17 17 BAB II LANDASAN TEORI A. Konflik 1. Pengertian Konflik

advertisement
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Konflik
1.
Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Kurt Lewin (dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985)
mendefinisikan konflik adalah suatu keadaan yang mana manusia
memiliki dorongan yang saling bertentangan dan keduanya memiliki
kekuatan yang sama. Konflik sangat dekat hubungannya dengan frustasi.
Menurut Lahey (2007) konflik terjadi ketika motif dua orang atau lebih
tidak dapat terpenuhi karena kedua belah pihak saling bertentangan.
Menurut Webster (1966) istilah conflict di dalam bahasa aslinya
berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan” yaitu berupa
konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Menurut Kamus Psikologi (2010)
konflik adalah sebuah istilah yang sangat luas digunakan untuk mengacu
situasi apapun yang di dalamnya terdapat kejadian atau peristiwa, motif,
tujuan atau maksud, perilaku, impuls atau dorongan dan sebagainya, yang
sama-sama antogonistiknya.
Menurut Eggert dan Falzon (2012) konflik terjadi antara dua belah
pihak atau lebih, bisa disebabkan karena salah satu pihak memiliki
kekuatan dalam pemecahan masalahnya namun tidak dapat bernegosiasi,
17
Universitas Sumatera Utara
18
atau ketika sumber daya yang ada terbatas, atau bahkan ketika adanya
pihak yang menggagalkan pihak lain.
2.
Tipe Konflik
Kurt Lewin (Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985) , seorang ahli
psikologi menggunakan istilah approach dan avoidance di dalam
membahas konflik. Menurut Kurt Lewin (dalam Hall, Lindzey, Loehlin,
Locke, 1985) terdapat empat tipe konflik, yaitu:
1.
Approach- approach conflict
Dalam konflik tipe Approach- approach conflict ini
individu harus memilih dua tujuan yang positif dari dua hal yang
memiliki nilai yang kira-kira sama. Misalnya ketika seorang lulus
dari sekolah kemudian terdapat dua bidang pekerjaan yang
menawarkannya
untuk
bekerja.
Kedua
pekerjaan
tersebut
tampaknya adalah pekerjaan yang baik, prestise yang baik, dan gaji
yang sama. ketika dua pekerjaan tersebut sangat baik, mengapa
kita dapat merasa cemas?
Mengapa ada beberapa di antara
individu yang sampai sakit perut atau tidak dapat tidur karena
memikirkannya? Meskipun kedua hal tersebut merupakan hal yang
positif, kau harus memilih satu pekerjaan saja. Hal ini bisa
membuat stres yang sangat berat pada individu.
18
Universitas Sumatera Utara
19
2.
Avoidance-avoidance conflict
Tipe ini menggambarkan konflik yang mana individu harus
memilih antara dua pilihan yang sama-sama memiliki nilai yang
negatif. Ibarat seseorang yang menderita sakit gigi. Konflik tipe
avoidance-avoidance conflict ini terjadi ketika dia diberi pilihan
antara menahankan rasa sakit pada gigi tersebut terus menerus
atau pergi ke rumah sakit untuk mengobati namun dalam proses
pengobatannya akan sakit juga.
3.
Approach-avoidance conflict
Konflik tipe ini terjadi ketika sesuatu yang sebenarnya
tujuannya positif namun memiliki dampak lain yang negatif.
Contohnya, seseorang yang mendapat beasiswa kuliah ke luar
negeri yang mana ini merupakan impiannya sejak dahulu namun di
sisi lain dia sadar bahwa dia akan jauh dari keluarganya.
4.
Multiple Approach-avoidance conflict
Terkadang konflik yang terjadi sangat kompleks. Multiple
approach-avoidance conflict terjadi ketika individu dihadapkan
pada alternatif antara dua konsekuensi yang positif dan negatif.
Situasi ini dapat terjadi misalnya ketika seseorang mendapatkan
beasiswa di 2 sekolah atlit. Keduanya memiliki konsekuensi.
