BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penuaan Setelah mencapai usia

advertisement
85
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penuaan
Setelah mencapai usia dewasa, seiring bertambahnya usia, secara alamiah
seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya, justru terjadi
penurunan karena proses penuaan. Terjadinya penurunan hormon karena proses
penuaan atau yang memberikan gejala dan tanda seperti proses penuaan, terutama
penurunan hormon testosteron dapat menimbulkan gangguan fungsi seksual,
berkurangnya spermatogenesis, kelelahan, depresi, perasaan kacau, rasa panas dan
keringat malam hari, gangguan fungsi kognitif, menurunnya volume sel darah
merah, berkurangnya massa otot, peningkatan massa lemak dan sebagainya
(Pangkahila, 2011).
Banyak upaya yang dapat dilakukan, agar walaupun usia terus bertambah,
tetapi fungsi tubuh tetap dapat dipertahankan sehingga kualitas hidup tetap baik.
Pada akhirnya, usia hidup menjadi lebih panjang dalam keadaan sehat.
Perkembangan Anti-Aging Medicine (AAM) telah membawa konsep baru dalam
dunia kedokteran dimana manusia dapat hidup dengan kualitas yang prima
walaupun usia merambah naik. Bahkan proses penuaan dapat diperlambat, ditunda
atau dihambat dan usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan
kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2011; Pangkahila, 2013).
2
2.1.1 Konsep Anti-Aging Medicine
Anti-Aging Medicine (AAM) adalah bagian ilmu kedokteran yang didasarkan
pada penggunaaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk
melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan dan perbaikan ke keadaan
semula berbagai disfungsi, kelainan dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan,
yang bertujuan memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Penuaan dapat
dianggap dan diperlakukan sama dengan penyakit, yang dapat dicegah, dihindari
dan diobati, sehinggga dapat kembali ke keadaan semula. Dengan demikian,
manusia tidak lagi harus membiarkan begitu saja dirinya menjadi tua dengan
segala keluhan, barulah mendapatkan pengobatan atau perawatan yang belum
tentu berhasil (Pangkahila, 2011).
2.1.2 Faktor Penyebab Proses Penuaan
Banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses penuaan,
yang kemudian menyebabkan sakit dan akhirnya membawa pada kematian. Faktor
penyebab penuaan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Beberapa faktor internal ialah radikal bebas, hormon yang
berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, system kekebalan yang menurun
dan gen. Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup tidak sehat, diet tidak
sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stress dan kemiskinan. Kalau radikal
bebas dapat diatasi dengan antioksidan. Kalau gaya hidup tidak sehat
ditinggalkan, kalau diet tidak sehat dihindari dan kalau hormon yang berkurang
3
diatasi dengan pengobatan, maka penyebab penuaan yang penting telah
disingkirkan (Pangkahila, 2011).
Dengan melihat berbagai faktor di atas, kita dapat menentukan faktor mana
yang dapat dihindari atau diatasi agar proses penuaan dapat dicegah atau
diperlambat sehingga kualitas hidup dapat dipertahankan. Bermodalkan kesadaran
tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menghindari berbagai faktor penyebab
proses penuaan dilengkapi dengan pengobatan, maka masyarakat mempunyai
kesempatan yang lebih besar untuk hidup lebih sehat dan berusia lebih panjang
(Pangkahila, 2011).
2.1.3 Teori Penyebab Penuaan
Umur harapan hidup manusia amat tergantung pada proses penuaan, dan
proses penuaan bukan kodrat tetapi disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:
aktivitas berlebih (Wear and Tear Theory), hormonal (Neuroendocrinology
Theory), genetic (The Genetic Control Theory) dan radikal bebas (The Free
Radical Theory) (Pangkahila, 2013). Banyak teori yang menjelaskan mengapa
manusia mengalami proses penuaan. Tetapi pada dasarnya teori tersebut dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (Pangkahila, 2011):
1. Teori “pakai dan rusak” (wear and tear theory), meliputi kerusakan DNA,
glikosilasi, dan radikal bebas. Teori ini menyatakan tubuh menjadi lemah
lalu meninggal sebagai akibat dari penggunaan dan kerusakan yang terusmenerus. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga
terjadi di tingkat sel. Ini berarti, walaupun seseorang tidak pernah
4
merokok, minum alkohol dan hanya mengonsumsi makanan alami, dengan
menggunakan organ tubuh secara biasa saja, pada akhirnya terjadi
kerusakan. Penyalahgunaan organ tubuh membuat kerusakan lebih cepat.
Pada masa muda, sistem perbaikan dan pemeliharaan tubuh mampu
melakukan kompensasi terhadap pengaruh penggunaan dan kerusakan
normal dan berlebihan. Dengan menjadi tua, tubuh kehilangan
kemampuan memperbaiki kerusakan karena penyebab apapun. Teori ini
meyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang
tidak terlambat dapat membantu mengembalikan proses penuaan melalui
mekanisme merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan
dan mempertahankan organ tubuh dan sel.
2. Teori program.
Teori ini menganggap di dalam tubuh manusia terdapat jam biologik,
mulai dari proses konsepsi sampai ke kematian dalam suatu model
terprogram.
a. Teori terbatasnya replikasi sel, dengan setiap replikasi sel, telomere
memendek pada setiap pembelahan sel. Setelah sejumlah
pembelahan sel, telomere telah dipakai dan pembelahan sel
berhenti.
b. Proses imun, salah satu gambaran yang universal pada siklus hidup
ialah involusi kelenjar thymus, Kelenjar ini merupakan sumber sel
T, yang berperan penting pada system imun. Jumlah sel T tidak
berkurang secara dramatis, tetapi fungsinya menurun.
5
c. Teori hormon, dimana hormon sangat berperan dalam berbagai
fungsi organ tubuh. Hormon yang dikeluarkan oleh beberapa organ
dikendalikan oleh suatu sistem poros dari hypothalamushypophyse-gonad. Pada usia muda, hormon bekerja dengan baik
mengendalikan berbagai fungsi organ tubuh, tetapi pada saat tua,
tubuh hanya mampu memproduksi hormon lebih sedikit sehingga
levelnya menurun. Akibatnya berbagai fungsi tubuh menururn.
2.1.4 Tanda dan Gejala Penuaan
Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi
berbagai organ tubuh. Akibat penurunan tersebut maka timbul berbagai tanda dan
gejala proses penuaan diantaranya (Pangkahila, 2011):
1. Tanda fisik: massa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut,
daya ingat berkurang, fungsi seksual dan reprodukdi terganggu,
kemampuan kerja menurun dan sakit tulang
2. Tanda psikis: menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas,
mudah tersinggung dan merasa tidak berarti lagi.
2.1.5 Peranan Hormon dalam Proses Penuaan
Kata hormon berasal dari kata Yunani “hormao” yang berarti bergairah atau
bangkit. Hormon memberikan pengaruh melalui struktur kimianya yang unik yang
dikenali oleh reseptor spesifik pada sel targetnya. Sekresinya dapat melalui
sirkulasi umum ataupun lokal. Hormon berperan sangat penting, bahkan mutlak
6
dalam kehidupan manusia sejak awal kehidupan manusia. Hormon diproduksi
oleh beberapa kelenjar yang ada dalam tubuh (tabel 2.1 dan tabel 2.2).
