BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Umum
Beton merupakan salah satu bahan atau material yang paling banyak
dipakai sebagai bahan konstruksi di bidang teknik sipil, baik pada bangunan
gedung, jembatan, bendung, maupun konstruksi yang lain. Hal ini disebabkan
bahan campuran beton mudah didapat, lebih murah, praktis dalam pengerjaannya
dan mampu memikul beban yang cukup besar.
Beton terdiri dari agregat halus, agregat kasar, semen portland dan air.
Beton terjadi karena adanya interaksi mekanis dan kimiawi antara agregat halus
dan agregat kasar yaitu pasir, batu atau batu pecah atau bahan sejenis lainnya,
dengan menambahkan secukupnya bahan perekat yaitu semen portland, dan air
sebagai pembantu untuk keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan
perawatan beton berlangsung.
Teknologi beton yang terus berkembang dan semakin dikenal masyarakat
saat ini menjadikan beton sebagai pilihan utama sebagai bahan konstruksi. Selain
bahan-bahannya mudah diperoleh, beton juga mempunyai beberapa keuntungan
seperti harganya relatif murah, mempunyai kuat tekan yang tinggi, mudah dalam
pengangkutan dan pembentukan serta mudah perawatannya.
Pada bangunan yang beresiko terhadap beban tambahan yang besar
diperlukan perkuatan struktur, sehingga meningkatkan kemampuan bangunan
tersebut atau menambahkan elemen struktur baru yang tidak tersedia atau
dianggap tidak ada pada saat awal struktur dibangun.
Perkuatan struktur biasanya dilakukan sebagai upaya pencegahan sebelum
struktur mengalami kehancuran sedangkan perbaikan struktur diterapkan pada
bangunan yang telah rusak sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi struktur
seperti semula.
Pemilihan metode perkuatan harus memperhatikan beberapa hal yaitu
kapasitas struktur yang akan diperkuat, lingkungan dimana struktur berada,
peralatan yang tersedia, kemampuan tenaga pelaksana serta batasan-batasan dari
pemilik seperti keterbatasan ruang kerja, kemudahan pelaksanaan, waktu
pelaksanaan dan biaya perkuatan.
2.2
Sifat Bahan
2.2.1 Beton
2.2.1.1 Mutu/Kuat Tekan Beton
Beton adalah bagian dari konstruksi yang dibuat dari campuran beberapa
material, sehingga mutunya akan sangat tergantung pada kondisi material
pembentuk beton dan proses pembuatannya. Untuk mendapatkan mutu yang
optimal maka bahan dan proses pelaksanaannya harus dikendalikan.
Jika semua bahan pembentuk beton merupakan material dengan kualitas
dan komposisi yang baik, maka hal lain yang mempengaruhi mutu beton adalah
kadar airnya. Beton dengan kadar air yang rendah akan menghasilkan mutu beton
yang lebih tinggi namun akan sulit dalam proses pengecorannya (workability
rendah), sedangkan beton dengan kadar air yang tinggi akan menghasilkan beton
dengan mutu yang lebih rendah tetapi lebih mudah dalam proses pengecorannya
(workability tinggi).
Dalam perencanaan mutu beton, biasanya output yang dihasilkan adalah
fc’dalam satuan Mpa. Namun dalam spesifikasi teknis suatu proyek, yang
tercantumkan adalah mutu beton dengan menggunakan beton K. Mutu beton K
adalah kuat tekan karakteristik beton kg/cm2 dengan benda uji kubus sisi 15 cm.
Kuat tekan karakteristik ialah kuat tekan dimana dari sejumlah besar hasilhasil pemeriksaan benda uji, kemungkinan adanya kekuatan tekan yang kurang
dari itu terbatas sampai 5% saja. Yang diartikan dengan kuat tekan beton ialah
kuat tekan yang diperoleh dari pemeriksaan benda uji kubus yang bersisi 15
(+0,06) cm pada umur 28 hari.
Sedangkan fc’ adalah kuat tekan beton yang disyaratkan (dalam Mpa),
didapat berdasarkan hasil pengujian benda uji silinder berdiameter 15cm dan
tinggi 30cm. Perbandingan benda uji dengan kuat tekan dapat dilihat pada tabel
2.1.