Sekolah yang pertama memang memiliki rekor yang bagus dalam
turnamen nasional namun pelatih dan beberapa pemainnya tidak
menyenangkan bahkan dibenci orang tersebut. Sekolah yang kedua
19
Universitas Sumatera Utara
20
pelatih dan pemainnya sangat menyenangkan namun memiliki citra
yang memalukan di turnamen nasional.
3.
Jenis Konflik
Terdapat 2 jenis konflik yang dikemukakan oleh Hunt dan
Metcalf pada tahun 1996, yaitu:
1.
Intrapersonal conflict
Sumber konflik intrapersonal adalah diri sendiri. konflik
intrapersonal terjadi dalam diri individu tersebut dan bersifat
psikologis,
misalnya
saat
individu
menyakini
hal
yang
bertentangan dengan nilai-nilai yang terdapat di masyarakat.
Ketika seseorang tidak mampu mengatasi konflik ini maka dapat
mengganggu kesehatan psikologisnya.
2.
Interpersonal conflict
Sumber konflik interpersonal adalah lingkungan sosial
seperti keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah, masyarakat atau
bahkan negara. Konflik interpersonal ini terjadi antara satu
individu dengan individu-individu lainnya.
4.
Dampak Konflik
Konflik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memiliki
konsekuensi tertentu. Berikut dampak konflik menurut Eggert dan
Falzon (2012):
20
Universitas Sumatera Utara
21
1.
Konflik dapat menyebabkan stres yang tinggi di antara
kedua pihak yang terlibat
2.
Menurunkan produktivitas
3.
Menurunkan hubungan interpersonal dan dukungan antar
mereka serta mulai memberikan stereotype antar satu dan
lainnya
4.
Status dan ego menjadi hal yang lebih penting daripada
alasan dan kenyataan
5.
Waktu yang dihabiskan di dalam memecahkan masalah
habis terbuang
6.
B.
Membuat keputusan yang tidak pantas
Remaja
1.
Definisi Remaja
Setiap
manusia
memiliki
jalan
yang
berbeda-beda
pada
kehidupannya, namun satu hal yang pasti setiap manusia mengalami
perkembangan. Konsep perkembangan yang merupakan proses seumur
hidup, yang dapat dipelajari secara ilmiah disebut dengan life span
development. Perjalanan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan
ditandai dengan tidak dengan satu peristiwa, melainkan dengan periode
panjang yang disebut dengan masa remaja (Papalia, Old, Fielman, 2009).
Remaja dalam bahasa ingris disebut dengan adolescence yang berasal dari
bahasa latin adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja).
21
Universitas Sumatera Utara
22
Adolescere berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah
adolescence mempunyai arti yang luas, mencakup kematangan mental,
seksual, emosional dan fisik (Hurlock,1980).
Masa remaja merupakan peralihan masa perkembangan yang
berlangsung sejak usia sekitar 10 atau 11, atau bahkan lebih sampai masa
remaja akhir atau usia dua puluhan awal, serta melibatkan perubahan besar
dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial yang saling berkaitan (Papalia,
Old, Fielman, 2009). Secara umum, masa remaja ditandai dengan
munculnya pubertas. Pubertas merupakan proses yang harus dilewati
seseorang untuk mencapai kematangan seksual hingga akhirnya mampu
untuk melakukan reproduksi ( Papalia, Old, Fielman, 2009).
Masa remaja merupakan masa konstruksi sosial, anak-anak dalam
budaya barat memasuki masa dewasa saat mereka matang secara fisik atau
saat mereka mulai bekerja. Saat ini persiapan menuju kedewasaan
membutuhkan waktu lebih panjang dan tidak memiliki batasan yang jelas.
Pubertas mulai lebih awal dibandingkan masa sebelumnya namun proses
memasuki dunia kerja cenderung terjadi lebih lambat pada masyarakat
yang kompleks, yang membutuhkan periode pendidikan atau pelatihan
kerja lebih panjang untuk mempersiapkan tanggungjawab sebagai orang
dewasa.
