BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prevalensi karies di Indonesia menunjukkan angka yang masih tinggi. Indeks
DMF-T Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah 4,6% yang
memiliki arti bahwa kerusakan gigi penduduk Indonesia yaitu 460 gigi per 100
orang. Dibandingkan dengan hasil Riskesdas pada tahun 2007, Indeks DMF-T di
Indonesia tidak mengalami perubahan yang signifikan (Angela, 2005).
Karies adalah proses larutnya komponen anorganik (demineralisasi) jaringan
keras gigi secara progresif yang disebabkan oleh lingkungan asam (Heasman,
2003). Karies merupakan penyakit kronis yang prosesnya berjalan dengan lambat
(Fejerskov dan Kidd, 2003). Karies diawali dengan terbentuknya white spot.
Keberlanjutan proses karies akan menyebabkan terjadinya perubahan warna white
spot menjadi brown spot, dan terjadi kerusakan pada permukaan gigi hingga
terbentuk kavitas (Heasman, 2003).
White spot merupakan gejala paling dini dari suatu karies yang terlihat secara
klinis (Kidd dan Bechal, 2013). Lesi ini terbentuk ketika proses demineralisasi
lebih dominan daripada proses remineralisasi (Duckworth, 2006). Permukaan
email yang mengalami white spot secara klinis terlihat sebagai daerah yang lebih
opaque dibandingkan dengan email sekitarnya (Kidd dkk., 2003). Identifikasi
awal karies gigi dengan white spot sangat penting, karena pada tahap ini proses
karies masih dapat dihambat (Angela, 2005).
Struktur gigi terdiri atas email yang keras, padat, aseluler, dan didukung oleh
dentin yang vital, elastis, lebih sedikit mineralisasi dibandingkan dengan email,
serta terdapat pulpa yang terdiri dari jaringan ikat lunak (Nanci, 2013). Struktur
email terdiri dari gabungan komponen organik dan anorganik, yang tersusun
dengan padat dan teratur (Xuedong, 2016). Komponen anorganik pada email
memiliki jumlah yang sangat besar yaitu lebih dari 96% dari seluruh komponen
penyusun email, dalam bentuk kristal hidroksiapatit (Nanci, 2013). Kristal
hidroksiapatit sebagai komponen utama penyusun email terdiri dari kalsium dan
fosfat (Poorni dkk., 2013).
Penelitian Poorni dkk. (2013), menunjukkan kadar kalsium rata-rata pada gigi
dengan permukaan email normal adalah 37,56% dari berat gigi dan kadar fosfat
rata-rata pada gigi dengan permukaan email normal adalah 17,63% dari berat gigi.
Kadar mineral email yang tinggi memberikan kekerasan dan kekuatan pada
struktur gigi terhadap tekanan mastikasi, serta ketahanan terhadap asam (Nanci,
2013).
Proses demineralisasi pada umumnya diimbangi dengan terjadinya proses
remineralisasi. Proses remineralisasi terjadi ketika lingkungan asam pada plak
dinetralkan oleh saliva (Duckworth, 2006). Proses ini ditandai dengan adanya
difusi ion kalsium dan fosfat bersama dengan fluor ke dalam gigi dan
menghasilkan lapisan baru pada sisa-sisa kristal yang ada pada permukaan email
yang mengalami white spot (Soeyoso dkk., 2010). Email yang mengalami
remineralisasi menjadi lebih kuat dan lebih tahan terhadap asam bila
dibandingkan dengan email normal (Nanci, 2013). Selama ini, proses
2
remineralisasi gigi dengan white spot dapat dipicu dengan pemberian topikal
aplikasi
yang
mengandung
Casein
Phosphopeptide-Amorphous
Calcium
Phosphate (CPP-ACP). Salah satu produk dengan kandungan CPP-ACP yang
sering ditemukan di pasaran adalah GC Tooth Mousse® (Ranjitkar dkk., 2009).
Ikan gurami (Osphronemus goramy L.) merupakan salah satu jenis ikan yang
banyak dikonsumsi di Indonesia. Ikan ini memiliki daging yang tebal dan gurih
serta metode pemeliharaan yang relatif mudah sehingga banyak dibudidayakan di
Indonesia. Secara komersial ikan gurami termasuk ikan air tawar yang memiliki
nilai jual dan angka permintaan yang tinggi (Anonim, 2011). Ikan gurami banyak
dimanfaatkan dalam bidang industri makanan baik skala besar maupun skala
kecil, serta untuk konsumsi rumah tangga. Rata-rata bagian daging ikan yang
dapat dimakan hanya sekitar 40-50%. Bagian-bagian tubuh ikan selain dagingnya,
termasuk sisik, merupakan hasil samping (Nurjanah, 2010).
