Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetian Manajemen
Manajemen bersal dari kata manage yang artinya mengatur atau
mengelola.
Dan
arti
manajemen itu
sendiri
menurut Terry
(2003:9)
mendefinisikan manajemen sebagai berikut :
Manajemen merupakan sebuah kegiatan untuk mencapai tujuan,
dilakukan oleh individu
individu yang menyumbangkan upayanya
yang terbaik melalui tindakan
tindakan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Keberhasilan dalam proses manajemen memerlukan kemampuan dalam
mengenal permasalahan dan kesempatan, membuat keputusan yang tepat. Ini
harus dilaksanakan sehubungan setiap fungsi dasar atau tanggung jawab
manajemen seperti yang terdapat pada fungsi
fungsi manajemen, yaitu:
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), staffing, directing, serta
pengendalian (controlling) dikemukakan oleh Manulang (2004:4).
Planning
Planning atau perencanaan dapat didefinisikan sebagai suatu penentuan
serangkaian tindakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan.
Organizing
Organizing yang dimaksud adalah mengelompokan kegiatan yang
diperlukan yang memiliki arti sebagai keseluruhan aktivitas manajemen
dalam mengelompokkan orang
orang serta penetapan tugas, fungsi,
wewenang, serta tanggung jawab masing
terciptanya aktivitas
masing dengan tujuan
aktivitas yang berdayaguna dan berhasil dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Staffing
Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan
personalia pada suatu organisasi sejak dari merekrut tenaga kerja,
pengembangannya sampai dengan usaha agar setiap tenaga memberi daya
guna maksimal kepada organisasi.
Directing
Directing adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha
memberi bimbingan, saran, perintah
perintah atau instruksi kepada
bawahan dalam melakukan tugasnya masing
dilaksanakan dengan baik dan benar
masing, agar tugas dapat
benar tertuju pada tujuan yang telah
ditetapkan semula.
Controlling
Controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian adalah
salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila
perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat
diarahkan kejalan yang benar dengan maksud tercapai tujuan yang sudah
digariskan semula.
2.2 Pengertian Pemasaran
Pemasaran merupakan sebuah faktor penting dalam suatu siklus yang
bermula dan berakhir dengan kebutuhan konsumen. Pemasaran harus dapat
menafsirkan
kebutuhan
kebutuhan
dan
keinginan
konsumen
serta
mengkombinasikannya dengan data pasar seperti lokasi konsumen, jumlah, dan
kesukaan konsumen.
Pemasaran tidak hanya sekedar menyampaikan produk dari perusahaan ke
konsumen,
tapi
lebih
besar
dari
itu.
Proses
pemasaran
mencakup
mensegmentasikan pasar, memilih dan menetapkan posisi pasar pada pasar
sasaran yang dapat secara unggul dipuaskan oleh perusahaan. Proses pemasaran
tidak hanya diterapkan pada sebatas barang dan jasa. Segala sesuatu dapat
dipasarkan termasuk ide, kejadian, organisasi, tempat, dan kepribadian. Namun
penting untuk menekankan bahwa pemasaran tidak dimulai dengan suatu produk
atau penawaran, tetapi dengan suatu pencarian peluang pasar.
Dalam kehidupan sehari
harinya manusia tidak dapat lepas dari kegiatan
pemasaran, yang pada mulanya dilakukan dengan melakukan tukar
menukar
barang atau barter. Seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, maka
pemasaran pun ikut berkembang.
Pemasaran
mencakup
berbagai
aktivitas
yang
ditujukan
untuk
mengidentifikasikan kebutuhan dan keinginan konsumen, apabila seorang
pemasar dapat mengidentifikasikan kebutuhan dan keinginan konsumen,
mengembangkan produk, menetapkan harga, dan mendistribusikan produknya
secara baik serta mempromosikan produk tersebut secara efektif, maka produk
tersebut akan terjual dengan mudah.
Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai pemasaran, berikut pengertian
pemasaran yang dikemukakan oleh beberapa ahli pemasaran :
Menurut Kotler (2004:9) :
Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan
dengan
menciptakan,
menawarkan,
dan
secara
bebas
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.
Menurut pendapat Marketing Assosiation of Australia & NewZeland
(MAANZ) (200:43) :
Pemasaran adalah aktivitas yang memfasilitasi & memperlancar
suatu hubungan pertukaran yang saling memuaskan melalui
penciptaan, pendistribusian, promosi dan penentuan harga dari
barang, jasa dan ide.
Pengertian pemasaran menurut Kartajaya (2004:3) :
Pemasaran adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan
proses penciptaan, penawaran, dan perubahan values dari satu
inisiator kepada stakeholdernya.
Dari ketiga definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran
adalah suatu proses sosial dan manajerial dari individu dan kelompok untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginnannya melalui penciptaan, penawaran, dan
pertukaran nilai (value) produk dengan yang lain. Pemasaran adalah upaya
menciptakan loyalitas konsumen terhadap produk yang ditawarkan.
2.3 Pengertian Manajemen Pemasaran
Pada pokoknya, manajemen itu sendiri terdiri atas perancangan dan
pelaksanaan rencana
rencana. Orang dapat mengasumsikan bahwa akan selalu
ada kebutuhan akan penjualan, akan tetapi tujuan pemasaran bukan untuk
memperluas penjualan hingga kemana
mana. Tujuan pemasaran adalah untuk
mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk atau jasa
itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya menjual dirinya sendiri. Idealnya,
pemasaran hendaknya menghasilkan seorang pelanggan yang siap untuk membeli
semua yang dibutuhkan. Selanjutnya menyediakan produk atau jasa itu.
Pengertian manajemen pemasaran menurut Kotler (2004:9) :
Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan
pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan
barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi
sasaran
sasaran individu dan organisasi.
Tujuan manajemen pemasaran adalah untuk mempengaruhi tingkat,
jangkauan waktu, kompetisi dan permintaan sehingga membantu organisasi
mencapai sasaran.
2.4 Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran merupakan serangkaian variabel pemasaran yang dapat
dikuasai oleh perusahaan dan selalu digunakan untuk mencapai tujuan dalam
bauran pemasaran sebenarnya merupakan konsep kunci dalam teori pemasaran
modern. Untuk mendalami lebih jauh lagi mengenai bauran pemasaran, berikut
pendapat para ahli tentang bauran pemasaran :
Pengertian bauran pemasaran menurut Kotler (2004:18) :
Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang
digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan
pemasarannya dipasar sasaran.
Menurut Saladin (2003:3) bauran pemasaran :
Serangkaian dari variabel pemasaran yang dapat dikuasai oleh
perusahaan dan digunakan untuk mencapai tujuan dalam pasar
sasaran.
Sedangkan pengertian bauran pemasaran menurut Swastha (2000:74) :
Bauran pemasaran merupakan variabel
perusahaan
sebagai
sarana
untuk
variabel yang dipakai oleh
memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen. Variabel
atau
melayani
variabel yang
terdapat di dalamnya adalah produk, harga, distribusi, dan promosi.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran
merupakan faktor internal dari perusahaan dimana perusahaan mempunyai
kemampuan untuk mengendalikan (Controllable Element) untuk mempengaruhi
respon pasar sasaran. Alat
alat pemasaran itu diklasifikasikan menjadi empat
kelompok yang luas yang disebut 4P yaitu Product, Price, Place and Promotion.
2.4.1 Produk (Product)
Setiap orang berusaha memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka
dengan produk. Pengertian produk ada beberapa batasan baik itu produk nyata
(tangible) dan produk tidak nyata (intangible). Semua diperuntukan bagi
pemuasan kebutuhan dan keinginan (need and wants) dari konsumen. Berikut ini
pengertian produk menurut beberapa ahli :
Menurut Kotler & Armstrong (2001:72) :
Produk adalah kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan oleh
perusahaan kepada pasar sasaran.
Menurut Staton (2004:139) :
Produk ialah seperangkat atribut baik berwujud maupun tidak
berwujud, termasuk didalamnya masalah warna, harga, nama baik
pabrik, nama baik toko yang menjual (pengecer), dan pelayanan
pabrik, serta pelayanan pengecer, yang diterima oleh pembeli guna
memuaskan keinginannya.
Sedangkan menurut Tjiptono (2002:95) pengertian produk adalah sebagai
berikut :
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk
diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi
pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang
bersangkutan.
Dari ketiga definisi diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
produk bukan hanya sebatas barang yang nyata secara fisik, tetapi juga meliputi
segala sesuatu yang dihasilkan oleh perusahaan yang dapat memuaskan kebutuhan
dan keinginan konsumen.
2.4.2 Harga (Price)
Harga merupakan sesuatu yang paling penting dalam kegiatan pemasaran
karena memudahkan setiap produknya untuk dijual, maka perusahaan selalu
menetapkan harga jual produknya sebelum dijual kepada konsumen.
Pengertian harga menurut Kotler & Armstrong (2001:73) :
Sejumlah uang yang harus dibayar oleh pelanggan untuk memperoleh
produk.
Sedangkan pengertian harga menurut Swastha (2000:241) :
Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk kalau
mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi
dari produk dan pelayanannya.
Dari kedua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa harga adalah
jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan produk
yang mereka inginkan.
