1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah Indonesia yang terletak di garis ekuator, di antara dua benua dan
dua samudera serta terdiri dari pulau-pulau yang dipisahkan oleh perairan sangat
berpengaruh terhadap pola distribusi hujan serta menyebabkan variasi curah hujan
yang berbeda-beda pada setiap wilayah. Kondisi ini sangat berhubungan dengan
dengan interaksi dan fluktuasi fenomena yang disebabkan oleh dinamika
Atmosfer-lautan (Ropelewski dan Halpert, 1987; Giannini et al., 2007). Iklim di
Indonesia yang terdiri dari musim hujan dan musim kemarau merupakan akibat
adanya pengaruh angin muson Asia-Australia. Selain muson faktor penyebab
bervariasinya iklim di Indonesia adalah ENSO (El Niño Southern Oscillation).
ENSO merupakan perubahan interaksi antara atmosfer dan lautan yang terjadi
pada skala besar (basinwide) pada wilayah ekuatorial Lautan Pasifik; fase hangat
merupakan El Nino dan fase dingin merupakan La Nina (Glantz, 1996 di dalam
Trenberth, 1997). Pusat aktivitas ENSO berada di Samudra Pasifik yang
berdekatan dengan garis ekuator (Trenberth, 1997; Trenberth dan Caron, 2000).
ENSO adalah salah satu fenomena iklim global yang dapat ditentukan dengan
beberapa indikator diantaranya SOI (Southern Oscillation Index) dan SST (Sea
Surface Temperature). SOI banyak digunakan oleh ahli iklim untuk menentukan
kekuatan ENSO. SOI merupakan nilai perbedaan antara tekanan atmosfer di atas
1
permukaan laut di Tahiti (Pasifik timur) dengan tekanan atmosfer di Darwin
(pasafik barat) akibat dari perbedaan suhu muka laut di kedua daerah tersebut.
Nilai SOI digunakan untuk penentuan periode El Niño dan La Nina. Apabila
terjadi La Nina, maka Nilai SOI secara berturutan selama tiga sampai lima bulan
berada pada nilai positif dan di atas nilai +5, sedangkan bila terjadi El Nino, nilai
SOI secara berturutan negatif dan kurang dari -5. Suhu muka laut (SST)
merupakan faktor penting untuk iklim regional dan iklim global. Hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan yang erat antara SPL terhadap curah hujan di
suatu wilayah. Hendon (2003) menyatakan bahwa variabilitas SPL Nino.3.4
mempengaruhi 50% variasi curah hujan seluruh Indonesia sedangkan variabilitas
SPL di Laut India 10-15%. Pendapat ini diperkuat dengan hasil penelitian
Prabowo & Nicholls dalam Faqih (2004) yang menyatakan bahwa iklim
Indonesia dan Australia sangat berkaitan erat dengan wilayah Nino.3 dan 4. Hal
yang sama juga dinyatakan oleh Qu et al (2005) bahwa suhu permukaan laut
merupakan faktor utama yang mengontrol adanya konveksi dan dengan demikian
menjadi pengontrol utama di dalam distribusi curah hujan. Selain kedua indikator
di atas, ada indikator yang tidak kala pentingnya yaitu gas CO2. Menurut
Kaimuddin (2000) diprediksikan jika terjadi peningkatan konsentrasi CO2 sebesar
dua kali lipat, selain terjadi peningkatan suhu dan curah hujan juga akan terjadi
perubahan pola hujan di wilayah Indoensia. Perubahan yang terjadi adalah
peningkatan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan,
2
relatif tetap didaerah ekuator dan terjadi penurunan curah hujan di bagian utara
wilayah Indonesia.
Dalam bidang pertanian, dampak ENSO menjadi masalah yang cukup
serius terhadap penurunan produksi pangan. Berdasarkan
kekeringan pada tanaman
hasil pemantauan
padi selama tahun 1993-2002 yang dilakukan
Departemen Pertanian, diperoleh angka rata-rata lahan pertanian yang terkena
kekeringan mencapai 220.380 ha dengan lahan puso mencapai 43.434 ha atau
setara dengan kehilangan 190.000 ton gabah kering giling (GKG). Fenomena
ENSO juga menyebabkan musim hujan dan musim kemarau pada wilayah
tertentu khususnya Kabupaten Sleman menjadi sulit diprediksi sehingga menjadi
masalah bagi petani
untuk menentukan masa tanam. Dresani (2013)
mengungkapkan bahwa sebagian besar petani di Kecamatan Seyegan, Kabupaten
Sleman
tidak tahu mengenai perubahan iklim dan pemanasan global tetapi
merasakan dampak perubahan iklim seperti suhu semakin panas, penurunan
produksi, kegagalan panen, kekeringan, lahan sulit diolah, dan penurunan volume
air irigasi.
Berdasarkan uraian di atas, letak Kabupaten Sleman yang berada dekat
dengan pusat aktivitas ENSO (Samudera Pasifik) dan Samudera Hindia,
memungkinkan wilayah ini dipengaruhi oleh iklim global. Karakteristik wilayah
ini sangat menarik karena memiliki topografi yang bervariasi hampir di seluruh
wilayah serta berada di kawasan lereng Gunung Merapi sehingga sangat
dimungkinkan adanya pengaruh faktor lokal terhadap curah hujan wilayah..
3
Selain itu, Kabupaten Sleman merupakan salah satu wilayah produksi bahan
pangan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarata.
Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian yang mengkaji hubungan beberapa parameter iklim global
seperti SOI, SST, dan CO2 terhadap curah hujan di wilayah Kabupaten Sleman
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini yaitu :
1. Mengetahui pengaruh Indeks Iklim Global (SOI, SST, dan CO2) terhadap
distribusi curah hujan musiman periode 2003-2014 di Kabupaten Sleman.
2. Membuat peta spasial hubungan Indeks Iklim Global dengan curah hujan
musiman.
3. Menentukan
persebaran
wilayah pengaruh indeks iklim global terhadap
curah hujan.
1.3 Manfaat
1. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat memberi informasi
mengenai sebaran wilayah pengaruh indeks iklim global terhadap pola variasi
curah hujan, menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan dan penentuan
srategi pola tanam pertanian.
2. Bagi petani, diharapkan dengan penelitian ini petani dapat menentukan pola
dan waktu tanam dan dapat mengantisipasi dampak perubahan iklim sehingga
kegagalan panen dapat dihindari dan produksi pertanian meningkat.
4
Download