris dalam volatilitas nilai tukar Vietnam karena
nilai dari koefisien threshold yang melebihi nol, yaitu sebesar 0.028488. Leverage
effect juga terdeteksi dalam volatilitas nilai tukar Vietnam, karena nilai dari
koefisien threshold yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh bad news
akan memberikan dampak yang lebih besar daripada pengaruh good news
Berdasarkan hasil pengujian efek asimetris tanpa memasukkan structural
breaks kepada 10 negara ASEAN, didapatkan 9 negara terdapat efek asimetris,
yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia,
Singapura, Thailand, dan Vietnam. Myanmar adalah satu-satunya negara yang
memiliki ragam dari residualnya konstan (homoskedastisitas) sehingga tidak
21
dilakukan pengujian efek asimetris. Negara-negara yang terbukti ada efek
asimetris di dalam volatilitas nilai tukar hanya 2 negara yang tidak mengandung
leverage effect yaitu Brunei Darussalam dan Singapura, keenam negara lainnya
terdapat leverage effect. Tabel 6 menjelaskan bahwa Kamboja merupakan negara
yang memiliki pengaruh bad news paling besar diantara negara ASEAN lainnya
yaitu sebesar 64.727197, sedangkan Singapura memiliki pengaruh bad news
paling kecil dengan nilai sebesar 0.031968. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa
Kamboja merupakan negara yang paling rentan terhadap guncangan, sehingga
akan langsung mempengaruhi volatilitas nilai tukar. Singapura merupakan negara
yang memiliki perekonomian yang paling baik diantara negara ASEAN lainnya
bila dilihat dari sisi indikator perekonomian, sehingga tidak ada leverage effect
dan memiliki pengaruh bad news yang paling rendah dalam volatilitas dollar
Singapura. Kondisi perekonomian Singapura dan Kamboja juga didukung oleh
data World Bank (2013), dimana Singapura memiliki jumlah GDP dan cadangan
devisa yang tinggi diantara negara-negara ASEAN, yaitu masing-masing sebesar
USD 297,941,261,088 dan USD 277,797,712,875. Angka yang dimiliki oleh
Singapura tersebut jauh dari jumlah GDP dan cadangan devisa Kamboja yang
masing-masing sebesar USD 15,249,684,397 dan USD 4,997,865,519.
Tabel 6 Pengaruh Good News dan Bad News Volatilitas Nilai Tukar ASEAN
Negara
Koefisien Threshold Good News Bad News
Brunei Darussalam
-0.103649
0.258970
0.155321
Filipina
0.026140
0.109985
0.136125
Indonesia
0.036621
0.180620
0.217241
Kamboja
64.17815
0.549047 64.727197
Laos
0.072951
0.724614
0.797565
Malaysia
0.046187
0.050959
0.097146
Singapura
-0.019727
0.051695
0.031968
Thailand
0.012298
0.055225
0.067523
Vietnam
0.028488
0.035339
0.063827
Pengujian Efek Asimetris dengan Structural Breaks
Pengujian efek asimetris dengan structural breaks dilakukan dengan cara
memisahkan periode break yang terjadi di setiap negara lalu dilakukan pengujian
efek asimetris terhadap setiap periode tersebut. Berikut adalah hasil pengujian
efek asimetris negara-negara ASEAN dengan memasukkan structural breaks.
Brunei Darussalam
Pengujian yang dilakukan pada volatilitas nilai tukar Brunei Darussalam
untuk melihat efek asimetris yang terkandung di dalamnya dengan memasukkan
structural breaks dihasilkan bahwa 5 dari 6 rezim memiliki efek asimetris dan
tidak terdapat leverage effect. Hal tersebut dapat dilihat dari koefisien threshold
yang tidak sama dengan nol untuk efek asimetris dan koefisien threshold yang
kurang dari nol untuk leverage effect. Pada rezim 1 didapatkan bahwa pada saat
periode tersebut nilai tukar Brunei Darussalam sudah homoskedastisitas, sehingga
tidak dilakukan pengujian selanjutnya. Hasil pengujian yang dilakukan pada
Brunei Darussalam dengan atau tanpa structural breaks menghasilkan hasil yang
sama, yaitu tidak terdapat leverage effect dalam nilai tukar Brunei Darussalam,
22
sehingga kondisi bad news tidak akan banyak memengaruhi volatilitas nilai tukar
Brunei Darussalam.
