POLA KOMUNIKASI PEMBIMBING AGAMA DAN WARGA BINAAN DALAM PEMBINAAN AKHLAK DI RUMAH TAHANAN SALEMBA JAKARTA PUSAT Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Disusun oleh : SURYA WIRATAMA NIM 109051000236 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H. / 2016 M. ABSTRAK Surya Wiratama NIM 109051000236 Pola Komunikasi Pembimbing Agama Dan Warga Binaan Dalam Pembinaan Akhlak Di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat Berkomunikasi merupakan kebutuhan setiap manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, bahkan hampir tidak mungkin lagi jika ada seseorang yang dapat menjalani hidupnya tanpa berkomunikasi dengan orang lain. Komunikasi ialah “hubungan kontak langsung maupun tidak langsung antar manusia, baik itu individu maupun kelompok. Pola komunikasi yang digunakan pembimbing agama dalam pembinaan akhlak terhadap warga binaan merupakan sebuah komunikasi yang sangat penting dalam menyampaikan pesannya kepada para warga binaan tersebut. Pada hakikatnya pola komunikasi yang diterapkan oleh pembimbing agama di dalam suatu lembaga merupakan suatu bentuk interaksi antar individu melalui proses penyampaian yang mana berupa ide, gagasan, dan opini yang berfokus untuk mempengaruhi tingkah laku individu tersebut agar tercapai tujuan bersama. Oleh karena itu, maka timbullah beberapa masalah yang diangkat peneliti. Pertama, Bagaimana pola komunikasi pembimbing agama dan warga binaan dalam pembinaan akhlak di rumah tahanan Salemba Jakarta Pusat? Kedua, Apa faktor pendukung, dan penghambat? Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan cara melalui pengamatan lapangan, wawancara, dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis proses interaksi Robert Bales, yakni jenis-jenis pesan yang disampaikan orang ke dalam kelompok dan bagaimana pesan itu membentuk peran dan kepribadian kelompok, dan bagaimana pesan tersebut mempengaruhi karakter atau sifat kelompok secara keseluruhan di dalam lingkungan rumah tahanan Salemba Jakarta Pusat. Pola komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pola komunikasi antarpribadi yang terjadi anatara pembimbing agama dan warga binaan secara personal, di luar jadwal pembinaan. Selain itu juga, menggunakan pola komunikasi kelompok kecil yang melibatkan beberapa warga binaan dalam kegiatan pembinaan akhlak di rumah tahanan. Tenaga pembimbing yang kompeten dan fasilitas di dalam rumah tahanan Salemba menjadi faktor pendukung dalam pembinaan akhlak. Faktor penghambatnya adalah kurangnya tenaga pembimbing, dan faktor invidu warga binaan. Pembinaan akhlak di rumah tahanan Salemba Jakarta Pusat merupakan suatu program pembelajaran yang sangat penting bagi para warga binaan. Menjadi sangat penting karena materi yang disampaikan dapat membantu akhlak warga binaan menjadi lebih baik. Komunikasi menjadi point utama karena dengan komunikasi proses pembinaa akhlak berlangsung efektif. Keyword : pola komunikasi, pembimbing agama, warga binaan, rumah tahanan ii KATA PENGANTAR Al-hamdulillah, segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan nikmat yang tidak terhingga kepada segenap hamba-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Berkat rahmat dan hidayah dari Allah SWT, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pola Komunikasi Pembimbing Agama Dan Warga Binaan Dalam Pembinaan Akhlak Di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat”. Betapa pun hambatan dan kesulitan seakan terasa ringan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Arief Subhan, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi; Dr. Suparto, M.Ed. Wakil Dekan I; Dr. Hj. Roudhonah, MA. Wakil Dekan II; Dr. Suhaimi, MA. Wakil Dekan III. 2. Drs. Masran, MA sebagai Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam beserta Fita Fathurokhmah, M.Si sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3. Ade Masturi, MA sebagai Dosen Pembimbing skripsi peneliti yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penelitian ini. iii 4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada peneliti. 5. Seluruh Karyawan Perpustakaan di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Seluruh Jajaran Direksi dan staff Rumah Tahanan Negara Klas 1 Salemba Jakarta Pusat, dan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 7. H. M. Samsudi, SH. Pembina warga binaan Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti proses kegiatan pembinaan akhlak. Ustadz. Suthoni, selaku pembimbing agama di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat, yang telah bersedia untuk menjadi narasumber dalam kelancaran penulisan skripsi ini. 8. Kedua orang tuaku tercinta, Suwardi dan Yendrawati yang telah banyak berjasa dan berkorban untuk peneliti. 9. Kakak penulis Hary Saputra, S.IP dan adik penulis Januar Ramadhan yang selalu memberikan do’a dan semangat kepada penulis. 10. Sahabat, dan saudara seperjuangan yang selalu bersama yang selalu mendukung, membantu dan mendoakan penulis dalam proses menyelesaikan skripsi ini, Laksamana Andi Marsya, S.Kom, Dinar Gilang Ramadhan, S.E, Ilham Munandar, S.E, Citra Agung, Roberto Halim, S.Kom, Karina Julfa, Ramadhan Saipullah, S.Kom.I, Dwi Agus Prasetyo, S.Kom.I, Dewi Karlina, S.Kom.I, Wulan Maulidia, S.Kom.I, Semyanka Rizki K, S.Kom.I. Takkan pernah penulis iv lupakan masa-masa bersama kalian dan semua bimbingan yang kalian berikan selama ini. 11. Keluarga besar mahasiswa FIDKOM angkatan 2009 khususnya KPI G; Rizky Dwi Rayando, Ovie, Soleh, Novriadi, Heri, Iskandar, Arief, Hakim, Andri, Rizal, Tata, Sanih, Ade, Mumpuni, Eca, dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 12. Dan kepada seluruh pihak yang telah membantu jalannya penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Namun, tidak mengurangi sedikitpun rasa terima kasih peneliti kepada kalian. Semoga Allah SWT melipat gandakan pahala atas semua kebaikan kalian. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penelitian selanjutnya. Aamiin.. Jakarta, 1 April 2016 Penulis Surya Wiratama v DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i ABSTRAK ............................................................................................................. ii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.........................................6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................7 D. Metodologi Penelitian ................................................................8 E. Tinjauan Pustaka ......................................................................12 F. Sistematika Penulisan ..............................................................13 BAB II TINJAUAN TEORI A. Pola Komunikasi ......................................................................15 1. Pengertian Pola Komunikasi...............................................15 2. Bentuk-bentuk Pola Komunikasi ........................................19 a Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication).............................................................19 b Keefektifan Komunikasi Antarpribadi...........................21 c Komunikasi Kelompok (Group Communication) ........22 B. Analisis Proses Interaksi .........................................................25 C. Pembimbing Agama, dan Pembinaan Akhlak .........................28 1 Pengertian Pembimbing Agama .........................................28 vi 2 Tujuan dan Fungsi Bimbingan Agama ...............................30 3 Pengertian Pembinaan Akhlak ............................................32 D. Warga Binaan ..........................................................................33 BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH TAHANAN SALEMBA JAKARTA PUSAT A. Letak Geografis ........................................................................37 B. Profil dan Sejarah .....................................................................37 C. Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi ....................................39 BAB IV TEMUAN DAN ANALISA A. Deskripsi Subjek Penelitian .....................................................44 B. Pola Komunikasi Pembimbing Agama dan Warga Binaan Dalam Pembinaan Akhlak........................................................48 1. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication) ............................................................................................50 2. Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group) ....................55 3. Analisis Proses Interaksi ....................................................59 C. Faktor Pendukung, dan Faktor Penghambat ............................63 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ..............................................................................70 B. Saran .........................................................................................73 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii DAFTAR TABEL Tabel 1.1.................................................................................................................26 Tabel 2.1.................................................................................................................41 viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkomunikasi merupakan kebutuhan setiap manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, bahkan hampir tidak mungkin lagi jika ada seseorang yang dapat menjalani hidupnya tanpa berkomunikasi dengan orang lain. Sebab tanpa berkomunikasi manusia tidak akan bisa menjalankan fungsinya sebagai pembawa amanah dari Allah SWT di muka bumi (khalifah). Komunikasi ialah “hubungan kontak langsung maupun tidak langsung antar manusia, baik itu individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, komunikasi adalah bagian dari kehidupan itu sendiri, karena manusia melakukan komunikasi dalam pergaulan dan kehidupannya.”1 Islam menganjurkan umatnya untuk senantiasa berkomunikasi kepada sesama manusia, juga kepada Tuhannya. Karena berkomunikasi memang sunnatullah. Komunikasi adalah kodrat bagi manusia. Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda, bersuku bangsa untuk saling mengenal. Dari proses saling mengenal itu terjalin komunikasi insani. Ketika surat Al Alaq diwahyukan, maka benih ilmu komunikasi sudah ditebarkan.2 Menekankan pada nilai baik dan buruk perbuatan manusia dalam menjalankan hidup di dunia, Al-Qur’an memberikan petunjuk hidup kepada manusia untuk melakukan perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan yang buruk. Setiap manusia dibekali akal dan pikiran oleh Allah SWT dan setiap 1 H.A.W. Widjaya, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), cet. ke-2, h. 26. 2 M. Mansyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: Al Amin Press, 1997), h. 1. 1 2 manusia memiliki akhlak yang selalu menyertai dirinya, akhlak Islami dapat diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Dengan kata lain akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, sengaja, mendarah daging. Namun dalam rangka menjabarkan akhlak Islami yang universal ini diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan sosial yang terkandung dalam ajaran etika dan moral.3 Bantuan yang diperlukan dalam menuntun manusia untuk mengerti tentang akhlak Islami adalah dengan cara pembinaan, karena pembinaan adalah suatu upaya, usaha terus menerus untuk mempelajari, meningkatkan, menyempurnakan, mengarahkan, mengembangkan kemampuan untuk mencapai tujuan agar sasaran pembinaan mampu menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sebagai pola kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun kehidupan sosial masyarakat.4 Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW. yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Perhatian Islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak ini dapat pula dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan dari pada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin.5 3 H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), h. 147. Proyek Penerangan Bimbingan Khutbah Dakwah Agama, Pembinaan Rohani pada Dharma Wanita, Penerbit DEPAG, 1984, h. 8. 5 H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 158159. 4 3 Sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia, berkembang pula tolak ukur yang digunakan seseorang dalam menentukan baik dan buruk setiap perbuatan. Manusia akan kehilangan kendali dan salah arah bila nilai-nilai spiritual ditinggalkan, sehingga mudah terjerumus ke berbagai penyelewengan dan kerusakan akhlak dengan melakukan perampasan hak orang lain atau pun perbuatan-perbuatan buruk lainnya. Nilai spiritual yang dimaksudkan dalam Islam adalah ajaran agama yang berwujud perintah, larangan, dan anjuran yang kesemuanya berfungsi untuk membina kepribadian manusia dalam kaitannya sebagai hamba Allah SWT.6 Dewasa ini banyak orang-orang yang disibukkan dengan kebutuhan duniawi sebagai upaya mengejar kekayaan, dan kesenangan semata sehingga melupakan kewajibannya sebagai (khalifah) di muka bumi yaitu untuk selalu taat dan patuh terhadap perintah Allah SWT. Setiap manusia mengerti bahwa setiap perbuatan yang tidak baik akan mendapatkan hukuman di dunia maupun di akhirat. Dalam konteks hukum didunia, kita lebih mengenal dengan hukuman berdasarkan undang-undang atau peraturan yang berlaku dimana manusia tersebut berada. Karena manusia merupakan mahluk sosial, yang dalam kesehariannya selalu berhubungan dengan manusia-manusia lain maka dibutuhkan sesuatu yang bersifat mengatur dan mengikat manusia-manusia tersebut. Agar untuk selalu mematuhi aturan yang telah ditetapkan peraturan dibuat untuk mengatur manusia manusia agar terhindar dari perbuatan-perbuatan tercela yang dapat merugikan orang lain. 6 Wawancara pribadi dengan H. M. Samsudi, Jakarta, Senin 11 April 2015, Lokasi: Kantor Sekretariat Pembina Masjid Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat. 4 Indonesia merupakan negara yang memiliki peraturan berbasis pada Undang Undang Dasar 1945, segala sesuatu yang menyangkut hal-hal pelanggaran dan kriminal akan di putuskan oleh Undang Undang. Permasalahan tindak kriminal di Indonesia tidak pernah hilang dan tidak pernah tuntas terselesaikan, bahkan grafiknya mengalami peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitas dan sebagai hukuman atas tindakan yang melanggar peraturan akan dimasukan ke dalam penjara atau Rumah Tahanan Negara.7 Rumah Tahanan Negara Klas 1 Salemba Jakarta Pusat mempunyai fungsi sebagai tempat penahanan dan perawatan bagi tersangka untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan dan juga berfungsi sebagai tempat pembinaan bagi terpidana.8 Sistem pemasyarakatan Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat dibuat dalam rangka membentuk narapidana agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi kesalahannya sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dapat hidup secara wajar, dan berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.9 Dalam rangka upaya peningkatan sumber daya manusia, Rumah Tahanan Negara Salemba membuat suatu program pembinaan, program yang ditujukan untuk para warga binaan Rumah Tahanan Negara Salemba Jakarta Pusat. 7 Wawancara pribadi dengan H. M. Samsudi, Jakarta, 11 April 2015, Lokasi: Kantor Sekretariat Pembina Masjid Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat. 8 http://jakarta.kemenkumham.go.id/profil/upt/1054-rutan-jakpus, diakses pada tgl. 14 April 2015. 9 Sudirman Has, "Rencana Kerja Penerapan Program Petugas Pelatihan Keterampilan Pada Seksi Pelayanan Tahanan Rutan Jakarta Pusat," (Kertas Kerja Perorangan Rencana Kerja Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta: 1997), h.1-2. 