POLA KOMUNIKASI PEMBIMBING AGAMA DAN WARGA BINAAN

advertisement
POLA KOMUNIKASI PEMBIMBING AGAMA DAN WARGA
BINAAN DALAM PEMBINAAN AKHLAK DI RUMAH TAHANAN
SALEMBA JAKARTA PUSAT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Disusun oleh :
SURYA WIRATAMA
NIM 109051000236
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H. / 2016 M.
ABSTRAK
Surya Wiratama
NIM 109051000236
Pola Komunikasi Pembimbing Agama Dan Warga Binaan Dalam Pembinaan
Akhlak Di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat
Berkomunikasi merupakan kebutuhan setiap manusia dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya, bahkan hampir tidak mungkin lagi jika
ada seseorang yang dapat menjalani hidupnya tanpa berkomunikasi dengan orang
lain. Komunikasi ialah “hubungan kontak langsung maupun tidak langsung antar
manusia, baik itu individu maupun kelompok.
Pola komunikasi yang digunakan pembimbing agama dalam pembinaan
akhlak terhadap warga binaan merupakan sebuah komunikasi yang sangat penting
dalam menyampaikan pesannya kepada para warga binaan tersebut. Pada
hakikatnya pola komunikasi yang diterapkan oleh pembimbing agama di dalam
suatu lembaga merupakan suatu bentuk interaksi antar individu melalui proses
penyampaian yang mana berupa ide, gagasan, dan opini yang berfokus untuk
mempengaruhi tingkah laku individu tersebut agar tercapai tujuan bersama.
Oleh karena itu, maka timbullah beberapa masalah yang diangkat peneliti.
Pertama, Bagaimana pola komunikasi pembimbing agama dan warga binaan
dalam pembinaan akhlak di rumah tahanan Salemba Jakarta Pusat? Kedua, Apa
faktor pendukung, dan penghambat?
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif, yaitu dengan cara melalui pengamatan lapangan, wawancara, dan
dokumentasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis proses
interaksi Robert Bales, yakni jenis-jenis pesan yang disampaikan orang ke dalam
kelompok dan bagaimana pesan itu membentuk peran dan kepribadian kelompok,
dan bagaimana pesan tersebut mempengaruhi karakter atau sifat kelompok secara
keseluruhan di dalam lingkungan rumah tahanan Salemba Jakarta Pusat.
Pola komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pola
komunikasi antarpribadi yang terjadi anatara pembimbing agama dan warga
binaan secara personal, di luar jadwal pembinaan. Selain itu juga, menggunakan
pola komunikasi kelompok kecil yang melibatkan beberapa warga binaan dalam
kegiatan pembinaan akhlak di rumah tahanan. Tenaga pembimbing yang
kompeten dan fasilitas di dalam rumah tahanan Salemba menjadi faktor
pendukung dalam pembinaan akhlak. Faktor penghambatnya adalah kurangnya
tenaga pembimbing, dan faktor invidu warga binaan.
Pembinaan akhlak di rumah tahanan Salemba Jakarta Pusat merupakan
suatu program pembelajaran yang sangat penting bagi para warga binaan. Menjadi
sangat penting karena materi yang disampaikan dapat membantu akhlak warga
binaan menjadi lebih baik. Komunikasi menjadi point utama karena dengan
komunikasi proses pembinaa akhlak berlangsung efektif.
Keyword : pola komunikasi, pembimbing agama, warga binaan, rumah
tahanan
ii
KATA PENGANTAR
Al-hamdulillah, segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah menganugerahkan nikmat yang tidak terhingga kepada segenap
hamba-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya
hingga akhir zaman.
Berkat rahmat dan hidayah dari Allah SWT, akhirnya peneliti dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pola Komunikasi Pembimbing
Agama Dan Warga Binaan Dalam Pembinaan Akhlak Di Rumah Tahanan
Salemba Jakarta Pusat”.
Betapa pun hambatan dan kesulitan seakan terasa ringan berkat dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih
kepada:
1.
Dr. Arief Subhan, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi; Dr. Suparto, M.Ed. Wakil Dekan I; Dr. Hj. Roudhonah,
MA. Wakil Dekan II; Dr. Suhaimi, MA. Wakil Dekan III.
2.
Drs. Masran, MA sebagai Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam beserta Fita Fathurokhmah, M.Si sebagai Sekretaris Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3.
Ade Masturi, MA sebagai Dosen Pembimbing skripsi peneliti yang
telah memberikan arahan dan masukan dalam penelitian ini.
iii
4.
Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang
telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada peneliti.
5.
Seluruh
Karyawan
Perpustakaan
di
lingkungan
UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh Jajaran Direksi dan staff Rumah Tahanan Negara Klas 1
Salemba Jakarta Pusat, dan Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia.
7. H. M. Samsudi, SH. Pembina warga binaan Rumah Tahanan Salemba
Jakarta Pusat, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
mengikuti proses kegiatan pembinaan akhlak. Ustadz. Suthoni, selaku
pembimbing agama di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat, yang
telah bersedia untuk menjadi narasumber dalam kelancaran penulisan
skripsi ini.
8.
Kedua orang tuaku tercinta, Suwardi dan Yendrawati yang telah
banyak berjasa dan berkorban untuk peneliti.
9.
Kakak penulis Hary Saputra, S.IP dan adik penulis Januar Ramadhan
yang selalu memberikan do’a dan semangat kepada penulis.
10. Sahabat, dan saudara seperjuangan yang selalu bersama yang selalu
mendukung, membantu dan mendoakan penulis dalam proses
menyelesaikan skripsi ini, Laksamana Andi Marsya, S.Kom, Dinar
Gilang Ramadhan, S.E, Ilham Munandar, S.E, Citra Agung, Roberto
Halim, S.Kom, Karina Julfa, Ramadhan Saipullah, S.Kom.I, Dwi
Agus Prasetyo, S.Kom.I, Dewi Karlina, S.Kom.I, Wulan Maulidia,
S.Kom.I, Semyanka Rizki K, S.Kom.I. Takkan pernah penulis
iv
lupakan masa-masa bersama kalian dan semua bimbingan yang kalian
berikan selama ini.
11. Keluarga besar mahasiswa FIDKOM angkatan 2009 khususnya KPI
G; Rizky Dwi Rayando, Ovie, Soleh, Novriadi, Heri, Iskandar, Arief,
Hakim, Andri, Rizal, Tata, Sanih, Ade, Mumpuni, Eca, dan yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
12. Dan kepada seluruh pihak yang telah membantu jalannya penelitian
ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Namun, tidak
mengurangi sedikitpun rasa terima kasih peneliti kepada kalian.
Semoga Allah SWT melipat gandakan pahala atas semua kebaikan kalian.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penelitian selanjutnya.
Aamiin..
Jakarta, 1 April 2016
Penulis
Surya Wiratama
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.........................................6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................7
D. Metodologi Penelitian ................................................................8
E. Tinjauan Pustaka ......................................................................12
F. Sistematika Penulisan ..............................................................13
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pola Komunikasi ......................................................................15
1. Pengertian Pola Komunikasi...............................................15
2. Bentuk-bentuk Pola Komunikasi ........................................19
a
Komunikasi
Antarpribadi
(Interpersonal
Communication).............................................................19
b
Keefektifan Komunikasi Antarpribadi...........................21
c
Komunikasi Kelompok (Group Communication) ........22
B. Analisis Proses Interaksi .........................................................25
C. Pembimbing Agama, dan Pembinaan Akhlak .........................28
1 Pengertian Pembimbing Agama .........................................28
vi
2
Tujuan dan Fungsi Bimbingan Agama ...............................30
3 Pengertian Pembinaan Akhlak ............................................32
D. Warga Binaan ..........................................................................33
BAB III
GAMBARAN UMUM RUMAH TAHANAN SALEMBA
JAKARTA PUSAT
A. Letak Geografis ........................................................................37
B. Profil dan Sejarah .....................................................................37
C. Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi ....................................39
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISA
A. Deskripsi Subjek Penelitian .....................................................44
B. Pola Komunikasi Pembimbing Agama dan Warga Binaan
Dalam Pembinaan Akhlak........................................................48
1. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication)
............................................................................................50
2. Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group) ....................55
3. Analisis Proses Interaksi ....................................................59
C. Faktor Pendukung, dan Faktor Penghambat ............................63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................70
B. Saran .........................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1.................................................................................................................26
Tabel 2.1.................................................................................................................41
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berkomunikasi
merupakan
kebutuhan
setiap
manusia
dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya, bahkan hampir tidak mungkin lagi jika
ada seseorang yang dapat menjalani hidupnya tanpa berkomunikasi dengan orang
lain. Sebab tanpa berkomunikasi manusia tidak akan bisa menjalankan fungsinya
sebagai pembawa amanah dari Allah SWT di muka bumi (khalifah).
Komunikasi ialah “hubungan kontak langsung maupun tidak langsung
antar manusia, baik itu individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari
disadari atau tidak, komunikasi adalah bagian dari kehidupan itu sendiri, karena
manusia melakukan komunikasi dalam pergaulan dan kehidupannya.”1
Islam menganjurkan umatnya untuk senantiasa berkomunikasi kepada
sesama manusia, juga kepada Tuhannya. Karena berkomunikasi memang
sunnatullah. Komunikasi adalah kodrat bagi manusia. Tuhan menciptakan
manusia berbeda-beda, bersuku bangsa untuk saling mengenal. Dari proses saling
mengenal itu terjalin komunikasi insani. Ketika surat Al Alaq diwahyukan, maka
benih ilmu komunikasi sudah ditebarkan.2
Menekankan pada nilai baik dan buruk perbuatan manusia dalam
menjalankan hidup di dunia, Al-Qur’an memberikan petunjuk hidup kepada
manusia untuk melakukan perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan yang
buruk. Setiap manusia dibekali akal dan pikiran oleh Allah SWT dan setiap
1
H.A.W. Widjaya, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000),
cet. ke-2, h. 26.
2
M. Mansyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: Al Amin Press,
1997), h. 1.
1
2
manusia memiliki akhlak yang selalu menyertai dirinya, akhlak Islami dapat
diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat
Islami. Dengan kata lain akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan
mudah, sengaja, mendarah daging. Namun dalam rangka menjabarkan akhlak
Islami yang universal ini diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan
kesempatan sosial yang terkandung dalam ajaran etika dan moral.3
Bantuan yang diperlukan dalam menuntun manusia untuk mengerti
tentang akhlak Islami adalah dengan cara pembinaan, karena pembinaan adalah
suatu
upaya,
usaha
terus
menerus
untuk
mempelajari,
meningkatkan,
menyempurnakan, mengarahkan, mengembangkan kemampuan untuk mencapai
tujuan agar sasaran pembinaan mampu menghayati dan mengamalkan ajaran
Islam sebagai pola kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, keluarga
maupun kehidupan sosial masyarakat.4
Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam.
Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW. yang
utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Perhatian Islam yang
demikian terhadap pembinaan akhlak ini dapat pula dilihat dari perhatian Islam
terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan dari pada pembinaan fisik,
karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang
pada tahap selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan
kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin.5
3
H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), h. 147.
Proyek Penerangan Bimbingan Khutbah Dakwah Agama, Pembinaan Rohani pada
Dharma Wanita, Penerbit DEPAG, 1984, h. 8.
5
H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 158159.
4
3
Sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia, berkembang pula tolak
ukur yang digunakan seseorang dalam menentukan baik dan buruk setiap
perbuatan. Manusia akan kehilangan kendali dan salah arah bila nilai-nilai
spiritual ditinggalkan, sehingga mudah terjerumus ke berbagai penyelewengan
dan kerusakan akhlak dengan melakukan perampasan hak orang lain atau pun
perbuatan-perbuatan buruk lainnya. Nilai spiritual yang dimaksudkan dalam Islam
adalah ajaran agama yang berwujud perintah, larangan, dan anjuran yang
kesemuanya berfungsi untuk membina kepribadian manusia dalam kaitannya
sebagai hamba Allah SWT.6
Dewasa ini banyak orang-orang yang disibukkan dengan kebutuhan
duniawi sebagai upaya mengejar kekayaan, dan kesenangan semata sehingga
melupakan kewajibannya sebagai (khalifah) di muka bumi yaitu untuk selalu taat
dan patuh terhadap perintah Allah SWT. Setiap manusia mengerti bahwa setiap
perbuatan yang tidak baik akan mendapatkan
hukuman di dunia maupun di
akhirat.
Dalam konteks hukum didunia, kita lebih mengenal dengan hukuman
berdasarkan undang-undang atau peraturan yang berlaku dimana manusia tersebut
berada. Karena manusia merupakan mahluk sosial, yang dalam kesehariannya
selalu berhubungan dengan manusia-manusia lain maka dibutuhkan sesuatu yang
bersifat mengatur dan mengikat manusia-manusia tersebut. Agar untuk selalu
mematuhi aturan yang telah ditetapkan peraturan dibuat untuk mengatur manusia manusia agar terhindar dari perbuatan-perbuatan tercela yang dapat merugikan
orang lain.
6
Wawancara pribadi dengan H. M. Samsudi, Jakarta, Senin 11 April 2015, Lokasi:
Kantor Sekretariat Pembina Masjid Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat.
4
Indonesia merupakan negara yang memiliki peraturan berbasis pada
Undang Undang Dasar 1945, segala sesuatu yang menyangkut hal-hal
pelanggaran dan kriminal akan di putuskan oleh Undang Undang. Permasalahan
tindak kriminal di Indonesia tidak pernah hilang dan tidak pernah tuntas
terselesaikan, bahkan grafiknya mengalami peningkatan baik secara kuantitas
maupun kualitas dan sebagai hukuman atas tindakan yang melanggar peraturan
akan dimasukan ke dalam penjara atau Rumah Tahanan Negara.7
Rumah Tahanan Negara Klas 1 Salemba Jakarta Pusat mempunyai fungsi
sebagai tempat penahanan dan perawatan bagi tersangka untuk kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan dan juga berfungsi
sebagai tempat pembinaan bagi terpidana.8
Sistem pemasyarakatan Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat dibuat
dalam rangka membentuk narapidana agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi kesalahannya sehingga dapat
diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan, dapat hidup secara wajar, dan berperan kembali sebagai anggota
masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.9 Dalam rangka upaya
peningkatan sumber daya manusia, Rumah Tahanan Negara Salemba membuat
suatu program pembinaan, program yang ditujukan untuk para warga binaan
Rumah Tahanan Negara Salemba Jakarta Pusat.
7
Wawancara pribadi dengan H. M. Samsudi, Jakarta, 11 April 2015, Lokasi: Kantor
Sekretariat Pembina Masjid Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat.
8
http://jakarta.kemenkumham.go.id/profil/upt/1054-rutan-jakpus, diakses pada tgl. 14
April 2015.
9
Sudirman Has, "Rencana Kerja Penerapan Program Petugas Pelatihan Keterampilan
Pada Seksi Pelayanan Tahanan Rutan Jakarta Pusat," (Kertas Kerja Perorangan Rencana Kerja
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta: 1997), h.1-2.
5
Penjelasan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan BAB 1 Pasal 1 butir ke (5) “Warga
Binaan Pemasyarakatan adalah narapidana, anak didik pemasyarakatan,
dan klien pemasyarakatan”. BAB 1 Pasal 1 butir ke (6) “Terpidana
adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. BAB 1 Pasal 1 butir ke (7)
“Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di LAPAS”.10
Seperti penjelasan yang tertera dalam Undang-Undang republik Indonesia,
secara sederhana penulis dapat menyimpulkan bahwa warga binaan adalah orang
yang melakukan kesalahan dengan melanggar peraturan yang telah di tetapkan
oleh negara melalui undang-undang. Setelah terbukti bersalah lalu mendapatkan
hukuman yang telah diputuskan pengadilan, hukuman tersebut adalah keputusan
yang dijatuhkan oleh pengadilan berdasarkan pertimbangan dan kesalahan yang
diperbuat sebagai hukuman yang pantas, lalu dimasukan ke dalam jeruji besi
sebagai tahanan negara.
Berhasilnya pembinaan akhlak bagi para warga binaan tidak hanya
tergantung pada pimpinan dan bawahan petugas pemasyarakatan saja, akan tetapi
juga banyak tergantung dari keterlibatan masyarakat ataupun instansi terkait.
Dalam proses pembinaan, peran pembimbing agama menjadi ujung tombak
keberhasilan para warga binaan, pembimbing agama yang memiliki kemampuan
dalam ilmu keagamaan (Islam) dan kemampuan berkomunikasi juga turut
menentukan keberhasilan suatu proses bimbingan. Tidak sedikit orang-orang yang
yang mumpuni dalam bidangnya namun karena tidak mampu menyampaikan
proses dengan baik akibatnya menghambat proses transfer knowledge.
Melihat permasalahan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui
lebih dalam dan menjadikannya sebagai bahan penelitian. Penelitian yang
10
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan BAB 1 ketentuan
umum Pasal 1.