Tabel 2.1. Tabel Perbandingan Benda Uji dan Kuat Tekan
Benda Uji
Perbandingan Kuat Tekan
kubus 15 x 15 x 15
1,00
kubus 20 x 20 x 20
0,95
silinder Ø15 x 30
0,83
Sumber : PBI 1971
Dalam menentukan mutu beton diperlukan ketelitian karena jika salah
dalam mengkonversikan, maka mutu beton yang terpasang pada struktur akan
berbeda dengan mutu beton rencana. Jika mutu beton yang terpasang di lapangan
lebih rendah dari yang direncanakan, maka ada dua pilihan :
1. Dengan terpaksa struktur harus dibongkar dan dikerjakan ulang (rework).
2. Dilakukan analisis pada kekuatan strukturnya dan dapat diperkuat dengan
cara menambah balok dan kolom untuk memperkecil bentangan, balok dan
kolom ini bisa dari bahan beton maupun baja atau memperbesar dimensi
balok dan kolom tapi harus melalui perhitungan yang matang karena akan
menambah beban struktur dan mengurangi ruang yang harusnya tersedia.
2.2.1.2 Kekuatan Tarik Beton
Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya.
Karena kuat tarik yang kecil menyebabkan beton dipenuhi oleh retak-retak halus.
Retak-retak ini tidak berpengaruh besar bila beton menerima beban tekan yang
menyebabkan retak menutup sehingga memungkinkan terjadinya penyaluran
tekanan. Jelas ini tidak terjadi bila balok menerima beban tarik.
Meskipun biasanya diabaikan dalam perhitungan desain, kuat tarik tetap
merupakan sifat penting yang mempengaruhi ukuran beton dan seberapa besar
retak yang terjadi. Selain itu, kuat tarik dari batang beton diketahui selalu akan
mengurangi jumlah lendutan. Karena kuat tarik beton tidak besar, hanya sedikit
usaha yang dilakukan untuk menghitung modulus elastisitas tarik dari beton.
Namun, berdasarkan informasi yang terbatas ini, diperkirakan bahwa nilai
modulus elastisitas tarik beton sama dengan modulus elastisitas tekannya.
Kuat tarik beton tidak berbanding lurus dengan kuat tekan ultimatnya fc’.
Meskipun demikian, kuat tarik ini diperkirakan berbanding lurus terhadap akar
kuadrat dari fc’. Kuat tarik ini cukup sulit diukur dengan beban-beban tarik aksial
langsung akibat sulitnya memegang spesimen uji untuk menghindari konsentrasi
tegangan dan akibat kesulitan dalam meluruskan beban-beban tersebut. Sebagai
akibat dari kendala ini, diciptakanlah dua pengujian yang agak tidak langsung
untuk menghitung kuat tarik beton. Keduanya adalah metode modulus keruntuhan
dan uji pembelahan silinder.
2.2.1.3 Tegangan-Regangan Beton
Tegangan didefinisikan sebagai tahanan terhadap gaya-gaya luar. Jika
suatu benda diberi gaya tarik atau tekan akan mengakibatkan adanya tegangan
antar partikel dalam material yang besarnya berbanding lurus dengan gaya yang
diterima. Perubahan tegangan partikel ini menyebabkan adanya pergeseran
struktur material yaitu regangan atau himpitan yang besarnya juga berbanding
lurus. Karena adanya pergeseran, maka terjadilah deformasi bentuk material
misalnya perubahan panjang menjadi L + ∆L (atau L - ∆L). Dimana L adalah
panjang awal benda dan ∆L adalah perubahan panjang yang terjadi. Rasio
perbandingan antara ∆L terhadap L inilah yang disebut strain (regangan) dan
dilambangkan dengan "ε" (epsilon). Dengan demikian didapatkan rumus:
dimana :
ε =
.............................................................................(2.1)
ε = regangan/strain
Δl = perubahan panjang benda (cm)
l = panjang benda mula-mula (cm)
Gambar 2.1 Regangan (strain)
Kuat tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum atau fc’.
