BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian terpenting dari sebuah
organisasi. Dengan adanya MSDM maka hal – hal yang menyangkut dengan
karyawan akan ditangani dibagian ini. Untuk lebih memahami apa itu manajemen
sumber daya manusia beserta fungsinya, berikut adalah pendapat para ahli seputar
MSDM.
2.1.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang terdapat
dalam organisasi. Mathis dan Jackson (2006:3) mengartikan manajemen sumber daya
manusia sebagai rancangan sistem – sistem formal dalam sebuah organisasi untuk
memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai
tujuan – tujuan organisasi. Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua
keputusan dan praktik manajemen yang mempengaruhi secara langsung sumber daya
manusianya (Henry Simamora, 2006:5)
Sedangkan, Umar (2005:3) menyatakan bahwa manajemen sumber daya
manusia sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan
atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan
pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasian
perusahaan secara terpadu.
Menurut
Dessler
(2005 : 2),
manajemen
SDM
merupakan
proses
memperoleh, melatih, menilai, dan memberikan kompensasi kepada karyawan,
memperhatikan kerja mereka, kesehatan, dan keamanan serta masalah keadilan.
Adapun, Hasibuan (2007 : 10) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya
manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar
9
10
efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan
masyarakat.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa manajemen sumber daya manusia
merupakan salah satu bagian penting dalam perusahaan. Bagaimana suatu
perusahaan perlu melatih dan membimbing tenaga kerja sehingga memiliki
ketrampilan yang baik sehingga dapat mencapai tujuan organisasi perusahaan secara
efisien dan efektif.
2.1.1.2 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Tujuan utama manajemen sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan
kontribusi pegawai terhadap organisasi dalam rangka mencapai produktivitas
organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dipahami karena semua kegiatan
organisasi tergantung kepada manusia yang mengelola organisasi yang bersangkutan.
Oleh sebab itu, sumberdaya manusia tersebut harus dikelola agar dapat berdaya guna
dan berhasil guna dalam mencapai tujuan organisasi. Tujuan tersebut menurut
Sedarmayanti (2010 : 7) dapat dijabarkan ke dalam 4 tujuan yang lebih operasional
yaitu sebagai berikut :
1.
Tujuan Masyarakat (Social Objective)
Tujuan masyarakat adalah untuk bertanggung jawab secara sosial, dalam hal
kebutuhan dan tantangan yang timbul dan masyarakat.
2.
Tujuan Organisasi (Organization Objective)
Tujuan organisasi adalah untuk melihat bahwa manajemen sumber daya
manusia itu ada (exist), maka perlu adanya kontribusi terhadap pendayagunaan
organisasi secara keseluruhan.
3.
Tujuan Fungsi (Functional Objective)
Tujuan fungsi adalah untuk memelihara kontribusi bagian lain agar
mereka (sumber daya manusia dalam tiap bagian) melaksanakan tugasnya
secara optimal.
4.
Tujuan Personal (Personal Objective)
Tujuan personal adalah untuk membantu pegawai dalam mencapai tujuan
pribadinya, guna mencapai tujuan organisasi. Tujuan pribadi pegawai
diharapkan dapat dipenuhi, dan ml sudah merupakan motivasi dan
11
pemeliharaan terhadap pegawai yang bersangkutan.
Guna mencapai tujuan manajemen sumber daya manusia yang telah
dikemukakan, maka suatu bagian atau departemen sumber daya manusia harus
mengembangkan, mempergunakan dan memelihara pegawai (sumber daya manusia)
agar semua fungsi organisasi dapat berjalan seimbang. Kegiatan manajemen sumber
daya manusia merupakan bagian dan proses manajemen sumber daya manusia yang
paling sentral dan merupakan rantai kunci dalam mencapai tujuan organisasi.
Kegiatan manajemen sumber daya manusia akan berjalan lebih lancar, bila
memanfaatkan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia.
2.1.2 Kepuasan Kerja
Robbins dan Judge dalam Wibowo (2014: 131) memberikan definisi kepuasan
kerja sebagai perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari
karakteristiknya. Nelson and Quick (2006) menyatakan bahwa kepuasan kerja
adalah suatu kondisi emosional yang positif dan menyenangkan sebagai hasil dari
penilaian pekerjan atau pengalaman pekerjaan seseorang. Luthans (2006: 243)
menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai
seberapa baik pekerjaan karyawan memberikan hal yang dinilai penting.