5 Penjelasan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan BAB 1 Pasal 1 butir ke (5) “Warga Binaan Pemasyarakatan adalah narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan”. BAB 1 Pasal 1 butir ke (6) “Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. BAB 1 Pasal 1 butir ke (7) “Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS”.10 Seperti penjelasan yang tertera dalam Undang-Undang republik Indonesia, secara sederhana penulis dapat menyimpulkan bahwa warga binaan adalah orang yang melakukan kesalahan dengan melanggar peraturan yang telah di tetapkan oleh negara melalui undang-undang. Setelah terbukti bersalah lalu mendapatkan hukuman yang telah diputuskan pengadilan, hukuman tersebut adalah keputusan yang dijatuhkan oleh pengadilan berdasarkan pertimbangan dan kesalahan yang diperbuat sebagai hukuman yang pantas, lalu dimasukan ke dalam jeruji besi sebagai tahanan negara. Berhasilnya pembinaan akhlak bagi para warga binaan tidak hanya tergantung pada pimpinan dan bawahan petugas pemasyarakatan saja, akan tetapi juga banyak tergantung dari keterlibatan masyarakat ataupun instansi terkait. Dalam proses pembinaan, peran pembimbing agama menjadi ujung tombak keberhasilan para warga binaan, pembimbing agama yang memiliki kemampuan dalam ilmu keagamaan (Islam) dan kemampuan berkomunikasi juga turut menentukan keberhasilan suatu proses bimbingan. Tidak sedikit orang-orang yang yang mumpuni dalam bidangnya namun karena tidak mampu menyampaikan proses dengan baik akibatnya menghambat proses transfer knowledge. Melihat permasalahan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui lebih dalam dan menjadikannya sebagai bahan penelitian. Penelitian yang 10 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan BAB 1 ketentuan umum Pasal 1. 6 dilakukan adalah “Pola komunikasi pembimbing agama dan warga binaan dalam pembinaan akhlak di rumah tahanan Salemba Jakarta Pusat.” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Terdapat beberapa program bimbingan yang diberikan kepada para warga binaan, yaitu: bimbingan keterampilan membuat lemari, meja, dan keterampilan seni rupa seperti melukis. Bimbingan lain yang diberikan adalah bimbingan agama seperti pembinaan akhlak. Perlunya pembinaan akhlak ini adalah untuk memperbaiki sifat dan prilaku para warga binaan agar setelah terbebas dari hukuman mereka bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Untuk menghindari terlalu luas dan melebarnya pembahasan maka peneliti ingin membatasi penelitian pada pola komunikasi pembimbing agama dalam proses bimbingan akhlak, meliputi 3 orang warga binaan, dan 1 orang pembimbing agama di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana pola komunikasi pembimbing agama dalam pembinaan akhlak warga binaan di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat? 2. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pembinaan akhlak warga binaan di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat? 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pola komunikasi pembimbing agama dalam pembinaan akhlak warga binaan di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat. b. Untuk mengetahui faktor pendukung, dan hambatan yang ditemui dalam proses pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Dapat menjadi referensi bagi penelitian berikutnya dan sebagai bahan pustaka untuk menambah wawasan bagi yang memerlukan, sebagai bahan perbandingan dalam penelitian mengenai pola komunikasi. b. Manfaat Praktis Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pembaca, dapat menambah khazanah keilmuan Dakwah Islam melalui pembinaan akhlak, dan skripsi ini diharapkan mampu memberikan evaluasi terhadap masyarakat Islam pada umumnya tentang aktifitas dan kegiatan positif warga binaan rumah tahanan Salemba Jakarta Pusat untuk kehidupan yang sejahtera dengan pembinaan akhlak. 8 D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Metodelogi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban.11 Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan menggunakan informasi orang yang terlibat dalam objek.12 Adapun sumber utama penelitian ini adalah objek lapangan, dalam hal ini yaitu pembinaan akhlak warga binaan khususnya narapidana yang terlibat langsung dalam proses pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat. Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis deskriptif. Metode deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara factual dan cermat. Metode deskriptif hanya memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.13 2. Paradigma Penelitian Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran. Untuk memperoleh kebenaran tersebut, peneliti melakukannya melalui model paradigma. Seperti yang dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen: 11 Deddy Mulyana, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakary, 2010), h.145. 12 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kuantitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1989), cet. ke-2, h.3. 13 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi; Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), cet. ke-11, h. 24. 9 “paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep, proposisi (pernyataan) yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian”.14 Dalam perkembangannya, kerangka berpikir atau tradisi pemikiran (paradigma) telah memiliki banyak model atau bentuk sebagai sebuah cara dalam mendefinisikan permasalahan dan pembahasan tentang asumsi yang menentukan pendekatan terhadap teori yang ada. Harmon dan Moleong, mendefinisikan paradigma sebagai cara mendasar untuk mempersepsikan, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan suatu secara khusus tentang visi realitas.15 Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Paradigma konstruktivis yaitu paradigma yang hampir merupakan antithesis terhadap paham yang menempatkan pentingnya pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atas ilmu pengetahuan.16 Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap social meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara/mengelola dunia sosial mereka.17 Peneliti menggunakan paradigma konstruktivis untuk melakukan pengamatan langsung terhadap subjek penelitian dalam keadaan di lapangan dan untuk mengetahui pola komunikasi pengajar dalam pembinaan akhlak warga binaan Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat. 14 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. ke-30 (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 49. 15 Ibid, h. 49. 16 DR. Agus Salim, MS, Teori & Paradigma Penelitian Sosial, edisi kedua, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), h. 71. 17 Dedy N. Hidayat, Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik Klasik, (Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI, 2003), h. 3. 10 3. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah orang yang dapat memberikan informasi. Adapun yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini adalah 3 (tiga) warga binaan yang terkait dengan pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat. b. Objek Penelitian Objek adalah apa yang akan diteliti atau diselidiki dalam kegiatan penelitian. Penelitian ini difokuskan pada pola komunikasi pembimbing agama dan warga binaan di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat. Dalam penelitian kualitatif yang mengedepankan nilai naturalistik dalam mendapatkan data yang bersifat deskriptif, penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu: a. Observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena yang sedang diselidiki.18 Teknik observasi yang peneliti gunakan yakni observasi partisipan, yaitu suatu bentuk observasi khusus dimana peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang pasif, melainkan juga mengambil berbagai peran dalam stuasi tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti.19 18 Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 81. 19 Robert K. Yin, Studi Kasus Desain dan Metode. Penerjemah: M. Djauzi Mudzakir (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 114. 11 Dalam hal ini penulis mengamati langsung, yakni mengadakan peninjauan secara langsung dalam objek guna memperoleh data yang kongkrit tentang hal-hal yang menjadi subjek penelitian pada Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat dan juga melakukan pencatatan dan pengumpulan data terkait yang diberikan pihak Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat. b. Wawancara Wawancara merupakan interaksi bahasa yang berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhadapan, pewawancara meminta informasi atau ungkapan kepada orang yang diteliti.20 Dalam penelitian ini penulis mengadakan wawancara dengan humas Rumah Tahanan Salemba Bapak Samsudi, pembimbing agama Ustadz. Suthoni, dan Rachmad Iswayudi, Achmadi, Ramadhani warga binaan yang berhubungan langsung dengan masalah pola komunikasi pembimbing agama dalam pembinaan akhlak yang diterapkan serta mengenai hal-hal yang kurang dimengerti ataupun dipahami oleh peneliti. 4. Teknik Analisis Data Analisis data menurut Bogdan dan Biklen yang dikutip oleh Lexy J. Moleong dalam buku metodelogi penelitian kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan 20 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 50. 12 menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskannya apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.21 Dalam hal ini peneliti mengumpulkan hasil temuan dan data yang kemudian hasil data yang diperoleh dari observasi, wawancara, dan ataupun studi dokumentasi tersebut diolah, dipelajari dan selanjutnya dideskripsikan secara konkret dengan didukung oleh beberapa hasil temuan peneliti dan kemudian dianalisis. 5. Teknik Penulisan Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Dan Disertasi) Karya Hamid Nasuhi dkk. Diterbitkan oleh Ceqda (Center for Quality Development And Assurance) Tahun 2007. E. Tinjauan Pustaka Dalam melakukan penelitian ini, penulis mengacu pada penelitian terdahulu, yaitu skripsi yang berjudul “Pola Komunikasi KH. Mahmudi dalam Pembinaan Santri di Pondok Pesantren Al-Mubarok Serang-Banten” karya Muhammad Fathullah tahun 2008. Dalam skripsi tersebut, peneliti menggunakan komunikasi pola roda, pola roda merupakan pola berkomunikasi dengan banyak orang, dan yang menjadi persamaan sama-sama membahas pola komunikasi. Namun terdapat perbedaan, yaitu peneliti lebih mengarahkan pada pembinaan akhlak warga binaan yang mana akhlak merupakan penekanan pada nilai baik dan buruk perbuatan manusia dalam menjalankan hidup di dunia. Al-Qur’an 21 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 248. 13 memberikan petunjuk hidup kepada manusia untuk melakukan perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan yang buruk. Peneliti juga melakukan tinjauan pustaka, dan peneliti terisnpirasi pada skripsi yang berjudul “Pola Komunikasi Guru Agama dalam Pembinaan Akhlak Siswa SMK Negeri 1 Pasuruan” karya Shochibul Hujjah 2011. Dalam skripsi tersebut menjelaskan tentang komunikasi antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar pada pelajaran pendidikan agama Islam khususnya dalam pembinaan akhlak siswa SMK Negeri 1 Pasuruan. Kesamaan dalam skripsi tersebut peneliti sama-sama mengarah pada pola komunikasi dalam pembinaan akhlak. Namun terdapat perbedaan, yaitu peneliti dalam pembinaan akhlaknya lebih mengarah kepada murid atau anak didik, yang mana murid disini adalah sebagai warga binaan atau narapidana sehingga terdapat perbedaan dalam proses bimbingan. F. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dalam menyusun hasil penelitian ini, maka dibuatlah sistematika penulisan yang membagi menjadi 5 (lima) bab yang terdiri dari beberapa sub bab sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN TEORITIS. Menguraikan teori-teori yang mendukung dalam penelitian ini, seperti menguraikan sekilas tentang Pola Komunikasi, Komunikasi Antarpribadi, Komunikasi Kelompok, Pengertian pembimbing agama dan Pembinaan Akhlak. 14 BAB III GAMBARAN UMUM RUTAN SALEMBA. Berisikan tentang letak geografis Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat, Profil dan Sejarah Rumah Tahanan Salemba, Tugas dan Fungsi Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat, serta Struktur Organisasi. BAB IV TEMUAN DAN HASIL ANALISIS. Berisikan tentang Pola Komunikasi yang Digunakam pembimbing agama dalam pembinaan akhlak warga binaan Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat, faktor pendukung serta hambatan dalam proses belajar mengajar. BAB V KESIMPULAN. Bab ini memaparkan tentang kesimpulan, saransaran. Dan bagian terakhir memuat tentang Daftar Pustaka dan Lampiran. BAB II TINJAUAN TEORI A. Pola Komunikasi 1. Pengertian Pola Komunikasi Pola komunikasi merupakan serangkaian dua kata yang memiliki keterkaitan makna, di mana antara makna satu dengan makna yang lainnya saling mendukung satu sama lainnya. Dalam "Kamus Besar Bahasa Indonesia" dijelaskan bahwa pola memiliki arti bentuk atau sistem, cara atau bentuk (struktur) yang tetap, dimana pola itu sendiri bisa dikatakan sebagai contoh atau cetakan.1 Sedangkan kata pola yang terdapat dalam "Kamus Ilmiah Populer" memiliki arti model, contoh atau pedoman (rancangan).2 Pola dapat dikatakan juga dengan model, yaitu cara untuk menunjukan sebuah objek yang mengandung kompleksitas proses di dalamnya dan hubungan antara unsur-unsur pendukungnya.3 Berdasarkan pengertian pola di atas maka peneliti dapat menarik kesimpulan, bahwa pola adalah gambaran, bentuk, rancangan suatu komunikasi yang dapat dilihat dari jumlah komunikannya. Pada pembahasan ini, makna pola dapat diartikan sebagai bentuk atau cara, karena keterkaitannya dengan kata yang dirangkulnya (komunikasi). 1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 885. 2 Puis A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka, 1994), h. 605. 3 Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Gramedia Widiasavina, 2004), h. 9. 15 16 Kata komunikasi, menurut Onong Uchjana Effendi berasal dari bahasa Inggris yaitu "communication yang bersumber dari bahasa latin, communication atau communis yang berarti sama, atau kesamaan arti sama halnya dengan pengertian tersebut".4 Komunikasi berasal dari bahasa latin communicate yang berarti berbicara, menyampaikan pesan, informasi, pikiran, gagasan dan pendapat yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dengan mengharapkan jawaban, tanggapan atau arus balik (feedback)5 menurut Onong komunikasi mempunyai arti pemberitahuan atau pertukaran pikiran.6 Secara terminologi pengertian komunikasi terdapat banyak pendapat dari para ahli komunikasi, diantaranya: a. James: "Perbuatan penyampaian suatu gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain."7 b. Wilbur Schramm: "Definisi komunikasi yang berasal dari bahasa latin communis yang berarti bila kita mencoba untuk berbagi informasi, ide atau sikap sehingga menjadikan si pengirim guna menyampaikan isi pesan."8 c. William Albig berpendapat bahwa "komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang-lambang yang berarti antara individu-individu."9 4 Onong Uchjana Effendi, Spektrum Komunikasi, (Bandung: Bandar Maju, 1992), cet. ke-1, h. 4. 5 A. Muis, Komunikasi Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 35. 6 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2001) cet. ke-1, h.4. 7 James G. Robbins , Komunikasi yang Effektif, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995), cet. ke- 4, h.1. 8 T. A Lathief Rosyidi, Dasar-dasar Rethorika Komunikasi dan Informasi, (Medan: 1985), h. 48. 9 Anwar Arif, Ilmu Komunikasi (Sebagai Pengantar Ringkas), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), cet. ke-3, h. 25. 