Perilaku beton tergantung pada hubungan regangan-tegangan yang terjadi di
dalam beton dan juga jenis tegangan yang dapat ditahan. Hal ini mengakibatkan
kurva hubungan tegangan-regangan untuk tiap beton berbeda-beda tergantung
nilai kuat tekannya seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 2.2 Kurva Tegangan Regangan Berbagai Kuat Tekan
Terlihat dari kurva tegangan-regangan beton yang berbeda, tampak bahwa
umumnya kuat tekan maksimum tercapai pada saat nilai satuan regangan tekan ε’
mencapai ± 0,002. Selanjutnya nilai tegangan fc’ akan turun dengn bertambahnya
nilai regangan sampai benda uji hancur pada nilai ε’ mencapai 0,003-0,005. Beton
dengan kuat tekan tinggi lebih getas dan akan hancur pada nilai regangan
maksimum. Regangan kerja maksimum yang diperhitungkan di serat tepi beton
tekan terluar adalah 0,003 sebagai batas hancur. Secara umum untuk semua beton
kurva tegangan-regangan terlihat pada gambar berikut.
Gambar 2.3 Kurva Tegangan Regangan
2.2.1.4 Modulus Elastisitas Beton
Untuk beton dengan berat isi antara 1500 kg/m3 sampai 2500 kg/m3, nilai
modulus elastis beton dapat dihitung dengan rumus :
Ec = 0,043 wc √fc’ ................................................................(2.2)
dimana :
Ec = modulus elastisitas beton tekan (MPa)
wc = berat isi beton (kg/m3)
fc’= kuat tekan beton (MPa)
Sedangkan untuk beton normal dengan berat isi ± 2300 kg/m3, nilai
modulus elastis beton dapat dihitung dengan rumus :
Ec = 4700√fc’
dimana :
................................................................(2.3)
Ec = modulus elastis beton tekan (MPa)
fc’= kuat tekan beton (MPa)
2.2.2 Baja Tulangan
Tulangan yang digunakan pada struktur beton terdapat dalam bentuk
batang atau anyaman kawat yang dilas (welded wire fabric). Batang tulangan
dibedakan antara tulangan polos (plain bar) dan tulangan ulir (deformed bar).
Tulangan ulir adalah tulangan yang diberi ulir melalui proses rol pada
permukaanya (polanya tergantung dari pabrik pembuatnya). Ulir pada tulangan
bermanfaat untuk mendapatkan ikatan yang lebih baik antara beton dan baja.
Tulangan polos jarang digunakan kecuali untuk membungkus tulangan
longitudional, terutama pada kolom.
2.2.2.1 Mutu Baja Tulangan
Menurut SNI 03 - 1729 - 2002, baja struktur dapat dibedakan berdasarkan
kekuatannya menjadi beberapa jenis, yaitu:
Tabel 2.2. Tabel Mutu Baja
Jenis Baja
Kuat Leleh (fy)
Tegangan Tarik Batas (fu)
MPa
MPa
BJ 34
210
340
BJ 37
240
370
BJ 41
250
410
BJ 50
290
500
BJ 55
410
550
Sumber : SNI 03 - 1729 - 2002
2.2.2.2 Jenis-jenis Material Baja
Jenis material baja yang ada di pasaran saat ini terdiri dari Hot Rolled Steel
dan Cold Formed Steel (Baja Ringan).
1. Hot Rolled Steel (Baja Canai Panas)
Hot rolled steel (baja canai panas) adalah material baja yang dihasilkan
dari proses pengerolan panas. Proses pembuatannya melalui beberapa
tahapan antara lain melalui proses thermomekanik dan proses
desulfurisasi. Baja jenis ini dapat dipergunakan untuk berbagai
penggunaan dari kualitas umum/ komersil hingga kualitas khusus
seperti struktur rangka baja, tiang pancang, komponen alat berat, dan
komponen kendaraan bermotor, fabrikasi umum, pipa dan tabung
bertekanan tinggi, baja tahan korosi, cuaca, boilers, dan lain-lain.
Ketebalan pelat hot rolled steel berkisar antara 0,18 - 25 mm sedangkan
lebarnya berkisar antara 600 - 2060 mm, produk pelat hot rolled steel
dapat berupa pelat atau coil dan berupa HRC-PO.