Masa remaja awal, sekitar usia 10 atau sampai 11 sampai 14 tahun
merupakan peralihan masa kanak-kanak, masa kesempatan untuk tumbuh
22
Universitas Sumatera Utara
23
baik itu segi kognitif, dan sosial, otonomi, harga diri dan keintiman.
Namun sebagian remaja mengalami masalah dalam menghadapi berbagai
perubahan yang terjadi secara bersamaan dan membutuhkan bantuan
dalam mengatasi bahaya saat menjalani masa ini.
2.
Tahapan Perkembangan Pada Masa Remaja
Menurut erikson remaja berada ditahapan identity versus identity
confusion. Tugas utama dari masa remaja adalah menghadapi krisis dari
tahapan ini untuk menjadi orang dewasa yang memiliki keunikan
tersendiri serta memiliki pernanan yang bernilai di masyarakat. Identitas
yang terbentuk saat remaja berkaitan dengan 3 hal yaitu, pilihan pekerjaan,
pemilihan nilai-nilai untuk diterapkan dalam hidup dan perkembangan
identitas seksual yang memuaskan. Krisis remaja jarang terselesaikan di
masa remaja sepenuhnya, isu-isu berkaitan identitas tersebut akan muncul
berulang kali di masa dewasa juga.
3.
Karakteristik Pemikiran Remaja Menurut Elkind
Menurut Elkind (1998) ketidakmatangan cara berpikir pada
masa remaja setidaknya terjadi dalam enam ciri berikut:
1.
Idealisme dan mudah mengkritik
Remaja
meyakini
bahwa
dirinya
lebih
baik
dibandingkan orang dewasa dalam melakukan segala hal,
mereka sering melihat bahwa cara yang digunakan oleh
orangtua mereka dalam menyikapi sesuatu sering kali salah.
23
Universitas Sumatera Utara
24
2.
Sifat argumentatif
Remaja terus menerus mencari kesempatan untuk
mematahkan
pendapat
orang
tua
mereka
dengan
menggunakan fakta yang ada disertai dengan logika
berpikir mereka.
3.
Sulit untuk memutuskan sesuatu
Remaja
memiliki
alternatif
dalam
setiap
permasalahan namun mereka cenderung tidak memiliki
kemampuan atau keyakinan untuk memutuskan satu cara
yang tepat untuk menyelesaikan sesuatu.
4.
Kemunafikan yang tampak nyata
Remaja tidak mampu untuk mengekspresikan
sesuatu dengan ideal.
5.
Kesadaran diri
Remaja sering kali beranggapan bahwa orang lain
memiliki pemikiran yang sama akan dirinya. Remaja
menganggap bahwa orang lain akan terus memperhatikan
dirinya.
6.
Keistimewaan dan kekuatan
Elkind menggunakan istilah personal fable untuk
menjelaskan hal ini. Personal fable adalah keyakinan
bahwa seseorang itu spesial, unik dan merasa bahwa aturan
yang ada dalam dunia ini tidak berlaku untuknya.
24
Universitas Sumatera Utara
25
4.
Ciri-ciri Masa Remaja
Masa remaja merupakan periode dalam rentang kehidupan
yang memiliki ciri tertentu. Adapun ciri-ciri masa remaja adalah
sebagai berikut:
a.
Masa remaja sebagai periode yang penting
Remaja dikatakan masa yang penting sebab
memberikan dampak yang besar pada sikap dan perilaku
jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu pada
masa ini mempengaruhi fisik dan psikologis seseorang.
b.
Masa remaja sebagai periode peralihan
Pada periode ini status individu masih belum jelas
dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukannya.
Pada masa ini, individu bukanlah anak-anak namun juga
bukan orang dewasa.
c.