2.4.3 Tempat (Place)
Dalam memasarkan produknya, perusahaan memerlukan suatu saluran
distribusi yang akan digunakan dalam rangka usaha penyaluran barang - barang
atau jasa - jasa dari produsen ke konsumen.
Menurut Tjiptono (2002;185) :
Place adalah kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar
dan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari
produsen kepada konsumen, sehingga penggunaannya sesuai
dengan yang diperlukan (jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat
dibutuhkan).
Menurut Revzan (2000:285) :
Place merupakan suatu jalur yang dilalui oleh arus barang barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai
kepada pemakai.
Masalah pemilihan saluran distribusi adalah suatu masalah yang sangat
penting, sebab kesalahan dalam pemilihan ini dapat memperlambat usaha
penyaluran barang/jasa dari produsen ke konsumen. Oleh karena itu kelancaran
penjualan sangat dipengaruhi oleh saluran distribusi, sehingga betul - betul harus
dipertimbangkan dan tidak boleh diabaikan.
The American Marketing Assosiation (2000:285) mendefinisikan
saluran distribusi adalah sebagai berikut :
Saluran distribusi merupakan suatu struktur unit organisasi dalam
perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri atas agen, dealer,
pedagang besar dan pengecer, melalui mana sebuah komoditi produk
atau jasa yang dipasarkan.
Sedangkan pengertian saluran distribusi menurut Kotler & Armstrong
(2001:73) :
Saluran distribusi adalah meliputi aktifitas perusahaan agar produk
mudah ditawarkan konsumen sasarannya.
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa saluran distribusi
adalah aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan agar produk selalu tersedia bagi
konsumen. Tujuannya adalah untuk mencapai pasar
pasar tertentu. Peranan
saluran distribusi sangat penting bagi perusahaan karena merupakan salah satu
faktor yang akan menentukan tercapai atau tidaknya kemajuan suatu perusahaan
dalam upaya mengoptimalkan tingkat penjualan.
2.4.4 Promosi (Promotion)
Promosi merupakan aktifitas komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan
terhadap konsumen dan perantara dengan tujuan menyampaikan informasi yang
bersifat memberitahukan, membujuk dan mengingatkan kembali akan segala
sesuatu mengenai produk yang dihasilkan atau dipasarkan.
Pengertian promosi menurut Swastha (2000:349) :
Promosi adalah arus informasi atau persuasi dua arah yang dibuat
untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang
menciptakan pertukaran dalam pemasaran.
Pemasaran modern membutuhkan lebih daripada hanya mengembangkan
produk yang baik, memberikan harga yang menarik, dan membuatnya terjangkau
oleh pelanggan sasaran. Perusahaan berkomunikasi dengan perantaranya.
Pelanggan, masyarakat, serta konsumen berhubungan dalam komunikasi dari
mulut ke mulut dengan konsumen lain dan masyarakat. Sementara itu kelompok
memberikan timbal balik komunikasi kepada kelompok lainnya.
2.5 Produk
2.5.1 Pengertian Produk
Produk merupakan elemen kunci dari penawaran di pasar untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk tidak hanya dalam pengertian fisik,
akan tetapi produk diartikan secara luas bisa berupa jasa manusia, tempat,
organisasi, dan gagasan.
Menurut Kotler (2005:69) produk adalah :
Segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memuaskan
keinginan atau kebutuhan.
Menurut Lamb Jr, (2001:414) produk adalah :
Segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk mendapat perhatian
untuk dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan
keinginan dan kebutuhan.
Dari definisi
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa produk merupakan
segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pelanggan yang diciptakan oleh
perusahaan untuk digunakan dan dikonsumsi sehingga dapat memuaskan
keinginan dan kebutuhan konsumen baik bersifat berwujud maupun yang bersifat
tidak berwujud.
2.5.2 Tingkatan Produk
Dalam merencanakan tawaran pasar, perusahaan melalui lima tingkatan
produk dimana tiap angkatan menambah lebih banyak nilai pelanggan. Kelima
tingkatan produk tersebut menurut Kotler (2002:49) adalah sebagai berikut :
1. Inti Produk (Core Benefit)
Inti produk adalah jasa, manfaat dasar yang sesungguhnya dibeli oleh
pelanggan.
2. Produk Dasar (Basic Product)
Pada level kedua pemasar harus dapat mengubah manfaat inti menjadi
produk dasar.
3. Produk yang Diharapkan (Expected Product)
Produk yang diharapkan adalah serangkaian atribut dan kondisi yang
biasanya diharapkan oleh pembeli ketika mereka membeli produk tersebut.
4. Produk yang Ditingkatkan (Argumented Product)
Pemasar harus menyiapkan produk yang ditingkatkan melampaui harapan
pelanggan.
5. Produk Potensial (Potensial Product)
Pada tingkatan kelima terdapat produk potensial yang mencakup semua
peningkatan dan transformasi yang pada akhirnya akan dialami produk
tersebut dimasa depan.
2.5.3 Klasifikasi dan Atribut
Atribut Produk
Untuk memudahkan dalam mengenali suatu produk, maka produk
diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan (Tjiptono, 2001:102) yaitu :
1. Berdasarkan Daya Tahan dan Wujudnya
a) Barang yang Tidak Tahan Lama (Non Durable Goods)
Barang yang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang
dikonsumsi hanya dalam satu atau beberapa kali penggunaan.
Contoh : Sabun, Mie Instan, dan Makanan/Minuman Ringan.
b) Barang Tahan Lama (Durable Goods)
Barang tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya dapat
digunakan berulang kali.
Contoh : Mobil, Motor, Handphone, dll.
c) Jasa (Services)
Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan
kepada konsumen. Jasa merupakan produk yang tidak nyata/tidak
berwujud.
2.5.4 Berdasarkan Tujuan Pembelian
A. Consumer Goods
Consumer Goods adalah barang
barang yang dibeli konsumen akhir
untuk dikonsumsi secara pribadi. Barang
barang dalam kategori ini dapat
dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu :
1. Convinience Goods
Yaitu barang
barang yang biasanya sering dibeli konsumen, segera, dan
dengan usaha yang minimum. Convinience Goods dapat dikelompokkan kedalam
tiga jenis, yaitu :
Staples Goods, yaitu barang yang dibeli konsumen secara regular atau
rutin.
Contoh: Sabun Mandi, Pasta Gigi, dll.
Impulse Goods, yaitu barang yang dibeli tanpa perencanaan terlebih
dahulu ataupun usaha
usaha untuk mencarinya.
Contoh : Coklat, Koran, dll.
Emergency Goods, yaitu barang
barang yang dibeli bila suatu
kebutuhan dirasakan sangat mendesak.
Contoh : Payung dan Jas Hujan dimusim hujan.
2. Shopping Goods
Yaitu barang
barang yang karakteristiknya dibandingkan berdasarkan
kesesuaian, kualitas, harga, dan gaya dalam pemilihan dan pembelinya. Shopping
Goods dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu :
Homogenous Shopping Goods, yaitu barang
barang yang oleh
konsumen dianggap serupa dalam hal kualitas tetapi cukup berbeda
dalam harga.
Contoh : TV, Komputer, Handphone, dll.
Heterogenous Shopping Goods, yaitu barang
barang yang aspek dan
cirinya dianggap lebih penting oleh konsumen dari aspek harganya.
Contoh : Pakaian dan Peralatan Rumah Tangga.
3. Speciality Goods
Speciality Goods adalah barang
barang yang memiliki karakteristik atau
identifikasi merek yang unik dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan
usaha khusus untuk membelinya.
Contoh : Mobil Mewah BMW, Pakaian Karya Perancang Terkenal, dll.
4. Unsought Goods
Unsought Goods merupakan barang
barang yang tidak diketahui
konsumen atau kalaupun sudah diketahui, tetapi pada umumnya belum terpikirkan
untuk membelinya.
Unsought Goods dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Regulatory Unsought Goods, yaitu barang
barang yang sudah ada
dan diketahui konsumen tetapi tidak terpikirkan untuk membelinya.
Contoh : Kain Kafan, Peti Mati, Batu Nisan, dll.
New Unsought Goods, yaitu barang
barang baru dan sama sekali
belum diketahui oleh konsumen.
B. Industrial Goods
Barang
barang yang termasuk dalam kategori ini dikelompokkan
menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Material and Parts
Yaitu barang
perusahaan. Barang
barang yang temuannya menjadi bagian dari produk jadi
barang ini terbagi menjadi dua, yaitu :
Raw Materials, bahan
bahan yang belum diolah secara mekanik.
Raw Material dibagi menjadi dua, yaitu : Nature Product dan Farm
Product.
Fabricating Materials, barang
barang yang sudah dikelola secara
mekanik.
2. Capital Goods
Yaitu barang
barang tahan lama yang memudahkan pengembangan dan
pengelolaan produk akhir. Biasanya disebut dengan barang modal. Capital goods
dibagi menjadi dua, yaitu :
Instalation, barang
barang yang tidak bergerak.
Contoh : Mesin, Pabrik, Komputer, dll.
Equipment, barang
barang yang bergerak.
Contoh : Kendaraan operasional.
3. Operating Supply
Yaitu barang
barang yang sama sekali tidak menjadi bagian dari produk
jadi, tetapi berperan dalam kegiatan perusahaan.