Tabel 7 Efek Asimetris Brunei Darussalam dengan Structural Breaks
Rezim
Model TGARCH
𝜢𝟏
𝜸𝟏
Rezim 1
(01/01/2000-04/04/2002)
Rezim 2
TGARCH (1,1)
0.039230 -0.007453
(05/04/2002-02/07/2004)
Rezim 3
TARCH (1)
0.084737 -0.000112
(03/07/2004-15/08/2006)
Rezim 4
TGARCH (1,1)
0.030097 -0.000834
(16/08/2006-04/03/2009)
Rezim 5
TARCH (1)
0.242339 -0.184166
(05/03/2009-02/08/2011)
Rezim 6
TGARCH (1,1)
0.278449 -0.332809
(03/08/2011-31/12/2013)
Filipina
Pengujian efek asimetris yang dilakukan pada data return nilai tukar
Filipina didapatkan bahwa pada rezim 1 nilai tukar peso Filipina terhadap dollar
Amerika Serikat sudah homoskedastisitas, sehingga tidak dilakukan tahap
pengujian selanjutnya. Pada rezim lainnya, yaitu rezim 2 hingga rezim 5
didapatkan bahwa terdapat efek asimetris dalam nilai tukar Filipina. Selain itu,
leverage effect juga terdeteksi dalam nilai tukar Filipina yang mengakibatkan
kondisi bad news akan memiliki pengaruh yang lebih besar daripada kondisi good
news dalam volatilitas nilai tukar Filipina, sehingga pada saat terjadi bad news
maka akan meningkatkan volatilitas nilai tukar Filipina.
Tabel 8 Efek Asimetris Filipina dengan Structural Breaks
Rezim
Model TGARCH
𝜢𝟏
𝜸𝟏
Rezim 1
(01/01/2000-14/03/2003)
Rezim 2
TGARCH (1,1)
0.028896 0.043685
(15/03/2003-16/06/2005)
Rezim 3
TGARCH (1,1)
-0.052091 0.185812
(17/06/2005-23/07/2007)
Rezim 4
TARCH (1)
0.003140 0.142288
(24/07/2007-04/09/2009)
Rezim 5
TGARCH (1,1)
0.009598 0.063005
(05/09/2009-03/11/2011)
Rezim 6
TGARCH (1,1)
0.080637 0.028940
(04/11/2011-31/12/2013)
Indonesia
Hasil pengujian yang dilakukan terhadap return nilai tukar Indonesia tanpa
memasukkan structural breaks didapatkan bahwa nilai tukar Indonesia
23
mengandung efek asimetris dan leverage effect, sehingga ketika terjadi bad news
maka akan meningkatkan volatilitas nilai tukar Indonesia. Hasil yang berbeda
ketika pengujian dilakukan dengan memasukkan structural breaks. Pada rezim 1
dan 4, data return nilai tukar Indonesia sudah bebas dari unsur heteroskedastisitas,
sehingga tidak dilakukan pengujian selanjutnya. Pada rezim 2 dan 3 di sekitar
tanggal 9 Februari 2002 hingga 14 Mei 2006, nilai tukar Indonesia terdapat efek
asimetris dan leverage effect, karena nilai dari koefisien threshold yang lebih
besar dari nol. Tetapi, pada rezim 5 dan 6 nilai tukar Indonesia tidak terdapat
leverage effect, sehingga pengaruh good news akan lebih baik merespon pada
volatilitas nilai tukar Indonesia.
Tabel 9 Efek Asimetris Indonesia dengan Structural Breaks
Rezim
Model TGARCH
𝜢𝟏
𝜸𝟏
Rezim 1
(01/01/2000-08/02/2002)
Rezim 2
TGARCH (1,1)
0.022397 0.081873
(09/02/2002-20/03/2004)
Rezim 3
TARCH (1)
0.222318 0.047662
(21/03/2004-14/05/2006)
Rezim 4
(15/05/2006-02/12/2008)
Rezim 5
TARCH (1)
0.933270 -0.406601
(03/12/2008-09/08/2011)
Rezim 6
TGARCH (1,1)
0.276448 -0.047900
(10/08/2011-31/12/2013)
Kamboja
Tabel 10 Efek Asimetris Kamboja dengan Structural Breaks
Rezim
Model TGARCH
𝜢𝟏
𝜸𝟏
Rezim 1
TGARCH (1,1)
0.117677 -0.017455
(01/01/2000-18/05/2002)
Rezim 2
(19/05/2002-11/06/2004)
Rezim 3
(12/06/2004-17/08/2006)
Rezim 4
TGARCH (1,1)
0.104483 0.165921
(18/08/2006-26/09/2008)
Rezim 5
TGARCH (1,1)
0.109917 0.076953
(27/09/2008-03/11/2010)
Rezim 6
TGARCH (1,1)
0.152500 0.169122
(04/11/2010-31/12/2013)
Leverage effect tidak terdeteksi di rezim 1 nilai tukar Kamboja, karena nilai
dari koefisien threshold yang kurang dari nol, yaitu sebesar -0.017455, sehingga
pengaruh good news akan lebih besar dari pada pengaruh bad news dalam
volatilitas nilai tukar Kamboja. Pada rezim 2 dan rezim 3, data nilai tukar
24
Kamboja terhadap dollar Amerika Serikat sudah homoskedastisitas, yang artinya
ragam eror dari nilai tukar Kamboja sudah konstan sehingga tidak dilakukan
pengujian selanjutnya. Berbeda dengan rezim 4, 5, dan 6 yang terlihat pada Tabel
9, dimana leverage effect terdeteksi pada model yang dapat dilihat dari koefisien
threshold yang lebih besar dari nol yang masing-masing sebesar 0.165921,
0.076953, dan 0.169122. Leverage effect yang terdeteksi pada nilai tukar Kamboja
menyebabkan pengaruh bad news akan lebih besar dibandingkan pengaruh good
news pada volatilitas nilai tukar, sehingga ketika bad news terjadi volatilitas nilai
tukar Kamboja akan merespon dengan cepat.
