BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan analisis terhadap penafsiran Muhammad Abduh dan Sayyid Quthub tentang “Thair Ababil” didalam surat al-Fil, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Muhammad Abduh menafsirkan “Thair Ababil” dalam surat al-Fil, sebagai peristiwa yang lumrah terjadi, yakni; wabah penyakit campak atau cacar yang berasal dari batu kering yang bercampur dengan racun. Kemudian batu-batu tersebut dengan perantaraan sejumlah burung yang dikirim oleh Allah bersama angin yang dari jenis lalat atau nyamuk yang membawa benih penyakit tertentu yakni penyakit campak atau cacar. Dalam hal itu Muhammad Abduh menggunakan pendekatan rasional atau merasionalkan ayat-ayat tersebut. 2. Sayyid Quthub, menafsiri “Thair Ababil” dalam surat al-Fil dengan menggunakan riwayat-riwayat dan apa adanya tanpa penakwilan, seperti; menurutnya bahwa peristiwa itu merupakan sebuah pertanyaan kekaguman terhadap peristiwa tentara bergajah sebagai peringatan agar memperhatikan petunjuk yang terkandung, sekumpulan burung yang telah disebutkan adalah sesuatu yang khas, yang tidak pernah dijumpai oleh manusia. Dari hal ini dapat dikategorikan penafsirannya sebagai penafsiran tradisional atau suprarasional.. 64 66 3. Persamaan Muhammad Abduh dan Sayyid Quthub: a. Muhammad Abduh dan Sayyid Quthub sama-sama menggunakan Metode Tahlili b. Muhammad Abduh dan Sayyid Quthub sama-sama menggunakan bentuk bi al-Ra’y. c. Muhammad Abduh dan Sayyid Quthub sama-sama menggunakan corak Adabi wa al-Ijtima’i. meskipun begitu itu, Sayyid Quthub mempunyai kecenderungan tersendiri dalam menafsiri, yakni mengarah kesusastraan. d. Muhammad Abduh dan Sayyid Quthub sama-sama menggunakan riwayat, untuk menafsiri istilah “Thair Ababil”. Namun riwayat tersebut hanya sebagai legitimasi untuk ditafsirkan secara rasional. 4. Perbedaan Muhammad Abduh dengan Sayyid Quthub: a. Muhammad Abduh ketika menafsiri “Thair Ababil” disinkronkan dengan peristiwa yang biasa terjadi, dan bisa dilihat oleh panca indera dan akal. Sedangkan Sayyid Quthub menafsiri peristiwa itu sebagai “Khawariqul Adah” suatu peristiwa yang diluar kebiasaan. b. Sayyid Quthub lebih Komprehensif menguraikan riwayat daripada pendapatnya sendiri, dibanding Muhammad Abduh. c. Muhammad Abduh menafsiri ayat perayat lalu dilanjutkan penjelasan beserta riwayat, sedangkan Sayyid Quthub memberikan pengantar yang menjelaskan kandungan surat atau ayat sebelum menafsiri. 66 d. Muhammad Abduh tidak begitu spesifik untuk menafsiri Hikmah dari peristiwa “Thair Ababil” dibanding dengan Sayyid Quthub. e. Muhammad Abduh menafsiri “Thair Ababil” dengan menggunakan riwayat yang membawa virus cacar atau campak, sedangkan Sayyid Quthub tidak menyetujuinya. B. Saran Penafsiran terhadap "Thair Ababil" dalam surat al-Fil, merupakan persoalan yang mengandung kontoversi dikalangan para mufasir hingga sekarang, untuk itu: 1. Hendaknya pembaca bisa mengembangkan kajian metodologi penafsiran teks al-Quran secara rasional dan suprarasional dan sebagai wacana bagi umat islam tentang variasi-variasi penafsiran yang muncul dalam kalangan islam di zaman dulu dan sekarang, untuk bisa mengembangkan penafsiran ayat yang tidak dapat diterima masyarakat untuk dirasionalkan atau cukup dengan penafsiran yang ada. 2. Penelitian tentang "Thair Ababil" ini masih jauh dari kesempurnaan, masih banyak kesalahan serta kekurangan yang harus dibenahi. Oleh karena itu, diharapkan kritik ataupun saran dari semua pihak demi kesempurnaan penulisan karya ilmiah ini. sehingga nantinya dapat menjadi sebuah kajian ilmiah yang semakin sempurna. Wa Allah al-A’lam bi al-Showab wa bi al-Muradihi