Contoh : Oli, Bensin, Tinta, dll.
Disamping itu, terdapat beberapa atribut produk yang penting oleh
konsumen dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan pembelian.
Menurut Tjiptono (2001:104) terdiri dari :
1. Merek (Branding)
Penetapan merek dapat menambah nilai tambah suatu produk. Penetapan
merek menjadi isu utama dalam strategi merek karena :
a) Mengembangkan produk bermerek membutuhkan investasi pemasaran
yang besar dalam jangka panjang, terutama untuk iklan, promosi, dan
kemasan.
b) Kebanyakan perusahaan belajar bahwa kekuatan berada di tangan
perusahaan yang mengendalikan merek.
2. Kemasan (Packaging)
Pengemasan merupakan proses yang berkaitan dengan perancangan dan
pembuatan wadah atau pembungkus untuk suatu produk.
3. Pemberian Label (Labeling)
Label merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan informasi
mengenai produk dan penjual.
4. Layanan Pelengkap (Supplementary Services)
Dewasa ini produk apapun tidak terlepas dari unsur jasa atau pelayanan,
baik itu jasa sebagai produk inti maupun sebagai pelengkap.
5. Jaminan (Guaranty)
Adalah janji yang merupakan kewajiban produsen atas produknya kepada
konsumen, dimana para konsumen akan diberikan ganti rugi bila produk ternyata
tidak bisa berfungsi sebagaimana yang diharapkan/dijanjikan. Jaminan atau
garansi dapat berupa penggantian dengan produk baru, penggantian uang
sejumlah yang dibayarkan untuk produk yang rusak, pelayanan perbaikan tanpa
membayar, penggantian suku cadang, dll.
2.6 Merek
2.6.1 Pengertian Merek
Merek merupakan atribut produk yang penting dan dapat mempengaruhi
kegiatan pemasaran suatu perusahaan. Agar dapat memberikan gambaran yang
jelas mengenai pengertian merek. Maka penulis mengemukakan pengertian merek
dari beberapa ahli.
Menurut Kotler (2002:460) mendefinisikan merek sebagai berikut :
Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi
dari hal
hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi
barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan
membedakannya dari produk pesaing.
Menurut Alma (2004:147) mendefinisikan merek sebagai berikut :
Merek atau cap adalah suatu tanda atau simbol yang memberikan
identitas suatu barang/jasa tertentu yang dapat berupa kata
kata,
gambar atau kombinasi keduanya.
Dalam undung
undang Merek (UU.No.19 tahun 1992) dinyatakan pada
bab 1 (ketentuan umum), pasal 1 ayat 1 bahwa :
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf
huruf,
angka
unsur
angka, susunan warna atau kombinasi, dari unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan dan jasa.
Dari definisi
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian merek
merupakan strategi perusahaan untuk mengindentifikasikan produknya dan juga
membedakannya dari produk
produk pesaing. Selain itu ada merek dagang dan
hak cipta yang merupakan bagian yang dilindungi.
Menurut Rangkuty (2002:2) yaitu :
1. Brand Name (Nama Merek) yang merupakan bagian yang diucapkan.
Misalnya : Toyota, Suzuki, Honda, dll.
2. Brand Mark (Tanda Merek) yang merupakan sebagian merek yang dapat
dikenali namun tidak diucapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna
khusus. Misalnya : Simbol Toyota
3. Trade Mark (Tanda Merek Dagang) yang merupakan merek atau
sebagian dari merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk
menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi
penjual dan hak istimewanya untuk menggunakan nama merek (tanda
merek).
4. Copy Right (Hak Cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi
oleh undang
undang untuk memproduksi, menerbitkan dan menjual
karya tulis, karya musik atau karya seni.
2.6.2 Tingkatan Merek
Menurut Kotler (2005:82) tingkatan merek dapat dibagi menjadi enam
yaitu :
1. Atribut
Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan
agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut
atribut apa saja yang
terkandung dalam suatu merek.
2. Manfaat
Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak
saja membeli atribut tetapi juga membeli manfaat.
3. Nilai
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang
memiliki nilai tinggi dan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang berkualitas
dan berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.
4. Budaya
Merek memiliki budaya tertentu yang dapat mempengaruhinya.
5. Kepribadian
Merek memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi para penggunanya.
Jadi diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan
tercermin dengan merek yang digunakan.
6. Pemakai
Merek menunjukan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah
sebabnya para pemasar selalu menggunakan orang
orang yang terkenal untuk
pengguna mereknya.
Jika suatu perusahaan memperlakukan brand hanya sebagai nama, maka
perusahaan tersebut tidak melihat tujuan yang sebenarnya. Tantangan dalam
pemberian brand adalah mengembangkan satu kumpulan makna yang mendalam
untuk brand tersebut.
2.6.3 Karakteristik Merek
Menurut Rangkuty (2002:37) karakteristik merek adalah sebagai berikut :
1. Nama merek harus menunjukan manfaat dan mutu produk tersebut.
2. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, dan diingat.
3. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khusus.
4. Nama merek harus mudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing.
5. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat
perlindungan hukum.
Suatu merek yang baik harus dapat memenuhi karakteristik diatas,
meskipun pada kenyataannya tidak semua merek tersebut dapat memenuhi
karakteristik tersebut. Tetapi bagi perusahaan yang ingin memiliki keunggulan
bersaing, mereka akan berusaha untuk memenuhi kriteria
kriteria tersebut bagi
produk yang dihasilkannya sehingga perusahaan dapat memenuhi tujuan dari
pemberian merek.
2.6.4 Manfaat Merek
Pemberian merek dapat menambah nilai dari suatu produk, namun perlu
juga dilihat dari pihak
pihak yang berkaitan yaitu produsen, konsumen, dan
bahkan distributor.
Menurut Kotler (2005:90) menyatakan sebagai berikut :
1. Manfaat merek ditinjau dari sudut pandang produsen
a) Nama merek memudahkan penjual mengolah atau memproses pesanan
- pesanan dan menelusuri masalah.
b) Nama merek dan tanda merek penjual tersebut memberikan
perlindungan hukum atas ciri
ciri produk yang unik.
c) Nama merek memberikan kesempatan kepada penjual untuk menarik
pelanggan yang setia dan memberikan keuntungan. Loyalitas merek
memberikan perlindungan kepada penjual dari persaingan.
d) Penggunaan merek membantu penjual tersebut melakukan segmenteasi
pasar.
e) Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan tersebut,
yang lebih memudahkannya meluncurkan merek
merek baru dan
diterima oleh distributor dan konsumen.
2. Manfaat merek ditinjau dari sudut pandang konsumen
a) Merek dapat membedakan.
b) Merek menunjukan kepada pembeli mengenai mutu produk.
c) Merek meningkatkan efesiensi pembeli.
d) Merek membantu konsumen mendapatkan beberapa informasi tentang
produk tersebut.
Selain memberikan manfaat bagi produsen dan konsumen, merek juga
memberikan manfaat bagi distributor. Berikut ini alasan distributor menggunakan
merek, yaitu :
Distributor menggunakan merek bertujuan agar penyaluran barang
lebih mudah.
Dapat mengidentifikasikan pemasok.
Agar standar kualitas yang telah ditanamkan dapat dipertahankan.
Meningkatkan prefensi bagi pembeli dan bebas menentukan harga.
2.7 Keputusan
Keputusan dalam Merek
2.7.1 Keputusan Pemberian Nama Merek (Brand NameDecision)
Produsen yang memutuskan untuk memberi merek pada produknya harus
memilih nama merek yang akan digunakan. Menurut Kotler (2000:469) terdapat
empat strategi dalam nama merek, yaitu :
1. Nama Merek Individu (Individual Brand Names)
Adalah perusahaan mencari nama terbaik untuk masing
masing produk
baru
Contoh : Indofood (Indomie, Supermie, Sarimie)
2. Nama Merek yang Sama untuk Kelompok Produk yang Berbeda
(A Blanket Family Brand)
Adalah produk yang diberi merek dengan menggunakan nama kelompok
untuk semua produk yang dimaksudkan untuk mempermudah dan
menghemat biaya pengendalian produk baru yang terpisah dari masing
masing produk.
Contoh : Sanyo dan Philips
3. Nama Kelompok yang Berbeda untuk Semua Produk (Separate
Family Brand)
Adalah perusahaan memproduksi produk
produk yang agak berbeda,
tidak dianjurkan untuk menggunakan nama kelompok keseluruhan untuk
semua produk.
Contoh : Ultra Jaya (Ultra untuk minuman susu, Buavita untuk minuman
sari buah, Teh Kotak untuk minuman teh).
4. Nama Dagang Perusahaan Didominasikan dengan Nama Perusahaan
(Company Family Brand)
Adalah produsen mengikat nama perusahaan pada satu nama merek
individual untuk masing
masing produk.
Contoh : Toyota (Toyota Rush, Toyota Fortuner), Lippo (Bank Lippo,
Asuransi Lippo, Lippo Karawaci)
Setelah perusahaan menentukan strategi nama mereknya, yang harus
dihadapi selanjutnya adalah perusahaan harus memilih suatu nama merek yang
spesifik untuk membedakan produk
produk yang dihasilkan.