Masa remaja sebagai periode perubahan
Perubahan fisik berkembang pesat pada masa ini, di
samping itu perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung
cepat. Terdapat beberapa perubahan yang hampir universal
terjadi seperti, meningginya emosi, perubahan tubuh, minat
dan peran, nilai yang dianut. Kemdian dimana ini juga
terjadi ambivalensi terhadap setiap perubahan, remaja
menginginkan perubahan namun mereka takut akan
tanggungjawab yang harus diemban.
25
Universitas Sumatera Utara
26
d.
Masa remasa sebagai usia bermasalah
Remaja biasanya sulit mengatasi masalah yang
terjadi, hal ini dikarenakan sepanjang masa kanak-kanak
masalah yang terjadi pada mereka diselesaikan oleh
orangtua ataupun orang terdekatnya ataupun karena
penyelesaian masalah yang mereka lakukan tidak sesuai
dengan harapan mereka.
e.
Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk
menjelaskan
siapa
dirinya,
apa
masyarakat.
Pada
tahun-tahun
peranannya
awal
masa
dalam
remaja,
penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting,
namun lambat laun mereka mulai mendambakan identitas
diri dan tidak puas dengan menjadi sama dengan temanteman.
f.
Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Stereotype yang muncul pada masa ini (remaja tidak
rapi, cenderung merusak dll) mempengaruhi konsep diri
dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri.
g.
Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja cenderung menilai dirinya dan orang lain
sebagaimana yang ia inginkan bukan sebagaimana adanya.
26
Universitas Sumatera Utara
27
h.
Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah
para remaja menjadi semakin gelisah karena akan
meninggalkan usia belasan.
5.
Tugas Perkembangan Remaja
Setiap
kelompok
budaya
mengharapkan
seseorang
memiliki keterampilan dan pola perilaku yang disetujui pada
berbagai usia sepanjang rentang kehidupan. Havighurst (1972)
menamakan hal tersebut dengan tugas-tugas dalam perkembangan.
Havighurst (dalam Hurlock, 1990) mengemukakan bahwa tugas
perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar
suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil
akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke arah
keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Menurut
Havighurst (dalam Hurlock, 1990) masa remaja memiliki tugastugas sebagai berikut:
1.
Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan
teman sebaya baik pria maupun wanita.
2.
Mencapai peran sosial pria, dan wanita.
3.
Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya
secara efektif.
27
Universitas Sumatera Utara
28
4.
Mengharapkan
dan
mencapai
perilaku
sosial
yang
bertanggungjawab.
5.
Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang
dewasa lainnya.
6.
Mempersiapkan karir ekonomi.
7.
Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
8.
Memperoleh perangkat nilai dan sistem sebagai pegangan
untuk berperilaku mengembangkan ideologi.
C.
Lesbian
1.
Sejarah Lesbian
Istilah lesbian diambil dari nama sebuah pulau di Yunani,
Lesbos. Kepulauan Lesbos ini merupakan tempat kelahiran penyair
Sappho yang syairnya banyak mengungkapkan rasa cinta kepada
sesama perempuan. Menurut Carrol (2005) lesbian merupakan
sebutan bagi wanita yang secara seksual tertarik pada sesama
jenisnya. Lesbian luas lagi dapat diartikan sebagai wanita yang
secara seksual memiliki ketertaarikan kepada wanita, menyalurkan
perilaku seksualnya kepada wanita, memiliki fantasi seksual
kepada wanita, memiliki ketertarikan secara emosional kepada
wanita, serta mengidentifikasi bahwa dirinya adalah wanita yang
menyukai wanita (Carrol, 2005).
28
Universitas Sumatera Utara
29
Menurut Agustina (2005) lesbian adalah sebutan bagi
wanita yang orientasi seksualnya mengarah pada wanita juga atau
wanita yang mencintai sesama wanita baik secara fisik, seksual,
emosional ataupun spiritual.
2.