Laos
Pada saat pengujian efek asimetris yang dilakukan pada data return nilai
tukar Laos tanpa memasukkan structural breaks didapatkan bahwa nilai tukar
Laos mengandung efek asimetris dan leverage effect. Pengujian yang dilakukan
dengan memasukkan structural breaks menghasilkan hasil yang berbeda-beda di
setiap rezimnya. Pada rezim 1 dan rezim 2, nilai tukar Laos terhadap dollar
Amerika Serikat sudah tidak mengandung heteroskedastisitas sehingga tida
dilanjutkan pada pengujian beikutnya. Efek asimetris terdeteksi pada rezim 3, 4, 5,
dan 6 karena nilai dari koefisien threshold yang tidak sama dengan nol. Pada
rezim 3 dan rezim 5, nilai dari koefisien threshold bernilai negatif, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada rezim tersebut tidak terdapat leverage effect, sedangkan
nilai koefisien threshold yang positif yang berada pada rezim 4 dan rezim 6
mengindikasikan terdapat leverage effect pada rezim tersebut. Leverage effect
yang terdapat pada rezim 4 dan rezim 6 menyebabkan kondisi bad news memiliki
pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan pengaruh good news, sehingga
akan meningkatkan volatilitas nilai tukar Laos bila bad news terjadi.
Tabel 11 Efek Asimetris Laos dengan Structural Breaks
Rezim
Model TGARCH
𝜢𝟏
𝜸𝟏
Rezim 1
(01/01/2000-28/03/2003)
Rezim 2
(29/03/2003-03/05/2005)
Rezim 3
TARCH (1)
0.169928 -0.054428
(04/05/2005-31/07/2007)
Rezim 4
TGARCH (1,1)
0.152779 0.265340
(01/08/2007-07/09/2009)
Rezim 5
TGARCH (1,1)
0.026462 -0.026997
(08/09/2009-25/10/2011)
Rezim 6
TARCH (1)
0.026961 0.044953
(26/10/2011-31/12/2013)
Malaysia
Pengujian efek asimetris yang dilakukan tanpa memasukkan structural
breaks pada nilai tukar Malaysia didapatkan bahwa pada nilai tukar Malaysia
mengandung efek asimetris dan terdapat leverage effect, sehingga ketika terjadi
guncangan akan meningkatkan volatilitas. Pengujian efek asimetris yang
dilakukan dengan memasukkan structural breaks didapatkan bahwa rezim 1 dan
25
rezim 2 sudah terbebas dari heteroskedastisitas, sedangkan rezim 3, 4, 5, dan 6
tidak terbebas dari heteroskedastisitas dan dapat dilakukan pengujian selanjutnya.
Pengujian efek asimetris yang dilakukan kepada 4 rezim tersebut menghasilkan
bahwa keempat rezim tersebut terdapat leverage effect, sehingga pengaruh bad
news akan lebih besar mempengaruhi volatilitas dibandingkan dengan pengaruh
good news. Leverage effect yang terdeteksi pada rezim 3 merupakan pengaruh
leverage effect terbesar dibandingkan ketiga rezim lainnya dengan nilai koefisien
threshold sebesar 2.544844, sehingga pengaruh bad news yang akan dihasilkan
pada rezim tersebut sebesar 4.282477.