2.7.2 Keputusan Startegi Merek (Brand Strategy Decision )
Menurut Kotler & Armstrong (2003:375) perusahaan mempunyai empat
pilihan ketika harus memilih strategi merek, yaitu :
1. Perluasan Lini (Line Extension)
Adalah penggunaan nama merek yang sukses untuk memperkenalkan hal
hal baru ke kategori produk tertentu dengan penggunaan nama merek yang
sama.
Contoh : Coke (New Coke, Diet Coke, Classic Coke).
2. Perluasan Merek (Brand Extention)
Adalah penggunaan merek yang telah berhasil untuk meluncurkan produk
baru atau berhasil modifikasi ke kategori baru.
Contoh : Honda menggunakan nama perusahaan nya untuk mencakup
produk yang berbeda, Seperti : Mobil, Sepeda motor, Mesin kapal.
3. Merek Ganda (Multi Brand)
Adalah menawarkan cara untuk membangun fitur dan daya tarik yang
berbeda untuk memuaskan motivasi pembeli yang berbeda
beda.
Contoh : Unilever setelah mengeluarkan shampoo dengan merek Sunsilk
juga telah mengeluarkan shampoo dengan merek Lifebuoy.
4. Merek Baru (New Brand)
Adalah perusahaan menciptakan merek baru ketika memasuki kategori
produk baru.
Contoh : Matshusita (Panasonic, National, Technics)
Strategi
strategi merek diatas akan membantu perusahaan dalam
menentukan tipe merek mana yang akan paling bermanfaat bagi produknya.
Kepuasan strategi merek yang tepat akan mempengaruhi keberhasilan perusahaan
dalam memasarkan produknya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan perusahaan
akan tercapai.
2.7.3 Keputusan Penetapan Ulang Posisi Merek (Brand Repositioning
Decision)
Brand Respositioning Decision merupakan peninjauan kembali terhadap
posisi merek yang sudah ada di pasar karena ada saja pesaing yang meniru
produknya dengan memasarkan merek baru yang mirip dengan merek perusahaan
kita, sehingga konsumen akan beralih pada produk atau merek pesaing dan
permintaan akan semakin berkurang. Dengan strategi penetapan ulang posisi
merek ini diharapkan perusahaan dapat menguasai pasar seperti semula dan
bahkan dapat memperluas pangsa pasarnya (market share).
2.8 Keuntungan dan Kerugian Keputusan Perluasan Merek
2.8.1 Keuntungan Keputusan Perluasan Merek
Menurut Kotler & Armstrong (2003:357) keuntungan keputusan
perluasan merek yaitu:
1. Perluasan merek merebut pangsa pasar yang lebih luas dan menyadari
efesiensi iklan yang lebih besar daripada merek individual.
2. Nama merek yang dihargai membantu perusahaan untuk lebih mudah
memasuki kategori produk baru dan akan segera dikenal serta lebih cepat
diterima oleh konsumen.
3. Perluasan merek juga menghemat biaya iklan yang tinggi yang biasanya
diperlukan untuk memperkenalkan nama merek baru kepada konsumen.
2.8.2 Kerugian Keputusan Perluasan Merek
Menurut Kotler & Armstrong (2003:358) Kerugian keputusan perluasan
merek yaitu :
1. Bila perluasan merek gagal, hal itu akan merugikan sikap konsumen
terhadap produk lain yang menggunakan nama merek yang sama.
2. Nama merek mungkin kurang cocok untuk produk baru tertentu, bahkan
bila produk itu dibuat dengan baik dan memuaskan.
3. Nama merek mungkin akan kehilangan posisi khusus dalam benak
konsumen karena pemakaian yang berlebihan.
2.9 Konsep
Konsep merek
2.9.1 Brand Equity
Ekuitas merek yang tinggi memberikan perusahaan bergai keunggulan
bersaing. Merek yang kuat akan mempunyai kesadaran akan merek dan loyalitas
konsumen yang tinggi. Karena konsumen ingin memilih merek tertentu ketika
berbelanja, perusahaan pemilik merek tertentu tersebut juga mempunyai kekuatan
tawar
menawar yang lebih tinggi dengan pedagang perantara. Karena nama
merek tersebut mempunyai kredibilitas yang besar, perusahaan bersangkutan lebih
mudah meluncurkan perluasan produk dan merek.
Kotler & Armstrong (2002:350) mendefinisikan ekuitas merek sebagai
berikut :
Ekuitas merek adalah nilai suatu merek berdasarkan seberapa kuat
merek tersebut mempunyai loyalitas merek, kesadaran konsumen
akan nama merek, kualitas yang dipersepsikan, asosiasi merek, dan
berbagai aset lainnya seperti paten, merk dagang, dan hubungan
jaringan distribusi.
Menurut Kartajaya (2004:196) mendefinisikan ekuitas merek sebagai
berikut :
Ekuitas merek adalah asset intangible yang dimiliki oleh sebuah
merek karena value yang diberikannya baik kepada si produsen
maupun si pelanggan.
Menurut Alma (2004:196) mendefinisikan ekuitas merek sebagai berikut :
Seperangkat asosiasi merek yang digunakan oleh ahli strategi merek,
dan ini merupakan janji kepada konsumen yang harus dipenuhi.
Dari pengertian diatas penulis berpendapat bahwa ekuitas merek itu
mempunyai loyalitas yang tinggi, kesadaran nama, kualitas yang diterima dan
hubungan saluran kepada konsumen yang harus dipenuhi.
2.9.2 Brand Identity
Identitas merek merupakan seperangkat asosiasi merek yang digunakan
oleh ahli strategi merek dan ini merupakan janji kepada konsumen yang harus
dipenuhi, Brand identity merupakan bagian dari brand equity, identitas merek
merupakan suatu strategi merek yang mencakup arah, maksud dan arti dari suatu
merek, yang pada intinya untuk membangun merek yang kuat sehingga dapat
bersaing dan memenuhi kebutuhan pasar, dan pada akhirnya kehadirannya dapat
diterima oleh konsumen jadi identitas merek adalah suatu penggabungan yang
unik dari merek yang memberi aspirasi kepada pembuat strategi merek untuk
menciptakan dan memelihara. Penggabungan ini mewakili apa yang dapat merek
unggulkan dan merupakan sebuah janji anggota organisasi kepada pelanggan.
Identitas merek juga dapat membantu hubungan antara merek dengan
konsumen ini terdiri dari 12 dimensi yang terorganisir kedalam 4 pandangan yaitu
merek sebagai produk, merek sebagai organisasi, merek struktur identitas merek
terdiri dari identitas inti yang merupakan identitas pusat, inti dari merek yang
tidak terbatas waktu dan cenderung konstan seiring dengan berkembangnya merek
menjadi pasar
pasar dan produk
yang terdiri dari elemen
kelompok
produk baru, dan identitas yang diperluas
elemen, identitas merek yang diorganisir kedalam
kelompok yang tersusun.
2.9.3 Brand Image
Sekali lagi, merek adalah nama, singkatan, tanda atau desain yang
mengidentifikasi, suatu produk dan membedakan produk itu dari produk lain.
Merek itu ada, kalau sudah ada dalam pikiran konsumen. Dengan kata lain, merek
itu ada kalau sudah dikenal atau diketahui. Dengan sendirinya, merek yang belum
dikenal dapat dianggap tidak ada walaupun produknya ada.
Dalam bentuk brand image, kita memasuki dunia persepsi, image adalah
persepsi yang relatif konsisten dalam jangka panjang. Tidak mudah membentuk
image, tetapi sekali terbentuk tidak pula mudah mengubahnya. Image yang
dibentuk tidak sekedar image, melainkan image yang jelas berbeda dan secara
relatif lebih unggul dibandingkan pesaing.
Agar posisi merek kuat, tentu ia harus dikenal dulu. Tempatkanlah merek
dalam
pikiran
konsumen,
karena
keberhasilan
merek
ditentukan
oleh
kemampuannya merebut tempat dalam pikiran. Posisi dalam pikiran memberikan
jalan bagi merek untuk memenangkan hati, sekali hati dimenangkan, maka
perusahaan memperoleh apa yang dicari yaitu penjualan dan keuntungan.
2.10 Kepercayaan
2.10.1 Pengertian Kepercayaan
Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang dianut seseorang
tentang sesuatu. Kepercayaan dapat berlandaskan opini maupun pengetahuan.
Pengetahuan erat kaitannya dengan jumlah informasi yang dimiliki seseorang.
Semakin banyak informasi yang diketahui konsumen mengenai keunggulan suatu
produk maka akan meningkatkan kepercayaan konsumen pada produk tersebut,
sedangkan semakin banyaknya informasi yang didapat konsumen mengenai
kekurangan suatu produk maka akan mengurangi kepercayaan konsumen pada
produk tersebut.
Definisi kepercayaan menurut Schurr dan Ozane (1985) kepercayaan
adalah suatu keyakinan bahwa pernyataan pihak lain dapat diandalkan untuk
memenuhi kewajibannya. Ketidakpercayaan bisa terjadi sejalan dengan minimnya
informasi dalam perencanaan dan pengukuran kinerja. Rasa percaya atau tidak
percaya seseorang yang muncul dalam perilakunya ditentukan oleh faktor
faktor
seperti informasi, pengaruh, dan pengendalian. Kepercayaan akan meningkat bila
informasi yang diterima dinilai akurat, relevan, dan lengkap.