Tahapan Pembentukan Identitas Homoseksual
Cass (1984) mengungkapkan bahwa identitas sebagai
homoseksual (lesbian atau gay) melalui suatu proses. Menurut
Cass (1984) dalam proses penetapan ini seseorang dapat memilih
untuk tidak mengembangkan lebih jauh kemungkinan akan
identitas homoseksual dirinya. Cass (1984) mengungkapkan enam
tahapan
pembentukan
identitas
laki-laki
dan
perempuan
homoseksual :
1.
Identity confusion
Pada tahapan ini individu menerima informasi
berkaitan dengan homoseksualitas. Beberapa di antaranya
akan mengabaikan informasi ini namun ada juga yang
memberikan perhatian lebih sebab merasa berhubungan
dengan perasaan dan perilaku mereka. Hal ini menandakan
awal dari pembentukan identitas lesbian atau gay. Individu
mulai sering mempertanyakan tentang“who am i?”. Pada
tahapan ini individu merasakan keterasingan yang tinggi.
29
Universitas Sumatera Utara
30
Ketika pertanyaan itu muncul individu mulai
mencari jawabannya. Terdapat tiga pendekatan untuk
menjawab
pertanyaan
tersebut.
Pertama,
individu
menganggap bahwa lesbian atau gay merupakan hal yang
benar dan dapat diterima. Kedua, individu menganggap
bahwa lesbian atau gay merupakan perilaku yang benar
namun ia tidak menginginkan dirinya menjadi lesbian atau
gay. Individu kemudian berusaha untuk melakukan
inhibition, restriction atau denial. Ketika individu sukses
melakukan hal tersebut, konflik dan kebingungan akan
hilang dan individu akan mengalami indentity foreclosure.
Ketiga, individu beranggapan bahwa lesbian atau gay
merupakan sesuatu yang tidak benar dan tidak diinginkan.
pada kasus ini, individu tidak lagi merasa bahwa perilaku
mereka lesbian atau gay sehingga yang terjadi adalah
identity foreclosure.
2.
Identity comparison
Identity
comparisonterjadi
ketika
pada
tahap
sebelumnya individu tidak mengalami identity foreclosure.
Pada tahapan ini individu mulai menerima bahwa identitas
seksual mereka mungkin lesbian atau gay. Hal ini
menandakan bahwa kebingungan pada tahap sebelumnya
mulai berkurang. Ketika pada tahapan sebelumnya tugas
30
Universitas Sumatera Utara
31
individu adalah mencari jawaban mengenai “who am i?”.
Pada tahap kedua ini tugas indvidu adalah menangani
keterasingan sosial yang mulai muncul. Perbedaan persepsi
membuat individu mulai memperhatikan persepsi orang
lain tentang diri dan perilakunya. Individu merasakan
keterasingan dan tidak dapat menjadi bagian dari kelompok
sosial tertentu. Keterasingan tersebut membuat individu
menjalin hubungan dengan orang lain.
3.
Identity tolerance
Pada tahap ini individu mulai berhubungan dengan
individu lain yang memiliki identitas yang sama, lesbian
atau gay. Hal ini dilakukan untuk melawan rasa
keterasingan dan isolasi dari orang lain.
Pada tahap ini individu terus meningkatkan
keyakinan bahwa dirinya bukan bagian dari heteroseksual
sehingga hal ini membuat individu berhati-hati dalam
berinteraksi. Individu mulai menjalin hubungan dengan
homoseksual
lainnya.
Ketika
individu
mendapatkan
pengalaman yang baik ketika berhubungan maka akan
memperkuat
komitmennya
dan
ketika
individu
mendapatkan pengalaman yang buruk maka individu
cenderung akan mengevaluasi apa yang terlah terjadi.
31
Universitas Sumatera Utara
32
Tahapan ketiga ini berakhir (individu tidak lagi
mengalami identity foreclosure) ketika komitmen untuk
menjadi seorang lesbian atau gay bertambah, individu
menyatakan bahwa dirinya lesbian atau gay. Namun
biasanya
individu
belum
membeberkan
orientasi
seksualnya di tahap ini.
4.