.Sedangkan, Mathis dan Jackson (2006:121) Kepuasan kerja dihasilkan dari
persepsi mereka terhadap pekerjaannya dan derajat kesesuaian antara individu
dengan organisasi. Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif yang
merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja adalah perasaan yang dirasakan oleh orang yang bekerja di suatu
perusahaan, baik perasaan yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan
2.1.2.1 Teori - Teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja dikemukakan oleh Hartatik (2014: 226-228). Secara
umum ada tiga teori kepuasan kerja. Dimana kesemuanya mencari landasan tentang
proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja serta menggambarkan proses yang
menentukan kepuasan kerja bagi individu.
12
1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory). Teori ini mengukur kepuasan
kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya
dengan kenyataan yang dirasa. Sehingga, apabila kepuasan diperoleh
melebihi apa yang diinginkan maka orang akan menjadi lebih puas lagi,
sehingga terjadi ketidaksesuaian yang positif. Kepuasan kerja seseorang
tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan
apa yang dicapai.
2. Teori Keadilan (Equity Theory). Teori ini mengungkapkan bahwa orang
merasa puas atau tidak tergantung pada ada atau tidaknya keadilan dalam
suatu situasi kerja.
3. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory). Menurut teori ini, kepuasan dan
ketidakpuasan
kerja
merupakan
hal
yang
berbeda.
Kepuasan
dan
ketidakpuasan terhadap pekerjaan bukan suatu variabel yang berkelanjutan.
Teori ini merumuskan karasteristik pekerjaan menjadi dua kelompok, yaitu
satisfies (motivator) dan dissatisfies. Satisfies adalah faktor-faktor atau situasi
yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari pekerjaan
menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, serta ada
kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktorfaktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor
tersebut tidak selalu menimbulkan ketidakpuasan. Sementara, dissatisfies
adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari
gaji, pengawasan, hubungan antarpersonal, kondisi kerja dan status.
2.1.2.2 Dimensi - Dimensi Kepuasan Kerja
Luthans (2006) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi 5
dimensi spesifik dari pekerjaan yaitu gaji, pekerjaan itu sendiri, kesempatan
promosi, supervisi dan rekan kerja.
•
Gaji: sejumlah upah yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa
diangap sebagai hal yang pantas dibandingkan dengen orang lain di dalam
organisasi. Karyawan memandang gaji sebagai refleksi dari bagaimana
manajemen memandang kontribusi mereka terhadap perusahaan.
13
•
Pekerjaan itu sendiri: kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri
merupakan sumber utama kepuasan di mana karyawan cenderung memilih
pekerjaan yang memberikan tugas yang menarik, pekerjaan yang bervariasi,
kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab.
•
Kesempatan promosi: faktor yang berhubungan dengan ada atau
tidaknya kesempatan memperoleh peningkatan karier selama bekerja.
Kesempatan promosi inilah yang memiliki pengaruh yang penting pada
kepuasan kerja.
•
Supervise: kemampuan atasan untuk memberikan bantuan teknis
dan dukungan prilaku kepada bawahan yang mengalami permasalahan dalam
pekerjaan.
•
Rekan Kerja: tingkat dimana rekan kerja yang pandai dan
mendukung secara sosial merupakan faktor yang berhubungan dengan
hubungan antara pegawai dan atasannya dan dengan pegawai lainnya baik
yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaan.
2.1.2.3 Dampak Ketidakpuasan Kerja
Menurut Robbins (2013:82-83), tingkat kepuasan kerja karyawan yang
rendah akan berdampak pada tindakan-tindakan seperti:
1. Keluar
Ketidakpuasan kerja diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan, termasuk
mencari pekerjaan lain (turnover).
2. Menyuarakan
Ketidakpuasan kerja diungkapkan melalui usaha aktif dan konstruktif untuk
memperbaiki kondisi, termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan
masalah dengan atasannya.
3. Mengabaikan
Ketidakpuasan kerja diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi
lebih buruk, misalnya, sering absen, datang terlambat, malas, dan kinerja yang
menurun.
4. Kesetiaan
Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai
kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari
14
luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat
untuk memperbaiki kondisi.
2.1.3 Stres Kerja
Menurut Robbins dan Judge (2013:595) stres adalah kondisi dinamis dimana
individu dihadapkan kepada kesempatan, permintaan, atau sumber yang berkaitan
dengan apa yang individu inginkan dan yang di mana hasilnya adalah merasa samasama tidak pasti dan penting. Sebagai definisi dapat dikatakan bahwa stres kerja
merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan
kondisi
fisik
seseorang
(Siagian,
2007:300).