Tingkat kepercayaan juga dipengaruhi oleh pengalaman di masa lalu,
pengalaman yang positif yang konsisten di masa lalu dengan suatu pihak akan
meningkatkan rasa saling percaya sehingga akan menumbuhkan harapan akan
hubungan yang baik di masa yang akan datang.
Menurut Berry (1995) : Moorman, Deshpade, dan Zaltman (1993) :
Morgan dan Hunt (1994) kepercayaan secara umum dipandang sebagai
komponen penting untuk hubungan yang sukses. Sedangkan, Crosby, Evan, dan
Cowles (1990) cenderung menekankan kepercayaan sebagai percaya terhadap
kejujuran dan integritas kelompok lain, seperti pada seorang penjual. Hal yang
lain diungkapkan oleh Gwinner, Gremler, dan Bitner (1998) dengan
menggunakan definisi kepercayaan yang mirip, mereka menemukan keuntungan
psikologis rasa percaya diri dan kepercayaan lebih penting daripada perlakuan
istimewa atau keuntungan sosial dalam hubungan konsumen dengan perusahaan.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kepercayaan
merupakan salah satu kunci terpenting untuk menjalin hubungan yang baik
dengan konsumen. Hubungan tersebut dapat berlanjut jika perusahaan yang
dipercaya mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
2.10.2 Konsep Kepercayaan
Menurut Soetomo (2002) Ada 5 tindakan yang menunjukan suatu
kepercayaan (1) menjaga hubungan, (2) menerima pengaruh, (3) Terbuka dalam
komunikasi (4) Mengurangi pengawasan, dan (5) kesabaran akan faham
oportunis. Moorman, Zaltman, dan Deshpande dalam Zulganef (2002) berhasil
mengungkapkan keterhubungan antara dua pihak yang melakukan pertukaran,
dalam hal ini pengguna informasi penelitian dan jasa penelitian secara langsung
dipengaruhi oleh kepercayaan terhadap peneliti, kualitas interaksi dengan peneliti.
Definisi
definisi tersebut digambarkan dalam pandangan klasik bahwa
kepercayaan merupakan harapan umum yang dipertahankan oleh individu yang
ucapan dari satu pihak ke pihak lainnya dapat dipercaya. Kepercayaan merupakan
variabel terpenting dalam membangun hubungan jangka panjang antara satu pihak
dengan pihak lainnya.
Pengukuran kepercayaan menurut Zulganef (2002) adalah kinerja
perusahaan secara keseluruhan memenuhi harapan, pelayanan yang diberikan
perusahaan secara konsisten terjaga kualitasnya, percaya bahwa perusahaan
tersebut akan bertahan lama.
Menurut Ramadania (2003:39) adapun indikator kepercayaan adalah
sebagai berikut:
1. Reputasi yang dimiliki produk
2. Keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan produk
3. Manfaat yang ada dalam produk
2.10.3 Kepercayaan Terhadap Merek
Chaudhuri dan Holbrook (2001) Mendefinisikan kepercayaan terhadap
merek atau brand trust sebagai kemauan dari rata
rata konsumen untuk
bergantung kepada kemauan dari sebuah merek dalam melaksanakan segala
kegunaan atau fungsinya. Lebih lanjut dikatakan bahwa, secara spesifik,
kepercayaan dapat mengurangi ketidakpastian dalam sebuah lingkungan dimana
konsumen merasa tidak aman di dalamnya, karena mereka mengetahui bahwa
mereka dapat mengandalkan merek yang sudah dapat dipercaya tersebut. Belief
atau rasa percaya terhadap reliabilitas, keamanan, dan kejujuran merupakan faktor
faktor terpenting dalam trust.
Dalam konteks merek, Delgado - Ballester dan Munuera
Aleman
(2001) mendefinisikan trust atau kepercayaan sebagai a feeling of security held
by the consumer that the brand will meet his/her consumption expectations
(p.1242). Kepercayaan adalah rasa aman yang dirasakan oleh konsumen terhadap
merek, bahwa merek tersebut akan memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
Kepercayaan terhadap merek (Aaker, 1996:Lasser et, al., 1995)
menunjukan bahwa nilai merek dapat diciptakan dan dikembangkan melalui
manajemen atas beberapa aspek yang melebihi kepuasan dari konsumen, serta
diimbangi dengan kinerja produk beserta atribut
(Delgado
ballester dan Munuera
atributnya secara fungsional
Aleman, 2001, p. 1241). Proses dimana
seorang individu menghubungkan kepercayaan dengan merek didasarkan atas
pengalamannya dengan merek tersebut.
2.11 Loyalitas
Dua hal yang menjadi pertimbangan utama perusahaan dalam melakukan
retensi pelanggan ini adalah, pertama karena semakin mahalnya biaya perolehan
pelanggan baru dalam iklim kompetisi yang sedemikian ketat, kedua adalah
adanya kenyataan bahwa tingkat kemampuan menghasilkan laba perusahaan
berbanding lurus dengan pertumbuhan hubungan antara perusahaan dan
pelanggan secara permanen. Mempelajari persiapan penerapan berbagai
kesempatan perdagangan di era globalisasi berkeyakinan bahwa di era
perdagangan bebas yang tidak terproteksi sama sekali tersebut, tumpuan
perusahaan untuk tetap mampu bertahan hidup adalah pelanggan
pelanggan
yang loyal. Untuk itulah, perusahaan dituntut untuk mampu memupuk keunggulan
kompetitifnya masing
masing melalui upaya
upaya kreatif, inovatif, serta
efisien sehingga menjadi pilihan dari banyak pelanggan yang pada gilirannya
nanti diharapkan loyal .
Memiliki pelanggan yang loyal adalah tujuan akhir dari semua perusahaan.
Akan tetapi kebanyakan dari perusahaan (produsen) tidak mengetahui bahwa
loyalitas konsumen dapat dibentuk melalui beberapa tahapan, mulai dari mencari
calon pelanggan potensial sampai dengan advocate yang akan membawa
keuntungan bagi perusahaan.
Definisi loyalitas menurut Tjiptono (2000:111) adalah :
Situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau
produsen (penyedia jasa) dan disertai dengan pola pembelian ulang
yang konsisten.
Sedangkan menurut Griffin (2002:4) :
Loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit
unit
pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus
menerus terhadap barang atau jasa perusahaan yang dipilih.
Menurut Rangkuty (2003:41) loyalitas adalah :
Ukuran dan kesetiaan konsumen terhadap suatu produk.
Dari definisi diatas penulis berpendapat bahwa loyalitas lebih ditujukan
pada suatu perilaku yang ditujukan dengan pembelian rutin yang didasarkan pada
unit pengambilan keputusan, serta merupakan suatu komitmen untuk tetap
menggunakan suatu produk atau jasa tanpa terpengaruh oleh usaha yang
dilakukan perusahaan pesaing.
Menurut Griffin (2002:13) adapun keuntungan
keuntungan yang akan
diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal, antara lain :
Dapat mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik
pelanggan yang baru lebih mahal) :
a) Dapat mengurangi biaya transaksi.
b) Dapat mengurangi biaya turn over konsumen (karena penggantian
konsumen yang lebih sedikit).
c) Dapat meningkatkan penjualan silang, yang akan memperbesar pangsa
pasar perusahaan.
d) Mendorong word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa
pelanggan yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas.
e) Dapat mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian, dll).
Menurut Tjiptono (2000:107) karakteristik pelanggan yang loyal adalah :
1. Setia kepada produk perusahaan.
Artinya konsumen cenderung atau terikat pada produk tersebutdan akan
membeli kembali produk yang sama, sekalipun tersedia banyak alternatif.
2. Merekomendasikan perusahaan kepada orang lain.
Dimana konsumen melakukan komunikasi melalui mulut ke lulut
berkenaan dengan produk tersebut.
3. Melakukan pembelian ulang yang konsisten.
4. Pelanggan melakukan pembelian secara kontinyu pada satu periode
tertentu.
Jadi konsumen disebut konsumen yang loyal jika telah setia kepada satu
produk dengan melakukan pembelian ulang secara konsisten dan menceritakan
pengalamannya kemudian merekomendasikannya kepada keluarga, teman,
ataupun konsumen lain.
2.11.1 Karakteristik Loyalitas
Pelanggan yang loyal merupakan aset yang tak ternilai bagi perusahaan,
hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, sebagaimana menurut
Griffin (2002:31) antara lain :
1. Melakukan Pembelian Ulang (Makes Regular Repeat Purchases).
2. Membeli Produk Lain dari Produsen yang Sama (Purchases Across
Product and Service Lines).
3. Merekomendasikan kepada Orang Lain (Refers Other).
4. Menunjukan Kekebalan dari Daya Tarik Produk Sejenis dari Pesaing
(Demonstrates an Immunity to the Full of the Competition).