Tabel 2.1
Hormon, organ target dan efek fisiologisnya
Hipofise
Hormon
Growth hormone
Organ target utama
Hepar, jaringan
adipose
Ovarium dan testis
Efek fisiologis utama
Mengontrol pertumbuhan,
mengontrol protein, metabolism
lipid dan karbohidrat
Merangsang sekresi hormon
tiroid
Merangsang sekresi
glucocorticoid
Produksi susu
Mengontrol fungsi seksual dan
reproduksi
Mengontrol fungsi reproduksi
Ginjal
Konversi air
Ovarium dan testis
Merangsang keluarnya susu dan
kontraksi uterus, didapatkan
saat ejakulasi, memfasilitasi
transport sperma
Anterior
Thyroid Stimulating
Hormone (TSH)
Adrenocorticotropic
hormone (ACTH)
Prolactin
Luteinizing hormone
(LH)
Follicle stimulating
hormone (FSH)
Hipofise Antidiuretic hormone
(ADH)
Posterior Oksitosin
Kelenjar tiroid
Cortex adrenalis
Kelenjar mamma
Ovarium dan testis
(Sumber: Pangkahila, 2011)
Tabel 2.2
Kelenjar/Organ yang menghasilkan hormon dan fungsinya
Organ/Kelenjar
Tiroid
Hormon
Tiroid
Paratiroid
Paratiroid
Medulla adrenalis
Epinephrine,
norepinephrine
Cortisol, aldosterone
Cortex adrenalis
Pankreas
Ovarium
Testis
Pineal body (epiphysis)
Insulin
Estrogen, progesterone,
testosterone
Testosterone
Melatonin
Thymus
Thymus
Fungsi
Merangsang panas tubuh,
pertumbuhan tulang dan
metabolism
Mengatur kadar kalsium dan
fosfat darah
Memberikan pengaruh seperti
rangsangan simpatis
Homeostatis glukosa, air, Na+ ,
K+
Mengontrol penggunaan glukosa
Fungsi seksual dan reproduksi
Fungsi seksual dan reproduksi
Mengatur pola tidur, menurunkan
aktivitas motoric dan suhu tubuh
Berperan dalam system imun
(Sumber: Pangkahila, 2011)
7
Pada dasarnya fungsi berbagai hormon dalam tubuh dapat dikelompokkan
menjadi 4 yaitu:
1. diferensiasi seksual dan reproduksi
2. perkembangan dan pertumbuhan
3. mempertahankan lingkungan internal
4. pengaturan metabolisme dan suplai nutrisi
Sekresi hormon berkaitan dengan negative feedback control (kontrol umpan balik
negatif) melalui beberapa jalan. Hubungan umpan balik ini melibatkan poros
hipotalamus-hipofise yang mendeteksi perubahan konsentrasi hormon yang
disekresi oleh beberapa kelenjar endokrin perifer, atau satu kelenjar dapat
merasakan dan bereaksi terhadap perubahan di dalam variabel yang dikontrolnya.
Gangguan pada fungsi umpan balik tersebut mempunyai arti penting secara klinis
dan penting untuk diagnosis. Level hormon pada sirkulasi diatur oleh lima
mekanisme sebagai berikut:
1. Pelepasan hormon secara spontan atau basal
2. Hambatan umpan balik oleh hormon yang disintesis atau dilepas
3. Rangsangan atau hambatan pelepasan hormon oleh bahan yang diatur atau
tidak diatur oleh hormon yang sama
4. Pengaturan oleh circadian rhytms (ritme sirkadian) untuk pelepasan
hormon oleh system tertentu seperti otak
5. Rangsangan atau hambatan pelepasan hormon melalui otak sebagai reaksi
terhadap kecemasan, antisipasi aktivitas tertentu atau masukan sensoris
yang lain.
8
Penurunan level hormon seiring bertambahnya usia menimbulkan berbagai tanda
dan keluhan. Hormon yang levelnya menurun ialah testosteron, estrogen, growth
hormone, IGF-1, Renin, aldosterone, triiodothyronine (T3), DHEA, DHEAS.
Sebaliknya hormon yang levelnya meningkat dengan bertambahnya usia adalah
FSH, LH, Vasopressin, Insulin, Parathyroid hormone (PTH), Atrial natriuretic
hormone (ANH), dan Leptin. Beberapa faktor yang berakibat buruk bagi fungsi
hormon adalah kurang berolahraga, kurang tidur, nutrisi tidak cukup atau tidak
sehat, efek samping obat tertentu dan keracunan karena lingkungan yang tidak
sehat, termasuk yang melalui makanan dan udara. Hal ini menunjukkan bahwa
gaya hidup berpengaruh besar terhadap fungsi hormon. Gaya hidup yang sehat
meningkatkan fungsi hormon, sebaliknya gaya yang tidak sehat menghambat
fungsi hormon terhadap berbagai organ tubuh (Pangkahila, 2011).
Pada saat orang melakukan aktivitas yang melampaui kapasitas kerja
(overtraining / overworking) maka saat itu mulai terjadi radikal bebas dan terjadi
penurunan beberapa kadar hormon sehingga keadaan inilah yang mempercepat
proses penuaan (Pangkahila, 2013; Pangkahila dan Milas, 2015).
2.2 Hormon Seks Steroid pada Pria
Sintesis hormon seks steroid diproduksi secara primer oleh gonad dan
dilakukan oleh dua macam gonadotropic hormone yang dihasilkan oleh
adenohipofisis. Hipothalamus mengeluarkan GnRH dengan proses sekresinya
setiap 90-120 menit melalui aliran portal hipothalamohipofisial. Setelah sampai di
hipofise anterior, GnRH akan mengikat sel gonadotrop dan merangsang
9
pengeluaran FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Lutheinizing
Hormone). Waktu paruh LH kurang lebih 30 menit sedangkan FSH sekitar 3 jam.
FSH dan LH berikatan dengan reseptor yang terdapat pada ovarium dan testis,
serta mempengaruhi fungsi gonad yang berperan dalam produksi hormon seks
steroid dan gametogenesis (Rahmanisa, 2014).
Hormon-hormon steroid seks pada pria yang terpenting dalam reproduksi
adalah testosteron, dihidrotestosteron (DHT) dan estradiol. Hormon seks wanita
dalam jumlah kecil ditemukan juga pada laki-laki dan sebaliknya hormon seks
laki-laki dijumpai dalam jumlah kecil pada wanita (Braunstein, 2011).
Testis mensekresi sebagian kecil dari DHT yang merupakan androgen poten
dan dehidroepiandrosteron (DHEA) yang merupakan androgen lemah. Selain itu,
sel Leydig juga mensekresi sebagian kecil dari estradiol, estrone, pregnenolon,
progesteron, 17α-hidroksipregnenolon, dan 17α-hidroksiprogesteron. Testis hanya
mengsekresikan 25% estradiol. Estradiol terutama dihasilkan dari konversi perifer
dari testosteron dan androstenedione, seperti tampak pada gambar 2.1 (Tsutsui et
al., 2010). Estrogen membantu mengatur sekresi Gonadotropin-Releasing
Hormone (GnRH) dan LH. Dihidrotestosteron (DHT) dan estradiol bukan hanya
dihasilkan dari testis, tetapi juga dapat dihasilkan dari konversi di jaringan perifer
dari androgen dan prekursor estrogen yang disekresi baik oleh testis maupun
adrenal (Braunstein, 2011).
10
Gambar 2.1 Biosynthesis Hormon Seks Steroid (Tsutsui et al., 2010).
2.2.1. Testosteron
Testosteron merupakan hormon seks pria yang paling penting dengan berat
molekul 288,41 Dalton. Testosteron disekresikan oleh sel-sel interstisial Leydig di
dalam testis. Testis mensekresi beberapa hormon kelamin pria, yang secara
bersamaan disebut dengan androgen, termasuk testosteron, dihidrotestosteron, dan
androstenedion. Testosteron mempunyai peranan pada banyak organ tubuh selain
sistem seksual dan reproduksi, yaitu pada otak, tulang, otot, lemak, sistem
hematopoiesis dan sistem imun. Hormon androgen tidak hanya diproduksi oleh
pria, melainkan juga oleh perempuan. Pada pria, lebih 95% hormon androgen
diproduksi di dalam testis oleh sel Leydig dan sisanya diproduksi oleh cortex
adrenalis. Pada perempuan, androgen diproduksi oleh ovarium (25%), kelenjar
adrenalis (25%) dan konversi perifer (50%) dari prehormon androstenedione dan
precursor dehydroepiandrostenedione (DHEA). Androstenedione diproduksi di
11
dalam ovarium (50%) sedangkan DHEA diproduksi hampir seluruhnya di kelenjar
adrenalis (90-95%). Testosteron jumlahnya lebih banyak dari yang lain sehingga
dapat dianggap sebagai hormon testikular terpenting, walaupun sebagian besar
testosteron diubah menjadi hormon dihidrotestosteron yang lebih aktif pada
jaringan target. Nilai rujukan normal testosteron total adalah 300-1000 ng/dl
seperti tampak pada tabel 2.3 di bawah ini (Rahmanisa, 2014).
