BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetian Manajemen Manajemen bersal dari kata manage yang artinya mengatur atau mengelola. Dan arti manajemen itu sendiri menurut Terry (2003:9) mendefinisikan manajemen sebagai berikut : Manajemen merupakan sebuah kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh individu individu yang menyumbangkan upayanya yang terbaik melalui tindakan tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Keberhasilan dalam proses manajemen memerlukan kemampuan dalam mengenal permasalahan dan kesempatan, membuat keputusan yang tepat. Ini harus dilaksanakan sehubungan setiap fungsi dasar atau tanggung jawab manajemen seperti yang terdapat pada fungsi fungsi manajemen, yaitu: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), staffing, directing, serta pengendalian (controlling) dikemukakan oleh Manulang (2004:4). Planning Planning atau perencanaan dapat didefinisikan sebagai suatu penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Organizing Organizing yang dimaksud adalah mengelompokan kegiatan yang diperlukan yang memiliki arti sebagai keseluruhan aktivitas manajemen dalam mengelompokkan orang orang serta penetapan tugas, fungsi, wewenang, serta tanggung jawab masing terciptanya aktivitas masing dengan tujuan aktivitas yang berdayaguna dan berhasil dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Staffing Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan personalia pada suatu organisasi sejak dari merekrut tenaga kerja, pengembangannya sampai dengan usaha agar setiap tenaga memberi daya guna maksimal kepada organisasi. Directing Directing adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran, perintah perintah atau instruksi kepada bawahan dalam melakukan tugasnya masing dilaksanakan dengan baik dan benar masing, agar tugas dapat benar tertuju pada tujuan yang telah ditetapkan semula. Controlling Controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan kejalan yang benar dengan maksud tercapai tujuan yang sudah digariskan semula. 2.2 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan sebuah faktor penting dalam suatu siklus yang bermula dan berakhir dengan kebutuhan konsumen. Pemasaran harus dapat menafsirkan kebutuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta mengkombinasikannya dengan data pasar seperti lokasi konsumen, jumlah, dan kesukaan konsumen. Pemasaran tidak hanya sekedar menyampaikan produk dari perusahaan ke konsumen, tapi lebih besar dari itu. Proses pemasaran mencakup mensegmentasikan pasar, memilih dan menetapkan posisi pasar pada pasar sasaran yang dapat secara unggul dipuaskan oleh perusahaan. Proses pemasaran tidak hanya diterapkan pada sebatas barang dan jasa. Segala sesuatu dapat dipasarkan termasuk ide, kejadian, organisasi, tempat, dan kepribadian. Namun penting untuk menekankan bahwa pemasaran tidak dimulai dengan suatu produk atau penawaran, tetapi dengan suatu pencarian peluang pasar. Dalam kehidupan sehari harinya manusia tidak dapat lepas dari kegiatan pemasaran, yang pada mulanya dilakukan dengan melakukan tukar menukar barang atau barter. Seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, maka pemasaran pun ikut berkembang. Pemasaran mencakup berbagai aktivitas yang ditujukan untuk mengidentifikasikan kebutuhan dan keinginan konsumen, apabila seorang pemasar dapat mengidentifikasikan kebutuhan dan keinginan konsumen, mengembangkan produk, menetapkan harga, dan mendistribusikan produknya secara baik serta mempromosikan produk tersebut secara efektif, maka produk tersebut akan terjual dengan mudah. Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai pemasaran, berikut pengertian pemasaran yang dikemukakan oleh beberapa ahli pemasaran : Menurut Kotler (2004:9) : Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Menurut pendapat Marketing Assosiation of Australia & NewZeland (MAANZ) (200:43) : Pemasaran adalah aktivitas yang memfasilitasi & memperlancar suatu hubungan pertukaran yang saling memuaskan melalui penciptaan, pendistribusian, promosi dan penentuan harga dari barang, jasa dan ide. Pengertian pemasaran menurut Kartajaya (2004:3) : Pemasaran adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan values dari satu inisiator kepada stakeholdernya. Dari ketiga definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dari individu dan kelompok untuk memenuhi kebutuhan dan keinginnannya melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran nilai (value) produk dengan yang lain. Pemasaran adalah upaya menciptakan loyalitas konsumen terhadap produk yang ditawarkan. 2.3 Pengertian Manajemen Pemasaran Pada pokoknya, manajemen itu sendiri terdiri atas perancangan dan pelaksanaan rencana rencana. Orang dapat mengasumsikan bahwa akan selalu ada kebutuhan akan penjualan, akan tetapi tujuan pemasaran bukan untuk memperluas penjualan hingga kemana mana. Tujuan pemasaran adalah untuk mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya menjual dirinya sendiri. Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan seorang pelanggan yang siap untuk membeli semua yang dibutuhkan. Selanjutnya menyediakan produk atau jasa itu. Pengertian manajemen pemasaran menurut Kotler (2004:9) : Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran sasaran individu dan organisasi. Tujuan manajemen pemasaran adalah untuk mempengaruhi tingkat, jangkauan waktu, kompetisi dan permintaan sehingga membantu organisasi mencapai sasaran. 2.4 Bauran Pemasaran Bauran pemasaran merupakan serangkaian variabel pemasaran yang dapat dikuasai oleh perusahaan dan selalu digunakan untuk mencapai tujuan dalam bauran pemasaran sebenarnya merupakan konsep kunci dalam teori pemasaran modern. Untuk mendalami lebih jauh lagi mengenai bauran pemasaran, berikut pendapat para ahli tentang bauran pemasaran : Pengertian bauran pemasaran menurut Kotler (2004:18) : Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya dipasar sasaran. Menurut Saladin (2003:3) bauran pemasaran : Serangkaian dari variabel pemasaran yang dapat dikuasai oleh perusahaan dan digunakan untuk mencapai tujuan dalam pasar sasaran. Sedangkan pengertian bauran pemasaran menurut Swastha (2000:74) : Bauran pemasaran merupakan variabel perusahaan sebagai sarana untuk variabel yang dipakai oleh memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Variabel atau melayani variabel yang terdapat di dalamnya adalah produk, harga, distribusi, dan promosi. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran merupakan faktor internal dari perusahaan dimana perusahaan mempunyai kemampuan untuk mengendalikan (Controllable Element) untuk mempengaruhi respon pasar sasaran. Alat alat pemasaran itu diklasifikasikan menjadi empat kelompok yang luas yang disebut 4P yaitu Product, Price, Place and Promotion. 2.4.1 Produk (Product) Setiap orang berusaha memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka dengan produk. Pengertian produk ada beberapa batasan baik itu produk nyata (tangible) dan produk tidak nyata (intangible). Semua diperuntukan bagi pemuasan kebutuhan dan keinginan (need and wants) dari konsumen. Berikut ini pengertian produk menurut beberapa ahli : Menurut Kotler & Armstrong (2001:72) : Produk adalah kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan kepada pasar sasaran. Menurut Staton (2004:139) : Produk ialah seperangkat atribut baik berwujud maupun tidak berwujud, termasuk didalamnya masalah warna, harga, nama baik pabrik, nama baik toko yang menjual (pengecer), dan pelayanan pabrik, serta pelayanan pengecer, yang diterima oleh pembeli guna memuaskan keinginannya. Sedangkan menurut Tjiptono (2002:95) pengertian produk adalah sebagai berikut : Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Dari ketiga definisi diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa produk bukan hanya sebatas barang yang nyata secara fisik, tetapi juga meliputi segala sesuatu yang dihasilkan oleh perusahaan yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. 