BAB II LANDASAN TEORI II.1 Saham Kieso, Weygandt, dan Warfield (2005) mendefinisikan saham sebagai berikut: “Common stock is the residual corporate interest that bears the ultimate risk of loss and receives the benefit of succes. It is guaranteed neither dividends nor assets upon dissolution” (p. 726). Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2001) saham adalah: “Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut” (h.5). Sementara itu, Nasarudin dan Surya (2007) memberi definisi sebagai berikut: “Saham merupakan instrumen penyertaan modal seseorang atau lembaga dalam suatu perusahaan. Saham ini dikeluarkan dalam rangka pendirian perusahaan, pemenuhan modal dasar, atau peningkatan modal dasar” (h.188). Jadi, yang dimaksud dengan saham dalam penelitian ini adalah tanda bukti yang mencerminkan kepemilikan individu atau badan atas sebagian ekuitas yang dimiliki suatu perusahaan. II.1.1 Klasifikasi Saham Mengacu pada pendapat Kieso et al. (2005), klasifikasi saham secara umum dapat dibedakan menjadi dua, hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Common stock atau saham biasa, yang didefinisikan sebagai berikut: “Common stock is the residual corporate interest that bears the ultimate risk of loss and receives the benefit of succes. It is guaranteed neither dividends nor assets upon dissolution. But common stockholders generally 9 control the management of the corporation and tend to profit most if the company is successful. In the event that a corporation has only one authorized issues of capital stock” (p.726). 2. Preferred stock atau saham istimewa, yang didefinisikan sebagai berikut, “Preferred stock is a special class of shares that is designated preferred because it possesses certain preferences or features not possessed by the common stock” (p.736). Menurut Fakhruddin (2008), klasifikasi saham dapat dibedakan atas beberapa hal, seperti yang dijelaskan sebagai berikut. 1. Berdasarkan cara peralihan hak, saham dapat dibedakan atas: a. saham atas unjuk atau bearer stocks, artinya pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lainnya. Secara hukum, orang yang memegang saham tersebut diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk hadir dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), b. saham atas nama atau registered stocks, merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapa pemiliknya, di mana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu. 2. Berdasarkan hak tagihan atau klaim, maka saham terbagi atas: a. saham biasa atau common stocks, yaitu merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling junior terhadap pembagian dividen, dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Saham biasa merupakan saham yang paling banyak dikenal dan diperdagangkan di pasar, 10 b. saham preferen atau preferred stocks, merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor. 3. Berdasarkan kinerja saham, maka saham dapat dikategorikan atas : a. blue chip stocks, yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen, b. income stocks, yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya, c. growth stocks (well known), yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis yang memiliki reputasi tinggi. Selain itu terdapat juga growth stocks (lesser known), yaitu saham dari emiten yang tidak sebagai leader dalam industri namun memiliki ciri seperti growth stocks (lesser known), d. speculative stocks, yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai kemampuan penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun belum pasti, e. counter cyclical stocks, yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi, harga saham ini tetap tinggi, di mana emitennya mampu 11 memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi.(h.132) Nasarudin dan Surya (2007) menambahkan klasifikasi saham berdasarkan kinerja saham menjadi satu kategori yaitu emerging growth stocks. “Emerging growth stocks merupakan saham yang dikeluarkan oleh perusahaan yang relatif lebih kecil dan memiliki daya tahan yang kuat meskipun dalam kondisi ekonomi yang kurang dan mendukung. Harga saham jenis ini biasanya sangat spekulatif ”(h.192). II.1.2 Return dan Risk Investasi Saham Menurut Gitman (2006) yang dimaksudkan dengan return adalah sebagai berikut: “The total gain or loss experienced on an investment over a given period of time. It is commonly measured as cash distribution during the period plus the change in value, expressed as a percentage of the begining of period investment value” ( p.226). Mengacu pada pendapat Gitman (2006), return yang dimaksudkan dapat berupa capital gain dalam investasi saham. Di mana definisi capital gain menurut Gitman (2006) adalah jumlah yang diperoleh dari selisih antara harga jual (aktual) dengan harga historis yang terjadi pada saat kita membeli. Berkaitan dengan risiko (risk) pada investasi saham, maka menurut pendapat Keown, Martin, Petty, dan Scott (2005), risiko dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Unsystematic risk (εo) : the risk related to an investment return that can be eliminated through diversification. Unsystematic risk is the result of factors that are unique to the particular firm. Also called company-unique risk or diversiable risk. Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa unsystematic risk merupakan risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, 12 karena risiko ini hanya ada dalam satu perseroan atau industri tertentu. Fluktuasi risiko ini besarnya berbeda-beda antara satu saham dengan saham yang lain. Oleh karena perbedaan itulah, maka masing-masing saham memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda terhadap setiap perubahaan pasar, misalnya faktor struktur modal, tingkat likuditas , tingkat keuntungan, dan hal-hal lain yang berkaitan. Risiko ini disebut juga diversiable risk. 2. Systematic risk (β) : the risk related to an investment return that cannot be eliminated through diversification. Systematic risk result from factor that affect all stock. Also called market risk or non diversiable risk. The risk of a project form the view point of a well-diversiable shareholders. This measure takes into account that some of project risk will be diversified away as the project is combined with the firm’s other project, and, in addition, some of the remaining risk will be diversified away by shareholders as they combine this stock with other stock in their portofolio. Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa risiko sistematik merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan, misalnya ada perubahan tingkat bunga, kurs, kebijakan pemerintah, dan sebagainya. Risiko ini disebut juga undiversiable risk. Koefisien beta (β) adalah ukuran sensitifitas saham terhadap pergerakan pasar. Beta digunakan sebagai ukuran risiko pasar yang relevan untuk menentukan tingkat keuntungan yang diharapkan. Beta merupakan elemen 13 kunci dalam Capital Asset Pricing Model (CAPM). Beta (β) juga bisa diartikan sebagai alat ukur volatilitas antara imbal hasil saham dan pasar secara keseluruhan. Nilai beta dianggap dapat mengukur risiko atas saham tersebut khususnya risiko sistematis dimana semakin tinggi fluktuasi antar imbal hasil saham dan pasar maka semakin tinggi pula risikonya. Beta (β) dapat mengukur kontribusi sebuah saham kepada tingkat risiko sebuah portofolio, beta (β) secara teoritis adalah ukuran yang tepat dari tingkat risiko saham. Oleh karena itu, risiko saham dapat dilihat dengan koefisien beta. Risiko pasar suatu saham diukur dengan koefisien beta (β). Berikut adalah rumus untuk menghitung beta (β). Rumus 2.1 Koefisien Beta Beta (β) = ∑ ( X − X )(Y − Y ) ∑(X − X ) Di mana : X = Variabel yang tidak terikat Y = Variabel yang terikat II.1.2.1 Capital Asset Pricing Model (CAPM) Menurut Keown et al. (2005), definisi dari capital asset pricing model (CAPM) adalah sebagai berikut. 14 “An equation stating that the expected rate of return on an investment is a function of the risk free rate, the investment’s systematic risk, and the expected risk premium for the market portofolio of all risky securities“(p.205). Konsep hubungan antara CAPM risiko pada umumnya dan berguna return. Capital asset untuk mengkuantifikasikan pricing model berfungsi menjelaskan tingkah laku dari harga – harga sekuritas dan memberikan mekanisme bagi investor untuk memiliki pengaruh suatu sekuritas terhadap risiko dan return. CAPM dapat dinyatakan dalam Sekurities Market Line (SML) sebagai berikut : Rumus 2.2 The Required Rate of Return ks = Rf + β (Rm - Rf) Di mana : Ks = Tingkat pengembalian yang diharapkan dari suatu saham RF = Tingkat pengembalian bebas risiko β = Suatu systematic risk yang menjadi tolak ukur sensitivitas return saham RM = Tingkat risiko pasar yang diestimasikan / premi risiko pasar II.1.3 Analisis Penilaian Saham Mengacu pada pendapat Achelis (2000), analisis penilaian saham dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu technical analysis dan fundamental analysis. Definsi technical analysis menurut Achelis (2000) adalah: 15 "Technical analysis is a complicated sounding name for a very basic approach to investing. Simply put, technical analysis is the study of prices, with charts being the primary tool “ (p.7). Sementara itu menurut Block dan Hirt (1999), definisi technical analysis dapat dijelaskan sebagai berikut: “The use of charting and the key indicator series to project future market movement” (p.250). Berkaitan dengan technical analysis, Block dan Hirt (1999) menjelaskannya sebagai berikut: “Technical analysis is based on a number of basic assumption: market value is determined solely by the interaction of demand and supply. It is assumed that through there are minor fluctuations in the market, stock price tend to move in trends that persist for by period. Reveals of trends are caused by shift in demand and supply. Shift in demand and supply can be detected sooner or later in charts ” (p.250). Sedangkan menurut Fakhruddin (2008), analisis teknikal adalah: “Metode analisis saham dengan basis pergerakan harga di masa lalu dengan grafik ”(h.7). Berkaitan dengan fundamental analysis, Achelis (2000) memberikan pengertian sebagai berikut: “Fundamental analysis is the study of economic, industry, and company conditions in an effort to determine the value of a company's