Mohamad Ikhsan/LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Pondok Gede, 5 Desember 2016 Apa tiga tantangan ekonomi Indonesia terpenting saat ini? Mengembalikan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia minimal 6+%? Membuat pertumbuhan ekonomi lebih sensitif terhadap penurunan kemiskinan? Mengatasi kesenjangan ekonomi Memahami pola pertumbuhan ekonomi Indonesia: Perbandingan Pre Crisis 1997/98 dan Post Crisis 1998 Apakah perubahan sistem perencanaan Indonesia dari sistem tersentralisasi (Taman Surapati led the economy) menuju sistem terdesentralisasi telah menyebabkan perlambatan pertumbuhan ini? Political factor (democracy) yang menghambat proses pertumbuhan ekonomi Atau kualitas leadership yang diperlukan tidak eksis? Kualitas implementasi? Apa peran perencana dan perencanaan ekonomi dalam ekonomi yang lebih didominasi sektor swasta baik di tingkat pusat maupun daerah Mengembalikan Laju Pertumbuhan Ekonomi menjadi 6+ % Mengembalikan Laju Pertumbuhan Ekonomi Yang Sensitif terhadap Penurunan Kemiskinan Mengatasi Masalah Kesenjangan Ekonomi Mohamad Ikhsan 12/7/2016 3 Penciptaan Lapangan Kerja 5-5% % untuk menyerap new entrants 1 % menyerap penganggur eksisting dan transformasi dari informal jobs ke formal jobs Penurunan Kemiskinan Tergantung pada sektor ekonomi dan transformasi ketenagakerjaan Untuk menurunkan kemiskinan di bawah 10% dibutuhkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi Structural poverty – 80 % kemiskinan tersisa adalah structural Standar kemiskinan perlu dinaikkan Kebutuhan jangka menengah-panjang Mencegah terjebak dalam perangkap negara pendapatan menengah Memanfaatkan demographic dividend Mohamad Ikhsan 12/7/2016 4 Indonesia: Laju Pertumbuhan Ekonomi (harga konstan 2005) 15 Pre 1998 Crisis 7,2 % 10 Post 2001: 5 Agriculture Sector and Oil and Gas Driven: Poverty cut half from 77% to 36 % -10 Productivity of paddy and rural sector Revolution using oil wind fall were the key -15 Mohamad Ikhsan Mfg Sector Driven: Poverty cut by half from 36% To 18% Labor Transformation was the key Macroeconomic mgt and structural reform 2016 2015 2014 2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2005 2006 2004 2003 2002 2001 1999 2000 1998 1997 1996 1995 1994 1993 1992 1991 1990 1988 1989 1987 1986 1985 1983 -5 1984 1982 1981 1980 1979 1977 1978 1976 1975 1974 1973 1972 1971 1970 1969 1968 1967 1966 1965 1964 1963 1961 1962 0 Service Sector driven and Diminishing role of mfg Bad labor policy Fragmented Policy making Process 12/7/2016 7 Ada anggapan perubahan politik menuju sistem demokrasi menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi pasca krisis 1997/98 Counter-argument : mengapa India bisa tumbuh bahkan lebih tinggi 8+ % dalam era liberalisasi ekonomi? Lihat juga perkembangan Philipines terakhir ini? Apakah perubahan sistem perencanaan Indonesia dari sistem tersentralisasi (Taman Suropati led the economy) menuju sistem terdesentralisasi telah menyebabkan perlambatan pertumbuhan ini? Tidak ada evidence yang kuat yang menunjukkan sistem pelayanan dasar di daerah lebih buruk dibandingkan sebelum desentralisasi Tetapi memang kelihatannya desentralisasi over sold atau over promised? Perda yang dikeluhkan mayoritas tidak pernah bisa diimplementasikan. Atau kualitas leadership yang diperlukan tidak eksis? Kualitas implementasi? Somehow