Tabel 12 Efek Asimetris Malaysia dengan Structural Breaks
Rezim
Model TGARCH
𝜢𝟏
𝜸𝟏
Rezim 1
TARCH (1)
1.641828 -1.189880
(01/01/2000-28/02/2002)
Rezim 2
TGARCH (1,1)
0.283373 -0.193734
(29/02/2002-25/05/2004)
Rezim 3
TGARCH (1,1)
1.737633 2.544844
(26/05/2004-15/08/2006)
Rezim 4
TGARCH (1,1)
0.024777 0.020650
(16/08/2006-21/04/2009)
Rezim 5
TARCH (1)
0.010229 0.659332
(22/04/2009-29/07/2011)
Rezim 6
TGARCH (1,1)
0.095490 0.782057
(30/07/2011-31/12/2013)
Singapura
Tabel 13 Efek Asimetris Singapura dengan Structural Breaks
Rezim
Model TGARCH
𝜢𝟏
𝜸𝟏
Rezim 1
(01/01/2000-28/03/2002)
Rezim 2
(29/03/2002-30/06/2004)
Rezim 3
(01/07/2004-04/01/2007)
Rezim 4
TGARCH (1,1)
0.012108 -0.022199
(05/01/2007-04/03/2009)
Rezim 5
(05/03/2009-29/07/2011)
Rezim 6
TGARCH (1,1)
0.087757 -0.053017
(30/07/2011-31/12/2013)
Hasil pengujian efek asimetris tanpa memasukkan structural breaks pada
data return nilai tukar Singapura didapatkan bahwa negara Singapura sama seperti
dengan Brunei Darussalam yang tidak terdapat leverage effect dalam modelnya.
Hasil pengujian yang dilakukan dengan memasukkan structural breaks juga
dihasilkan bahwa dari rezim yang terindikasi heteroskedastisitas yaitu rezim 4 dan
26
rezim 5 juga tidak terdapat leverage effect di dalamnya karena koefisien threshold
yang bernilai negatif yang masing-masing sebesar -0.022199 dan -0.053017.
keempat rezim lainnya yaitu rezim 1, 2, 3, dan 5 sudah tidak terdapat
heteroskedastisitas di dalam modelnya, sehingga tidak dilakukan pengujian pada
tahap selanjutnya.
Thailand
Hasil pengujian yang dilakukan pada data return nilai tukar untuk melihat
efek asimetris tanpa memasukkan structural breaks didapatkan bahwa nilai tukar
Thailand terhadap dollar Amerika Serikat terdapat leverage effect, sehingga
guncangan sedikit saja terjadi akan meningkatkan volatilitas. Hasil yang sangat
berbeda didapatkan pada pengujian dengan memasukkan structural breaks,
dimana hanya 1 dari 6 rezim yang terdapat leverage effect yaitu pada rezim 2,
sedangkan 4 dari 6 rezim tidak terdeteksi leverage effect yaitu pada rezim 1,3,4,
dan 5. Rezim 6 merupakan satu-satunya rezim yang data nilai tukarnya sudah
homoskedastisitas.
Tabel 14 Efek Asimetris Thailand dengan Structural Breaks
Rezim
Model TGARCH
𝜢𝟏
𝜸𝟏
Rezim 1
TGARCH (1,1)
0.104956 -0.060523
(01/01/2000-07/02/2002)
Rezim 2
TGARCH (1,1)
0.094986 0.042610
(08/02/2002-30/06/2004)
Rezim 3
TARCH (1)
0.312746 -0.066976
(01/07/2004-26/07/2007)
Rezim 4
TGARCH (1,1)
0.227905 -0.107615
(27/07/2007-05/09/2009)
Rezim 5
TGARCH (1,1)
0.129373 -0.188822
(06/09/2009-31/10/2011)
Rezim 6
(01/11/2011-31/12/2013)
Vietnam
Hasil pengujian yang dilakukan tanpa memasukkan structural breaks
menghasilkan bahwa nilai tukar Vietnam terhadap dollar Amerika Serikat
terindikasi adanya leverage effect. Pengujian efek asimetris yang dilakukan
dengan memasukkan structural breaks didapatkan pada rezim 1 dan rezim 3 tidak
terdapat leverage effect di dalam rezim tersebut karena nilai dari koefisien
threshold yang kurang dari nol. Rezim yang terdeteksi leverage effect adalah
rezim 2, 4, 5, dan 6 karena nilai dari koefisien threshold yang lebih besar dari nol.
Pengaruh bad news yang paling besar mempengaruhi volatilitas dari keempat
rezim yang mengandung leverage effect adalah rezim 6 dengan pengaruh bad
news sebesar 0.325764.