17 d. Menurut Onong Uchjana: "Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahukan atau merubah sikap, pendapat dan perilaku, baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media."10 e. Menurut Arni Muhammad: "Komunikasi adalah suatu proses dimana individu dalam hubungannya dengan individu lainnya, dalam kelompok, dalam organisasi, dan dalam masyarakat guna memberikan suatu informasi."11 Sedangkan menurut Wilbur Schramm sebagaimana yang dikutip Latief Rosyidi dalam uraiannya mengatakan "bahwa definisi komunikasi berasal dari bahasa latin communi, comunon. Bilamana kita mengadakan komunikasi itu sama artinya kita mencoba untuk berbagi informasi, ide, atau suatu sikap. Jadi esensi dari komunikasi itu adalah menjadikan si pengirim dapat berhubungan bersama dengan si penerima guna menyampaikan isi pesan tersebut."12 Dalam pengertian pragmatis, komunikasi mengandung tujuan tertentu; ada yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui media, baik media massa seperti surat kabar, radio, televisi, atau film. Melalui non media massa, misalnya seperti surat, telepon, papan pengumuman, poster, spanduk dan sebagainya. Sehingga dikatakan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang 10 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), cet. ke-2., h. 6. 11 Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), cet. ke-4., h. 3. 12 T.A. Latief Rosyidi, Dasar-dasar Rethorika Komunikasi dan Informasi, (Medan: 1985), h. 48. 18 kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tidak langsung melalui media.13 Dari masing-masing definisi di atas peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa komunikasi pada intinya adalah proses pengiriman pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Akan tetapi dari beberapa definisi tersebut memiliki maksud dan tujuan yang sama, yang terpenting dalam komunikasi adalah bagaimana mempunyai kesamaan pesan yang sistematis oleh seseorang dan melibatkan orang lain. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seseorang yang berkomunikasi berarti mengharapkan agar orang lain ikut berpartisipasi atau bertindak sesuai dengan tujuan dan harapan dari isi pesan yang disampaikan. Jadi di antara yang terlibat dalam kegiatan komunikasi harus memiliki kesamaan arti dan harus sama-sama mengetahui hal yang dikomunikasikan, jika tidak demikian maka kegiatan komunikasi tersebut tidak berlangsung dengan baik dan tidak efektif. Menurut Stewart L. Tubbs dan Silvia Mass, sebagaimana dikutip oleh Jalaludin Rakhmat, dalam bukunya 'psikologi komunikasi' ia menguraikan "ciri-ciri komunikasi yang baik dan efektif paling tidak dapat menimbulkan 5 hal : 1. Pengertian : komunikator dapat memahami mengenai pesanpesan yang disampaikan kepada komunikan. 13 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), cet. ke-4, h. 4. 19 2. Kesenangan : menjadikan hubungan yang hangat dan akrab serta menyenangkan. 3. Mempengaruhi sikap : dapat mengubah sikap orang lain sehingga bertindak sesuai dengan kehendak komunikator tanpa merasa terpaksa. 4. Hubungan sosial yang baik : menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi. 5. Tindakan : membuat komunikan melakukan suatu tindakan yang sesuai dengan pesan yang diinginkan."14 Dari lima ciri-ciri komunikasi yang baik dan efektif di atas, dapat dipahami bahwa komunikasi menjadi penting untuk pertumbuhan hidup manusia. Melalui komunikasi akan ditemui jati diri, dapat mengembangkan konsep diri, dan menetapkan hubungan dengan dunia sekitarnya. Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat ditransformasikan secara efektif, maka komunikasi mempunyai lima unsur: sumber atau komunikator (source), pesan (massage), saluran atau media (chanel), penerima atau komunikan (receiver), serta efek (effect). 2. Bentuk-bentuk Pola Komunikasi a. Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang berlangsung antara dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini bisa berlangsung 14 Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Rosdakarya, 2000), cet. ke- 15, h. 13-16. (Bandung: PT. Remaja 20 secara berhadapan muka (face to face), bisa juga melalui sebuah medium telepon.15 Menurut Devito seperti yang dikutip oleh Roudhonah dalam buku ilmu komunikasi, "komunikasi antarpribadi adalah pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok kecil orang dengan efek dan umpan balik yang langsung."16 Menurut Effendy, yang dikutip oleh Alo Liliweri bahwa pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antar seorang komunikator dengan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis.17 Sikap dialogis itu ditujukan melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik yang langsung. Jadi komunikator mengetahui dengan pasti apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif atau negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada komunikan untuk bertanya. Menurut Barnlund seperti yang dikutip oleh Alo Liliweri dalam buku komunikasi antarpribadi ada "beberapa ciri khas dalam komunikasi antarpribadi, yaitu komunikasi antarpribadi : 15 Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 106. Ibid, h. 107. 17 Alo Liliweri, Komunikasi Antarpribadi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), cet. ke-2, h. 12. 16 21 a) Selalu terjadi secara spontan; b) tidak mempunyai struktur yang teratur dan diatur; c) Terjadi secara kebetulan; d) Tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan terlebih dahulu; e) Dilakukan oleh orang-orang yang identitas keanggotaan yang kadang-kadang kurang jelas; dan f) Bisa terjadi sambil lalu."18 b. Keefektifan Komunikasi Antarpribadi Keefektifan komunikasi antarpribadi adalah suatu proses komunikasi yang terjalin tepat pada sasaran atau mencapai tujuan. Efektifitas dalam mencapai tujuan adalah dengan adanya perubahan sikap (attitude change). Seperti yang dikutip oleh Roudhonah dalam buku ilmu komunikasi, J.S.Bois mengemukakan "butir-butir persyaratan untuk suatu komunikasi yang efektif, antara lain : a. Dapat menerima orang lain apa adanya, dengan perhitungan bahwa komunikator tidak dapat mengubah nilai-nilai, tujuan, pendapat, perasaannya pada saat komunikasi sedang lain (komunikan) untuk berlangsung. b. Berupaya mengajak mengekspresikan keraguan, 18 Ibid, h. 12-13. orang perasaan, informasi dan tujuan, nilai-nilai, penafsirannya kekuatan, dengan bebas. 22 Membantu meyakinkan komunikan agar dalam setiap waktunya memiliki nilai. c. Mengekspresikan reaksi semantic (seluruh reaksi dari total dari badan, pikiran, emosi dan inteleknya), komunikator dalam sikap/tingkah laku yang sama. d. Menjaga hubungan perasaan, membuat pertukaran informasi sebagai kegiatan sekunder yang didasarkan atas rasa berkawan dan keramahan. e. Jangan menilai kritis (mengkritik) dari segi pandangan komunikan yang bertentangan dengan segi pandangan komunikator sebagai standar kebijaksanaan dan kebenaran. f. Memandang keseluruhan proses sebagai kawan kerja sama yang dinamis, tidak terlalu banyak untuk menemukan beberapa tujuan cara pemecahan masalah. Adapun efektifitas dari segi prosesnya adalah: 1. Adanya arus balik langsung. 2. Komunikator dapat melihat seketika tanggapan komunikan. 3. Komunikator dapat mengusahakan ketepatan yang paling tinggi derajatnya antara komunikator dan komunikan dalam situasi dan kondisi."19 c. Komunikasi Kelompok (Group Communication) Komunikasi kelompok group communication adalah komunikasi sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua.20 19 20 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 114-115. Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 75. 23 Kelompok tidak bisa mengisolasi dirinya, kelompok merupakan bagian dari sistem yang lebih besar. Anggota kelompok dapat datang dan pergi silih berganti, orang dapat menjadi anggota (afiliasi) dari beberapa kelompok, lingkungan akan terus berubah, dan kelompok harus meyesuaikan diri dengan perubahan ini. Dalam suatu kelompok, pengalaman anggota yang berafiliasi dengan kelompok lainnya, memengaruhi apa yang akan dilakukan atau apa yang akan dikatakannya dalam kelompok. Peran setiap anggota kelompok juga akan berubah ketika anggota lama pergi dan anggota baru masuk.21 Dalam pelaksanaan komunikasi kelompok biasanya agak lebih rumit dibandingkan dengan komunikasi antar pribadi, karena ada beberapa karakteristiknya, antara lain : a. Komunikasi kelompok bersifat formal, dalam arti pelaksanaannya direncanakan terlebih dahulu, sesuai dengan komponen-komponennya. b. Komunikasi kelompok terorganisir, yaitu orang-orang yang tergabung dalam kelompok mempunyai peranan dan tanggung jawab masing-masing dalam mencapai tujuan. c. Komunikasi kelompok terlembagakan, dalam arti ada aturan mainnya. d. Komunikator dalam kelompok ini, haruslah : 21 Morissan, Teori Komunikasi (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), cet. ke-1, h. 333. 24 1) Mencoba mengisolir beberapa proses yang sederhana dan mudah dimengerti dari sekian banyak proses-proses yang timbul secara simultan; 2) Menggunakan beberapa istilah yang akan memudahkan untuk mengorganisir pengamatan;22 Komunikasi kelompok dibedakan diklasifikasikan ke dalam dua macam, yaitu : a. Kelompok Kecil (small group) Kelompok kecil (small group) adalah “kelompok komunikan yang dalam situasi komunikasi terdapat kesempatan untuk memberikan tanggapan verbal, dengan kata lain komunikator dapat melakukan komunikasi antarpribadi dengan salah satu anggota”.23 Umpan balik yang diterima dalam komunikasi kelompok kecil ini biasanya bersifat rasional, serta diantara anggota yang terkait dapat menjaga perasaan masing-masing dan normanorma yang ada.24 b. Kelompok Besar (large group) Kelompok besar (large group) dalam kelompok besar situasi yang ada sangat berbeda dengan situasi yang terjadi didalam kelompok kecil. Dalam hal ini komunikasi antarpribadi yang terjadi sangat kecil kemungkinannya. Hal ini terjadi karena begitu banyaknya individu yang berkumpul, seperti 22 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h.124-125. Effendy, Dimensi-Dimensi Komunikasi, h.55. 24 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 128. 23 25 halnya yang terjadi pada tabligh akbar, kampanye, sehingga pertukaran informasi tersebut sulit berjalan. Dalam hal memberikan tanggapan kepada komunikator, maka tanggapannya bersifat emosional.25 Dibandingkan dengan komunikasi kelompok besar, komunikasi kelompok kecil lebih bersifat rasional. Ketika menerima suatu pesan dari komunikator, komunikan menanggapinya dengan lebih banyak menggunakan pikiran dari pada perasaan. B. Analisis Proses Interaksi Sebagian besar karya asli yang membahas komunikasi kelompok kecil berasal ilmu psikologi sosial. Teori klasik yang dinamakan “analisis proses interaksi” yang memberikan pengaruh besar pada teori komunikasi kelompok. Teori ini membahas jenis-jenis pesan yang disampaikan orang dalam kelompok dan bagaimana pesan itu memengaruhi peran dan kepribadian kelompok. Robert Bales menyusun teori mengenai analisis proses interaksi (Interaction process analysis) yang saat ini sudah menjadi karya klasik. Dengan menggunakan hasil risetnya selama bertahun-tahun sebagai fondasi, Bales menyusun teori mengenai komunikasi kelompok kecil untuk menjelaskan jenis-jenis pesan yang saling dipertukarkan orang dalam kelompok, bagaimana pesan-pesan itu membentuk peran dan 25 Effendy, Dimensi-Dimensi Komunikasi, h. 55-56. 26 kepribadian anggota kelompok, dan bagaimana pesan tersebut mempengaruhi karakter atau sifat kelompok secara keseluruhan.26 Tabel 1.1 Kategori Analisis Proses Interaksi.27 Tindakan Positif 1. Tampakbersahabat 2. Dramatisasi 3. Kesepakatan Jawaban 4. Memberikan saran 5. Memberikanpendapat 6. Memberikaninformasi Pertanyaan 7. Memintainformasi 8. Memintapendapat 9. Meminta saran Tindakan 10. pertentangan 11. Menunjukkanketegangan 12. Tampaktidakbersahabat Negatif a b c d a = masalah komunikasi. b = masalah evaluasi. c = masalah pengawasan. d = masalah keputusan. e = masalah pengurangan ketegangan. f = masalah reintegrasi. Menurut Bales seperti yang dikutip Morissan dalam buku teori komunikasi, analisis proses interaksi terdiri atas enam kategori yaitu: 26 Morissan, Teori Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), cet. ke-1, h. 335. 27 Ibid, h. 335. e f 27 1. Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling memberikan cukup informasi, maka kelompok bersangkutan akan mengalami “masalah komunikasi”. 2. Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling memberikan pendapat maka kelompok bersangkutan akan mengalami “masalah evaluasi”. 3. Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling bertanya dan memberikan saran, maka kelompok akan mengalami “masalah pengawasan”. 4. Jika masing-masing kelompok tidak bisa mencapai kesepakatan maka mereka akan mendapatkan “masalah keputusan”. 5. Jika tidak terdapat cukup dramatisasi maka akan muncul “masalah ketegangan”. 6. Jika anggota kelompok tidak ramah dan bersahabat maka akan terdapat “masalah reintegrasi”, yang berarti kelompok itu tidak mampu membangun kembali suatu “perasaan kita” atau kesatuan (cohesiveness) dalam kelompok bersangkutan".28 Kategori "dramatisasi" (dramatizing) berperan penting dalam teori ini. Dramatisasi berarti melepaskan ketegangan dengan cara menyampaikan cerita dan membagi pengalaman dengan orang lain. Cerita dan pengalaman tidak perlu selalu berhubungan secara langsung dengan tugas kelompok bersangkutan. Borman, yang mendapatkan idenya dari Bales, percaya bahwa bentuk komunikasi ini penting tidak hanya untuk 28 Ibid, h. 336. 28 mengurangi ketegangantetapi juga untuk memengaruhi kualitas diskusi dalam kelompok secara umum.29 C. Pembimbing Agama, dan Pembinaan Akhlak 1. Pengertian Pembimbing Agama A.M. Romly berpendapat bimbingan adalah “bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau kelompok dalam mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya agar supaya individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya”.30 Dewa Ketut Sukardi berpendapat bimbingan adalah sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntunan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.31 Dari pendapat-pendapat di atas dapat dipahami bahwa pembimbing adalah seseorang yang memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang lain baik itu individu maupun kelompok yang dilakukan secara berkesinambungan agar individu atau kelompok tersebut dapat mengembangkan dirinya secara maksimal sesuai dengan potensi atau kemampuannya. Sedangkan agama menurut Quraish Shihab adalah hubungan antara makhluk dan khalik. Hubungan ini mewujudkan dalam sikap batinnya 29 Ibid, h. 337. A.M. Romly, Penyuluhan Agama Menghadapi Tantangan Baru, (Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 1992), cet. ke-1, h. 11. 31 Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksana Program Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), cet. ke-1, h. 18. 30 29 serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin dalam sikap kesehariannya.32 Glock dan Stork (1996) sebagaimana yang dikutip Djamaludin Ancok mengemukakan bahwa "agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihadapinya sebagai yang paling dimaknai".33 Sedangkan Hendro Puspito mendefinisikan agama sebagai suatu sistem kepercayaan dan praktek dengan nama suatu masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir di dunia ini.34 Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas, penulis mencoba memahami bahwa agama adalah sebuah sistem kepercayaan yang diyakini sebagai kekuatan yang lebih tinggi dari kekuatan manusia, dimana manusia berserah diri kepada-Nya, dan hanya kepada-Nya manusia menjalani ritual keagamaan tersebut yang tercermin dalam perilakunya sehari-hari. Sehingga dari pengertian pembimbing dan agama di atas maka dapat dijelaskan bahwa pembimbing agama adalah seseorang yang memberikan bimbingan berupa ajaran-ajaran agama Islam kepada individu maupun kelompok yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga 32 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1992), cet. ke-2, h. 210. 