TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Karang Hewan karang batu umumnya merupakan koloni yang terdiri atas banyak individu berupa polip yang bentuk dasarnya seperti mangkok dengan tepian benunbai (tentakel). Ukuran polip ini umumnya sangat kecil (beberapa mm) tetapi ada pula yang beberapa cm seperti fungia (Sutarna dan Sumadhiharga, 1989). Didalam jaringan polip karang, hidup berjuta juta tumbuhan mikroskopis yang dikenal sebagai zooxanthellae yang keduanya mempunyai hubungan simbiosis mutualistik atau saling menguntungkan. Zooxanthellae melalui proses fotosintesis membantu memberi suplai makanan dan oksigen bagi polip dan juga membantu proses pembentukan kerangka kapur. Sebaliknya polip karang menghasilkan sisa-sisa metabolisme berupa karbon dioksida, phosfat dan nitrogen yang digunakan oleh zooxanthellae untuk fotosintesis dan pertumbuhannya. Selain simbiont berupa zooxanthellae, pada koloni karang dapat pula ditemukan alga filamen Cfilamentousalgae) (Suharsono, 1996). Karang termasuk salah satu dari keluarga besar biota laut yang mempunyai sengat atau lebih dikenal sebagai Cnidaria (cnida adalah jelatang) dan keluarga besar jelatang dalam sejarah evolusinya adalah biota-biota laut yang dapat menghasilkan kerangka kapur didalam jaringan tubuhnya (Sukamo, 1995). Cnidaria dibagi menjadi dua yaitu hydrozoa dan anthozoa yang merupakan biota-biota yang mempunyai skeleton dalam tubuhnya, Hydrozoa terdiri dari Millepora dan Stylasterina. Millepora (mille adalah seribu, pora adalah lubang) atau yang lebih dikenal sebagai karang api. Stylasterina (Style adalah paku, aster adalah binatang) yaitu binatang kecil dan yang hidup tersembunyi di dinding gua dan bukan merupakan pembentuk terurnbu. Kelompok anthozoa dikenal antara lain adalah Stolonifera, Ctenothecalia dan Scleractinia (Tomascik, 1991). Stolonifera (Stolon adalah cabang, fera adalah bersambungan) yang termasuk dalam kelompok ini adalah karacg suling yang berwarna merah (Tubipora musica). Coenothecalia (Coeno adalah berbagi, theca adalah kotak) yang terrnasuk kelompok ini merupakan karang pembentuk terurnbu yang terdiri satu jenis yaitu karang biru (Heliopora coerulea). Sedangkan Scleractinia (Sclera adalah keras, actinia adalah sinar) atau lebih dikenal dengan nama karang batu meliputi jenis-jenis karang pembentuk terumbu karang yang utama (Sukarno, 1995). Ordo Scleractinia yang ada di Indo Pasifik dibagi menjadi 16 farnili dan 72 genus (Wells, 1967) yaitu : Famili Astrocoeniidae (genus: Stylocoeniella) Famili Pocilloporidae (genus : Pocillopora, Madracis, Seriatopora, Stylophora, Palauastrea) Famili Acroporidae (genus :Acropora, Anacropora, Montipora, Astreopora) Famili Fungiidae (genus : Sandalolitha, Fungia, Heliofungia, Diaseris, Zoopilus, Ctenactis, Podabacea). Famili Agariciidae (gsnus : Gardineroseris, Pavona, Leptoseris, Coeloseris, Pachyseris) Famili Siderastreidae (genus : Pseudosiderastrea, Coscinaraea, Psammocora) Famili Poritidae (genus : Porites, Alveopora, Goniopora) Famili Faviidae (genus : Caulastrea, Plesiastrea, Favia, Favites, Oulophylliu, Goniastrea, Platygyra, Leptoria, Montastrea, Diploastrea, Leptastrea, Cyphastrea, Oulastrea , Echinophora) Famili Trachyphylliidae (genus : Trachyphyllia,Wellsophyllia) Famili Oculinidae (genus : Archelia, Galaxea) Famili Merulinidae (genus : Hydnophora,Merulina,ScapophylIia). Famili Mussidae (genus : Acanthastrea, Symphyllia, Lobophyllia, Scolymia, Cynaria, Blastomusa) Famili Pectiniidae (genus : Pectinia, Echinophyllia,Oxypora, Mycediurn) Famili Caryophyllidae (genus : Eup,!zylIia, Catalaphyllia, Plerogyra, Physogyra) Famili Dendrophylliidue (genus : Turbinaria,Tubastrea, Dendrophyllia) Pertumbuhan Karang Kebutuhan utama untuk aktifnya pertumbuhan karang adalah cahaya. Karang yang berada dalam tempat yang teduh atau terhindar dari cahaya maka pertumbuhannya akan terhenti dan jika cahaya yang diberikan tidak cukup maka 7 ia akan mati. Kebutchan cahaya ini adalah untuk kepentingan fotosintesis zooxanthellae yang berfungsi untuk meningkatkan laju proses mengeras menjadi kapur (kalsifikasi) yang dilakukan oleh karang dan dalam laju pertumbuhan koloni karang (Goreau et al., 1982). Laju pertumbuhan koloni-koloni karang berbeda satu sama lainnya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan jenis, umur koloni dan daerah suatu terurnbu. Koloni yang muda dan kecil cenderung untuk tumbuh lebih cepat daripada kolonikoloni yang tua, koloni yang besar dan bercabang atau karang seperti daun cenderung untuk tumbuh lebih cepat daripada karang otak (massive). Terumbu karang hanya dapat tumbuh berkembang pada daerah tropik, sehingga ada 2 kelompok karang yang berbeda (Endean, 1976) yaitu : 1. Hermatypic yaitu karang yang dapat menghasilkan terumbu (hanya terdapat pada daerah tropic dan terdapat zooxanthellae) 2. Ahermatypic yaitu karang yang tidak dapat menghasilkan terumbu (tersebar diseluruh dunia dan tidak terdapat zooxanthellae). Bentuk pertumbuhan dari spesies karang juga bervariasi, bergantung pada lokasi karang. Berbeda dengan spesies yang sama yang terdapat diperairan dangkal spesies karang yang terdapat diperairan yang lebih dalam mempunyai bentuk lebih tipis dan kurus dikarenakan kurangnya kalsifikasi. Gerakan gelombang cenderung memaksa spesies bercabang mempunyai cabang yang pendek datl tumpul sehingga msnyebabkan bentuk percabangan menyesuaikan arah tertentu (Bengen dan Widnugraheni, 1995). Menurut Hutomo (1995) ada dua kelompok predator yang mampu merusak pertumbuhan koloni karang secara alamiah yaitu : Acanthaster plancii, bintang laut bertangan banyak yang berukuran sangat besar, yang memakan jaringan karang hidup. Kelompok ikan yang secara aktif sebagai pemakan koloni-koloni karang yaitu jenis ikan buntal (Tetraodontidae), ikan kuli pasir (Monacanthidae), ikan pakol (Balistidae), ikan kepe kepe (Chaetodontidae). Kelompok multivora (Omnovora) yang memindahkan polip karang untuk mendapatkan alga di dalam kerangka karang atau berbagai invertebrata yang 8 hidup dalam lubang kerangka yaitu ikan gron (Acanthuriciae) dan ikan kakatua (Scaridae ). Polip dan koloni karang terdapat dalam berbagai bentuk, ukuran dan warna seperti karang otak yang tergulung, karang tanduk rusa Acropora yang tumbuh cepat, karang kipas benvarna merah dan karzng lunak dengan tentakel mirip bulu misalnya genus Dendronephthya dan Xenia (Morton, 1990). Karakteristik Ikan Karang Perairaq karang merupakan perairan yang cukup subur sehingga banyak jenis ikan karang yang berkorelasi dengan karang menunjukkan tingkah laku teritorial, ,pola berbiak dan jarang berkeliaran jauh dari ekosistem karang sebagai sumber persediaan makanan