Sedangkan,
Luthans
(2006)
mendefinisikan stres kerja sebagai respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan
individu dan atau proses psikologi yang merupakan tuntutan psikologis atau fisik
yang berlebihan pada seseorang.
Adapun Mangkunegara (2008:179) mengemukakan stres kerja sebagai suatu
ketegangan atau tekanan yang dialami ketika tuntutan yang dihadapkan melebihi
kekuatan yang ada pada diri kita. Sedangkan, Handoko (2008:167) mengemukakan
stres sebagai suatu kondisi ketegangan yang dapat mempengaruhi emosi, proses
berfikir dan kondisi seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres
kerja adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami tekanan ketika dia tidak
dapat memenuhi target sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh perusahaan kepada
tiap – tiap karyawan.
2.1.3.1 Dimensi - Dimensi Stres Kerja
Luthans (2006) mengemukan bahwa stres kerja dipengaruhi oleh 4 dimensi
yaitu:
1.Stressor Ekstraorganisasi
Stressor ekstraorganisasi adalah penyebab stress yang berasal dari luar organisasi.
Penyebab stress ini dapat terjadi pada organisasi yang bersifat terbuka, yakni keadaan
lingkungan eksternal mempengaruhi organisasi. Misalnya perubahan sosial dan
teknologi, globalisasi dan keluarga.
2. Stressor Organisasi
15
Stressor organisasi adalah penyebab stres yang berasal dari organisasi tempat
karyawan bekerja. Penyebab ini lebih memfokuskan pada kebijakan atau peraturan
organisasi yang menimbulkan tekanan yang berlebih pada karyawan
3.Stressor Kelompok
Stressor kelompok adalah penyebab stress yang berasal dari kelompok kerja yang
setiap hari berinteraksi dengan karyawan, misalnya rekan kerja atau supervisor atau
atasan langsung dari karyawan.
4.Stressor Individual
Stressor individual adalah penyebab stress yang berasal dari individu yang ada dalam
organisasi. Misalnya seorang karyawan terlibat konflik dengan karyawan lainnya,
sehingga menimbulkan tekanan tersendiri ketika karyawan tersebut menjalankan
tugas dalam organisasi tersebut.
2.1.3.2 Cara Mengatasi Stres Kerja
Ada tiga pola yang menurut Mangkunegara (2005, 38) dapat mengatasi stres,
yaitu :
1. Pola sehat
Pola sehat adalah pola menghadapi stres yang terbaik, yaitu dengan kemampuan
mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stress tidak menimbulkan ganggua
n, akan tetapi menjadi sehat dan berkembang. Mereka yang tergolong kelompok ini
biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur
sehingga ia tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan meskipun sebenarnya
tantangan dan tekanan cukup banyak.
2. Pola harmonis
Pola harmonis adalah pola menghadapi stres dengan kemampuan mengalola waktu
dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dalam
pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan
cara mengatur waktu secara teratur. Ia pun selalu menghadapi tugas secara tepat, dan
kalau perlu ia mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan
memberikan kepercayaan yang penuh. Dengan demikian akan terjadi keharmonisan
dan keseimbangan antara tekanan yang diterima dengan reaksi yang diberikan.
Demikian juga terhadap keharmonisan antara dirinya dengan lingkungan.
16
3. Pola patalogis
Pola patalogis ialah pola menghadapi stres dengan berdampak berbagai gangguan
fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini, individu akan menghadapai berbagai
tantangan dengan cara-cara yang tidak memiliki kemampuan dan keteraturan
mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang
berbahaya karena bisa menimbulkan berbagai masalah yang buruk.
Sedangkan, Robbins dan Judge (2013) menyatakan bahwa stres dalam
tingkat rendah sampai sedang dapat menjadi fungsional dan menuju performa tinggi ,
manajemen mungkin tidak terlalu memikirkan. Tetapi karyawan cenderung meraasa
bahwa tingkat stres yang rendah sebagai sesuatu yang tidak diinginkan. Terdapat dua
pendekatan yang tepat untuk mengelola stres yaitu pendekatan individu dan
pendekatan organisasi.
·1.Pendekatan Individu
Dalam pendekatan individu seorang karyawan dapat berusaha seringuntuk
mengurangi level stres nya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu
pengelolaan waktu,latihan fisik, latihan relaksasi dan dukungan sosial.
· 2.Pendekatan Organisasi
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur
organisasi yang semuanya di kendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor itu
dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin di gunakan oleh
manajemen untuk mengatasi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan
penempatan, penetapatan tujuan ,redesain pekerjaan, pengambilan keputusan,
komunikasi organisasional dan program kesejahterahaan.