stock. Fundamental analysis typically focuses on key statistics in a company's financial statements to determine if the stock price is correctly valued “ (p.52). Sementara itu, analisis fundamental menurut Syamsir (2004) pada dasarnya dapat dikatakan sebuah analisis yang dilakukan untuk melakukan penilaian atas sebuah 16 saham dengan menggunakan analisis yang meliputi: analisis perekonomian internasional, analisis perekonomian nasional, analisis industri, analisis perusahaan. Analisis fundamental sebagai penilaian suatu efek sangat dipengaruhi dan tidak terlepas dari kondisi kinerja perusahaan penerbitnya (emiten). Menurut para penganut analisis fundamental, harga saham merupakan refleksi dari nilai perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu dalam melakukan penilaian suatu saham menurut pendekatan fundamental dapat digunakan teknik analisis rasio. Berdasarkan pembahasan teori di atas, maka penulis melanjutkan penjabaran mengenai analisis fundamental. Mengacu pada pendapat Block dan Hirt (1999) analisis fundamental sering disebut juga share price forecasting model dan sering dipergunakan dalam berbagai pelatihan analisis sekuritas. Dalam membuat model peramalan harga saham tersebut, langkah yang penting adalah mengidentifikasikan faktor-faktor fundamental (seperti kebijakan dividen, pemerintah, bursa, dan sebagainya) yang diperkirakan akan mempengaruhi harga saham. Secara garis besar, analisis fundamental sebuah perusahaan dapat digambarkan sebagai berikut : Berikut ini adalah metode yang dapat digunakan untuk menaksir nilai intrinsik (intrinsic value) suatu saham dengan pendekatan fundamental: 1. Pendekatan melalui rasio-rasio keuangan yang biasa dipakai untuk memproyeksikan harga saham di masa mendatang. Mengacu pada pendapat Munawir (2004) rasio keuangan adalah ratio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dan dengan menggunakan alat analisis berupa ratio ini dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisis tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu 17 perusahaan terutama apabila angka ratio tersebut dibandingkan dengan angka ratio pembanding yang digunakan sebagai standard. Munawir (2004) mengklasifikasikan rasio keuangan dalam empat bagian, yaitu: a. rasio likuiditas, terdiri dari current ratio, cash ratio, acid test ratio, dan working capital to total assets ratio, b. rasio leverage, terdiri dari total debt to equity ratio, total debt to total capital assets, long term debt to equity ratio, tangible assets debt coverage, dan time interest earned ratio, c. rasio aktivitas, yaitu total assets turnover, receiveable turnover, average collection period, inventory turnover, average day’s inventory, dan working capital turnover, d. rasio keuntungan, yaitu gross profit margin, operating income ratio, operating ratio, net profit margin, earning power of total investment, net earning power ratio dan rate of return for the owners .Lebih lanjut, Weston dan Brigham (dikutip dalam Sirait, 2005) menambahkan satu rasio lagi yaitu rasio nilai pasar yang terdiri dari price / earning ratio dan market/ book ratio. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis ratio total debt to equity, total asset turnover, price earnings ratio dan return on assets. Berikut adalah pembahasan dari masing-masing ratio yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian. 18 Mengacu pada pendapat Munawir (2004), total debt to equity ratio mencerminkan perbandingan antara tingkat utang yang dimiliki perusahaan terhadap modal yang dimiliki oleh perusahaan. Berikut adalah rumus perhitungan total debt to equity ratio. Rumus 2.3 Total Debt to Equity Ratio Total debt to equity ratio = total current liabilities + total long term liabilities total equity Menurut Helfert (2003) rasio yang paling sering digunakan menghubungkan penjualan dengan aktiva kotor atau penjualan terhadap aktiva bersih, yaitu asset turnover. Menurut Helfert (2003), “The measure indicates the size of recorded asset commitment required to support a particular level of sales or, conversely, the sales dollars generated by each dollar of assets” (p. 121), sehingga bisa dilihat seberapa besar aktiva secara keseluruhan mendukung aktivitas perusahaan. Makin tinggi rasio ini maka makin produktif aktiva perusahaan secara keseluruhan, sehingga penjualan dan laba perusahaan akan semakin tinggi. Hal ini akan menarik minat pemegang saham untuk berinvestasi di perusahaan tersebut. Berikut adalah rumus menghitung total assets turnover. Rumus 2.4 Total Assets Turnover Total assets turnover = net sales average total assets 19 Return on Assets (ROA), rasio ini menurut Weygandt et al. adalah “An overall measure of profitability” (p.780). Selain itu, rasio ini juga mengukur produktivitas penggunaan aktiva dalam menghasilkan laba, sehingga perlu dipertimbangkan dalam melakukan investasi. Hal ini dikarenakan rasio tersebut menggambar tingkat efektivitas dan efisiensi pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan laba, sehingga makin tinggi rasio ini profitabilitas secara keseluruhan semakin tinggi. Hal ini tentu akan menarik minat investor untuk membeli saham perusahaan