2.4.2 Harga (Price) Harga merupakan sesuatu yang paling penting dalam kegiatan pemasaran karena memudahkan setiap produknya untuk dijual, maka perusahaan selalu menetapkan harga jual produknya sebelum dijual kepada konsumen. Pengertian harga menurut Kotler & Armstrong (2001:73) : Sejumlah uang yang harus dibayar oleh pelanggan untuk memperoleh produk. Sedangkan pengertian harga menurut Swastha (2000:241) : Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya. Dari kedua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa harga adalah jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan produk yang mereka inginkan. 2.4.3 Tempat (Place) Dalam memasarkan produknya, perusahaan memerlukan suatu saluran distribusi yang akan digunakan dalam rangka usaha penyaluran barang - barang atau jasa - jasa dari produsen ke konsumen. Menurut Tjiptono (2002;185) : Place adalah kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan (jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat dibutuhkan). Menurut Revzan (2000:285) : Place merupakan suatu jalur yang dilalui oleh arus barang barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai kepada pemakai. Masalah pemilihan saluran distribusi adalah suatu masalah yang sangat penting, sebab kesalahan dalam pemilihan ini dapat memperlambat usaha penyaluran barang/jasa dari produsen ke konsumen. Oleh karena itu kelancaran penjualan sangat dipengaruhi oleh saluran distribusi, sehingga betul - betul harus dipertimbangkan dan tidak boleh diabaikan. The American Marketing Assosiation (2000:285) mendefinisikan saluran distribusi adalah sebagai berikut : Saluran distribusi merupakan suatu struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri atas agen, dealer, pedagang besar dan pengecer, melalui mana sebuah komoditi produk atau jasa yang dipasarkan. Sedangkan pengertian saluran distribusi menurut Kotler & Armstrong (2001:73) : Saluran distribusi adalah meliputi aktifitas perusahaan agar produk mudah ditawarkan konsumen sasarannya. Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa saluran distribusi adalah aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan agar produk selalu tersedia bagi konsumen. Tujuannya adalah untuk mencapai pasar pasar tertentu. Peranan saluran distribusi sangat penting bagi perusahaan karena merupakan salah satu faktor yang akan menentukan tercapai atau tidaknya kemajuan suatu perusahaan dalam upaya mengoptimalkan tingkat penjualan. 2.4.4 Promosi (Promotion) Promosi merupakan aktifitas komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap konsumen dan perantara dengan tujuan menyampaikan informasi yang bersifat memberitahukan, membujuk dan mengingatkan kembali akan segala sesuatu mengenai produk yang dihasilkan atau dipasarkan. Pengertian promosi menurut Swastha (2000:349) : Promosi adalah arus informasi atau persuasi dua arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran. Pemasaran modern membutuhkan lebih daripada hanya mengembangkan produk yang baik, memberikan harga yang menarik, dan membuatnya terjangkau oleh pelanggan sasaran. Perusahaan berkomunikasi dengan perantaranya. Pelanggan, masyarakat, serta konsumen berhubungan dalam komunikasi dari mulut ke mulut dengan konsumen lain dan masyarakat. Sementara itu kelompok memberikan timbal balik komunikasi kepada kelompok lainnya. 2.5 Produk 2.5.1 Pengertian Produk Produk merupakan elemen kunci dari penawaran di pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk tidak hanya dalam pengertian fisik, akan tetapi produk diartikan secara luas bisa berupa jasa manusia, tempat, organisasi, dan gagasan. Menurut Kotler (2005:69) produk adalah : Segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan. Menurut Lamb Jr, (2001:414) produk adalah : Segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk mendapat perhatian untuk dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan. Dari definisi definisi diatas dapat disimpulkan bahwa produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pelanggan yang diciptakan oleh perusahaan untuk digunakan dan dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen baik bersifat berwujud maupun yang bersifat tidak berwujud. 2.5.2 Tingkatan Produk Dalam merencanakan tawaran pasar, perusahaan melalui lima tingkatan produk dimana tiap angkatan menambah lebih banyak nilai pelanggan. Kelima tingkatan produk tersebut menurut Kotler (2002:49) adalah sebagai berikut : 1. Inti Produk (Core Benefit) Inti produk adalah jasa, manfaat dasar yang sesungguhnya dibeli oleh pelanggan. 2. Produk Dasar (Basic Product) Pada level kedua pemasar harus dapat mengubah manfaat inti menjadi produk dasar. 3. Produk yang Diharapkan (Expected Product) Produk yang diharapkan adalah serangkaian atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan oleh pembeli ketika mereka membeli produk tersebut. 4. Produk yang Ditingkatkan (Argumented Product) Pemasar harus menyiapkan produk yang ditingkatkan melampaui harapan pelanggan. 5. Produk Potensial (Potensial Product) Pada tingkatan kelima terdapat produk potensial yang mencakup semua peningkatan dan transformasi yang pada akhirnya akan dialami produk tersebut dimasa depan. 2.5.3 Klasifikasi dan Atribut Atribut Produk Untuk memudahkan dalam mengenali suatu produk, maka produk diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan (Tjiptono, 2001:102) yaitu : 1. Berdasarkan Daya Tahan dan Wujudnya a) Barang yang Tidak Tahan Lama (Non Durable Goods) Barang yang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang dikonsumsi hanya dalam satu atau beberapa kali penggunaan. Contoh : Sabun, Mie Instan, dan Makanan/Minuman Ringan. b) Barang Tahan Lama (Durable Goods) Barang tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya dapat digunakan berulang kali. Contoh : Mobil, Motor, Handphone, dll. c) Jasa (Services) Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan kepada konsumen. Jasa merupakan produk yang tidak nyata/tidak berwujud. 2.5.4 Berdasarkan Tujuan Pembelian A. Consumer Goods Consumer Goods adalah barang barang yang dibeli konsumen akhir untuk dikonsumsi secara pribadi. Barang barang dalam kategori ini dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu : 1. Convinience Goods Yaitu barang barang yang biasanya sering dibeli konsumen, segera, dan dengan usaha yang minimum. Convinience Goods dapat dikelompokkan kedalam tiga jenis, yaitu : Staples Goods, yaitu barang yang dibeli konsumen secara regular atau rutin. Contoh: Sabun Mandi, Pasta Gigi, dll. Impulse Goods, yaitu barang yang dibeli tanpa perencanaan terlebih dahulu ataupun usaha usaha untuk mencarinya. Contoh : Coklat, Koran, dll. Emergency Goods, yaitu barang barang yang dibeli bila suatu kebutuhan dirasakan sangat mendesak. Contoh : Payung dan Jas Hujan dimusim hujan. 2. Shopping Goods Yaitu barang barang yang karakteristiknya dibandingkan berdasarkan kesesuaian, kualitas, harga, dan gaya dalam pemilihan dan pembelinya. Shopping Goods dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu : Homogenous Shopping Goods, yaitu barang barang yang oleh konsumen dianggap serupa dalam hal kualitas tetapi cukup berbeda dalam harga. Contoh : TV, Komputer, Handphone, dll. Heterogenous Shopping Goods, yaitu barang barang yang aspek dan cirinya dianggap lebih penting oleh konsumen dari aspek harganya. Contoh : Pakaian dan Peralatan Rumah Tangga. 3. Speciality Goods Speciality Goods adalah barang barang yang memiliki karakteristik atau identifikasi merek yang unik dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. Contoh : Mobil Mewah BMW, Pakaian Karya Perancang Terkenal, dll. 4. Unsought Goods Unsought Goods merupakan barang barang yang tidak diketahui konsumen atau kalaupun sudah diketahui, tetapi pada umumnya belum terpikirkan untuk membelinya. Unsought Goods dibagi menjadi dua jenis, yaitu: Regulatory Unsought Goods, yaitu barang barang yang sudah ada dan diketahui konsumen tetapi tidak terpikirkan untuk membelinya. Contoh : Kain Kafan, Peti Mati, Batu Nisan, dll. New Unsought Goods, yaitu barang barang baru dan sama sekali belum diketahui oleh konsumen. B. Industrial Goods Barang barang yang termasuk dalam kategori ini dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu : 1. Material and Parts Yaitu barang perusahaan. Barang barang yang temuannya menjadi bagian dari produk jadi barang ini terbagi menjadi dua, yaitu : Raw Materials, bahan bahan yang belum diolah secara mekanik. Raw Material dibagi menjadi dua, yaitu : Nature Product dan Farm Product. Fabricating Materials, barang barang yang sudah dikelola secara mekanik. 