Identity acceptance
Setelah memiliki teman sesama homoseksual
biasanya akan tercipta pandangan yang baru akan dirinya.
Individu
mulai
memandang
positif
akan
orientasi
seksualnya pada tahap ini. Pada tahap ini individu mulai
membuka jati dirinya kepada keluarga atau teman. Selain
itu individu mulai menikmati kehidupannya sebagai
homoseksual.
5.
Identity pride
Pada tahap ini individu tidak hanya sepenuhnya
menerima orientassi seksualnya namun telah merasa
bangga.
Individu
tidak
merasa
pengobatan
untuk
mengalihkan orientasi seksualnya merupakan sesuatu yang
baik. Individu merasa dirinya bernilai dengan orientasi
seksual yang dimilikinya.
32
Universitas Sumatera Utara
33
6.
Identity synthesis
Identity synthesis merupakan tahapan terakhir di
dalam tahapan pembentukan identitas homoseksual. Pada
tahap
ini
individu
tidak
lagi
mengkotak-kotakkan
kehidupan pada mana orientasi yang baik atau yang buruk.
Individu benar-benar merasa bahwa tidak ada yang salah
dengan orientasi seksualnya dan ia merasa nyaman dengan
ini. Hubungan individu dengan mereka yang berorientasi
heteroseksual telah membaik.
3.
Penyebab seseorang menjadi Lesbian
Saat ini banyak peneliti yang mencoba mengungkapkan
hal-hal yang menyebabkan seseorang menjadi lesbian, salah
satunya adalah Tan (2005).
Terdapat tiga hal yang menyebabkan seseorang menjadi
lesbian menurut Tan (2005), yaitu:
1.
Keadaan Keluarga dan Hubungan antar keluarga
Keluarga yang kurang harmonis memang dapat
menimbulkan banyak hal. Hubungan antar orang tua atau
hubungan antara anak dan orang tua yang tidak baik dapat
menyebabkan seorang anak akhirnya memilih orientasi
seksual
lesbian.
Ketidakharmonisan
tersebut
seperti
dominannya peran ibu sehingga membuat ayah berperan
33
Universitas Sumatera Utara
34
sangat minimal atau hubungan yang bermasalah dengan
ayah.
2.
Pengalaman Seksual yang Buruk Ketika Masih Kanakkanak
Kekerasan seksual yang dialami seorang anak
perempuan dapat menyebabkan ia menjadi lesbian.
Meskipun tidak semua perempuan yang mengalami
pelecehan seksual akan menjadi lesbian.
3.
Pengaruh lingkungan
Seseorang yang berada di lingkungan tertentu akan
menyebabkan seseorang menjadi tertentu pula. Ketika
seseorang berada dilingkungan yang terdapat lesbian maka
ia bisa terjerumus dan akhirnya menjadi lesbian juga.
D.
Tipe Konflik pada lesbian
Lesbian adalah sebutan bagi perempuan yang secara seksual
tertarik pada sesama jenisnya, secara lebih luas diartikan sebagai
perempuan yang secara seksual memiliki ketertarikan kepada perempuan
juga. Segala hal yang berhubungan dengan seksual mereka tujukan kepada
sesama perempuan, seperti
ketertarikan emosional, penyaluran hasrat
seksual atau fantasi seksual. Ia mengidentifikasikan bahwa dirinya adalah
seorang perempuan yang menyukai sesama perempuan (Carrol, 2005).
Seseorang yang memiliki orientasis seksual lesbian dapat
disebabkan oleh tiga faktor. Faktor yang pertama adalah keadaan keluarga,
34
Universitas Sumatera Utara
35
lingkungan keluarga yang kurang harmonis dapat memicu seseorang
menjadi lesbian. Faktor kedua adalah pengalaman yang buruk berkaitan
dengan aktivitas seksual pada masa kanak-kanak.
Faktor yang ketiga
adalah pengaruh lingkungan. Seseorang dapat menjadi lesbian ketika
individu berada di lingkungan yang terdapat lesbian juga. Individu dapat
terpengaruh oleh hal tersebut (Tan, 2005).
