hubungan kebiasaan konsumsi serat dengan kadar kolesterol total

advertisement
HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI SERAT DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL
PASIEN RAWAT JALAN RUMAH SAKIT TMC TASIKMALAYA 2014
Oleh,
Dewi Muliawati, Siti Novianti, Lilik Hidayanti
Peminatan Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi
[email protected]
ABSTRAK
Kadar kolesterol tinggi merupakan salah satu faktor resiko yang paling utama untuk terjadinya
penyakit jantung pada seseorang, dan faktor salah satu faktor penyebab tingginya kadar kolesterol
adalah konsumsi serat. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan kebiasaan
mengkonsumsi serat dengan kadar kolesterol total pada pasien rawat jalan RS TMC Tasikmalaya.
Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatory dengan menggunakan metode survei melalui
pendekatan cross sectional. Instrumen penelitian menggunakan lembar kuesioner, populasi
sebanyak 562 dan sampel sebanyak 58 orang laki-laki dengan menggunakan teknik accidental.
Teknik analisis menggunakan univariat dan bivariat. Hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata skor
kebiasaan konsumsi serat responden adalah 147,84, sebanyak 58,6% termasuk kategori sering,
dan sebanyak 41,4% termasuk kategori jarang. Rata-rata kadar kolesterol total responden adalah
217,72, sebanyak 55,2% kadar kolesterolnya hiperkolesterol, dan sebanyak 44,8% kadar
kolesterolnya normal. Ada hubungan antara kebiasaan konsumsi serat dengan kadar kolesterol
total pada pasien rawat jalan di RS TMC Tasikmalaya (p value =0,000, OR= 9,750, Cl 95% =
2,887-32,933). Perlu memberikan penyuluhan kepada pasien rawat jalan mengenai makananmakanan yang dapat meningkatkan dan menurunkan kadar kolesterol.
Kata Kunci
: Kebiasaan Konsumsi Serat, Kadar Kolesterol Total
Kepustakaan : 1991 – 2009
ABSTRACT
High cholesterol levels are one of the most important risk factor for heart disease in one of and one
of the factors causing the high cholesterol levels are consumed. The purpose of this study was to
analyze the relationship between fiber consumption habits with total cholesterol levels in the
outpatient TMC Tasikmalaya hospital. This research is explanatory research using cross-sectional
survey approach. Research instruments questionnaire using, a population of 562 and a sample of
58 whith technique accidental using. Techniques univariate and bivariate analysis using. The
results of research known that the average score is 147,84 fiber consumption habits of
respondents, a much as 58,6% including often category, and 41,4% including rare category. The
average total cholesterol levels of respondents is 217,72, a much as 55,2% hiperkolesterol levels,
and 44,8% normal cholesterol levels. There is the relationship between the habit of total fiber
consumption in patients with cholesterol levels in the hospital outpatient TMC Tasikmalaya p value
= 0,000 (OR = 9,750, Cl 95 % = 2,887-32,933 ). Need to provide counseling to outpatients of food
that can increase and decrease cholesterol levels.
Keywords
Bibliography
: Fibre Consumption Habits, Total Cholesterol Levels
: 1991 – 2009
1
PENDAHULUAN
Prevalensi (penyakit deregeratif) di Indonesia setiap tahun memiliki kecenderungan meningkat
berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 sebanyak 59,5%. Kadar kolesterol tinggi merupakan
salah satu problema yang sangat serius karena merupakan salah satu faktor resiko yang paling
utama untuk terjadinya penyakit jantung pada seseorang. Masalah lainnya ialah pada seseorang
yang tekanan darah tinggi dan perokok (Bahri,2003:2). Resiko penyakit jantung koroner sesuai
dengan peningkatan kadar kolesterol darah, jika ada faktor lain (hipertensi dan perokok) maka
resiko akan lebih besar (Kusmana,2006:128). Kadar kolesterol tinggi menyebabkan plak, yang
menyebabkan arteri mengalami penyumbatan/halangan sebagian. Plak ini dalam waktu lama
dapat tumbuh terus, sehingga terjadi penyumbatan total.