Tabel 2.3
Harga Normal Hormon Testosteron pada Pria
Hormon
Testosteron
Jenis kelamin
Pria
- Prepubertas
- Pubertas
- Dewasa
Unit Konvensional (ng/dL)
8-14
84-180
300-1000
(Disadur dari Greenspan dan Gardner, 2004)
Di dalam aliran darah testosteron terikat oleh protein serum dan sebagian
tidak terikat. Sebanyak 60% testosteron terikat kuat dengan binding protein utama
yaitu SHBG dan sekitar 38% terikat lemah dengan albumin dan cortisol binding
globulin. Sekitar 2% sirkulasi testosteron tidak terikat oleh protein serum tetapi
masuk ke dalam sel. Testosteron yang terikat secara biologis kurang berarti
dibandingkan dengan testosteron bebas. Testosteron yang terikat dengan SHBG
sebagian besar tidak berfungsi pada proses fisiologis. Testosteron diubah menjadi
dihidrotestosteron di dalam target jaringan testosteron yang spesifik. Metabolisme
testosteron terjadi di hepar. Testosteron dikonversi menjadi androstenedion dan
etiokolanolon. Testosteron masuk ke dalam membran sel dengan cepat dan di
dalam
sel,
testosteron
berubah
secara
enzimatik
menjadi
androgen
dihidrotestosteron dengan bantuan isoenzim microsomal reduktase-2 dan isoenzim
12
5-reduktase-1. Pada pria, testosteron memegang peranan penting dalam
diferensiasi sistem organ genital pria pada saat pertumbuhan fetus dan masa
pertumbuhan. Fungsi organ yang dipengaruhi oleh testosteron seperti skrotum,
epididymis, vas deferens, vesika seminalis, prostat dan penis. Testosteron juga
berperan dalam pertumbuhan organ skeletal, laring yang berperan dalam
pembentukan suara pada pria dan kartilago epifisial serta mempengaruhi
pertumbuhan rambut pada daerah pubis, axilla, janggut, jambang, dada, abdomen,
dan daerah punggung, aktivitas kelenjar sebacea dan perubahan tingkah laku
(Rahmanisa, 2014; Batubara, 2010).
Kadar testosteron dapat meningkat oleh pengaruh estrogen, tamoxifen,
fenitoin, hormon tiroid, keadaan hipertiroidism dan sirosis, sedangkan kadarnya
menurun apabila terdapat pengaruh androgen eksogen, glukokortikoid, growth
hormone, keadaan hipotiroidisme, akromegali, obesitas dan hiperinsulinemia
(Braunstein, 2011; Pangkahila, 2011).
Diet dan gaya hidup merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi peningkatan testosteron. Diet suplemen tinggi protein whey
mengandung asam amino triptofan yang tinggi, yang dapat meningkatkan sekresi
serotonin dan growth hormone (GH) pada hipofisis sehingga ketika berikatan
dengan growth hormone receptor (GHR) pada hati merangsang diproduksinya
IGF-1 (Melnik et al., 2011). IGF-1 dapat meningkatkan sekresi testosteron oleh
sel leydig. Aktivitas fisik intensitas sedang juga dapat meningkatkan hormon
testosteron melalui peningkatan sekresi IGF-1 secara lokal pada otot skelet yang
13
kemudian dilepaskan ke sirkulasi dan mempengaruhi salah satu sel target IGF-1
yaitu sel leydig (Hambrecht et al., 2005).
2.2.2 Estrogen
Estrogen merupakan hormon dominan pada wanita, pria juga memproduksi
hormon ini dan memanfaatkannya. Estrogen dapat memberikan efek fisiologis
melalui dua tipe reseptor estrogen yaitu ERα dan ERβ. ERα terutama pada system
reproduksi, ginjal, tulang, jaringan adipose dan hati. ERβ pada ovarium, prostat,
paru, saluran cerna, bladder, sel hematopoetik dan susunan saraf pusat (Faulds et
al., 2012). Estrogen pada pria dihasilkan oleh aromatisasi testosteron dari sel
Leydig dan sel germinal. Sel germinal lebih banyak memproduksi estrogen
dibandingkan sel Leydig. Pada testis terjadi konversi testosteron menjadi estradiol
melalui mekanisme aromatisasi sitokrom P 450 yang menyebabkan konsentrasi
estrogen tinggi dalam cairan testis dan seminal (Anwar, 2005).
Jumlah kadar estrogen pada pria dalam konsentrasi kecil dalam darah tepi
sekitar 2-180 pg/ml. Konsentrasi estrogen tinggi pada vena testicular dan
pembuluh limfenya, serta tinggi pada sistem reproduksi, tinggi pada semen dan
cairan testis. Ada tiga jenis estrogen utama dalam tubuh yaitu estron, estradiol
(estrogen paling kuat) dan estriol (Pangkahila, 2011; Rahmanisa, 2014). Pada saat
keluar dari sirkulasi, hormon steroid berikatan dengan protein plasma, dimana
estradiol berikatan dengan SHBG dan berikatan lemah dengan albumin. Estron
berikatan kuat dengan albumin. Sirkulasi estradiol secara cepat diubah menjadi
estron di hepar dengan bantuan 17-hidroksisteroid dehydrogenase. Sebagian
14
estron masuk kembali ke sirkulasi dan sebagian lagi dimetabolisme menjadi
hidroksiestrone yang dikonversi menjadi estriol (Anwar, 2005).
Pada pria, estrogen bekerja berkoordinasi dengan hormon androgen, tetapi
sebaliknya dapat juga bersifat sebagai antiandrogenik. Efek fisiologik testosteron
merupakan
gabungan
efek
testosteron
dengan
estrogen,
namun
efek
androgeniknya lebih dominan karena rasio androgen dengan estrogen sangat
tinggi (250:1). Penurunan rasio ini dapat menyebabkan gejala feminisasi /
ginekomasti. Terlalu banyak estrogen pada pria terutama kombinasi dengan
rendahnya testosteron secara abnormal dapat menyebabkan meningkatnya
akumulasi lemak, begitu juga pada payudara wanita. Estrogen yg terbentuk pada
pria berasal dari male androgen testosteron dan adrostenedion sebagai akibat kerja
dari enzim aromatase. Bodybuilder terkadang menggunakan suplemen atau obat
untuk menghambat aromatase ini dan memperlambat atau menghambat produksi
estrogen, untuk menjaga lemak tubuh tetap rendah (Kumar, 2013).
Peningkatan hormon estrogen bisa disebabkan juga oleh konsumsi suplemen
yang mengandung phytoestrogen seperti pada penelitian yang dilakukan oleh
Bonora (2015) pada susu pengganti cair Pediasure. Susu Pediasure terbukti
mengandung estrogen sebesar 4,87 pg/g dan progesteron sebesar 5,11 pg/ng, dan
perlakuan susu ini pada tikus lepas sapih selama 21 hari dapat meningkatkan
kadar estrogen. Margo (2015) juga melalukan penelitian pada susu Morinaga
BMT soya yang mengandung phytoestrogen 12,09 mg/100gr yang menghasilkan
peningkatan pada kadar estrogen 48,09% dibandingkan kontrol.
15
2.2.3 Mekanisme Kontrol Hormon Seks Steroid pada Pria
Pengaturan dari produksi androgen dan spermatogenesis diatur oleh sistem
kompleks mekanisme umpan balik yang melibatkan hipothalamus, hipofise
anterior, testis, dan target organ. Dalam hipothalamus, neurotransmiter akan
meregulasi sintesis dan pelepasan pulsasi GnRH (Gonadothropine Releasing
Hormone), yang dilakukan setiap 3 jam masuk dalam vena portal hipofise. GnRH
di hipofise anterior akan merangsang sekresi LH (Lutheinizing Hormone) dan
FSH (Follicle Stimulating Hormone). LH mempengaruhi sel Leydig yang
berikatan dengan reseptor spesifik membran dan menyebabkan sekresi testosteron.