punya peran:.belum punya konduktor sekualitas Prof Widjojo Nitisastro. Qua academic, kualitas perencana dan implementor harusnya lebih baik dibandingkan periode sebelumnya. Dengan good leadership beberapa program besar seperti rehabilitasi Aceh, BLT bisa berjalan. Good leadership vs bad leadership: BLT versus PKH Program LPG vs Listrik 10 MW + 35 Mw Alokasi anggaran yang tidak tepat sehingga tidak mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagian dihabiskan untuk belanja energi dan menyebabkan defisit infrastruktur makin membesar : tidak mampu mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi Koreksi anggaran pun seringkali masih tidak tepat: kasus alokasi sektor pertanian yang dihabiskan untuk subsidi dan bantuan sosial. Kebijakan yang tepat : aturan perburuhan yang mempengaruhi sektor industri manufaktur Persamaan Pertumbuhan Ekonomi Sedehana: Y T 0.49 K 0.51 L Atau : Pertumbuhan Ekonomi Merupakan Fungsi dari Pertumbuhan Produktivitas, Akumulasi Modal dan Angkatan Kerja plus human capital Post Crisis 0.9 % Pre Crisis 1.3% 0.5 Post Crisis (3.2%) Target Real Investment Growth: 10% Investment Growth 5 6 7 8 9 10 11 12 3.8 4.2 4.7 5.2 5.7 6.2 6.7 7.1 Target TFP Growth: 1.5-1.8% TFP Growth 0.75 1 4.0 4.5 4.9 5.4 5.9 6.4 6.9 7.4 4.2 4.7 5.2 5.7 6.2 6.7 7.2 7.6 1.5 2 4.7 5.2 5.7 6.2 6.7 7.2 7.7 8.1 5.2 5.7 6.2 6.7 7.2 7.7 8.2 8.6 Private Sector Driven Peran Investasi pemerintah hanya 8% dari total investasi/PDB Pertahankan keterbukaan : Sejarah ekonomi dunia menunjukkan hanya dengan keterbukaan ekonomi domestik dapat tumbuh secara berkelanjutan. Contoh : Germany, China (Deng Xio Ping era hingga kini), India (post reform 1990), Indonesia (1985-1995) Proteksi ekonomi terbaik adalah dengan menjaga daya saing domestik. Benchmark: Global Market – Keberhasilan Korea menggunakan global market as benchmark FDI perlu didorong masuk : sumber teknologi baru dan capital Atasi defisit infrastructures Deficit infrastructures menyebabkan daya saing menurun dan minat berinvestasi berkurang Pemerintah tidak akan mampu mengatasi defisit infrastruktur Partisipasi swasta but swasta mengalami kesulitan dalam mgt resiko projects PPP dan Creative expansion [BUMN sell their asset to private sector and use the proceeds for expansion] Mohamad Ikhsan 12/7/2016 12 Jaga pertumbuhan konsumsi masyarakat Pertahankan tingkat inflasi yang rendah 3-5% per tahun Dorong transformasi dalam sektor pertanian ke arah high value added crops Revitalisasi sektor manufaktur Dorong reformasi dalam sektor jasa Mohamad Ikhsan 12/7/2016 13 Keseimbangan Primer, 1996-2016 (% dari PDB) Keseimbangan Primer Keseimbangan Primer + Subsidi Energi Defisit Anggaran 7.3 6.2 5.5 5.1 4.3 3.9 3.7 4.2 5.3 4.3 4.3 3.9 3.7 3.5 3.5 3.3 2.9 2.8 2.9 2.6 2.2 1.8 1.2 1.6 1.5 1.4 1.8 1.2 1.7 1.5 1.8 0.8 0.6 0.1 1996 1997 0.2 0.1 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 -0.5 2006 2007 2008 -0.1 2009 -1.7 -2.2 -2.4 -2.1 -2.4 -1.5 2010 -0.7 -0.9 -1.3 2.4 -1.3 -1.6 2011 2012 2013 -0.6 -1.0 2014 2015 -0.2 -0.8 -1.0 2016 -0.1 -0.9 -1.2 -1.8 -2.2 -2.1 -2.6 -2.4 25.0 Komposisi Belanja Pemerintah, 1996-2016 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Belanja 2003 2004 2005 Belanja Pemerintah Pusat 2006 Subsidi 2007 2008 2009 Subsidi Energi 2010 2011 belanja Modal 2012 2013 2014 2015 2016 Tren Indeks Head Count