Salah satu tingginya kadar kolesterol karena konsumsi serata yang rendah. Serat merupakan
bagian penting dari pola makan sehat. Konsumsi serat yang cukup dapat mencegah terjadinya
penyakit kardiovaskular dan kanker. Beberapa penelitian membuktikan bahwa rendahnya kadar
kolesterol dalam darah ada hubungannya dengan tingginya kandungan serat dalam makanan.
Secara fisiologis, serat makanan yang larut lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu
Low Density Lipoprotein (LDL), serta meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Prelevansi kolesterol di Negara Eropa Barat seperti Greenland, Islandia, Andorra, dan Jerman
memiliki kadar kolesterol tertinggi di dunia, dengan rata-rata kolesterol serum total sekitar 5,5
mmol / L. (Ezzati, 2011). Sedangkan di Indonesia menurut Balitbangkes (2005) pada Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi hiperkolesterolemia di Indonesia pada
usia 25 - 34 tahun sebesar 9,3%.
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan tingginya kadar kolesterol. UPT- Balai
Informasi tekhnologi LIPI (2009) menyatakan bahwa kadar lipoprotein, terutama LDL meningkat
sejalan dengan bertambahnya usia. Faktor lain yang menyebabkan tingginya kolesterol adalah ;
riwayat keluarga, obesitas, diet kaya lemak, kurang melakukan olah raga, penggunaan alkohol dan
merokok, diabetes dan kelenjar tyroid yang kurang aktif. Selain faktor makanan, kolesterol yang
tinggi juga bisa disebabkan oleh faktor keturunan. Pada umumnya, penyakit kolesterol banyak
diderita oleh orang gemuk saja, akan tetapi tidak menutup kemungkinan kolesterol juga dapat
diderita oleh orang kurus juga, itu di sebabkan karena faktor makanan yang tidak terkontrol
dengan baik sehingga terjadi hal-hal yang tidak terduga sebelumnya (Sutanto,2010:117).
Hasil penelitian Mamat (2010) pada keluarga di Indonesia (Analisis data Sekunder IFLS
2007/2008) menunjukkan adanya proporsi kasus yang tinggi kolesterol HDL pada orang yang
memiliki kebiasaan merokok berat (OR 4,701), jenis kelamin laki-laki (OR 3,268), obesitas (OR
1,121), aktifitas kurang (OR 1,164) dan konsumsi serat kurang (OR 1,139). Diantara variabel di
atas yang paling dominan pengaruhnya adalah jenis kelamin. Hasil penelitian Mamat
menggunakan konsumsi serat sebagai variabel penelitian karena dewasa ini, mulai terjadi
pergeseran pola makan yang menjurus ke makanan yang kurang sehat dan kurang seimbang,
yakni makanan yang mengandung tinggi kalori, tinggi lemak, dan tinggi garam tapi rendah serat
pangan, selain itu konsumsi makanan yang diambil karena kegiatan olah raga terbentur oleh waktu
kerja sehingga kegiatan olah raga jarang dilakukan (Mamat 2010).
Hasil penelitian Novita Sari (2012) pada guru sekolah dasar di Kecamatan ulee Kareng Banda
Aceh menunjukkan ada hubungan antara asupan serat dengan kadar kolesterol darah (ρ = 0,003).
Kunjungan pasien rawat jalan ke laboratorium Rumah Sakit TMC untuk memeriksakan
kolesterol pada tahun 2012 sebanyak 938 pasien dan pada tahun 2013 sebanyak 1272 pasien, hal
ini menunjukkan ada peningkatan kunjungan pasien rawat jalan yang memeriksakan kolesterol di
Rumah Sakit TMC Tasikmalaya. Dilihat dari umur pasien rawat jalan yang kecenderungannya
memiliki di atas umur 45 tahun sedangkan kecenderungan umur di bawah 45 tahun jarang
melakukan pemeriksaan kolesterol kecuali bila ada gangguan kesehatan.