tersebut, sehingga harga saham akan naik. Berikut adalah rumus perhitungan retun on assets (ROA). Rumus 2.5 Return on Assets Return on assets = net income total assets Menurut Weston dan Brigham (dikutip dalam Sirait, 2005), Price earning ratio (PER) dapat “Memperlihatkan berapa dolar (rupiah) yang akan dibayar investor untuk setiap laba periode berjalan” (h. 305). Berarti makin tinggi rasio ini, maka harga saham semakin tinggi. Persamaannya adalah Rumus 2.6 Price Earnings Ratio PER = harga per saham Laba per saham 20 2. Pendekatan dividen, merupakan faktor fundamental yang ikut mempengaruhi nilai saham di masa yang akan datang. II.2 Siklus Bisnis (Business Cycle) II.2.1 Pengertian Siklus Bisnis (Business Cycle) Business cycle juga didefinisikan sebagai up market dan down market yang menunjukkan pada suatu kegiatan berulang. Perubahan business cycle antara ekspansi (up market) dan resesi (down stream) cukup lambat dan secara umum bersifat jangka panjang selama perekonomian masih ada (Diebold & Rudebusch, 2001, 1). II.2.2 Tahapan Siklus Bisnis (Business Cycle) Gambar 2.1 Business Cycle Stage Mengacu pada pendapat Block & Hirt (2005), tahapan business cycle dapat digolongkan menjadi empat bagian penting, di mana masing-masing bagian mencerminkan kebijakan yang akan diambil oleh perusahaan. Satu dari pengaruh utama pada dividen adalah tingkat pertumbuhan penjualan (sales) dari perusahaan dan perkembangan dari return on assets. Empat tahap dari business cycle yang dimaksud adalah sebagai berikut. 21 1. Tahap pertama (Development). Pada perusahaan kecil dalam tahap awal dari pengembangan, perusahaan tidak memberikan dividen. Hal ini dikarenakan jika perusahaan mengalami keuntungan (jika ada) perusahaan akan melakukan investasi kembali (reinvestment) terhadap assets baru yang produktif. Jika perusahaan memperoleh kesuksesan dalam pasar, maka permintaan akan produk perusahaan akan menciptakan pertumbuhan dalam penjualan (sales), earnings, dan assets, 2. Tahap kedua (Growth). Pada tahap ini penjualan (sales) dan return on assets akan bertumbuh dan menghasilkan tingkat persentase yang lebih tinggi dan earnings akan tetap diinvestasikan. Pada bagian awal dalam tahap ini, perusahaan boleh memberikan stock dividends (distribusi dari saham tambahan) dan pada bagian akhir perusahaan dapat memberikan cash dividends kepada para pemegang saham atau investor, pemberian cash dividends ini menandakan perusahaan yang sudah memperoleh keuntungan namun masih memerlukan cash untuk investasi internal, 3. Tahap ketiga (Expansion). Setelah memasuki tahap ketiga, perluasan dari penjualan (sales) mulai menunjukkan perkembangan, namun perkembangan ini tidak sama besarnya dengan perkembangan penjualan (sales) pada tahap sebelumnya dan return on investment mungkin turun sebagai hasil dari persaingan yang timbul dalam pasar (market) dan perusahaan mencoba untuk mendapatkan market share. Selama periode ini perusahaan memiliki kemampuan untuk membayarkan cash dividends secara berlebih. Stock dividends dan stock split dilakukan oleh perusahaan 22 dalam tahap ini, hal ini dikarenakan perluasan assets yang melambat dan perusahaan memiliki dana yang diperoleh dari pihak luar, dividend payout ratio juga naik pada umumnnya dari level rendah yaitu 5 sampai 15 persen dari earnings sampai pada level moderate yaitu 20 sampai 30 persen dari earnings, 4. Tahap keempat (Maturity). Pada tahap ini perusahaan menunjukkan tingkat persentase penjualan (sales) dan ekonomi secara keseluruhan yang stabil, perusahaan juga memiliki risk premium. Pada perusahaan yang kurang beruntung, perusahaan akan mengalami kerugian (decline). Hal ini dikarenakan dalam penjualan perusahaan tidak melakukan inovasi dan diversifikasi produk yang akan dilakukan pada tahun tersebut. Dalam tahap ini perusahaan memberikan cash dividends yang tinggi. Hal ini dikarenakan investasi perusahaan cenderung turun dibandingkan dengan tahap-tahap sebelumnya, perusahaan sudah mengalami kestabilan. Berdasarkan uraian business cycle stage yang dijabarkan menurut Block & Hirt (2005), dapat disimpulkan bahwa business cycle dapat diukur dengan melihat tingkat penjualan (sales) yang terjadi pada setiap tahunnya. Akan tetapi, dalam penelitian ini peneliti mengukur business cycle yang dialami dengan cara membandingkan net cash flow yang ada pada masing-masing tahun, earnings per share (EPS) dan dividend per share. 23 Sedangkan mengacu pada pendapat Kotler (2003) tahapan siklus bisnis dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Introduction A period of slow sales growth as the product is introduced in the market. Profit are nonexistent because of the haevy expense incurred with product introduction. 2. Growth A periodof rapid market acceptance and substantial profit improvement. 3. Maturity A period a slowdown in sales because the product has achieved acceptance by most potential buyers. Profit stabiliize or decline because of increase competition. 