27
Tabel 15 Efek Asimetris Vietnam dengan Structural Breaks
Rezim
Rezim 1
(01/01/2000-07/02/2002)
Rezim 2
(08/02/2002-15/03/2004)
Rezim 3
(16/03/2004-03/05/2006)
Rezim 4
(04/05/2006-24/09/2008)
Rezim 5
(25/09/2008-22/02/2011)
Rezim 6
(23/02/2011-31/12/2013)
Model TGARCH
𝜢𝟏
𝜸𝟏
TARCH (1)
0.301123 -0.273650
TGARCH (1,1)
0.120230
TGARCH (1,1)
0.037681 -0.020100
TGARCH (1,1)
0.100064
0.046769
TGARCH (1,1)
0.092931
0.005117
TGARCH (1,1)
0.146072
0.179692
0.162995
Berdasarkan hasil pengujian efek asimetris yang dilakukan dengan
memasukkan structural breaks didapatkan bahwa semua negara ASEAN kecuali
Myanmar terdapat efek asimetris. Negara Brunei Darussalam adalah negara yang
di semua periode break tidak terdapat leverage effect, sedangkan Filipina adalah
negara yang di semua periode break terdapat leverage effect. Brunei Darussalam
dan Singapura memiliki karakteristik yang sama ketika memasukkan structural
breaks dan tidak memasukkan structural breaks dalam pengujian efek asimetris,
dimana kedua negara tersebut tidak terdapat leverage effect dalam volatilitas nilai
tukar. Negara lainnya terdapat penggabungan antara leverage effect dan tidak ada
leverage effect. Rezim 3 merupakan periode terjadinya krisis minyak mentah
dunia yaitu di sekitar tahun 2005, berdasarkan hasil pengujian terdapat 2 negara
yang tidak terpengaruh volatilitas nilai tukarnya yaitu Kamboja dan Singapura.
Filipina, Indonesia, dan Malaysia merupakan negara yang memiliki leverage
effect pada rezim tersebut, sedangkan negara lainnya seperti Brunei Darussalam,
Laos, Thailand, dan Vietnam tidak terdapat leverage effect.
Karakteristik periode structural breaks yang terjadi guncangan ekonomi
internasional baik berupa krisis suprime mortgage Amerika Serikat, krisis utang
Eropa, kebijakan quantitave easing, dan isu tappering off Amerika Serikat berada
di sekitar periode 5 dan 6, didapatkan bahwa Brunei Darussalam, Indonesia, Laos,
Singapura, Thailand tidak terdapat leverage effect. Artinya bahwa ketika dampak
dari guncangan ekonomi internasional tersebut dirasakan oleh kelima negara
tersebut tidak akan terlalu mempengaruhi volatilitas nilai tukar masing-masing
negara walaupun terjadi perubahan pada nilai tukar dan ketika guncangan
ekonomi internasional tersebut mereda, nilai tukar setiap negara akan kembali
stabil. Berbeda dengan keempat negara lainnya, yaitu Filipina, Kamboja,
Malaysia, Vietnam yang terdapat leverage effect pada periode tersebut. Artinya
bahwa ketika guncangan ekonomi internasional dirasakan oleh keempat negara
tersebut akan langsung mempengaruhi volatilitas nilai tukar, dan ketika mereda
nilai tukar tidak langsung merespon dengan cepat. Hasil penelitian yang dilakukan
didapatkan bahwa ketika pengujian efek asimetris dengan memasukkan structural
breaks hasilnya akan tergantung dari periode break yang terjadi di masing-masing
negara.
28
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Efek asimetris yang terjadi dalam volatilitas nilai tukar negara-negara
ASEAN menunjukkan bahwa sembilan dari sepuluh negara terdapat efek
asimetris. Myanmar adalah satu-satunya negara yang ragam dari residualnya
sudah konstan (homoskedastisitas). Efek asimetris dengan tidak memasukkan
structural breaks menunjukkan Brunei Darussalam dan Singapura merupakan
negara yang tidak terdapat leverage effect dalam volatilitas nilai tukar. Hal
tersebut menyebabkan bahwa ketika terjadi guncangan atau informasi negatif (bad
news) tidak akan mempengaruhi volatilitas yang ekstrim. Negara lainnya seperti
Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Thailand, dan Vietnam terbukti
terdapat leverage effect dalam volatilitas nilai tukar. Hal tersebut menyebabkan
pengaruh bad news akan lebih besar dibandingkan pengaruh good news. Ketika
bad news terjadi maka akan mempengaruhi volatilitas, namun ketika good news
terjadi volatilitas tidak akan merespon dengan cepat akan stabil. Singapura
merupakan negara yang memiliki pengaruh bad news paling rendah dibandingkan
negara ASEAN lainnya, sedangkan Kamboja merupakan negara yang memiliki
pengaruh bad news paling tinggi diantara negara ASEAN lainnya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa Singapura merupakan negara yang memiliki volatilitas nilai
tukar paling stabil diantara negara ASEAN lainnya dan Kamboja merupakan
negara yang paling mudah terkena dampak guncangan pada volatilitas nilai
tukarnya.