Hasil survei pendahuluan di Rumah Sakit TMC menunjukkan dari 15 orang yang diperiksa
kadar kolesterolnya sebanyak 10 orang (66,7%) memiliki kolesterol total tinggi lebih dari 200 mg/dl
dan 5 orang kurang dari 200 mg/dl (33,3%) atau memiliki kolesterol normal. Pasien yang memiliki
kolesterol tinggi dan konsumsi seratnya rendah sebanyak 6 orang (60%). Hasil survei
pendahuluan terhadap pasien yang memiliki kolesterol tinggi, mengkonsumsi daging dan telor
hampir setiap hari sedangkan sayur-sayuran dalam seminggu hanya 2 hari. Selain itu kegiatan
olah raga dilakukan sebulan sekali dengan alasan kesibukan. Faktor lain menunjukkan yang
memiliki kolesterol tinggi karena merokok dan faktor umur di atas 45 tahun.
2
Berkaitan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji serta menganalisis
mengenai hubungan kebiasaan konsumsi serat terhadap kadar kolesterol pada pasien rawat jalan
di Rumah Sakit TMC Tasikmalaya 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kebiasaan
konsumsi serat, mendeskripsikan kadar kolesterol total, dan menganalisis hubungan konsumsi
serat dengan kadar kolesterol total pada pasien rawat jalan rumah sakit TMC Tasikmalaya 2013.
Hasil penelitian dapat memberikan informasi sebagai masukan dalam meningkatkan pelayanan
kepada pasien khususnya pasien rawat jalan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatory dengan menggunakan metode survei melalui
pendekatan cross sectional, yaitu mencari hubungan antara variabel bebas dengan variabel
terikat dengan melakukan pengukuran secara bersamaan. Populasi penelitian adalah seluruh
pasien laki-laki rawat jalan yang memeriksakan kolesterol di Rumah Sakit TMC Tasikmalaya.
Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental, besarnya sampel diambil berdasarkan
rumus Lameshow pada angka kepercayaan sebesar 5% dan diperoleh sebanyak 58 orang.
Sampel ditentukan berdasarkan kriteria inklusif yaitu, 1) Pasien rawat jalan yang memeriksakan
kadar kolesterol, 2) Pasien tidak obesitas, 3) Jenis kelamin laki-laki, dan 4) Pasien tidak
mengalami gangguan fungsi hati.
Instrumen menggunakan lembar kuesioner, prosedur pengumpulan data untuk variabel kadar
kolesterol total dilakukan dengan melakukan pengukuran kadar kolesterol dengan diambil sampel
darah dilakukan di laboratorium Rumah Sakit TMC, sedangkan untuk variabel kebiasaan konsumsi
serat dilakukan berdasarkan metode FFQ dianataranya ; membuat daftar dari makanan dalam
tabel komposisi makanan untuk item makanan yang mengandung serat, daftar semua makanan
untuk FFQ yang biasa dikonsumsi dan dikenal, membagikan kepada sampel penelitian kuesioner
FFQ tersebut untuk mengisinya.
Teknik analisis menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat bertujuan untuk
mendeskripsikan mendeskripsikan konsumsi serat dan kadar kolesterol dengan membuat tabel
distribusi frekuensi, dan perhitungan nilai-nilai statistik. Analisis bivariat bertujuan untuk
menentukan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang di lakukan dengan uji chi
square.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis Univariat
Umur responden yang menjadi subyek penelitian berkisar antara 45 tahun sampai dengan 64
tahun dengan rata-rata usia 54 tahun dengan standar deviasi 4,59, diantaranya sebanyak 22,4%
berusia kurang dari sama dengan 50 tahun dan 77,6% berusia lebih dari 50 tahun. Berdasarkan
pendidikan sebanyak 34,5% berpendidikan SMA, 17,2% berpendidikan Diploma, 46,6%
berpendidikan Sarjana (S1), dan 1,7% berpendidikan S2. Berdasarkan pekerjaannya, sebanyak
39,7% memiliki pekerjaan wiraswasta, 44,8% pegawai swasta, dan 15,5% PNS/TNI/Polri.