2.11.2 Jenis - Jenis Loyalias Pelanggan/Konsumen
Menurut Griffin (2002 : 23) loyalitas pelanggan ada 4 jenis yaitu :
1. Kesetiaan Premium (Premium Loyalty)
Merupakan jenis yang terjadi bilamana suatu tingkat ketertarikan yang
tinggi berjalan selaras dengan aktivitas pembelian ulang kembali,
kesetiaan jenis inilah yang sangat diharapkan dalam setiap usaha. Pada
tingkat preference yang tinggi maka orang
orang akan bangga bilamana
menemukan dan menggunakan produk atau jasa tersebut dan dengan
senang hati membagi pengetahuan serta pengalaman kepada teman atau
keluarga mereka.
2. Kesetiaan Tersembunyi (Latent Loyality)
Suatu ketertarikan yang relatif tinggi yang disertai dengan tingkat
pembelian ulang yang relatif rendah menggambarkan suatu kesetiaan
tersembunyi dari pelanggan yang memiliki sikap kesetiaan tersembunyi,
Pembeliaan ulang lebih banyak dipengaruhi faktor situasional daripada
faktor sikapnya.
3. Kesetiaan yang Tidak Efektif (Inertia Loyality)
Suatu ketertarikan yang rendah dengan pembeliaan ulang yang tinggi akan
mewujudkan suatu kesetiaan yang tidak aktif. Pelanggan yang memiliki
sikap ini biasanya membeli berdasarkan kebiasaan. Dasar yang digunakan
untuk pembelian produk atau jasa biasanya karena sudah terbiasa
memakainya atau karena faktor kemudahan situasional.
4. Tidak ada kesetiaan
5. Untuk berbagai alasan yang berbeda ada pelanggan yang tidak
mengembangkan suatu kesetiaan terhadap produk atau jasa tertentu.
Tingkat ketertarikan (attachment) dengan pembelian ulang yang rendah
menunjukan absennya suatu kesetiaan. Pada dasarnya suatu usaha harus
menghindari kelompok tidak ada kesetiaan ini untuk dijadikan target pasar
karena mereka tidak pernah akan menjadi pelanggan setia.
2.11.3 Tahap
Tahap Loyalitas Pelanggan/Konsumen
Lima tahap pembentukan loyalitas untuk dapat menjadi pelanggan yang
loyal, perantara harus melalui beberapa tahapan. Proses ini berlangsung lama,
dengan penekanan dan perhatian yang berbeda untuk masing
Dengan memperhatikan masing
masing tahap.
masing tahap dan memenuhi kebutuhan dalam
tahap tersebut, perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk
calon perantara menajdi pelanggan loyal dan klien perusahaan. Griffin (2002:35)
menyatakan bahwa tahap
tahap tersebut adalah :
1. Suspect
Meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang/jasa
perusahaan tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan dari
barang/jasa yang ditawarkan.
2. Prospect
Adalah orang
orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa
tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Para Prospect ini
meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui
keberadaan perusahaan dan produk yang ditawarkan, karena seseorang
telah merekomendasikan produk tersebut kepadanya.
3. Disqualified Prospect
Yaitu Prospect yang telah mengetahui keberadaan produk tertentu tapi
tidak mempunyai kebutuhan akan produk tersebut atau tidak mempunyai
kemampuan untuk membeli produk tersebut.
4. First Time Customer
Yaitu konsumen yang membeli produk untuk pertama kalinya. Mereka
masih menjadi konsumen dari produk pesaing.
5. Repeat Customer
Yaitu konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak
dua kali atau lebih, atau membeli dua macam yang berbeda dalam dua
kesempatan yang berbeda pula.
6. Clients
Clients membeli produk yang ditawarkan yang mereka butuhkan. Mereka
membeli secara teratur. Hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat
dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh
produk pesaing.
7. Advocates
Seperti layaknya clients, advocates membeli seluruh produk yang
ditawarkan yang ia butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur.
Sebagai tambahan, mereka mendorong teman
teman mereka yang lain
agar membeli produk tersebut. Ia membicarakan tentang produk tersebut,
melakukan pemasaran untuk perusahaan tersebut dan membawa konsumen
untuk perusahaan tersebut.
Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar Profit Generator System (PGS)
(Griffin, 2002:36) dibawah ini :
Gambar 2.1
Suspect
Loyality Tools
Prospect
First Time
Customer
Repeat Customer
Client Advocates
Disqualifie
d Prospect
In Active Client
or Customer
Cara kerja PGS (Profit Generator System) adalah : perusahaan memasukan
seluruh suspect kedalam sistem pemasarannya, dan para suspect ini kemudian
akan tersaring menjadi qualified prospect dan disqualified prospect. Disqualified
prospect ini dikeluarkan dari sistemnya yang tidak menguntungkan bagi
perusahaan, sementara para qualified prospect dimasukan ke proses selanjutnya.
Semakin cepat menentukan disqualified prospect semakin menguntungkan bagi
perusahaan karena mereka hanya menghabiskan uang dan waktu saja. Para
disqualified prospect kemudian difokuskan untuk menajdi first time buyer setelah
itu mereka didorong untuk menjadi repeat customer, loyal client dan paling akhir
menjadikan mereka sebagai advocates bagi perusahaan dimana para advocates ini
akan mempengaruhi orang lain agar membeli produk dari perusahaan.
Bagi perusahaan yang telah memiliki first time buyers, repeat customers
atau clients tidak selamanya menguntungkan bagi perusahaan, karena setiap saat
sebagian dari mereka dapat menghilang dari perusahaan atau tidak kembali lagi
pada perusahaan, mereka dinamakan inactive customer/clients. Hal seperti ini
harus diperhitungkan karena kehilangan mereka berarti kerugian bagi perusahaan.
2.11.4 Mengubah Suspect menjadi Qualified Prospect
Menurut Griffin (2002:54) ketika seluruh suspect telah memasuki sistem,
maka untuk mencari siapakah diantara prospect ini yang akan menajdi qualified
prospect, perusahaan harus menajawab tiga pertanyaan dibawah ini :
1. Siapakah yang menjadi target perusahaan ? (who to target), bagaimana
mengidentifikasikan sekelompok yang memilki kemungkinan besar untuk
membeli
produk
yang
ditawarkan
perusahaan
untuk
dapat
mengidentifikasi dan menyeleksi siapa yang akan menjadi sasaran
perusahaan. Dibawah ini merupakan sepuluh langkah untuk menyeleksi
pasar yang paling menguntungkan perusahaan :
Mensurvei pasar keseluruhan.
Mensegmentasi pasar.
Menganalisa pasar.
Mempelajari persaingan yang terjadi.
Menstratifikasi pasar.
Melakukan penelitian mendalam untuk pasar yang menjadi pilihan
utama.
Menganalisa peralatan pemasaran yang paling efektif untuk digunakan.
Melakukan tes pasar.
Menganalisa apa yang dapat dilakukan (bersikap realistis).
Memilih pasar.
2. Bagaimana memposisikan produk kedalam pasar sasaran ? (how to your
product and service), bagaimana untuk mendapatkan kesetiaan dan
keuntungan dari merek. Setelah pasar sasaran ditentukan, maka langkah
selanjutnya adalah menciptakan dan mengkomunikasikan pesan yang ingin
disampaikan perusahaan kepada para prospect. Pemasaran yang efektif
yang dibutuhkan adalah yang menyediakan informasi kepada pasar sasaran
mengenai ketersediaan produk yang dapat memuaskan kebutuhan dalam
sasaran tersebut.
3. Bagaimana menyaring prospect yang potensial ? (how to qualify prospect),
bagaimana cara untuk memisahkan prospect yang potensial dan yang tidak
potensial. Kedua hal ini dapat dibedakan dengan melihat karakteristik dari
prospect yang potensial seperti yang dijelaskan sebagai berikut :
Memiliki masalah yang dapat perusahaan selesaikan (memiliki
kebutuhan).
Memiliki
keinginan
untuk
mengatasi
masalahnya
(apa
yang
diinginkan).
Mempunyai kemampuan dan keinginan untuk membeli produk demi
memuaskan kebutuhan tersebut.
Memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan pada saat tertentu.
2.11.5 Mengubah Qualified Prospect menjadi First Time Customer
Perubahan yang terjadi dari qualified prospect ke first time buyers
membutuhkan waktu yang cukup lama, selain itu diperlukan kejujuran dan
kesabaran serta pengalaman yang dimiliki seorang penjual. Namun Griffin
(2002:89) menyatakan yang terpenting adalah seorang prospect/calon pembeli
membutuhkan seorang tenaga penjual yang jujur dan dapat dipercaya, yang
mampu mendiagnosa masalah yang dihadapi dan menawarkan pemecahan untuk
masalah tersebut. Memang begitu dibutuhkan waktu dan kesabaran untuk
membangun kepercayaan itu tumbuh. Akan tetapi kepercayaan yang sudah
tumbuh tersebut dapat memberikan keuntungan jangka panjang bagi perusahaan.
Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah belajar dari kegagalan masalah lalu,
karena hal tersebut merupakan pelajaran yang sangat berharga untuk
meningkatkan cara
cara menjual kepada pelanggan serta membangun loyalitas
pelanggan.
2.11.6 Mengubah First Time Customer menjadi Repeat Customer
Setiap pembelian menimbulkan konsekuensi bagi pembeli. Konsekuensi
ini terjadi sebagai hasil dievaluasi atau penilaian kembali terhadap keputusan yang
dibuat. Setiap pelanggan mempunyai harapan
harapan tertentu dari suatu
pembelian. Setelah pembelian, pembeli membandingkan antara yang diterima
dengan yang diharapkan dari produk tersebut. Jika perbandingan tersebut sesuai,
pembeli akan merasa puas. Sedangkan apabila perbandingan tersebut tidak sesuai,
maka pembeli merasa tidak puas. First Time Customer adalah Seorang pencoba .