Efek asimetris yang duji dengan memasukkan structural breaks setiap
negara hasilnya akan berbeda tergantung dari break yang terjadi dan kondisi
perekonomian negara tersebut. Negara Singapura adalah negara yang empat dari
enam rezimnya sudah homoskedastisitas. Di setiap periode volatilitas nilai tukar
juga terdapat guncangan ekonomi internasional baik krisis minyak di tahun 2005,
krisis suprime mortgage tahun 2007 dan 2008, krisis utang Eropa tahun 2009, dan
kebijakan quantitative easing dan isu tappering off Amerika Serikat menimbulkan
efek asimetris yang berbeda-beda di setiap negara. Pada periode guncangan
tersebut negara-negara yang memiliki leverage effect adalah Filipina, Kamboja,
Laos, Malaysia dan Vietnam. Leverage effect yang berada di Indonesia hanya
pada saat periode krisis minyak, sedangkan Brunei Darussalam, Singapura dan
Thailand volatilitas nilai tukarnya tidak terdapat leverage effect pada periode
krisis tersebut.
Saran
Saran dari penelitian ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama
diperuntukkan bagi peneliti selanjutnya dimana penelitian selanjutnya dapat
menganalisis dampak efek asimetris dari volatilitas nilai tukar terhadap tingkat
perekonomian suatu negara seperti tingkat inflasi dan GDP riil. Selain itu, peneliti
juga dapat mengganti variabel menjadi nilai tukar riil dalam penelitian dan
dibandingkan dengan penelitian yang menggunakan variabel nilai tukar nominal.
Pengujian structural breaks pada penelitian selanjutnya juga dapat menggunakan
nilai trimming yang lebih kecil dari 15% agar ruang lingkup data yang digunakan
29
lebih banyak dan dapat mendeteksi structural breaks lebih dekat dari range awal
dan range akhir data.
Berdasarkan hasil pengujian efek asimetris dengan tidak memasukkan
structural breaks masih banyak negara yang volatilitas nilai tukarnya
mengandung leverage effect, sehingga saran bagian kedua dari penelitian ini
adalah diperlukan penguatan pada kebijakan di pasar keuangan agar tercipta
kepercayaan pada perekonomian di setiap negara. Bagi negara-negara yang
memiliki pengaruh bad news lebih besar dibandingkan pengaruh good news,
otoritas berwenang di masing-masing negara harus melakukan penguatan di
bidang moneter, seperti tingkat suku bunga, jumlah uang beredar maupun tingkat
inflasi dan memiliki respon yang cepat terkait kebijakan bila volatilitas nilai tukar
terjadi sangat tinggi. Selain itu juga diperlukan kebijakan dan pengembangan di
sektor riil di seluruh negara-negara ASEAN agar ketika terjadi guncangan
terhadap nilai tukar tidak akan mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Bai, J dan Perron, P. 2003. Computation and Analysis of Multiple Structural
Change Models. Journal of Applied Econometrics 18, 1-22
Bouoiyor, Jamal dan Selmi, Refk. 2012. Modeling Exchange Volatility in Egypt
using GARCH Models. MPRA Paper No. 49131. http://mpra.ub.unimuenchen.de/49131/ .
Bourdon, Marilyne Huchet dan Korinek, Jane. 2012. Trade Effects of Exchange
Rates and their Volatility: Chile and New Zealand. OECD Trade Policy Papers,
No. 136, OECD Publishing. http://dx.doi.org/10.1787/5k9cvpldq533-en
Csermely, A dan B. Vonnak. 2002. The Role of the Exchange Rate in the
Transmission Mechanism in Hungary. A Paper Prepared for the Research
Meeting Monetary Policy Transmission in the Euro Area and in Accension
Country, 3 Oktober 2002.
Esquivel, Gerardo dan Larrain, B. Felipe. 2002. The Impact of G-3 Exchange Rate
Volatility on Developing Countries. G-24 Discussion Paper Series. United
Nations Conference on Trade and Development.
Goudarji, Hojatallah dan Ramanarayanan, C. S. 2011. Modeling Asymmetric
Volatility in the Indian Stock Market. Internationel Journal of Business and
Management. Vol. 6, No.3.
Gujarati. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika. Edisi Ketiga. Mulyadi J, penerjemah.
Jakarta (ID). Erlangga
Gupta, Abhijit Sen. 2012. Exchange Rate Coordination in Asia: Evidence using
the Asian Currency Unit. ADBI Working Paper Series. No.356.
Hestiningtyas, Retno dan Sulandari, Winita. 2009. Pemodelan TARCH pada Nilai
Tukar Kurs Euro Terhadap Rupiah. Prosiding Matematika FMIPA. Universitas
Negeri Semarang.
Hidayat, Tirta. 1998. Depresiasi Rupiah. Upaya Memperkuat Rupiah. Gatra. Elex
Media Komputindo.