4. Decline The period when sales show a downward and profit erode. Gambar di bawah ini adalah tahapan siklus bisnis menurut Kotler (2003): Gambar 2.2 Business Cycle Stage (Kotler) 24 II.3 Penjualan Bersih (Net Sales) Mengacu pada pendapat Kieso et al. (2005), penjualan bersih merupakan pendapatan yang diterima oleh suatu perusahaan berdasarkan jumlah unit yang terjual dikalikan dengan harga per unit lalu dikurangi dengan diskon penjualan dan retur penjualan. Berikut adalah rumus menghitung penjualan bersih (net sales) menurut Kieso et al. (2005). Rumus 2.7 Net Sales Penjualan Kotor : xxx -/- Diskon Penjualan : (xxx) II.4 -/- Retur Penjualan : (xxx) Penjualan Bersih : xxx Net Cash Flow Mengacu pada pendapat Kieso et al (2005), net cash flow merupakan arus kas penerimaan dan arus kas pengeluaran yang terjadi pada setiap aktivitas selama periode berjalan. Arus kas penerimaan dan pengeluaran terjadi pada aktivitas operasi (operating), investasi (investing), dan pendanaan (financing). Kieso et al. (2005), mengklasifikasikan arus kas sebagai berikut: 1. Operating activities involve the cash effect of transaction that enter into the determination of net income, such as cash receipt from sales of goods and services and cash payments to suppliers and employment for acquisitions of inventory and expense. 25 2. Investing activities generally involve long term assets and include (a) making and collection loans and (b) acquiring and disposingof investment and productive long-lived assets. 3. Financing activities involve liability and stockholders equity items and include (a) obtaining cash from creditors and repaying the amounts borrowed and (b) obtaining capital froms owners and providing them with a return on, and a return of: their investment. Secara keseluruhan arus kas masuk (cash inflow) dan arus kas keluar (cash outflow) dapat digambarkan seperti tampilan di bawah ini. Gambar 2.3 Cash Inflow dan Cash Outflow Mengacu pada pendapat Stowe, Robinson, Pinto, dan Mcleavey (2007) nilai net cash flow yang didiskontokan dapat berguna dalam menilai intrinsik saham. (h.108) II.4.1 Kegunaan Laporan Arus Kas (Statement of Cash Flow) Mengacu pada pendapat Kieso et al (2005), kegunaan dari laporan arus kas (statement of cash flow) adalah sebagai berikut. 26 1. The entitiy’s ability to generate future cash flow 2. The entity’s ability to pay dividends and meet obligations. 3. The reasons for the difference between net income and ne cash flow from operating activities. 4. The cash and noncash investing and financing transactions during the period. II.5 Earnings Per Share Menurut Kieso et al. (2005) earnings per share dapat didefinisikan sebagai berikut: “Earnings per share is a ratio commonly used in prospectus, proxy material, and annual reports stockholders“ (p.42). Perhitungan earnings per share dapat menggunakan persamaan sebagai berikut: Rumus 2.8 Earnings per Share Earnings per share = Net income – Preferred dividends (EPS) Weighted average of common shares outstanding II.6 Dividend Menurut Ross, Westerfield, dan Jordan (2003) pengertian dividen adalah: “Payment by a corporation to shareholders, made in either cash or stock. Dividends paid to shareholders represent a return on the capital directly or indirectly contributed to the corporation by the shareholders“ (p.255). Sementara itu, menurut Fakhruddin (2008), dividen dapat didefinisikan sebagai berikut: 27 “Pembagian sebagian laba perusahaan kepada para pemegang saham. Penentuan pembagian dividen ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS )” (h.53). II.6.1 Jenis-jenis Dividend Menurut Kieso et al. (2005), jenis dividend dapat dikategorikan sebagai berikut. 1. Cash dividend, merupakan pembayaran dividen secara tunai kepada para pemegang saham yang berasal dari laba bersih perusahaan sebelumnya, 2. Property dividend, merupakan pembayaran dividen dalam bentuk sebuah assets di sebuah perusahaan selain kas, 3. Liquidating dividend, merupakan dividen yang didasarkan bukan dari retained earnings, 4. Stock dividend, merupakan dividen yang diberikan kepada pemegang saham dalam bentuk saham.(h.739) Sementara itu mengacu pada pendapat Fakhruddin (2008), jenis dividen secara umum dapat dikategorikan sebagai berikut. 1. Dividen tunai (cash dividend), merupakan pembayaran dividen secara tunai (cash) kepada para pemegang saham yang berasal dari keuntungan tahun tersebut atau akumulasi dari keuntungan pada tahun sebelumnya, 2. Dividen non kas (stock dividend), yaitu dividen yang diberikan emiten kepada para pemegang saham dalam bentuk saham, sehingga jumlah saham 28 yang dimiliki pemegang saham akan bertambah. Umumnya dividen jenis ini diberikan emiten karena emiten tidak memiliki cash yang cukup.(h.141) II.6.2 Pengertian Kebiijakan Dividend Gitman (2006) mendefinisikan kebijakan dividen sebagai berikut: “The firm’s plan of action to be followed whenever a dividend decision is made“(p.597). Mengacu pada pendapat Gitman (2006), perusahaan harus mengembangkan kebijakan dividen yang sesuai dengan tujuannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen terdiri dari legal constraints, contractual constraints, internal constraints, the firm’s growth prospects, owner consideration, market consideration. Sedangkan menurut Fakhruddin (2008), kebijakan dividen dapat didefinisikan sebagai berikut: “Kebijakan manajemen perusahaan yang berhubungan dengan hal pembagian dividen kepada para pemegang saham“(h.55). II.6.3 Jenis-jenis Kebijakan Dividend Mengacu pada pendapat Gitman (2006), jenis-jenis kebijakan dividen dapat digolongkan menjadi tiga bagian, hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Constant-payout-ratio dividend policy adalah kebijakan dividen yang didasarkan dengan persentase tertentu dari pendapatan. 