6
dilakukan adalah “Pola komunikasi pembimbing agama dan warga binaan
dalam pembinaan akhlak di rumah tahanan Salemba Jakarta Pusat.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Terdapat beberapa program bimbingan yang diberikan kepada para warga
binaan, yaitu: bimbingan keterampilan membuat lemari, meja, dan keterampilan
seni rupa seperti melukis. Bimbingan lain yang diberikan adalah bimbingan
agama seperti pembinaan akhlak. Perlunya pembinaan akhlak ini adalah untuk
memperbaiki sifat dan prilaku para warga binaan agar setelah terbebas dari
hukuman mereka bisa menjadi pribadi yang lebih baik.
Untuk menghindari terlalu luas dan melebarnya pembahasan maka peneliti
ingin membatasi penelitian pada pola komunikasi pembimbing agama dalam
proses bimbingan akhlak, meliputi 3 orang warga binaan, dan 1 orang
pembimbing agama di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah pada
penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana pola komunikasi pembimbing agama dalam pembinaan
akhlak warga binaan di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat?
2. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pembinaan
akhlak warga binaan di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat?
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pola komunikasi pembimbing agama dalam
pembinaan akhlak warga binaan di Rumah Tahanan Salemba Jakarta
Pusat.
b. Untuk mengetahui faktor pendukung, dan hambatan yang ditemui
dalam proses pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba Jakarta
Pusat.
2.
Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Dapat menjadi referensi bagi penelitian berikutnya dan sebagai
bahan pustaka untuk menambah wawasan bagi yang memerlukan,
sebagai bahan perbandingan dalam penelitian mengenai pola
komunikasi.
b. Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi
pembaca, dapat menambah khazanah keilmuan Dakwah Islam melalui
pembinaan akhlak, dan skripsi ini diharapkan mampu memberikan
evaluasi terhadap masyarakat Islam pada umumnya tentang aktifitas
dan kegiatan positif warga binaan rumah tahanan Salemba Jakarta
Pusat untuk kehidupan yang sejahtera dengan pembinaan akhlak.
8
D. Metodologi Penelitian
1.
Metode Penelitian
Metodelogi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan
untuk
mendekati
masalah
dan
mencari
jawaban.11
Penelitian
ini
menggunakan metode penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif
dan tertulis dengan menggunakan informasi orang yang terlibat dalam
objek.12 Adapun sumber utama penelitian ini adalah objek lapangan, dalam
hal ini yaitu pembinaan akhlak warga binaan khususnya narapidana yang
terlibat langsung dalam proses pembinaan akhlak di Rumah Tahanan
Salemba Jakarta Pusat.
Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
analisis deskriptif. Metode deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis
fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara factual
dan cermat. Metode deskriptif hanya memaparkan situasi atau peristiwa.
Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji
hipotesis atau membuat prediksi.13
2. Paradigma Penelitian
Penelitian
pada
hakikatnya
merupakan
suatu
upaya
untuk
menemukan kebenaran. Untuk memperoleh kebenaran tersebut, peneliti
melakukannya melalui model paradigma. Seperti yang dikemukakan oleh
Bogdan dan Biklen:
11
Deddy Mulyana, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakary,
2010), h.145.
12
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kuantitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1989), cet. ke-2, h.3.
13
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi; Dilengkapi Contoh Analisis
Statistik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), cet. ke-11, h. 24.
9
“paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi
yang dipegang bersama, konsep, proposisi (pernyataan) yang
mengarahkan cara berpikir dan penelitian”.14
Dalam perkembangannya, kerangka berpikir atau tradisi pemikiran
(paradigma) telah memiliki banyak model atau bentuk sebagai sebuah cara
dalam mendefinisikan permasalahan dan pembahasan tentang asumsi yang
menentukan pendekatan terhadap teori yang ada.
Harmon dan Moleong, mendefinisikan paradigma sebagai cara
mendasar untuk mempersepsikan, berpikir, menilai dan melakukan yang
berkaitan dengan suatu secara khusus tentang visi realitas.15
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
konstruktivisme. Paradigma konstruktivis yaitu paradigma yang hampir
merupakan antithesis terhadap paham yang menempatkan pentingnya
pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atas ilmu
pengetahuan.16 Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis
sistematis terhadap social meaningful action melalui pengamatan langsung
dan terperinci terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan
memelihara/mengelola
dunia sosial
mereka.17
Peneliti
menggunakan
paradigma konstruktivis untuk melakukan pengamatan langsung terhadap
subjek penelitian dalam keadaan di lapangan dan untuk mengetahui pola
komunikasi pengajar dalam pembinaan akhlak warga binaan Rumah Tahanan
Salemba Jakarta Pusat.
14
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. ke-30 (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012), h. 49.
15
Ibid, h. 49.
16
DR. Agus Salim, MS, Teori & Paradigma Penelitian Sosial, edisi kedua, (Yogyakarta:
Tiara Wacana, 2006), h. 71.
17
Dedy N. Hidayat, Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik Klasik,
(Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI, 2003), h. 3.
10
3. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah orang yang dapat memberikan
informasi. Adapun yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian
ini adalah 3 (tiga) warga binaan yang terkait dengan pembinaan
akhlak di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat.
b. Objek Penelitian
Objek adalah apa yang akan diteliti atau diselidiki dalam
kegiatan penelitian. Penelitian ini difokuskan pada pola komunikasi
pembimbing agama dan warga binaan di Rumah Tahanan Salemba
Jakarta Pusat.
Dalam penelitian kualitatif yang mengedepankan nilai naturalistik
dalam mendapatkan data yang bersifat deskriptif, penelitian ini menggunakan
teknik pengumpulan data, yaitu:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematis
terhadap fenomena yang sedang diselidiki.18 Teknik observasi yang
peneliti gunakan yakni observasi partisipan, yaitu suatu bentuk observasi
khusus dimana peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang pasif,
melainkan juga mengambil berbagai peran dalam stuasi tertentu dan
berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti.19
18
Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), h. 81.
19
Robert K. Yin, Studi Kasus Desain dan Metode. Penerjemah: M. Djauzi Mudzakir
(Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 114.
11
Dalam hal ini penulis mengamati langsung, yakni mengadakan
peninjauan secara langsung dalam objek guna memperoleh data yang
kongkrit tentang hal-hal yang menjadi subjek penelitian pada Rumah
Tahanan Salemba Jakarta Pusat dan juga melakukan pencatatan dan
pengumpulan data terkait yang diberikan pihak Rumah Tahanan
Salemba Jakarta Pusat.
b. Wawancara
Wawancara merupakan interaksi bahasa yang berlangsung antara
dua orang dalam situasi saling berhadapan, pewawancara meminta
informasi atau ungkapan kepada orang yang diteliti.20 Dalam penelitian
ini penulis mengadakan wawancara dengan humas Rumah Tahanan
Salemba Bapak Samsudi, pembimbing agama Ustadz. Suthoni, dan
Rachmad
Iswayudi,
Achmadi,
Ramadhani
warga
binaan
yang
berhubungan langsung dengan masalah pola komunikasi pembimbing
agama dalam pembinaan akhlak yang diterapkan serta mengenai hal-hal
yang kurang dimengerti ataupun dipahami oleh peneliti.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Bogdan dan Biklen yang dikutip oleh Lexy J.
Moleong dalam buku metodelogi penelitian kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan
20
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2012), h. 50.
12
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskannya apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.21
Dalam hal ini peneliti mengumpulkan hasil temuan dan data yang
kemudian hasil data yang diperoleh dari observasi, wawancara, dan ataupun
studi dokumentasi tersebut diolah, dipelajari dan selanjutnya dideskripsikan
secara konkret dengan didukung oleh beberapa hasil temuan peneliti dan
kemudian dianalisis.
5. Teknik Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Dan Disertasi) Karya Hamid Nasuhi
dkk. Diterbitkan oleh Ceqda (Center for Quality Development And
Assurance) Tahun 2007.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian ini, penulis mengacu pada penelitian
terdahulu, yaitu skripsi yang berjudul “Pola Komunikasi KH. Mahmudi dalam
Pembinaan Santri di Pondok Pesantren Al-Mubarok Serang-Banten” karya
Muhammad Fathullah tahun 2008. Dalam skripsi tersebut, peneliti menggunakan
komunikasi pola roda, pola roda merupakan pola berkomunikasi dengan banyak
orang, dan yang menjadi persamaan sama-sama membahas pola komunikasi.
Namun terdapat perbedaan, yaitu peneliti lebih mengarahkan pada pembinaan
akhlak warga binaan yang mana akhlak merupakan penekanan pada nilai baik dan
buruk perbuatan manusia dalam menjalankan hidup di dunia. Al-Qur’an
21
Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2012), h. 248.
13
memberikan petunjuk hidup kepada manusia untuk melakukan perbuatan baik dan
meninggalkan perbuatan yang buruk.
Peneliti juga melakukan tinjauan pustaka, dan peneliti terisnpirasi pada
skripsi yang berjudul “Pola Komunikasi Guru Agama dalam Pembinaan Akhlak
Siswa SMK Negeri 1 Pasuruan” karya Shochibul Hujjah 2011. Dalam skripsi
tersebut menjelaskan tentang komunikasi antara guru dan siswa dalam proses
belajar mengajar pada pelajaran pendidikan agama Islam khususnya dalam
pembinaan akhlak siswa SMK Negeri 1 Pasuruan. Kesamaan dalam skripsi
tersebut peneliti sama-sama mengarah pada pola komunikasi dalam pembinaan
akhlak. Namun terdapat perbedaan, yaitu peneliti dalam pembinaan akhlaknya
lebih mengarah kepada murid atau anak didik, yang mana murid disini adalah
sebagai warga binaan atau narapidana sehingga terdapat perbedaan dalam proses
bimbingan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam menyusun hasil penelitian ini, maka dibuatlah
sistematika penulisan yang membagi menjadi 5 (lima) bab yang terdiri dari
beberapa sub bab sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS. Menguraikan teori-teori yang
mendukung dalam penelitian
ini, seperti menguraikan sekilas tentang Pola
Komunikasi, Komunikasi Antarpribadi, Komunikasi Kelompok, Pengertian
pembimbing agama dan Pembinaan Akhlak.
14
BAB III GAMBARAN UMUM RUTAN SALEMBA. Berisikan tentang
letak geografis Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat, Profil dan Sejarah Rumah
Tahanan Salemba, Tugas dan Fungsi Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat,
serta Struktur Organisasi.
BAB IV TEMUAN DAN HASIL ANALISIS. Berisikan tentang Pola
Komunikasi yang Digunakam pembimbing agama dalam pembinaan akhlak
warga binaan Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat, faktor pendukung serta
hambatan dalam proses belajar mengajar.
BAB V KESIMPULAN. Bab ini memaparkan tentang kesimpulan, saransaran. Dan bagian terakhir memuat tentang Daftar Pustaka dan Lampiran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pola Komunikasi
1. Pengertian Pola Komunikasi
Pola komunikasi merupakan serangkaian dua kata yang memiliki
keterkaitan makna, di mana antara makna satu dengan makna yang lainnya
saling mendukung satu sama lainnya.
Dalam "Kamus Besar Bahasa Indonesia" dijelaskan bahwa pola
memiliki arti bentuk atau sistem, cara atau bentuk (struktur) yang tetap,
dimana pola itu sendiri bisa dikatakan sebagai contoh atau cetakan.1
Sedangkan kata pola yang terdapat dalam "Kamus Ilmiah Populer"
memiliki arti model, contoh atau pedoman (rancangan).2
Pola dapat dikatakan juga dengan model, yaitu cara untuk
menunjukan sebuah objek yang mengandung kompleksitas proses di
dalamnya dan hubungan antara unsur-unsur pendukungnya.3
Berdasarkan pengertian pola di atas maka peneliti dapat menarik
kesimpulan, bahwa pola adalah gambaran, bentuk, rancangan suatu
komunikasi yang dapat dilihat dari jumlah komunikannya. Pada
pembahasan ini, makna pola dapat diartikan sebagai bentuk atau cara,
karena keterkaitannya dengan kata yang dirangkulnya (komunikasi).
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 885.
2
Puis A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya:
Arloka, 1994), h. 605.
3
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Gramedia Widiasavina,
2004), h. 9.
15
16
Kata komunikasi, menurut Onong Uchjana Effendi berasal dari
bahasa Inggris yaitu "communication yang bersumber dari bahasa latin,
communication atau communis yang berarti sama, atau kesamaan arti sama
halnya dengan pengertian tersebut".4 Komunikasi berasal dari bahasa latin
communicate yang berarti berbicara, menyampaikan pesan, informasi,
pikiran, gagasan dan pendapat yang dilakukan oleh seseorang kepada
orang lain dengan mengharapkan jawaban, tanggapan atau arus balik
(feedback)5 menurut Onong komunikasi mempunyai arti pemberitahuan
atau pertukaran pikiran.6
Secara terminologi pengertian komunikasi terdapat banyak
pendapat dari para ahli komunikasi, diantaranya:
a. James: "Perbuatan penyampaian suatu gagasan atau informasi dari
seseorang kepada orang lain."7
b. Wilbur Schramm: "Definisi komunikasi yang berasal dari bahasa latin
communis yang berarti bila kita mencoba untuk berbagi informasi, ide
atau sikap sehingga menjadikan si pengirim guna menyampaikan isi
pesan."8
c. William Albig berpendapat bahwa "komunikasi adalah kegiatan
pengoperan lambang-lambang yang berarti antara individu-individu."9
4
Onong Uchjana Effendi, Spektrum Komunikasi, (Bandung: Bandar Maju,
1992), cet. ke-1, h. 4.
5
A. Muis, Komunikasi Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 35.
6
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, (Jakarta: PT.
Remaja Rosdakarya, 2001) cet. ke-1, h.4.
7
James G. Robbins , Komunikasi yang Effektif, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1995), cet. ke- 4, h.1.
8
T. A Lathief Rosyidi, Dasar-dasar Rethorika Komunikasi dan Informasi,
(Medan: 1985), h. 48.
9
Anwar Arif, Ilmu Komunikasi (Sebagai Pengantar Ringkas), (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1995), cet. ke-3, h. 25.
17
d. Menurut Onong Uchjana: "Komunikasi adalah proses penyampaian
suatu
pernyataan
oleh
seseorang
kepada
orang
lain
untuk
memberitahukan atau merubah sikap, pendapat dan perilaku, baik
langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media."10
e. Menurut Arni Muhammad: "Komunikasi adalah suatu proses dimana
individu dalam hubungannya dengan individu lainnya, dalam
kelompok, dalam organisasi, dan dalam masyarakat guna memberikan
suatu informasi."11
Sedangkan menurut Wilbur Schramm sebagaimana yang dikutip
Latief Rosyidi dalam uraiannya mengatakan "bahwa definisi komunikasi
berasal dari bahasa latin communi, comunon. Bilamana kita mengadakan
komunikasi itu sama artinya kita mencoba untuk berbagi informasi, ide,
atau suatu sikap. Jadi esensi dari komunikasi itu adalah menjadikan si
pengirim dapat berhubungan bersama dengan si penerima guna
menyampaikan isi pesan tersebut."12
Dalam pengertian pragmatis, komunikasi mengandung tujuan
tertentu; ada yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui
media, baik media massa seperti surat kabar, radio, televisi, atau film.
Melalui non media massa, misalnya seperti surat, telepon, papan
pengumuman, poster, spanduk dan sebagainya. Sehingga dikatakan bahwa
komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang
10
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi,
(Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1992), cet. ke-2., h. 6.
11
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), cet.
ke-4., h. 3.
12
T.A. Latief Rosyidi, Dasar-dasar Rethorika Komunikasi dan Informasi,
(Medan: 1985), h. 48.
18
kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat,
atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tidak langsung melalui
media.13
Dari masing-masing definisi di atas peneliti dapat menarik
kesimpulan bahwa komunikasi pada intinya adalah proses pengiriman
pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Akan tetapi
dari beberapa definisi tersebut memiliki maksud dan tujuan yang sama,
yang terpenting dalam komunikasi adalah bagaimana mempunyai
kesamaan pesan yang sistematis oleh seseorang dan melibatkan orang lain.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seseorang yang
berkomunikasi berarti mengharapkan agar orang lain ikut berpartisipasi
atau bertindak sesuai dengan tujuan dan harapan dari isi pesan yang
disampaikan. Jadi di antara yang terlibat dalam kegiatan komunikasi harus
memiliki kesamaan arti dan harus sama-sama mengetahui hal yang
dikomunikasikan, jika tidak demikian maka kegiatan komunikasi tersebut
tidak berlangsung dengan baik dan tidak efektif.
Menurut Stewart L. Tubbs dan Silvia Mass, sebagaimana dikutip
oleh Jalaludin Rakhmat, dalam bukunya 'psikologi komunikasi' ia
menguraikan "ciri-ciri komunikasi yang baik dan efektif paling tidak dapat
menimbulkan 5 hal :
1. Pengertian : komunikator dapat memahami mengenai pesanpesan yang disampaikan kepada komunikan.
13
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), cet. ke-4, h. 4.