2.1.4 Turnover Intention
Menurut Nayaputera, (2011:39) didefinisikan intensi turnover sebagai suatu
keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan
lain. Sedangkan Robbins (2008) mendefinisikan turnover intention sebagai penarikan
diri seseorang keluar dari suatu organisasi (turnover) dapat diputuskan secara
sukarela (voluntary turnover) maupun secara tidak sukarela (involuntary turnover).
Voluntary turnover atau quit merupakan keputusan karyawan untuk meninggalkan
17
organisasi secara sukarela yang disebabkan oleh faktor seberapa manarik pekerjaan
yang ada saat ini dan tersedianya alternatif pekerjaan lain. Sebaliknya, involuntary
turnover atau pemecatan menggambarkan keputusan pemberi kerja (employer) untuk
menghentikan hubungan kerja dan bersifat uncontrollable bagi karyawan yang
mengalaminya.
Widjaja (2008) juga menjelaskan bahwa turnover intention adalah keinginan
untuk berpindah, belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan
dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Intensi keluar merupakan
ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang dapat memicu keinginan seseorang untuk
keluar mencari pekerjaan yang baru.
Dapat disimpulkan bahwa turnover intention adalah niat atau keinginan
karyawan untuk keluar dari perusahaan atau berpindah untuk pekerjaan lain dari
tempat dimana mereka bekerja pada saat ini.
2.1.4.1 Pengukuran Turnover Intention
Nayaputera (2011) menjelaskan beberapa komponen pengukuran intensi turnover
adalah sebagai berikut :
1. Adanya pikiran untuk keluar
2. Keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan lain
3. Mengevaluasi kemungkinan untuk menemukan pekerjaan yang layak di
tempat lain.
Kemudian Nayaputera (2011), juga menyatakan bahwa sebagian besar
karyawan yang meninggalkan organisasi karena alasan sukarela dapat di kategorikan
atas perpindahan kerja sukarela yang dapat dihindarkan (avoidable voluntary
turnover) dan perpindahan kerja
sukarela yang tidak dapat dihindarkan
(unvoidablevoluntary turnover). Avoidable voluntary turnover dapat disebabkan
karena alasan berupa gaji, kondisi kerja, atasan atau ada organisasi lain yang di
rasakan lebih baik sedangkan unvoidablevoluntary turnover dapat disebabkan karena
perubahan jalur karir, faktor keluarga, dan faktor kebutuhan diri. Menurut Mathis dan
Jackson (2006:126), terdapat juga beberapa alasan karyawan yang berhenti tidak
dapat dikendalikan oleh organisasi meliputi:
1. Adanya tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup karyawan.
2. Karyawan pindah ke wilayah yang berbeda secara geografis.
18
3. Karyawan memutuskan untuk tinggal di rumah karena alasan keluarga.
4. Suami atau istri karyawan dipindahkan.
5. Karyawan adalah mahasiswa yang baru lulus dari perguruan tinggi.
Menurut Heneman dan Judge (Andestia, 2012:17), terdapat dua jenis perputaran atau
perpindahan karyawan yaitu :
1. Voluntary Turnover, yaitu perpindahan yang diinginkan oleh karyawan sendiri
karena alasan tertentu, seperti tidak ada kesempatan untuk promosi, pelatihan,
masalah keluarga dan lain-lain.
2. Involuntary Turnover, yaitu perpindahan karyawan karena keputusan perusahaan
seperti tidak memperpanjang kontrak karyawan karena kurang disiplin atau kinerja
yang kurang baik dan perampingan perusahaan yang harus mengurangi jumlah
karyawannya.
2.1.4.2 Dampak Turnover Intentions Bagi Perusahaan
Semakin besar turnover rate yang terjadi dalam perusahaan, maka semakin
besar puladampak kerugian yang harus ditanggung perusahaan. Kerugian tersebut
mencakup biaya-biaya seperti (Mathis dan Jackson, 2006:138) :
•
Biaya Perekrutan
Biaya perekrutan meliputi beban perekrutan dan iklan, biaya pencarian, waktu dan
gaji pewawancara dan staf SDM, biaya penyerahan karyawan, biaya relokasi dan
pemindahan, waktu dan gaji supervisor dan manajerial, biaya pengujian perekrutan,
waktu pemeriksaan referensi.
•
Biaya Pelatihan
Biaya training meliputi waktu orientasi yang dibayar, waktu dan gaji staf pelatihan,
biaya materi pelatihan, waktu dan gaji para supervisor dan manajer.