2. Cold Formed Steel (Baja Canai Dingin)
Cold formed steel (baja canai dingin) adalah baja yang dihasilkan dari
proses pengerolan dingin. Material baja ini memiliki sifat tipikal
berbeda secara signifikan dengan material baja hot rolled steel. Cold
formed steel memiliki kualitas permukaan yang lebih baik, ukuran yang
lebih presisi serta memiliki sifat mekanis dan formability yang sangat
baik. Material jenis ini umumnya dipergunakan dalam proses
pembentukan karena kelebihan dalam sifat mekanis, formability dan
weldability yang sangat baik. Ketebalan pelat berkisar antara 0,2 - 3
mm untuk pelat yang mengalami penguatan (annealed steel) dan
ketebalan maksimum 2 mm untuk pelat dalam bentuk gulungan
(unannealed steel).
2.2.2.3 Macam-macam Profil Baja
Profil baja struktural yang tersedia di pasaran terdiri dari banyak jenis dan
bentuk. Semua bentuk profil tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan
masing-masing. Beberapa jenis profil baja menurut ASTM bagian I diantaranya
adalah profil IWF, O, C, profil siku (L), tiang tumpu (HP), dan profil T structural.
Gambar 2.4 Profil Baja
Profil IWF terutama digunakan sebagai elemen struktur balok dan kolom.
Semakin tinggi profil ini, maka semakin ekonomis untuk banyak aplikasi profil M
mempunyai penampang melintang yang pada dasarnya sama dengan profil W, dan
juga memiliki aplikasi yang sama.
Profil S adalah balok standar Amerika. Profil ini memiliki bidang flens
yang miring, dan web yang relatif lebih tebal. Profil ini jarang di gunakan dalam
konstruksi, tetapi masih digunakan terutama untuk beban terpusat yang sangat
besar pada bagian flens.
Profil HP adalah profil jenis penumpu (bearing type shape) yang
mempunyai karakteristik penampang agak bujur sangkar dengan flens dan web
yang hampir sama tebalnya. Biasanya digunakan sebagai fondasi tiang pancang.
Bisa juga digunakan sebagai balok dan kolom, tetapi umumnya kurang efisien.
Profil C atau kanal mempunyai karakteristik flens pendek, yang mempunyai
kemiringan permukaan dalam sekitar 1:6. Biasanya diaplikasikan sebagai
penampang tersusun, bracing tie, ataupun elemen dari bukaan rangka (frame
opening).
Profil siku atau profil L adalah profil yang sangat cocok untuk digunakan
sebagai bracing dan batang tarik. Profil ini biasanya digunakan secara gabungan,
yang lebih di kenal sebagai profil siku ganda. Profil ini sangat baik untuk
digunakan pada struktur truss.
2.3
Beton Bertulang
Material konstruksi beton bertulang mempunyai sifat yang unik
dibandingkan dengan material lain seperti kayu, baja, aluminium atau plastik
karena beton bertulang adalah material konstruksi yang menggunakan dua jenis
bahan yang berbeda secara bersamaan.
Beton bertulang merupakan gabungan yang logis dari dua jenis
bahan/material yaitu beton polos dan tulangan baja. Beton polos merupakan bahan
yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi mempunyai kekuatan tarik
yang rendah.
Sedangkan tulangan baja akan memberikan kekuatan tarik yang besar
sehingga tulangan baja akan memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. Dengan
adanya kelebihan masing-masing elemen tersebut, maka konfigurasi antara beton
dan tulangan baja diharapkan dapat saling bekerja sama dalam menahan gayagaya yang bekerja dalam struktur tersebut, dimana gaya tekan ditahan oleh beton,
dan tarik ditahan oleh tulangan baja.
Dengan demikian prinsip-prinsip yang mengatur perencanaan struktur dari
beton bertulang dalam beberapa hal berbeda dengan prinsip-prinsip yang
mengatur perencanaan struktur dari bahan yang terdiri dari satu macam saja.
Gambar 2.5 memperlihatkan kekuatan balok yang secara nyata dapat
ditingkatkan dengan menambahkan batangan-batangan baja di daerah tarik. Baja
tulangan yang mampu menerima tekan dan tarik juga dimanfaatkan untuk
menyediakan sebagian dari daya dukung kolom beton dan kadang-kadang di
dalam daerah tekan balok.