serta tempat berlindung dari predator (Romimohtarto dan Juwana, 1999). Ikan-ikan karang sebagian besar adalah ikan bertulang keras (Teleastei) dari farnili Perciformes. Kelompok yang paling karakteristik dilihat dari aspek kaitannya yang sangat erat dengan lingkungan terumbu karang (Djamali, 1995) adalah : Famili Labridei : ikan cina-cina (Labridae), ikan kakatua (Scaridae) dan ikan betok (Pomacentridae). Famili Acanthuroidae : ikan butana (Acanthuridae), ikan beronang (Siganidae) dan ikan bendera/moorish idcl (Zanclidae) Famili Chaetodontoidae : ikan kepe-kepe (Chaetodontidae) dan ikan kambing-itambing (Pomacantidae). Famili Blennidae dan Gobiidae (ikan gelodok) yang mencirikan sangat kuat sifat ikan demersal dan menetap. Famili Apogonidae (ikan beseng) yang aktif pada malam hari (nocturnal) dan memangsa hewan invertebrata dan ikan-ikan kecil. Famili Ostraciidae dan Tetraodontidae (ikan buntal) serta Balestidae (ikan pokol) yang tidak banyak jumlahnya akan tetapi sangat menarik bentuk dan wamanya. Jenis ikan penting yang berada diperairan karang dibedakan atas 2 golongan yaitu : ikan hias (ornamentaljshes) dan ikan konsumsi Vbodjshes). 9 hidup dalam bang kerangka yaitu ikan gron (Acanthuridae) dan ikan kakatua (Scaridae ). Polip dan koloni karang terdapat dalam berbagai bentuk, ukuran dan warna seperti karang otak yang tergulung, karang tanduk rusa Acropora yang tumbuh cepat, karang kipas berwarna merah dan karang lunak dengan tentakel mirip bulu misalnya genus Dendronephthya dan Xenia (Morton, 1990). Karakteristik Ikan Karang Perairan karang merupakan perairan yang cukup subur sehingga banyak jenis ikan karang yang berkorelasi dengan karang menunjukkan tingkah laku teritorial, , pola berbiak dan jarang berkeliaran jauh dari ekosistem karang sebagai sumber persediaan makanan serta tempat berlindung dari predator (Romimohtarto dan Juwana, 1999). Ikan-ikan karang sebagian besar adalah ikan bertulang keras (Teleastei) dari famili Perciformes. Kelompok yang paling karakteristik dilihat dari aspek kaitannya yang sangat erat dengan lingkungan terumbu karang (Djamali, 1995) adalah : Famili Labridei : ikan cina-cina (Labridae), ikan kakatua (Scaridae) dan ikan betok (Pomacentridae). Famili Acanthuroidae : ikan butana (Acanthuridae), ikan beronang (Siganidae) dan ikan benderalmoorish idol (Zznclidae) Famili Chaetodontoidae : ikan kepe-kepe (Chaetodontidae) dan ikan kambing-kambing (Pomacantidae). Famili Blennidae dan Gobiidae (ikan gelodok) yang mencirikan sangat kuat sifat ikan deinersal dan menetap. Famili Apogonidae (ikan beseng) yang aktif pada malam hari (nocturnal) dan memangsa hewan invertebrata dan ikan-ikan kecil. Famili Ostraciidae dan Tetraodontidae (ikan buntal) serta Balestidae (ikan pokol) yang tidak banyak jumlahnya akan tetapi sangat menarik bentuk dan warnanya. Jenis ikan penting yang berada diperairan karang dibedakan atas 2 golongan yaitu : ikan hias (ornamentalpshes) dan ikan konsumsi (foodJishes). 