2. Capital Goods Yaitu barang barang tahan lama yang memudahkan pengembangan dan pengelolaan produk akhir. Biasanya disebut dengan barang modal. Capital goods dibagi menjadi dua, yaitu : Instalation, barang barang yang tidak bergerak. Contoh : Mesin, Pabrik, Komputer, dll. Equipment, barang barang yang bergerak. Contoh : Kendaraan operasional. 3. Operating Supply Yaitu barang barang yang sama sekali tidak menjadi bagian dari produk jadi, tetapi berperan dalam kegiatan perusahaan. Contoh : Oli, Bensin, Tinta, dll. Disamping itu, terdapat beberapa atribut produk yang penting oleh konsumen dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan pembelian. Menurut Tjiptono (2001:104) terdiri dari : 1. Merek (Branding) Penetapan merek dapat menambah nilai tambah suatu produk. Penetapan merek menjadi isu utama dalam strategi merek karena : a) Mengembangkan produk bermerek membutuhkan investasi pemasaran yang besar dalam jangka panjang, terutama untuk iklan, promosi, dan kemasan. b) Kebanyakan perusahaan belajar bahwa kekuatan berada di tangan perusahaan yang mengendalikan merek. 2. Kemasan (Packaging) Pengemasan merupakan proses yang berkaitan dengan perancangan dan pembuatan wadah atau pembungkus untuk suatu produk. 3. Pemberian Label (Labeling) Label merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan informasi mengenai produk dan penjual. 4. Layanan Pelengkap (Supplementary Services) Dewasa ini produk apapun tidak terlepas dari unsur jasa atau pelayanan, baik itu jasa sebagai produk inti maupun sebagai pelengkap. 5. Jaminan (Guaranty) Adalah janji yang merupakan kewajiban produsen atas produknya kepada konsumen, dimana para konsumen akan diberikan ganti rugi bila produk ternyata tidak bisa berfungsi sebagaimana yang diharapkan/dijanjikan. Jaminan atau garansi dapat berupa penggantian dengan produk baru, penggantian uang sejumlah yang dibayarkan untuk produk yang rusak, pelayanan perbaikan tanpa membayar, penggantian suku cadang, dll. 2.6 Merek 2.6.1 Pengertian Merek Merek merupakan atribut produk yang penting dan dapat mempengaruhi kegiatan pemasaran suatu perusahaan. Agar dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai pengertian merek. Maka penulis mengemukakan pengertian merek dari beberapa ahli. Menurut Kotler (2002:460) mendefinisikan merek sebagai berikut : Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi dari hal hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan membedakannya dari produk pesaing. Menurut Alma (2004:147) mendefinisikan merek sebagai berikut : Merek atau cap adalah suatu tanda atau simbol yang memberikan identitas suatu barang/jasa tertentu yang dapat berupa kata kata, gambar atau kombinasi keduanya. Dalam undung undang Merek (UU.No.19 tahun 1992) dinyatakan pada bab 1 (ketentuan umum), pasal 1 ayat 1 bahwa : Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf huruf, angka unsur angka, susunan warna atau kombinasi, dari unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa. Dari definisi definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian merek merupakan strategi perusahaan untuk mengindentifikasikan produknya dan juga membedakannya dari produk produk pesaing. Selain itu ada merek dagang dan hak cipta yang merupakan bagian yang dilindungi. Menurut Rangkuty (2002:2) yaitu : 1. Brand Name (Nama Merek) yang merupakan bagian yang diucapkan. Misalnya : Toyota, Suzuki, Honda, dll. 2. Brand Mark (Tanda Merek) yang merupakan sebagian merek yang dapat dikenali namun tidak diucapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna khusus. Misalnya : Simbol Toyota 3. Trade Mark (Tanda Merek Dagang) yang merupakan merek atau sebagian dari merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dan hak istimewanya untuk menggunakan nama merek (tanda merek). 4. Copy Right (Hak Cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undang undang untuk memproduksi, menerbitkan dan menjual karya tulis, karya musik atau karya seni. 2.6.2 Tingkatan Merek Menurut Kotler (2005:82) tingkatan merek dapat dibagi menjadi enam yaitu : 1. Atribut Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek. 2. Manfaat Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak saja membeli atribut tetapi juga membeli manfaat. 3. Nilai Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang memiliki nilai tinggi dan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang berkualitas dan berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut. 4. Budaya Merek memiliki budaya tertentu yang dapat mempengaruhinya. 5. Kepribadian Merek memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi para penggunanya. Jadi diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan tercermin dengan merek yang digunakan. 6. Pemakai Merek menunjukan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan orang orang yang terkenal untuk pengguna mereknya. Jika suatu perusahaan memperlakukan brand hanya sebagai nama, maka perusahaan tersebut tidak melihat tujuan yang sebenarnya. Tantangan dalam pemberian brand adalah mengembangkan satu kumpulan makna yang mendalam untuk brand tersebut. 2.6.3 Karakteristik Merek Menurut Rangkuty (2002:37) karakteristik merek adalah sebagai berikut : 1. Nama merek harus menunjukan manfaat dan mutu produk tersebut. 2. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, dan diingat. 3. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khusus. 4. Nama merek harus mudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing. 5. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat perlindungan hukum. Suatu merek yang baik harus dapat memenuhi karakteristik diatas, meskipun pada kenyataannya tidak semua merek tersebut dapat memenuhi karakteristik tersebut. Tetapi bagi perusahaan yang ingin memiliki keunggulan bersaing, mereka akan berusaha untuk memenuhi kriteria kriteria tersebut bagi produk yang dihasilkannya sehingga perusahaan dapat memenuhi tujuan dari pemberian merek. 2.6.4 Manfaat Merek Pemberian merek dapat menambah nilai dari suatu produk, namun perlu juga dilihat dari pihak pihak yang berkaitan yaitu produsen, konsumen, dan bahkan distributor. Menurut Kotler (2005:90) menyatakan sebagai berikut : 1. Manfaat merek ditinjau dari sudut pandang produsen a) Nama merek memudahkan penjual mengolah atau memproses pesanan - pesanan dan menelusuri masalah. b) Nama merek dan tanda merek penjual tersebut memberikan perlindungan hukum atas ciri ciri produk yang unik. c) Nama merek memberikan kesempatan kepada penjual untuk menarik pelanggan yang setia dan memberikan keuntungan. Loyalitas merek memberikan perlindungan kepada penjual dari persaingan. d) Penggunaan merek membantu penjual tersebut melakukan segmenteasi pasar. e) Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan tersebut, yang lebih memudahkannya meluncurkan merek merek baru dan diterima oleh distributor dan konsumen. 2. Manfaat merek ditinjau dari sudut pandang konsumen a) Merek dapat membedakan. b) Merek menunjukan kepada pembeli mengenai mutu produk. c) Merek meningkatkan efesiensi pembeli. d) Merek membantu konsumen mendapatkan beberapa informasi tentang produk tersebut. Selain memberikan manfaat bagi produsen dan konsumen, merek juga memberikan manfaat bagi distributor. Berikut ini alasan distributor menggunakan merek, yaitu : Distributor menggunakan merek bertujuan agar penyaluran barang lebih mudah. Dapat mengidentifikasikan pemasok. Agar standar kualitas yang telah ditanamkan dapat dipertahankan. Meningkatkan prefensi bagi pembeli dan bebas menentukan harga. 2.7 Keputusan Keputusan dalam Merek 2.7.1 Keputusan Pemberian Nama Merek (Brand NameDecision) Produsen yang memutuskan untuk memberi merek pada produknya harus memilih nama merek yang akan digunakan. Menurut Kotler (2000:469) terdapat empat strategi dalam nama merek, yaitu : 1. Nama Merek Individu (Individual Brand Names) Adalah perusahaan mencari nama terbaik untuk masing masing produk baru Contoh : Indofood (Indomie, Supermie, Sarimie) 2. Nama Merek yang Sama untuk Kelompok Produk yang Berbeda (A Blanket Family Brand) Adalah produk yang diberi merek dengan menggunakan nama kelompok untuk semua produk yang dimaksudkan untuk mempermudah dan menghemat biaya pengendalian produk baru yang terpisah dari masing masing produk. Contoh : Sanyo dan Philips 3. Nama Kelompok yang Berbeda untuk Semua Produk (Separate Family Brand) Adalah perusahaan memproduksi produk produk yang agak berbeda, tidak dianjurkan untuk menggunakan nama kelompok keseluruhan untuk semua produk. Contoh : Ultra Jaya (Ultra untuk minuman susu, Buavita untuk minuman sari buah, Teh Kotak untuk minuman teh). 