Gambar 2.5 Letak Tulangan dalam Balok Beton Bertulang
2.4
Struktur Komposit
Struktur komposit (Composite) merupakan struktur yang terdiri dari dua
material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda sehingga membentuk satu
kesatuan dalam menahan gaya atau beban luar. Struktur komposit memanfaatkan
sifat fisik dan mekanik masing-masing bahan sehingga akan diperoleh komponen
yang lebih baik dan mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu bila dibandingkan
dengan bahan yang membentuknya.
Perencanaan komposit mengasumsikan bahwa baja dan beton bekerja
sama dalam memikul beban yang bekerja, sehingga akan menghasilkan desain
elemen yang lebih ekonomis. Di samping itu, struktur komposit juga mempunyai
beberapa kelebihan, di antaranya adalah lebih kuat (stronger) dan lebih kaku
(stiffer) daripada struktur non-komposit.
2.4.1 Metode Pelaksanaan Struktur Komposit
Perancangan balok komposit disesuaikan dengan metode yang digunakan
di lapangan. Ada dua metode yang biasanya digunakan dalam pelaksanaan di
lapangan yaitu dengan pendukung (perancah) dan atau tanpa pendukung.
Jika tanpa pendukung, balok baja akan mendukung beban mati primer
selama beton belum mengeras. Beban mati sekunder serta beban-beban lain akan
didukung oleh balok komposit yang akan berfungsi jika beton telah mengeras dan
menyatu dengan baja.
Jika dengan pendukung, selama beton belum mengeras, beban mati primer
akan dipikul oleh pendukung. Setelah beton mengeras dan penunjang dilepas,
maka seluruh beban akan didukung oleh balok komposit.
2.5
Lentur Murni
Balok melentur adalah suatu batang yang dikenakan oleh beban-beban
yang bekerja secara transversal terhadap sumbu pemanjangannya. Beban-beban
ini menciptakan aksi internal, atau resultan tegangan dalam bentuk tegangan
normal, tegangan geser dan momen lentur. Beban samping (lateral loads) yang
bekerja pada sebuah balok menyebabkan balok melengkung atau melentur,
sehingga dengan demikian mendeformasikan sumbu balok menjadi suatu garis
lengkung.
Jenis-jenis lenturan dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Lenturan Murni (Pure Bending)
Lenturan dihasilkan oleh kopel dan tidak ada gaya geser transversal yang
bekerja pada batang. Balok dengan lenturan murni hanya mempunyai
tegangan normal (tegangan lentur tarik dan tekan).
2. Lenturan Biasa (Ordinary Bending)
Lenturan dihasilkan oleh gaya-gaya yang bekerja pada batang dan tidak
terdapat kopel. Balok dengan lenturan biasa mempunyai tegangan normal
dan tegangan geser.
Jika sebuah balok beton bertulang dengan perletakan sederhana diberi dua
beban simetris maka bagian tengah bentang tidak memiliki gaya lintang tetapi
memikul momen kopel. Hal inilah yang disebut dengan lentur murni seperti
terlihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Diagram Momen dan Lintang
Gambar 2.7 Diagram Penyebaran Tegangan Normal
Untuk balok dari bahan homogen dan elastis berlaku rumus lenturan
sebagai berikut:
dimana:
f=
.
=
.
.......................................................................(2.4)
f = tegangan lentur
M = momen yang bekerja pada balok
c = jarak serat terluar terhadap garis netral, baik di daerah
tekan maupun tarik
I = momen inersia penampang balok terhadap garis netral
2.6
Kuat Lentur Balok Persegi
Distribusi tegangan tekan beton pada penampang bentuknya setara dengan
kurva tegangan-regangan tekan beton. Bentuk distribusi tegangan tersebut berupa
garis lengkung dengan nilai nol pada garis netral, seperti pada gambar 2.8 :
Gambar 2.8 Distribusi Tegangan-Regangan
Pada suatu komposisi tertentu balok menahan beban sedemikian hingga
regangan tekan lentur balok maksimum (ε’b
maks)
mencapai 0,003 sedangkan
tegangan tarik baja tulangan mencapai luluh fy. Apabila hal demikian terjadi,
penampang dinamakan
mencapai
keseimbangan
regangan,
atau
disebut
penampang bertulang seimbang. Dengan demikian berarti bahwa untuk suatu
komposisi beton dengan jumlah baja tertentu akan memberikan keadaan hancur
tertentu pula.