Sebagai inhibisi, peningkatan kadar androgen akan menghambat sekresi LH dari
hipofise anterior melalui efek langsung pada hipofise dan hipothalamus.
Hipothalamus dan hipofise mempunyai reseptor androgen dan estrogen. Efek
inhibisi terutama diperantarai oleh estradiol yang dihasilkan dari aromatisasi
testosteron. FSH berikatan dengan reseptor spesifik pada sel-sel Sertoli di tubulus
seminiferus dan merangsang pembentukan Androgen Binding Protein (ABP).
FSH mempengaruhi tubulus seminiferus sel Sertoli untuk merangsang terjadinya
spermatogenesis. Sekresi FSH dihambat oleh inhibin yang dihasilkan oleh sel
Sertoli. Begitu juga yang terjadi pada LH, sekresi LH akan dihambat oleh inhibin
yang dihasilkan oleh sel Leydig (Gingrich, 2010; Pangkahila, 2011).
16
Gambar 2.2 Aksis Hipotalamus – Hipofise –Testis (Gingrich, 2010)
Pada alur reproduksi, terdapat 2 (dua) golongan hormon yang berperan, yaitu
hormon peptida dan hormon steroid. Masing-masing golongan tersebut memiliki
cara kerja yang berbeda untuk memberikan respon biologi. Yang termasuk
hormon peptida adalah Lutheinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating
Hormone (FSH), sedangkan yang termasuk hormon steroid adalah testosteron dan
estradiol. Reproduksi yang normal, tergantung pada kerjasama dari beberapa
hormon
dan
regulasinya
harus
dikendalikan
dengan
baik.
Mekanisme
pengendalian yang utama adalah dengan cara pengendalian umpan balik (feedback
control), dimana sintesis dan aktivitas hormon tersebut dapat dikendalikan oleh
17
hormon itu sendiri, bahkan juga dapat mengendalikan hormon lain. Komponen
alur HPG (Hypothalamus Pituitary Gonad ) (Safarinejad, 2009):
A. Hipotalamus sebagai pusat dari alur HPG. Hipotalamus menerima
masukan rangsang dari pusat-pusat yang ada di otak, yang akan
mensekresi hormon yang merangsang atau menghambat pengeluaran
hormon-hormon lain. Secara anatomi, hipotalamus terhubung dengan
kelenjar pituitari, sehingga secara langsung hormon-hormon dari
hipotalamus bisa masuk ke kelenjar pituitari anterior. Hormon yang
berperan pada sistem reproduksi adalah gonadotropin releasing hormone
(GnRH) dan luteinizing hormone releasing hormone (LHRH). Fungsi
GnRH adalah untuk menstimulasi sekresi hormon LH dan FSH dari
kelenjar pituitari anterior.
B. Pituitary anterior GnRH merangsang produksi dan pengeluaran hormon
FSH dan LH dari kelenjar pituitari anterior. FSH dan LH berperan dalam
proses regulasi fungsi dari testis. Regulasi sekresi LH dilakukan oleh
androgen dan estrogen melalui umpan balik negatif. Didalam testis, LH
merangsang steroidogenesis dalam sel Leydig dengan cara menginduksi
konversi kolesterol menjadi pregnenolon dan testosteron. FSH terikat pada
sel-sel Sertoli dan membran sprematogonial dalam testis dan ini
merupakan stimulator utama dari pertumbuhan tubulus seminiferous saat
perkembangan.
FSH
sangat
diperlukan
pada
proses
inisiasi
spermatogenesis pada saat pubertas. Pada pria dewasa, fungsi FSH yang
18
utama adalah merangsang spermatogenesis untuk menghasilkan jumlah sel
sperma yang normal.
C. Testis, kesuburan dan kemampuan seksual seorang pria memerlukan
hormon-hormon eksokrin maupun endokrin dari testis. Semuanya berada
dalam kontrol alur HPG. Bagian intersisial testis mengandung sel-sel
Leydig yang berfungsi pada proses steroidogenesis. Tubulus seminiferous
memiliki fungsi eksokrin untuk memproduksi spermatozoa.
Produksi testosteron dikontrol secara umpan balik negatif pada alur HPG, dan
testosteron tersebut dimetabolisir menjadi 2 macam metabolit aktif yaitu
dihidrotestosteron (DHT) akibat katalisis dari 5-alfa-reduktase dan estrogen
estradiol, sebagai hasil reaksi dengan aromatase. DHT merupakan androgen yang
jauh lebih kuat daripada testosteron (Umam, 2010; Sutyarso, 2012).
Komponen aktif dari testosteron adalah testosteron terikat albumin dan
testosteron bebas yang kemudian diubah oleh enzim menjadi estradiol (dengan
aromatase) dan dehidrotestosteron (dengan 5-alfa reduktase) (Mustofa, 2010).
Fungsi testis dikontrol oleh 2 hormon gonadotropik yang disekresikan oleh
hipofisis anterior yaitu: LH dan FSH. Kedua hormon ini bekerja pada bagian testis
yang berbeda. LH bekerja pada sel Leydig (intersisial) untuk mensekresi
testosteron, sedangkan FSH bekerja pada tubulus seminiferus sel Sertoli yang
berpengaruh terhadap spermatogenesis (Sherwood, 2013).
2.2.4 Pengukuran Hormon Seks Steroid pada Pria
19
Kadar Testosteron puncak terlihat pada pagi hari, sekitar 20-30% lebih tinggi
kadarnya dari pada malam hari (Kumar, 2013). Pengukuran immunoassays
testosteron dan estrogen mengukur konsentrasi kadar total serum. Metode yang
dipercaya adalah dengan immunoassays spesifik dikuti ekstraksi dari serum atau
gas chromatography (GC) atau dengan liquid chromatography (LC) digabung
dengan spektroskopi (Braunstein, 2011).
Tabel 2.4
Kadar Hormon Normal pada Pria Dewasa
Hormon
Batas Normal
Testosteron total
260 –1000 ng/dL (9,0 –34,7 nmol/L)
Testosterone free
50 –210 pg/mL (173–729 pmol/L)
Dihidrostenedione
27 –75 ng/dL (0,9–2,6 nmol/L)
Androstenedione
50 –250 ng/dL (1,7–8,5 nmol/L)
Estradiol
10 –50 pg/mL (3,67–18,35 pmol/L)
Estrone
15 –65 pg/mL (55,5–240 pmol/L)
(Sumber: Braunstein, 2011)
2.2.5 Fungsi Hormon Seks Steroid pada Pria
Testosteron
antara
lain
bertanggungjawab
terhadap
berbagai
sifat
maskulinisasi tubuh. Pengaruh testosteron pada perkembangan sifat kelamin
primer dan sekunder pada pria dewasa antara lain:
a. Sekresi testosteron setelah pubertas menyebabkan scrotum, penis dan
testis membesar kira-kira delapan kali lipat sampai sebelum usia 20
tahun.
20
b. Pengaruh pada penyebaran bulu rambut tubuh antara lain diatas pubis,
ke arah sepanjang linea alba kadang-kadang sampai umbilicus dan
diatasnya, serta pada wajah dan dada.
c. Menyebabkan hipertropi mukosa laring dan pembesaran laring.
Pengaruh terhadap suara pada awalnya terjadi “suara serak”, tetapi
secara bertahap berubah menjadi suara bass maskulin yang khas.
d.
Meningkatkan ketebalan kulit di seluruh tubuh dan meningkatkan
kekasaran jaringan subkutan.
e.
Meningkatkan pembentukan protein dan peningkatan massa otot.
f.
Berpengaruh pada pertumbuhan tulang dan retensi
Testosteron
meningkatkan
jumlah
total
matriks
kalsium.
tulang
dan
menyebabkan retensi kalsium.
g. Testosteron juga berpengaruh penting pada metabolisme basal,
produksi sel darah merah, sistem imun, serta pengaturan elektrolit dan
keseimbangan cairan tubuh.