33 Djamaludin Ancok dan Fuad Nasori Soroso, Psikologi Islam atas ProblemProblem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), cet. ke-2, h. 76. 34 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), cet. ke-2, h. 30. 30 individu atau kelompok dapat memahami dirinya sendiri dan mampu mengatasi segala permasalahan yang dihadapinya dengan tetap berserah diri kepada Allah SWT, sehingga dapat membantu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial. 2. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Agama Pembimbing agama seperti yang dikemukakan di atas adalah seseorang yang memberikan bimbingan berupa agama Islam. Adapun tujuan bimbingan agama Islam sendiri menurut Aunur Rahim Faqih bahwa dengan membagi secara umum khusus yang dirumuskan sebagai berikut: a. Tujuan Umum Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. b. Tujuan Khusus 1. Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. 2. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.35 Sedangkan fungsi dari bimbingan agama Islam menurut Aunur Rahim Faqih, dapat dibagi menjadi empat tingkatan. 35 Aunur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta: UI Press, 2001), cet. ke-2, h. 31. 31 1. Fungsi pencegahan atau preventif, yaitu membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah, fungsi ini ditujukan kepada orang-orang yang selalu disibukkan oleh duniawi dan materi atau orang yang menghadapi kesulitan dalam kehidupan. 2. Fungsi kuratif atau korektif yaitu memberi bantuan kepada klien dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya atau dialaminya. 3. Fungsi pemeliharaan atau preservatif, yaitu membatu klien yang sudah sembuh agar tetap sehat, tidak mengalami problem yang pernah dihadapi. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan membentuk semacam klub yang anggotanya para klien atau eks-klien dengan menawarkan program-program yang terjadwal misalnya ceramah keagamaan atau keilmuan, dll. 4. Fungsi pengembangan atau developmental, yaitu pembimbing atau konselor dalam fungsi ini adalah membantu klien yang sudah sembuh agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya pada kegiatan yang lebih baik.36 Berdasarkan beberapa fungsi bimbingan di atas, dapat dipahami bahwa fungsi bimbingan agama berfungsi mengarahkan individu supaya terhindar dari masalah dan berusaha mengembalikan kodisinya untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.37 36 37 Ibid, h. 36. Ibid, h. 40. 32 3. Pengertian Pembinaan Akhlak Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” dijelaskan bahwa pembinaan adalah sebagai proses, perbuatan, atau cara membina.38 Pembinaan dari segi terminologis yaitu suatu upaya, usaha kegiatan yang terus menerus untuk memperbaiki, meningkatkan, mengarahkan, dan mengembangkan kemampuan untuk mencapai tujuan agar sasaran pembinaan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial masyarakat.39 Pembinaan dapat juga berarti proses melakukan kegiatan membina atau membangun sesuatu, seperti membina bangsa. Dalam pembinaan ini tampak atau identik dalam perubahan, bergantung obyek yang bina, tentu saja perubahan yang mengacu kepada peningkatan.40 Sedangkan akhlak adalah "suatu daya yang telah bersemi dalam jiwa orang hingga dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa berfikir dan direnungkan lagi. Bila timbul dari padanya itu perbuatan-perbuatan mulia dan baik dalam pandangan akal syara' dinamakan akhlakul mahmudah (baik) terpuji, sebaliknya hal yang timbul itu perbuatan-perbuatan buruk menurut pandangan akal dan syara' maka perbuatan itu dinamakan akhlakul mazmumah (buruk) tercela."41 38 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 152. 39 Proyek Penerangan Bimbingan Dakwah Agama, Bimbingan Rohani Islam Pada Darmawanita, (Jakarta: Departemen Agama, 1984), h. 8. 40 Abdur Rahim, "Pengaruh Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlak Siswa MTS Sunan Ampel Pasuruan," (Skripsi S1 Fakultas Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Shalahuddin Pasuruan, 2007), h. 67. 41 Ibid, h. 70. 33 Sedangkan Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan kehendak.42 Ini berarti bahwa kehendak itu bila dibiasakan akan sesuatu maka kebiasaan itu disebut akhlak. Contohnya, bila kehendak itu biasanya memberi, maka kebiasaan itu ialah akhlak dermawan. Pembinaan akhlak adalah proses perbuatan, tindakan, penanaman nilai-nilai perilaku budi pekerti, perangai, tingkah laku baik terhadap Allah SWT, sesama manusia, diri sendiri dan alam sekitar yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.43 Berdasarkan apa yang telah disebutkan di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pembinaan akhlak adalah sebuah proses, kegiatan, perbuatan, atau dapat dikatakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk menjadi lebih baik terhadap akhlak. Dalam konteks pembinaan warga binaan rutan salemba bermakna usaha yang ditempuh pembimbing agama untuk mengajarkan dan membimbing para warga binaan menjadi manusia yang lebih baik akhlaknya. Baik dalam bersikap terhadap diri sendiri, orang lain, lingkungan rutan ataupun setelah bebas dalam menjalani masa tahanan kelak. D. Warga Binaan Warga binaan adalah orang hukuman.44 Drs. Yusfar Lubis dkk memberi pengertian warga binaan adalah seorang terhukum yang dikenakan pidana dengan menghilangkan kemerdekaannya ditengah- 42 Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (CV. Rajawali, Jakarta, 1992), h. 1. Zainal Ma'arif "Pembinaan Akhlak Remaja," diakses pada tanggal 14 April 2015 dari http://www.binailmu.multiply.com/2011/0501/p02s06-mu.html 44 Soedarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, 1992, h. 293. 43 34 tengah masyarakat yang telah mendapat keputusan pengadilan (Hakim).45 Lebih luas lagi, warga binaan adalah orang yang dijatuhi putusan pidana penjara oleh pengadilan karena melanggar hukum yang telah ditetapkan dan ditempatkan di Rumah Tahanan. Dari segi definisinya, maka dapat diketahui bahwa ciri-ciri warga binaan adalah: a. Ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) atau Rumah Tahanan (Rutan) negara. b. Dibatasi kemerdekaanya dalam hal-hal tertentu. Misalnya kebebasan bergaul dengan masyarakat, kebebasan bergerak atau melakukan aktifitas di masyarakat. Selain hal tersebut, seseorang yang dijatuhi pidanan penjara dapat juga dibebani dengan pencabutan hak-hak tertentu sebagaimana diatur dalam pasal 35 (1) KUHP yaitu : a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu. b. Hak memasuki angkatan bersenjata. c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum. d. Hak menjadi penasehat atau pengurus menurut hukum, hak menjadi wali, wali pengawas pengampu, atau pengampu pengawas atas orang yang bukan anak sendiri. e. Hak menjalankan kekuasaan Bapak, menjalankan perwakilan atau pengampuan atas anak sendiri. 45 Yusfar Lubis dkk, Metodologi Dakwah Terhadap Narapidana, Proyek Penerangan Departemen Agama, Jakarta, 1978, h. 13. 35 f. Hak menjalankan pencaharian tertentu. 46 Secara umum warga binaan adalah manusia biasa, seperti kita semua, tetapi tidak dapat menyamakan begitu saja, karena menurut hukum ada karakteristik tertentu yang menyebabkan seseorang disebut warga binaan. Maka dalam membina warga binaan tidak dapat disamakan dengan kebanyakan orang atau warga binaan yang satu dengan yang lain. Pembinaan warga binaan harus menggunakan empat komponen prinsipprinsip pembinaan warga binaan, yaitu sebagai berikut: a. Diri sendiri, yaitu warga binaan itu sendiri. Warga binaan sendiri yang harus melakukan proses pembinaan bagi diri sendiri, agar dapat merubah diri ke arah perubahan yang positif. b. Keluarga, yaitu keluarga harus aktif dalam membina warga binaan. Biasanya keluarga yang harmonis berperan aktif dalam pembinaan warga binaan dan sebaliknyawarga binaan yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis kurang berhasil dalam pembinaan. c. Masyarakat, yaitu selain dukungan dari warga binaan sendiri dan keluarga, masyarakat dimana warga binaan tinggal mempunyai peran dalam membina warga binaan. Masyarakat tidak mengasingkan bekas warga binaan dalam kehidupan sehari-hari. d. Petugas pemerintah dan kelompok masyarakat, yaitu komponen keempat yang ikut serta dalam membina warga binaan sangat dominan sekali dalam menentukan keberhasilan pembinaan warga binaan. Dengan dipakainya sistem pemasyarakatan sebagai metode pembinaan 46 Roeslan Saleh, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta, Aksara baru, 1987), h. 64-65. 36 warga binaan, jelas terjadi perubahan fungsi Rumah Tahanan yang tadinya sebagai tempat pembalasan berganti sebagai tempat pembinaan.47 47 Andi Wijaya Rivai, Pemasyarakatan dalam Dinamika Hukum dan Sosial, (Jakarta: Lembaga Kajian Pemasyarakatan, 2012), cet. ke-2, h. 33. BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH TAHANAN SALEMBA JAKARTA PUSAT A. Letak Geografis Rumah Tahanan Klas I Jakarta Pusat mempunyai kapasitas daya tampung hunian sekitar 862 orang. Rumah Tahanan Jakarta Pusat (Salemba) tepatnya di Jalan Percetakan Negara Nomor 88, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih, Kotamadya Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta. Untuk kategori tahanan yang dapat ditahan di Rumah Tahanan Jakarta Pusat adalah para pelaku kejahatan yang penangkapan berada di 3 (tiga) wilayah yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara dan yang berasal dari Polda Metro Jaya. Letak/lokasi RUTAN Klas I Jakarta Pusat berbatasan dengan: Sebelah Utara : Jalan Percetakan Negara Raya Sebelah Timur : Jalan Percetakan Negara IX Sebelah Selatan : Jalan Percetakan Negara VII Sebelah Barat : Jalan Percetakan Negara VII1 B. Profil dan Sejarah Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Jakarta Pusat (Rutan Salemba) merupakan salah satu unit pelaksanaan teknis pada jajaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI. Rumah Tahanan Kelas I Jakarta Pusat dibangun pada sebidang tanah seluas 42.132m2 pada tahun 1918 oleh pemerintah yang berkuasa pada zaman Hindia Belanda saat itu, dan dikenal oleh masyarakat Jakarta dengan sebutan Penjara Gang Tengah. 1 http://www.metro.polri.go.id/rumah-tahanan, diakses pada tgl. 14 April 2015. 37 38 Sebelum tahun 1945 Penjara Gang Tengah dipergunakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk orang-orang yang melakukan pelanggaran hukum Kolonial Belanda. Setelah tahun 1945, bertepatan dengan kemerdekaan Bangsa Indonesia, maka kepemilikannya diserahkan pada Pemerintah Republik Indonesia, dimana pada waktu itu Lembaga Pemasyarakatan Salemba dipergunakan untuk menampung atau menahan tahanan politik, tahanan sipil, tahanan kejaksaan dan pelaku kejahatan ekonomi (penimbunan kekayaan yang ramai pada saat itu). Dari tahun 1967 sampai dengan tahun 1980 Lembaga Pemasyarakatan Salemba dijadikan Rumah Tahanan Militer (RTM) yang khusus menahan tahanan militer di bawah pimpinan Inrehab Laksusda Jaya. Selanjutnya pada tanggal 4 Februari 1980 Lembaga Pemasyarakatan Salemba, perlengkapan inventaris serta rumah dinas yang dipergunakan oleh Inrehab Laksusda Jaya diserahkan kepada Departemen Kehakiman melalui Kepala Wilayah Direktorat Jendral Pemasyarakatan IV Jakarta Raya dan Kalimantan Barat, Soekiman SH. Penyerahan tersebut berdasarkan surat perintah Panglima Komando Operasi Pemulihan Kesatuan dan Ketertiban tanggal 9 Januari 1980 nomor: Sprin12/Kepkam/1/1980 dan surat pelaksanaan nomor: Sprin/45/KAHDA/1/1980 tanggal 23 Januari 1980.2 Adapun visi, misi, dan tujuan pelaksanaan tugas Rumah Tahanan Klas I Jakarta Pusat adalah sebagai berikut: 1 Visi: Memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dalam hal ini Tahanan dan 2 http://rutan-salemba.tripod.com/sejarah.html, diakses pada tgl. 14 April 2015. 39 Narapidanan sebagai individu, anggota masyarakat, dan makhluk Tuhan YME. 2 Misi: Melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dalam kerangka penegakan hukum, pencegahan, dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia. 3 Tujuan: a. Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh masyarakat dan berperan aktif dalam pembangunan. b. Memberi jaminan perlindungan hak asasi tahanan dalam rangka memperlancar proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.3 C. Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi 1. Struktur Organisasi Rumah Tahanan Negara Jakarta Pusat berkedudukan di kotamadya Jakarta Pusat sebagai wadah perawatan tahanan, merupakan Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan yang berada di bawah tanggung jawab langsung kepada kepala kantor wilayah Departemen Kehakiman DKI Jakarta. Dalam surat keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.04-PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan 3 April 2015. http://www.kumham-jakarta.info/profil/upt/1054-rutan-jakpus, diakses pada tgl. 14 40 Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara pada pasal 22 sampai dengan pasal 26 yang menyatakan bahwa Rumah Tahanan Negara (RUTAN) dipimpin oleh seorang Kepala Rutan yang membawahi : 1 Kasubbag Tata Usaha 2 Kepala Seksi Pelayanan Tahanan 3 Kepala Pengamatan Rutan 4 Kepala Seksi Pengelolaan Yang kemudian terbagi lagi dalam beberapa Sub Seksi dengan bagan sebagai berikut: 41 Tabel 2.1 STRUKTUR ORGANISASI RUMAH TAHANAN KLAS I JAKARTA PUSAT SKEPMEN KEH.RI.M.04.PR.07.03.Tahun 19854 KEPALA RUTAN URUSAN TATA USAHA Seksi Pelayanan Tahanan Kepala Kesatuan Pengamanan Rutan Sub seksi Administrasi & Perawatan Koor. Kam 1 Sub seksi Bimbingan Kegiatan Seksi Pengelolaan Sub seksi Umum Koor. Kam 2 Sub seksi Keuangan & KAP Sub seksi Bantuan Hukum & Penyuluhan 2 Tugas dan Fungsi Rumah Tahanan Negara sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis, merupakan bagian integral dari instansi penegak hukum lainnya (Integrated Criminal Justice System) dalam hubungannya dengan penanganan suatu tindak pidana. 4 Sudirman Has, "Rencana Kerja Penerapan Program Petugas Pelatihan Keterampilan Pada Seksi Pelayanan Tahanan Rutan Jakarta Pusat," (Kertas Kerja Perorangan Rencana Kerja Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta: 1997), h. 9-10. 42 Sebagai bagian dari instansi penegak hukum lainnya (Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan), Rumah Tahanan Negara yang dikenal Rutan, mempunyai fungsi sebagai tempat penahanan bagi tersangka/terdakwa untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dan juga berfungsi sebagai tempat pembinaan bagi terpidana yang sisa pidananya tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan. Sesuai dengan azas praduga tak bersalah yang dianut oleh Hukum Acara Pidana di Indonesia, maka setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya keputusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang pasti/tetap (Inkracht Van Geweijsde). Oleh karena itu perlakuan terhadap para tahanan memerlukan perhatian khusus terutama keadaan fisik dan mental tahanan dan narapidana tersebut agar tetap dalam kondisi prima sebagaimana layaknya manusia ciptaan Tuhan. Guna menyelenggarakan tugas tersebut, Rumah tahanan mempunyai fungsi secara umum sebagai berikut : 1 Melaksanakan pelayanan perawatan tahanan dan narapidana. 2 Melaksanakan pemeliharaan dan pengelolaan. 3 Melaksanakan urusan administrasi dan ketatausahaan. Dari susunan organisasi Rumah tahanan di atas terdapat 3 Seksi yang menunjang pelaksanaan tugas Kepala Rumah tahanan, yakni : 1 Seksi Pelayanan Tahanan yang mempunyai tugas melakukan pelayanan administratif, penyusunan statistik, dokumentasi, bantuan hukum penyuluhan rohani, kegiatan jasmani, bimbingan kegiatan bagi tahanan dan narapidana. 