2. Regular dividend policy adalah kebijakan dividen yang didasarkan atas pembayaran dividen dengan rupiah yang tetap dalam setiap periode. Seringkali kebijakan dividen teratur digunakan dengan memakai target rasio pembayaran dividen. 29 3. Low-regular-an-extra dividend policy adalah kebijakan dividen yang didasarkan pembayaran dividen rendah yang teratur, ditambah dengan dividen ekstra jika ada jaminan pendapatan. Pengambilan keputusan finansial oleh manajemen dapat menyebabkan perubahan nilai saham perusahaan. II.6.4 Strategi Pembagian Dividend Mengacu pada pendapat Bodie, Kane, dan Marcus (2002), ada dua asumsi yang mendasari kebijakan dividen, hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Kebiijakan dividen pada perusahaan yang tidak sedang tumbuh (a low investment rate plan). Pada perusahaan-perusahaan yang termasuk kategori ini mampu membayarkan dividen lebih tinggi pada awal periode tetapi pertumbuhan dividen pada tahun-tahun berikutnya menjadi lebih rendah. 2. Kebijakan dividen dalam perusahaan yang sedang tumbuh (a high reinvestment rate plan). Perusahaan yang sedang tumbuh akan memberikan dividen relatif lebih rendah pada awalnya. Hal ini berkaitan dengan adanya rencana reinvestasi dari sebagian laba yang diperolehnya. Karena sebagian perolehan laba tersebut akan digunakan sebagai laba ditahan untuk membiayai aktivitas ekspansinya (reinvestment). Tetapi perusahaan- perusahaan yang termasuk kelompok perusahaan yang sedang tumbuh akan mampu menghasilkan tingkat pertumbuhan dividen yang lebih tinggi pada tahun-tahun berikutnya. Walaupun sebagian besar perusahaan kelompok ini mempertahankan rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) yang tetap. Namun pertumbuhan laba yang lebih besar akhirnya memberikan dividen yang lebih besar.(h.538) 30 Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan waktu pembagian dividen yaitu : 1. Tanggal pengumuman (declaration date), yaitu tanggal pengumuman bentuk dan besarnya dividen. 2. Tanggal cum dividen (cum dividend date), yaitu tanggal terakhir perdagangan saham yang masih melekat hak dividen. 3. Tanggal ex-dividen (ex-dividend date), yaitu tanggal di mana perdagangan saham sudah tidak melekat hak dividen. 4. Tanggal pencatatan dalam daftar pemegang saham (date of record), yaitu tanggal yang menyebutkan bahwa seorang investor tercatat sebagai pemegang saham suatu perusahaan maka memiliki hak yang diperuntukkan bagi pemegan saham, (e) tanggal pembayaran (date of payment). II.6.5 Alternatif Pembagian Dividend Menurut Sulistyastuti (2002), strategi perusahaan membagikan dividen tidak hanya melalui pemberian dividen baik tunai maupun saham. Strategi pemberian dividen seringkali dilakukan juga melalui pembelian kembali sebagian saham (stock repurchase / buy back). Salah satu tujuan pembelian kembali saham yang telah beredar (stock repurchase / buy back) adalah untuk menghindari kemungkinan pengambilalihan perusahaan oleh pihak lain (takeover). Selain mengantisipasi kemungkinan takeover, stock repurchase juga bertujuan untuk meningkatkan likuiditas saham. Ketika saham yang beredar di masyarakat sudah terlalu banyak, seringkali saham tersebut tidak likuid kecuali likuiditas yang rendah. Jumlah saham yang terlampau besar menyebabkan harga saham tersebut terlalu murah (undervalued), Secara teoritis, stock repurchase dapat meningkatkan harga saham, dengan tindakan perusahaan tersebut jumlah saham yang beredar akan turun. Jika pertumbuhan laba dan rasio pembayaran dividen konstan, maka 31 penurunan jumlah saham yang beredar akan meningkatkan earnings per share (EPS). Diketahui bahwa harga saham merupakan hasil perkalian antara price earnings ratio (PER) dengan earnings per share (EPS) sehingga hal tersebut akan memberikan dampak pada kenaikkan harga saham. Hal ini memberikan kesempatan kepada para pemegang saham untuk mendapatkan capital gain dari kenaikkan harga saham. Perolehan capital gain inilah yang dianggap sebagai pengganti saham. Alternatif pembagian saham yang lainnya bisa melalui pemecahan nilai nominal saham atau stock split. Walaupun pemecahan nilai nominal saham tidak menambah kekayaan pemegang saham, akan tetapi pemecahan nilai nominal diharapkan dapat meningkatkan likuiditas saham sehingga perdagangan saham menjadi semakin aktif. Peningkatan likuiditas transaksi saham pada gilirannya dapat memacu kenaikan harga saham (apresiasi). Dengan adanya apresiasi harga saham berarti memungkinkan investor memperoleh capital gain secara lebih tinggi dibandingkan sebelum stock split. Sebagaimana asumsi pada stock repurchase bahwa adanya peningkatan capital gain dapat dianggap pengganti dividen, yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan pendapatan investor sehingga secara teoritis stock split dapat dijadikan alternatif dividen.