Selain fungsi di atas, hormon testosteron berpengaruh pula pada fungsi-fungsi
yang lain, diantaranya pada fungsi seksual menjadi terganggu akibat testosteron
yang menurun, spermatogenesis terganggu, kelelahan, ganguan mood, perasaan
bingung, rasa panas (hot flush), keringat malam hari, serta perubahan komposisi
tubuh berupa timbunan lemak visceral (Pangkahila, 2011; Rahmanisa, 2014).
Jumlah sel spermatogenik sangat tergantung pada aktivitas tubuli seminiferi
yang dipengaruhi oleh sistem hormon, sehingga faktor endokrin mempunyai efek
paling penting terhadap spermatogenesis. Testosteron yang disintesis sel Leydig
21
diperlukan untuk berlangsungnya proses spermatogenesis pada tubuli seminiferi.
Apabila metabolisme sel Leydig terganggu atau sel Leydig tidak dapat
memproduksi hormon testosteron secara optimal, maka kadar testosteron akan
menurun. Gangguan spermatogenesis akibat kadar testosteron yang rendah
menyebabkan peningkatan resiko terhadap rendahnya mutu spermatozoa yang
dihasilkan, yaitu penurunan konsentrasi spermatozoa. Testis sebagai tempat
berlangsungnya spermatogenesis bersifat sangat rentan terhadap proses oksidasi
oleh radikal bebas. Terdapatnya radikal bebas pada testis dapat mengubah
kestabilan dan fungsi membran, akibat berlanjutnya peroksidasi lipid. Proses
peroksidasi lipid dilaporkan mengakibatkan gangguan spermatogenesis. Radical
scavenger akan membersihkan radikal bebas pada jaringan-jaringan yang
memproduksi spermatozoa (Astuti et al., 2008).
Estrogen merupakan hormon yang ada pada pria dan wanita. Estrogen pada
pria mempunyai peranan dalam proses fertilitas. Pada testis, estradiol mempunyai
peranan membantu fungsi testis. Estradiol bila bekerja sendiri, tidak mampu
menstimulasi steroidogenesis sel Leydig. Estrogen pada proses perkembangan
testis, mempunyai kemampuan untuk membangun fungsi sel Sertoli dan
membantu adesi sel Sertoli dan germinal. Selain itu, estradiol bertanggung jawab
untuk inisiasi spermatogenesis atau pembentukan dan maturasi sperma pada lakilaki. Estrogen juga mempunyai peranan pada duktus efferent yang membawa
sperma dari testis ke epididimis. Duktus efferent mempunyai fungsi utama untuk
reabsorpsi lebih dari 90% cairan testis sehingga terjadi pemekatan sperma untuk
memasuki lumen epididimis. Estrogen juga mempunyai peranan membantu
22
kekuatan tulang, maturasi seksual dan metabolisme kolesterol (Hess dan Carnes,
2004).
2.2.7 Penggunan Hormon Seks Steroid untuk Pembesaran Otot pada Pria
Bila otot dilatih bekerja keras secara teratur akan merespon dengan menjadi
lebih besar dan kuat. Peningkatan ukuran dan kekuatan otot tersebut dihasilkan
dari meningkatnya jumlah protein kontraktil di dalam sel otot. Selain latihan,
mereka menggunakan zat-zat yang diduga akan memberikan efek ergogenik pada
peningkatan kekuatan dan daya tahan otot. Salah satu zat yang diduga dapat
meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot adalah anabolik “androgenik” steroid,
suatu zat sintetik yang mirip dengan hormon pria (testosteron) (Soewolo, 2009).
Pemakaian anabolik steroid secara rutin berpengaruh jelek terhadap kesehatan
manusia antara lain terhadap hati, kardiovaskuler, timbulnya depresi, tendensi
bunuh diri, perasaan terkalahkan, timbulnya halusinasi pendengaran, kemandulan
pada pria, atropi testis, haid tidak teratur, penurunan hormon seks wanita,
mengecilnya buah dada, wanita lebih maskulin, dan membesarnya klitoris
(Soewolo, 2009).
Anabolik Androgenik Steroid (AAS) adalah derivat sintetis dari hormon seks
testosteron endogen pria, yang merangsang efek anabolik (sintesis protein) dan
androgenik
(maskulinisasi).
Penggunaan
AAS
jangka
panjang
dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan hati namun secara fisiologik, elevasi
konsentrasi testosteron dapat menstimulasi sintesis protein sehingga berdampak
pada peningkatan ukuran otot, massa tubuh dan ketahanan tubuh. Testosteron juga
23
berfungsi dalam perkembangan dan pematangan ciri seks sekunder pria seperti
pertumbuhan rambut badan, suara yang maskulin, libido, sifat agresif dan
produksi sperma (Wongkar, 2014).
Penggunaan anabolik steroid telah lama diketahui dan berkembang luas di
masyarakat khususnya di kalangan atlit. Dalam dunia olahraga obat ini dapat
meningkatan
ukuran
dan
kekuatan
otot,
mengurangi
kerusakan
otot,
meningkatkan sintesis protein, meningkatkan lipolisis, meningkatkan kepadatan
tulang, meningkatkan pembentukan sel darah merah, hemoglobin, hematokrit
serta peningkatan penyimpanan kolagen. Efek inilah yang sering menyebabkan
terjadinya penyalahgunaan AAS dikalangan atlit, non atlit, pria dan wanita, dari
rentang umur yang berbeda-beda yang menggunakan AAS dengan tujuan yang
berbeda yaitu untuk kosmetik dan untuk efek anabolik (Andiana, 2012).
AAS sangat mudah diperoleh secara ilegal karena tersedia dan dijual bebas
pada tempat-tempat kebugaran. Penggunaan AAS jangka panjang dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan hati oleh karena semua testosteron memilki
jalur metabolisme utama di hati. Kerusakan hati akibat bahan kimia (obat)
ditandai dengan lesi awal yang memberikan rangkaian perubahan fungsi dan
struktur pada hati. Hal ini ditandai dengan terdapatnya sel radang berupa sel-sel
fagosit yakni monosit dan polimorfonuklear yang dapat dilihat dengan mikroskop
pada sediaan jaringan hati serta degenerasi-degenerasi pada sitoplasma seperti
perlemakan yang ditandai dengan adanya penimbunan lemak dalam parenkim
hati, yang dapat berupa bercak, zonal, atau merata (Sari et al., 2015).
24
Penggunaan AAS tanpa indikasi yang jelas dapat memberikan efek samping
yang buruk pada sistem reproduksi dan endokrin (hormonal) pria. Penggunaan
AAS dapat menekan sekresi hormon testosteron endogen melalui mekanisme
umpan balik negatif (negative feedback mechanism) di aksis hipotalamus hipofisis
testiskular, luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH).
Gangguan pada sekresi hormon testosteron endogen, LH dan FSH dapat
menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, dan infertilitas (azoospermia dan
oligozoospermia) dan penurunan ukuran testis atau atrofi testis (Wongkar, 2014).
Dalam praktik klinik kedokteran AAS digunakan untuk mengatasi masalah masalah
kesehatan
seperti
hipogonadisme,
impotensi,
keterlambatan
pertumbuhan, penyakit katabolik yang disebabkan berbagai jenis kanker dan
infeksi HIV, osteoporosis, berbagai jenis anemia, penyembuhan luka bakar, dan
gagal ginjal (Andiana, 2012).
2.3 Aktivitas Fisik Sedang
Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh oleh otot skeletal yang apabila dilakukan
secara teratur dengan intensitas sedang memiliki dampak yang baik untuk
kesehatan tubuh kita (WHO, 2014). Selain itu, olahraga dengan intensitas sedang
dapat meminimalkan produksi radikal bebas berlebihan serta meningkatkan
jumlah antioksidan endogen. Aktivitas fisik seperti olahraga meningkatkan
pengeluaran energi, dengan memperhatikan frekuensi (3-4 kali seminggu),
intensitas (72-87% dari denyut jantung maksimal (220-umur)), tipe / jenis
olahraga seperti berenang, sepeda statis dan sebagainya dan time (15 menit
25
pemanasan, 30-60 menit kombinasi latihan aerobik dan otot, 10 menit
pendinginan). Tujuan dari prinsip FITT (Frequency, Intensity, Type, Time) adalah
untuk mencapai efek pelatihan yang optimal (Pangkahila, 2007; Pangkahila dan
Milas, 2015).