•
Biaya Produktivitas
Biaya produktivitas adalah produktivitas yang hilang karena waktu pelatihan
karyawan baru, hilangnya hubungan dengan pelanggan, tidak biasa dengan produk
dan jasa perusahaan, lebih banyak waktu untuk menggunakan sumber dan sistem
perusahaan.
19
•
Biaya Pemberhentian
Separation cost meliputi waktu dan gaji staf dan supervisor SDM untuk mencegah
pemberhentian, waktu wawancara keluar kerja, beban pengangguran, biaya sengketa
hukum yang dituntut oleh karyawan yang diberhentikan.
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang ada hubungannya dengan variable
kepuasan kerja, stress kerja, dan turnover intention adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian Agung AWS Waspodo, Nurul Chotimah Handayani, dan
Widya Paramita (2013) dengan judul “Pengaruh Kepuasan Kerja dan Stres
Kerja Terhadap Turnover Intention pada Karyawan PT. Unitex Bogor.”
Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 98 karyawan dan dianalisis
dengan metode analisis linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
variabel kepuasan kerja dan stress kerja secara bersama sama berpengaruh
terhadap turnover intention.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Gabriela Syahronica, Moehammad Soe’oed
Hakam, dan Ikan Ruhana (2012) dengan judul “Pengaruh Kepuasan Kerja
dan Stres Kerja Terhadap Turnover Intention (Studi Pada Karyawan
Departemen Dunia Fantasi PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk)”. Penelitian
ini mengambil semua populasi sebanyak 55 karyawan. Metode analisis
regresi linier berganda juga digunakan sebagai metode dalam penelitian ini
dan memberikan hasil bahwa variabel kepuasan kerja dan stres kerja
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap turnover intention.
3. Penelitian Gurun Hermawan (2012) dengan judul “Analisis Pengaruh
Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Keinginan untuk
Berpindah Pekerjaan”. Penelitian ini dilakukan terhadap 120 karyawan yang
bekerja di salah satu perusahaan jasa minyak dan gas terbesar di
Jakarta.Metode sampling yang digunakan adalah non-probability sampling
dengan teknik Purposive Sampling. Berdasarkan hasil penelitian terdapat
pengaruh positif antara kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap
keinginan untuk berpindah pekerjaan.
20
4. Berikutnya adalah penelitian oleh Khuo – Shun Sun (2011) yang berjudul
“The Turnover Intentions for Construction Engineeris”. Hasil dari analisis
yang dilakukan menunjukkan bahwa gaji dan kepuasan kerja serta komitmen
afektif adalah faktor utama yang mempengaruhi keinginan berpindah insinyur
kontruksi dan menunjukkan bahwa kepuasan kerja dan komitmen organisasi
dapat diharapkan untuk mengurangi niat insinyur konstruksi untuk berhenti.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Inran Qureshi, Mehwish
Ifthikhar, Syed Gohar Abbas, Umar Hassan, Khalid Khan and Khalid Zaman
pada tahun 2012 berjudul
“Relationship Between Job Stress, Workload,
Environment and Employees Turnover Intention”. Penelitian ini dilakukan
dengan mengambil sample secara acak sebanyak 250 karyawan dari
perusahaan tekstil di Pakistan. Hasil menggambarkan bahwa keinginan
berpindah karyawan berhubungan positif dengan stres kerja. Dengan
meningkatnya stres kerja maka turnover
karyawan akan meningkat dan
organisasi harus bersedia untuk mempertahankan karyawan intelektual
mereka
2. 3 Kerangka pemikiran
Berdasarkan pembahasan penelitian yang sudah dibahas diatas, maka kerangka
penelitian ini ditunjukkan oleh model gambar sebagai berikut :
KEPUASAN KERJA
TURNOVER
INTENTION
STRES KERJA
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
21
2.4 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2007), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan
baru pada teori belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini adalah:
•
Untuk T1 :
Ho : Tidak ada pengaruh kepuasan kerja terhadap turnover intention
Ha : Ada pengaruh kepuasan kerja terhadap turnover intention
•
Untuk T2 :
Ho : Tidak ada pengaruh stres kerja terhadap turnover intention
Ha : Ada pengaruh stres kerja terhadap turnover intention
•
Untuk T3 :
Ho : Tidak ada pengaruh kepuasan kerja dan stres kerja terhadap turnover
intention
Ha : Ada pengaruh kepuasan kerja dan stress kerja terhadap turnover
intention.
22
Download