(h.22) II.7 Dividend Discounted Model Menurut pendapat Sulistyastuti (2002) dividend discounted model (DDM) adalah “model untuk menghitung nilai instrinsik saham berdasarkan pertumbuhan dividen“ (h.41). Dividend discounted model (DDM) mengasumsikan bahwa nilai saham merupakan present value semua aliran dividen di masa yang akan datang. Model ini 32 mendasarkan pada dividen sebagai sumber pendapatan. Penentuan nilai instrinsik saham dengan dividend discounted model (DDM) berarti memprediksi saham agar investor terhindar dari harga saham yang mahal (overpriced). Ada tiga asumsi yang menjadi dasar dalam menghitung dividend discounted model (DDM), yaitu dividen tidak tumbuh (zero growth model), dividen yang tumbuh konstan (constant growth model), dan dividen yang tumbuh melebihi tingkat pengembalian pada saat perusahaan sedang tumbuh (supernormal growth model). II.7.1 Dividend Discounted Model with Zero Growth Model Dividend discounted model (DDM) yang paling sederhana adalah model tanpa pertumbuhan (zero growth model). Model ini sesuai untuk menentukan nilai fundamental saham preferen. Penentuan nilai fundamental saham biasa akan tepat menggunakan metode ini bila periode investasi maksimal satu tahun. Rumus 2.9 Dividend Discounted Model with Zero Growth Model Vo = D k Di mana : Vo = Nilai Instrinsik Saham D = dividen yang tidak tumbuh (zero growth) k = tingkat pengembalian yang diharapkan (required rate of return on stock) II.7.2 Dividend Discounted Model with Constant Growth Model Suatu saham dengan dividen yang tumbuh konstan maka nilai instrinsiknya dapat dihitung dengan constant growth model. Constant growth model paling sesuai untuk 33 menilai saham perusahaan yang telah mencapai tahap matang (mature company). Perusahaan yang telah mencapai pendewasaan biasanya mempunyai retention ratio yang konstan. Demikian juga return on equity yang cenderung stabil, maka pertumbuhan dividennya menjadi konstan. constant growth model didasarkan atas tiga asumsi yaitu : 1. Perusahaan mempertahankan rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) secara tetap dari tahun ke tahun. 2. Setiap laba yang diinvestasikan kembali memperoleh tingkat keuntungan yang sama tiap tahunnya. 3. Implikasinya EPS maupun DPS akan meningkat dengan prosentase secara konstan tiap tahunnya. Rumus 2.10 Dividend Discounted Model with Constant Growth Model Vo = D(1 + g ) k−g Di mana : Vo = Nilai Instrinsik Saham D = Dividen yang diberikan pada periode tersebut (dividen payment in the related period) g = pertumbuhan dividen secara konstan k = tingkat pengembalian yang diharapkan 34 II.7.3 Dividend Discounted Model with Supernormal Growth Model Pertumbuhan dividen supernormal mengasumsikan bahwa pertumbuhan dividen tidak sama sepanjang masa. Dividend discounted model (DDM) dengan pertumbuhan dividen supernormal merupakan DDM dengan pertumbuhan dua tahap. Model ini labih realistis karena pertumbuhan dividen pasti tidak akan sama sepanjang masa. Pada periode pertumbuhan perusahaan, pertumbuhan dividen juga menunjukkan tingkat pertumbuhan yang tinggi yaitu growth rate (g) melebihi required rate of return (k), kemudian pertumbuhan dividen akan menurun setelah periode tertentu. Selanjutnya perusahaan yang sudah mencapai tahap pendewasaan (mature) memiliki tingkat pertumbuhan dividen yang konstan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan tidak memiliki pertumbuhan dividen yang konstan sepanjang masa. DDM dengan pertumbuhan dividen supernormal memiliki dua tingkat pertumbuhan (growth rate, g). Pada periode awal growth rate (g) melebihi required rate of return (k). Kemudian pertumbuhan dividen akan menurun setelah periode tertentu sehingga required rate of return (k) melebihi growth rate (g). Model pertumbuhan dividen supernormal sesuai untuk menentukan nilai intrinsik saham perusahaan yang sedang tumbuh (growth company). Perusahaan yang sedang tumbuh (growth company) memberikan ROE yang besar. Nilai Intrinsik dengan pertumbuhan dividen supernormal : Rumus 2.11 Dividend Discounted Model with Supernormal Growth Model Vo = D1 D2 D3 Do(1 + g 1) 4 (1 + g 2) + + + (1 + k ) (1 + k ) 2 (1 + k )3 (k − g )(1 + k ) n 35 Di mana : Vo = Nilai Wajar Saham (value of stock) Do = Dividen yang dibagikan pada tahun perhitungan D1 = Dividen yang dibagikan pada tahun 1 D2 = Dividen yang dibagikan pada tahun 2 D3 = Dividen yang dibagikan pada tahun 3 k = tingkat pengembalian yang diharapkan (required rate of return on stock) g1 = Growth tahun pertama g2 = Growth tahun kedua II.8 Program Linier Definisi linier programming menurut Taylor (2002) adalah “Linier programming is a model cosisting of linier relationships representing a firm’s decision(s) given an objective and resource constraints”(p.27) Ada tiga langkah dalam mengaplikasikan program linier 1. Identifikasi bahwa masalah dapat dipecahkan menggunakan program linier 2. Masalah yang tidak terstruktur dapat diformulasikan sebagai model matematika 3. Model harus di pecahkan menggunakan tehnik matematik yang dibuat. 