BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan kognitif dan persepsi: gejala-gejala negatif seperti avolition (menurunnya minat dan dorongan), berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya isi pembicaraan, afek yang datar: serta terganggunya relasi personal (Strauss et al, dalam Gabbard, 1994). Menurut Parawisata (2006), skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa yang ditandai oleh adanya penyimpangan yang sangat dasar dan adanya perbedaan dari pikiran dan persepsi disertai dengan adanya ekspresi emosi yang tidak wajar. Laporan American Psychiatric Association (1995) menunjukkan bahwa prevalensi skizofrenia adalah 1% dari populasi penduduk dunia menderita gangguan jiwa, sedangkan di Indonesia sekitar 1% hingga 2% dari total jumlah penduduk dan jumlah ini terus bertambah (Irmansyah, 2004). Hal ini didukung oleh penelitian Pariwisata (2006) bahwa prevalensi skizofrenia di negara berkembang dan negara maju adalah hampir relatif sama yaitu sekitar 20% dari jumlah penduduk dewasa dan begitu juga di Indonesia. Oleh karena itu siapa saja bisa terkena skizofrenia, tanpa melihat jenis kelamin, status sosial maupun tingkat pendidikan. Usia terbanyak berdasarkan statistik adalah 15-30 tahun, namun pada imunologi dikenal juga penyakit skizofrenia yang dialami oleh anak-anak sekitar usia 8 tahun dan skizofrenia pada usia lanjut lebih dari 45 tahun. Universitas Sumatera Utara Porkony dkk (1993) melaporkan bahwa 49% penderita skizofrenia mengalami rawat ulang setelah follow up selama 1 tahun, sedangkan penderita-penderita non skizofrenia hanya 28%. Sekitar 10-60% pasien skizofrenia sering mengalami kekambuhan. Kekambuhan tersebut merupakan tanda-tanda atau gejala-gejala kembalinya suatu penyakit setelah adanya pemulihan atau penyembuhan yang jelas atau seseorang dalam keadaan yang dinyatakan sudah sembuh, kemudian mengalami kekambuhan dengan menunjukkan penyimpangan perilaku (Yakita, 2003). Proses penyembuhan pada pasien gangguan jiwa harus dilakukan secara holistik dan melibatkan anggota keluarga. Tanpa itu, sama halnya dengan penyakit umum, penyakit jiwa pun bisa kambuh (Wirawan, 2006). Dalam asuhan keperawatan pasien dengan gangguan jiwa, keluarga sangat penting untuk ikut berpartisipasi dalam proses penyembuhan karena keluarga merupakan pendukung utama dalam merawat pasien. Oleh karena itu, asuhan keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan pasien tapi bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa dalam keluarga (Keliat, 1996). Keluarga pasien perlu mempunyai sikap yang positif untuk mencegah kekambuhan pada pasien skizofrenia. Keluarga perlu memberikan dukungan (support) kepada pasien untuk meningkatkan motivasi dan tanggung jawab untuk melaksanakan perawatan secara mandiri. Keluarga perlu mempunyai sikap menerima pasien, memberikan respon positif kepada pasien, menghargai pasien sebagai anggota keluarga dan menumbuhkan sikap tanggung jawab pada pasien. Sikap permusuhan yang ditunjukkan oleh anggota keluarga terhadap pasien akan berpengaruh terhadap Universitas Sumatera Utara kekambuhan pasien (Keliat, 1996) Tindakan kasar, bentakan, atau mengucilkan malah akan membuat penderita semakin depresi bahkan cenderung bersikap kasar. Akan tetapi terlalu memanjakan juga tidak baik (Handayani, 2008). Dukungan keluarga sangat penting untuk membantu pasien bersosialisasi kembali, menciptakan kondisi lingkungan suportif, menghargai pasien secara pribadi dan membantu pemecahan masalah pasien (Gilang, 2001). Dinamika keluarga yang penuh konflik akan sangat mengganggu ruang hidup yang ada pada keluarga dan akibatnya lebih beresiko pada kekambuhan pasien skizofrenia. Pencegahan kekambuhan pasien di lingkungan keluarga dapat terlaksana dengan persiapan pulang yang baik dan mobilisasi fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat khususnya dukungan keluarga terhadap pasien (Arif, 2006). Hal ini didukung oleh penelitian Vaught, (dalam Keliat, 1992), di Inggris memperlihatkan bahwa keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan, mengkritik) pada pasien skizofrenia diperkirakan kambuh dalam waktu 9 bulan. Dukungan emosional yang diberikan keluarga kepada pasien dalam proses penyembuhan adalah menerima kondisi pasien, tetap berkomunikasi dengan pasien tanpa emosional dan memperhatikan kondisi pasien. Dukungan informasi keluarga meliputi mengingatkan pasien untuk berobat kembali ke rumah sakit jiwa, memberikan solusi dari masalah yang dihadapi pasien, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh pasien. Dukungan nyata keluarga meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan biaya pengobatan, material seperti saat seseorang membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakan informasi dan fasilitas, menjaga dan merawat saat Universitas Sumatera Utara sakit serta dapat membantu menyelesaikan masalah pasien. Dukungan pengharapan keluarga yaitu berupa dorongan dan motivasi yang diberikan keluarga kepada pasien (Cohen dan Mc Kay, 1984 dalam Niven, 2000). Tindakan keluarga yang sangat penting adalah setelah pasien pulang ke rumah, keluarga menemani pasien melakukan perawatan lanjutan pada puskemas atau rumah sakit terdekat agar tidak kambuh, misalnya pada bulan pertama : 2 kali per bulan, bulan kedua : 2 kali perbulan, bulan ketiga : 2 kali per bulan dan selanjutnya 1 kali perbulan (Keliat, 1996). Menurut Torrey 1988 (dalam Handayani, 2008), keluarga perlu memiliki sikap yang tepat tentang skizofrenia, disingkatnya dengan SAFE (Sense of humor, Accepting the illness, Familliy balance, Expectations are realistic). Sedangkan menurut Suryantha 2005 (dalam Handayani, 2008) menerima kenyataan adalah kunci pertama proses penyembuhan atau pencegahan kekambuhan skizofrenia. Keluarga harus tetap bersikap menerima, tetap berkomunikasi, tidak mengasingkan penderita dan memuji tindakan yang dilakukan pasien. Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan dengan metode wawancara kepada keluarga pasien ditemukan data bahwa mayoritas keluarga pasien skizofrenia tidak mengetahui tentang penyakit skizofrenia, cara merawat pasien di rumah, keluarga sering memarahi pasien di rumah dan jarang dibawa berobat kembali ke rumah sakit jiwa karena keterbatasan biaya. Universitas Sumatera Utara 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan. 3. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana hubungan dukungan emosional dengan kekambuhan pasien skizofrenia? 2. Bagaimana hubungan dukungan informasi dengan kekambuhan pasien skizofrenia? 3. Bagaimana hubungan dukungan nyata dengan kekambuhan pasien skizofrenia? 4. Bagaimana hubungan dukungan pengharapan dengan kekambuhan pasien skizofrenia? 4. Hipotesis Penelitian Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternative (Ha), yaitu: ada hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan. Universitas Sumatera Utara 5. Tujuan Penelitian 5.1 Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia. 5.2 Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui hubungan dukungan emosional dengan kekambuhan pasien skizofrenia. 2. Untuk mengetahui hubungan dukungan informasi dengan kekambuhan pasien skizofrenia. 3. Untuk mengetahui hubungan dukungan nyata dengan kekambuhan pasien skizofrenia. 4. Untuk mengetahui hubungan dukungan pengharapan dengan kekambuhan pasien skizofrenia 6. Manfaat Penelitian 1. Pendidikan keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti dasar yang dipergunakan dalam wahana pembelajaran keperawatan jiwa, khususnya tentang materi pembelajaran tentang pentingnya dukungan keluarga terhadap kesembuhan pasien skizofrenia. Universitas Sumatera Utara 2. Pelayanan Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan perawat dan memandirikan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan yang melibatkan keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien skizofrenia. 3. Penelitian keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan dukungan keluarga dan kekambuhan pasien skizofrenia. Universitas Sumatera Utara