Kemiskinan, 1970-2016 70 60 50 40 1983: Turning point penurunan kemiskinan: perubahan sumber pertumbuhan ekonomi dan transformasi ketenagakerjaan 30 20 10 0 1970 1976 1978 1980 1981 1984 1987 1990 1993 1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Seri baru Kota+Desa seri lama kota+desa seri lama desa seri baru desa Komposisi Rumah Tangga Miskin : Total : 11%; Structural Poor 6,6% dan Sisanya adalah Vulnerable Group Growth is necessary but not sufficient. Growth plus is required to push up the structural poor Quality of Growth – should learn from the 1970s growth episode [productivity driven] Transformation within agriculture sector [high value added crops, poultry, fishery..dont forget people respond to incentives] Human investment at the young ages Mobilitas dalam pasar kerja terutama antar sektor Akses to finance including insurance not just banking Prepare the safety net: Protect the vulnerable group Openness has benefits and risks Use direct subsidy not price intervention. Mohamad Ikhsan 12/7/2016 17 Handling inequality is necessary to ensure a sustainable growth path Perubahan Kemiskinan disebabkan Karena : (i) pertumbuhan ekonomi dan (2) kesenjangan pendapatan. Kemiskinan akan bisa diturunkan lebih tinggi jika kesenjangan pendapatan bisa dipertahankan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang sama. Sumber inequality dan Jenis Ketimpangan (Boediono, 2104) Pertama, ada segmen tidak tunduk pada rule of law (the wild west) – penegakan hukum Kedua, hukum formal exist, ttp tidak berjalan baik – muncul rent seeking activities [The Robben Barrons) –reformasi hukum Ketiga, penerapan baik ttp aturan hukumnya tidak baik – rent seeking akan timbul – reformasi politik Keempat, ketimpangan dalam opportunity dan akses – mengefektifkan peran negara Kelima, ketimpangan akibat innate ability atau aset individual – some good but some could be intervened by the state (land reform) Mohamad Ikhsan 12/7/2016 18 Table 3.5: Growth and redistribution decomposition of poverty changes Change in incidence of poverty Susenas Susenas Actual Growth Redistribution Interaction 2007 Maret 2012 Maret change Poverty line = pl2012 Total 16.35 11.96 -4.39 -9.29 7.99 -3.09 Urban Rural 12.40 20.09 8.78 15.12 -3.62 -4.97 -7.63 -9.00 Note: Changes shown between years Susenas 2007 Maret and Susenas 2012 Maret 7.80 5.83 -3.79 -1.80 Peran Perencanaan: • Mengatasi market failures but we have government failures • Coordination failures • Mendorong complementarities Resource Endowments: Path Dependency: Initial Institutional & Cultural Conditions External Environment Market Private enterprises Subjet to State Failures Acts via coercion, incentives, and partnership State/Government Complementarities Coordination Civil society Community Acts via Cooperation Subject to Community failures Acts via competition Subject to Market Failures Development Outcomes Sumber: diadopsi dari DeJanfry and Sadoulet, Development Economics; Theory and Practices Sumber: Growth Commission (2008) ADDRESSING THE CHALLENGES IS MORE DIFFICULT BECAUSE INSTITUTIONAL CONSTRAINTS Pre-1998: under the New Order Post-1998: in a democratic and decentralized Indonesia Coordination in decisionmaking regarding policy formulation and implementation Centralized decision-making Difficult because of multiple stakeholders and multiple axes