43 2 Kepala Kesatuan Pengamanan mempunyai tugas mengkoordinasikan tugas pengamanan dan ketertiban. Pengaturan jadwal penjagaan, penggunaan peralatan pengamanan, pemeliharaan keamanan hukum, dan tata tertib Rumah tahanan, pemeriksaan serta pengaturan tugas pengawasan. 3 Kepala Seksi Pengelolaan mempunyai tugas mengkoordinasikan pengurus keuangan, perlengkapan, rumah tangga dan kepegawaian termasuk pula dalam hal penyusunan daftar usulan kegiatan (DUK) dan daftar usulan pembangunan (DUP) hingga menjadi dasar penertiban serta perawatan gedung/bangunan.5 5 2015. http://rutan-salemba.tripod.com/tugas_pokok.html, diakses pada tgl. 14 April BAB IV TEMUAN DAN ANALISA A. Deskripsi Subyek Penelitian 1. Deskripsi Subyek Penelitian Sebelumnya pada bab ini penulis memberikan deskripsi subyek penelitian mengenai subyek dalam hal ini narapidana atau warga binaan, yang penulis dapat berdasarkan hasil wawancara, di antaranya : 1) Nama : Rachmad Iswayudi Kasus : Narkoba Agama : Islam Rachmad Iswayudi berasal dari Tangerang, Rachmad anak ke dua dari tiga bersaudara, ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga dan bapak bekerja sebagai pegawai swasta. Yang menyebabkan Rachmad masuk Rumah Tahanan karena kasus narkoba, karena pengaruh dari lingkungan berawal dari coba-coba sampai suatu ketika Rachmad mencoba untuk berjualan barang haram tersebut. Setelah merasa keuntungan dari menjual barang haram tersebut memuaskan lalu Rachmad memutuskan untuk menjadi penjual atau pengedar. Empat bulan waktu berjalan, dan aksi jualan barang haram tersebut di ketahui kepolisian daerah Tangerang, Rachmad pun diringkus dan dimasukan kedalam jeruji besi. Sampai menunggu putusan dari pengadilan, Rachmad masih menjadi tahanan 44 45 Polres Tangerang. Setelah satu bulan menjadi tahanan Polres Tangerang akhirnya kasus Rachmad dipindahkan ke Rumah Tahanan Salemba.1 2) Nama : Achmadi Kasus : Pencurian Agama : Islam Achmadi, berasal dari Mangga Besar, Jakarta Pusat. Achmadi seorang bapak dengan dua anak laki-laki, Achmadi bekerja di sebuah perusahaan jual beli mobil bekas / showroom. Setiap harinya iya habiskan waktu di showroom tempatnya bekerja dengan gaji Rp. 700.000 perbulan, dapat uang tambahan apabila penjualan sedang menigkat. Penyebab Achmadi masuk Rumah Tahanan karena kasus pencurian uang di tempatnya bekerja. Achmadi tidak ada rencana atau niat untuk mencuri uang di showroom tempatnya bekerja, Achmadi kesal karena gaji selama dia bekerja selama dua bulan belum dibayar oleh pemilik showroom. Terdesak oleh kebutuhan keluarga, untuk makan, dan biaya sekolah kedua anaknya terpaksa Achmadi mencuri uang pemilik showroom yang ada di dalam kantor, dan kebetulan brangkas di dalam kantor tidak menggunakan kunci ganda atau kunci pengaman tambahan. Keesokan harinya pemilik showroom masuk ke dalam ruangannya dan kaget karena uangnya di brangkas hilang. Lalu pemilik showroom tersebut melapor ke pihak berwajib, tanpa Achmadi sadari ternyata di 1 Rachmat Iswayudi, Warga Binaan Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 April 2015. 46 dalam kantor pemilik showroom terdapat CCTV. Setelah melihat hasil rekaman CCTV akhirnya Achmadi mengakui kesalahannya.2 3) Nama : Ramadhani Kasus : Narkoba Agama : Islam Ramadhani pemuda asal Sukabumi, sudah lima tahun tinggal di Jakarta, tepatnya di daerah Tanah Abang. Ramadhani tinggal bersama tiga orang teman sekampungnya, tinggal di rumah sewaan Ramadhani dan teman-temannya mencari peruntungan di Kota Jakarta dengan berbekal keahlian yang Ramadhani dan teman-temannya miliki. Seiring berjalannya waktu kedua temannya Ramdhani memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di Sukabumi dan Ramdhani tidak seorang diri di Jakarta, tentunya sudah memiliki teman selama di Jakarta. Pergaulan Ramdhani selama di Jakarta menjadi tidak tearah, perjudian, dan mabuk-mabukan sudah menjadi kegiatan rutin Ramdhani. Ramdhani tertangkap polisi di kediaman temannya, Ramdhani tertangkap pada saat menikmati barang haram sejenis sabu-sabu. Setelah proses pemeriksaan dan terbukti positif menggunakan barang haram tersebut Ramdhani dan teman-temannya dibawa ke kantor polisi, dan hasil putusan sidangnya Ramdhani dilimpahkan berkasnya ke Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat.3 2 Achmadi, Warga Binaan Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 April 2015. 3 Ramadhani, Warga Binaan Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 April 2015. 47 2. Deskripsi Subyek Penelitian (Pembimbing) A. Ustadz. Suthoni Suthoni, pria kelahiran Banten 10 Agustus 1964 ini awalnya sebagai pegawai di kantor Kementrian Agama Republik Indonesia sejak tahun 1991. Pada tahun 2014 Ustadz. Suthoni memutuskan untuk pensiun dari pekerjaannya, beliau menghabiskan waktunya dengan keluarga dan membantu Rumah Tahanan Salemba dalam memberikan pembinaan akhlak para warga binaan. Beliau bukan satu-satunya pembimbing Agama Islam di Rumah Tahanan Salemba, tetapi dalam bimbingan akhlak pihak Rumah Tahanan Salemba memilih Ustadz. Suthoni sebagai pembimbing. Tidak hanya karena memiliki ilmu Agama Islam saja tetapi beliau sering memberikan bimbingan secara tidak formal, diantaranya memberikan waktu khusus untuk warga binaan berkonsultasi seputar permasalahan pribadi atau halhal yang lainnya. Akhirnya penulis menjadikan beliau sebagai subyek dalam penelitian bimbingan akhlak, bukan hanya karena beliau menguasai ilmu Agama Islam saja melainkan beliau mampu dalam menyampaikan pesan-pesannya dengan jelas sehingga para warga binaan dapat menerima dengan baik.4 Permasalahan seperti ini yang menjadikan komunikasi itu penting dalam proses bimbingan akhlak, bukan hanya menguasai materi tetapi harus bagus juga dalam proses penyampainnya. 4 Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 April 2015. 48 B. Pola Komunikasi Pembimbing Agama dan Warga Binaan Dalam Pembinaan Akhlak Pola komunikasi adalah cara terbaik sebagai suatu sistem atau bentuk dalam melakukan pendekatan terhadap seseorang, karena komunikasi yang efektif menuntut rasa saling menghormati, percaya, terbuka dan tanggung jawab.5 Adanya komunikasi yang baik antara pemberi pesan dan penerima pesan kalau terjalin persesuaian di antara keduanya. Saling pengertian dapat terjadi dengan menggunakan bahasa yang baik sehingga pihak yang menerima dapat mengerti apa yang diberikan atau dipesankan, dengan demikian tercipta situasi komunikasi serasi.6 Kegiatan pembinaan akhlak bagi warga binaan yang ada di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat, merupakan salah satu bentuk perhatian dari Negara. Tidak hanya membekali warga binaan dengan berbagai keahlian khusus seperti membuat kesenian dan kerajinan tangan lainnya, tetapi juga memenuhi kebutuhan rohaninya. Pembinaan akhlak menjadi sangat penting, apabila warga binaan telah mampu membedakan mana yang baik atau tidak untuk dilakukan, mengetahui bagaimana Islam mengajarkan untuk senantiasa berharap hanya pada Allah SWT maka dalam keadaan terhimpit sekalipun ia tidak akan melakukan halhal yang seharusnya tidak dilakukan, seperti merampas yang bukan haknya maupun menyakiti orang lain. Menjadi pribadi lebih baik lah yang diharapkan dari hasil proses pembinaan akhlak warga binaan, dengan menyediakan suatu sarana 5 Dr. Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), cet. ke-1, h. 345. 6 H. A. W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002), h.5. 49 keagamaan untuk para warga binaan dalam membantu proses menjadikan manusia yang berakhlak baik. Pembinaan akhlak yang dilakukan oleh pembimbing agama terhadap warga binaan Rumah Tahanan Salemba merupakan salah satu program yang selalu dipertahankan dan diunggulkan di Rumah Tahanan Salemba sehingga hal inilah yang menjadi nilai positif untuk Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat. Dengan adanya program pembinaan akhlak yang ada di Rumah Tahanan Salemba diharapkan dapat memberikan ilmu agama yang nantinya dapat diaplikasikan dalam kehidupannya dan mengajarkan arti pentingnya kehidupan, untuk mencetak masyarakat atau warga yang berakhlakul karimah setelah selesai menjalani masa hukuman. Sehingga citra buruk tentang Rumah Tahanan, dan warga binaan yang selama ini di pandang sebelah mata oleh seluruh masyarakat akan berkurang atau hilang.7 Program pembinaan akhlak yang diterapkan di dalam Rumah Tahanan Salemba sudah cukup lama dan akan terus dipertahankan dilihat dari banyaknya warga binaan yang ada di rumah tahanan Salemba Jakarta Pusat.8 Program pembinaan akhlak ini juga merupakan program yang diunggulkan oleh Lembagalembaga dan Departemen Pemerintahan Republik Indonesia, karena di Rumah Tahanan Salemba ini para warga binaan dibina, diperkenalkan dan diajarkan untuk bagaimana menjadi pribadi yang lebih baik.9 7 Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 April 2015. 8 Ibid. 9 H. M. Samsudi, Pembina Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 9 April 2015. 50 Program pembinaan akhlak mulai diterapkan pertama kali di dalam Rumah Tahanan didirikan sekitar 28 tahun yang lalu dan sejak itu pula proses belajar mengajar dimulai. Seiring berjalannya waktu, mata pelajaran dan materi yang disampaikan terus ditambahkan, tidak hanya pembinaan akhlak saja. Dan berdasarkan hasil pengamatan peneliti program pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba saat ini memberikan manfaat yang sangat penting khususnya bagi para warga binaan Rumah Tahanan Salemba. Dari hasil penelitian ini juga dapat diketahui beberapa pola komunikasi yang dilakukan oleh pembimbing agama di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat, dalam memberikan materi penanaman akhlak bagi warga binaan yaitu dengan komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) dan komunikasi kelompok kecil (small group communication), dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pola Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication) Meskipun komunikasi antara pembimbing dan warga binaan tersebut termasuk komunikasi kelompok kecil, pembimbing agama dapat mengubahnya menjadi komunikasi antarpribadi (Interpersonal) dengan menggunakan metode komunikasi dua arah atau dialog, yakni pembimbing menjadi komunikator dan warga binaan menjadi komunikan. Terjadinya komunikasi dua arah apabila warga binaan bersifat responsif, aktif dan mengetengahkan pendapat atau mengajukan pertanyaan. Pola komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) seperti yang dikemukakan Devito, komunikasi antarpribadi adalah pengiriman pesanpesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok kecil orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.10 10 Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 107. 51 Pentingnya komunikasi antarpribadi karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi yang berlangsung secara dialogis selalu lebih baik dari pada monologis. Monolog menunjukkan suatu bentuk komunikasi di mana seseorang berbicara dan yang lain mendengarkan. Apabila peserta didik pasif atau hanya mendengarkan tanpa adanya tanggapan untuk mengekspresikan pernyataan atau pertanyaan komunikasi tersebut tetap bersifat tatap muka, dan komunikasi tersebut menjadi satu arah dan tidak efektif dalam proses belajar mengajar.11 Dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda. Masing-masing menjadi pembicara dan mendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pengertian bersama. Dalam hal penyampaian materi, komunikasi antarpribadi dinilai paling efektif. Alasannya, karena komunikasi berlangsung secara tatap muka. Misalnya, ketika pembimbing agama menyampaikan pesan, umpan balik (Feedback) berlangsung seketika. Pembimbing agama mengetahui pada saat itu tanggapan peserta didiknya terhadap pesan yang telah disampaikan, ekspresi wajah, dan gaya bicara. Metode komunikasi antarpribadi lebih menekankan pada pendekatan secara psikologis, karena metode ini sangat relevan, dimana pembimbing dapat mengetahui gangguan batin dan tekanan-tekanan yang dialami dan dirasakan oleh setiap warga binaan. Mereka dapat dengan terbuka menceritakan kepada 11 Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 April 2015. 52 pembimbing agama, dengan demikian pembimbing dapat memahami konflik yang sedang mereka rasakan, sehingga pembimbing dapat memberikan solusi dan pencerahan kepada warga binaan tersebut, dan warga binaan pun merasa mendapatkan jalan keluar dari permasalahan yang dirasakannya, karena penyampaian dari pembimbing sesuai dengan masalah yang dihadapinya. a. Pendekatan Komunikasi Antar Pribadi Pendekatan komunikasi antar pribadi sangat perlu diterapkan dalam melakukan bimbingan kepada setiap warga binaan, karena warga binaan yang ada di Rumah Tahanan Salemba adalah orang-orang yang pernah terjerumus atau yang latar belakangnya pernah memiliki akhlak yang tidak baik dan perlu di bina. Karena kalau tidak ada pembinaan akhlak di rumah tahanan Salemba ini sangat dikhawatirkan para napi atau warga binaan ini tidak merubah sifat dan akhlaknya, sesuai dengan motto di Rumah Tahanan Salemba yaitu pembinaan pemasyarakatan, napi atau warga binaan harus dibina agar setelah bebas dari masa hukumannya dapar menjadi manusia yang lebih baik lagi.12 Karena itu, sangat dibutuhkan keahlian dari para pembimbing untuk melakukan pendekatan antarpribadi dengan warga binaan agar mereka dapat lebih memahami keadaan psikologis yang dialami oleh warga binaan sehingga pembimbing dapat ikut merasakan (empathy) dan dapat memberikan dorongan seperti pembinaan akhlak yang baik bagi setiap warga binaan. Pendekatan komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) yang dilakukan oleh Ustadz. Suthoni dengan warga binaan secara tatap muka melalui lisan, komunikasi ini berlangsung dalam proses belajar mengajar di dalam Masjid 12 Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 April 2015. . 53 Rumah Tahanan Salemba, warga binaan yang telah menguasai materi yang diajarkan, kemudian menjelaskan kembali dihadapan pembimbing. Apabila warga binaan mengalami kesulitan atau tidak dapat memahami dalam materi yang telah disampaikan, warga binaan dapat berkonsultasi langsung secara pribadi kepada pembimbing, warga binaan mengungkapkan permasalahan yang dihadapinya kemudian pembimbing memberikan solusinya. Seperti yang dikemukakan R. Wayne Pace bahwa, komunikasi antarpribadi adalah suatu proses komunikasi secara tatap muka yang dilakukan antara dua orang (atau lebih).13 Pentingnya pendekatan komunikasi antarpribadi bagi pembimbing adalah dapat mengetahui secara langsung sifat dan sikap para warga binaan, untuk mengubah sikap, perilaku dan mengajak warga binaan mengeskpresikan perasaannya dengan bebas. Dengan demikian pembimbing dapat mengarahkan kepada warga binaan suatu tujuan yang diinginkan, dan membantu meyakinkan warga binaan karena dalam disetiap waktunya memiliki nilai.14 Komunikasi antarpribadi ini terjadi di dalam maupun di luar proses pengajaran pembinaan akhlak. Dengan bentuk komunikasi ini, hubungan antara pembimbing Ustadz. Suthoni dengan para warga binaan sangat baik, sehingga materi yang diajarkan tersampaikan dengan jelas dan cepat dipahami oleh para warga binaan. Bentuk komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh pembimbing 13 Alvin A. Golberg, Carl E. Larson, Komunikasi Kelompok, (Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1985), h. 31. 14 Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 April 2015. 