4. Nama Dagang Perusahaan Didominasikan dengan Nama Perusahaan (Company Family Brand) Adalah produsen mengikat nama perusahaan pada satu nama merek individual untuk masing masing produk. Contoh : Toyota (Toyota Rush, Toyota Fortuner), Lippo (Bank Lippo, Asuransi Lippo, Lippo Karawaci) Setelah perusahaan menentukan strategi nama mereknya, yang harus dihadapi selanjutnya adalah perusahaan harus memilih suatu nama merek yang spesifik untuk membedakan produk produk yang dihasilkan. 2.7.2 Keputusan Startegi Merek (Brand Strategy Decision ) Menurut Kotler & Armstrong (2003:375) perusahaan mempunyai empat pilihan ketika harus memilih strategi merek, yaitu : 1. Perluasan Lini (Line Extension) Adalah penggunaan nama merek yang sukses untuk memperkenalkan hal hal baru ke kategori produk tertentu dengan penggunaan nama merek yang sama. Contoh : Coke (New Coke, Diet Coke, Classic Coke). 2. Perluasan Merek (Brand Extention) Adalah penggunaan merek yang telah berhasil untuk meluncurkan produk baru atau berhasil modifikasi ke kategori baru. Contoh : Honda menggunakan nama perusahaan nya untuk mencakup produk yang berbeda, Seperti : Mobil, Sepeda motor, Mesin kapal. 3. Merek Ganda (Multi Brand) Adalah menawarkan cara untuk membangun fitur dan daya tarik yang berbeda untuk memuaskan motivasi pembeli yang berbeda beda. Contoh : Unilever setelah mengeluarkan shampoo dengan merek Sunsilk juga telah mengeluarkan shampoo dengan merek Lifebuoy. 4. Merek Baru (New Brand) Adalah perusahaan menciptakan merek baru ketika memasuki kategori produk baru. Contoh : Matshusita (Panasonic, National, Technics) Strategi strategi merek diatas akan membantu perusahaan dalam menentukan tipe merek mana yang akan paling bermanfaat bagi produknya. Kepuasan strategi merek yang tepat akan mempengaruhi keberhasilan perusahaan dalam memasarkan produknya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan perusahaan akan tercapai. 2.7.3 Keputusan Penetapan Ulang Posisi Merek (Brand Repositioning Decision) Brand Respositioning Decision merupakan peninjauan kembali terhadap posisi merek yang sudah ada di pasar karena ada saja pesaing yang meniru produknya dengan memasarkan merek baru yang mirip dengan merek perusahaan kita, sehingga konsumen akan beralih pada produk atau merek pesaing dan permintaan akan semakin berkurang. Dengan strategi penetapan ulang posisi merek ini diharapkan perusahaan dapat menguasai pasar seperti semula dan bahkan dapat memperluas pangsa pasarnya (market share). 2.8 Keuntungan dan Kerugian Keputusan Perluasan Merek 2.8.1 Keuntungan Keputusan Perluasan Merek Menurut Kotler & Armstrong (2003:357) keuntungan keputusan perluasan merek yaitu: 1. Perluasan merek merebut pangsa pasar yang lebih luas dan menyadari efesiensi iklan yang lebih besar daripada merek individual. 2. Nama merek yang dihargai membantu perusahaan untuk lebih mudah memasuki kategori produk baru dan akan segera dikenal serta lebih cepat diterima oleh konsumen. 3. Perluasan merek juga menghemat biaya iklan yang tinggi yang biasanya diperlukan untuk memperkenalkan nama merek baru kepada konsumen. 2.8.2 Kerugian Keputusan Perluasan Merek Menurut Kotler & Armstrong (2003:358) Kerugian keputusan perluasan merek yaitu : 1. Bila perluasan merek gagal, hal itu akan merugikan sikap konsumen terhadap produk lain yang menggunakan nama merek yang sama. 2. Nama merek mungkin kurang cocok untuk produk baru tertentu, bahkan bila produk itu dibuat dengan baik dan memuaskan. 3. Nama merek mungkin akan kehilangan posisi khusus dalam benak konsumen karena pemakaian yang berlebihan. 2.9 Konsep Konsep merek 2.9.1 Brand Equity Ekuitas merek yang tinggi memberikan perusahaan bergai keunggulan bersaing. Merek yang kuat akan mempunyai kesadaran akan merek dan loyalitas konsumen yang tinggi. Karena konsumen ingin memilih merek tertentu ketika berbelanja, perusahaan pemilik merek tertentu tersebut juga mempunyai kekuatan tawar menawar yang lebih tinggi dengan pedagang perantara. Karena nama merek tersebut mempunyai kredibilitas yang besar, perusahaan bersangkutan lebih mudah meluncurkan perluasan produk dan merek. Kotler & Armstrong (2002:350) mendefinisikan ekuitas merek sebagai berikut : Ekuitas merek adalah nilai suatu merek berdasarkan seberapa kuat merek tersebut mempunyai loyalitas merek, kesadaran konsumen akan nama merek, kualitas yang dipersepsikan, asosiasi merek, dan berbagai aset lainnya seperti paten, merk dagang, dan hubungan jaringan distribusi. Menurut Kartajaya (2004:196) mendefinisikan ekuitas merek sebagai berikut : Ekuitas merek adalah asset intangible yang dimiliki oleh sebuah merek karena value yang diberikannya baik kepada si produsen maupun si pelanggan. Menurut Alma (2004:196) mendefinisikan ekuitas merek sebagai berikut : Seperangkat asosiasi merek yang digunakan oleh ahli strategi merek, dan ini merupakan janji kepada konsumen yang harus dipenuhi. Dari pengertian diatas penulis berpendapat bahwa ekuitas merek itu mempunyai loyalitas yang tinggi, kesadaran nama, kualitas yang diterima dan hubungan saluran kepada konsumen yang harus dipenuhi. 2.9.2 Brand Identity Identitas merek merupakan seperangkat asosiasi merek yang digunakan oleh ahli strategi merek dan ini merupakan janji kepada konsumen yang harus dipenuhi, Brand identity merupakan bagian dari brand equity, identitas merek merupakan suatu strategi merek yang mencakup arah, maksud dan arti dari suatu merek, yang pada intinya untuk membangun merek yang kuat sehingga dapat bersaing dan memenuhi kebutuhan pasar, dan pada akhirnya kehadirannya dapat diterima oleh konsumen jadi identitas merek adalah suatu penggabungan yang unik dari merek yang memberi aspirasi kepada pembuat strategi merek untuk menciptakan dan memelihara. Penggabungan ini mewakili apa yang dapat merek unggulkan dan merupakan sebuah janji anggota organisasi kepada pelanggan. Identitas merek juga dapat membantu hubungan antara merek dengan konsumen ini terdiri dari 12 dimensi yang terorganisir kedalam 4 pandangan yaitu merek sebagai produk, merek sebagai organisasi, merek struktur identitas merek terdiri dari identitas inti yang merupakan identitas pusat, inti dari merek yang tidak terbatas waktu dan cenderung konstan seiring dengan berkembangnya merek menjadi pasar pasar dan produk yang terdiri dari elemen kelompok produk baru, dan identitas yang diperluas elemen, identitas merek yang diorganisir kedalam kelompok yang tersusun. 2.9.3 Brand Image Sekali lagi, merek adalah nama, singkatan, tanda atau desain yang mengidentifikasi, suatu produk dan membedakan produk itu dari produk lain. Merek itu ada, kalau sudah ada dalam pikiran konsumen. Dengan kata lain, merek itu ada kalau sudah dikenal atau diketahui. Dengan sendirinya, merek yang belum dikenal dapat dianggap tidak ada walaupun produknya ada. Dalam bentuk brand image, kita memasuki dunia persepsi, image adalah persepsi yang relatif konsisten dalam jangka panjang. Tidak mudah membentuk image, tetapi sekali terbentuk tidak pula mudah mengubahnya. Image yang dibentuk tidak sekedar image, melainkan image yang jelas berbeda dan secara relatif lebih unggul dibandingkan pesaing. Agar posisi merek kuat, tentu ia harus dikenal dulu. Tempatkanlah merek dalam pikiran konsumen, karena keberhasilan merek ditentukan oleh kemampuannya merebut tempat dalam pikiran. Posisi dalam pikiran memberikan jalan bagi merek untuk memenangkan hati, sekali hati dimenangkan, maka perusahaan memperoleh apa yang dicari yaitu penjualan dan keuntungan. 