along which coordination needed Accountability structures within government Vertical and hierarchical structure, strong incentives Dispersed and multiple vertical and horizontal lines of accountability, weak incentives Capacity in terms of policy formulation, implementation, and service delivery Good given centralized state and tasks at hand 23 @ Mohamad Ikhsan Weak in context of decentralized state and “second-generation” challenges 07/12/2016 Sebelum Desentralisasi dan UU No 17/2013 Alokasi Anggaran Kemenkeu : Non Anggaran Pembangunan Bappenas : Anggaran Pembangunan termasuk anggaran dibiayai oleh Dana Luar Negeri (Penyiapan Blue Book) Policy dan Perencanaan GBHN Bersama Menko Ekuin menyiapkan Kebijakan Baru Hubungan dengan Pemerintah Daerah Anggaran tersentralisasi Bappeda walaupun organ Pemda tetapi harus berkoordinasi dengan Bappenas Instrumen tambahan : Dana Inpres yang dikoordinasi oleh Bappenas Setelah Desentralisasi dan UU No. 17/2003 Alokasi Anggaran Desentralisasi mengubah pola alokasi anggaran. Bipolar : (1) K/L – Dekon dan (2) Dana Transfer: Dana Bagi Hasil, DAU dan DAK Peran alokasi K/L dalam APBN berkurang dan peran Bappenas menjadi implisit melalui peran tripatri Peran Dana Luar Negeri Turun: Kendali Bappenas melalui Blue Book berkurang Policy dan Perencanaan Bappenas: RPJMN Policy Formulation : makin menyebar karena munculnya UU Sektoral baru yang memperkuat peran Menteri. Hubungan dan Pemerintah Daerah Hubungan dengan Bappeda praktis hilang kecuali dalam ritual tahunan Musrebangnas Koordinasi Kebijakan Pusat – Derah : peran Bappenas hilang dan kendali Pemerintah Pusat pun fragmented di Kemendagri dan Kemenkeu. Non Diskresi Diskresi (Diurutkan dari paling tinggi diskresinya) Dana Transfer Daerah (34%) Belanja Modal (13%) Belanja Pegawai (15%) Belanja Sosial (2%) Bunga Utang (8%) Belanja Barang (2%) Belanja Barang (10%) Subsidi Belanja Sosial (3%) Lain Total 72 % (11%) (2%) Total (28%) Menyiapkan RPJMN yang kredible Reform Factory: Outcome ditentukan oleh Kebijakan plus Alokasi Anggaran Bersama Kemenkeu : Memaksimalkan Fungsi Anggaran dalam Diskresi Pemerintah Pusat dengan: Optimalisasi Alokasi Anggaran K/L – Belanja Non Diskresi khususnya Belanja Modal Meyiapkan Reformasi Belanja Bukan Modal Membantu Biro Perencanaan K/L: Perencanaan dan Penyiapan Proyek: Disain hingga pembiayaan Penyiapan Anggaran termasuk Sinkronisasi anggaran sesuai dengan RPKMN Sikronisasi Anggaran Pemerintah Pusat dan Daerah Alokasi K/L Project Preparation Penguatan Fungsi Tripatri Pembagian Tugas dengan Kemenkeu Membantu Biro Perencanaan K/L Kemenkeu : Resource Envelope Bappenas : Substansi Sharing informasi Proyek dan Program Skeduling anggaran yang baik dalam menyiapkan proyek Mengordinasikan BPPT dan Universitas membantu menyiapkan rancang bangun proyek. Membangun PPP Nodes di K/L Transfer Anggaran Total ----- 34 % 100 % Pemda: Total : 24 % (DAU+ DBH+ Dana Alokasi Khusus) Pemerintah Pusat masih punya peran : 10% DAK : 3 % Dana Penyesuaian : 5% Dana Desa : 2% Peran Bappenas Konsultan untuk Bappeda untuk menyiapkan APBD termasuk memperbaiki kualitas proyek daerah Sikronisasi DAK dan Dana Transfer Khusus Kerjasama dengan dengan Kemendagri, Kemenkeu dan K/L Approval Bappenas dalam DAK Memastikan Dana Desa Kerjasama dengan TNP2K Kementrian Desa, Kemenkeu, dan Kemendagri Perbaiki proses