19
2. Kesenangan : menjadikan hubungan yang hangat dan akrab
serta menyenangkan.
3. Mempengaruhi sikap : dapat mengubah sikap orang lain
sehingga bertindak sesuai dengan kehendak komunikator tanpa
merasa terpaksa.
4. Hubungan
sosial
yang
baik
:
menumbuhkan
dan
mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang
lain dalam hal interaksi.
5. Tindakan : membuat komunikan melakukan suatu tindakan
yang sesuai dengan pesan yang diinginkan."14
Dari lima ciri-ciri komunikasi yang baik dan efektif di atas, dapat
dipahami bahwa komunikasi menjadi penting untuk pertumbuhan hidup
manusia.
Melalui
komunikasi
akan
ditemui
jati
diri,
dapat
mengembangkan konsep diri, dan menetapkan hubungan dengan dunia
sekitarnya. Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat
ditransformasikan secara efektif, maka komunikasi mempunyai lima
unsur: sumber atau komunikator (source), pesan (massage), saluran atau
media (chanel), penerima atau komunikan (receiver), serta efek (effect).
2. Bentuk-bentuk Pola Komunikasi
a. Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi
antarpribadi
adalah
komunikasi
yang
berlangsung antara dua orang, dimana terjadi kontak langsung
dalam bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini bisa berlangsung
14
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi,
Rosdakarya, 2000), cet. ke- 15, h. 13-16.
(Bandung: PT.
Remaja
20
secara berhadapan muka (face to face), bisa juga melalui sebuah
medium telepon.15
Menurut Devito seperti yang dikutip oleh Roudhonah
dalam buku ilmu komunikasi, "komunikasi antarpribadi adalah
pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang
lain atau sekelompok kecil orang dengan efek dan umpan balik
yang langsung."16
Menurut Effendy, yang dikutip oleh Alo Liliweri bahwa
pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antar
seorang
komunikator
dengan
seorang
komunikan.
Jenis
komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah
sikap, pendapat, atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang
dialogis.17
Sikap dialogis itu ditujukan melalui komunikasi lisan dalam
percakapan yang menampilkan arus balik yang langsung. Jadi
komunikator mengetahui dengan pasti apakah pesan-pesan yang
dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif atau
negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan memberi
kesempatan seluas-luasnya kepada komunikan untuk bertanya.
Menurut Barnlund seperti yang dikutip oleh Alo Liliweri
dalam buku komunikasi antarpribadi ada "beberapa ciri khas dalam
komunikasi antarpribadi, yaitu komunikasi antarpribadi :
15
Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 106.
Ibid, h. 107.
17
Alo Liliweri, Komunikasi Antarpribadi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997),
cet. ke-2, h. 12.
16
21
a)
Selalu terjadi secara spontan;
b)
tidak mempunyai struktur yang teratur dan diatur;
c)
Terjadi secara kebetulan;
d)
Tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan terlebih
dahulu;
e)
Dilakukan oleh orang-orang yang identitas keanggotaan
yang kadang-kadang kurang jelas; dan
f)
Bisa terjadi sambil lalu."18
b. Keefektifan Komunikasi Antarpribadi
Keefektifan komunikasi antarpribadi adalah suatu proses
komunikasi yang terjalin tepat pada sasaran atau mencapai tujuan.
Efektifitas dalam mencapai tujuan adalah dengan adanya
perubahan sikap (attitude change).
Seperti yang dikutip oleh Roudhonah dalam buku ilmu
komunikasi, J.S.Bois mengemukakan "butir-butir persyaratan
untuk suatu komunikasi yang efektif, antara lain :
a. Dapat menerima orang lain apa adanya, dengan perhitungan
bahwa komunikator tidak dapat mengubah nilai-nilai, tujuan,
pendapat,
perasaannya
pada
saat
komunikasi
sedang
lain
(komunikan)
untuk
berlangsung.
b. Berupaya
mengajak
mengekspresikan
keraguan,
18
Ibid, h. 12-13.
orang
perasaan,
informasi
dan
tujuan,
nilai-nilai,
penafsirannya
kekuatan,
dengan
bebas.
22
Membantu meyakinkan komunikan agar dalam setiap waktunya
memiliki nilai.
c. Mengekspresikan reaksi semantic (seluruh reaksi dari total dari
badan, pikiran, emosi dan inteleknya), komunikator dalam
sikap/tingkah laku yang sama.
d. Menjaga hubungan perasaan, membuat pertukaran informasi
sebagai kegiatan sekunder yang didasarkan atas rasa berkawan
dan keramahan.
e. Jangan menilai kritis (mengkritik) dari segi pandangan
komunikan
yang
bertentangan
dengan
segi
pandangan
komunikator sebagai standar kebijaksanaan dan kebenaran.
f. Memandang keseluruhan proses sebagai kawan kerja sama yang
dinamis, tidak terlalu banyak untuk menemukan beberapa tujuan
cara pemecahan masalah.
Adapun efektifitas dari segi prosesnya adalah:
1. Adanya arus balik langsung.
2. Komunikator dapat melihat seketika tanggapan komunikan.
3. Komunikator dapat mengusahakan ketepatan yang paling tinggi
derajatnya antara komunikator dan komunikan dalam situasi
dan kondisi."19
c. Komunikasi Kelompok (Group Communication)
Komunikasi
kelompok
group
communication
adalah
komunikasi sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua.20
19
20
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 114-115.
Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 75.
23
Kelompok tidak bisa mengisolasi dirinya, kelompok
merupakan bagian dari sistem yang lebih besar. Anggota kelompok
dapat datang dan pergi silih berganti, orang dapat menjadi anggota
(afiliasi) dari beberapa kelompok, lingkungan akan terus berubah,
dan kelompok harus meyesuaikan diri dengan perubahan ini.
Dalam suatu kelompok, pengalaman anggota yang berafiliasi
dengan kelompok lainnya, memengaruhi apa yang akan dilakukan
atau apa yang akan dikatakannya dalam kelompok. Peran setiap
anggota kelompok juga akan berubah ketika anggota lama pergi
dan anggota baru masuk.21
Dalam pelaksanaan komunikasi kelompok biasanya agak
lebih rumit dibandingkan dengan komunikasi antar pribadi, karena
ada beberapa karakteristiknya, antara lain :
a. Komunikasi
kelompok
bersifat
formal,
dalam
arti
pelaksanaannya direncanakan terlebih dahulu, sesuai dengan
komponen-komponennya.
b. Komunikasi kelompok terorganisir, yaitu orang-orang yang
tergabung dalam kelompok mempunyai peranan dan tanggung
jawab masing-masing dalam mencapai tujuan.
c. Komunikasi kelompok terlembagakan, dalam arti ada aturan
mainnya.
d. Komunikator dalam kelompok ini, haruslah :
21
Morissan, Teori Komunikasi (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013),
cet. ke-1, h. 333.
24
1) Mencoba mengisolir beberapa proses yang sederhana dan
mudah dimengerti dari sekian banyak proses-proses yang
timbul secara simultan;
2) Menggunakan beberapa istilah yang akan memudahkan
untuk mengorganisir pengamatan;22
Komunikasi kelompok dibedakan diklasifikasikan ke dalam
dua macam, yaitu :
a. Kelompok Kecil (small group)
Kelompok kecil (small group) adalah “kelompok
komunikan yang dalam situasi komunikasi terdapat kesempatan
untuk memberikan tanggapan verbal, dengan kata lain
komunikator dapat melakukan komunikasi antarpribadi dengan
salah satu anggota”.23
Umpan balik yang diterima dalam komunikasi kelompok kecil
ini biasanya bersifat rasional, serta diantara anggota yang
terkait dapat menjaga perasaan masing-masing dan normanorma yang ada.24
b. Kelompok Besar (large group)
Kelompok besar (large group) dalam kelompok besar
situasi yang ada sangat berbeda dengan situasi yang terjadi
didalam kelompok kecil. Dalam hal ini komunikasi antarpribadi
yang terjadi sangat kecil kemungkinannya. Hal ini terjadi
karena begitu banyaknya individu yang berkumpul, seperti
22
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h.124-125.
Effendy, Dimensi-Dimensi Komunikasi, h.55.
24
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 128.
23
25
halnya yang terjadi pada tabligh akbar, kampanye, sehingga
pertukaran informasi tersebut sulit berjalan. Dalam hal
memberikan
tanggapan
kepada
komunikator,
maka
tanggapannya bersifat emosional.25
Dibandingkan
dengan
komunikasi
kelompok
besar,
komunikasi kelompok kecil lebih bersifat rasional. Ketika
menerima
suatu
pesan
dari
komunikator,
komunikan
menanggapinya dengan lebih banyak menggunakan pikiran dari
pada perasaan.
B. Analisis Proses Interaksi
Sebagian besar karya asli yang membahas komunikasi kelompok
kecil berasal ilmu psikologi sosial. Teori klasik yang dinamakan “analisis
proses interaksi” yang memberikan pengaruh besar pada teori komunikasi
kelompok. Teori ini membahas jenis-jenis pesan yang disampaikan orang
dalam kelompok dan bagaimana pesan itu memengaruhi peran dan
kepribadian kelompok.
Robert Bales menyusun teori mengenai analisis proses interaksi
(Interaction process analysis) yang saat ini sudah menjadi karya klasik.
Dengan menggunakan hasil risetnya selama bertahun-tahun sebagai
fondasi, Bales menyusun teori mengenai komunikasi kelompok kecil
untuk menjelaskan jenis-jenis pesan yang saling dipertukarkan orang
dalam kelompok, bagaimana pesan-pesan itu membentuk peran dan
25
Effendy, Dimensi-Dimensi Komunikasi, h. 55-56.
26
kepribadian
anggota
kelompok,
dan
bagaimana
pesan
tersebut
mempengaruhi karakter atau sifat kelompok secara keseluruhan.26
Tabel 1.1
Kategori Analisis Proses Interaksi.27
Tindakan
Positif
1. Tampakbersahabat
2. Dramatisasi
3. Kesepakatan
Jawaban
4. Memberikan saran
5. Memberikanpendapat
6. Memberikaninformasi
Pertanyaan
7. Memintainformasi
8. Memintapendapat
9. Meminta saran
Tindakan
10. pertentangan
11. Menunjukkanketegangan
12. Tampaktidakbersahabat
Negatif
a
b
c
d
a = masalah komunikasi.
b = masalah evaluasi.
c = masalah pengawasan.
d = masalah keputusan.
e = masalah pengurangan ketegangan.
f = masalah reintegrasi.
Menurut Bales seperti yang dikutip Morissan dalam buku teori
komunikasi, analisis proses interaksi terdiri atas enam kategori yaitu:
26
Morissan, Teori Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013),
cet. ke-1, h. 335.
27
Ibid, h. 335.
e
f
27
1. Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling memberikan
cukup informasi, maka kelompok bersangkutan akan mengalami
“masalah komunikasi”.
2. Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling memberikan
pendapat maka kelompok bersangkutan akan mengalami
“masalah evaluasi”.
3. Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling bertanya dan
memberikan saran, maka kelompok akan mengalami “masalah
pengawasan”.
4. Jika masing-masing kelompok tidak bisa mencapai kesepakatan
maka mereka akan mendapatkan “masalah keputusan”.
5. Jika tidak terdapat cukup dramatisasi maka akan
muncul
“masalah ketegangan”.
6. Jika anggota kelompok tidak ramah dan bersahabat maka akan
terdapat “masalah reintegrasi”, yang berarti kelompok itu tidak
mampu membangun kembali suatu “perasaan kita” atau
kesatuan (cohesiveness) dalam kelompok bersangkutan".28
Kategori "dramatisasi" (dramatizing) berperan penting dalam teori
ini.
Dramatisasi
berarti
melepaskan
ketegangan
dengan
cara
menyampaikan cerita dan membagi pengalaman dengan orang lain. Cerita
dan pengalaman tidak perlu selalu berhubungan secara langsung dengan
tugas kelompok bersangkutan. Borman, yang mendapatkan idenya dari
Bales, percaya bahwa bentuk komunikasi ini penting tidak hanya untuk
28
Ibid, h. 336.
28
mengurangi ketegangantetapi juga untuk memengaruhi kualitas diskusi
dalam kelompok secara umum.29
C. Pembimbing Agama, dan Pembinaan Akhlak
1. Pengertian Pembimbing Agama
A.M. Romly berpendapat bimbingan adalah “bantuan atau
pertolongan yang diberikan kepada individu atau kelompok dalam
mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya agar supaya individu
itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya”.30
Dewa Ketut Sukardi berpendapat bimbingan adalah sebagai suatu
proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya
sendiri, sehingga sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara
wajar, sesuai dengan tuntunan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga,
dan masyarakat.31
Dari pendapat-pendapat di atas dapat dipahami bahwa pembimbing
adalah seseorang yang memberikan bantuan atau pertolongan kepada
orang lain baik itu individu maupun kelompok yang dilakukan secara
berkesinambungan
agar
individu
atau
kelompok
tersebut
dapat
mengembangkan dirinya secara maksimal sesuai dengan potensi atau
kemampuannya.
Sedangkan agama menurut Quraish Shihab adalah hubungan antara
makhluk dan khalik. Hubungan ini mewujudkan dalam sikap batinnya
29
Ibid, h. 337.
A.M. Romly, Penyuluhan Agama Menghadapi Tantangan Baru, (Jakarta: PT.
Bina Rena Pariwara, 1992), cet. ke-1, h. 11.
31
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksana Program Bimbingan dan
Konseling, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), cet. ke-1, h. 18.
30
29
serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin dalam sikap
kesehariannya.32
Glock dan Stork (1996) sebagaimana yang dikutip Djamaludin
Ancok mengemukakan bahwa "agama adalah sistem simbol, sistem
keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan yang
semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihadapinya sebagai
yang paling dimaknai".33
Sedangkan Hendro Puspito mendefinisikan agama sebagai suatu
sistem kepercayaan dan praktek dengan nama suatu masyarakat atau
kelompok manusia berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir di dunia
ini.34
Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas, penulis
mencoba memahami bahwa agama adalah sebuah sistem kepercayaan
yang diyakini sebagai kekuatan yang lebih tinggi dari kekuatan manusia,
dimana manusia berserah diri kepada-Nya, dan hanya kepada-Nya manusia
menjalani ritual keagamaan tersebut yang tercermin dalam perilakunya
sehari-hari.
Sehingga dari pengertian pembimbing dan agama di atas maka
dapat dijelaskan bahwa pembimbing agama adalah seseorang yang
memberikan bimbingan berupa ajaran-ajaran agama Islam kepada individu
maupun kelompok yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga
32
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1992), cet. ke-2, h. 210.
33
Djamaludin Ancok dan Fuad Nasori Soroso, Psikologi Islam atas ProblemProblem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), cet. ke-2, h. 76.
34
Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: BPK Gunung Mulia, 1996),
cet. ke-2, h. 30.
30
individu atau kelompok dapat memahami dirinya sendiri dan mampu
mengatasi segala permasalahan yang dihadapinya dengan tetap berserah
diri
kepada
Allah
SWT,
sehingga
dapat
membantu
mencapai
perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.
2. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Agama
Pembimbing agama seperti yang dikemukakan di atas adalah
seseorang yang memberikan bimbingan berupa agama Islam. Adapun
tujuan bimbingan agama Islam sendiri menurut Aunur Rahim Faqih bahwa
dengan membagi secara umum khusus yang dirumuskan sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia
seutuhnya agar mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
b. Tujuan Khusus
1. Membantu individu mengatasi masalah yang sedang
dihadapinya.
2. Membantu individu memelihara dan mengembangkan
situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap
lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah
bagi dirinya dan orang lain.35
Sedangkan fungsi dari bimbingan agama Islam menurut Aunur
Rahim Faqih, dapat dibagi menjadi empat tingkatan.
35
Aunur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta: UI
Press, 2001), cet. ke-2, h. 31.
31
1. Fungsi pencegahan atau preventif, yaitu membantu individu
menjaga atau mencegah timbulnya masalah, fungsi ini
ditujukan kepada orang-orang yang selalu disibukkan oleh
duniawi dan materi atau orang yang menghadapi kesulitan
dalam kehidupan.
2. Fungsi kuratif atau korektif yaitu memberi bantuan kepada
klien dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya
atau dialaminya.
3. Fungsi pemeliharaan atau preservatif, yaitu membatu klien
yang sudah sembuh agar tetap sehat, tidak mengalami problem
yang pernah dihadapi. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan
membentuk semacam klub yang anggotanya para klien atau
eks-klien
dengan
menawarkan
program-program
yang
terjadwal misalnya ceramah keagamaan atau keilmuan, dll.
4. Fungsi pengembangan atau developmental, yaitu pembimbing
atau konselor dalam fungsi ini adalah membantu klien yang
sudah sembuh agar dapat mengembangkan potensi yang
dimilikinya pada kegiatan yang lebih baik.36
Berdasarkan beberapa fungsi bimbingan di atas, dapat dipahami
bahwa fungsi bimbingan agama berfungsi mengarahkan individu supaya
terhindar dari masalah dan berusaha mengembalikan kodisinya untuk
menjadi lebih baik dari sebelumnya.37
36
37
Ibid, h. 36.