Momen batas adalah momen akibat beban luar yang timbul tepat pada saat
terjadi hancur. Momen mencerminkan kekuatan atau disebut sebagai kuat lentur
ultimate balok. Kuat lentur suatu balok beton tersedia karena berlangsungnya
mekanisme tegangan-regangan dalam yang timbul di dalam balok yang pada
keadaan tertentu dapat diwakili oleh gaya-gaya dalam.
ND adalah resultan gaya tekan dalam, merupakan resultan gaya tekan
pada daerah di atas garis netral. Sedangakan NT adalah resultan gaya tarik
dalam, merupakan jumlah seluruh gaya tarik yang diperhitungkan untuk
daerah di bawah garis netral. Kedua gaya ini, arah garis kerjanya sejajar,
sama besar tapi berlawanan arah dan dipisahkan dengan jarak z sehingga
membentuk Koppel momen tahanan dalam dimana nilai maksimumya disebut
sebagai kuat lentur atau momen tahanan penampang komponen struktur
terlentur.
Momen tahanan dalam akan menahan atau memikul momen lentur rencana
aktual yang ditimbulkan oleh beban luar. Menentukan momen tahanan dalam
merupakan hal yang kompleks sehubungan dengan bentuk diagram tegangan
tekan di atas garis netral yang berbentuk garis lengkung. Kesulitan tidak hanya
pada waktu menghitung besarnya ND, tetapi juga menentukan letak garis
netral kerja gaya relatif terhadap pusat berat tulangan baja tarik. Untuk
menentukan momen tahanan dalam, yang penting adalah mengetahui terlebih
dahulu resultan total gaya beton tekan N D, dan letak garis kerja gaya dihitung
terhadap serat tepi terluar, sehingga jarak z dapat dihitung.
Gambar 2.9 Blok Tegangan Ekivalen
Berdasarkan bentuk empat persegi panjang seperti tampak pada gambar
2.9, intensitas tegangan tekan beton rata-rata ditentukan sebesar 0,85f’c dan
dianggap bekerja pada daerah tekan dari penampang balok sebesar b dan sedalam
a, yang mana besarnya ditentukan dengan rumus :
a=β1.c ....................................................................................(2.5)
dimana :
c = jarak serat terluar ke garis netral
β1= konstanta merupakan fungsi dari kuat tekan.
Standar SK–SNI T–15–199–03, menetapkan nilai β1 = 0,85 untuk f’c ≤
30 MPa, berkurang 0,008 untuk setiap kenaikan 1 Mpa kuat beton dan nilai
tersebut tidak boleh kurang dari 0,65.
2.7
Perilaku Defleksi pada Balok
Apabila balok beton bertulang dibebani secara berangsur–angsur mulai
dari nol hingga mencapai suatu harga yang menyebabkan balok tersebut patah,
maka hubungan antara beban defleksi pada balok beton bertulang dapat
digambarkan menjadi bentuk trilinier seperti berikut:
Gambar 2.10 Hubungan Antara Beban dan Defleksi pada Balok Beton Bertulang
Keterangan :
Daerah I
: Kondisi praretak, dimana balok beton bertulang bebas retak
Daerah II
: Kondisi pascaretak, dimana balok beton bertulang
mengalami retak namun masih terkontrol sehingga tidak
patah/hancur
Daerah III : Kondisi pasca-serviceability, dimana tegangan pada tulangan tarik
sudah mencapai tegangan lelehnya
Pada kondisi praretak, kurva dari beban defleksi masih merupakan garis
lurus yang memperlihatkan perilaku elastis penuh. Tegangan tarik maksimum
pada balok dalam daerah ini masih lebih kecil dari tegangan tarik ijinnya.
Kekuatan lentur EI balok dapat diestimasi dengan menggunakan Modulus Young
(Ec) dari beton dan momen inersia penampang beton bertulang tak retak.
Daerah praretak diakhiri dengan mulainya retak pertama dan mulai
bergerak menuju daerah pascaretak. Hampir semua balok beton bertulang berada
di daerah ini pada saat beban bekerja. Untuk suatu balok di atas tumpuan sendirol, retak akan semakin lebar pada daerah lapangan dan semakin ke arah tumpuan
retak semakin kecil.