30
Hillebrand, Eric dan Schnabl, Gunther. 2006. A Structural Break in the Effects of
Japanese Foreign Exchange Intervention on Yen/Dollar Exchange Rate
Volatility. Working Paper Series. European Central Bank, No. 650.
[IMF]. International Monetary Fund. 2012. Annual Report on Exchange
Arrangements and Exchange Restriction. International Monetary. Fund
Lastrapes, William, D. 1989. Exchange Rate Volatility and U.S. Monetary Policy:
An ARCH Application. Journal of Money, Credit, and Banking, 21, 66-77.
http://dx.doi.org/10.2307/1992578.
Levine, R dan Zervos, S. 1998. Stock Market, Banks, and Economic Growth. The
American Economic Review. Vol. 88, No.3, 537-558.
Kumar, Dilip dan S. Maheswaran. 2012. Modelling Asymmetry and Persistence
Under the Impact of Sudden Changes in the Volatility of the Indian Stock
Market. IIMB Management Review, 24, 123-136.
Mankiw, N. Gregory. 2006. Makroekonomi. Erlangga. Jakarta
Morales, Lucia dan Gassie, Esmeralda. 2011. Structural Breaks and Financial
Volatility: Lessons from BRIC Countries, IAMO Forum 2011, No. 13.
Nugroho, Heru. 2008. Analisis pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs dan Jumlah
Uang Beredar terhadap Indeks LQ-45 [Thesis]. Universitas Diponegoro,
Semarang.
[Oanda]. 2014. Tersedia pada www.oanda.com [3 Januari 2014]
Sen, Chakrabarti, Sarkar. 2010. Asymmetric Response in Foreign Exchange
Volatility under Structural Break. MPRA Paper No. 26817
Siregar, R dan R.S. Rajan. 2002. Impact of Exchange Rate Volatility on
Indonesia’s Trade Performance in the 1990s. Centre for International
Economic Studies Discussion Paper 0205.
Untari, Nirawita. Mattjik, Ahmad Ansori, dan Saefuddin, Asep. 2009. Analisis
Deret Waktu dengan Ragam Galat Heterogen dan Asimetrik Studi Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) Periode 1999-2008. Forum Statistika dan
Komputasi. Vol 14. No.1. ISSN: 0853-8115
Wolf, A. 1995. Import and Hedging Uncertainty in International Trade. Journal of
Futures Markets 15(2). 101-110.
[World
Bank].
2013.
Tersedia
pada
data.worldbank.org/indicator/
NY.GDP.MKTP.CD [6 Juli 2014]
[World Bank]. 2013. Tersedia pada api.worldbank.org/v2/en/indicator/
fi.res.totl.cd?downloadformat=excel [6 Juli 2014]
Yoon, S dan K. S. Lee. 2008. The Volatility and Asymmetric of Won/Dollar
Exchange Rates. Journal of Social Science, 4, 7-9, 2008.
http://dx.doi.org/10.3844/jssp.2008.7.9.
Zakoian, J. M. 1994. Threshold Heteroscedastic Models. Journal of Economic
Dynamics and Control 18, 931-955.
Zumaquero, A. Morales dan Rivero, S. Sosvilla. 2004. Structural Breaks in
Volatility: Evidence from OECD Real Exchange Rates. FEDEA
31
LAMPIRAN
Lampiran 1 Statistika Deskriptif Data Return Nilai Tukar ASEAN
3,000
2,800
Series: RETURN_BRUNEI
Sample 1/01/2000 12/31/2013
Observations 5114
2,500
Series: RETURN_FILIPINA
Sample 1/01/2000 12/31/2013
Observations 5114
2,400
2,000
2,000
1,500
1,000
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
-5.53e-05
0.000000
0.096229
-0.097128
0.005279
0.273658
54.82973
Jarque-Bera
Probability
572474.1
0.000000
500
0
-0.100
1,600
1,200
800
400
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
1.89e-05
0.000000
0.048658
-0.092976
0.004266
-2.152247
69.54811
Jarque-Bera
Probability
947620.0
0.000000
0
-0.075
-0.050
-0.025
0.000
0.025
0.050
0.075
0.100
-0.08
-0.06
-0.04
-0.02
0.00
0.02
0.04
3,500
2,500
Series: RETURN_INDONESIA
Sample 1/01/2000 12/31/2013
Observations 5114
2,000
Series: RETURN_KAMBOJA
Sample 1/01/2000 12/31/2013
Observations 5114
3,000
2,500
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
1,500
1,000
0.000107
0.000000
0.077642
-0.100036
0.006766
-0.591515
25.43840
2,000
1,500
1,000
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
1.10e-05
0.000000
0.735505
-0.744018
0.017124
-0.299140
1443.265
Jarque-Bera
Probability
4.42e+08
0.000000
500
Jarque-Bera
Probability
0
-0.100
-0.075
-0. 050
-0.025