Rata-rata kebiasaan konsumsi serat responden adalah 147,84, dengan skor terendah 105,
skor tertinggi 190, dan standar deviasi 20. Dimana dari 58 responden sebanyak 58,6% responden
sering mengkonsumsi makanan yang mengandung serat, dan sebanyak 41,4% jarang
mengkonsumsi makanan yang mengandung serat. Jenis makanan mengandung serat yang
dikonsumsi oleh responden, dimana dalam kategori biasa dikonsumsi atau dikonsumsi 3 kali
berminggu adalah bayam yaitu oleh 36,2% responden, buncis kadang-kadang dikonsumsi oleh
91,3% responden, beras merah jarang dikonsumsi oleh 81% responden, dan leci tidak pernah
dikonsumsi oleh 81% responden. Makanan yang mengandung serat merupakan makanan yang
secara struktur kimia tidak berubah. Selain itu makanan serat juga merupakan jenis karbohidrat
yang akan dibawa oleh usus halus menuju usus besar untuk selanjutnya dibuang. Keberadaan
serat dalam usus besar akan membantu proses metabolisme dalam usus besar. Makanan dengan
kandungan serat kasar yang tinggi dapat mengurangi berat badan. Serat makanan akan tinggal
dalam saluran pencernaan dalam waktu relatif singkat sehingga absorpsi zat makanan berkurang.
Selain itu, makanan yang mengandung serat yang relatif tinggi akan memberikan rasa kenyang
karena komposisi karbohidrat komplek bersifat menghentikan nafsu makan sehingga
mengakibatkan turunnya konsumsi makanan. Makanan dengan kandungan serat kasar relatif
tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu
mengurangi terjadinya obesitas dan penyakit jantung. Konsumsi serat makanan yang berlebihan
3
akan berdampak negatif bagi kesehatan, kelebihan serat juga dapat mengurangi absorbsi mineral,
besi, kalsium. Konsumsi serat makanan yang terlalu banyak dapat menghalangi absorbsi vitaman
B12, A, D, E, K karena adanya pektin. (Anderson, 1998)
Rata-rata kadar kolesterol total responden adalah 217,72, skor terendah 165, skor tertinggi
275, dengan standar deviasi 32.118. Dimana dari 58 responden sebanyak 32 responden (55,2%)
kadar kolesterolnya lebih dari sama dengan 200 mg/dl atau termasuk kategori hiperkolesterol, dan
sebanyak 26 responden (44,8%) kadar kolesterolnya normal atau kurang dari 200 mg. Tinggi
rendahnya kadar kolesterol berhubungan dengan asupan lemak dalam tubuh, dan hal itu
berhubungan dengan pola makan dan gaya hidup, seperti kebiasaan mengkonsumsi lemak,
kebiasaan mengkonsumsi serat, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok. Menurut UPT- Balai
Informasi tekhnologi LIPI (2009) menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan tingginya kolesterol
adalah ; riwayat keluarga, obesitas, diet kaya lemak, kurang melakukan olah raga, penggunaan
alkohol dan merokok, diabetes dan kelenjar tyroid yang kurang aktif. Sutanto (2010:117)
menyatakan pada umumnya, penyakit kolesterol banyak diderita oleh orang gemuk saja, akan
tetapi tidak menutup kemungkinan kolesterol juga dapat diderita oleh orang kurus juga, itu di
sebabkan karena faktor makanan yang tidak terkontrol. Kolesterol memainkan peranan yang kritis
sebagai komponen utama dari membran sel dan sebagai precursor hormon steroid. Selain itu juga
sebagai prekursor asam empedu yang akan dibentuk di hati, disimpan di kandung empedu dan
disekresi di usus yang nantinya akan ikut berpartisipasi dalam penyerapan lemak (Larsen, 2003).