2.10 Kepercayaan 2.10.1 Pengertian Kepercayaan Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang dianut seseorang tentang sesuatu. Kepercayaan dapat berlandaskan opini maupun pengetahuan. Pengetahuan erat kaitannya dengan jumlah informasi yang dimiliki seseorang. Semakin banyak informasi yang diketahui konsumen mengenai keunggulan suatu produk maka akan meningkatkan kepercayaan konsumen pada produk tersebut, sedangkan semakin banyaknya informasi yang didapat konsumen mengenai kekurangan suatu produk maka akan mengurangi kepercayaan konsumen pada produk tersebut. Definisi kepercayaan menurut Schurr dan Ozane (1985) kepercayaan adalah suatu keyakinan bahwa pernyataan pihak lain dapat diandalkan untuk memenuhi kewajibannya. Ketidakpercayaan bisa terjadi sejalan dengan minimnya informasi dalam perencanaan dan pengukuran kinerja. Rasa percaya atau tidak percaya seseorang yang muncul dalam perilakunya ditentukan oleh faktor faktor seperti informasi, pengaruh, dan pengendalian. Kepercayaan akan meningkat bila informasi yang diterima dinilai akurat, relevan, dan lengkap. Tingkat kepercayaan juga dipengaruhi oleh pengalaman di masa lalu, pengalaman yang positif yang konsisten di masa lalu dengan suatu pihak akan meningkatkan rasa saling percaya sehingga akan menumbuhkan harapan akan hubungan yang baik di masa yang akan datang. Menurut Berry (1995) : Moorman, Deshpade, dan Zaltman (1993) : Morgan dan Hunt (1994) kepercayaan secara umum dipandang sebagai komponen penting untuk hubungan yang sukses. Sedangkan, Crosby, Evan, dan Cowles (1990) cenderung menekankan kepercayaan sebagai percaya terhadap kejujuran dan integritas kelompok lain, seperti pada seorang penjual. Hal yang lain diungkapkan oleh Gwinner, Gremler, dan Bitner (1998) dengan menggunakan definisi kepercayaan yang mirip, mereka menemukan keuntungan psikologis rasa percaya diri dan kepercayaan lebih penting daripada perlakuan istimewa atau keuntungan sosial dalam hubungan konsumen dengan perusahaan. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kepercayaan merupakan salah satu kunci terpenting untuk menjalin hubungan yang baik dengan konsumen. Hubungan tersebut dapat berlanjut jika perusahaan yang dipercaya mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. 2.10.2 Konsep Kepercayaan Menurut Soetomo (2002) Ada 5 tindakan yang menunjukan suatu kepercayaan (1) menjaga hubungan, (2) menerima pengaruh, (3) Terbuka dalam komunikasi (4) Mengurangi pengawasan, dan (5) kesabaran akan faham oportunis. Moorman, Zaltman, dan Deshpande dalam Zulganef (2002) berhasil mengungkapkan keterhubungan antara dua pihak yang melakukan pertukaran, dalam hal ini pengguna informasi penelitian dan jasa penelitian secara langsung dipengaruhi oleh kepercayaan terhadap peneliti, kualitas interaksi dengan peneliti. Definisi definisi tersebut digambarkan dalam pandangan klasik bahwa kepercayaan merupakan harapan umum yang dipertahankan oleh individu yang ucapan dari satu pihak ke pihak lainnya dapat dipercaya. Kepercayaan merupakan variabel terpenting dalam membangun hubungan jangka panjang antara satu pihak dengan pihak lainnya. Pengukuran kepercayaan menurut Zulganef (2002) adalah kinerja perusahaan secara keseluruhan memenuhi harapan, pelayanan yang diberikan perusahaan secara konsisten terjaga kualitasnya, percaya bahwa perusahaan tersebut akan bertahan lama. Menurut Ramadania (2003:39) adapun indikator kepercayaan adalah sebagai berikut: 1. Reputasi yang dimiliki produk 2. Keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan produk 3. Manfaat yang ada dalam produk 2.10.3 Kepercayaan Terhadap Merek Chaudhuri dan Holbrook (2001) Mendefinisikan kepercayaan terhadap merek atau brand trust sebagai kemauan dari rata rata konsumen untuk bergantung kepada kemauan dari sebuah merek dalam melaksanakan segala kegunaan atau fungsinya. Lebih lanjut dikatakan bahwa, secara spesifik, kepercayaan dapat mengurangi ketidakpastian dalam sebuah lingkungan dimana konsumen merasa tidak aman di dalamnya, karena mereka mengetahui bahwa mereka dapat mengandalkan merek yang sudah dapat dipercaya tersebut. Belief atau rasa percaya terhadap reliabilitas, keamanan, dan kejujuran merupakan faktor faktor terpenting dalam trust. Dalam konteks merek, Delgado - Ballester dan Munuera Aleman (2001) mendefinisikan trust atau kepercayaan sebagai a feeling of security held by the consumer that the brand will meet his/her consumption expectations (p.1242). Kepercayaan adalah rasa aman yang dirasakan oleh konsumen terhadap merek, bahwa merek tersebut akan memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Kepercayaan terhadap merek (Aaker, 1996:Lasser et, al., 1995) menunjukan bahwa nilai merek dapat diciptakan dan dikembangkan melalui manajemen atas beberapa aspek yang melebihi kepuasan dari konsumen, serta diimbangi dengan kinerja produk beserta atribut (Delgado ballester dan Munuera atributnya secara fungsional Aleman, 2001, p. 1241). Proses dimana seorang individu menghubungkan kepercayaan dengan merek didasarkan atas pengalamannya dengan merek tersebut. 2.11 Loyalitas Dua hal yang menjadi pertimbangan utama perusahaan dalam melakukan retensi pelanggan ini adalah, pertama karena semakin mahalnya biaya perolehan pelanggan baru dalam iklim kompetisi yang sedemikian ketat, kedua adalah adanya kenyataan bahwa tingkat kemampuan menghasilkan laba perusahaan berbanding lurus dengan pertumbuhan hubungan antara perusahaan dan pelanggan secara permanen. Mempelajari persiapan penerapan berbagai kesempatan perdagangan di era globalisasi berkeyakinan bahwa di era perdagangan bebas yang tidak terproteksi sama sekali tersebut, tumpuan perusahaan untuk tetap mampu bertahan hidup adalah pelanggan pelanggan yang loyal. Untuk itulah, perusahaan dituntut untuk mampu memupuk keunggulan kompetitifnya masing masing melalui upaya upaya kreatif, inovatif, serta efisien sehingga menjadi pilihan dari banyak pelanggan yang pada gilirannya nanti diharapkan loyal . Memiliki pelanggan yang loyal adalah tujuan akhir dari semua perusahaan. Akan tetapi kebanyakan dari perusahaan (produsen) tidak mengetahui bahwa loyalitas konsumen dapat dibentuk melalui beberapa tahapan, mulai dari mencari calon pelanggan potensial sampai dengan advocate yang akan membawa keuntungan bagi perusahaan. Definisi loyalitas menurut Tjiptono (2000:111) adalah : Situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai dengan pola pembelian ulang yang konsisten. Sedangkan menurut Griffin (2002:4) : Loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang atau jasa perusahaan yang dipilih. Menurut Rangkuty (2003:41) loyalitas adalah : Ukuran dan kesetiaan konsumen terhadap suatu produk. Dari definisi diatas penulis berpendapat bahwa loyalitas lebih ditujukan pada suatu perilaku yang ditujukan dengan pembelian rutin yang didasarkan pada unit pengambilan keputusan, serta merupakan suatu komitmen untuk tetap menggunakan suatu produk atau jasa tanpa terpengaruh oleh usaha yang dilakukan perusahaan pesaing. Menurut Griffin (2002:13) adapun keuntungan keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal, antara lain : Dapat mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik pelanggan yang baru lebih mahal) : a) Dapat mengurangi biaya transaksi. b) Dapat mengurangi biaya turn over konsumen (karena penggantian konsumen yang lebih sedikit). c) Dapat meningkatkan penjualan silang, yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan. d) Mendorong word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas. e) Dapat mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian, dll). Menurut Tjiptono (2000:107) karakteristik pelanggan yang loyal adalah : 1. Setia kepada produk perusahaan. Artinya konsumen cenderung atau terikat pada produk tersebutdan akan membeli kembali produk yang sama, sekalipun tersedia banyak alternatif. 2. Merekomendasikan perusahaan kepada orang lain. Dimana konsumen melakukan komunikasi melalui mulut ke lulut berkenaan dengan produk tersebut. 3. Melakukan pembelian ulang yang konsisten. 4. Pelanggan melakukan pembelian secara kontinyu pada satu periode tertentu. Jadi konsumen disebut konsumen yang loyal jika telah setia kepada satu produk dengan melakukan pembelian ulang secara konsisten dan menceritakan pengalamannya kemudian merekomendasikannya kepada keluarga, teman, ataupun konsumen lain. 2.11.1 Karakteristik Loyalitas Pelanggan yang loyal merupakan aset yang tak ternilai bagi perusahaan, hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, sebagaimana menurut Griffin (2002:31) antara lain : 1. Melakukan Pembelian Ulang (Makes Regular Repeat Purchases). 2. Membeli Produk Lain dari Produsen yang Sama (Purchases Across Product and Service Lines). 3. Merekomendasikan kepada Orang Lain (Refers Other). 