54 tersebut, sangat membantu warga binaan yang mempunyai kesulitan dalam pemahaman materi dalam proses pembinaan akhlak. b. Tahap-tahap Terjadinya Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication) Sebelum dijelaskan tahapan-tahapan terjadinya komunikasi antarpribadi yang terjalin di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat, akan dijelaskan terlebih dahulu pengertian tahapan-tahapan terjadinya komunikasi antarpribadi. Ada dua tahapan dalam menciptakan hubungan Interpersonal, antara lain: 1. Pembentukan hubungan Interpersonal atau tahap perkenalan, perkenalan adalah proses komunikasi di mana individu mengirimkan (secara sadar) atau menyampaikan (kadang tidak sengaja) informasi tentang struktur dan isi kepribadiannya. 2. Peneguh hubungan Interpersonal, hubungan Interpersonal tidaklah statis, tetapi selalu berubah. Perubahan memerlukan tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor dalam memelihara keseimbangan: a Keakraban, merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan Interpersonal akan terjalin apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan. b Control, berhubungan dengan mengendalikan atau mengawasi setiap kegiatan yang baru akan dimulai sampai selesai. c Respons yang tepat, respons konfirmasi adalah respons yang akan memperteguh hubungan Interpersonal. Contoh respon konfirmasi, pengakuan langsung atau respon setuju dan positif. 55 d Nada emosional yang tepat, yakni bila terjadi emosional, maka berusaha untuk menahannya. Menyamakan suasana perasaan diantara keduanya.15 Berdasarkan penjelasan tahapan di atas, pembimbing agama memiliki peran yang sangat penting dalam terciptanya hubungan komunikasi antarpribadi, karena tujuan dari pembimbing agama tersebut untuk memperbaiki perilaku dan mengkoreksi kesalahan-kesalahan agar mereka terhindar dari rasa frustasi, depresi dan bisa mengintropeksi diri. Faktor penentu keberhasilan hubungan komunikasi antarpribadi tergantung dari keahlian pembimbing dalam proses pendekatan terhadap warga binaan dalam menghadapi karakter dan setiap masalah yang berbeda beda serta segenap kegiatan yang dilaksanakan.16 2. Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group Communication) Komunikasi kelompok yang terjalin didalam Rumah Tahanan Salemba lebih terstruktur di mana para warga binaan lebih cenderung melihat dirinya sebagai kelompok serta mempunyai kesadaran tinggi tentang sasaran bersama. Komunikasi kelompok kecil cenderung dilakukan secara sengaja, terstruktur, dan dalam rung lingkup yang tidak terlalu besar sehingga dalam prosesnya lebih memiliki kualitas. Materi-materi atau pesan-pesan yang digunakan pembimbing agama dalam melakukan pembinaan akhlak dengan pola komunikasi kelompok merupakan pola komunikasi yang sangat penting bagi warga binaan, karena materi bimbingan keagamaan yang diterapkan akan membantu perkembangan rohani setiap warga 15 Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 119. H. M. Samsudi, Pembina Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 9 April 2015. 16 56 binaan. Adapun materi yang diberikan diantaranya : Fiqih ibadah, Tauhid, dan Akhlak.17 1) Fiqih Ibadah : Ilmu yang menerangkan tentang dasar-dasar hukum-hukum syar’i khususnya dalam ibadah seperti shalat, zakat, kurban. Materi-materi yang disampaikan ini untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. 2) Tauhid : Ilmu yang membahas segala kepercayaan yang diambil dari dalildalil keyakinan dan hukum-hukum didalam Islam termasuk hukum mempercayakan Allah SWT itu esa. Sebagai pengenalan kepada warga binaan terhadap ajaran-ajaran Allah SWT dan untuk mempertebal keimanan mereka. 3) Akhlak : Ilmu yang membahas tentang suatu tingkah laku, tingkah laku yang dilakukan secara berulang-ulang, tingkah laku yang diajarkan adalah tingkah laku dalam melakukan perbuatan baik atau terpuji, pembimbing mengartikan ilmu akhlak sebagai studi sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, dan buruk setiap warga binaan, dan materi akhlak yang disampaikan pembimbing bertujuan untuk membina para warga binaan agar mempunyai budi pekerti dan berprilaku baik setelah keluar dari Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat.18 Materi-materi ini dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai agama kepada warga binaan, memberikan pengertian tentang agama Islam yang benar, menanamkan akhlak mulia, fokus dan sungguh-sungguh dalam beribadah, serta menanamkan rasa percaya diri. 17 H. M. Samsudi, Pembina Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 9 April 2015. 18 Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 April 2015. 57 Dari hasil penelitian terdapat beberapa teknik komunikasi kelompok dalam penyampaian materi yang dilakukan di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat, antara lain adalah: a. Ceramah Agama Ceramah agama dilakukan pembimbing dengan tujuan memberikan siraman rohani dan juga nasehat-nasehat keagamaan untuk warga binaan. Bimbingan keagamaan ini dilakukan oleh pembimbing dari luar dan dalam Rumah Tahanan secara bergiliran sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. b. Dialog atau Tanya Jawab Metode dialog atau tanya jawab ini merupakan tindakan lanjutan dari metode ceramah, ini dilaksanakan setiap pembimbing memberikan penjelasan terhadap materi yang disampaikan, kemudian warga binaan diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai materi yang telah disampaikan yang mereka anggap kurang jelas dan sulit untuk dipahami. Ataupun sebaliknya pembimbing memberikan pertanyaan kepada warga binaan seputar materi yang telah dijelaskan sebelumnya, dan mereka dapat menjawab tanpa rasa malu dan takut akan salah dari jawaban yang dilontarkan. Cara ini dapat menjadi stimulus dan melatih mental mereka untuk berani berbicara dan mengungkapkan pendapat didepan orang banyak. c. Diskusi Metode pembelajaran ini adalah metode bertukar informasi, pendapat, dan pengalaman, dengan tujuan untuk mendapatkan pengertian bersama, 58 untuk mencari jawaban-jawaban dalam hal ini metode diskusi dilakukan untuk memecahkan permasalahan dan pertanyaan yang muncul disetiap ceramah agama / dakwah yang telah diberikan pembimbing.19 Dalam tekhnik komunikasi ini pembimbing agama menggunakan pola komunikasi kelompok kecil, yaitu komunikasi yang dilakukan dalam ruang lingkup yang kecill, karena dalam setiap penyampaiannya pembimbing berharap semua warga binaan yang hadir dapat mengerti dengan jelas apa yang telah pembimbing agama utarakan atau sampaikan. Disamping itu, para warga binaan diberikan kesempatan bertanya, karna memang dalam konteksnya dari semua yang disampaikan pembimbing agama bertujuan agar para warga binaan memahami dengan benar dan jelas, apabila ada kesulitan dalam pemahamannya bisa langsung ditanyakan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ustadz. Suthoni, beliau mengatakan “bahwa dengan adanya program pembinaan akhlak ini diharapkan bisa membantu para warga binaan yang ada di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat dapat mengembalikan harga diri dan mental warga binaan, karena setelah mereka merasa tertekan akibat hukuman yang mereka terima atau perbuatan yang telah mereka lakukan, sehingga citra buruk tentang Rumah Tahanan (Rutan), dan narapidana (warga binaan) yang selama ini di pandang sebelah mata oleh seluruh masyarakat akan berkurang atau hilang.20 19 Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 April 2015. 20 Ibid. 59 3. Analisis Proses Interaksi Pada analisis proses interaksi yang dikemukan oleh Robert Bales terdapat dua point penting yang harus dijawab: pertama, bagaimana pesan itu membentuk peran dan keperibadian anggota kelompok dan kedua bagaimana pesan tersebut mempengaruhi karakter atau sifat kelompok secara keseluruhan. Hal ini dapat diketahui dengan membedan enam kategori dalam analisi proses interaksi.21 Menurut Bales, analisis proses interaksi terdiri atas enam kategori yaitu: a. Masing-masing anggota kelompok tidak saling memberikan cukup informasi, maka kelompok bersangkutan akan mengalami “masalah komunikasi”. Menyimpulkan dari pernyataan Bales, dari hasil wawancara dengan Ustadz. Suthoni, dalam proses belajar yang berlangsung di dalam Rumah Tahanan Salemba, sama dengan proses belajar mengajar di pesantren-pesantren atau sekolah pada umunya, seperti mencatat, tanya jawab, dan pembelajaran dengan cara berkelompok.22 Setiap warga binaan, diberikan kesempatan berdiskusi untuk saling memberikan informasi atau bertukar informasi, dalam konteks ini warga binaan harus aktif berdikusi bukan hanya kepada pembimbing agama saja, melainkan kepada warga binaan lainnya agar kesulitan yang dihadapi dalam belajar pembinaan akhlak terselesaikan. b. Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling memberikan pendapat maka kelompok bersangkutan akan mengalami “masalah 21 Morissan, Teori Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), cet. ke- 1, h. 335. 22 Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 April 2015. 60 evaluasi”. Yang dimaksud masalah evaluasi disini adalah masalah dalam memperbaiki atau mengkoreksi dari yang awalnya salah menjadi benar, buruk menjadi baik. Yang menjadi latar belakangnya adalah membina akhlak agar para warga binaan dapat berubah menjadi lebih baik setelah menjalani masa hukuman, dan tidak mengulangi kesalahan atau perbuatan-perbuatan tercela yang sebelumnya pernah mereka lakukan sebelum belajar akhlak.23 Dengan adanya pembinaan akhlak ini diharapkan warga binaan dapat sadar dengan kesalahan yang telah mereka lakukan dan bisa merubah akhlak atau tingkah lakunya menjadi pribadi yang lebih baik lagi dikemudian hari nanti setelah mereka selesai menjalani masa hukuman. c. Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling bertanya dan memberikan saran, maka kelompok akan mengalami “masalah pengawasan”. Berhubungan dengan permasalahan yang ada di Rumah Tahanan Salemba, Pengawasan sangat penting sekali karena warga binaan yang ada di Rumah Tahanan Salemba adalah orang-orang yang pernah terjerumus atau yang latar belakangnya memiliki akhlak yang tidak baik dan perlu di bina. Karena kalau tidak ada pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba ini sangat dikhawatirkan para warga binaan ini tidak merubah sifat dan akhlaknya, sesuai dengan motto di Rumah Tahanan Salemba yaitu pembinaan pemasyarakatan. Maka dari itu warga binaan harus dibina agar setelah bebas dari masa 23 Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 April 2015. 61 hukumannya dapar menjadi manusia yang lebih baik lagi.24 Dengan adanya pengawasan dari pembimbing agama diharapkan proses pembinaan akhlak dapat berjalan dengan lancar dan dapat mencapai tujuan dari Rumah Tahanan Salemba untuk menjadikan warga binaan menjadi manusia yang lebih baik lagi. d. Jika masing-masing kelompok tidak bisa mencapai kesepakatan maka mereka akan mendapatkan “masalah keputusan”. Dalam suatu kelompok seringnya mengalami masalah dalam mencapai kesepakatan, untuk mencairkan suasana seperti itu pembimbing menjadi penengah atau pemberi keputusan yang adil sampai menjadi suatu keputusan yang dapat diterima oleh warga binaan tanpa memihak atau merugikan salah satu warga binaan dalam kelompok tersebut. e. Jika tidak terdapat cukup dramatisasi maka akan muncul "masalah ketegangan". Dramatisasi disini berarti melepas ketegangan dengan cara menyampaikan cerita dan membagi pengalaman dengan orang lain atau anggota kelompok. Bentuk komunikasi ini dinilai sangat penting dan efektif di dalam Rumah Tahanan Salemba, karena untuk mengurangi ketegangan antar para warga binaan dan juga mempengaruhi kualitas komunikasi para warga binaan secara umum di luar dari proses belajar pembinaan akhlak. f. Jika anggota kelompok tidak ramah dan bersahabat maka akan terdapat “masalah reitegrasi”. Masalah reitegrasi disini adalah memperbaiki tingkah laku yang kurang baik menjadi lebih baik lagi dengan 24 Ustadz. Suthoni, Pembimbing Rumah Tahanan Salemba, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 April 2015. 62 memberikan pembinaan akhlak bagi semua warga binaan. Dengan adanya pembinaan akhlak bagi setiap warga binaan dirasakan betul manfaatnya bagi Rahmadhani yang mengatakan “Manfaatnya banyak untuk saya sendiri, akhlak kita itu bisa berubah 180 derajat berubah total dari yang sifat kita diluar buruk setelah dapat pembinaan akhlak disini jadi berubah”.25 Dengan begitu setiap warga binaan yang nantinya keluar dari Rumah Tahanan dapat kembali kemasyarakat dengan memiliki akhlak yang lebih baik. Pada table I halaman 25 mengenai kategori analisis proses interaksi bahwa terdapat keterkaitan antara kategori-kategori yang dikemukakan. Analisis proses interaksi tersebut harus dapat berjalan dengan baik agar tidak terjadi masalah komunikasi, masalah evaluasi, masalah pengawasan, masalah keputusan, masalah ketegangan dan masalah reintegrasi. Ketika tidak terdapat permasalahan maka point yang dipertanyakan oleh Bales mengenai bagaimana pesan-pesan itu membentuk peran dan kepribadian anggota kelompok dapat terjawab. Dalam teorinya Bales Analisis Proses Interaksi menjelaskan jenis-jenis pesan yang saling dipertukarkan orang dalam kelompok, bagaimana pesan itu membentuk peran dan kepribadian anggota kelompok. Begitu pula yang terjadi dalam proses pembelajaran pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba, dalam setiap kelompok yang tergabung dalam proses belajar mengajar para warga binaan bebas mengutarakan pendapat, memberikan informasi-informasi yang mereka ketahui diluar dari materi yang pernah disampaikan, yang mana artinya mereka 25 Ramadhani, Warga Binaan Rumah Tahanan Salemba, Wawancara pribadi, Jakarta, 15 April 2015. 63 menerapkan dalam kehidupan sehari-hari serta dapat membentuk pola pikir dan perilaku yang lebih baik agar dapat kembali hidup bermasyarakat. B. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat. Dalam proses pembinaan akhlak bagi warga binaan di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat tidak terlepas dari faktor pendukung dan penghambat. 1. Faktor Pendukung Dalam pelaksanaannya pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba perlu sesuatu yang mendukung untuk lancarnya proses pembinaan akhlak, seperti pembimbing agama, fasilitas, media untuk, dan berkomunikasi, waktu. a. Pembimbing Agama Salah satu yang paling terpenting dalam pembinaan akhlak adalah seorang pembimbing, seseorang dapat dikatakan pembimbing karena dinilai pantas dalam melakukan tugasnya yaitu membimbing. Pembimbing agama yang pandai dan mampu menguasai pengetahuan tentang agama sangat berpengaruh terhadap perkembangan orang yang dibimbingnya. Dalam hal ini pembimbing agama di Rumah Tahanan Salemba memiliki tanggung jawab yang besar, selain memberikan pesan-pesan, dan materi pembelajaran pembimbing agama harus pandai dalam berkomunikasi, terlebih lagi orang yang dibimbing adalah warga binaan, akan menjadi sangat berpengaruh ketika pesan yang disampaikan pembimbing dapat diterima dengan baik dan diaplikasikan oleh para warga binaan. Dengan kata lain mampu atau 64 tidakkah pembimbing agama dalam melakukan tugasnya yaitu membimbing. Rumah Tahanan Salemba menjadi tempat para warga binaan belajar mengenal lebih jauh tentang agama, khususnya agama Islam. Salah satu materi pembelajaran yang diberikan adalah tentang akhlak yaitu agama Islam pembinaan akhlak, pembimbing agama harus memiliki cara khusus dalam setiap prosesnya pembinaan akhlaknya agar warga binaan dapat dengan mudah memahami materi akhlak yang disampaikan oleh pembimbing agama. Pembinaan ini dilakukan menggunakan pola komunikasi antar pribadi dan pola komunikasi kelompok, hal ini dilakukan untuk mempermudah penyampaian materi-materi atau gagasan-gagasan tentang pembinaan akhlak agar dapat lebih muah dimengerti oleh setiap warga binaan. Hal ini juga mendapatkan respon positif dari setiap warga binaan, menurut Rachmad Iswayudi ”pembinaan akhlak yang dilakukan pembimbing agama sangat bagus terutama untuk kita, jadi menambah wawasan tentang akhlak, dan cara penyampaiannya juga cukup jelas”.26 Menurut Achmadi pembinaan akhlak yang dilakukan pembimbing agama disini “Alhamdulillah, pertama saya dengan adanya pembinaan akhlak ini saya menjadi berubah, shalat rajin alhamdulillah, mengikuti pengajian majlis ta'lim, alhamdulillah jadi bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan untuk membuktikan bahwa saya berjanji oleh orang 26 Rachmad Iswayudi, Warga Binaan Rumah Tahanan Salemba, Wawancara pribadi, Jakarta, 15 April 2015. 