Aktivitas fisik yang sesuai dengan gaya hidup sehat hanya dilakukan oleh 9,1
% manusia di dunia, sedangkan sisanya melakukan aktivitas fisik yang tidak
sesuai dengan kaidah ilmiah. Suatu aktivitas fisik yang kurang maupun kelebihan
akan menyebabkan pengeluaran hormon yang tidak seimbang sehingga
ketidakseimbangan inilah yang akan menyebabkan seseorang mengalami
kerusakan sel (Pangkahila, 2011).
Aktivitas fisik dapat mempengaruhi (Sharkey, 2003):
1. Growth hormone: dihasilkan oleh kelenjar pituitari pada otak. Growth
hormone merangsang otot, kekuatan tulang, tendon, ligamen dan tulang
rawan, serta mengurangi kadar lemak dalam tubuh dan mempertahankan
kadar normal glukosa darah.
2. Endorfin: ketika kita melakukan aktivitas fisik lebih dari 30 menit, maka
kadar endorfin darah meningkat, di mana fungsi endorfin adalah untuk
memblok rasa sakit, menurunkan nafsu makan, mengurangi tekanan dan
rasa cemas.
3. Testosteron: kadar testosteron meningkat setelah berolahraga selama 20
menit, berperan untuk mempertahankan kekuatan otot, menurunkan kadar
lemak dalam tubuh.
26
4. Estrogen: kadar estrogen meningkat setelah aktivitas fisik selama 1-4 jam,
berfungsi
sebagai
sumber
energi
dengan
memecahkan
lemak,
meningkatkan metabolisme dan libido.
5. Tiroksin (T4): berperan untuk meningkatkan metabolisme, serta
menurunkan berat badan.
6. Epinefrin: merangsang pemecahan glikogen pada hati dan otot yang aktif,
merangsang pemecahan lemak, serta berperan sebagai sumber energi.
7. Insulin / adrenalin: berperan dalam mengatur kadar gula darah, lemak,
protein. Insulin sering disebut sebagai hormon lemak karena konsumsi
gula sederhana meningkatkan insulin yang menyebabkan peningkatan
kadar lemak. Kadar insulin menurun setelah aktivitas fisik selama 10-70
menit.
8. Glukagon: kadar glukagon meningkat setelah aktivitas fisik selama 30
menit, di mana kadar gula darah mulai menurun. Glukagon disekresi
ketika kadar gula darah rendah serta berperan untuk meningkatkan kadar
gula darah hingga mencapai normal.
Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa aktivitas fisik secara
teratur yaitu berolahraga minimal 3 kali dalam seminggu, dilakukan minimal 30
menit setiap kali latihan, dan selama 12 minggu akan dapat menurunkan berat
badan. Kegiatan olahraga sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia, diantaranya
(Cadroy et al., 2002):
1. Meningkatkan kerja dan fungsi jantung, paru dan pembuluh darah yang
ditandai dengan: denyut nadi istirahat menurun, penumpukan asam laktat
27
berkurang, meningkatkan pembuluh darah kolateral, meningkatkan HDL
kolesterol dan mengurangi aterosklerosis.
2. Meningkatkan kekuatan otot dan kepadatan tulang pada anak, pada orang
dewasa menurunkan nyeri sendi kronis pada pinggang, punggung dan
lutut.
3. Meningkatkan kelenturan (fleksibilitas) pada tubuh sehingga dapat
mengurangi cedera.
4. Meningkatkan metabolisme tubuh untuk mencegah kegemukan dan
mempertahankan berat badan ideal.
5. Mengurangi resiko terjadinya berbagai penyakit, seperti tekanan darah
tinggi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus, infeksi (meningkatkan
sistem imunitas).
6. Meningkatkan sistem hormonal melalui peningkatan sensitifitas hormon
terhadap jaringan tubuh.
Aktivitas fisik dibagi menjadi 4 kategori yaitu (Ranggadwipa dan Murbawani,
2014):
1) Inaktif
Tidak ada aktivitas lain selain aktivitas dasar. Pada tingkat aktivitas ini dapat
menjadikan seseorang tidak sehat. Yang dimaksud aktivitas dasar yaitu
aktivitas kecil seperti sehari hari seperti berdiri dan berjalan pelan.
2) Aktivitas ringan
Ada aktivitas selain aktivitas dasar tetapi intensitas aktivitas dibawah 150
menit perminggunya
28
3) Aktivitas sedang
Melakukan aktivitas lain selain aktivitas dasar. Aktivitas tersebut antara
dilakukan 150-300 menit per minggunya.
4) Aktivitas berat
Aktivitas fisik yang dilakukan lebih dari 300 menit per minggunya.
Pengukuran aktivitas fisik dapat dilakukan dengan cara mengukur banyaknya
energi yang dikeluarkan untuk aktivitas setiap menitnya. Metode IPAQ memiliki
kelebihan yaitu memiliki ketelitian yang tinggi dan juga mudah di gunakan
khususnya pada responden dewasa. Sebagai standar yang dipakai adalah
banyaknya energi yang dikeluarkan tubuh dalam keadaan istirahat duduk yang
dinyatakan dalam satuan METs (Metabolic Equivalent Task). Satu METs
diartikan sebagai energi yang dikeluarkan per menit/kg BB orang dewasa (1
METs = 1.2 kkal/menit). IPAQ menetapkan skor aktivitas fisik dengan rumus:
METs/minggu = METs Level (jenis aktivitas) X Jumlah menit aktivitas X Jumlah
hari/minggu. Kategori aktivitas fisik menurut IPAQ adalah total energi yang
dikeluarkan dalam aktivitas fisik dalam satu minggu (7 hari) terakhir, dikatakan
aktivitas ringan jika kurang dari 600 METs/minggu, aktivitas sedang jika sebesar
antara 600 –1500 METs/minggu, sedangkan aktivitas berat jika lebih dari 1500
METs/minggu (IPAQ group, 2002; Harvard Publication Health, 2009).
Aktivitas fisik dapat merangsang peningkatan level testosteron pada tikus
jantan, berkaitan dengan peningkatan asam laktat dalam darah, seperti pada
latihan kekuatan (strength training) menyebabkan terjadinya hipertrofi otot
dimana produksi laktat yang tinggi menunjukkan adanya hubungan yang kuat
29
antara mekanisme peningkatan level testosteron dan stimulasi laktat pada testis.
Mekanisme lain melalui peningkatan aktivitas simpatis sebagai respon terhadap
latihan, terjadinya vasodilatasi dan aliran darah yang meningkat berkaitan dengan
lepasnya nitric oxide yang mengakibatkan peningkatan sekresi hormon (Cadore
dan Kruel, 2012).
Aktivitas fisik dapat meningkatkan testosteron sehingga androgen reseptor
juga meningkat, Jumlah androgen reseptor yang meningkat (ARs) menyebabkan
peningkatan sensibilitas reseptor terhadap hormon sehingga efek testosteron pada
sel target juga meningkat (Cadore dan Kruel, 2012).
Aktivitas fisik yang dilakukan secara berlebihan (overtraining / volume dan
intensitas latihan yang tinggi), dapat menurunkan testosteron melalui inhibisi
langsung oleh karena efek cortisol yang tinggi pada testis (Cadore dan Kruel,
2012).
Aizawa et al (2008) melakukan penelitian pada tikus jantan usia 10 minggu
dengan latihan treadmill lari, 30m/min selama 30 menit menunjukkan terjadinya
peningkatan ekspresi enzim yang berkaitan dengan steroidogenesis diantaranya
enzim 17β-HSD, 3β-HSD dan P450arom pada otot skeletal setelah latihan.