Keberadaan dalam pembuluh darah pada kadar tinggi akan cenderung membuat endapan/ kristal/
lempengan yang akan mempersempit atau menyumbat pembuluh darah (Sutedjo, 2008). Menurut
Anwar Bahri (2003:2) Kadar kolesterol tinggi merupakan salah satu problema yang sangat serius
karena merupakan salah satu faktor resiko yang paling utama untuk terjadinya penyakit jantung
pada seseorang masalah lainnya ialah pada seseorang yang tekanan darah tinggi dan perokok.
Menurut Kusmana (2006:128) menyatakan bahwa resiko penyakit jantung koroner sesuai dengan
peningkatan kadar kolesterol darah, jika ada faktor lain (hipertensi dan perokok) maka resiko akan
lebih besar.
Analisis Bivariat
Tabel 1
Tabulasi Silang Hubungan Kebiasaan Konsumsi Serat Dengan Kadar Kolesterol
Total pada Pasien Rawat Jalan di RS TMC Tasikmalaya Tahun 2014
Kadar Kolesterol Total
Kebiasan
OR
P
Konsumsi
Hiperkolesterol
Normal
Jumlah
95% Cl
Value
Serat
n
%
n
%
n
%
Jarang
6
25,0
18
75,0
24
100
9,750
Sering
26
76,5
8
23,5
34
100
0,000
(2,88732,933)
Jumlah
32
55,2
26
44,8
58
100
Tabel 1. menunjukkan bahwa, pada responden yang sering mengkonsumsi serat sebagian
besarnya kadar kolesterolnya termasuk hiperkolesterol (76,5%) dan hanya sebagian kecil kadar
kolesterolnya normal (23,5%). Sedangkan pada responden yang jarang mengkonsumsi serat
sebagian besarnya normal (75%) dan hanya sebagian kecil yang non hiperkolesterol (25,0%).
Hasil uji chi squre di peroleh nilai p value 0,000 yang lebih kecil dari  0,05, artinya ada hubungan
antara kebiasaan mengkonsumsi serat dengan kadar kolesterol total pada pasien rawat jalan di
RS TMC Tasikmalaya. Dari hasil analisis diperoleh nilai Odd Ratio (OR) 9,750 dengan 95% Cl
(2,887-32,933), artinya responden yang jarang mengkonsumsi serat mempunyai resiko 9,750 kali
kadar kolesterolnya hiperkolesterol dibanding dengan responden yang sering mengkonsumsi
serat.
Serat dalam makanan memiliki hubungan dengan kadar kolesterol, hal itu terkait dengan
fungsi serat yang dapat mengikat lemak yang terjadi di usus dan perut. Serat ini membentuk
gelatin dan melewati pencernaan mengikat asam empedu dan mengikat kolesterol selanjutnya
dikeluarkan melalui tinja. Dengan menarik kolesterol keluar dari pencernaan, kadar kolesterol yang
masuk ke dalam darah menurun. Proses penurunan kadar kolesterol ini terkait dengan fungsi hati
dalam memproduksi asam empedu. Serat larut mengikatkan dirinya ke asam empedu,
membawanya ke dalam tinja. Dengan demikian, maka hati harus memproduksi lebih banyak asam
empedu untuk mengganti asam empedu yang hilang. Supaya bisa memproduksi asam empedu,
4
hati memerlukan kolesterol. Kolesterol ini, berkat jasa serat, disingkirkan dari tubuh dan bukannya
tertimbun di dalam arteri yang menyebabkan terjadinya arteriosklerosis (Nilawati, 2008). Serat
mengikat garam empedu untuk mencerna lemak dan mengeluarkannya dari tubuh. Ikatan ini
terjadi di usus. Kolesterol digunakan untuk membuat garam empedu, maka makin banyak garam
empedu yang dikeluarkan, makin banyak kolesterol yang hilang. Itulah sebabnya kolesterol dalam
tubuh menurun (Hou, M.K.,2008).
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Rata-rata skor kebiasaan konsumsi serat responden adalah 147,84, yang mana sebanyak
58,6% termasuk kategori sering mengkonsumsi serat, dan sebanyak 41,4% jarang mengkonsumsi
serat. Rata-rata kadar kolesterol total responden adalah 217,72, dimana sebanyak 55,2% kadar
kolesterolnya termasuk kategori hiperkolesterol, dan sebanyak 44,8% kadar kolesterolnya normal.