65 tua saya, InsyaAllah saya akan berubah.”.27 Hal yang senada juga disampaikan oleh Ramadhani yang mengatakan “dengan adanya pembinaan akhlak yang dilakukan oleh pembimbing agama di rumah tahanan, banyak warga binaan yang menjadi Ustadz dadakan walaupun pendidikan akhlak disini hanya dilakukan selama 3 bulan saja”.28 Berdasarkan hal ini dapat dikatakan kualitas pembimbing agama yang ada di rumah tahanan Salemba sangat kompeten dalam mengajar pembinaan akhlak, dilihat dari metode serta pola komunikasi yang dilakukan, sehingga pengajar mampu memahami situasi dan kondisi para warga binaan tersebut dan dapat memberikan solusi dari permasalahan yang dialami oleh para warga binaan melalui nasihat serta rujukan dari Al quran dan Hadist. b. Media Media yang digunakan pembimbing agama dalam memberikan pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat dengan memanfaatkan media yang telah di prasaranai, seperti papan tulis dan speaker atau pengeras suara. Media ini digunakan pula dibeberapa kegiatan keagamaan di Rumah Tahanan Salemba, karena dinilai sebagai media yang paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan atau ceramah di hadapan para warga binaan. 27 Achmadi, Warga Binaan Rumah Tahanan Salemba, Wawancara pribadi, Jakarta, 15 April 2015. 28 Ramadhani, Warga Binaan Rumah Tahanan Salemba, Wawancara pribadi, Jakarta, 15 April 2015. 66 d. Fasilitas di dalam Ruman Tahanan Salemba Fasilitas merupakan sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi agar mendapat kemudahan. Rumah tahanan salemba memfasilitasi beberapa fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh para warga binaan, fasilitasfasilitas yang disediakan merupakan sarana-saran untuk mengisi waktu kosong para warga binaan. Fasilitas yang disediakan oleh pemerintah merupakan salah satu pelayanan Rumah Tahanan untuk memberi kesempatan kepada warga binaan yang sedang dalam masa hukuman untuk merubah sikapnya. Fasilitas-fasilitas yang ada didalam Rumah Tahanan seperti, lapangan olahraga, klinik kesehatan, dapur, perpustakaan, masjid, dan tempat ibadah lainnya. Dalam hal ini, sesuai dengan penelitian yang peneliti amati perpustakaan Rumah Tahanan Salemba memiliki banyak koleksi buku-buku yang mempelajari tentang agama Islam, dan didalam perpustakaan warga binaan diberi kebebasan membaca dan belajar, perpustakaan merupakan salah satu fasilitas umum yang dimiliki oleh Rumah Tahanan Salemba. Fasilitas umum lainnya yang dapat digunakan bagi warga binaan yang beragama Islam adalah masjid, selain tempat untuk beribadah, masjid didalam Rumah Tahanan Salemba juga dipergunakan untuk mengaji dan tempat pembinaan akhlak warga binaan yang beragama Islam. e. Waktu dan Jadwal kegiatan pembinaan Akhlak Di dalam Rumah Tahanan Salemba terdapat beberapa kegiatan Islami yang dapat diikuti oleh warga binaan yang beragama Islam, seperti kegiatan belajar mengaji yang dimulai dari hari senin-kamis, sabtu dan 67 minggu, sedangkan pada hari jum'at diisi dengan kegiatan pembinaan akhlak. Waktu yang diberikan dalam kegiatan pembinaan akhlak menurut santri atau warga binaan dirasa sangat cukup, karena memang dalam prosesnya pembinaan akhlak harus memiliki waktu tersendiri, terlebih lagi warga binaan yang mengikuti kegiatan pembinaan akhlak ini merasa sangat terbantu dengan adanya kegiatan ini, selain menambah ilmu, mereka juga memiliki hal positif yang dapat mereka terima selama dalam masa tahanan, hal ini juga bisa menjadi bekal mereka untuk kembali bermasyarakat setelah nantinya mereka terbebas dari masa hukuman di rumah tahanan Salemba. Kegiatan pembinaan akhlak juga dirasa sangat membantu mereka dalam memahami akan kesalahan yang sudah mereka lakukan di masa lalu, sehingga mereka tidak akan melakukan lagi kesalahan yang sama di masa yang akan datang. 2. Faktor Penghambat a. Kurangnya Tenaga Pembimbing Masih kurangnya tenaga pembimbing yang ada di Rumah Tahanan Salemba, akan menjadi penghambat dalam pembimbingan akhlak, Pembimbing yang ada jumlahnya sangat terbatas dikarenakan para pembimbing memiliki kesibukan lain di luar dari proses membimbing di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat. Oleh sebab itu sangat dibutuhkan bantuan dari sukarelawan-sukarelawan yang mau membantu pembinaan akhlak bagi warga binaan sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan semestinya dan warga 68 binaan pun dapat secara efektif menerima pembinaan, sehingga apa yang disampaikan dapat dipraktekkan secara Istiqomah dan menjadi bekal yang sangat baik bagi mereka selama mereka berada dalam masa tahanan. Hal ini juga diharapkan dapat menjadikan image Rumah Tahanan yang dipandang menyeramkan, bisa menjadi tempat yang baik bagi para warga binaan untuk mendapatkan ilmu baru yang mereka tidak dapatkan di luar sana. b. Faktor Individu Setiap warga binaan dapat mejadi hambatan dalam membangun akhlak yang baik bagi setiap warga binaan, hal ini disebabkan oleh latar belakang sosial maupun pendidikan warga binaan yang beragam, hal ini dapat mengakibatkan materi yang disampaikan pembimbing terkadang kurang dipahami oleh sebagaian warga binaan, karena pembagian materi dilaksanakan dengan cara “pukul rata” kepada semua warga binaan di lembaga pemasyarakatan. Diharapkan materi yang disampaikan dapat disesuaikan dengan masing masing warga binaan sehingga warga binaan dapat dengan baik menerima bimbingan dari masing masing pembimbing, agar para warga binaan memahami secara menyeluruh akan materi yang disampaikan, dan semua yang tersampaikan dapat diimplementasikan secara utuh, baik selama mereka berada di dalam Rumah Tahanan, maupun pada saat mereka sudah kembali bermasyarakat. 69 c. Sikap Kurang Istiqomah Sikap kurang Istiqomah atau kurangnya niat dari warga binaan dalam mengikuti kegiatan pembinaan juga dapat menghambat proses kegiatan pembinaan akhlak, yang mana warga binaan yang niatnya belum bulat semata mata hanya ingin dilihat dan mendapatkan simpati dari pembimbing maupun penjaga Rumah Tahanan Salemba. Dari sikap yang kurang Istiqomah itulah yang menjadikan ketaatan mereka berkurang, masih berpaling dari ajaran-ajaran Islam, karena Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan kepada Allah SWT lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya. Dengan sikap Istiqomah ini, diharapkan para warga binaan menjadi semakin memahami akan ajaran ajaran Islam, sehingga mereka dapat dengan baik memahami apa yang baik dan apa yang buruk, dan dengan pengetahuan Islam ini pula, nantinya diharapkan para warga binaan menjadi lebih percaya diri dan memiliki bekal saat mereka akan kembali menjadi manusia yang dapat diterima oleh masyarakat luas, serta dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka untuk kembali menjadi masyarakat yang dapat berbakti bagi nusa, bangsa dan Agama, apa yang mereka pelajari dan praktikan selama dalam masa binaan dapat disampaikan kepada orang lain, sehingga ilmu yang diterima dapat diteruskan dan diamalkan, tidak hanya mereka yang pernah dibina di Rumah Tahanan Salemba tapi juga bagi masyarakat luas. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hasil temuan dan analisis penelitian menunjukan bahwa, pola komunikasi yang di gunakan oleh pembimbing agama dalam pembinaan akhlak warga binaan di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat ialah pola komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok. Seperti yang diketahui bahwa komunikasi anatarpribadi ialah suatu proses komunikasi secara tatap muka yang dilakukan antar dua orang (atau lebih). Hal ini diperkuat dengan temuan di lapangan, Ustadz Suthoni terbuka terhadap warga binaan yang ingin berdiskusi di luar waktu dan kelompok pembinaan. Karena tidak sedikit warga binaan mau secara terbuka membagi permasalahn mereka di kelompok pembinaan akhlak. Selain komunikasi antar pribadi salah satu pola yang digunakan dan turut menunjang keberhasilan pembinaan ialah komunikasi kelompok kecil, secara singkat komunikasi kelompok diartikan sebagai komunikasi sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua. Komunikasi kelompok kecil inilah yang membangun pembinaan akhlak bersama-sama, tidak hanya pembimbing yang memiliki kewajiban membangunnya, keikut sertaan warga binaan dengan aktif didalamnya, seperti berdiskusi, tanya jawab, dan hal lainnya dapat menjadikan komunikasi kelompok kecil lebih hidup. Hal ini juga erat kaitannya dengan teori analsis proses interaksi milik Robert Bales, menyusun teori mengenai kelompok kecil untuk menjelaskan jenis pesan yang saling dipertukarkan, bagaimana pesanpesan itu membentuk peran dan keperibadian anggota kelompok, dan bagaimana pesan tersebut mempengaruhi karakter atau sifat kelompok secara keseluruhan. 70 71 Pembinaan akhlak ini mampu mempengaruhi warga binaan menjadi peribadi yang lebih baik berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan. Dengan demikian teori analisi proses interaksi dari Robert Bales terbukti pada penelitian yang peneliti lakukan, bagaiman jenis pesan atau kamunikasi yang digunakan mampu mengubah karakter maupun sifat dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Temuan lainnya yang menjadi pertanyaan penelitian adalah faktor pendukung dan penghambat. Terdapat beberapa faktor pendukung, pertama ialah tenaga pembimbing. Kedua, fasilitas di dalam Rumah Tahanan Salemba, dan ketiga kemauan warga binaan untuk ikut serta dalam pembinaan akhlak. Kurangnya tenaga pembimbing dan faktor individu menjadi penghambat dari pembinaan akhlak. Selain itu hambatan lainnya adalah masalah waktu, karena waktu yang diberikan dalam setiap pertemuan hanya 1 – 1,5 jam dan tidak seimbang dengan waktu yang para warga binaan gunakan selama berada di dalam kamar/balik jeruji besi. Namun dengan terbatasnya waktu yang diberikan pembimbing dan para warga binaan memanfaatkannya dengan baik 1. Pola Komunikasi Untuk mencapai keberhasilan itu semua, seorang pembimbing agama yaitu Bpk. Ust. Suthoni beliau menggunakan banyak pendekatan dan cara berkomunikasi yang baik. Melihat dari sisi para warga binaan yang mana mereka adalah masyarakat sipil yang sedang menjalani masa hukuman. Komunikasi kelompok bersifat formal, dalam arti pelaksanaannya direncanakan terlebih dahulu, sesuai dengan komponen-komponennya dan 72 materi-materi yang digunakan pembimbing dalam melakukan pembinaan akhlak dengan pola komunikasi kelompok merupakan sesuatu yang sangat penting bagi warga binaan, karena materi bimbingan yang diterapkan akan membantu perkembangan rohani setiap warga binaan. Adapun materi yang diberikan diantaranya : Fiqih ibadah, Tauhid, Akhlak. Komunikasi antarpribadi adalah pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok kecil orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis. Sikap dialogis itu ditujukan melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik yang langsung. Jadi komunikator mengetahui dengan pasti apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif atau negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan memberi kesempatan seluasluasnya kepada komunikan untuk bertanya secara langsung. 2. Faktor Pendukung, dan Penghambat Faktor utama diterapkannya pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba yaitu untuk memulihkan kesatuan hubungan hidup, Adapun dalam penerapan pembinaan akhlak yang terjadi di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat tersebut, terdapat beberapa faktor pendukung dalam pembinaan akhlak diantaranya yaitu pembimbing agama, tingkat kesadaran warga binaan yang ingin berubah menjadi lebih baik, dan juga fasilitasfasilitas yang terdapat di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat cukup mendukung. 73 Hambatan yang ditemui dalam pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat adalah masalah waktu, karena waktu yang diberikan dalam setiap pertemuan hanya 1 – 1,5 jam dan tidak seimbang dengan waktu yang para warga binaan gunakan selama berada di dalam kamar/balik jeruji besi. Namun dengan terbatasnya waktu yang diberikan pembimbing dan para warga binaan memanfaatkannya dengan baik. B. Saran 1. Saran Akademis Bagi para peneliti yang bermaksud ingin melakukan sebuah penelitian dengan mengangkat pembahasan pola komunikasi, disarankan dapat meneruskan penelitian ini dengan membahas tentang efektifitas pola komunikasi di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat ataupun lembaga permasyarakat terkait lainnya, karena masih banyak hal-hal positif yang perlu diperhatikan dan dapat dijadikan karya tulis baik dari sisi kegiatan sehari-hari maupun kegiatan-kegiatan keagamaan. Semoga karya tulis yang telah dibuat dapat merubah pandangan dan penilaian masyarakat umum terhadap warga binaan rumah dan dapat mengambil hal-hal positif. 2. Saran Praktis Bagi Rumah Tahanan hendaknya selalu berusaha menjadikan Rumah Tahanan sebagai wadah atau tempat para warga binaan untuk mendapatkan pembinaan agama dan menanamkan kembali pendidikan kewarganegaraan, dalam arti menunjukkan kembali pengamalan ajaran-ajaran secara nyata. 74 Menambah tenaga pembimbing untuk membimbing warga binaan, karena jumlah pembimbing yang ada tidak sebanding dengan jumlah warga binaan. Bagi pembimbing agama disarankan memilik pengabdian dan rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap pertumbuhan dan perkembangan moral para warga binaan, serta senantiasa memberikan teladan yang baik kepada para warga binaan, sehingg dapat dicontoh dan diteladani oleh para warga binaan. DAFTAR PUSTAKA A. Buku A. Partanto, Puis dan Al Barry M. Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Jakarta : Arloka, 1994 Amin, M. Mansyhur, Dakwah Islam dan Pesan Moral, Yogyakarta: Al Amin Press, 1997. Ancok, Djamaludin dan Soroso, Fuad Nasori, Psikologi Islam atas Problemproblem Psikolog, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995. Arif Anwar, Ilmu Komunikasi (Sebagai Pengantar Ringkas), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995. AS, Asmaran, Pengarah Studi Akhlak, CV. Rajawali. Jakarta, 1992. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996. Effendy, Onong Uchjana, Spektrum Komunikasi, Bandung: Bandar Maju, 1992. Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komuniasi Teori dan Praktek, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007 Effendy, Onong Uchjana, Dimensi-Dimensi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007. Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2001. Effendy, Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992. Emzir., Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data , Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012. Faqih, Aunur Rohim, Bimbingan dan Konseling Islam, Yogyakarta UI Press, 2001. Golberg A. Alvin, Larson E. Carl, Komunikasi Kelompok, Jakarta: Universitas Indonesia, 1985. Has, Sudirman, Rencana Kerja Penerapan Program Petugas Pelatihan Keterampilan Pada Seksi Pelayanan Tahanan Rutan Jakarta Pusat, Kertas Kerja Perorangan Rencana Kerja Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta: 1997. Hidayat, Dedy N., Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik Klasik, Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI, 2003. Liliweri, Alo, Komunikasi Antarpribadi, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997. Lubis Yusfar dkk, Metodologi Dakwah Terhadap Narapidana, Jakarta: Proyek Penerangan Departemen Agama, 1978. Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012 Morissan, Teori Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013. Muhammad Arni, Komunikasi Organisasi, Jakarta : PT Bumi Aksara,2009. Muis. A., Komunikasi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001. Mulyana Deddy, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010. Nata, Abuddin., Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009. Nasuhi, Hamid, dkk., “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, danDisertasi)” Jakarta: CeQda, 2007. Proyek Penerangan Bimbingan Khutbah Dakwah Agama, Pembinaan Rohani Pada Dharma Wanita, Jakarta: Departemen Agama, 1984. Puspito, Hendro, Sosiologi Agama, Yogyakarta: BPK Gunung Mulia, 1996. Rahim, Abdur, Pengaruh Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlak Siswa MTS Sunan Ampel Pasuruan, Skripsi S1 Fakultas Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Shalahuddin Pasuruan, 2007. Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi; Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004. Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Rivai Andi Wijaya, Pemasyarakatan Dalam Dinamika Hukum dan Sosial, Jakarta: Lembaga Kajian Pemasyarakatan, 2012. Robbins G. James, Komunikasi yang Efektif, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995. Romly, A.M., Penyuluhan Agama Menghadapi Tantangan Baru, Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 1992 Rosyidi Lathief T. A, Dasar-dasar Rethorika Komunikasi dan Informasi, Medan 1985. Roudhonah, Ilmu Komunikasi, Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007. Saleh Roeslan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Aksara Baru, 1987. Salim, Agus, MS, Teori & Paradigma Penelitian Sosial, Yogyakarta: 2006. Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur'an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992. Soedarsono, Kamus Hukum, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992. Sukardi, Dewa Ketut, Pengantar Pelaksana Program Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000. Usman Husaini, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006. Widjaya, H.A.W., Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Jakarta: PT : Rineka Cipta, 2000. Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasavina, 2004. Yin, Robert K., Studi Kasus Desain dan Metode. Penerjemah: M. Djauzi Mudzakir, Jakarta: Rajawali Pers, 2012. B. Internet http://www.metro.polri.go.id/rumah-tahanan, diakses pada tgl. 14 April 2015. http://rutan-salemba.tripod.com/sejarah.html, diakses pada tgl. 14 April 2015. http://www.kumham-jakarta.info/profil/upt/1054-rutan-jakpus, diakses pada tgl. 14 April 2015. Ma'arif, Zainal, Pembinaan Akhlak Remaja, diakses pada tanggal 14 April 2015 dari http://www.binailmu.multiply.com/2011/0501/p02s06-mu.html. LAMPIRAN Bersama petugas sekaligus pembina di Masjid At-Tawwabien Rutan Salemba Jakarta Pusat Bpk. H. M. Samsudi, SH. Membicarakan tentang cara dan peraturan yang berlaku di Rumah Tahanan Salemba dalam melakukan penelitian. Wawancara Bersama pembimbing agama Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat, Ust. Suthoni. Beliau salah satu pembimbing pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba LAMPIRAN Wawancara bersama warga binaan Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat, wawancara sebelum kegiatan belajar mengaji dan pembinaan akhlak dimulai. Saat belangsungnya Kegiatan pembinaan akhlak oleh Ust. Suthoni sebagai pembimbing pembinaan akhlak di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat. LAMPIRAN Kegiatan belajar kelompok warga binaan pada saat membahas materi pembinaan akhlak. Belajar dengan cara berdiskusi dan membuat suatu kelompok, membahas tentang materi yang diberikan oleh pembimbinhg dan menejelaskan kembali dihadapan kelompok kelompok lainnya tentang pesan atau materi yang sedang dibahas. Situasi saat akan mempresentasikan hasil diskusi perkelompok, di akhiri dengan sesi tanya jawab, sharing, dan pembimbing agama menjelaskan kembali tetang materi yang telah disampaikan apabila terdapat kekeliruan. HASIL WAWANCARA Hari/Tanggal : Rabu, 15 April 2015 Tempat : Masjid At-Tawwabien Rutan Klas I Jakarta Pusat Terwawancara : Ust. Suthoni Pewawancara : Surya Wiratama 1 Apa yang melatar belakangi program pembinaan akhlak di Rutan Salemba Jakarta Pusat? Yang menjadi latar belakangnya adalah membina akhlak agar para napi atau warga binaan dapat berubah menjadi lebih baik setelah menjalani masa hukuman, dan tidak mengulangi kesalahan atau perbuatan-perbuatan tercela yang sebelumnya pernah mereka lakukan sebelum belajar akhlah. 2 Sejak kapan program pembinaan akhlak di Rutan Salemba diterapkan? Program pembinaan akhlak di Rutan Salemba diterapkan sudah lama, sekarang ini sudah memasuki angkatan tiga puluh dua. 3 Pola komunikasi seperti apa yang bapak/ibu gunakan dalam pembinaan akhlak ini? Dengan proses belajar mengajar di pesantren-pesantren atau sekolah pada umunya, seperti mencatat, tanya jawab, dan pembelajaran dengan cara berkelompok. 4 Seberapa pentingkah program pembinaan akhlak di Rutan Salemba? Sangat penting sekali, karena warga binaan yang ada di Rutan Salemba adalah orang-orang yang pernah terjerumus atau yang latar belakangnya pernah memiliki akhlak yang tidak baik dan perlu di bina. Karena kalau sampai tidak ada pembinaan akhlak di Rutan Salemba ini sangat dikhawatirkan para napi atau warga binaan ini tidak merubah sifat dan akhlaknya, sesuai dengan motto di Rutan Salemba yaitu pembinaan pemasyarakatan jadi napi atau warga binaan harus dibina agar setelah bebas dari masa hukumannya dapar menjadi manusia yang lebih baik lagi. 5 Apa faktor pendukung diterapkannya pembinaan akhlak ini? Faktor pendukung khususnya di Rutan Salemba itu dari tempat untuk belajar menggunakan fasilitas masjid di dalam Rutan, dan Alhamdulillah para warga binaan yang ingin belajar tentang akhlak cukup bersemangat karena memang dari keinginan dan hati para warga binaan itu sendiri. 6 Apakah ada hambatan yang bapak/ibu temukan dalam pembinaan akhlak? dan bagaimana solusinya? Alhamdulillah tidak ada hambatan, karena mereka para warga binaan ingin belajar dengan keikhlasan hati tanpa ada paksaan jadi tidak menjadi hambatan dalam proses belajar atau penyampaian materi pembinaan akhlak. 7 Seperti apa cara berkomunikasi yang paing efektif untuk memberikan materi tetang akhlak kepada warga binaan? Cara berkomunikasi seperti pada proses belajar pada umunya, dengan cara bertatap muka antara pembimbing dengan peserta didik. Dan diadakan tes, setelah selesai diberikan pembeajaran berupa materi tentang akhlak lalu diadakan ujian agar komunikasi yang terjalin antara pembimbing dan peserta didik menjadi lebih dekat, dan setelah itu selama tiga bulan belajar pembinaan akhlak di Rutan Salemba para peserta didik diberikan sertifikat yang mana sertifikat ini berguna setelah para warga binaan selesai menjalani masa hukumannya. 8 Bagaimana respon murid atau warga binaan terhadap pembinaan akhlak yang telah diterapkan oleh bapak/ibu sebagai pembimbing agama? Respon para warga binaan sangat baik, karena pembinaan akhlak di Rutan Salemba sangat berguna bukan hanya untuk kehidupan sehari-hari, tetapi juga untuk bekal diakhirat dan untuk para warga binaan agar lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Terwawancara Suthoni (Pembimbing Agama) HASIL WAWANCARA Hari/Tanggal : Rabu, 15 April 2015 Tempat : Masjid At-Tawwabien Rutan Klas I Jakarta Pusat Terwawancara : Rachmad Iswayudi Pewawancara : Surya Wiratama 1 Menurut saudara akhlak itu apa? Perbuatan kita atau tingkah laku 2 Seberapa pentingkah akhlak dalam kehidupan? Sangat penting, karena untuk kita bergaul dalam bermasyarakat diperlukan yang namanya akhlak. 3 Tanggapan saudara dengan adanya program pembelajaran pembinaan akhlak di Rutan Salemba? Tanggapannya sangat baik, karena memang kita disini diberikan teguran oleh yang maha kuasa untuk berubah menjadi lebih baik. Tapi balik lagi tergantung dari pribadinya itu sendiri. 4 Setelah belajar tentang akhlak, apakah saudara ingin selalu menerapkan di dalam kehidupan saudara? Harus, karena kita belajar dan kita sudah tahu tidak mungkin kita lepas atau tidak diterapkan. 5 Jika iya, apakah ada paksaan dari pembimbing atau lingkungan sekitar? Sama sekali tidak, dari hati nurani. 6 Menurut saudara adakah manfaat pembinaan akhlak di Rutan Salemba? Ada dan sangat bermanfaat sekali. 7 Saudara lebih suka menerapkan akhlak karena kesadaran diri sendiri atau karena ada alasan tertentu? Karena kesadaran diri sendiri, kita manusia disini itu ber adab dan kita perlu yang namanya akhlak. 8 Dalam penjelasan materi akhlak lebih senang individu atau kelompok? Lebih senang berkelompok, kita jadi bisa Sharing, dan jadi lebih tau satu sama lain. 9 Menurut saudara, akhlak yang terpuji dan akhlak tercela itu seperti apa? Terpuji itu simple aja seperti kita mengucapkan salam, dan yang tercela mungkin mengejek sesama. 10 Pendapat saudara, pembinaan akhlak disini bagus atau tidak? Sangat bagus terutama untuk kita jadi menambah wawasan tentang akhlak, dan cara penyampaiannya juga cukup jelas. Kalau dibilang cukup jelas disini tergantung, karena umur berpengaruh. Tapi kalau memang pada dasarnya kita berakhlak lebih mudah menerapkannya apalagi tidak dijelasin. Terwawancara Rachmad Iswayudi (Warga Binaan Rutan Salemba) HASIL WAWANCARA Hari/Tanggal : Rabu, 15 April 2015 Tempat : Masjid At-Tawwabien Rutan Klas I Jakarta Pusat Terwawancara : Achmadi Pewawancara : Surya Wiratama 1 Menurut saudara akhlak itu apa? Suatu kebaikan untuk kita sendiri dan orang lain, untuk kita terus bertaqwa kepada Allah SWT agar akhlak kita menjadi baik terutama kepada sesama muslim dan untuk kebaikan. 2 Seberapa pentingkah akhlak dalam kehidupan? Penting sekali, pokoknya akhlak penting untuk diri kita apabila kita benarbener mengamalkannya. 3 Tanggapan saudara dengan adanya program pembelajaran pembinaan akhlak di Rutan Salemba? Alhamdulllah, pertama saya dengan adanya pembinaan akhlak ini saya menjadi berubah, shalat rajin alhamdulillah, mengikuti pengajian majlis ta'lim, alhamdulillah jadi bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan untuk membuktikan bahwa saya berjanji oleh orang tua saya, InsyaAllah saya akan berubah. 4 Setelah belajar tentang akhlak, apakah saudara ingin selalu menerapkan di dalam kehidupan saudara? Kalau saya sendiri sudah pasti, agar akhlak saya jadi lebih baik tidak seperti dahulu. 5 Jika iya, apakah ada paksaan dari pembimbing atau lingkungan sekitar? Ini dari hati nurani saya sendiri, tidak ada paksaan dari pembimbing maupun Ustadz yang ada di lingkungan masjid ini. Karena saya sudah dapat sentilan/teguran dari AllahSWT untuk masuk ke Rutan agar saya berubah. 6 Menurut saudara adakah manfaat pembinaan akhlak di Rutan Salemba? Alhamdulilah ada, seperti yang saya bilang tadi akhlak saya jadi lebih baik sama santri di Rutan yang awalnya tidak kenal jadi kenal dan jadi dekat. Terus yang awalnya tidak mau shalat, pelan-pelan saya ajak dan jadi mau shalat. Jadi orang percaya bahwa masuk santri alhamdulillah ada kemajuan jadi baik. 7 Saudara lebih suka menerapkan akhlak karena kesadaran diri sendiri atau karena ada alasan tertentu? Karena kesadaran saya sendiri, karena umur saya sudah tua, kapan lagi saya insyaf gak mungkin saya terus seperti yang dulu. Takutnya saya sudah tidak ada umur, jadi untuk amal kebaikan saya di akhirat. 8 Dalam penjelasan materi akhlak lebih senang individu atau kelompok? Lebih senang berkelompok, jadi ada kelompok 1 ada kelompok 2 Ustadz yang membuat kelompok. Kalau saya pribadi mau belajar sendiri-sendiri atau kelompok yang penting pak Ustadz mengajarnya asik alhamdulillah nyambung/jelas. 9 Menurut saudara, akhlak yang terpuji dan akhlak tercela itu seperti apa? Tercela itu, seperti berzinah membohongi seseorang, dan merugikan orang lain. Yang terpuji, mengajak teman untuk shalat, shalat rajin, berzikir dan yang membawa kita menjadi positif untuk bekal di akhirat. 10 Pendapat saudara, pembinaan akhlak disini bagus atau tidak? Alhamdulillah jadi lebih ngerti semua, itu tergantung pikiran kita juga, masuk atau nggak pelajarannya. Saya juga kalau ada waktu baca bukubuku bacaan agama Islam di perpustakaan, seperti Tauhid, Tajwid. Karena InsyaAllah setelah saya keluar dari Rutan Salemba ini saya bisa mengajarkan ke anak, istri dan cucu saya. Terwawancara Achmadi (Warga Binaan Rutan Salemba) HASIL WAWANCARA Hari/Tanggal : Rabu, 15 April 2015 Tempat : Masjid At-Tawwabien Rutan Klas I Jakarta Pusat Terwawancara : Ramadhani Pewawancara : Surya Wiratama 1 Menurut saudara akhlak itu apa? Akhlak itu perilaku kita sehari-hari, ada yang baik dan ada yang buruk tinggal bagaimana kita mengambil pelajaran dari sehari-hari. 2 Seberapa pentingkah akhlak dalam kehidupan? Sangat penting banget, jujur sebelum saya masuk ke dalam Rutan ini saya baru sadar akhlak saya diluar buruk sekali, hampir segala jenis maksiat saya lakuin semacam narkoba, coba-coba untuk menodong sampai yang coba begal itu pernah saya. Kalau buat yang namanya narkoba akhlak itu MasyaAllah. 3 Tanggapan saudara dengan adanya program pembelajaran pembinaan akhlak di Rutan Salemba? Sangat bagus, dengan adanya pelajaran seperti ini kita jadi tahu yang namanya hidup di dunia itu hanya sementara, jadi pelajaran pembinaan akhlak buat kita jadi semangat untuk menjalani akhlak-akhlak yang baik. 4 Setelah belajar tentang akhlak, apakah saudara ingin selalu menerapkan di dalam kehidupan saudara? InsyaAllah jika Allah menghendaki saya selalu ingin menjalankan akhlak yang baik. 5 Jika iya, apakah ada paksaan dari pembimbing atau lingkungan sekitar? Kalau akhlak itu nggak bisa dipaksa, akhlak itu dari hati sendiri, kalau dari hati kita sudah niat untuk berubah InsyaAllah akhlak kita akan baik. Kalau ada paksaan dari orang lain nggak akan bisa, kalaupun bisa hanya sementara. 6 Menurut saudara adakah manfaat pembinaan akhlak di Rutan Salemba? Manfaatnya banyak untuk saya sendiri, akhlak kita itu bisa berubah 180 derajat berubah total dari yang sifat kita diluar buruk setelah dapat pembinaan akhlak disini jadi berubah. 7 Saudara lebih suka menerapkan akhlak karena kesadaran diri sendiri atau karena ada alasan tertentu? Kesadaran sendiri itu ada, alasan lain juga ada. Kesadaran sendiri ketika masuk Rutan saya jadi sadar bahwa yang namanya kebaikan itu sangat indah dari pada kehidupan dulu yang pernah saya jalani. Alasan tertentunya, saya kasihan sama orang tua diluar sana, karna tinggal sendiri sedangkan saya masuk disini nggak ada yang memberi nafkah diluar sana sangat susah karena kalau bukan saya, siapa lagi yang memberikan nafkah dan kalau saya terus seperti itu saya tidak bisa membahagiakan orang tua saya 8 Dalam penjelasan materi akhlak lebih senang individu atau kelompok? Lebih senang berkelompok, karena dalam berkelompok dapat mempertebal keimanan, dan adanya tanya jawab. 9 Menurut saudara, akhlak yang terpuji dan akhlak tercela itu seperti apa? Akhlak yang terpuji itu, kalau menurut saya misalnya kita membantu satu sama lain yang walaupun kita dalam keadaan susah, senang, kita tetap harus membantu. Akhlak yang tercela itu seperti kita disini dalam suatu kelompok membuat rusuh/onar. 10 Pendapat saudara, pembinaan akhlak disini bagus atau tidak? Sangat bagus, terutama untuk saya pribadi dan lingkungan di Rutan agar lebih baik lagi. Dan untuk pembimbing agama disini sangat jelas, karena belajar disini hanya 3 bulan, kalau di luar minimal sampai 6 tahun, dengan disini yang hanya 3 bulan kalau kita benar-benar niat mau belajar InsyaAllah bisa. Disini Ustadz dadakan juga banyak, karena setelah ikut pembinaan akhlak selama 3 bulan dan memahami pelajaran dengan benar yang akhirnya bisa jadi Ustadz di sini. Terwawancara Ramadhani (Warga Binaan Rutan Salemba)