85 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

advertisement
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Durasi proses penyelesaian sengketa pajak menunjukkan karakteristik yang
berbeda terhadap jenis Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
Hubungan posistif antara kelompok SKPKB dengan hazard rate
menunjukkan bahwa kelompok SKPKB membutuhkan durasi penyelesaian
sengketa pajak yang lebih cepat dibanding kelompok Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar (SKPLB). Hubungan tersebut terdapat pada penyelesaian
sengketa pajak secara keseluruhan tingkat pengadilan mulai dari penerbitan
SKP sampai dengan putusan PK di MA, penyelesaian sengketa pajak tingkat
banding, dan penyelesaian sengeta pajak tingkat PK.
2. Durasi proses penyelesaian sengketa pajak menunjukkan karakteristik yang
berbeda terhadap jenis Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Hubungan
positif antara kelompok SKPN dengan hazard rate menunjukkan bahwa
kelompok SKPN membutuhkan durasi penyelesaian sengketa pajak yang
lebih cepat dibanding kelompok SKPLB. Hubungan tersebut terdapat pada
penyelesian sengketa pajak secara keseluruhan dan penyelesaian sengketa
pajak tingkat banding.
3. Durasi proses penyelesaian sengketa pajak menunjukkan karakteristik yang
berbeda terhadap putusan pegadilan yang menolak permohonan sengketa
pajak. Dalam penyelesaian sengketa pajak pada tingkat keberatan, putusan
85
Dirjen Pajak yang menolak permohonan keberatan membutuhkan durasi
yang lebih cepat dibanding putusan menerima sebagian. Dalam
penyelesaian sengketa pajak pada tingkat banding, putusan Pengadilan
Pajak yang menolak permohonan banding membutuhkan durasi yang lebih
lama
dibanding
putusan
menerima
sebagian.
Sedangkan
dalam
penyelesaian sengketa pajak pada tingkat PK, putusan MA yang menolak
permohonan PK membutuhkan durasi yang lebih cepat dibanding putusan
mengabulkan seluruhnya.
4. Durasi penyelesaian sengketa pajak pada tingkat keberatan menunjukkan
karakteristik yang berbeda terhadap perbedaan penghitungan pajak antara
wajib pajak dan Dirjen Pajak. Semakin besar perbedaan penghitungan
pajak, maka durasi penyelesaian sengketa pajak menjadi semakin lama.
5. Durasi penyelesaian sengketa pajak pada keseluruhan tingkat pengadilan
menunjukkan karakteristik yang berbeda terhadap kelompok perusahaan
yang sudah go public. Hubungan yang positif antara kelompok perusahaan
go public dengan hazard rate menunjukkan bahwa perusahaan yang sudah
go public menjalani proses sengketa pajak yang lebih cepat dibanding wajib
pajak yang berasal dari perusahaan yang belum go public maupun wajib
pajak yang berasal dari individu perseorangan.
6. Durasi penyelesaian sengketa pajak pada keseluruhan tingkat pengadilan
dan tingkat PK menunjukkan karakteristik yang berbeda terhadap kelompok
pemohon. Hubungan yang negatif antara kelompok pemohon yang berasal
dari Dirjen Pajak menunjukkan bahwa kelompok pemohon yang berasal
dari Dirjen Pajak menerima hasil putusan dari hakim lebih lambat dibanding
86
pemohon yang berasal dari wajib pajak. Hasil ini menunjukkan adanya
perbedaan perlakuan dalam penyelesaian sengketa pajak berdasarkan
pemohon. Padahal dalam UUD 1945 pasal 28 ayat (1) disebutkan bahwa
setiap orang mendapat perlakuan yang sama dihadapan hukum.
7. Durasi penyelesaian sengketa pajak pada tingkat PK menunjukkan
karakteristik yang berbeda terhadap ketua majelis persidangan. Hubungan
yang negatif antara persidangan PK yang diketuai oleh Widayatno
Sastrohardjono, SH., M.Sc dengan hazard rate menunjukkan bahwa
persidangan PK yang diketuai oleh Widayatno Sastrohardjono, SH., M.Sc
berlangsung lebih lama dibanding persidangan yang diketuai oleh Dr.H.
Imam Soebechi, SH.,MH.
5.2. Saran
Perbedaan durasi penyelesaian sengketa pajak terhadap berbagai macam
karakteristik menunjukkan masih adanya diskriminasi dalam penyelesaian sengketa
pajak di Indonesia. Hal tersebut tidak sesuai dengan UUD 1945 pasal 28 ayat (1)
yang megatur bahwa setiap orang berhak mendapatkan perlakuan yang sama
dihadapan hukum. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian dan penyelidikan lebih
mendalam kenapa diskriminasi tersebut bisa terjadi.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa masing-masing tingkatan
pengadilan memiliki karakteristik yang berbeda terhadap durasi penyelesaian
sengketa pajak. Pada tingkat keberatan, seluruh permohonan keberatan diputus
sebelum batas waktu yang ditentukan. Sedangkan pada tingkat banding dan PK,
sebagian besar permohonan sengketa justru diputus setelah jangka waktu yang
87
ditentukan. Arkelof (1991) menyatakan bahwa keputusan individu untuk
menyelesaikan tugas dalam batas waktu (deadlines) dipengaruhi adanya perubahan
penekanan terhadap biaya dan manfaat yang diperoleh. Ketika mendekati batas
waktu, individu akan lebih memberikan penekanan terhadap biaya dibanding
dengan keuntungan. Dengan demikian, biaya yang timbul akibat penundaan tugas
akan mendorong individu untuk menyelesaikan tugas tepat waktu. Hal tersebut
sejalan dengan proses penyelesaian sengketa pada tingkat keberatan.
Pada tingkat keberatan, hazard rate meningkat tajam ketika mendekati batas
waktu pengambilan keputusan keberatan. Jika keputusan Dirjen Pajak melewati
batas waktu yang ditentukan, maka biaya (konsekuensi hukum) yang harus
ditanggung oleh Dirjen Pajak adalah dengan mengabulkan seluruhnya permohonan
keberatan wajib pajak. Dengan demikian, biaya tersebut akan mendorong Dirjen
Pajak untuk mengeluarkan keputusan keberatan sebelum batas waktu yang
ditentukan. Akan tetapi, hal tersebut berbeda dengan proses penyelesaian sengketa
pada tingkat banding dan PK. Biaya (konsekuensi hukum) yang muncul akibat
keterlambatan pengambilan keputusan tidak diatur dalam Undang-undang. Dengan
tidak adanya biaya (konsekuensi hukum) akibat keterlambatan putusan, maka
dorongan untuk menyelesaikan sengketa pajak secara tepat waktu akan lebih kecil.
Oleh karena itu, sebaiknya perlu dibuat undang-undang yang secara tegas
memberikan sanksi atau konsekuensi hukum terhadap keterlambatan pengambilan
putusan pada tingkat banding dan PK.
88
Download