0.000
0.025
0.050
107581.8
0.000000
500
0
-0.6
0.075
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
2,800
3,500
Series: RETURN_LAOS
Sample 1/01/2000 12/31/2013
Observations 5114
3,000
Series: RETURN_MALAYS IA
Sample 1/01/2000 12/31/2013
Observations 5114
2,400
2,000
2,500
2,000
1,500
1,000
500
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
3.72e-05
0.000000
1.624268
-1.623610
0.037526
0.139270
1507.159
Jarque-Bera
Probability
4.82e+08
0.000000
0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1,600
1,200
800
400
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
-2.81e-05
0.000000
0.139080
-0.111160
0.006617
0.837900
71.02622
Jarque-Bera
Probability
986655.7
0.000000
0
-0.10
1.5
-0.05
0.00
0.05
0.10
2,400
4,000
Series: RETURN_MYANMA R
Sample 1/01/2000 12/31/2013
Observations 5114
3,500
Series: RETURN_SINGAPURA
Sample 1/01/2000 12/31/2013
Observations 5114
2,000
3,000
2,500
2,000
1,500
1,000
500
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
0.001110
0.000000
4.860997
-0.053275
0.068648
69.54676
4914.849
Jarque-Bera
Probability
5.15e+09
0.000000
0
0
1
2
3
4
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
1,600
1,200
800
400
Jarque-Bera
Probability
0
-0.02
5
-5.30e-05
0.000000
0.021751
-0.019601
0.002451
0.065149
9.402129
-0.01
0.00
0.01
8737.319
0.000000
0.02
2,800
2,400
Series: RETURN_THAILA ND
Sample 1/01/2000 12/31/2013
Observations 5114
2,000
Series: RETURN_VIETNA M
Sample 1/01/2000 12/31/2013
Observations 5114
2,400
2,000
1,600
1,200
800
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
-2.61e-05
0.000000
0.063292
-0.063314
0.005025
-0.206358
22.83207
Jarque-Bera
Probability
83844.28
0.000000
400
0
-0.06
-0.04
-0.02
0.00
0.02
0.04
0.06
1,600
1,200
800
400
0
-0.06
-0.04
-0.02
0.00
0.02
0.04
0.06
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
7.88e-05
0.000000
0.056768
-0.055293
0.008393
-0.004262
16.62234
Jarque-Bera
Probability
39541.50
0.000000
32
Lampiran 2 Uji Stasioneritas Return Nilai Tukar ASEAN tanpa Structural Breaks
Negara
T-Statistics Probabilitas
Brunei Darussalam -15.46857
0.0000
Filipina
-80.13063
0.0001
Indonesia
-55.67634
0.0000
Kamboja
-22.45776
0.0000
Laos
-26.88350
0.0000
Malaysia
-14.00878
0.0000
Myanmar
-71.73922
0.0000
Singapura
-64.46548
0.0000
Thailand
-12.76573
0.0000
Vietnam
-18.45009
0.0000
Lampiran 3 Uji Efek ARCH Return Nilai Tukar ASEAN tanpa Structural Breaks
Negara
Probabilitas Chi-Square
Brunei Darussalam
0.0000
Filipina
0.0000
Indonesia
0.0000
Kamboja
0.0202
Laos
0.0357
Malaysia
0.0000
Myanmar
0.9884*
Singapura
0.0000
Thailand
0.0000
Vietnam
0.0000
*Tidak signifikan di alpha 5%
33
Lampiran 4 Grafik Conditional Variance dengan Structural Breaks
34
35
36
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Tiko Permatasari dilahirkan di Bogor pada
tanggal 23 Januari 1993. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara
dari pasangan Bapak Sukirman dan Ibu Wahyu Widayati. Penulis menjalani
bangku pendidikan taman kanak-kanak di TK. Kurnia Jaya di tahun 1997.
Selanjutnya di tahun 1998 sampai tahun 2004 melanjutkan pendidikan bangku
sekolah dasar di SD Negeri Sukatani 5. Bangku sekolah menengah pertama
dijalankan penulis di tahun 2004 hingga 2007 di SMP Negeri 11 Depok. Setelah
itu, penulis melanjutkan pendidikannya di sekolah menengah umum di SMA
Negeri 2 Depok dan lulus di tahun 2010.
Pada tahun 2010 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi Manajemen di tahun 2011, setelah menyelesaikan
masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Selama menjalani masa perkuliahan di
Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Koperasi
Mahasiswa IPB (Kopma IPB). Tahun 2011 hingga 2013, penulis juga aktif
sebagai staf Sharia Education di Sharia Economics Student Club. Selain itu
penulis juga aktif di berbagai kegiatan kampus lainnya, seperti kepanitiaan,
seminar maupun pelatihan.
Download