Sisik ikan secara umum terdiri dari 70% air, 27% protein, 1% lipid, dan 2%
mineral (Nagai dkk., 2004). Nurjanah dkk. (2010) menyatakan bahwa sisik
gurami rata-rata mengandung kalsium sekitar 5,0-7,5%. Unsur anorganik lain
yang terdapat pada sisik ikan gurami selain kalsium adalah fosfat (Nurjanah dkk.,
2010). Kalsium dan fosfat yang terkandung dalam sisik ikan gurami kemungkinan
memiliki potensi sebagai bahan remineralisasi gigi. Hal ini merupakan suatu
peluang untuk mengembangkan pemanfaatan sisik ikan gurami pada bidang
kedokteran gigi.
Bahan kedokteran gigi berbasis nanopartikel saat ini antara lain yaitu
hidroksiapatit, fluoride, kalsium dan fosfat telah terbukti memiliki efek antikaries
3
dan dapat memicu terjadinya proses remineralisasi pada gigi (Subramani dan
Ahmed, 2012). Nanokalsium merupakan kalsium yang dihasilkan dengan
teknologi nano sehingga didapatkan kalsium dengan ukuran yang sangat kecil,
yaitu nanometer. Nanokalsium efisien untuk masuk ke dalam jaringan tubuh
karena ukurannya yang sangat kecil (Park dkk., 2007). Pengembangan
nanokalsium dalam bentuk pasta bertujuan untuk meningkatkan efisiensi
pemakaian nanokalsium tersebut untuk memperbaiki dan membangun kembali
struktur email yang rusak. Pengolahan sisik ikan gurami dalam bentuk
nanokalsium diharapkan dapat mempercepat difusi ion kalsium yang terkandung
dalam sisik ikan dalam proses remineralisasi pada gigi dengan white spot. Olahan
sisik ikan dalam bentuk sediaan pasta bertujuan untuk mempermudah aplikasi
secara topikal sehingga nanokalsium dapat langsung berkontak dengan struktur
gigi yang diinginkan.
Marmut (Cavia porcellus) merupakan salah satu hewan coba yang sering
digunakan dalam penelitian. Marmut sering digunakan karena memiliki ukuran
tubuh yang kecil dan tidak suka menggigit atau mencakar manusia (Hrapkiewicz
dkk., 1998). Marmut dapat digunakan dalam penelitian dental karena email gigi
marmut mengandung mineral yang mirip dengan mineral pada email gigi manusia
yaitu hidroksiapatit. Saliva marmut mengandung beberapa mineral yang juga
terdapat pada saliva manusia yaitu amilase, kalsium, fosfor, dan magnesium
(Mangkoewidjojo, 2007).
4
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka diperoleh rumusan masalah
sebagai berikut: Bagaimana pengaruh aplikasi pasta nanokalsium sisik ikan
gurami terhadap kadar kalsium dan fosfat pada gigi marmut dengan white spot?
C. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai remineralisasi pada email gigi secara in vivo pernah
dilakukan oleh Budipramana (1998) dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan
remineralisasi email setelah berkumur dengan menggunakan larutan kumur
berkalsium. Penelitian tersebut membuktikan bahwa email gigi dengan white spot
dapat mengalami remineralisasi lebih baik dengan menggunakan larutan kumur
berfluoride dibandingkan dengan larutan kumur berkalsium. Penelitian mengenai
remineralisasi pada email gigi juga dilakukan oleh Gunawan (2003) dengan tujuan
untuk menunjukkan adanya peningkatan remineralisasi email ditinjau dari
kekasaran dan kekerasan permukaan setelah aplikasi substrat ikan teri. Penelitian
mengenai remineralisasi gigi dengan white spot setelah pemberian pasta
nanokalsium dari sisik ikan gurami dengan menggunakan marmut sebagai hewan
coba, sejauh yang peneliti ketahui belum pernah dilakukan sebelumnya.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi pasta nanokalsium
dari sisik ikan gurami terhadap kadar kalsium dan fosfat pada gigi marmut dengan
white spot.
5
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh aplikasi pasta nanokalsium
dari sisik ikan gurami terhadap kadar kalsium dan fosfat pada gigi marmut
dengan white spot
2. Menjadi salah satu referensi bagi para peneliti di bidang kedokteran gigi
tentang potensi sisik ikan gurami agar dapat dikembangkan menjadi sediaan
yang lebih efektif dalam proses remineralisasi pada gigi dengan white spot.
6
Download