Apabila terjadi retak, konstribusi kekuatan tarik beton sudah dikatakan
tidak ada lagi. Maka, kekuatan tarik akan dipikul sepenuhnya oleh tulangan.
Daerah batas kekuatan tarik dan tekan antara balok beton dan tulangan terlihat
pada gambar 2.11 berikut.
Gambar 2.11 Daerah Batas Kekuatan Tarik dan Tekan
Pada gambar 2.11 di atas, bagian tekan atau sebatas y dipikul oleh beton
dan tulangan As’ sedangkan bagian tarik atau daerah y ke bawah dipikul oleh
tulangan As. Berarti kekuatan lentur penampang beton telah berkurang hingga
kurva beban defleksi di daerah pascaretak semakin landai dibandingkan dengan
daerah praretak. Semakin besar retaknya, akan semakin berkurang kekuatan beton
hingga
mencapai suatu harga berupa batas bawah keruntuhan. Pada saat
mencapai batas runtuh, distribusi kekuatan tarik beton terhadap balok dapat
diabaikan.
Pada daerah pasca-serviceability, jika beban terus bertambah, maka
regangan pada tulangan tarik akan terus bertambah melebihi regangan lelehnya.
Bila balok terus mengalami defleksi tanpa adanya beban tambahan dan retaknya
semakin terbuka hingga letak titik penampang retak transformasinya terus
mendekati garis tepi yang tertekan. Akhirnya terjadi keruntuhan tekan sekunder
yang dapat mengakibatkan kehancuran total pada daerah momen maksimum dan
diikuti keruntuhan.
2.8
Ragam Keruntuhan
2.8.1 Keruntuhan Lentur Akibat Kondisi Batas ( Ultimate )
Untuk menerangkan apa yang dimaksud dengan kekuatan batas atau kuat
ultimate maka akan ditinjau struktur balok beton bertulang yang diberi beban
terpusat secara bertahap sampai runtuh (tidak kuat menerima tambahan beban
lagi). Keruntuhan yang akan ditinjau adalah lentur. Agar dapat diperoleh
suatu keruntuhan lentur murni maka digunakan konfigurasi dua buah beban
terpusat yang diletakkan simetri sehingga di tengah bentang struktur tersebut
hanya timbul momen lentur saja (tidak ada gaya geser).
Penampang di tengah diberi sensor-sensor regangan untuk mengetahui
tegangan yang terjadi. Tegangan yang terjadi di sepanjang balok bervariasi seperti
terlihat pada gambar 2.12.
Gambar 2.12 Variasi Tegangan Sepanjang Balok
Beban diberikan secara bertahap dan dilakukan pencatatan lendutan di
tengah bentang sehingga dapat dilihat tiga tahap perilaku balok akibat beban atau
yang disebut diagram momen-kurvatur. Diagram momen-kurvatur dapat dilihat
pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 Diagram Momen-Kurvatur
Pada diagram momen-kurvatur, θ adalah perubahan sudut balok dalam
panjang tertentu yang besarnya dihitung dengan persamaan 2.6 di mana ϵ adalah
regangan pada serat balok yang berjarak y dari sumbu netral balok:
=
ϵ
..............................................................................................(2.6)
Tahap pertama diagram momen-kurvatur adalah momen-momen kecil
yang lebih kecil daripada momen retak Mcr di mana seluruh penampang melintang
balok mampu menahan lentur. Pada kisaran ini, regangan yang terjadi kecil dan
diagram hampir vertikal dan menyerupai garis lurus.
Ketika momen bertambah hingga melebihi momen retak, kemiringan
kurva akan sedikit berkurang karena balok tidak cukup kaku seperti pada tahap
awal sebelum beton mulai retak. Diagram akan mengikuti garis yang hampir lurus
dari Mcr, hingga ke titik di mana tulangan mengalami tegangan sampai titik
lelehnya. Agar tulangan baja meleleh, diperlukan beban tambahan yang cukup
besar untuk meningkatkan lendutan balok.
Setelah tulangan meleleh, balok memiliki kapasitas momen tambahan
yang sangat kecil sehingga hanya sedikit saja beban tambahan yang diperlukan
untuk secara substansial meningkatkan putaran sudut dan lendutan. Kemiringan
diagram sekarang sangat datar.