Mereka mencoba produk baru, dan persepsinya terhadap kualitas serta tingkat
keinginan mereka untuk membelinya lagi. Kepuasan yang dirasakan dari
pembelian pertama meningkatkan kemungkinan untuk melakukan pembelian
ulang.
Tidak sedikit dari First Time Customer yang tidak kembali untuk
melakukan pembelian yang kedua. Menurut Griffin (2002:108) ada 4 hal yang
membuat mereka tidak kembali yaitu :
1. Masalah
masalah awal yang muncul merusak hubungan dengan
perusahaan, karena dianggapnya masalah
terjadi.
2. Tidak adanya sistem pelayanan yang formal.
masalah tersebut akan sering
3. Terlambatnya komunikasi dengan para pembuat keputusan.
4. Mudahnya kembali pada perusahaan terdahulu.
Kemudian menurut Griffin (2002:21) ada 14 hal yang harus diperhatikan
agar First Time Customer melakukan pembelian ulang :
1. Mengucapkan terima kasih atas pembelian yang dilakukan.
2. Meminta timbal balik dari pelanggan dan menanggap dengan cepat.
3. Menggunakan pemberitahuan yang tidak mendoktrinasi.
4. Secara terus
menerus meningkatkan nilai perusahaan dimata pelanggan.
5. Menciptakan dan menggunakan data base pelanggan.
6. Secara terus
menerus mengkomunikasikan jasa yang ditawarkan
perusahaan.
7. Memberikan gambaran akan kepemilikan tersebut sesuatu dimasa
mendatang.
8. Mengubah menjadi pembeli ulang melalui pelayanan.
9. Menganggap
biaya
pelayanan
pelanggan
sebagai
investasi
yang
menghasilkan.
10. Membina komunikasi yang telah dilakukan dengan para pembuat
keputusan.
11. Mengembangkan program
program pemberian hadiah kepada pelanggan.
12. Mengembangkan promosi
promosi penerimaan pelanggan baru .
13. Menawarkan jaminan terhadap produk.
14. Mengembangkan promosi
promosi yang menggambarkan nilai tambah.
2.11.7 Mengubah Repeat Customer menjadi Loyal Client
Menurut Griffin (2002:141) ada empat faktor yang harus dipertimbangkan
dalam membuat strategi untuk mengubah Repeat Customer menjadi Loyal Client :
1. Meriset pelanggan, tujuannya adalah untuk memahami tentang apa yang
pelanggan inginkan. Pada proses ini perusahaan harus menjawab dua
pertanyaan berikut :
a) Siapa pembeli terbaik perusahaan dan apa yang dibeli ?
Urutan pembeli berdasarkan jumlah uang yang dikeluarkan dan
volume urut.
b) Mengapa mereka membeli ?
Mencari tahualasan mengapa mereka membeli.
2. Membuat hambatan agar pelanggan tidak berpindah. Ada tiga macam
hambatan agar pelanggan tidak berpindah ke perusahaan pesaing :
a) Hambatan fisik, yaitu dengan menyediakan pelayanan fisik yang dapat
memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
b) Hambatan psikologis, yaitu dapat menciptakan persepsi dalam pikiran
pelanggan supaya yang menguntungkan secara ekonomis, misalnya
dengan memberikan diskon atau potongan harga.
3. Melatih dan memotivasi staf untuk mendorong loyalitas konsumen.
Karyawan dan staf merupakan faktor penting untuk membangun loyalitas
pelanggan. Jika perusahaan ingin membangun loyalitas pelanggan, maka
perusahaan menyertakan mereka dalam proses tersebut dan memberi
pelatihan, informasi, dukungan dan imbalan agar mereka mau melakukan
hal tersebut.
4. Pemasaran untuk loyalitas adalah pemasaran yang menggunakan program
program yang memberikan nilai tambah pada perusahaan dan produk
dimata konsumen. Program
program tersebut antara lain :
a) Relationship Marketing, yaitu pemasaran yang bertujuan untuk
membangun hubungan baik dengan para pelanggan.
b) Frequency Marketing, yaitu pemasaran yang bertujuan membangun
komunikasi dengan pelanggan. Perusahaan secara berkala membuat
pertanyaan
pertanyaan seputar produk yang digunakan pelanggan.
c) Membership Marketing, yaitu mengorganisir pelanggan dalam
kelompok keanggotaan atau klub dapat mendorong mereka melakukan
pembelian ulang dan meningkatkan loyalitas mereka.
2.11.8 Mengubah Loyal Client menjadi Advocates
Griffin (2002:169) menyatakan bahwa cara
cara untuk memperoleh
seorang advocates adalah :
1. Membuat file konsumen yang puas. Catat nama, alamat, nomor telepon
perusahaan serta minta kesediaan mereka untuk dijadikan referensi.
Seorang yang memberikan referensi kepada prospect memberikan
keuntungan bagi perusahaan, keuntungan
keuntungan tersebut sebagai
berikut :
a) Waktu menjual lebih sedikit.
b) Prospect ini memiliki potensial lebih untuk menjadi pelanggan yang
loyal.
c) Mereka yang datang sudah siap melakukan pembelian.
2. Meminta pada pelanggan yang puas agar mengirim surat pada perusahaan.
Surat
surat tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pemasaran untuk
para prospect atau dimuat dalam brosur.
3. Memberi imbalan pada mereka yang membawa prospect.
4. Mengucapkan terimakasih dalam setiap transaksi.
2.12 Loyalitas Merek
Konsep loyalitas merek telah menjadi perhatian utama para pakar
pemasaran. Loyalitas konsumen terhadap suatu merek merupakan suatu aset
berharga bagi pihak pemasar dalam rangka meningkatkan profitabilitas usaha
dimasa yang akan datang. Biaya untuk mempertahankan pelanggan adalah empat
sampai enam kali lebih rendah dibandingkan biaya untuk mencari pelanggan baru,
sehingga para manajer pemasaran harus mengembangkan strategi yang berusaha
untuk membangun dan mempertahankan loyalitas merek (Wells: dalam Mowen,
1995). Beberapa definisi loyalitas merek yang disebutkan oleh para pakar
diantaranya yang dikemukakan oleh Jacoby (dalam Oliver 1997) adalah sebagai
berikut :
Brand loyalty is the nonrandom purchase over time of one brand from a
set of brands by a consumer using the delibrate evaluation process.
Dari definisi diatas disebutkan bahwa loyalitas merek adalah suatu
perilaku pembelian yang tidak - acak sepanjang waktu terhadap suatu merek dari
beberapa alternatif merek lainnya yang dilakukan oleh konsumen dengan
menggunakan proses evaluasi yang hati
hati.
Menurut Mowen (1995) mendefinisikan loyalitas merek sebagai berikut :
Brand Loyalty is defined as the degree to which a customer holds a
positive attitude toward a brand, has commitment to it, and intends to
continue purchasing it in the future.
Berdasarkan definisi diatas loyalitas merek didefinisikan sebagai tingkatan
dimana pelanggan memiliki sikap yang positif terhadap sebuah merek serta
memiliki komitmen dan niat untuk melanjutkan pembelian merek tersebut di masa
yang akan datang.
2.12.1 Tingkatan Loyalitas Merek
Loyalitas konsumen terhadap suatu merek, pada umumnya dapat
dikelompokkan kedalam beberapa tingkatan. Masing
masing tingkat
menunjukan suatu tantangan pemasaran dan aset yang berbeda untuk dikelola dan
dimanfaatkan. Tingkatan loyalitas merek tersebut adalah sebagai berikut
(Syamsurizal, 1992 : 46) :
1. Tingkatan loyalitas merek yang paling bawah merupakan kelompok
pembeli non- loyal yang sama sekali tidak tertarik kepada suatu merek.
Setiap merek dirasakan memadai dan nama merek dianggap memainkan
peranan kecil didalam keputusan membeli. Pembeli ini bisa disebut
seorang pembeli yang suka berganti
ganti merek atau pembeli
berdasarkan harga produk.
2. Tingkat kedua meliputi para pembeli yang luas dengan suatu produk, atau
sekurang
kurangnya tidak kecewa dengan suatu produk. Pada dasarnya
tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk
mendorong
suatu
perubahan,
terutama
jika
pergantian
tersebut
memerlukan suatu upaya tambahan. Para pembeli ini bisa disebut pembeli
yang sudah membiasakan membeli. Segmen seperti demikian rawan
terhadap serangan para pesaing yang dapat menciptakan manfaat yang
mengakibatkan penggantian. Meskipun demikian, para pesaing tersebut
bisa mengalami atau menghadapi kesulitan karena tidak ada alasan bagi
para pembeli untuk mencari alternatif
alternatif.