perencanaan dan implementasi Identify the problems : Getting It Right Implementation – Policy formulation and implementation: Doing it Right Review : Doing it better Implementation: Alokasi anggaran berdasarkan problem identification yang tepat dan benar Poliicy Reform Reform Factory di level daerah – Propinsi maupun Kabupaten/Kota Gunakan Paket Reformasi Ekonomi yang diluncurkan oleh pemerintah Bappeda sebagai kawah chadradimuka birokrat yang andal di daerah/ Menyelesaikan tiga agenda utama Ekonomi Indonesia memerlukan reformasi ekonomi yang sistematis, konsisten dan terus menerus. Tidak ada jalan pintas dalam menyelesaikan persoalan ini. Jalan pintas hanya akan menciptakan masalah baru bukan menyelesaikan masalah lama dengan tuntas. Trade-off dalam menyelesaikan tiga agenda di atas kerap terjadi. Analisis biaya manfaat perlu dilakukan untuk memilih ramuan kebijakan yang tepat. Karena private sector driven – confidence dan trust pelaku ekonomi perlu dipupuk terus dengan tidak mendistorsikan pasar dan peran pemerintah yang tepat. Mohamad Ikhsan 12/7/2016 30 • Peran pemerintah pada perekonomian yang didominasi oleh sektor swasta harus berubah. • Perubahan ini tidak berarti pengurangan peran pemerintah, tetapi lebih pada menekankan pada fokus pembangunan kelembagaan tersebut terutama pada penyediaan barang publik yang esensial yaitu : (i) market supporting public goods dan (ii) market augmented public goods • Market supporting public goods adalah esensial antara lain adalah iklim berusaha dan penegakan hukum (law and order). Ketiadaan barang publik ini menyebabkan terjadinya (i) lack of confidence dari pelaku ekonomi dan (ii) social exclusion terhadap kelompok rumah tangga miskin. • Sementara kelompok market augmented public goods adalah jenis barang publik yang walau mekanisme pasar berjalan dengan baik, sektor privat tidak akan mampu menyediakan tingkat yang tepat dari jenis barang publik ini. Umumnya adalah sejumlah merit goods seperti pendidikan dan kesehatan serta infrastruktur dasar • Komplementaritas dari barang publik tersebut sangat tinggi dan menghasilkan economic rate of return yang lebih tinggi pula. • Kemampuan penyediaan barang publik tergantung peningkatan kapasitas mulai dari perencana (pemerintah pusat) hingga pengelola (pemerintah pusat dan pemerintah daerah) serta pelaksana di sekolah maupun puskesmas. Peningkatan kapasitas ini juga dibutuhkan karena sebagian besar dari kebijakan anti kemiskinan merupakan pendekatan bukan pasar. • Pemerintah tetap merupakan primary driver termasuk dalam pengembangan microfinance misalnya. • Penguatan fungsi Bappenas dan Bappeda menjadi elemen penting dalam proses reformasi untuk memperkuat fungsi pemerintah yang efektif untuk menjawab tiga tantangan : mengembalikan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, mendorong percepatan penurunan kemiskinan dan mengatasi masalah ketimpangan ekonomi. Penguatan fungsi Bappenas dan Bappeda menjadi elemen penting dalam proses reformasi untuk memperkuat fungsi pemerintah yang efektif untuk menjawab tiga tantangan : mengembalikan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, mendorong percepatan penurunan kemiskinan dan mengatasi masalah ketimpangan ekonomi. Kapasitas Perencana perlu diperkuat Model penguatan ala OTO perlu direvitalisasikan dan disentralisasikan di Bappenas