Keruntuhan yang didahului oleh lendutan atau deformasi yang besar
seperti yang diperlihatkan pada balok di atas disebut keruntuhan yang bersifat
daktail. Sifat seperti itu dapat dijadikan peringatan dini mengenai kemungkinan
akan adanya keruntuhan sehingga pengguna struktur bangunan mempunyai waktu
untuk menghindari struktur tersebut sebelum benar-benar runtuh, dengan
demikian jatuhnya korban jiwa dapat dihindari.
Keruntuhan lentur tersebut dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda :
1. Keruntuhan tarik, terjadi bila jumlah tulangan baja relatif sedikit
sehingga tulangan
tersebut
akan
leleh
terlebih
dahulu
sebelum
betonnya pecah, yaitu apabila regangan baja (εs) lebih besar dari
regangan beton (εy). Penampang seperti itu disebut penampang underreinforced, perilakunya sama seperti yang diperlihatkan pada balok uji
yaitu daktail (terjadinya deformasi yang besar sebelum runtuh).
2. Keruntuhan
tekan,
terjadi
bila
jumlah
tulangan
relatif
banyak
maka keruntuhan dimulai dari beton sedangkan tulangan bajanya
masih
elastis, yaitu apabila regangan baja (εs) lebih kecil dari regangan
beton (εy). Penampang seperti itu disebut penampang over-reinvorced,
sifat keruntuhannya adalah getas (non-daktail). Suatu kondisi yang
berbahaya karena penggunaan bangunan tidak melihat adanya deformasi
yang besar yang dapat dijadikan pertanda bilamana struktur tersebut mau
runtuh, sehingga tidak ada kesempatan untuk menghindarinya terlebih
dahulu. Semua balok yang direncanakan sesuai peraturan diharapkan
berperilaku seperti itu.
3. Keruntuhan seimbang, jika baja dan beton tepat mencapai kuat batasnya,
yaitu apabila regangan baja (εs) sama besar dengan regangan beton (εy).
Jumlah penulangan yang menyebabkan keruntuhan seimbang dapat
dijadikan acuan untuk menentukan apakah tulangan relatif sedikit atau
tidak, sehingga sifat keruntuhan daktail atau sebaliknya.
Ketiga jenis keruntuhan ini terlihat pada gambar 2.14 di bawah.
Gambar 2.14 Perilaku Keruntuhan Balok
2.9
Lendutan pada Balok
Bidang momen yang terjadi pada balok dengan beban terpusat
Gambar 2.15 Diagram Momen dan Lendutan
Perhitungan lendutan
didapat
dari
turunan momen
yaitu untuk
mendapatkan lendutan maka momen dianggap sebagai beban. Perhitungan momen
sebagai beban diperoleh dengan cara sebagai berikut.
=
=
.
.
.
=
=
Setelah didapat nilai beban (q1 dan q2) maka dihitung reaksi tumpuan.
+
=∑
1
= 36
=
1
+ 36
2
= 36
2
1
+ 18
2
1
18
=
=
1
+ 18
1
+ 18
2
1
18
Setelah diperoleh
reaksi
tumpuan maka
dihitung momen
yang
sesungguhnya lendutan dengan memperhitungkan sifat bahan. Besar lendutan
pada jarak 1/3 bentang diperoleh dengan cara sebagai berikut.
.
=
=
=
1
8
1
8
.
1
−
3
.
.
.
1 1
.
3 3
1
1
−
3
36
1
1
−
3
2
1
18
.
1
9
1 1
. .
3 3
= 1−
=
=
1
1
.
.
6
54
5 1
.
6 54
5
324
Besar lendutan pada jarak 1/2 bentang diperoleh dengan cara sebagai berikut.
.
=
.
=
1
18
=
1
36
=
=
=
=
=
1
−
2
.
−
1
36
1
36
1
36
1
36
1
36
23
1296
.
1 1
3 3
1
1
−
2
36
−
1
36
1−
.
.
1 1
2 3
−
2
3
+
18
18
−
+
1
1
+
9
6
5
18
5
1
−
18 12
36 10 3
−
−
36 36 36
23
36
−
1
36
−
1 1 1
. .
2 3 6
1
36
1
36
1
12
.
1
12
1
12
.
1 1 1
. .
2 2 3
Download