3. Tingkat yang ketiga, terdiri dari para konsumen yang juga puas akan suatu
produk/merek dan disamping itu merasakan adanya suatu pengorbanan
(Waktu, uang/resiko) jika melakukan upaya pergantian merek. Misalnya,
terdapat resiko bahwa merek lain tidak berfungsi dengan baik seperti
dalam penggunaannya yang khusus dibanding dengan merek yang
terdahulu. Untuk menarik perhatian para pembeli ini, para pesaing perlu
mengatasi pengorbanan
pengorbanan tersebut dengan menawarkan suatu
perangsang untuk beralih, atau dengan menawarkan suatu manfaat yang
cukup besar sebagai kompensasinya. Kelompok ini bisa disebut konsumen
loyal yang memiliki/merasakan adanya suatu pengorbanan apabila
melakukan peralihan merek.
4. Tingkat yang keempat, terdiri dari para konsumen yang betul
betul
menyukai merek. Pilihan mereka atas suatu merek bisa berdasarkan suatu
asosiasi seperti simbol, pengalaman
pengalaman dalam menggunakan,
atau dirasakan adanya suatu kualitas yang tinggi. Segmen pada tahap
keempat ini bisa disebut sahabat merek, karena terdapat suatu perasaan
emosional/persaaan menyukai.
5. Tingkat yang kelima/paling tinggi, merupakan pelanggan
pelanggan
yang ikut terlibat. Mereka memiliki suatu kebanggaan untuk diketahui
bahwa dirinya memiliki atau sedang menggunakan suatu merek tertentu.
Merek, bagi mereka adalah sangat penting baik fungsional atau sebagai
suatu pernyataan siapa mereka.
Kelima tingkatan loyalitas merek tersebut disesuaikan dengan keadaan :
mereka tidak selalu tampak dalam bentuk asli dan yang lainnya bisa
dikonseptualisasikan. Misalnya, bisa saja terdapat konsumen yang memiliki
kombinasi dari kelima tingkatan tersebut, atau konsumen yang memiliki profil
yang agak berbeda dengan apa yang telah diuraikan diatas.
Penting untuk diperhatikan bahwa loyalitas merek secara kualitatif
berbeda dari dimensi
dimensi utama lainnya yang membentuk ekuitas merek
(brand equty), seperti : pengetahuan akan merek (brand awareness), asosiasi
merek (brand assotiation) dan kualitas yang dipersepsikan (perceived quality),
karena loyalitas merek (brand loyalty) lebih erat hubungannya dengan
pengalaman dalam mempergunakan suatu merek produk. Loyalitas tidak mungkin
ada tanpa melakukan pembelian dan pengalaman menggunakan sebelumnya.
2.12.2 Nilai Strategis Loyalitas Merek
Loyalitas merek dari pelanggan yang ada mewakili suatu aset strategis
(strategic asset) yang jika dikelola dan dieksploitasi dengan benar, akan
mempunyai potensi untuk memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti yang
diperlihatkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.2
Nilai Loyalitas Merek
Pengurangan biaya
pemasaran
Peningkatan perdagangan
Loyalitas Merek
Memikat para pelanggan
baru
Sumber : David A.Aaker, 1990. Manajemen Ekuitas Merek
Waktu merespon ancaman
Pengurangan biaya pemasaran diakibatkan oleh lebih terfokusnya usaha promosi
yang dilakukan oleh pemasar kepada pelanggan
pelanggannya. Peningkatan
perdagangan disebabkan oleh karena pelanggan loyal sehingga akan terus
membeli merek tersebut jika membutuhkan kembali produk tersebut. Memikat
pelanggan baru mengandung arti adanya mekanisme word of mouth yang sangat
membantu dalam proses pengambilan keputusan. Waktu merespon ancaman
mengandung arti dengan adanya tingkat loyalitas merek yang tinggi, apabila ada
ancaman dari pesaing yang menawarkan produk sejenis membutuhkan usaha yang
lebih lama untuk mempengaruhi pelanggan yang loyal.
2.12.3 Pengukuran Loyalitas Merek
Pengukuran loyalitas merek memiliki beberapa bentuk (Jacoby dan
Chesnut, 1978 : dalam Oliver, 1997 : 397) yaitu : (1) repeat
purchase
patterns, (2) the acceptance/rejection ratio, atau (3) skala sikap (attitudinal
scales). Salah satu yang sering digunakan karena alasan kepraktisan serta waktu
yang dibutuhkan cukup singkat adalah dengan cara yang ketiga yaitu dengan
menggunakan skala sikap.
Skala sikap loyalitas merek harus mencakup Attraction Elements dan
Vulneralibility Elements (Oliver, 1997 : 398) penjabarannya sebagai berikut :
Attraction Elements, terbagi dalam empat tahapan loyalitas, yaitu : tahap
kognisi berhubungan dengan kualitas atau superioritas merek, tahap afeksi
berhubungan dengan tingkat kesukaan, kepuasan, dan keterlibatan, tahap
konasi berhubungan dengan komitmen terhadap merek dan intensi
pembelian, sedangkan tahap action direfleksikan dengan pernyataan
kepastian mengenai pembelian merek tertentu.
Vunerability Element, pada tahap kognisi berhubungan dengan keuntungan
kompetitif (misalnya, biaya lebih rendah dan kualitas lebih tinggi) produk
merek lain, tahap afeksi berhubungan dengan potensi ketidakpuasan
dengan merek yang sedang digunakan, tahap konasi berhubungan dengan
berkurangnya komitmen konsumen terhadap merek yang digunakan,
sedangkan tahap action berhubungan dengan frekuensi yang berkurang
atau pembelian berbagai macam merek untuk tipe produk sejenis.
Brand loyalty (loyalitas merek) merupakan fungsi dari attraction elements
dan vurnerability elements. Fungsi tersebut dinyatakan sebagai :
L = f (A,V)
Dimana : L = Loyalitas merek
A = Attraction elements
V = Vurnerability elements
Brand loyalty mengukur derajat kesetiaan konsumen terhadap suatu
merek, relatif terhadap merek lainnya. Loyalitas diukur melalui attraction
elements dan vurnerability elements.
Attraction elements adalah unsur
unsur yang memberikan kontribusi
positif terhadap ketertarikan konsumen akan suatu merek. Dilain pihak,
vurnerability elements merupakan unsur
unsur yang membentuk ketertarikan
konsumen terhadap merek pesaing, sehingga elemen ini memberi kontribusi
negatif terhadap loyalitas.
Pada attraction elements, jawaban sangat tidak setuju diberi bobot 1,
demikian seterusnya jawaban sangat setuju diberi bobot 5. Sedangkan pada
vurnerability elements,
elements, jawaban sangat tidak setuju diberi bobot 5, demikian
seterusnya hingga jawaban sangat setuju diberi bobot 1.
Dengan demikian, dapat dibuat satu matematika perilaku untuk
menyatakan tingkat loyalitas konsumen terhadap merek. Tingkat loyalitas
konsumen terhadap merek dapat dirumuskan sebagai berikut :
Loyalitas = Attraction elements - Vurnerability elements
Attraction elements dan vurnerability elements dalam penelitian ini
dihitung dengan menggunakan metode rata
rata terboboti atau weighted
average. Metode ini digunakan oleh karena kita ingin melihat adanya ukuran
pemusatan opini konsumen pada selang kontinum : sangat tidak setuju hingga
sangat setuju. Rata
rata terboboti mengukur pemusatan tersebut dengan
menganggap salah satu pilihan jawaban lebih penting (lebih tinggi bobotnya)
relatif terhadap skor pilihan jawaban
jawaban lainnya.
Persamaan matematika untuk ukuran pemusatan rata
rata terboboti
adalah :
Dimana :
w
= Rata
rata terboboti
wi = Bobot skor ke i
ni = Distribusi frekuensi jawaban ke
i
2.13. Hubungan Kepercayaan Merek dengan Loyali
Loyalitas
tas pada merek
Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan
dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apapun yang terjadi
pada merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat
kerentanan kelompok pelan
pelanggan
ggan tersebut dari ancaman dan serangan merek
produk pesaing dapat dikurangi dengan demikian kepercayaan merek merupakan
salah satu indikator inti dalam meningkatkan loyalitas merek yang berarti pula
jaminan perolehan laba perusahaan dimasa mendatang. Pelanggan
Pelanggan yang loyal pada
umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada
banyaknya alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik
produk yang lebih unggul.
Sebaliknya pelanggan yang tidak loyal terhadap suatu merek, pada saat
mereka melakukan pembelian akan merek tersebut, pada umumnya tidak
didasarkan pada ketertarikan mereka pada mereknya tetapi lebih didasarkan pada
karakteristik produk, harga dan kenyamanan pemakaiannya ataupun berbagai
atribut lain yang ditawarkan oleh merek produk alternatif.
Brand trust memiliki hubungan terhadap brand loyalty atau komitmen
karena trust atau kepercayaan dapat menciptakan suatu hubungan pertukaran yang
sangat bernilai. Merek
merek yang sudah dipercaya akan lebih sering dibeli dan
dapat memunculkan komitmen yang tinggi untuk setia kepada merek
merek
tersebut. Kepercayaan atas merek dibangun oleh beberapa faktor seperti kejujuran
(selalu memenuhi janji
janjinya pada pelanggan) serta rasa aman yang
ditimbulkan oleh sebuah merek ketika konsumen mengkonsumsinya (memiliki
reputasi yang baik dimata konsumen selama kurun waktu tertentu).
Download