Ada hubungan antara kebiasaan konsumsi serat dengan kadar kolesterol total pada pasien rawat
jalan di RS TMC Tasikmalaya (p value =0,000, OR= 9,750, Cl 95% = 2,887-32,933)
Saran
Memberikan penyuluhan kepada pasien rawat jalan mengenai makanan-makanan yang dapat
meningkatkan kadar kolesterol dan hal-hal yang dilakukan untuk menurunkan kadar kolesterol.
Selain itu dapat dilakukan melalui pemberian leaflet, konseling, ataupun pemasangan pamlet di
sekitar rumah sakit. Bagi Selanjutnya, Diharapkan dapat mengembangkan penelitian, terkait
hubungan kebiasaan mengkonsumsi serat dengan kadar kolesterol total, seperti menambah atau
mengganti variabel independen.
DAFTAR PUSTAKA
AACC International. 2001. Report of the dietary fiber definition committee to the board of directors
of AACC international.
Arief. (2008) Referensi Nilai Kolesterol Normal. Dikutip dari. http://drarief.com?p= diakses tanggal
12 Peberuari 2014
Bangun, A.P.,2005. Terapi Jus dan Ramuan Tradisional Untuk Kolesterol. Jakarta : Agro Media
Pustaka.
Bert H. (1996). The Relationship Between Smoking, Cholesterol, and HDL-C Levels in Adult
Women . Volume 23, pages 27 – 38. ttp://www.proquest.com/dqweb .
Brian (2009) BMI. Dikutip dari http://brianngeblog.blogspot.com/2009/ pada tanggal 18 Maret 2014
Gray, J. 2006. Dietary fibre, definition, analysis, physiology & health. ILSI Europe. Belgium. 2006.
Gsianturi. Tentang serat makanan, www.Gizi.net. 20012.
Hou, M.K.,2008. Masalah Jantung Anda. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Joseph, G. 2002. Manfaat serat bagi kesehatan kita. IPB Bogor.
Kujuja Masafumi, (2006) Effect of smoking habit on age-related changes in serum lipids : A crosssectional and longitudinal analysis in a large japanese cohort, 2006, vol. 185, no1, pp. 183190 [8 page) http://www.proquest.com/dqweb
LIPI. (2009). Kolesterol. UPT-Balai Informasi Teknologi Lipi. Pangan dan Kesehatan.
Copyright@2009. http://medicastore.com.halaman 1-4.
Lusiana Indriasari. (9 April, 2006). Rokok Bisa Tingkatkan Kolesterol. Kompas
Manurung, Elvi 2003. Hubungan antara Asupan Lemak Tak Jenuh Tunggal dengan Kadar
Kolesterol Hight Density Lipoprotein Plasma penderita penyakit Jantung Koroner . Tesis.
Program Pendidikan Pasca Sarjana UI. Jakarta.
Nilawati, S dkk., 2008. Care Yourself Kolesterol, Niaga Swadaya, Jakarta.
Nofa (3 Juni 2009). Peran kolesterol baik HDL terhadap kejadian PJK.. Sahabat Sehat.
Purwati. (21 April 2009). Meningkatkan HDL Yuuk. 12 Januari 2010. Pukul 23.30 Kolesterol-page 2
Bintang mawar net.
Richard E.(2009). Lack of Cholesterol Awwarenes among Physicians Who Smoke.
Roberts, SB 2001. The influence of dietary composition on energy intake and body weight. Journal
of the American College of Nutrition. 2001.
Tejayadi, S. 1991. Kolesterol dan Hubungannya dengan Penyakit Kardiovaskuler, Cermin Dunia
Kedokteran, No.37, : 34-35.
Trowell. Definition of dietary fiber and hypotheses that it is a protective factor in certain diseases.
American Journal of Clinical Nutrition; 29: 417- 27
5
Download