Ibid, h. 40.
32
3. Pengertian Pembinaan Akhlak
Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” dijelaskan bahwa
pembinaan adalah sebagai proses, perbuatan, atau cara membina.38
Pembinaan dari segi terminologis yaitu suatu upaya, usaha kegiatan
yang terus menerus untuk memperbaiki, meningkatkan, mengarahkan, dan
mengembangkan kemampuan untuk mencapai tujuan agar sasaran
pembinaan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan
sosial masyarakat.39
Pembinaan dapat juga berarti proses melakukan kegiatan membina
atau membangun sesuatu, seperti membina bangsa. Dalam pembinaan ini
tampak atau identik dalam perubahan, bergantung obyek yang bina, tentu
saja perubahan yang mengacu kepada peningkatan.40
Sedangkan akhlak adalah "suatu daya yang telah bersemi dalam
jiwa orang hingga dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah
tanpa berfikir dan direnungkan lagi. Bila timbul dari padanya itu
perbuatan-perbuatan mulia dan baik dalam pandangan akal syara'
dinamakan akhlakul mahmudah (baik) terpuji, sebaliknya hal yang timbul
itu perbuatan-perbuatan buruk menurut pandangan akal dan syara' maka
perbuatan itu dinamakan akhlakul mazmumah (buruk) tercela."41
38
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 152.
39
Proyek Penerangan Bimbingan Dakwah Agama, Bimbingan Rohani Islam
Pada Darmawanita, (Jakarta: Departemen Agama, 1984), h. 8.
40
Abdur Rahim, "Pengaruh Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlak
Siswa MTS Sunan Ampel Pasuruan," (Skripsi S1 Fakultas Tarbiyah, Sekolah Tinggi
Agama Islam Shalahuddin Pasuruan, 2007), h. 67.
41
Ibid, h. 70.
33
Sedangkan Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah
kebiasaan kehendak.42 Ini berarti bahwa kehendak itu bila dibiasakan akan
sesuatu maka kebiasaan itu disebut akhlak. Contohnya, bila kehendak itu
biasanya memberi, maka kebiasaan itu ialah akhlak dermawan.
Pembinaan akhlak adalah proses perbuatan, tindakan, penanaman
nilai-nilai perilaku budi pekerti, perangai, tingkah laku baik terhadap Allah
SWT, sesama manusia, diri sendiri dan alam sekitar yang dilakukan secara
berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat.43
Berdasarkan apa yang telah disebutkan di atas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa pembinaan akhlak adalah sebuah proses, kegiatan,
perbuatan, atau dapat dikatakan suatu proses yang dilakukan seseorang
untuk menjadi lebih baik terhadap akhlak. Dalam konteks pembinaan
warga binaan rutan salemba bermakna usaha yang ditempuh pembimbing
agama untuk mengajarkan dan membimbing para warga binaan menjadi
manusia yang lebih baik akhlaknya. Baik dalam bersikap terhadap diri
sendiri, orang lain, lingkungan rutan ataupun setelah bebas dalam
menjalani masa tahanan kelak.
D. Warga Binaan
Warga binaan adalah orang hukuman.44 Drs. Yusfar Lubis dkk
memberi pengertian warga binaan adalah seorang terhukum yang
dikenakan pidana dengan menghilangkan kemerdekaannya ditengah-
42
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (CV. Rajawali, Jakarta, 1992), h. 1.
Zainal Ma'arif "Pembinaan Akhlak Remaja," diakses pada tanggal 14 April
2015 dari http://www.binailmu.multiply.com/2011/0501/p02s06-mu.html
44
Soedarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, 1992, h. 293.
43
34
tengah masyarakat yang telah mendapat keputusan pengadilan (Hakim).45
Lebih luas lagi, warga binaan adalah orang yang dijatuhi putusan pidana
penjara oleh pengadilan karena melanggar hukum yang telah ditetapkan
dan ditempatkan di Rumah Tahanan.
Dari segi definisinya, maka dapat diketahui bahwa ciri-ciri warga
binaan adalah:
a. Ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) atau Rumah Tahanan
(Rutan) negara.
b. Dibatasi kemerdekaanya dalam hal-hal tertentu. Misalnya kebebasan
bergaul dengan masyarakat, kebebasan bergerak atau melakukan
aktifitas di masyarakat.
Selain hal tersebut, seseorang yang dijatuhi pidanan penjara dapat
juga dibebani dengan pencabutan hak-hak tertentu sebagaimana diatur
dalam pasal 35 (1) KUHP yaitu :
a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu.
b. Hak memasuki angkatan bersenjata.
c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan
aturan-aturan umum.
d. Hak menjadi penasehat atau pengurus menurut hukum, hak menjadi
wali, wali pengawas pengampu, atau pengampu pengawas atas orang
yang bukan anak sendiri.
e. Hak menjalankan kekuasaan Bapak, menjalankan perwakilan atau
pengampuan atas anak sendiri.
45
Yusfar Lubis dkk, Metodologi Dakwah Terhadap Narapidana, Proyek
Penerangan Departemen Agama, Jakarta, 1978, h. 13.
35
f. Hak menjalankan pencaharian tertentu. 46
Secara umum warga binaan adalah manusia biasa, seperti kita
semua, tetapi tidak dapat menyamakan begitu saja, karena menurut hukum
ada karakteristik tertentu yang menyebabkan seseorang disebut warga
binaan. Maka dalam membina warga binaan tidak dapat disamakan dengan
kebanyakan orang atau warga binaan yang satu dengan yang lain.
Pembinaan warga binaan harus menggunakan empat komponen prinsipprinsip pembinaan warga binaan, yaitu sebagai berikut:
a. Diri sendiri, yaitu warga binaan itu sendiri. Warga binaan sendiri yang
harus melakukan proses pembinaan bagi diri sendiri, agar dapat
merubah diri ke arah perubahan yang positif.
b. Keluarga, yaitu keluarga harus aktif dalam membina warga binaan.
Biasanya keluarga yang harmonis berperan aktif dalam pembinaan
warga binaan dan sebaliknyawarga binaan yang berasal dari keluarga
yang kurang harmonis kurang berhasil dalam pembinaan.
c. Masyarakat, yaitu selain dukungan dari warga binaan sendiri dan
keluarga, masyarakat dimana warga binaan tinggal mempunyai peran
dalam membina warga binaan. Masyarakat tidak mengasingkan bekas
warga binaan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Petugas pemerintah dan kelompok masyarakat, yaitu komponen
keempat yang ikut serta dalam membina warga binaan sangat dominan
sekali dalam menentukan keberhasilan pembinaan warga binaan.
Dengan dipakainya sistem pemasyarakatan sebagai metode pembinaan
46
Roeslan Saleh, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta, Aksara baru,
1987), h. 64-65.
36
warga binaan, jelas terjadi perubahan fungsi Rumah Tahanan yang
tadinya
sebagai
tempat
pembalasan
berganti
sebagai
tempat
pembinaan.47
47
Andi Wijaya Rivai, Pemasyarakatan dalam Dinamika Hukum dan Sosial,
(Jakarta: Lembaga Kajian Pemasyarakatan, 2012), cet. ke-2, h. 33.
BAB III
GAMBARAN UMUM RUMAH TAHANAN SALEMBA JAKARTA PUSAT
A. Letak Geografis
Rumah Tahanan Klas I Jakarta Pusat mempunyai kapasitas daya tampung
hunian sekitar 862 orang. Rumah Tahanan Jakarta Pusat (Salemba) tepatnya di
Jalan Percetakan Negara Nomor 88, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Cempaka
Putih, Kotamadya Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta. Untuk kategori tahanan
yang dapat ditahan di Rumah Tahanan Jakarta Pusat adalah para pelaku kejahatan
yang penangkapan berada di 3 (tiga) wilayah yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Barat,
dan Jakarta Utara dan yang berasal dari Polda Metro Jaya.
Letak/lokasi RUTAN Klas I Jakarta Pusat berbatasan dengan:

Sebelah Utara
: Jalan Percetakan Negara Raya

Sebelah Timur
: Jalan Percetakan Negara IX

Sebelah Selatan
: Jalan Percetakan Negara VII

Sebelah Barat
: Jalan Percetakan Negara VII1
B. Profil dan Sejarah
Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Jakarta Pusat (Rutan Salemba)
merupakan salah satu unit pelaksanaan teknis pada jajaran Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI. Rumah
Tahanan Kelas I Jakarta Pusat dibangun pada sebidang tanah seluas 42.132m2
pada tahun 1918 oleh pemerintah yang berkuasa pada zaman Hindia Belanda saat
itu, dan dikenal oleh masyarakat Jakarta dengan sebutan Penjara Gang Tengah.
1
http://www.metro.polri.go.id/rumah-tahanan, diakses pada tgl. 14 April 2015.
37
38
Sebelum tahun 1945 Penjara Gang Tengah dipergunakan oleh Pemerintah
Kolonial Belanda untuk orang-orang yang melakukan pelanggaran hukum
Kolonial Belanda. Setelah tahun 1945, bertepatan dengan kemerdekaan Bangsa
Indonesia, maka kepemilikannya diserahkan pada Pemerintah Republik Indonesia,
dimana pada waktu itu Lembaga Pemasyarakatan Salemba dipergunakan untuk
menampung atau menahan tahanan politik, tahanan sipil, tahanan kejaksaan dan
pelaku kejahatan ekonomi (penimbunan kekayaan yang ramai pada saat itu).
Dari tahun 1967 sampai dengan tahun 1980 Lembaga Pemasyarakatan
Salemba dijadikan Rumah Tahanan Militer (RTM) yang khusus menahan tahanan
militer di bawah pimpinan Inrehab Laksusda Jaya. Selanjutnya pada tanggal 4
Februari 1980 Lembaga Pemasyarakatan Salemba, perlengkapan inventaris serta
rumah dinas yang dipergunakan oleh Inrehab Laksusda Jaya diserahkan kepada
Departemen
Kehakiman
melalui
Kepala
Wilayah
Direktorat
Jendral
Pemasyarakatan IV Jakarta Raya dan Kalimantan Barat, Soekiman SH.
Penyerahan tersebut berdasarkan surat perintah Panglima Komando Operasi
Pemulihan
Kesatuan
dan
Ketertiban
tanggal
9
Januari
1980
nomor:
Sprin12/Kepkam/1/1980 dan surat pelaksanaan nomor: Sprin/45/KAHDA/1/1980
tanggal 23 Januari 1980.2
Adapun visi, misi, dan tujuan pelaksanaan tugas Rumah Tahanan Klas I
Jakarta Pusat adalah sebagai berikut:
1 Visi:
Memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dalam hal ini Tahanan dan
2
http://rutan-salemba.tripod.com/sejarah.html, diakses pada tgl. 14 April 2015.
39
Narapidanan sebagai individu, anggota masyarakat, dan makhluk Tuhan
YME.
2 Misi:
Melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan
Warga Binaan Pemasyarakatan dalam kerangka penegakan hukum,
pencegahan,
dan
penanggulangan
kejahatan
serta
pemajuan
dan
perlindungan Hak Asasi Manusia.
3
Tujuan:
a. Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi
manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan
tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali
oleh masyarakat dan berperan aktif dalam pembangunan.
b. Memberi jaminan perlindungan hak asasi tahanan dalam rangka
memperlancar proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
di sidang pengadilan.3
C. Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi
1. Struktur Organisasi
Rumah Tahanan Negara Jakarta Pusat berkedudukan di kotamadya Jakarta
Pusat sebagai wadah perawatan tahanan, merupakan Unit Pelaksana Teknis
Pemasyarakatan yang berada di bawah tanggung jawab langsung kepada kepala
kantor wilayah Departemen Kehakiman DKI Jakarta.
Dalam surat keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor:
M.04-PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan
3
April 2015.
http://www.kumham-jakarta.info/profil/upt/1054-rutan-jakpus, diakses pada tgl. 14
40
Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara pada pasal 22 sampai
dengan pasal 26 yang menyatakan bahwa Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
dipimpin oleh seorang Kepala Rutan yang membawahi :
1 Kasubbag Tata Usaha
2
Kepala Seksi Pelayanan Tahanan
3
Kepala Pengamatan Rutan
4
Kepala Seksi Pengelolaan
Yang kemudian terbagi lagi dalam beberapa Sub Seksi dengan bagan
sebagai berikut:
41
Tabel 2.1
STRUKTUR ORGANISASI RUMAH TAHANAN KLAS I JAKARTA PUSAT
SKEPMEN KEH.RI.M.04.PR.07.03.Tahun 19854
KEPALA RUTAN
URUSAN TATA
USAHA
Seksi Pelayanan
Tahanan
Kepala Kesatuan
Pengamanan Rutan
Sub seksi Administrasi
& Perawatan
Koor. Kam 1
Sub seksi Bimbingan
Kegiatan
Seksi
Pengelolaan
Sub seksi Umum
Koor. Kam 2
Sub seksi
Keuangan &
KAP
Sub seksi Bantuan
Hukum & Penyuluhan
2
Tugas dan Fungsi
Rumah Tahanan Negara sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis,
merupakan bagian integral dari instansi penegak hukum lainnya (Integrated
Criminal Justice System) dalam hubungannya dengan penanganan suatu tindak
pidana.
4
Sudirman Has, "Rencana Kerja Penerapan Program Petugas Pelatihan Keterampilan
Pada Seksi Pelayanan Tahanan Rutan Jakarta Pusat," (Kertas Kerja Perorangan Rencana Kerja
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta: 1997), h. 9-10.
42
Sebagai bagian dari instansi penegak hukum lainnya (Kepolisian,
Kejaksaan, dan Pengadilan), Rumah Tahanan Negara yang dikenal Rutan,
mempunyai fungsi sebagai tempat penahanan bagi tersangka/terdakwa untuk
kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dan
juga berfungsi sebagai tempat pembinaan bagi terpidana yang sisa pidananya
tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Sesuai dengan azas praduga tak bersalah yang dianut oleh Hukum Acara
Pidana di Indonesia, maka setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut dan atau dihadapkan di muka pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah
sampai adanya keputusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum yang pasti/tetap (Inkracht Van Geweijsde). Oleh
karena itu perlakuan terhadap para tahanan memerlukan perhatian khusus
terutama keadaan fisik dan mental tahanan dan narapidana tersebut agar tetap
dalam kondisi prima sebagaimana layaknya manusia ciptaan Tuhan.
Guna menyelenggarakan tugas tersebut, Rumah tahanan mempunyai
fungsi secara umum sebagai berikut :
1 Melaksanakan pelayanan perawatan tahanan dan narapidana.
2
Melaksanakan pemeliharaan dan pengelolaan.
3
Melaksanakan urusan administrasi dan ketatausahaan.
Dari susunan organisasi Rumah tahanan di atas terdapat 3 Seksi yang
menunjang pelaksanaan tugas Kepala Rumah tahanan, yakni :
1
Seksi Pelayanan Tahanan yang mempunyai tugas melakukan pelayanan
administratif, penyusunan statistik, dokumentasi, bantuan hukum penyuluhan
rohani, kegiatan jasmani, bimbingan kegiatan bagi tahanan dan narapidana.
43
2 Kepala Kesatuan Pengamanan mempunyai tugas mengkoordinasikan tugas
pengamanan dan ketertiban. Pengaturan jadwal penjagaan, penggunaan
peralatan pengamanan, pemeliharaan keamanan hukum, dan tata tertib Rumah
tahanan, pemeriksaan serta pengaturan tugas pengawasan.
3
Kepala Seksi Pengelolaan mempunyai tugas mengkoordinasikan pengurus
keuangan, perlengkapan, rumah tangga dan kepegawaian termasuk pula dalam
hal penyusunan daftar usulan kegiatan (DUK) dan daftar usulan pembangunan
(DUP) hingga menjadi dasar penertiban serta perawatan gedung/bangunan.5
5
2015.
http://rutan-salemba.tripod.com/tugas_pokok.html, diakses pada tgl. 14 April
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISA
A. Deskripsi Subyek Penelitian
1. Deskripsi Subyek Penelitian
Sebelumnya pada bab ini penulis memberikan deskripsi subyek penelitian
mengenai subyek dalam hal ini narapidana atau warga binaan, yang
penulis dapat berdasarkan hasil wawancara, di antaranya :
1) Nama : Rachmad Iswayudi
Kasus : Narkoba
Agama : Islam
Rachmad Iswayudi berasal dari Tangerang, Rachmad anak ke dua
dari tiga bersaudara, ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga dan bapak
bekerja sebagai pegawai swasta. Yang menyebabkan Rachmad masuk
Rumah Tahanan karena kasus narkoba, karena pengaruh dari lingkungan
berawal dari coba-coba sampai suatu ketika Rachmad mencoba untuk
berjualan barang haram tersebut. Setelah merasa keuntungan dari menjual
barang haram tersebut memuaskan lalu Rachmad memutuskan untuk
menjadi penjual atau pengedar. Empat bulan waktu berjalan, dan aksi
jualan barang haram tersebut di ketahui kepolisian daerah Tangerang,
Rachmad pun diringkus dan dimasukan kedalam jeruji besi. Sampai
menunggu putusan dari pengadilan, Rachmad masih menjadi tahanan
44
45
Polres Tangerang. Setelah satu bulan menjadi tahanan Polres Tangerang
akhirnya kasus Rachmad dipindahkan ke Rumah Tahanan Salemba.1
2) Nama : Achmadi
Kasus : Pencurian
Agama : Islam
Achmadi, berasal dari Mangga Besar, Jakarta Pusat. Achmadi
seorang bapak dengan dua anak laki-laki, Achmadi bekerja di sebuah
perusahaan jual beli mobil bekas / showroom. Setiap harinya iya habiskan
waktu di showroom tempatnya bekerja dengan gaji Rp. 700.000 perbulan,
dapat uang tambahan apabila penjualan sedang menigkat.