9 Jenis ikan yang penting karena nilai ekonominya yang sangat tinggi yaitu famili Serranidae (kerapu), Lutjanidae (kakapltanda-tandalmenggeru), Lethrinidae (lencam) dan Holocentridae (swanggi) (Hutomo, 1995). Keberadaan jenis ikan karang dipengaruhi dengan kondisi karang, apabila kondisi karang sudah mengalami kerusakan maka semakin sedikit jenis ikan karang yang terdapat karena habitatnya sudah tidak memenuhi untuk mencari makan dan berkembang biak (Sale, 1991). Habitat atau ladang ikan (fishing ground) yang berupa terumbu karang apabila mengalami kerusakan maka timbul kerugian-kerugian yang tak ternilai besarnya dinilai dari segi biologi, ekonomi dan sosiologi (Tomascik, 1991). Berdasarkan habitat terumbu karang, keberadaan jenis ikan karang dapat dibedakan menjadi tiga tipe (Adrim, 1995) yaitu : 1. Target sp : merupakan jenis ikan yang mempunyai fiilai jual atau konsumsi yang cukup tinggi dipasaran internasional dan lokal, biasanya terdiri dari famili Lethrinidae, Lutjanidae, Haemulidae, Serranidae, Kypohosidae, Scolosidae, Achanturidae, Mullidae dan Siganidae. 2. Indicator sp : merupakan jenis ikan indikator kesehatan terumbu karang, biasanya dari famili Chaetodontidae. 3. Major family: merupakan jenis-jenis ikan karang yang hidupnya berkelompok pada habitatnya, biasanya terdiri dari famili Pomacentridae, Labridae, Scaridae, Apogonidae, Caesionidae dan Pomacanthidae. Suhu Suhu adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisma laut, karena suhu mempengaruhi aktivitas metabolisma maupun perkembangbiakan dari organisma-organisma tersebut, contohnya binatang karang dalam penyebarannya sangat dibatasi oleh perairan yang hangat yang terdapat didaerah tropis dan subtropis (Sheppard, 1990). Pada perairan tropis pertumbuhan dan perkembangan karang paling optimal berada pada kedalaman perairan antara 0-50m dengan suhu rata-rata tahunan 23OC-25OC akan tetapi masih dapat beradaptasi pada perubahan suhu sampai berkisar 36°C-400C (Ilahude, 2002). Perturnbuhan dan perkembangan zooxanthellae yang terdapat di p o l i p polip karang akan optimal untuk melakukan proses fotosintesis pada daerah perairan yang berada pada batas penetrasi cahaya matahari (Nontji, 1993). Suhu merupakan salah satu faktor fisik air yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme dari karang baik secara langsung maupun tak langsung, suhu secara langsung akan mempengaruhi proses fisiologis berupa metabolisme, respirasi dan reproduksi karang sedangkan tak langsung mempengaruhi kondisi lingkungan dari media pertumbuhan/substrat dasar (Sheppard, 1990). Salinitas Salinitas nlerupakan faktor pembatas pertumbuhan dan perkembangan hewan karang dan secara fisiologis mempengaruhi penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel tubuh (Yonge, 1963). Kisaran salinitas yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan hewan karang berkisar 32°/,-350/, dan mempunyai batas toleransi perubahan salinitas berkisar 27°/,-400/oo serta adanya aliran air tawar akan menyebabkan kematian (Sukarno, 1995). Daya tahan hewan karang terhadap perubahan salinitas berbeda-beda seperti yang diungkapkan oleh Kinsman (1964) bahwa Acropora sp dapat bertahan pada salinitas 40°/,, hanya bebcraps jam di West Indies akan tetapi Porites sp dapat bertahan dengan salinitas sampai mencapai 48°/00. Pengaruh salinitas terhadap kehidupan hewan karang sangat bervariasi tergantung pada kondisi perairan laut setempat atau pengaruh alam seperti run-off badai dan hujan (Levinton, 1982). Plankton (phyto dan zoo) Phytoplankton termasuk dalam kelompok tanaman tingkat rendah (mikro algae) yang terdapat pada daerah yang terkena sinzr matahari dan mempunyai ukuran antara 0,4-0,8 