BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakpia sebenarnya

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bakpia sebenarnya berasal dari negeri Tiongkok atau Cina yang aslinya
bernama Tou Luk Pia yang berarti kue pia kacang hijau. Kue ini berbentuk
bulat, Bakpia mulai berakulturasi dengan budaya Jawa bahkan bisa menjadi
makanan khas Yogyakarta adalah berkat keuletan dari Liem Yung Yen
(Pendiri Bakpia 75), warga kampung Pathuk. Awalnya ia menjajakan bakpia
itu dari kampung ke kampung-kampung di daerah Yogyakarta, itu dimulai
pada tahun 1948. Selain itu Yung Yen juga melakukan inovasi pada isi
bakpia dengan menggunakan kacang hijau yang dihaluskan seperti yang
sudah biasa kita lihat sekarang. Pesatnya perkembangan kue oleh-oleh ini
hingga mencapai booming sekitar tahun 1992 sampai sekarang sehingga
menjadi ikon wisata kota Yogyakarta dalam hal pusat oleh-oleh khas kota
Yogyakarta.
Kini di Yogyakarta, sudah banyak terdapat industri yang mengolah atau
memproduksi bakpia. Salah satu tempat yang terkenal akan sentra bakpia
adalah Pathok, di mana terdapat kurang lebih 50 industri rumahan baik skala
kecil maupun besar. Sedangkan industri Bakpia Japon terletak di daerah
Lopati, Srandakan, Bantul, merupakan industri yang juga memproduksi
bakpia. Karena letaknya yang diluar dari kawasan sentra bakpia Pathok,
1
dimana konsumen maupun wisatawan lebih mengenalnya, maka Bakpia
Japon harus menghadapi persaingan produk yang besar.
Kapasitas produksi untuk industri bakpia kecil di daerah Pathok antara
900 sampai 1000 biji perharinya. Sedangkan pada industri berskala besar bisa
memproduksi bakpia 7000 biji perharinya. Untuk industri Bakpia Japon dapat
memproduksi 12.600 biji bakpia perharinya. Hal ini menunjukkan bahwa
kapasitas produksi industri Bakpia Japon lebih besar daripada industri bakpia
yang ada di daerah Pathok. Sehingga tantangan yang harus dihadapi oleh
Bakpia Japon adalah harus bisa menjaga kualitas produk akhir hingga
ketangan konsumen agar mampu bersaing dengan bakpia yang lainnya.
Setiap perusahaan harus memiliki standar kuliatas produk dan
melakukan kegiatan pengendalian mutu untuk memantau kualitas dari produk
yang dihasilkan. Kualitas dari produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan
dapat dilihat dari ukuran-ukuran dan karakteristik tertentu. Suatu produk
dikatakan berkualitas baik jika dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan
pelanggan atau dapat diterima oleh pelanggan. Produk yang berkualitas
tentunya akan memberikan keuntungan bisnis bagi produsen. Selain itu juga
dapat memberikan kepuasan bagi konsumen dan menghindari banyaknya
keluhan pelanggan terhadap produk yang dibelinya.
Pada dasarnya industri Bakpia Japon tidak menerapkan adanya produk
cacat karena tidak melakukan pengendalian kualitas produk akhir. Oleh
karena itu, hampir semua bakpia yang diproduksi dianggap baik dan dijual
kepada konsumen. Namun, sebenarnya hasil akhir dari bakpia masih ada yang
2
mengalami kecacatan, sehingga kurang menarik kenampakannya. Padahal,
kenampakan suatu produk merupakan salah satu atribut mutu yang penting.
Dimana konsumen yang masih awam dengan produk baru akan lebih melihat
kenampakan terlebih dahulu daripada citarasa, dan hal tersebut berpengaruh
terhadap daya saing produk. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
pengendalian kualitas atau mutu bakpia tersebut adalah dengan menggunakan
bantuan seven tools.
1.2 Rumusan Masalah
Industri Bakpia Japon sebagai industri yang bergerak dalam
pengolahan pangan jenis bakpia yang selalu berusaha untuk menghasilkan
produk yang berkualitas baik. Namun di dalam proses produksi terkadang
masih terjadi produk yang tidak seragam atau cacat melebihi batas toleransi.
Oleh karena itu perusahaan memerlukan pengendalian kualitas yang berguna
untuk mengurangi atau menekan terjadinya produk cacat, sehingga dapat
mencapai standar kualitas yang diharapkan. Kegiatan pengendalian kualitas
dilakukan pada produk akhir dengan melihat kenampakan produk tersebut
apakah terdapat cacat seperti kulit pecah, bentuk yang tidak sesuai, dan
gosong. Kegiatan pengendalian kualitas tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan metode pengendalian kualitas dengan alat bantu statistik seven
tools berupa Peta Kendali, Diagram Pareto, dan Diagram Ishikawa.
3
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan penjelasan masalah di atas, maka dalam penilitian ini perlu
adanya pembatasan masalah. Batasan masalah dalam penilitian ini adalah :
1. Pengukuran data dan pelaksanaan kerja praktek terbatas pada industri
Bakpia Japon sebagai perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan
bakpia.
2. Mengetahui pelaksanaan pengendalian mutu yang dilakukan oleh industri
Bakpia Japon.
3. Data standar didapatkan dari hasil wawancara dan observasi pada industri
Bakpia Japon.
4. Pengendalian mutu dilakukan dengan menggunakan peta kendali P-Chart,
Diagram Pareto, dan Diagram Ishikawa.
1.4 Tujuan
1. Menemukan jenis-jenis kecacatan dan jumlah kecacatan dominan pada
produk akhir bakpia Japon.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecacatan
produk bakpia yang diproduksi oleh Bakpia Japon.
3. Mendapatkan solusi untuk mengurangi kecacatan pada produk bakpia
Japon.
4
1.5 Manfaat
1. Dapat mengaplikasikan alat bantu statistik untuk pengendalian mutu
produk bakpia di industri bakpia Japon.
2. Memahami gambaran tentang tahapan-tahapan proses produksi bakpia.
3. Mengetahui apakah produk bakpia yang dihasilkan berada dalam batasbatas pengendalian atau tidak.
4. Memahami jenis kecacatan yang terjadi dan dominan pada produk bakpia
yang dihasilkan.
5. Memahami faktor-faktor yang berpengaruh dalam kualitas produk bakpia
yang dihasilkan.
5
Download