Hormon seks steroid seperti testosteron dan estrogen memegang peranan penting
dalam pembentukan kekuatan dan masa otot skeletal dimana otot skeletal
dikatakan dapat mensintesis hormon seks steroid.
2.4 Protein Whey
30
Whey merupakan protein kompleks yang berasal dari susu, yang
dikelompokkan ke dalam functional food dengan berbagai manfaat kesehatannya.
Susu mengandung dua sumber utama protein yaitu casein dan whey. Setelah
mengalami proses pengolahan, casein merupakan protein yang bertanggungjawab
terhadap terjadinya curd / dadih / bahan dasar keju, sedangkan whey tetap berada
pada bagian yang cair. Protein dalam susu 20% merupakan whey dan 80% adalah
casein (Pal et al., 2010). Protein casein bentuk curd, dalam lambung mengalami
hidrolisis dan memperlambat masuknya ke dalam usus halus, sedangkan whey
tidak terkoagulasi oleh suasana asam sehingga dianggap sebagai protein yang
cepat karena cepat mencapai jejunum setelah masuk ke dalam saluran cerna.
Setelah mencapai usus halus, hidrolisis whey lebih lambat dibandingkan casein
sehingga menyebabkan terjadi proses absorpsi yang lebih besar selama berada di
usus halus (Marshall, 2004; Nagadevi & Puraikalan, 2013).
Komponen yang terkandung dalam whey diantaranya beta-lactoglobulin,
alpha-lactalbumin,
bovine
serum
albumin,
lactoferrin,
immunoglobulin,
lactoperoxidase enzymes, glycomacropeptides, lactose dan mineral. Whey
merupakan dietary protein supplement yang popular saat ini yang dapat
memberikan efek sebagai antimikroba, immune modulation, meningkatkan
kekuatan otot dan untuk meningkatkan komposisi tubuh, dan mencegah penyakit
cardiovaskuler dan osteoporosis. Whey protein secara komersial saat ini tersedia
dalam berbagai bentuk, seperti terlihat pada tabel 2.5 berikut (Marshall. 2004):
31
Tabel 2.5
Types of Commercially Available Whey Protein
Product Description
Protein Consentration
Whey protein isolate
Whey protein
consentrate
90-95%
25-89%
Biasanya 80%
Hydrolized whey
protein
Bervariasi
Hydrolysis digunakan untuk
memecah ikatan peptide
Semakin besar protein maka
semakin kecil fraksi
peptidanya
Mengurangi resiko alergi
dibandingkan yang nonhydrolized
Undenaturated whey
concentrate
Bervariasi
Biasanya antara 25-89%
Fat, lactose and mineral
content
Sedikit jika ada
Beberapa fat, lactose dan
mineral
Bila konsentrasi protein
meningkat, fat, lactose dan
mineral kandungannya semakin
rendah
Bervariasi berkaitan dengan
konsentrasi proteinnya
Beberapa fat, lactose, dan
mineral
Konsentrasi protein yang
meningkat, menyebabkan fat,
lactose dan mineral semakin
menurun
Pengolahan untuk membentuk
32
struktur native protein,
biasanya memiliki jumlah
immunoglobulin dan lactoferrin
yang lebih besar
(Sumber: Marshall, 2004).
Masing-masing produk whey bervariasi dalam jumlah protein, karbohidrat,
immunoglobulin, lactose, mineral dan fat pada produk akhirnya. Variabel ini
merupakan faktor yang penting dalam memilih fraksi whey untuk aplikasi nutrisi
yang spesifik (Marshall, 2004).
2.4.1 Komponen Biologis Protein Whey
Protein whey mengandung semua asam amino esensial dan konsentrasinya
tinggi dibandingkan dengan sumber protein dari sayur-sayuran seperti kedelei,
jagung dan wheat gluten. Di samping memiliki semua spektrum asam amino,
asam amino dalam protein whey diabsorbsi dan dimanfaatkan secara efisien
(Marshall, 2004).
Tabel dibawah ini menunjukkan komponen yang ditemukan dalam protein
whey (tabel 2.6).
Tabel 2.6
Komponen Protein Whey
Komponen Whey
Beta-lactoglobulin
% of whey protein
50-55%
Alpha-lactalbumin
20-25%
Immunoglobulin
10-15%
Kegunaan
Sumber esensial asam amino dan
BCAAs
Protein yang terutama ditemukan pada
human breast milk
Sumber esensial asam amino dan
BCAAs
Terutama ditemukan dalam colostrum
33
Lactoferrin
1-2%
Lactoperoxidase
Bovine serum albumin
0,50%
5-10%
Glycomacropeptide
10-15%
Memodulasi imun
Antioksidant
Antibakterial, antiviral, antifungal
Merangsang pertumbuhan bakteri yang
menguntungkan
Secara
alami
ditemukan
dalam
breastmilk, airmata, saliva,empedu,
darah dan mucus
Menghambat pertumbuhan bakteri
Sumber esensial asam amino
Merupakan protein besar
Sumber BCAA
Sedikit mengandung asam amino
aromatik
(Sumber: Marshall, 2004)
Dibandingkan dengan sumber protein yang lain, whey mengandung BCAAs
(Branched chain amino acids) leucine, isoleucine dan valine dalam konsentrasi
tinggi. BCAAs terutama leucine merupakan faktor yang penting untuk
pertumbuhan jaringan dan perbaikan jaringan. Leucine diidentifikasi sebagai asam
amino yang berperan dalam sintesis protein. Protein whey juga kaya akan sulfur
yang mengandung cycteine dan methionine. Dengan tingginya konsentrasi asam
amino ini, fungsi imun juga meningkat melalui konversi intraseluler menjadi
glutathione (Marshall, 2004; Arazi, 2011; Eid et al., 2014).
Protein utama dalam protein whey adalah beta-globulin dan alphalactalbumin. Alpha-lactalbumin ini merupakan sumber tryptophan alami tertinggi
yang bisa diperoleh dari susu (Markus et al., 2002).
2.4.2 Mekanisme Kerja Protein Whey
Whey memiliki aktivitas antioksidan yang paten, oleh karena terdapatnya
protein yang kaya dengan cysteine yang berperan dalam sintesis glutathione
(GSH). GSH dibentuk dari glycine, glutamate dan cysteine (gambar 2.1). Cysteine
34
mengandung thiol (sulfhydryl) group yang berperan sebagai active reducing agent
dalam mencegah oksidasi dan kerusakan jaringan. Sebagai antioksidan,
glutathione lebih efektif dalam bentuk tereduksi. Riboflavin, niacinamide dan
glutathione reductase merupakan esensial kofaktor dalam proses reduksi
glutathione. Karena efek glutathione atau komponen antioksidan dari protein
whey ini, sehingga banyak penelitian dilakukan sebagai agen anti-aging. Sebagai
detoxifying agent, glutathione peroksidase yang dibentuk dari selenium dan
cysteine, merupakan enzim antioksidan endogen yang memiliki kemampuan untuk
mengubah lipid peroksidase menjadi hidroksi acid yang tidak terlalu berbahaya.
Peroksidase berikatan dengan hydrogen peroksida sehingga membentuk air dan
potensi oksidatifnya menjadi menurun (Marshal, 2004; Arazi, 2011; Nagadevi &
Puraikalan, 2013).
Sintesis Gluthatione pada protein whey dapat terlihat pada gambar 2.3 di
bawah ini:
Step 1 Glutamic acid
+
Cysteine
+
ATP
g-Glutamylcysteine
synthetase
g-Glutamylcysteine
+
ADP
+
P
Step 2 g-Glutamylcysteine
+
Glycine
+
ATP
glutathione
synthetase
Glutathione
+
ADP
+
P
Gambar 2.3 Sintesis Gluthatione dari Cysteine, Glutamate dan Glycine (Marshall,
2004)
35
2.4.3 Protein Whey dan IGF-1
Susu suplemen tinggi protein whey sering dikonsumsi untuk dapat
memberikan pembentukan otot secara lebih cepat. Protein whey banyak digunakan
oleh bodybuilders dan athletes karena kemampuannya untuk merangsang
pertumbuhan otot. Whey Protein Isolate (WPI) bila dibandingkan dengan Whey
Protein Consentrate atau Whey Protein Hydrolisate, mengandung jumlah protein
yang lebih banyak (90-95%) dengan jumlah lactose yang rendah, lebih mudah
dicerna dan diabsorpsi dan juga mengandung banyak imunoglobulin dan sangat
rendah lemak. Susu suplemen jenis WPI ini banyak dikonsumsi untuk membantu
pembentukan tubuh atletis dengan massa otot kering tanpa lemak (Marshall, 2004;
Eid et al., 2014).