Penyebab Achmadi masuk Rumah Tahanan karena kasus pencurian
uang di tempatnya bekerja. Achmadi tidak ada rencana atau niat untuk
mencuri uang di showroom tempatnya bekerja, Achmadi kesal karena gaji
selama dia bekerja selama dua bulan belum dibayar oleh pemilik
showroom. Terdesak oleh kebutuhan keluarga, untuk makan, dan biaya
sekolah kedua anaknya terpaksa Achmadi mencuri uang pemilik
showroom yang ada di dalam kantor, dan kebetulan brangkas di dalam
kantor tidak menggunakan kunci ganda atau kunci pengaman tambahan.
Keesokan harinya pemilik showroom masuk ke dalam ruangannya
dan kaget karena uangnya di brangkas hilang. Lalu pemilik showroom
tersebut melapor ke pihak berwajib, tanpa Achmadi sadari ternyata di
1
Rachmat Iswayudi, Warga Binaan Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi,
Jakarta, 11 April 2015.
46
dalam kantor pemilik showroom terdapat CCTV. Setelah melihat hasil
rekaman CCTV akhirnya Achmadi mengakui kesalahannya.2
3) Nama : Ramadhani
Kasus : Narkoba
Agama : Islam
Ramadhani pemuda asal Sukabumi, sudah lima tahun tinggal di
Jakarta, tepatnya di daerah Tanah Abang. Ramadhani tinggal bersama tiga
orang teman sekampungnya, tinggal di rumah sewaan Ramadhani dan
teman-temannya mencari peruntungan di Kota Jakarta dengan berbekal
keahlian yang Ramadhani dan teman-temannya miliki. Seiring berjalannya
waktu kedua temannya Ramdhani memutuskan untuk pulang ke kampung
halamannya di Sukabumi dan Ramdhani tidak seorang diri di Jakarta,
tentunya sudah memiliki teman selama di Jakarta. Pergaulan Ramdhani
selama di Jakarta menjadi tidak tearah, perjudian, dan mabuk-mabukan
sudah menjadi kegiatan rutin Ramdhani. Ramdhani tertangkap polisi di
kediaman temannya, Ramdhani tertangkap pada saat menikmati barang
haram sejenis sabu-sabu. Setelah proses pemeriksaan dan terbukti positif
menggunakan barang haram tersebut Ramdhani dan teman-temannya
dibawa ke kantor polisi, dan hasil putusan sidangnya Ramdhani
dilimpahkan berkasnya ke Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat.3
2
Achmadi, Warga Binaan Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11
April 2015.
3
Ramadhani, Warga Binaan Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13
April 2015.
47
2. Deskripsi Subyek Penelitian (Pembimbing)
A. Ustadz. Suthoni
Suthoni, pria kelahiran Banten 10 Agustus 1964 ini awalnya
sebagai pegawai di kantor Kementrian Agama Republik Indonesia sejak
tahun 1991. Pada tahun 2014 Ustadz. Suthoni memutuskan untuk pensiun
dari pekerjaannya, beliau menghabiskan waktunya dengan keluarga dan
membantu Rumah Tahanan Salemba dalam memberikan pembinaan
akhlak para warga binaan.
Beliau bukan satu-satunya pembimbing Agama Islam di Rumah
Tahanan Salemba, tetapi dalam bimbingan akhlak pihak Rumah Tahanan
Salemba memilih Ustadz. Suthoni sebagai pembimbing. Tidak hanya
karena memiliki ilmu Agama Islam saja tetapi beliau sering memberikan
bimbingan secara tidak formal, diantaranya memberikan waktu khusus
untuk warga binaan berkonsultasi seputar permasalahan pribadi atau halhal yang lainnya. Akhirnya penulis menjadikan beliau sebagai subyek
dalam penelitian bimbingan akhlak, bukan hanya karena beliau menguasai
ilmu Agama Islam saja melainkan beliau mampu dalam menyampaikan
pesan-pesannya dengan jelas sehingga para warga binaan dapat menerima
dengan baik.4
Permasalahan seperti ini yang menjadikan komunikasi itu penting
dalam proses bimbingan akhlak, bukan hanya menguasai materi tetapi
harus bagus juga dalam proses penyampainnya.
4
Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta,
13 April 2015.
48
B. Pola Komunikasi Pembimbing Agama dan Warga Binaan Dalam
Pembinaan Akhlak
Pola komunikasi adalah cara terbaik sebagai suatu sistem atau bentuk
dalam melakukan pendekatan terhadap seseorang, karena komunikasi yang efektif
menuntut rasa saling menghormati, percaya, terbuka dan tanggung jawab.5
Adanya komunikasi yang baik antara pemberi pesan dan penerima pesan kalau
terjalin persesuaian di antara keduanya. Saling pengertian dapat terjadi dengan
menggunakan bahasa yang baik sehingga pihak yang menerima dapat mengerti
apa yang diberikan atau dipesankan, dengan demikian tercipta situasi komunikasi
serasi.6
Kegiatan pembinaan akhlak bagi warga binaan yang ada di Rumah
Tahanan Salemba Jakarta Pusat, merupakan salah satu bentuk perhatian dari
Negara. Tidak hanya membekali warga binaan dengan berbagai keahlian khusus
seperti membuat kesenian dan kerajinan tangan lainnya, tetapi juga memenuhi
kebutuhan rohaninya. Pembinaan akhlak menjadi sangat penting, apabila warga
binaan telah mampu membedakan mana yang baik atau tidak untuk dilakukan,
mengetahui bagaimana Islam mengajarkan untuk senantiasa berharap hanya pada
Allah SWT maka dalam keadaan terhimpit sekalipun ia tidak akan melakukan halhal yang seharusnya tidak dilakukan, seperti merampas yang bukan haknya
maupun menyakiti orang lain. Menjadi pribadi lebih baik lah yang diharapkan dari
hasil proses pembinaan akhlak warga binaan, dengan menyediakan suatu sarana
5
Dr. Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2006), cet. ke-1, h. 345.
6
H. A. W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2002), h.5.
49
keagamaan untuk para warga binaan dalam membantu proses menjadikan manusia
yang berakhlak baik.
Pembinaan akhlak yang dilakukan oleh pembimbing agama terhadap
warga binaan Rumah Tahanan Salemba merupakan salah satu program yang
selalu dipertahankan dan diunggulkan di Rumah Tahanan Salemba sehingga hal
inilah yang menjadi nilai positif untuk Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat.
Dengan adanya program pembinaan akhlak yang ada di Rumah Tahanan
Salemba diharapkan dapat memberikan ilmu agama yang nantinya dapat
diaplikasikan dalam kehidupannya dan mengajarkan arti pentingnya kehidupan,
untuk mencetak masyarakat atau warga yang berakhlakul karimah setelah selesai
menjalani masa hukuman. Sehingga citra buruk tentang Rumah Tahanan, dan
warga binaan yang selama ini di pandang sebelah mata oleh seluruh masyarakat
akan berkurang atau hilang.7
Program pembinaan akhlak yang diterapkan di dalam Rumah Tahanan
Salemba sudah cukup lama dan akan terus dipertahankan dilihat dari banyaknya
warga binaan yang ada di rumah tahanan Salemba Jakarta Pusat.8 Program
pembinaan akhlak ini juga merupakan program yang diunggulkan oleh Lembagalembaga dan Departemen Pemerintahan Republik Indonesia, karena di Rumah
Tahanan Salemba ini para warga binaan dibina, diperkenalkan dan diajarkan
untuk bagaimana menjadi pribadi yang lebih baik.9
7
Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta,
13 April 2015.
8
Ibid.
9
H. M. Samsudi, Pembina Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 9
April 2015.
50
Program pembinaan akhlak mulai diterapkan pertama kali di dalam
Rumah Tahanan didirikan sekitar 28 tahun yang lalu dan sejak itu pula proses
belajar mengajar dimulai. Seiring berjalannya waktu, mata pelajaran dan materi
yang disampaikan terus ditambahkan, tidak hanya pembinaan akhlak saja. Dan
berdasarkan hasil pengamatan peneliti program pembinaan akhlak di Rumah
Tahanan Salemba saat ini memberikan manfaat yang sangat penting khususnya
bagi para warga binaan Rumah Tahanan Salemba.
Dari hasil penelitian ini juga dapat diketahui beberapa pola komunikasi
yang dilakukan oleh pembimbing agama di Rumah Tahanan Salemba Jakarta
Pusat, dalam memberikan materi penanaman akhlak bagi warga binaan yaitu
dengan komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) dan komunikasi
kelompok kecil (small group communication), dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication)
Meskipun komunikasi antara pembimbing dan warga binaan tersebut
termasuk komunikasi kelompok kecil, pembimbing agama dapat mengubahnya
menjadi komunikasi antarpribadi (Interpersonal) dengan menggunakan metode
komunikasi dua arah atau dialog, yakni pembimbing menjadi komunikator dan
warga binaan menjadi komunikan. Terjadinya komunikasi dua arah apabila warga
binaan bersifat responsif, aktif dan mengetengahkan pendapat atau mengajukan
pertanyaan. Pola komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) seperti
yang dikemukakan Devito, komunikasi antarpribadi adalah pengiriman pesanpesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok kecil orang
dengan efek dan umpan balik yang langsung.10
10
Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 107.
51
Pentingnya komunikasi antarpribadi karena prosesnya memungkinkan
berlangsung secara dialogis. Komunikasi yang berlangsung secara dialogis selalu
lebih baik dari pada monologis. Monolog menunjukkan suatu bentuk komunikasi
di mana seseorang berbicara dan yang lain mendengarkan. Apabila peserta didik
pasif atau hanya mendengarkan tanpa adanya tanggapan untuk mengekspresikan
pernyataan atau pertanyaan komunikasi tersebut tetap bersifat tatap muka, dan
komunikasi tersebut menjadi satu arah dan tidak efektif dalam proses belajar
mengajar.11
Dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukkan
terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi
ganda. Masing-masing menjadi pembicara dan mendengar secara bergantian.
Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku
komunikasi untuk terjadinya pengertian bersama.
Dalam hal penyampaian materi, komunikasi antarpribadi dinilai paling
efektif. Alasannya, karena komunikasi berlangsung secara tatap muka. Misalnya,
ketika pembimbing agama menyampaikan pesan, umpan balik (Feedback)
berlangsung seketika. Pembimbing agama mengetahui pada saat itu tanggapan
peserta didiknya terhadap pesan yang telah disampaikan, ekspresi wajah, dan gaya
bicara.
Metode komunikasi antarpribadi lebih menekankan pada pendekatan
secara psikologis, karena metode ini sangat relevan, dimana pembimbing dapat
mengetahui gangguan batin dan tekanan-tekanan yang dialami dan dirasakan oleh
setiap warga binaan. Mereka dapat dengan terbuka menceritakan kepada
11
Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta,
13 April 2015.
52
pembimbing agama, dengan demikian pembimbing dapat memahami konflik yang
sedang mereka rasakan, sehingga pembimbing dapat memberikan solusi dan
pencerahan kepada warga binaan tersebut, dan
warga binaan pun merasa
mendapatkan jalan keluar dari permasalahan yang dirasakannya, karena
penyampaian dari pembimbing sesuai dengan masalah yang dihadapinya.
a. Pendekatan Komunikasi Antar Pribadi
Pendekatan komunikasi antar pribadi sangat perlu diterapkan dalam
melakukan bimbingan kepada setiap warga binaan, karena warga binaan yang ada
di Rumah Tahanan Salemba adalah orang-orang yang pernah terjerumus atau
yang latar belakangnya pernah memiliki akhlak yang tidak baik dan perlu di bina.
Karena kalau tidak ada pembinaan akhlak di rumah tahanan Salemba ini sangat
dikhawatirkan para napi atau warga binaan ini tidak merubah sifat dan akhlaknya,
sesuai
dengan
motto
di
Rumah
Tahanan
Salemba
yaitu
pembinaan
pemasyarakatan, napi atau warga binaan harus dibina agar setelah bebas dari masa
hukumannya dapar menjadi manusia yang lebih baik lagi.12
Karena itu, sangat dibutuhkan keahlian dari para pembimbing untuk
melakukan pendekatan antarpribadi dengan warga binaan agar mereka dapat lebih
memahami keadaan psikologis yang dialami oleh warga binaan sehingga
pembimbing dapat ikut merasakan (empathy) dan dapat memberikan dorongan
seperti pembinaan akhlak yang baik bagi setiap warga binaan.
Pendekatan komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) yang
dilakukan oleh Ustadz. Suthoni dengan warga binaan secara tatap muka melalui
lisan, komunikasi ini berlangsung dalam proses belajar mengajar di dalam Masjid
12
Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta,
13 April 2015.
.
53
Rumah Tahanan Salemba, warga binaan yang telah menguasai materi yang
diajarkan, kemudian menjelaskan kembali dihadapan pembimbing. Apabila warga
binaan mengalami kesulitan atau tidak dapat memahami dalam materi yang telah
disampaikan, warga binaan dapat berkonsultasi langsung secara pribadi kepada
pembimbing, warga binaan mengungkapkan permasalahan yang dihadapinya
kemudian pembimbing memberikan solusinya.
Seperti yang dikemukakan R. Wayne Pace bahwa, komunikasi
antarpribadi adalah suatu proses komunikasi secara tatap muka yang dilakukan
antara dua orang (atau lebih).13
Pentingnya pendekatan komunikasi antarpribadi bagi pembimbing adalah
dapat mengetahui secara langsung sifat dan sikap para warga binaan, untuk
mengubah sikap, perilaku dan mengajak warga binaan mengeskpresikan
perasaannya dengan bebas. Dengan demikian pembimbing dapat mengarahkan
kepada warga binaan suatu tujuan yang diinginkan, dan membantu meyakinkan
warga binaan karena dalam disetiap waktunya memiliki nilai.14
Komunikasi antarpribadi ini terjadi di dalam maupun di luar proses
pengajaran pembinaan akhlak. Dengan bentuk komunikasi ini, hubungan antara
pembimbing Ustadz. Suthoni dengan para warga binaan sangat baik, sehingga
materi yang diajarkan tersampaikan dengan jelas dan cepat dipahami oleh para
warga binaan. Bentuk komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh pembimbing
13
Alvin A. Golberg, Carl E. Larson, Komunikasi Kelompok, (Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press), 1985), h. 31.
14
Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta,
13 April 2015.
54
tersebut, sangat membantu warga binaan yang mempunyai kesulitan dalam
pemahaman materi dalam proses pembinaan akhlak.
b. Tahap-tahap Terjadinya Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal
Communication)
Sebelum dijelaskan tahapan-tahapan terjadinya komunikasi antarpribadi
yang terjalin di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat, akan dijelaskan terlebih
dahulu pengertian tahapan-tahapan terjadinya komunikasi antarpribadi.
Ada dua tahapan dalam menciptakan hubungan Interpersonal, antara lain:
1. Pembentukan
hubungan
Interpersonal
atau
tahap
perkenalan,
perkenalan adalah proses komunikasi di mana individu mengirimkan
(secara sadar) atau menyampaikan (kadang tidak sengaja) informasi
tentang struktur dan isi kepribadiannya.
2. Peneguh hubungan Interpersonal, hubungan Interpersonal tidaklah
statis, tetapi selalu berubah. Perubahan memerlukan tindakan tertentu
untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor dalam
memelihara keseimbangan:
a
Keakraban, merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih
sayang. Hubungan Interpersonal akan terjalin apabila kedua
belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan.
b
Control, berhubungan dengan mengendalikan atau mengawasi
setiap kegiatan yang baru akan dimulai sampai selesai.
c
Respons yang tepat, respons konfirmasi adalah respons yang
akan memperteguh hubungan Interpersonal. Contoh respon
konfirmasi, pengakuan langsung atau respon setuju dan positif.