mikron (yang dapat terlihat oleh mata manusia) serta berperan aktif dalam rantai dasar makanan sebagai produser pertama yang akan 11 dimanfaatkan oleh zooplankton sebagai produser kedua atau sebagai konsumer ke dua (Davis, 1995). Kelimpahan phytoplankton atau klorofil phytoplankton merupakan salah satu faktor biologi oseanografi yang sering dihubungkan dengan tingkat kesuburan atau tingkat produktivitas primer suatu perairan karang terhadap zooxanthelae yang terdapat di polippolip karang yang melakukan proses fotosintesis (Supriharyono, 2000). Kelimpahan plankton pada perairan karang dapat juga dipergunakan untuk mendeteksi adanya bahan pencemaran dan kondisi arus serta berpengaruh secara langsung maupun tak langsung akan kelimpahan ikan karang (Ilahude, 2002). Tham (1953) mengemukakan melimpahnya phyto dan zooplankton pada perairan karang akan menunjukkan melimpahnya hewan pencari makan yang berkorelasi positif terhadap banyaknya bahan makanan tersebut. Faktor-faktor penting didaerah tropis yang mempengaruhi produksi plankton adalah curah hujan yang membawa zat hara dari darat ke laut melalui sungai dan adanya pengadukan perairan yang disebabkan oleh arus yang kuat sehingga zat hara didasar laut akan terbawa ke lapisan atas (Motoda, 1957). Keberadaan phytoplankton terdapat pada daerah batas antara zona euphotic dan disphotic karena pada daerah ini masih memungkinkan terjadinya proses fotosintesis dan batas akhir zona disphotic merupakan garis kompensasi (compensation line) (Levinton, 1982). Nutrien (Phosfat dan Nitrat) Nontji (1993) mengemukakan bahwa senyawa phosfat dan nitrat merupakan salah zat hara yang dibutuhkan oleh phytoplankton dan mempunyai pengaruh langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangannya serta variasi kelimpahan menurut ruang maupun waktu. King dan Demond dalam Subani (1 98 1) menyatakan bahwa banyaknya plankton laut ada hubungannya dengan ketersediaannya unsur-unsur organik dan anorganik, temperatur, penyebaran oksigen, kedalaman termocline dimana keadaan ini terjadi karena peristiwa pengadukan massa air (upwelling). Proses upwelling akan menyebabkan massa air yang berada didasar laut akan naik keperrnukaan dengan membawa larutan nutrien seperti phosfat dan nitrat yang cenderung mengandung banyak plankton sehingga merupakan suatu perairan yang subur bagi populasi ikan (Ross, 1988). Kandungan phosfat dan nitrat disuatu perairan selain berasal dari perairan tersebut juga tergantung kepada keadaan sekelilingnya antara lain sumbangan dari daratan melalui sungai yang berrnuara keperairan tersebut, hutan mangrove yang serasahnya membusuk karena adanya bakteri pengurai (Wattayakorn, 19 88). Terumbu karang sering dijunlpai di ekosistem perairan yang sangat miskin unsur hara dan mempunyai produktivitas primer yang rendah akan tetapi produktivitas di ekosistem terurnbu karang itu sendiri didapatkan sangat tinggi (Stoddart, 1969). Ekosistem terumbu karang marnpu menciptakan keproduktivitasan sendiri tanpa tergantung dari lingkungan sekitarnya karena itu sering diibaratkan dengan " Oasis " di perairan laut dangkal (Salm, 1984). Substrat Substrat merupakan salah satu media yang menentukan kondisi suatu perairan karena dapat menyebabkan proses pengkeruhan disekitar terumbu karang apabila terjadi gelombang dan arus yang kuat (Tomascik, 