4. Menunjukan Kekebalan dari Daya Tarik Produk Sejenis dari Pesaing (Demonstrates an Immunity to the Full of the Competition). 2.11.2 Jenis - Jenis Loyalias Pelanggan/Konsumen Menurut Griffin (2002 : 23) loyalitas pelanggan ada 4 jenis yaitu : 1. Kesetiaan Premium (Premium Loyalty) Merupakan jenis yang terjadi bilamana suatu tingkat ketertarikan yang tinggi berjalan selaras dengan aktivitas pembelian ulang kembali, kesetiaan jenis inilah yang sangat diharapkan dalam setiap usaha. Pada tingkat preference yang tinggi maka orang orang akan bangga bilamana menemukan dan menggunakan produk atau jasa tersebut dan dengan senang hati membagi pengetahuan serta pengalaman kepada teman atau keluarga mereka. 2. Kesetiaan Tersembunyi (Latent Loyality) Suatu ketertarikan yang relatif tinggi yang disertai dengan tingkat pembelian ulang yang relatif rendah menggambarkan suatu kesetiaan tersembunyi dari pelanggan yang memiliki sikap kesetiaan tersembunyi, Pembeliaan ulang lebih banyak dipengaruhi faktor situasional daripada faktor sikapnya. 3. Kesetiaan yang Tidak Efektif (Inertia Loyality) Suatu ketertarikan yang rendah dengan pembeliaan ulang yang tinggi akan mewujudkan suatu kesetiaan yang tidak aktif. Pelanggan yang memiliki sikap ini biasanya membeli berdasarkan kebiasaan. Dasar yang digunakan untuk pembelian produk atau jasa biasanya karena sudah terbiasa memakainya atau karena faktor kemudahan situasional. 4. Tidak ada kesetiaan 5. Untuk berbagai alasan yang berbeda ada pelanggan yang tidak mengembangkan suatu kesetiaan terhadap produk atau jasa tertentu. Tingkat ketertarikan (attachment) dengan pembelian ulang yang rendah menunjukan absennya suatu kesetiaan. Pada dasarnya suatu usaha harus menghindari kelompok tidak ada kesetiaan ini untuk dijadikan target pasar karena mereka tidak pernah akan menjadi pelanggan setia. 2.11.3 Tahap Tahap Loyalitas Pelanggan/Konsumen Lima tahap pembentukan loyalitas untuk dapat menjadi pelanggan yang loyal, perantara harus melalui beberapa tahapan. Proses ini berlangsung lama, dengan penekanan dan perhatian yang berbeda untuk masing Dengan memperhatikan masing masing tahap. masing tahap dan memenuhi kebutuhan dalam tahap tersebut, perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calon perantara menajdi pelanggan loyal dan klien perusahaan. Griffin (2002:35) menyatakan bahwa tahap tahap tersebut adalah : 1. Suspect Meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang/jasa perusahaan tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan dari barang/jasa yang ditawarkan. 2. Prospect Adalah orang orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Para Prospect ini meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan produk yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan produk tersebut kepadanya. 3. Disqualified Prospect Yaitu Prospect yang telah mengetahui keberadaan produk tertentu tapi tidak mempunyai kebutuhan akan produk tersebut atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli produk tersebut. 4. First Time Customer Yaitu konsumen yang membeli produk untuk pertama kalinya. Mereka masih menjadi konsumen dari produk pesaing. 5. Repeat Customer Yaitu konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih, atau membeli dua macam yang berbeda dalam dua kesempatan yang berbeda pula. 6. Clients Clients membeli produk yang ditawarkan yang mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur. Hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing. 7. Advocates Seperti layaknya clients, advocates membeli seluruh produk yang ditawarkan yang ia butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Sebagai tambahan, mereka mendorong teman teman mereka yang lain agar membeli produk tersebut. Ia membicarakan tentang produk tersebut, melakukan pemasaran untuk perusahaan tersebut dan membawa konsumen untuk perusahaan tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar Profit Generator System (PGS) (Griffin, 2002:36) dibawah ini : Gambar 2.1 Suspect Loyality Tools Prospect First Time Customer Repeat Customer Client Advocates Disqualifie d Prospect In Active Client or Customer Cara kerja PGS (Profit Generator System) adalah : perusahaan memasukan seluruh suspect kedalam sistem pemasarannya, dan para suspect ini kemudian akan tersaring menjadi qualified prospect dan disqualified prospect. Disqualified prospect ini dikeluarkan dari sistemnya yang tidak menguntungkan bagi perusahaan, sementara para qualified prospect dimasukan ke proses selanjutnya. Semakin cepat menentukan disqualified prospect semakin menguntungkan bagi perusahaan karena mereka hanya menghabiskan uang dan waktu saja. Para disqualified prospect kemudian difokuskan untuk menajdi first time buyer setelah itu mereka didorong untuk menjadi repeat customer, loyal client dan paling akhir menjadikan mereka sebagai advocates bagi perusahaan dimana para advocates ini akan mempengaruhi orang lain agar membeli produk dari perusahaan. Bagi perusahaan yang telah memiliki first time buyers, repeat customers atau clients tidak selamanya menguntungkan bagi perusahaan, karena setiap saat sebagian dari mereka dapat menghilang dari perusahaan atau tidak kembali lagi pada perusahaan, mereka dinamakan inactive customer/clients. Hal seperti ini harus diperhitungkan karena kehilangan mereka berarti kerugian bagi perusahaan. 2.11.4 Mengubah Suspect menjadi Qualified Prospect Menurut Griffin (2002:54) ketika seluruh suspect telah memasuki sistem, maka untuk mencari siapakah diantara prospect ini yang akan menajdi qualified prospect, perusahaan harus menajawab tiga pertanyaan dibawah ini : 1. Siapakah yang menjadi target perusahaan ? (who to target), bagaimana mengidentifikasikan sekelompok yang memilki kemungkinan besar untuk membeli produk yang ditawarkan perusahaan untuk dapat mengidentifikasi dan menyeleksi siapa yang akan menjadi sasaran perusahaan. Dibawah ini merupakan sepuluh langkah untuk menyeleksi pasar yang paling menguntungkan perusahaan : Mensurvei pasar keseluruhan. Mensegmentasi pasar. Menganalisa pasar. Mempelajari persaingan yang terjadi. Menstratifikasi pasar. Melakukan penelitian mendalam untuk pasar yang menjadi pilihan utama. Menganalisa peralatan pemasaran yang paling efektif untuk digunakan. Melakukan tes pasar. Menganalisa apa yang dapat dilakukan (bersikap realistis). Memilih pasar. 2. Bagaimana memposisikan produk kedalam pasar sasaran ? (how to your product and service), bagaimana untuk mendapatkan kesetiaan dan keuntungan dari merek. Setelah pasar sasaran ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah menciptakan dan mengkomunikasikan pesan yang ingin disampaikan perusahaan kepada para prospect. Pemasaran yang efektif yang dibutuhkan adalah yang menyediakan informasi kepada pasar sasaran mengenai ketersediaan produk yang dapat memuaskan kebutuhan dalam sasaran tersebut. 3. Bagaimana menyaring prospect yang potensial ? (how to qualify prospect), bagaimana cara untuk memisahkan prospect yang potensial dan yang tidak potensial. Kedua hal ini dapat dibedakan dengan melihat karakteristik dari prospect yang potensial seperti yang dijelaskan sebagai berikut : Memiliki masalah yang dapat perusahaan selesaikan (memiliki kebutuhan). Memiliki keinginan untuk mengatasi masalahnya (apa yang diinginkan). Mempunyai kemampuan dan keinginan untuk membeli produk demi memuaskan kebutuhan tersebut. Memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan pada saat tertentu. 2.11.5 Mengubah Qualified Prospect menjadi First Time Customer Perubahan yang terjadi dari qualified prospect ke first time buyers membutuhkan waktu yang cukup lama, selain itu diperlukan kejujuran dan kesabaran serta pengalaman yang dimiliki seorang penjual. Namun Griffin (2002:89) menyatakan yang terpenting adalah seorang prospect/calon pembeli membutuhkan seorang tenaga penjual yang jujur dan dapat dipercaya, yang mampu mendiagnosa masalah yang dihadapi dan menawarkan pemecahan untuk masalah tersebut. Memang begitu dibutuhkan waktu dan kesabaran untuk membangun kepercayaan itu tumbuh. Akan tetapi kepercayaan yang sudah tumbuh tersebut dapat memberikan keuntungan jangka panjang bagi perusahaan. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah belajar dari kegagalan masalah lalu, karena hal tersebut merupakan pelajaran yang sangat berharga untuk meningkatkan cara cara menjual kepada pelanggan serta membangun loyalitas pelanggan. 2.11.6 Mengubah First Time Customer menjadi Repeat Customer Setiap pembelian menimbulkan konsekuensi bagi pembeli. Konsekuensi ini terjadi sebagai hasil dievaluasi atau penilaian kembali terhadap keputusan yang dibuat. Setiap pelanggan mempunyai harapan harapan tertentu dari suatu pembelian. Setelah pembelian, pembeli membandingkan antara yang diterima dengan yang diharapkan dari produk tersebut. Jika perbandingan tersebut sesuai, pembeli akan merasa puas. Sedangkan apabila perbandingan tersebut tidak sesuai, maka pembeli merasa tidak puas. First Time Customer adalah Seorang pencoba . Mereka mencoba produk baru, dan persepsinya terhadap kualitas serta tingkat keinginan mereka untuk membelinya lagi. Kepuasan yang dirasakan dari pembelian pertama meningkatkan kemungkinan untuk melakukan pembelian ulang. Tidak sedikit dari First Time Customer yang tidak kembali untuk melakukan pembelian yang kedua. Menurut Griffin (2002:108) ada 4 hal yang membuat mereka tidak kembali yaitu : 1. Masalah masalah awal yang muncul merusak hubungan dengan perusahaan, karena dianggapnya masalah terjadi. 2. Tidak adanya sistem pelayanan yang formal. masalah tersebut akan sering 3. Terlambatnya komunikasi dengan para pembuat keputusan. 4. Mudahnya kembali pada perusahaan terdahulu. Kemudian menurut Griffin (2002:21) ada 14 hal yang harus diperhatikan agar First Time Customer melakukan pembelian ulang : 1. Mengucapkan terima kasih atas pembelian yang dilakukan. 2. Meminta timbal balik dari pelanggan dan menanggap dengan cepat. 3. Menggunakan pemberitahuan yang tidak mendoktrinasi. 4. Secara terus menerus meningkatkan nilai perusahaan dimata pelanggan. 5. Menciptakan dan menggunakan data base pelanggan. 6. Secara terus menerus mengkomunikasikan jasa yang ditawarkan perusahaan. 7. Memberikan gambaran akan kepemilikan tersebut sesuatu dimasa mendatang. 8. Mengubah menjadi pembeli ulang melalui pelayanan. 9. Menganggap biaya pelayanan pelanggan sebagai investasi yang menghasilkan. 10. Membina komunikasi yang telah dilakukan dengan para pembuat keputusan. 11. Mengembangkan program program pemberian hadiah kepada pelanggan. 12. Mengembangkan promosi promosi penerimaan pelanggan baru . 13. Menawarkan jaminan terhadap produk. 14. Mengembangkan promosi promosi yang menggambarkan nilai tambah. 2.11.7 Mengubah Repeat Customer menjadi Loyal Client Menurut Griffin (2002:141) ada empat faktor yang harus dipertimbangkan dalam membuat strategi untuk mengubah Repeat Customer menjadi Loyal Client : 1. Meriset pelanggan, tujuannya adalah untuk memahami tentang apa yang pelanggan inginkan. Pada proses ini perusahaan harus menjawab dua pertanyaan berikut : a) Siapa pembeli terbaik perusahaan dan apa yang dibeli ? Urutan pembeli berdasarkan jumlah uang yang dikeluarkan dan volume urut. b) Mengapa mereka membeli ? Mencari tahualasan mengapa mereka membeli. 2. Membuat hambatan agar pelanggan tidak berpindah. Ada tiga macam hambatan agar pelanggan tidak berpindah ke perusahaan pesaing : a) Hambatan fisik, yaitu dengan menyediakan pelayanan fisik yang dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan. b) Hambatan psikologis, yaitu dapat menciptakan persepsi dalam pikiran pelanggan supaya yang menguntungkan secara ekonomis, misalnya dengan memberikan diskon atau potongan harga. 3. Melatih dan memotivasi staf untuk mendorong loyalitas konsumen. Karyawan dan staf merupakan faktor penting untuk membangun loyalitas pelanggan. Jika perusahaan ingin membangun loyalitas pelanggan, maka perusahaan menyertakan mereka dalam proses tersebut dan memberi pelatihan, informasi, dukungan dan imbalan agar mereka mau melakukan hal tersebut. 4. Pemasaran untuk loyalitas adalah pemasaran yang menggunakan program program yang memberikan nilai tambah pada perusahaan dan produk dimata konsumen. Program program tersebut antara lain : a) Relationship Marketing, yaitu pemasaran yang bertujuan untuk membangun hubungan baik dengan para pelanggan. b) Frequency Marketing, yaitu pemasaran yang bertujuan membangun komunikasi dengan pelanggan. Perusahaan secara berkala membuat pertanyaan pertanyaan seputar produk yang digunakan pelanggan. c) Membership Marketing, yaitu mengorganisir pelanggan dalam kelompok keanggotaan atau klub dapat mendorong mereka melakukan pembelian ulang dan meningkatkan loyalitas mereka. 2.11.8 Mengubah Loyal Client menjadi Advocates Griffin (2002:169) menyatakan bahwa cara cara untuk memperoleh seorang advocates adalah : 1. Membuat file konsumen yang puas. Catat nama, alamat, nomor telepon perusahaan serta minta kesediaan mereka untuk dijadikan referensi. Seorang yang memberikan referensi kepada prospect memberikan keuntungan bagi perusahaan, keuntungan keuntungan tersebut sebagai berikut : a) Waktu menjual lebih sedikit. b) Prospect ini memiliki potensial lebih untuk menjadi pelanggan yang loyal. c) Mereka yang datang sudah siap melakukan pembelian. 2. Meminta pada pelanggan yang puas agar mengirim surat pada perusahaan. Surat surat tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pemasaran untuk para prospect atau dimuat dalam brosur. 3. Memberi imbalan pada mereka yang membawa prospect. 4. Mengucapkan terimakasih dalam setiap transaksi. 2.12 Loyalitas Merek Konsep loyalitas merek telah menjadi perhatian utama para pakar pemasaran. Loyalitas konsumen terhadap suatu merek merupakan suatu aset berharga bagi pihak pemasar dalam rangka meningkatkan profitabilitas usaha dimasa yang akan datang. Biaya untuk mempertahankan pelanggan adalah empat sampai enam kali lebih rendah dibandingkan biaya untuk mencari pelanggan baru, sehingga para manajer pemasaran harus mengembangkan strategi yang berusaha untuk membangun dan mempertahankan loyalitas merek (Wells: dalam Mowen, 1995). Beberapa definisi loyalitas merek yang disebutkan oleh para pakar diantaranya yang dikemukakan oleh Jacoby (dalam Oliver 1997) adalah sebagai berikut : Brand loyalty is the nonrandom purchase over time of one brand from a set of brands by a consumer using the delibrate evaluation process. Dari definisi diatas disebutkan bahwa loyalitas merek adalah suatu perilaku pembelian yang tidak - acak sepanjang waktu terhadap suatu merek dari beberapa alternatif merek lainnya yang dilakukan oleh konsumen dengan menggunakan proses evaluasi yang hati hati. Menurut Mowen (1995) mendefinisikan loyalitas merek sebagai berikut : Brand Loyalty is defined as the degree to which a customer holds a positive attitude toward a brand, has commitment to it, and intends to continue purchasing it in the future. Berdasarkan definisi diatas loyalitas merek didefinisikan sebagai tingkatan dimana pelanggan memiliki sikap yang positif terhadap sebuah merek serta memiliki komitmen dan niat untuk melanjutkan pembelian merek tersebut di masa yang akan datang. 2.12.1 Tingkatan Loyalitas Merek Loyalitas konsumen terhadap suatu merek, pada umumnya dapat dikelompokkan kedalam beberapa tingkatan. Masing masing tingkat menunjukan suatu tantangan pemasaran dan aset yang berbeda untuk dikelola dan dimanfaatkan. Tingkatan loyalitas merek tersebut adalah sebagai berikut (Syamsurizal, 1992 : 46) : 1. Tingkatan loyalitas merek yang paling bawah merupakan kelompok pembeli non- loyal yang sama sekali tidak tertarik kepada suatu merek. Setiap merek dirasakan memadai dan nama merek dianggap memainkan peranan kecil didalam keputusan membeli. Pembeli ini bisa disebut seorang pembeli yang suka berganti ganti merek atau pembeli berdasarkan harga produk. 2. Tingkat kedua meliputi para pembeli yang luas dengan suatu produk, atau sekurang kurangnya tidak kecewa dengan suatu produk. Pada dasarnya tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong suatu perubahan, terutama jika pergantian tersebut memerlukan suatu upaya tambahan. Para pembeli ini bisa disebut pembeli yang sudah membiasakan membeli. Segmen seperti demikian rawan terhadap serangan para pesaing yang dapat menciptakan manfaat yang mengakibatkan penggantian. Meskipun demikian, para pesaing tersebut bisa mengalami atau menghadapi kesulitan karena tidak ada alasan bagi para pembeli untuk mencari alternatif alternatif. 