55
d
Nada emosional yang tepat, yakni bila terjadi emosional, maka
berusaha untuk menahannya. Menyamakan suasana perasaan
diantara keduanya.15
Berdasarkan penjelasan tahapan di atas, pembimbing agama memiliki
peran yang sangat penting dalam terciptanya hubungan komunikasi antarpribadi,
karena tujuan dari pembimbing agama tersebut untuk memperbaiki perilaku dan
mengkoreksi kesalahan-kesalahan agar mereka terhindar dari rasa frustasi, depresi
dan bisa mengintropeksi diri. Faktor penentu keberhasilan hubungan komunikasi
antarpribadi tergantung dari keahlian pembimbing dalam proses pendekatan
terhadap warga binaan dalam menghadapi karakter dan setiap masalah yang
berbeda beda serta segenap kegiatan yang dilaksanakan.16
2. Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group Communication)
Komunikasi kelompok yang terjalin didalam Rumah Tahanan Salemba
lebih terstruktur di mana para warga binaan lebih cenderung melihat dirinya
sebagai kelompok serta mempunyai kesadaran tinggi tentang sasaran bersama.
Komunikasi kelompok kecil cenderung dilakukan secara sengaja, terstruktur, dan
dalam rung lingkup yang tidak terlalu besar sehingga dalam prosesnya lebih
memiliki kualitas.
Materi-materi atau pesan-pesan yang digunakan pembimbing agama dalam
melakukan pembinaan akhlak dengan pola komunikasi kelompok merupakan pola
komunikasi yang sangat penting bagi warga binaan, karena materi bimbingan
keagamaan yang diterapkan akan membantu perkembangan rohani setiap warga
15
Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 119.
H. M. Samsudi, Pembina Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 9
April 2015.
16
56
binaan. Adapun materi yang diberikan diantaranya : Fiqih ibadah, Tauhid, dan
Akhlak.17
1) Fiqih Ibadah : Ilmu yang menerangkan tentang dasar-dasar hukum-hukum
syar’i khususnya dalam ibadah seperti shalat, zakat, kurban. Materi-materi
yang disampaikan ini untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2) Tauhid : Ilmu yang membahas segala kepercayaan yang diambil dari dalildalil keyakinan dan hukum-hukum didalam Islam termasuk hukum
mempercayakan Allah SWT itu esa. Sebagai pengenalan kepada warga
binaan terhadap ajaran-ajaran Allah SWT dan untuk mempertebal
keimanan mereka.
3) Akhlak : Ilmu yang membahas tentang suatu tingkah laku, tingkah laku
yang dilakukan secara berulang-ulang, tingkah laku yang diajarkan adalah
tingkah laku dalam melakukan perbuatan baik atau terpuji, pembimbing
mengartikan ilmu akhlak sebagai studi sistematik tentang tabiat dari
pengertian nilai baik, dan buruk setiap warga binaan, dan materi akhlak
yang disampaikan pembimbing bertujuan untuk membina para warga
binaan agar mempunyai budi pekerti dan berprilaku baik setelah keluar
dari Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat.18
Materi-materi ini dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai agama
kepada warga binaan, memberikan pengertian tentang agama Islam yang benar,
menanamkan akhlak mulia, fokus dan sungguh-sungguh dalam beribadah, serta
menanamkan rasa percaya diri.
17
H. M. Samsudi, Pembina Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 9
April 2015.
18
Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta,
13 April 2015.
57
Dari hasil penelitian terdapat beberapa teknik komunikasi kelompok dalam
penyampaian materi yang dilakukan di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat,
antara lain adalah:
a. Ceramah Agama
Ceramah agama dilakukan pembimbing dengan tujuan memberikan
siraman rohani dan juga nasehat-nasehat keagamaan untuk warga binaan.
Bimbingan keagamaan ini dilakukan oleh pembimbing dari luar dan dalam
Rumah Tahanan secara bergiliran sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan.
b. Dialog atau Tanya Jawab
Metode dialog atau tanya jawab ini merupakan tindakan lanjutan dari
metode ceramah, ini dilaksanakan setiap pembimbing memberikan
penjelasan terhadap materi yang disampaikan, kemudian warga binaan
diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai materi yang telah
disampaikan yang mereka anggap kurang jelas dan sulit untuk dipahami.
Ataupun sebaliknya pembimbing memberikan pertanyaan kepada warga
binaan seputar materi yang telah dijelaskan sebelumnya, dan mereka dapat
menjawab tanpa rasa malu dan takut akan salah dari jawaban yang
dilontarkan. Cara ini dapat menjadi stimulus dan melatih mental mereka
untuk berani berbicara dan mengungkapkan pendapat didepan orang
banyak.
c. Diskusi
Metode pembelajaran ini adalah metode bertukar informasi, pendapat, dan
pengalaman, dengan tujuan untuk mendapatkan pengertian bersama,
58
untuk mencari jawaban-jawaban dalam hal ini metode diskusi dilakukan
untuk memecahkan permasalahan dan pertanyaan yang muncul disetiap
ceramah agama / dakwah yang telah diberikan pembimbing.19
Dalam tekhnik komunikasi ini pembimbing agama menggunakan pola
komunikasi kelompok kecil, yaitu komunikasi yang dilakukan dalam ruang
lingkup yang kecill, karena dalam setiap penyampaiannya pembimbing berharap
semua warga binaan yang hadir dapat mengerti dengan jelas apa yang telah
pembimbing agama utarakan atau sampaikan. Disamping itu, para warga binaan
diberikan kesempatan bertanya, karna memang dalam konteksnya dari semua
yang disampaikan pembimbing agama bertujuan agar para warga binaan
memahami dengan benar dan jelas, apabila ada kesulitan dalam pemahamannya
bisa langsung ditanyakan.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ustadz. Suthoni, beliau
mengatakan “bahwa dengan adanya program pembinaan akhlak ini diharapkan
bisa membantu para warga binaan yang ada di Rumah Tahanan Salemba Jakarta
Pusat dapat mengembalikan harga diri dan mental warga binaan, karena setelah
mereka merasa tertekan akibat hukuman yang mereka terima atau perbuatan yang
telah mereka lakukan, sehingga citra buruk tentang Rumah Tahanan (Rutan), dan
narapidana (warga binaan) yang selama ini di pandang sebelah mata oleh seluruh
masyarakat akan berkurang atau hilang.20
19
Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta,
13 April 2015.
20
Ibid.
59
3. Analisis Proses Interaksi
Pada analisis proses interaksi yang dikemukan oleh Robert Bales terdapat
dua point penting yang harus dijawab: pertama, bagaimana pesan itu membentuk
peran dan keperibadian anggota kelompok dan kedua bagaimana pesan tersebut
mempengaruhi karakter atau sifat kelompok secara keseluruhan. Hal ini dapat
diketahui dengan membedan enam kategori dalam analisi proses interaksi.21
Menurut Bales, analisis proses interaksi terdiri atas enam kategori yaitu:
a. Masing-masing anggota kelompok tidak saling memberikan cukup
informasi, maka kelompok bersangkutan akan mengalami “masalah
komunikasi”. Menyimpulkan dari pernyataan Bales, dari hasil
wawancara dengan Ustadz. Suthoni, dalam proses belajar yang
berlangsung di dalam Rumah Tahanan Salemba, sama dengan proses
belajar mengajar di pesantren-pesantren atau sekolah pada umunya,
seperti mencatat, tanya jawab, dan pembelajaran dengan cara
berkelompok.22 Setiap warga binaan, diberikan kesempatan berdiskusi
untuk saling memberikan informasi atau bertukar informasi, dalam
konteks ini warga binaan harus aktif berdikusi bukan hanya kepada
pembimbing agama saja, melainkan kepada warga binaan lainnya agar
kesulitan yang dihadapi dalam belajar pembinaan akhlak terselesaikan.
b. Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling memberikan
pendapat maka kelompok bersangkutan akan mengalami “masalah
21
Morissan, Teori Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), cet. ke-
1, h. 335.
22
Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta,
13 April 2015.
60
evaluasi”. Yang dimaksud masalah evaluasi disini adalah masalah
dalam memperbaiki atau mengkoreksi dari yang awalnya salah
menjadi benar, buruk menjadi baik. Yang menjadi latar belakangnya
adalah membina akhlak agar para warga binaan dapat berubah menjadi
lebih baik setelah menjalani masa hukuman, dan tidak mengulangi
kesalahan atau perbuatan-perbuatan tercela yang sebelumnya pernah
mereka lakukan sebelum belajar akhlak.23 Dengan adanya pembinaan
akhlak ini diharapkan warga binaan dapat sadar dengan kesalahan yang
telah mereka lakukan dan bisa merubah akhlak atau tingkah lakunya
menjadi pribadi yang lebih baik lagi dikemudian hari nanti setelah
mereka selesai menjalani masa hukuman.
c. Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling bertanya dan
memberikan saran, maka kelompok akan mengalami “masalah
pengawasan”. Berhubungan dengan permasalahan yang ada di Rumah
Tahanan Salemba, Pengawasan sangat penting sekali karena warga
binaan yang ada di Rumah Tahanan Salemba adalah orang-orang yang
pernah terjerumus atau yang latar belakangnya memiliki akhlak yang
tidak baik dan perlu di bina. Karena kalau tidak ada pembinaan akhlak
di Rumah Tahanan Salemba ini sangat dikhawatirkan para warga
binaan ini tidak merubah sifat dan akhlaknya, sesuai dengan motto di
Rumah Tahanan Salemba yaitu pembinaan pemasyarakatan. Maka dari
itu warga binaan harus dibina agar setelah bebas dari masa
23
Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta,
13 April 2015.
61
hukumannya dapar menjadi manusia yang lebih baik lagi.24 Dengan
adanya pengawasan dari pembimbing agama diharapkan proses
pembinaan akhlak dapat berjalan dengan lancar dan dapat mencapai
tujuan dari Rumah Tahanan Salemba untuk menjadikan warga binaan
menjadi manusia yang lebih baik lagi.
d. Jika masing-masing kelompok tidak bisa mencapai kesepakatan maka
mereka akan mendapatkan “masalah keputusan”. Dalam suatu
kelompok seringnya mengalami masalah dalam mencapai kesepakatan,
untuk mencairkan suasana seperti itu pembimbing menjadi penengah
atau pemberi keputusan yang adil sampai menjadi suatu keputusan
yang dapat diterima oleh warga binaan tanpa memihak atau merugikan
salah satu warga binaan dalam kelompok tersebut.
e. Jika tidak terdapat cukup dramatisasi maka akan muncul "masalah
ketegangan". Dramatisasi disini berarti melepas ketegangan dengan
cara menyampaikan cerita dan membagi pengalaman dengan orang
lain atau anggota kelompok. Bentuk komunikasi ini dinilai sangat
penting dan efektif di dalam Rumah Tahanan Salemba, karena untuk
mengurangi
ketegangan
antar
para
warga
binaan
dan
juga
mempengaruhi kualitas komunikasi para warga binaan secara umum di
luar dari proses belajar pembinaan akhlak.
f. Jika anggota kelompok tidak ramah dan bersahabat maka akan terdapat
“masalah reitegrasi”. Masalah reitegrasi disini adalah memperbaiki
tingkah laku yang kurang baik menjadi lebih baik lagi dengan
24
Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta,
13 April 2015.
62
memberikan pembinaan akhlak bagi semua warga binaan. Dengan
adanya pembinaan akhlak bagi setiap warga binaan dirasakan betul
manfaatnya bagi Rahmadhani yang mengatakan “Manfaatnya banyak
untuk saya sendiri, akhlak kita itu bisa berubah 180 derajat berubah
total dari yang sifat kita diluar buruk setelah dapat pembinaan akhlak
disini jadi berubah”.25 Dengan begitu setiap warga binaan yang
nantinya keluar dari Rumah Tahanan dapat kembali kemasyarakat
dengan memiliki akhlak yang lebih baik.
Pada table I halaman 25 mengenai kategori analisis proses interaksi bahwa
terdapat keterkaitan antara kategori-kategori yang dikemukakan. Analisis proses
interaksi tersebut harus dapat berjalan dengan baik agar tidak terjadi masalah
komunikasi, masalah evaluasi, masalah pengawasan, masalah keputusan, masalah
ketegangan dan masalah reintegrasi. Ketika tidak terdapat permasalahan maka
point yang dipertanyakan oleh Bales mengenai bagaimana pesan-pesan itu
membentuk peran dan kepribadian anggota kelompok dapat terjawab. Dalam
teorinya Bales Analisis Proses Interaksi menjelaskan jenis-jenis pesan yang saling
dipertukarkan orang dalam kelompok, bagaimana pesan itu membentuk peran dan
kepribadian anggota kelompok. Begitu pula yang terjadi dalam proses
pembelajaran pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba, dalam setiap
kelompok yang tergabung dalam proses belajar mengajar para warga binaan bebas
mengutarakan pendapat, memberikan informasi-informasi yang mereka ketahui
diluar dari materi yang pernah disampaikan, yang mana artinya mereka
25
Ramadhani, Warga Binaan Rumah Tahanan Salemba, Wawancara pribadi, Jakarta, 15
April 2015.
63
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari serta dapat membentuk pola pikir dan
perilaku yang lebih baik agar dapat kembali hidup bermasyarakat.
B. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat.
Dalam proses pembinaan akhlak bagi warga binaan di Rumah
Tahanan Salemba Jakarta Pusat tidak terlepas dari faktor pendukung dan
penghambat.
1. Faktor Pendukung
Dalam pelaksanaannya pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba
perlu sesuatu yang mendukung untuk lancarnya proses pembinaan akhlak,
seperti pembimbing agama, fasilitas, media untuk, dan berkomunikasi,
waktu.
a. Pembimbing Agama
Salah satu yang paling terpenting dalam pembinaan akhlak adalah
seorang pembimbing, seseorang dapat dikatakan pembimbing karena
dinilai pantas dalam melakukan tugasnya yaitu membimbing.
Pembimbing agama yang pandai dan mampu menguasai pengetahuan
tentang agama sangat berpengaruh terhadap perkembangan orang yang
dibimbingnya. Dalam hal ini pembimbing agama di Rumah Tahanan
Salemba memiliki tanggung jawab yang besar, selain memberikan
pesan-pesan, dan materi pembelajaran pembimbing agama harus
pandai dalam berkomunikasi, terlebih lagi orang yang dibimbing
adalah warga binaan, akan menjadi sangat berpengaruh ketika pesan
yang disampaikan pembimbing dapat diterima dengan baik dan
diaplikasikan oleh para warga binaan. Dengan kata lain mampu atau
64
tidakkah pembimbing agama dalam melakukan tugasnya yaitu
membimbing. Rumah Tahanan Salemba menjadi tempat para warga
binaan belajar mengenal lebih jauh tentang agama, khususnya agama
Islam. Salah satu materi pembelajaran yang diberikan adalah tentang
akhlak yaitu agama Islam pembinaan akhlak, pembimbing agama
harus memiliki cara khusus dalam setiap prosesnya pembinaan
akhlaknya agar warga binaan dapat dengan mudah memahami materi
akhlak yang disampaikan oleh pembimbing agama. Pembinaan ini
dilakukan menggunakan pola komunikasi antar pribadi dan pola
komunikasi kelompok, hal ini dilakukan untuk mempermudah
penyampaian materi-materi atau gagasan-gagasan tentang pembinaan
akhlak agar dapat lebih muah dimengerti oleh setiap warga binaan. Hal
ini juga mendapatkan respon positif dari setiap warga binaan, menurut
Rachmad Iswayudi ”pembinaan akhlak yang dilakukan pembimbing
agama sangat bagus terutama untuk kita, jadi menambah wawasan
tentang akhlak, dan cara penyampaiannya juga cukup jelas”.26 Menurut
Achmadi pembinaan akhlak yang dilakukan pembimbing agama disini
“Alhamdulillah, pertama saya dengan adanya pembinaan akhlak ini
saya menjadi berubah, shalat rajin alhamdulillah, mengikuti pengajian
majlis ta'lim, alhamdulillah jadi bisa lebih mendekatkan diri kepada
Allah SWT dan untuk membuktikan bahwa saya berjanji oleh orang
26
Rachmad Iswayudi, Warga Binaan Rumah Tahanan Salemba, Wawancara pribadi,
Jakarta, 15 April 2015.
65
tua saya, InsyaAllah saya akan berubah.”.27 Hal yang senada juga
disampaikan oleh Ramadhani yang mengatakan “dengan adanya
pembinaan akhlak yang dilakukan oleh pembimbing agama di rumah
tahanan, banyak warga binaan yang menjadi Ustadz dadakan walaupun
pendidikan akhlak disini hanya dilakukan selama 3 bulan saja”.28
Berdasarkan hal ini dapat dikatakan kualitas pembimbing agama yang
ada di rumah tahanan Salemba sangat kompeten dalam mengajar
pembinaan akhlak, dilihat dari metode serta pola komunikasi yang
dilakukan, sehingga pengajar mampu memahami situasi dan kondisi
para warga binaan tersebut dan dapat memberikan solusi dari
permasalahan yang dialami oleh para warga binaan melalui nasihat
serta rujukan dari Al quran dan Hadist.
b. Media
Media yang digunakan pembimbing agama dalam memberikan
pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat dengan
memanfaatkan media yang telah di prasaranai, seperti papan tulis dan
speaker atau pengeras suara. Media ini digunakan pula dibeberapa
kegiatan keagamaan di Rumah Tahanan Salemba, karena dinilai
sebagai media yang paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan
atau ceramah di hadapan para warga binaan.