1991). Berdasarkan tipe substrat dasar perairan, bahwa kombinasi dasar perairan yang terdiri dari pasir, kerikil dan dan pecahan karang merupakan habitat yang cocok bagi kehidupan jenis-jenis karang (Sukarno, 1995). Kondisi substrat pada perairan terumbu karang juga mempengaruhi keberadaan ikan-ikan karang pada masa muda (juvenile) dan dewasa (adult) yang hidup diperairan yang dangkal dekat dengan substrat yang padat dan yang biasanya dekat dengan daratan. Tekstur substrat terdiri atas carnpuran lumpur, pasir dan tanah liat oleh karenanya tidak ada substrat yang terdiri dari satu fraksi saja seperti pada Tabel 1 (Brower and Zar, 1977). Tabel 1. Klasifikasi Fraksi Substrat Berdasarkan Ukuran Partikel (Brower and Zar, 1977) Arus Arus merupakan gerakan air yang dapat menyebabkan upwelling yang membawa air dengan suhu yang lebih dingin, salinitas yang yang tinggi dan zatzat hara yang kaya seperti phosfat dan nitrat sehingga terjadi mekanisme pemupukan perairan secara alami (Nontji, 1993). Proses upwelling adalah suatu proses dimana massa air didorong kearah permukaan laut dari kedalanan sekitar 100-20Cm yafig terjadi pada daerzh pantai sehingga pola aliran arus menentukan karakteristik penyebaran nutrien, transport sedimen dan penyebaran plankton (Ross, 1988). Arus sangat diperlukan bagi pertumbuhan karang karena untuk mendatangkan makanan berupa plankton, membersihkan diri dari endapanendapan dan untuk mensuplai oksigen dari laut lepas (Ilahude, 2002). Adanya pergerakan air seperti arus akan mempengaruhi organisme dan faktor-faktor lingkungan lainnya, ketersediaan oksigen dan nutrien sehingga mempengaruhi juga keberadaan jenis ikan-ikan, distribusi pemindahan telur, larva dan ikan kecil serta sebagai faktor pembatas bagi beberapa jenis-jenis ikan (Laevastu and Hayes, 1981). Jenis-jenis ikan yang dapat melakukan migrasi mempunyai kemampuan secara langsung merespon perubahan lingkungan yang disebabkan oleh adanya pengaruh arus yang bekerja pada lingkungan perairan tersebut dan ada jenis ikan tertentu akan bergerak mengikuti arus pada waktu pasang naik kearah pantai (Dwiponggo, 1972). Permasalahan pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem tenunbu karang di perairan Kepulauan Seribu dan perairan karang Indonesia telah banyak diungkapkan oleh para peneliti maupun para akademisi diantaranya (Tabel 2) Tabel 2. Inventarisisasi Masalah Pengelolaaan Ekosistem Terumbu Karang Masalah Yang Telah di Bahas Kondisi terumbu karang di sebelah barat Pulau Pramuka Kepulauan Seribu Jakarta Utara. Kondisi terumbu karang pada tahun 1985 sampai dengan 1995 di beberapa pulau di Kepulauan Seribu. Perubahan kondisi terumbu karang di Gugusan Pulau Kelapa Kepulaun Seribu Jakarta Pertumbuhan karang Acropora nobilis dan Acropora nosuta pada kawasan wisata bahari Gili Meno dan Teluk Nara Monitoring kondisi ikan karang (Spesies Indikator dan Target - Predator) di Teluk Buyat dan Ratatotok Sulawesi Utara Asosiasi ikan Chaetodontidae dengan bentuk pertumbuhan karang di Pulau Lemon Manokwari Irian Jaya Pengamatan kandungan zat hara phosfat, nitrat dan sumberdaya perikanan di perairan Teluk Kupang Nusa Tenggara Timur , Faktor - faktor penyubur perairan Indonesia Tahun 1995 Penutis A.S. Panggabean dan Miranda P (Biologi Unas) 1995 M.I.Yosephine, Suharsono dan I. Amir (P30 LIPI) 1999 M.E. Lazuardi