Pembentukan identitas lesbian tercipta melalui tahapan-tahapan.
Terdapat enam tahapan pembentukan identitas lesbian, yaitu; identity
confusion, mempertanyakan siapa sebenarnya dirinya dan ia mulai
menerima informasi berkaitan dengan homoseksual; identity comparison,
individu mulai berpikir bahwa identitas seksual mereka kemungkinan
adalah lesbian; identity tolerance, individu mulai berhubungan dengan
lesbian-lesbian lainnya; identity acceptance, individu mulai beranggapan
yang positif tentang orientasi seksualnya; identity pride, individu mulai
merasa bangga memiliki orientasi seksual lesbian; identity synthesis,
individu tidak lagi mengkotak-kotakkan kehidupan pada mana orientasi
seksual yang baik dan yang buruk.Masing-masing tahapan memiliki
dinamika tersendiri (Cass ,1984).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurmala, Anam, &
Suyono (2006) ditemukan bahwa lesbian merasa telah terjadi pertentangan
antara perasaan dengan apa yang seharusnya. Menurut norma yang
seharusnya, seorang perempuan seharusnya menyukai laki-laki namun
yang terjadi adalah ia menyukai perempuan. Selain itu, agama adalah sisi
35
Universitas Sumatera Utara
36
lain dari pertentangan yang tidak dapat disanggkal. Mayoritas penduduk
Indonesia adalah pemeluk agama Islam, Katholik dan Kristen Protestan
dan semua agama tersebut mengajarkan atau menafsirkan bahwa
homoseksual merupakan hal yang dilarang (Suvianita & Oetomo, 2013).
Pickett (2009) menyatakan bahwa Al quran tidak memberitahukan
secara spesifik mengenai konsekuensi yang akan diterima ketika seseorang
menjalin hubungan sesama jenis. Namun meskipun begitu, Al quran
menganggap hubungan sesama jenis merupakan tindakan yang negatif.
Pertentangan tersebut kerap membuat lesbian merasakan konflik dan
bingung karena harus memilih dua hal, tetap menjadi lesbian atau berhenti
(Nurmala, Anam & Suyono, 2006).
Konflik menurut Lewin (dalam Hall, Lindzey, Loehlin, 1985)
adalah suatu keadaan saat manusia memiliki dorongan yang saling
bertentangan dan keduanya memiliki kekuatan yang sama. Konflik dapat
terjadi pada siapa saja termasuk pada remaja yang memang berada pada
masa bermasalah. Remaja merupakan masa yang sangat kompleks yang
dimulai sejak usia 10 atau 11 dan akan berakhir di usia dua puluhan awal
(Papalia,Old, Fieldman, 2009).
Pertentangan juga terjadi di setiap tahapan pembentukan identitas
homosesual yang dikemukakan oleh Cass (1984). Individu yang masih
berada pada tahapan awal, yaitu identity confusion biasanya merasakan
konflik yang berkaitan dengan pertanyaan tentang “who am i?”. Sembari
mencari jawaban dari pertanyaan tersebut subjek merasakan keterasingan
36
Universitas Sumatera Utara
37
yang sangat tinggi. Pada tahapan identity comparison perasaan akan
keterasingan tersebut sudah mulai berkurang namun terjadi konflik baru
berkaitan dengan perasaan bahwa ia berbeda dari kelompok sosial yang ia
miliki sebelumnya. Pada tahap identity tolerance individu mulai mengatasi
perasaan keterasingan tersebut dengan berhubungan dengan homoseksual
lainnya. Namun pada tahap ini subjek masih belum memiliki keberanian
untuk mengungkapkan identitas seksual dirinya kepada semua orang.
Sedangkan individu yang berada pada tahapan keempat, kelima dan
keenam telah memandang bahwa orientasi seksual yang dimilikinya
merupakan hal yang positif (Cass, 2009). Rich (1993) juga menyatakan
bahwa seseorang lesbian sering mengalami tekanan karena memiliki
memiliki orientasi seksual yang berbeda dari apa yang seharusnya.