27
Achmadi, Warga Binaan Rumah Tahanan Salemba, Wawancara pribadi, Jakarta, 15
April 2015.
28
Ramadhani, Warga Binaan Rumah Tahanan Salemba, Wawancara pribadi, Jakarta, 15
April 2015.
66
d. Fasilitas di dalam Ruman Tahanan Salemba
Fasilitas merupakan sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi agar
mendapat kemudahan. Rumah tahanan salemba memfasilitasi beberapa
fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh para warga binaan, fasilitasfasilitas yang disediakan merupakan sarana-saran untuk mengisi waktu
kosong para warga binaan. Fasilitas yang disediakan oleh pemerintah
merupakan salah satu pelayanan Rumah Tahanan untuk memberi
kesempatan kepada warga binaan yang sedang dalam masa hukuman
untuk merubah sikapnya. Fasilitas-fasilitas yang ada didalam Rumah
Tahanan seperti, lapangan olahraga, klinik kesehatan, dapur,
perpustakaan, masjid, dan tempat ibadah lainnya. Dalam hal ini, sesuai
dengan penelitian yang peneliti amati perpustakaan Rumah Tahanan
Salemba memiliki banyak koleksi buku-buku yang mempelajari
tentang agama Islam, dan didalam perpustakaan warga binaan diberi
kebebasan membaca dan belajar, perpustakaan merupakan salah satu
fasilitas umum yang dimiliki oleh Rumah Tahanan Salemba. Fasilitas
umum lainnya yang dapat digunakan bagi warga binaan yang
beragama Islam adalah masjid, selain tempat untuk beribadah, masjid
didalam Rumah Tahanan Salemba juga dipergunakan untuk mengaji
dan tempat pembinaan akhlak warga binaan yang beragama Islam.
e. Waktu dan Jadwal kegiatan pembinaan Akhlak
Di dalam Rumah Tahanan Salemba terdapat beberapa kegiatan Islami
yang dapat diikuti oleh warga binaan yang beragama Islam, seperti
kegiatan belajar mengaji yang dimulai dari hari senin-kamis, sabtu dan
67
minggu, sedangkan pada hari jum'at diisi dengan kegiatan pembinaan
akhlak. Waktu yang diberikan dalam kegiatan pembinaan akhlak
menurut santri atau warga binaan dirasa sangat cukup, karena memang
dalam prosesnya pembinaan akhlak harus memiliki waktu tersendiri,
terlebih lagi warga binaan yang mengikuti kegiatan pembinaan akhlak
ini merasa sangat terbantu dengan adanya kegiatan ini, selain
menambah ilmu, mereka juga memiliki hal positif yang dapat mereka
terima selama dalam masa tahanan, hal ini juga bisa menjadi bekal
mereka untuk kembali bermasyarakat setelah nantinya mereka terbebas
dari masa hukuman di rumah tahanan Salemba. Kegiatan pembinaan
akhlak juga dirasa sangat membantu mereka dalam memahami akan
kesalahan yang sudah mereka lakukan di masa lalu, sehingga mereka
tidak akan melakukan lagi kesalahan yang sama di masa yang akan
datang.
2. Faktor Penghambat
a. Kurangnya Tenaga Pembimbing
Masih kurangnya tenaga pembimbing yang ada di Rumah Tahanan
Salemba, akan menjadi penghambat dalam pembimbingan akhlak,
Pembimbing yang ada jumlahnya sangat terbatas dikarenakan para
pembimbing memiliki kesibukan lain di luar dari proses membimbing
di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat. Oleh sebab itu sangat
dibutuhkan
bantuan
dari
sukarelawan-sukarelawan
yang
mau
membantu pembinaan akhlak bagi warga binaan sehingga proses
belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan semestinya dan warga
68
binaan pun dapat secara efektif menerima pembinaan, sehingga apa
yang disampaikan dapat dipraktekkan secara Istiqomah dan menjadi
bekal yang sangat baik bagi mereka selama mereka berada dalam masa
tahanan. Hal ini juga diharapkan dapat menjadikan image Rumah
Tahanan yang dipandang menyeramkan, bisa menjadi tempat yang
baik bagi para warga binaan untuk mendapatkan ilmu baru yang
mereka tidak dapatkan di luar sana.
b. Faktor Individu
Setiap warga binaan dapat mejadi hambatan dalam membangun akhlak
yang baik bagi setiap warga binaan, hal ini disebabkan oleh latar
belakang sosial maupun pendidikan warga binaan yang beragam, hal
ini dapat mengakibatkan materi yang disampaikan pembimbing
terkadang kurang dipahami oleh sebagaian warga binaan, karena
pembagian materi dilaksanakan dengan cara “pukul rata” kepada
semua warga binaan di lembaga pemasyarakatan. Diharapkan materi
yang disampaikan dapat disesuaikan dengan masing masing warga
binaan sehingga warga binaan dapat dengan baik menerima bimbingan
dari masing masing pembimbing, agar para warga binaan memahami
secara menyeluruh akan materi yang disampaikan, dan semua yang
tersampaikan dapat diimplementasikan secara utuh, baik selama
mereka berada di dalam Rumah Tahanan, maupun pada saat mereka
sudah kembali bermasyarakat.
69
c. Sikap Kurang Istiqomah
Sikap kurang Istiqomah atau kurangnya niat dari warga binaan dalam
mengikuti kegiatan pembinaan juga dapat menghambat proses kegiatan
pembinaan akhlak, yang mana warga binaan yang niatnya belum bulat
semata mata hanya ingin dilihat dan mendapatkan simpati dari
pembimbing maupun penjaga Rumah Tahanan Salemba. Dari sikap
yang kurang Istiqomah itulah yang menjadikan ketaatan mereka
berkurang, masih berpaling dari ajaran-ajaran Islam, karena Istiqomah
ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan kepada Allah SWT
lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya.
Dengan sikap Istiqomah ini, diharapkan para warga binaan menjadi
semakin memahami akan ajaran ajaran Islam, sehingga mereka dapat
dengan baik memahami apa yang baik dan apa yang buruk, dan dengan
pengetahuan Islam ini pula, nantinya diharapkan para warga binaan
menjadi lebih percaya diri dan memiliki bekal saat mereka akan
kembali menjadi manusia yang dapat diterima oleh masyarakat luas,
serta dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka untuk kembali
menjadi masyarakat yang dapat berbakti bagi nusa, bangsa dan Agama,
apa yang mereka pelajari dan praktikan selama dalam masa binaan
dapat disampaikan kepada orang lain, sehingga ilmu yang diterima
dapat diteruskan dan diamalkan, tidak hanya mereka yang pernah
dibina di Rumah Tahanan Salemba tapi juga bagi masyarakat luas.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil temuan dan analisis penelitian menunjukan bahwa, pola komunikasi
yang di gunakan oleh pembimbing agama dalam pembinaan akhlak warga binaan
di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat ialah pola komunikasi antarpribadi dan
komunikasi kelompok. Seperti yang diketahui bahwa komunikasi anatarpribadi
ialah suatu proses komunikasi secara tatap muka yang dilakukan antar dua orang
(atau lebih). Hal ini diperkuat dengan temuan di lapangan, Ustadz Suthoni terbuka
terhadap warga binaan yang ingin berdiskusi di luar waktu dan kelompok
pembinaan. Karena tidak sedikit warga binaan mau secara terbuka membagi
permasalahn mereka di kelompok pembinaan akhlak.
Selain komunikasi antar pribadi salah satu pola yang digunakan dan turut
menunjang keberhasilan pembinaan ialah komunikasi kelompok kecil, secara
singkat komunikasi kelompok diartikan sebagai komunikasi sekelompok orang
yang jumlahnya lebih dari dua. Komunikasi kelompok kecil inilah yang
membangun pembinaan akhlak bersama-sama, tidak hanya pembimbing yang
memiliki kewajiban membangunnya, keikut sertaan warga binaan dengan aktif
didalamnya, seperti berdiskusi, tanya jawab, dan hal lainnya dapat menjadikan
komunikasi kelompok kecil lebih hidup. Hal ini juga erat kaitannya dengan teori
analsis proses interaksi milik Robert Bales, menyusun teori mengenai kelompok
kecil untuk menjelaskan jenis pesan yang saling dipertukarkan, bagaimana pesanpesan itu membentuk peran dan keperibadian anggota kelompok, dan bagaimana
pesan tersebut mempengaruhi karakter atau sifat kelompok secara keseluruhan.
70
71
Pembinaan akhlak ini mampu mempengaruhi warga binaan menjadi peribadi yang
lebih baik berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan. Dengan demikian
teori analisi proses interaksi dari Robert Bales terbukti pada penelitian yang
peneliti lakukan, bagaiman jenis pesan atau kamunikasi yang digunakan mampu
mengubah karakter maupun sifat dari orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Temuan lainnya yang menjadi pertanyaan penelitian adalah faktor
pendukung dan penghambat. Terdapat beberapa faktor pendukung, pertama ialah
tenaga pembimbing. Kedua, fasilitas di dalam Rumah Tahanan Salemba, dan
ketiga kemauan warga binaan untuk ikut serta dalam pembinaan akhlak.
Kurangnya tenaga pembimbing dan faktor individu menjadi penghambat dari
pembinaan akhlak.
Selain itu hambatan lainnya adalah masalah waktu, karena waktu yang
diberikan dalam setiap pertemuan hanya 1 – 1,5 jam dan tidak seimbang dengan
waktu yang para warga binaan gunakan selama berada di dalam kamar/balik jeruji
besi. Namun dengan terbatasnya waktu yang diberikan pembimbing dan para
warga binaan memanfaatkannya dengan baik
1. Pola Komunikasi
Untuk mencapai keberhasilan itu semua, seorang pembimbing
agama yaitu Bpk. Ust. Suthoni beliau menggunakan banyak pendekatan dan
cara berkomunikasi yang baik. Melihat dari sisi para warga binaan yang
mana mereka adalah masyarakat sipil
yang sedang menjalani masa
hukuman.
Komunikasi kelompok bersifat formal, dalam arti pelaksanaannya
direncanakan terlebih dahulu, sesuai dengan komponen-komponennya dan
72
materi-materi yang digunakan pembimbing dalam melakukan pembinaan
akhlak dengan pola komunikasi kelompok merupakan sesuatu yang sangat
penting bagi warga binaan, karena materi bimbingan yang diterapkan akan
membantu perkembangan rohani setiap warga binaan. Adapun materi yang
diberikan diantaranya : Fiqih ibadah, Tauhid, Akhlak.
Komunikasi antarpribadi adalah pengiriman pesan-pesan dari
seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok kecil orang dengan
efek dan umpan balik yang langsung. Jenis komunikasi tersebut dianggap
paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku manusia
berhubung prosesnya yang dialogis. Sikap dialogis itu ditujukan melalui
komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik yang
langsung. Jadi komunikator mengetahui dengan pasti apakah pesan-pesan
yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif atau negatif.
Jika tidak diterima maka komunikator akan memberi kesempatan seluasluasnya kepada komunikan untuk bertanya secara langsung.
2. Faktor Pendukung, dan Penghambat
Faktor utama diterapkannya pembinaan akhlak di Rumah Tahanan
Salemba yaitu untuk memulihkan kesatuan hubungan hidup, Adapun dalam
penerapan pembinaan akhlak yang terjadi di Rumah Tahanan Salemba
Jakarta Pusat tersebut, terdapat beberapa faktor pendukung dalam
pembinaan akhlak diantaranya yaitu pembimbing agama, tingkat kesadaran
warga binaan yang ingin berubah menjadi lebih baik, dan juga fasilitasfasilitas yang terdapat di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat cukup
mendukung.
73
Hambatan yang ditemui dalam pembinaan akhlak di Rumah Tahanan
Salemba Jakarta Pusat adalah masalah waktu, karena waktu yang diberikan
dalam setiap pertemuan hanya 1 – 1,5 jam dan tidak seimbang dengan waktu
yang para warga binaan gunakan selama berada di dalam kamar/balik jeruji
besi. Namun dengan terbatasnya waktu yang diberikan pembimbing dan
para warga binaan memanfaatkannya dengan baik.
B. Saran
1. Saran Akademis
Bagi para peneliti yang bermaksud ingin melakukan sebuah
penelitian dengan mengangkat pembahasan pola komunikasi, disarankan
dapat meneruskan penelitian ini dengan membahas tentang efektifitas pola
komunikasi di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat ataupun lembaga
permasyarakat terkait lainnya, karena masih banyak hal-hal positif yang
perlu diperhatikan dan dapat dijadikan karya tulis baik dari sisi kegiatan
sehari-hari maupun kegiatan-kegiatan keagamaan. Semoga karya tulis yang
telah dibuat dapat merubah pandangan dan penilaian masyarakat umum
terhadap warga binaan rumah dan dapat mengambil hal-hal positif.
2. Saran Praktis
Bagi Rumah Tahanan hendaknya selalu berusaha menjadikan Rumah
Tahanan sebagai wadah atau tempat para warga binaan untuk mendapatkan
pembinaan agama dan menanamkan kembali pendidikan kewarganegaraan,
dalam arti menunjukkan kembali pengamalan ajaran-ajaran secara nyata.
74
Menambah tenaga pembimbing untuk membimbing warga binaan,
karena jumlah pembimbing yang ada tidak sebanding dengan jumlah warga
binaan. Bagi pembimbing agama disarankan memilik pengabdian dan rasa
tanggung jawab yang tinggi terhadap pertumbuhan dan perkembangan moral
para warga binaan, serta senantiasa memberikan teladan yang baik kepada
para warga binaan, sehingg dapat dicontoh dan diteladani oleh para warga
binaan.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
A. Partanto, Puis dan Al Barry M. Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Jakarta :
Arloka, 1994
Amin, M. Mansyhur, Dakwah Islam dan Pesan Moral, Yogyakarta: Al Amin
Press, 1997.
Ancok, Djamaludin dan Soroso, Fuad Nasori, Psikologi Islam atas Problemproblem Psikolog, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
Arif Anwar, Ilmu Komunikasi (Sebagai Pengantar Ringkas), Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1995.
AS, Asmaran, Pengarah Studi Akhlak, CV. Rajawali. Jakarta, 1992.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1996.
Effendy, Onong Uchjana, Spektrum Komunikasi, Bandung: Bandar Maju, 1992.
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komuniasi Teori dan Praktek, Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2007
Effendy, Onong Uchjana, Dimensi-Dimensi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007.
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, Jakarta: PT
Remaja Rosdakarya, 2001.
Effendy, Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya,
1992.
Emzir., Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data , Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2012.
Faqih, Aunur Rohim, Bimbingan dan Konseling Islam, Yogyakarta UI Press,
2001.
Golberg A. Alvin, Larson E. Carl, Komunikasi Kelompok, Jakarta: Universitas
Indonesia, 1985.
Has, Sudirman, Rencana Kerja Penerapan Program Petugas Pelatihan
Keterampilan Pada Seksi Pelayanan Tahanan Rutan Jakarta Pusat, Kertas
Kerja Perorangan Rencana Kerja Lembaga Administrasi Negara Republik
Indonesia, Jakarta: 1997.
Hidayat, Dedy N., Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik Klasik,
Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI, 2003.
Liliweri, Alo, Komunikasi Antarpribadi, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997.
Lubis Yusfar dkk, Metodologi Dakwah Terhadap Narapidana, Jakarta: Proyek
Penerangan Departemen Agama, 1978.
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012
Morissan, Teori Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.
Muhammad Arni, Komunikasi Organisasi, Jakarta : PT Bumi Aksara,2009.
Muis. A., Komunikasi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001.
Mulyana Deddy, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010.
Nata, Abuddin., Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009.
Nasuhi, Hamid, dkk., “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis,
danDisertasi)” Jakarta: CeQda, 2007.
Proyek Penerangan Bimbingan Khutbah Dakwah Agama, Pembinaan Rohani
Pada Dharma Wanita, Jakarta: Departemen Agama, 1984.
Puspito, Hendro, Sosiologi Agama, Yogyakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
Rahim, Abdur, Pengaruh Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlak
Siswa MTS Sunan Ampel Pasuruan, Skripsi S1 Fakultas Tarbiyah, Sekolah
Tinggi Agama Islam Shalahuddin Pasuruan, 2007.
Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi; Dilengkapi Contoh Analisis
Statistik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.
Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2000.
Rivai Andi Wijaya, Pemasyarakatan Dalam Dinamika Hukum dan Sosial,
Jakarta: Lembaga Kajian Pemasyarakatan, 2012.
Robbins G. James, Komunikasi yang Efektif, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995.
Romly, A.M., Penyuluhan Agama Menghadapi Tantangan Baru, Jakarta: PT.
Bina Rena Pariwara, 1992
Rosyidi Lathief T. A, Dasar-dasar Rethorika Komunikasi dan Informasi, Medan
1985.