dan N. S. Wijoyo (Faperikan IPB) 1998 Muchlis (Forum Kaj ian Kelautan UNRAM) 1999 L. Th. X. Lalamentik dan U.N. Rembet (Faperikan Univ Sam Ratulangi) R. Bawole dan P. Boli (Faperta Universitas Manokwari) M. D. Marasabessy dan Edward (LIPI) 1999 2002 2002 A. G. Ilahude (P20 LIPI) Pemanfaatan ekosistem karang berupa penambangan karang sebagai bahan bangunan, penangkapan ikan yang berlebihan dengan mempergunakan bahan peledak dan bahan kimia beracun ataupun bahan pencemar lainnya. Rusaknya karang beserta biota lainnya sehingga karang tersebut tidak dapat memenuhi fungsinya sebagai pelindung pantai, pemusatan makanan, tempat berkembang biak dan tempat berlindung bagi biota tersebut (National Research Council, 1988). Terumbu karang merupakan ekosistem yang subur dan kaya akan makanan. Struktur fisiknya yang rumit, bercabang-cabang, bergua-gua dan berlorong-lorong membuat ekosistem ini habitat yang menarik bagi banyak jenis biota laut. Oleh sebab itu penghuni terumbu karang sangat beranekaragam, baik yang berupa tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Produktivitas primer dari terumbu karang sama atau melebihi semua ekosistem alam lainnya. Satu terumbu karang dapat menunjang 3000 jenis biota. Namun demikian perairan tropik diatas terumbu karang hampir langka akan zat hara penunjang kehidupan seperti phosfat dan nitrat. Jika terumbu karang dapat menunjang kekayaan biota laut dalarn kondisi yang demikian (langka zat hara) maka itu suatu keistimewaan. Beberapa aktivitas yang dapat menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang (KLH, 2004) diantaranya : Sedimentasi: konstruksi didaratan dan sepanjang pantai, penambangan atau pertanian didaerah aliran sungai ataupun penebangan hutan tropis menyebabkan tanah mengalami erosi dan terbawa melalui aliran sungai kelaut dan terumbu karang. Penangkapan dengan bahan peledak: penggunaan bahan peledak untuk penengkapan ikan oleh nelayan akan mengakibatkan penengka~anikan secara berlebihan, penggunaan kalium nitrat sebagai bahan peledak akan mengakibatkan ledakan yang besar sehingga membunuh ikan dan merusak karang disekitarnya. Aliran drainase: alira~lyang mengandung p p u k dan kotoran yang terbuang ke perairan pantai mendorong pertumbuhan algae yang akan menghambat pertumbuhan polip karang, mengurangi asupan cahaya dan oksigen. Penangkapan ikan dengan sianida: penggunaan sianida (potassium cyanida) dan racun-racun lain dipergunakan untuk menangkap ikan-ikan karang yang berharga. Pengumpulan dan pengerukan: pengambilan karang digunakan sebagai bahan baku konstruksi atau untuk cindera mata. Pencemaran air: produk-produk minyak bumi dan kimia lain yang dibuang dekat perairan pantai akan meracuni polip karang serta biota laut. Pengelolaan tempat rekreasi: para wisatawan yang mengarnbil, mengurnpulkan dan berjalan di karang ikut menyumbang terjadinya kerusakan terumbu karang. Pemanasan global: ketika terjadi peningkatan suhu laut (> 40°C) maka polip karang kehilangan algae simbiotik didalarnnya sehingga mengubah warna menjadi putihlbleaching d m akhirnya mati. Bleaching dapat terjadi karena berbagai macam faktor seperti tinggi d m rendahnya suhu, tingginya radiasi ultra violet, ekspose terhadap cahaya matahari langsung, pemasukan air tawar, tingginya sedimentasi, polusi dan pengurangan nutrien (Glynn, 1990).