Konflik yang terjadi pada lesbian berkaitan dengan orientasi
seksualnya tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan empat tipe konflik
yang dikemukakan oleh Lewin (dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke,
1985), yaitu approach-approach conflict, konflik ini terjadi ketika lesbian
dihadapkan pada dua keadaan yang masing-masing memiliki tujuan yang
positif. Tipe konflik yang kedua adalah avoidance-avoidance conflict,
konflik ini terjadi ketika lesbian harus memilih antara dua pilihan yang
sama-sama memiliki konsekuensi yang negatif.
Tipe konflik yang ketiga adalah approach-avoidance conflict,
konflik tipe ini terjadi ketika lesbian dihadapkan pada dua keadaan yang
sebenarnya memiliki tujuan positif namun sekaligus memiliki dampak lain
37
Universitas Sumatera Utara
38
yang negatif. Tipe konflik ini juga dialami oleh seorang lesbian. Saat
dilakukan wawancara ia mengaku bahwa ia ingin mengungkapkan
orientasi seksualnya namun terdapat kemungkinan ia akan dijauhi oleh
orang lain. Miller (1959) mengatakan bahwa ketika individu mengalami
konflik ini maka pada akhirnya yang terjadi adalah keadaan yang lebih
diinginkan atau lebih kuat.
Tipe konflik yang terakhir adalah multiple approach-avoidance
conflict, konflik ini terjadi ketika lesbian dihadapkan pada keadaan yang
memiliki dua alternatif yang memiliki konsekuensi positif dan negatif
sekaligus. Morgan (1986) mengatakan bahwa dalam kehidupan multiple
approch-avoidance conflict sering terjadi. Misalnya pada seorang clubber,
di satu sisi menjadi clubber membuatnya menjadi tenang, senang dan
memiliki materi yang lebih namun ia juga menjadi tidak sehat dan
dipandang negatif oleh teman dan keluarga. Di sisi lain apabila ia tidak
menjadi clubber maka ia dapat hidup sehat namun ia juga akan dianggap
sombong serta munafik oleh teman-teman sesama clubbernya (Panjaitan,
2009).
Ketika
seseorang
mengalami
konflik
maka
akan
terjadi
konsekuensi-konsekuensi yang negatif, seperti; akan mengalami stres yang
tinggi, terjadi penurunan produktivitas, penurunan hubungan interpersonal,
adanya kecenderungan lebih mementingkan ego yang dimiliki daripada
kenyataan yang sebenarnya, kehilangan waktu yang cukup banyak demi
menyelesaikan konflik yang terjadi, dan terakhir dapat membuat seseorang
38
Universitas Sumatera Utara
39
menentukan keputusan yang tidak seharusnya. Sehingga akan lebih baikk
ketika seseorang meminimalisir terjadinya konflik (Eggert & Falzon,
2012).
Berdasarkan data-data dan teori inilah peneliti akan mengungkap
bagaimana sebenarnya gambaran tipe konflik pada remaja yang memiliki
orientasi seksual lesbian. Konflik tersebut berkaitan dengan kenyataan
bahwa ia memiliki orientasi seksual yang berbeda serta bertentangan
dengan sosial budaya, kebijakan pemerintah dan juga agama.
39
Universitas Sumatera Utara
40
E.
Paradigma Teoritis
Bertentangan dengan:
1. Agama
2. Kebijakan pemerintah
3. Sosial Budaya
Tahap pembentukan
identitas lesbian:
7. Identity confusion
8. Identity comparison
9. Identity tolerance
Lesbian
Konflik
Approach-approach
conflict
Avoidance-avoidance
conflict
Approach-avoidance
conlfict
Multiple approachavoidance conflict
Keterangan:
Menyebabkan
Terdiri dari
Fokus penelitian
40
Universitas Sumatera Utara
Download