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007.
Saleh Roeslan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Aksara Baru,
1987.
Salim, Agus, MS, Teori & Paradigma Penelitian Sosial, Yogyakarta: 2006.
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur'an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992.
Soedarsono, Kamus Hukum, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992.
Sukardi, Dewa Ketut, Pengantar Pelaksana Program Bimbingan dan Konseling,
Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000.
Usman Husaini, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2006.
Widjaya, H.A.W., Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Jakarta: PT : Rineka Cipta,
2000.
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasavina, 2004.
Yin, Robert K., Studi Kasus Desain dan Metode. Penerjemah: M. Djauzi
Mudzakir, Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
B. Internet
http://www.metro.polri.go.id/rumah-tahanan, diakses pada tgl. 14 April 2015.
http://rutan-salemba.tripod.com/sejarah.html, diakses pada tgl. 14 April 2015.
http://www.kumham-jakarta.info/profil/upt/1054-rutan-jakpus, diakses pada tgl.
14 April 2015.
Ma'arif, Zainal, Pembinaan Akhlak Remaja, diakses pada tanggal 14 April 2015
dari http://www.binailmu.multiply.com/2011/0501/p02s06-mu.html.
LAMPIRAN
 Bersama petugas sekaligus pembina di Masjid At-Tawwabien Rutan
Salemba Jakarta Pusat Bpk. H. M. Samsudi, SH. Membicarakan tentang
cara dan peraturan yang berlaku di Rumah Tahanan Salemba dalam
melakukan penelitian.
 Wawancara Bersama pembimbing agama Rumah Tahanan Salemba
Jakarta Pusat, Ust. Suthoni. Beliau salah satu pembimbing pembinaan
akhlak di Rumah Tahanan Salemba
LAMPIRAN
 Wawancara bersama warga binaan Rumah Tahanan Salemba Jakarta
Pusat, wawancara sebelum kegiatan belajar mengaji dan pembinaan
akhlak dimulai.
 Saat belangsungnya Kegiatan pembinaan akhlak oleh Ust. Suthoni
sebagai pembimbing pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba
Jakarta Pusat.
LAMPIRAN
 Kegiatan belajar kelompok warga binaan pada saat membahas materi
pembinaan akhlak. Belajar dengan cara berdiskusi dan membuat suatu
kelompok, membahas tentang materi yang diberikan oleh pembimbinhg
dan menejelaskan kembali dihadapan kelompok kelompok lainnya
tentang pesan atau materi yang sedang dibahas.
 Situasi saat akan mempresentasikan hasil diskusi perkelompok, di akhiri
dengan sesi tanya jawab, sharing, dan pembimbing agama menjelaskan
kembali tetang materi yang telah disampaikan apabila terdapat
kekeliruan.
HASIL WAWANCARA
Hari/Tanggal
: Rabu, 15 April 2015
Tempat
: Masjid At-Tawwabien Rutan Klas I Jakarta Pusat
Terwawancara
: Ust. Suthoni
Pewawancara
: Surya Wiratama
1
Apa yang melatar belakangi program pembinaan akhlak di Rutan
Salemba Jakarta Pusat?
 Yang menjadi latar belakangnya adalah membina akhlak agar para napi
atau warga binaan dapat berubah menjadi lebih baik setelah menjalani
masa hukuman, dan tidak mengulangi kesalahan atau perbuatan-perbuatan
tercela yang sebelumnya pernah mereka lakukan sebelum belajar akhlah.
2
Sejak kapan program pembinaan akhlak di Rutan Salemba diterapkan?
 Program pembinaan akhlak di Rutan Salemba diterapkan sudah lama,
sekarang ini sudah memasuki angkatan tiga puluh dua.
3
Pola komunikasi seperti apa yang bapak/ibu gunakan dalam pembinaan
akhlak ini?
 Dengan proses belajar mengajar di pesantren-pesantren atau sekolah pada
umunya, seperti mencatat, tanya jawab, dan pembelajaran dengan cara
berkelompok.
4
Seberapa pentingkah program pembinaan akhlak di Rutan Salemba?
 Sangat penting sekali, karena warga binaan yang ada di Rutan Salemba
adalah orang-orang yang pernah terjerumus atau yang latar belakangnya
pernah memiliki akhlak yang tidak baik dan perlu di bina. Karena kalau
sampai tidak ada pembinaan akhlak di Rutan Salemba ini sangat
dikhawatirkan para napi atau warga binaan ini tidak merubah sifat dan
akhlaknya, sesuai dengan motto di Rutan Salemba yaitu pembinaan
pemasyarakatan jadi napi atau warga binaan harus dibina agar setelah
bebas dari masa hukumannya dapar menjadi manusia yang lebih baik lagi.
5
Apa faktor pendukung diterapkannya pembinaan akhlak ini?
 Faktor pendukung khususnya di Rutan Salemba itu dari tempat untuk
belajar menggunakan fasilitas masjid di dalam Rutan, dan Alhamdulillah
para warga binaan yang ingin belajar tentang akhlak cukup bersemangat
karena memang dari keinginan dan hati para warga binaan itu sendiri.
6
Apakah ada hambatan yang bapak/ibu temukan dalam pembinaan
akhlak? dan bagaimana solusinya?
 Alhamdulillah tidak ada hambatan, karena mereka para warga binaan ingin
belajar dengan keikhlasan hati tanpa ada paksaan jadi tidak menjadi
hambatan dalam proses belajar atau penyampaian materi pembinaan
akhlak.
7
Seperti apa cara berkomunikasi yang paing efektif untuk memberikan
materi tetang akhlak kepada warga binaan?
 Cara berkomunikasi seperti pada proses belajar pada umunya, dengan cara
bertatap muka antara pembimbing dengan peserta didik. Dan diadakan tes,
setelah selesai diberikan pembeajaran berupa materi tentang akhlak lalu
diadakan ujian agar komunikasi yang terjalin antara pembimbing dan
peserta didik menjadi lebih dekat, dan setelah itu selama tiga bulan belajar
pembinaan akhlak di Rutan Salemba para peserta didik diberikan sertifikat
yang mana sertifikat ini berguna setelah para warga binaan selesai
menjalani masa hukumannya.
8
Bagaimana respon murid atau warga binaan terhadap pembinaan akhlak
yang telah diterapkan oleh bapak/ibu sebagai pembimbing agama?
 Respon para warga binaan sangat baik, karena pembinaan akhlak di Rutan
Salemba sangat berguna bukan hanya untuk kehidupan sehari-hari, tetapi
juga untuk bekal diakhirat dan untuk para warga binaan agar lebih
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Terwawancara
Suthoni
(Pembimbing Agama)
HASIL WAWANCARA
Hari/Tanggal
: Rabu, 15 April 2015
Tempat
: Masjid At-Tawwabien Rutan Klas I Jakarta Pusat
Terwawancara
: Rachmad Iswayudi
Pewawancara
: Surya Wiratama
1
Menurut saudara akhlak itu apa?
 Perbuatan kita atau tingkah laku
2
Seberapa pentingkah akhlak dalam kehidupan?
 Sangat penting, karena untuk kita bergaul dalam bermasyarakat diperlukan
yang namanya akhlak.
3
Tanggapan saudara dengan adanya program pembelajaran pembinaan
akhlak di Rutan Salemba?
 Tanggapannya sangat baik, karena memang kita disini diberikan teguran
oleh yang maha kuasa untuk berubah menjadi lebih baik. Tapi balik lagi
tergantung dari pribadinya itu sendiri.
4
Setelah belajar tentang akhlak, apakah saudara ingin selalu menerapkan
di dalam kehidupan saudara?
 Harus, karena kita belajar dan kita sudah tahu tidak mungkin kita lepas
atau tidak diterapkan.
5
Jika iya, apakah ada paksaan dari pembimbing atau lingkungan sekitar?
 Sama sekali tidak, dari hati nurani.
6
Menurut saudara adakah manfaat pembinaan akhlak di Rutan Salemba?
 Ada dan sangat bermanfaat sekali.
7
Saudara lebih suka menerapkan akhlak karena kesadaran diri sendiri
atau karena ada alasan tertentu?
 Karena kesadaran diri sendiri, kita manusia disini itu ber adab dan kita
perlu yang namanya akhlak.
8
Dalam penjelasan materi akhlak lebih senang individu atau kelompok?
 Lebih senang berkelompok, kita jadi bisa Sharing, dan jadi lebih tau satu
sama lain.
9
Menurut saudara, akhlak yang terpuji dan akhlak tercela itu seperti apa?
 Terpuji itu simple aja seperti kita mengucapkan salam, dan yang tercela
mungkin mengejek sesama.
10 Pendapat saudara, pembinaan akhlak disini bagus atau tidak?
 Sangat bagus terutama untuk kita jadi menambah wawasan tentang akhlak,
dan cara penyampaiannya juga cukup jelas. Kalau dibilang cukup jelas
disini tergantung, karena umur berpengaruh. Tapi kalau memang pada
dasarnya kita berakhlak lebih mudah menerapkannya apalagi tidak
dijelasin.
Terwawancara
Rachmad Iswayudi
(Warga Binaan Rutan Salemba)
HASIL WAWANCARA
Hari/Tanggal
: Rabu, 15 April 2015
Tempat
: Masjid At-Tawwabien Rutan Klas I Jakarta Pusat
Terwawancara
: Achmadi
Pewawancara
: Surya Wiratama
1
Menurut saudara akhlak itu apa?
 Suatu kebaikan untuk kita sendiri dan orang lain, untuk kita terus bertaqwa
kepada Allah SWT agar akhlak kita menjadi baik terutama kepada sesama
muslim dan untuk kebaikan.
2
Seberapa pentingkah akhlak dalam kehidupan?
 Penting sekali, pokoknya akhlak penting untuk diri kita apabila kita benarbener mengamalkannya.
3
Tanggapan saudara dengan adanya program pembelajaran pembinaan
akhlak di Rutan Salemba?
 Alhamdulllah, pertama saya dengan adanya pembinaan akhlak ini saya
menjadi berubah, shalat rajin alhamdulillah, mengikuti pengajian majlis
ta'lim, alhamdulillah jadi bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT
dan untuk membuktikan bahwa saya berjanji oleh orang tua saya,
InsyaAllah saya akan berubah.
4
Setelah belajar tentang akhlak, apakah saudara ingin selalu menerapkan
di dalam kehidupan saudara?
 Kalau saya sendiri sudah pasti, agar akhlak saya jadi lebih baik tidak
seperti dahulu.
5
Jika iya, apakah ada paksaan dari pembimbing atau lingkungan sekitar?
 Ini dari hati nurani saya sendiri, tidak ada paksaan dari pembimbing
maupun Ustadz yang ada di lingkungan masjid ini. Karena saya sudah
dapat sentilan/teguran dari AllahSWT untuk masuk ke Rutan agar saya
berubah.
6
Menurut saudara adakah manfaat pembinaan akhlak di Rutan Salemba?
 Alhamdulilah ada, seperti yang saya bilang tadi akhlak saya jadi lebih baik
sama santri di Rutan yang awalnya tidak kenal jadi kenal dan jadi dekat.
Terus yang awalnya tidak mau shalat, pelan-pelan saya ajak dan jadi mau
shalat. Jadi orang percaya bahwa masuk santri alhamdulillah ada kemajuan
jadi baik.
7
Saudara lebih suka menerapkan akhlak karena kesadaran diri sendiri
atau karena ada alasan tertentu?
 Karena kesadaran saya sendiri, karena umur saya sudah tua, kapan lagi
saya insyaf gak mungkin saya terus seperti yang dulu. Takutnya saya
sudah tidak ada umur, jadi untuk amal kebaikan saya di akhirat.
8
Dalam penjelasan materi akhlak lebih senang individu atau kelompok?
 Lebih senang berkelompok, jadi ada kelompok 1 ada kelompok 2 Ustadz
yang membuat kelompok. Kalau saya pribadi mau belajar sendiri-sendiri
atau kelompok yang penting pak Ustadz mengajarnya asik alhamdulillah
nyambung/jelas.
9
Menurut saudara, akhlak yang terpuji dan akhlak tercela itu seperti apa?
 Tercela itu, seperti berzinah membohongi seseorang, dan merugikan orang
lain. Yang terpuji, mengajak teman untuk shalat, shalat rajin, berzikir dan
yang membawa kita menjadi positif untuk bekal di akhirat.
10 Pendapat saudara, pembinaan akhlak disini bagus atau tidak?
 Alhamdulillah jadi lebih ngerti semua, itu tergantung pikiran kita juga,
masuk atau nggak pelajarannya. Saya juga kalau ada waktu baca bukubuku bacaan agama Islam di perpustakaan, seperti Tauhid, Tajwid. Karena
InsyaAllah setelah saya keluar dari Rutan Salemba ini saya bisa
mengajarkan ke anak, istri dan cucu saya.
Terwawancara
Achmadi
(Warga Binaan Rutan Salemba)
HASIL WAWANCARA
Hari/Tanggal
: Rabu, 15 April 2015
Tempat
: Masjid At-Tawwabien Rutan Klas I Jakarta Pusat
Terwawancara
: Ramadhani
Pewawancara
: Surya Wiratama
1
Menurut saudara akhlak itu apa?
 Akhlak itu perilaku kita sehari-hari, ada yang baik dan ada yang buruk
tinggal bagaimana kita mengambil pelajaran dari sehari-hari.
2
Seberapa pentingkah akhlak dalam kehidupan?
 Sangat penting banget, jujur sebelum saya masuk ke dalam Rutan ini saya
baru sadar akhlak saya diluar buruk sekali, hampir segala jenis maksiat
saya lakuin semacam narkoba, coba-coba untuk menodong sampai yang
coba begal itu pernah saya. Kalau buat yang namanya narkoba akhlak itu
MasyaAllah.
3
Tanggapan saudara dengan adanya program pembelajaran pembinaan
akhlak di Rutan Salemba?
 Sangat bagus, dengan adanya pelajaran seperti ini kita jadi tahu yang
namanya hidup di dunia itu hanya sementara, jadi pelajaran pembinaan
akhlak buat kita jadi semangat untuk menjalani akhlak-akhlak yang baik.
4
Setelah belajar tentang akhlak, apakah saudara ingin selalu menerapkan
di dalam kehidupan saudara?
 InsyaAllah jika Allah menghendaki saya selalu ingin menjalankan akhlak
yang baik.
5
Jika iya, apakah ada paksaan dari pembimbing atau lingkungan sekitar?
 Kalau akhlak itu nggak bisa dipaksa, akhlak itu dari hati sendiri, kalau dari
hati kita sudah niat untuk berubah InsyaAllah akhlak kita akan baik. Kalau
ada paksaan dari orang lain nggak akan bisa, kalaupun bisa hanya
sementara.
6
Menurut saudara adakah manfaat pembinaan akhlak di Rutan Salemba?
 Manfaatnya banyak untuk saya sendiri, akhlak kita itu bisa berubah 180
derajat berubah total dari yang sifat kita diluar buruk setelah dapat
pembinaan akhlak disini jadi berubah.
7
Saudara lebih suka menerapkan akhlak karena kesadaran diri sendiri
atau karena ada alasan tertentu?
 Kesadaran sendiri itu ada, alasan lain juga ada. Kesadaran sendiri ketika
masuk Rutan saya jadi sadar bahwa yang namanya kebaikan itu sangat
indah dari pada kehidupan dulu yang pernah saya jalani.
 Alasan tertentunya, saya kasihan sama orang tua diluar sana, karna tinggal
sendiri sedangkan saya masuk disini nggak ada yang memberi nafkah
diluar sana sangat susah karena kalau bukan saya, siapa lagi yang
memberikan nafkah dan kalau saya terus seperti itu saya tidak bisa
membahagiakan orang tua saya
8
Dalam penjelasan materi akhlak lebih senang individu atau kelompok?
 Lebih
senang
berkelompok,
karena
dalam
berkelompok
dapat
mempertebal keimanan, dan adanya tanya jawab.
9
Menurut saudara, akhlak yang terpuji dan akhlak tercela itu seperti apa?
 Akhlak yang terpuji itu, kalau menurut saya misalnya kita membantu satu
sama lain yang walaupun kita dalam keadaan susah, senang, kita tetap
harus membantu.
 Akhlak yang tercela itu seperti kita disini dalam suatu kelompok membuat
rusuh/onar.
10 Pendapat saudara, pembinaan akhlak disini bagus atau tidak?
 Sangat bagus, terutama untuk saya pribadi dan lingkungan di Rutan agar
lebih baik lagi. Dan untuk pembimbing agama disini sangat jelas, karena
belajar disini hanya 3 bulan, kalau di luar minimal sampai 6 tahun, dengan
disini yang hanya 3 bulan kalau kita benar-benar niat mau belajar
InsyaAllah bisa. Disini Ustadz dadakan juga banyak, karena setelah ikut
pembinaan akhlak selama 3 bulan dan memahami pelajaran dengan benar
yang akhirnya bisa jadi Ustadz di sini.
Terwawancara
Ramadhani
(Warga Binaan Rutan Salemba)
Download