36 Model program linier terdiri dari komponen-komponen umum dan karakteristik. Komponen model terdiri dari variabel keputusan, fungsi tujuan dan model constraints atau batasan.Variabel keputusan adalah simbol matematik yang mewakili tingkat kegiatan. Fungsi tujuan (objective function) adalah hubungan linier yang menggambarkan tujuan dari operasi kegiatan.sedangkan model batasan (constraints model) merefleksikan batasan dalam pembuatan keputusan. II.8.1 Solver Method for Regression Mengacu pada pendapat Aczel dan Sounderpandian (2002), tools solver-add ins pada Microsft Excel dapat digunakan untuk membuat sebuah model prediksi dengan bentuk persamaan seperti model regresi. Dalam tools solver-add ins, terdapat changing cell yang dapat diisi dengan nilai intercept atau slope dari model prediksi yang akan dibuat. Selain itu, dalam solver add-ins terdapat contraint yang berfungsi sebagai pembatas untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Menurut pendapat Chandan Sengupta (2004), solver dapat dijelaskan sebagai berikut. “Excel provides a special tool called Solver that you can use to answer this type of question independently or, more powerfully, as part of a model“ (p.69). II.9 Control Charts Menurut Aczel dan Sounderpandian (2002), definisi control charts adalah: “A control chart is a time plot of a statistic, such as a sample mean, range, standar deviation, or proportion, with a centerline and upper and lower control limits. The limits give the desired range of values for the statistic. When the statistic is outside the bounds, or when its time plot reveals certain patterns, the process may be out of contro “ (p.641). 37 Mengacu pada pendapat Aczel dan Sounderpandian (2002), upper and lower control adalah nilai batasan toleransi dari nilai tengah (centerline). Jika terdapat nilai yang berada diluar batasan upper and lower limits, maka nilai itu merupakan nilai yang tidak bisa dikendalikan dan harus dikoreksi. Standar deviasi yang dipakai dalam membuat lower dan upper limits control dapat berupa dua atau tiga kali standar deviasi. Aczel dan Sounderpandian (2002) memberikan gambaran mengenai control charts sebagai berikut. Gambar 2.4 Control Charts II. 9.1 Standar Deviasi Menurut Supranto (2000), definisi dari standar deviasi (simpangan baku) adalah sebagai berikut. “Simpangan baku merupakan salah satu ukuran dispersi yang diperoleh dari akar kuadrat positif varians. Varians merupakan rata-rata hitung dan kuadrat simpangan setiap pengamatan terhadap rata-rata hitungnya” (h.129). 38 Rumus standar deviasi (simpangan baku) menurut Supranto (2000) adalah sebagai berikut. Rumus 2.12 Standar Deviasi ∑ (Χ − Χ ) 2 = (n − 1) Di mana : X = data atau nilai sampel X = rata-rata sampel n = banyaknya sampel II.9.2 Mean of Square Error (MSE) Definisi mean of square error (MSE) menurut Aczel dan Sounderpandian (2002) adalah “The mean of square error is an unbiased estimator of the variance of the population error ” (p.510) Berikut adalah rumus untuk menghitung mean of square error (MSE). Rumus 2.13 Mean of Square Error n ∑ (Y j − MSE = Y j) 2 SSE j =1 = n − (k + 1) n − (k + 1) Di mana: SSE = Sum of Square Error 39 Yj = Harga Aktual Yj = Harga Prediksi n = Jumlah Sampel k = variabel bebas II.10 Interval Kelas Mengacu pada pendapat Supranto (2000), pembagian interval kelas dapat menggunakan rumus sebagai berikut. Rumus 2.14 Interval Kelas Di mana : c = Xn – X1 k c = perkiraan besarnya (class width, class size, class length) k = banyaknya interval kelas Xn = nilai observasi terbesar X1 = nilai observasi terkecil II.11 Metode Rata-rata Bergerak (Moving Average) Mengacu pada pendapat Supranto (2000), jika dalam penelitian terdapat data berkala, maka untuk menghitung rata-rata bergerak selama beberapa waktu dapat menggunakan rumus sebagai berikut. 40 Rumus 2.15 Moving Average Moving Average = Y 1 + Y 2 + Y 3 + ...... + Yn n Di mana: Y = Nilai data pada periode tertentu n = Jumlah periode Di dalam data berkala, rata-rata bergerak (moving average) sering dipergunakan untuk memuluskan fluktuasi yang terjadi dalam data tersebut. Proses pemulusan ini disebut dengan pemulusan data berkala. II.12 Metode Relatif Bersambung Mengacu pada pendapat Supranto (2000), metode relatif bersambung dapat digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan yang terjadi selama beberapa periode. Berikut adalah rumus dalam metode relatif bersambung. Rumus 2.16 Relatif Bersambung Relatif Bersambung = Yt − Yt − 1 Yt Di mana: Yt = Nilai pada periode berjalan Yt-1 = Nilai pada periode sebelumnya II.13 Present Value Menurut Kieso et al.(2005), definisi dari present value adalah sebagai berikut. 41 “The value now (present value) of a future sum or sums discounted asssuming compound interest“(p.258) Dalam menghitung dividend per share yang terjadi pada setiap kuartal penulis menggunakan konsep time value of money. Nilai dividen per share yang diperoleh pada akhir tahun digunakan sebagai nilai future value. Berikut rumus perhitungan present value. Rumus 2.17 Present Value FV PV = ----------( 1 + k )t Di mana : PV = present value FV = future value k = suku bunga Bank Indonesia t = time Tabel 2.1 Present Value Quarterly Kuartal I Kuartal II Kuartal III Kuartal IV PV = FV/( 1 + n )3 PV = FV/( 1 + n )2 PV = FV/( 1 + n )1 Future Value 42