3. Tingkat yang ketiga, terdiri dari para konsumen yang juga puas akan suatu produk/merek dan disamping itu merasakan adanya suatu pengorbanan (Waktu, uang/resiko) jika melakukan upaya pergantian merek. Misalnya, terdapat resiko bahwa merek lain tidak berfungsi dengan baik seperti dalam penggunaannya yang khusus dibanding dengan merek yang terdahulu. Untuk menarik perhatian para pembeli ini, para pesaing perlu mengatasi pengorbanan pengorbanan tersebut dengan menawarkan suatu perangsang untuk beralih, atau dengan menawarkan suatu manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya. Kelompok ini bisa disebut konsumen loyal yang memiliki/merasakan adanya suatu pengorbanan apabila melakukan peralihan merek. 4. Tingkat yang keempat, terdiri dari para konsumen yang betul betul menyukai merek. Pilihan mereka atas suatu merek bisa berdasarkan suatu asosiasi seperti simbol, pengalaman pengalaman dalam menggunakan, atau dirasakan adanya suatu kualitas yang tinggi. Segmen pada tahap keempat ini bisa disebut sahabat merek, karena terdapat suatu perasaan emosional/persaaan menyukai. 5. Tingkat yang kelima/paling tinggi, merupakan pelanggan pelanggan yang ikut terlibat. Mereka memiliki suatu kebanggaan untuk diketahui bahwa dirinya memiliki atau sedang menggunakan suatu merek tertentu. Merek, bagi mereka adalah sangat penting baik fungsional atau sebagai suatu pernyataan siapa mereka. Kelima tingkatan loyalitas merek tersebut disesuaikan dengan keadaan : mereka tidak selalu tampak dalam bentuk asli dan yang lainnya bisa dikonseptualisasikan. Misalnya, bisa saja terdapat konsumen yang memiliki kombinasi dari kelima tingkatan tersebut, atau konsumen yang memiliki profil yang agak berbeda dengan apa yang telah diuraikan diatas. Penting untuk diperhatikan bahwa loyalitas merek secara kualitatif berbeda dari dimensi dimensi utama lainnya yang membentuk ekuitas merek (brand equty), seperti : pengetahuan akan merek (brand awareness), asosiasi merek (brand assotiation) dan kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), karena loyalitas merek (brand loyalty) lebih erat hubungannya dengan pengalaman dalam mempergunakan suatu merek produk. Loyalitas tidak mungkin ada tanpa melakukan pembelian dan pengalaman menggunakan sebelumnya. 2.12.2 Nilai Strategis Loyalitas Merek Loyalitas merek dari pelanggan yang ada mewakili suatu aset strategis (strategic asset) yang jika dikelola dan dieksploitasi dengan benar, akan mempunyai potensi untuk memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti yang diperlihatkan pada gambar dibawah ini. Gambar 2.2 Nilai Loyalitas Merek Pengurangan biaya pemasaran Peningkatan perdagangan Loyalitas Merek Memikat para pelanggan baru Sumber : David A.Aaker, 1990. Manajemen Ekuitas Merek Waktu merespon ancaman Pengurangan biaya pemasaran diakibatkan oleh lebih terfokusnya usaha promosi yang dilakukan oleh pemasar kepada pelanggan pelanggannya. Peningkatan perdagangan disebabkan oleh karena pelanggan loyal sehingga akan terus membeli merek tersebut jika membutuhkan kembali produk tersebut. Memikat pelanggan baru mengandung arti adanya mekanisme word of mouth yang sangat membantu dalam proses pengambilan keputusan. Waktu merespon ancaman mengandung arti dengan adanya tingkat loyalitas merek yang tinggi, apabila ada ancaman dari pesaing yang menawarkan produk sejenis membutuhkan usaha yang lebih lama untuk mempengaruhi pelanggan yang loyal. 2.12.3 Pengukuran Loyalitas Merek Pengukuran loyalitas merek memiliki beberapa bentuk (Jacoby dan Chesnut, 1978 : dalam Oliver, 1997 : 397) yaitu : (1) repeat purchase patterns, (2) the acceptance/rejection ratio, atau (3) skala sikap (attitudinal scales). Salah satu yang sering digunakan karena alasan kepraktisan serta waktu yang dibutuhkan cukup singkat adalah dengan cara yang ketiga yaitu dengan menggunakan skala sikap. Skala sikap loyalitas merek harus mencakup Attraction Elements dan Vulneralibility Elements (Oliver, 1997 : 398) penjabarannya sebagai berikut : Attraction Elements, terbagi dalam empat tahapan loyalitas, yaitu : tahap kognisi berhubungan dengan kualitas atau superioritas merek, tahap afeksi berhubungan dengan tingkat kesukaan, kepuasan, dan keterlibatan, tahap konasi berhubungan dengan komitmen terhadap merek dan intensi pembelian, sedangkan tahap action direfleksikan dengan pernyataan kepastian mengenai pembelian merek tertentu. Vunerability Element, pada tahap kognisi berhubungan dengan keuntungan kompetitif (misalnya, biaya lebih rendah dan kualitas lebih tinggi) produk merek lain, tahap afeksi berhubungan dengan potensi ketidakpuasan dengan merek yang sedang digunakan, tahap konasi berhubungan dengan berkurangnya komitmen konsumen terhadap merek yang digunakan, sedangkan tahap action berhubungan dengan frekuensi yang berkurang atau pembelian berbagai macam merek untuk tipe produk sejenis. Brand loyalty (loyalitas merek) merupakan fungsi dari attraction elements dan vurnerability elements. Fungsi tersebut dinyatakan sebagai : L = f (A,V) Dimana : L = Loyalitas merek A = Attraction elements V = Vurnerability elements Brand loyalty mengukur derajat kesetiaan konsumen terhadap suatu merek, relatif terhadap merek lainnya. Loyalitas diukur melalui attraction elements dan vurnerability elements. Attraction elements adalah unsur unsur yang memberikan kontribusi positif terhadap ketertarikan konsumen akan suatu merek. Dilain pihak, vurnerability elements merupakan unsur unsur yang membentuk ketertarikan konsumen terhadap merek pesaing, sehingga elemen ini memberi kontribusi negatif terhadap loyalitas. Pada attraction elements, jawaban sangat tidak setuju diberi bobot 1, demikian seterusnya jawaban sangat setuju diberi bobot 5. Sedangkan pada vurnerability elements, elements, jawaban sangat tidak setuju diberi bobot 5, demikian seterusnya hingga jawaban sangat setuju diberi bobot 1. Dengan demikian, dapat dibuat satu matematika perilaku untuk menyatakan tingkat loyalitas konsumen terhadap merek. Tingkat loyalitas konsumen terhadap merek dapat dirumuskan sebagai berikut : Loyalitas = Attraction elements - Vurnerability elements Attraction elements dan vurnerability elements dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan metode rata rata terboboti atau weighted average. Metode ini digunakan oleh karena kita ingin melihat adanya ukuran pemusatan opini konsumen pada selang kontinum : sangat tidak setuju hingga sangat setuju. Rata rata terboboti mengukur pemusatan tersebut dengan menganggap salah satu pilihan jawaban lebih penting (lebih tinggi bobotnya) relatif terhadap skor pilihan jawaban jawaban lainnya. Persamaan matematika untuk ukuran pemusatan rata rata terboboti adalah : Dimana : w = Rata rata terboboti wi = Bobot skor ke i ni = Distribusi frekuensi jawaban ke i 2.13. Hubungan Kepercayaan Merek dengan Loyali Loyalitas tas pada merek Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apapun yang terjadi pada merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat kerentanan kelompok pelan pelanggan ggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi dengan demikian kepercayaan merek merupakan salah satu indikator inti dalam meningkatkan loyalitas merek yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan dimasa mendatang. Pelanggan Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyaknya alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul. Sebaliknya pelanggan yang tidak loyal terhadap suatu merek, pada saat mereka melakukan pembelian akan merek tersebut, pada umumnya tidak didasarkan pada ketertarikan mereka pada mereknya tetapi lebih didasarkan pada karakteristik produk, harga dan kenyamanan pemakaiannya ataupun berbagai atribut lain yang ditawarkan oleh merek produk alternatif. Brand trust memiliki hubungan terhadap brand loyalty atau komitmen karena trust atau kepercayaan dapat menciptakan suatu hubungan pertukaran yang sangat bernilai. Merek merek yang sudah dipercaya akan lebih sering dibeli dan dapat memunculkan komitmen yang tinggi untuk setia kepada merek merek tersebut. Kepercayaan atas merek dibangun oleh beberapa faktor seperti kejujuran (selalu memenuhi janji janjinya pada pelanggan) serta rasa aman yang ditimbulkan oleh sebuah merek ketika konsumen mengkonsumsinya (memiliki reputasi yang baik dimata konsumen selama kurun waktu tertentu).