Protein whey mengandung alpha-lactalbumin (20-25%) seperti terlihat pada
tabel 2.6. Alpha-lactalbumin dapat meningkatkan tryptophan melalui peningkatan
rasio tryptophan – large neutral amino acids (Trp-LNAA ratio) (Markus et al.,
2002). Konsumsi susu suplemen tinggi protein whey pada manusia meningkatkan
aktivitas aksis somatotropic dan secara signifikan meningkatkan kadar serum GH
dan IGF-1 (Rich-Edwards et al., 2007) (Gambar 2.4).
36
Gambar 2.4 Jalur Molekuler Pengaruh Susu Tinggi Protein Whey terhadap Kadar
IGF-1(Rich et al., 2007)
Konsumsi oral dari protein whey yang tinggi α-lactalbumin telah terbukti
meningkatkan kadar somatotropic pada wanita yang sehat. Ada bukti
epidemiologis yang kuat bahwa konsumsi susu secara signifikan meningkatkan
kadar serum IGF-1 pada manusia (Crowe et al., 2006). Hal ini menjelaskan
mengapa asupan susu tinggi protein whey meningkatkan pertumbuhan dan masa
otot (Hoppe et al., 2006).
Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) merupakan salah satu elemen kunci
yang mengatur pertumbuhan otot skeletal. IGF-1 merupakan komponen awal yang
merangsang aktivasi kaskade protein Akt yang kemudian terlibat dalam aktivasi
mammalian Target of Rapamycin (mTOR) dan inaktivasi Glycogen Synthase
Kinase 3β (GSK3β) dengan target final adalah inaktivasi gen Forkhead box O
37
(FOXO) yang mengatur puluhan jalur metabolisme dalam sel otot skeletal terkait
pertumbuhan dan proliferasi (Schiaffino dan Mammucari, 2011).
2.4.4 Indikasi Klinis Protein Whey
Protein whey telah diteliti secara ekstensif dalam usaha pencegahan dan
pengobatan cancer, hepatitis, HIV, penyakit kardiovaskuler, obesitas, proses
penyembuhan luka, osteoporosis, sebagai antimicrobial, dan terutama yang
berkaitan dengan exercise (Marshall, 2004).
Suplemen protein whey untuk exercise sangat dikenal di masyarakat karena
memiliki skor kualitas protein yang tinggi dan kandungan BCAAs yang tinggi
juga. Protein whey mengandung 26% BCAA, yang merupakan substrat yang
efisien untuk sintesis protein baru. BCAA leucine bertindak sebagai molekul yang
memberikan signal untuk terjadinya inisiasi sintesis protein. Kandungan leucine
ini juga dipertimbangkan sebagai protein yang dapat meningkatkan hipertrofi otot
dan kekuatan otot. Profil asam amino dalam diet protein mempengaruhi
pemanfaatan nitrogen, dan kualitas diet protein yang rendah menyebabkan
peningkatan kehilangan nitrogen dan membatasi sintesis protein (Marshall, 2004).
Penelitian pada pria dengan resistance training program yang mendapatkan
suplemen protein whey dan menghasilkan peningkatan yang lebih besar dalam
kekuatan daripada pria dengan resistance training saja. Selama dilakukannya
moderate exercise untuk meningkatkan imunitas, pelatihan atlit secara intensif
menunjukkan terjadinya stress pada sistem imun. Produksi radikal bebas dan
peningkatan aktivitas inflamasi dianggap berperan terhadap terjadinya gangguan
38
aktivitas system imun pada overtrained athletes. Performance otot pada individu
yang mendapatkan pelatihan yang tinggi dan proses pemulihannya dihalangi oleh
terjadinya stress oksidatif. Keberadaan glutathione telah terbukti dapat
mengurangi terjadinya stress oksidatif. Sebagai cysteine donor, protein whey dapat
meningkatkan level glutathione intraseluler in vitro. Peningkatan biosintesis dari
glutathione intraseluler, dapat ditunjukan oleh meningkatnya level limfosit GSH,
dan merupakan mekanisme yang bertanggungjawab terhadap terjadinya
peningkatan performance otot. Profil asam amino dari protein whey ini
menjadikannya ideal untuk komposisi tubuh dan mendukung terjadinya sintesis
protein dan pertumbuhan otot (Marshall, 2004).
Komponen bioaktif yang lain pada protein whey memberikan tambahan
keuntungan bagi orang-orang yang aktif dan athlete yang mendapatkan pelatihan
dengan cara meningkatkan fungsi imun, gastrointestinal health dan menunjukkan
aktivitas antiinflamasi. Komponen whey seperti IgA, glutamine dan lactoferrin
dapat memberikan dampak yang menguntungkan terhadap terjadinya komplain
pada athlete seperti infeksi yang berulang, dan gangguan saluran cerna. Level IgG
dan glutamine yang rendah ditemukan setelah exercise yang intensif dan pada
individu overtrained, dan berkaitan dengan peningkatan frekuensi terjadinya
infeksi. Defisiensi glutamine berperan dalam terjadinya komplain saluran cerna
pada individu dengan latihan yang tinggi. Kerusakan radikal bebas menyebabkan
terlambatnya pemulihan otot dan gangguan performance. Whey mencegah
kerusakan radikal bebas melalui peningkatan level glutathione intraseluler dan
tersedianya lactoferrin untuk aktivitas antioksidant tambahan (Marshall, 2004).
39
Kalman et al., 2007 melakukan penelitian pada 20 subyek yang diberikan
suplementasi 50 gr/hari dengan 4 macam sumber protein yang berbeda yaitu soy
consentrate, soy isolate, soy isolate dan whey blend, dan whey blend, yang
dikombinasikan dengan resistance training program 3 kali seminggu selama 12
minggu. Suplementasi protein ini menunjukkan peningkatan yang signifikan
dalam lean body mass. Pengukuran free dan total testosterone tidak berbeda
secara signifikan pada semua grup. Peningkatan yang signifikan ditemukan pada
testosteron/estradiol ratio pada semua grup terutama pada grup SW (soy isolate +
whey blend).
Penelitian yang dilakukan pada pria dewasa muda dengan resistance training
program 3 kali seminggu, yang membandingkan pemberian protein whey (1,8
gr/KgBb/hari) dengan placebo selama 8 minggu, menghasilkan peningkatan
dalam kekuatan otot dan berat badan dan juga terjadi peningkatan kadar
testosteron dalam darah (Arazi et al., 2011).
Penelitian lain dilakukan pada 140 adult male albino rat, dibagi menjadi 4
grup (grup kontrol, grup Nandrolone, grup whey protein dan grup whey protein +
Nandrolone). Level testosteron pada grup yang diberi Nandrolone atau whey
protein + Nandrolone secara signifikan menurun, sedangkan pada grup dengan
suplementasi whey protein menunjukkan peningkatan yang signifikan (Eid, et al.,
2014).
Dalam beberapa percobaan yang melibatkan latihan kekuatan, suplementsi
protein whey (1,2-1,5 gr/kg/hari selama 6-12 minggu) secara signifikan
memberikan peningkatan yang lebih baik pada kekuatan otot bila dibandingkan
40
dengan karbohidrat. Pada orang dewasa muda yang sehat, suplementasi dengan
protein whey terbukti mempercepat pemulihan setelah olahraga daya tahan yang
berat. Dibandingkan dengan plasebo karbohidrat, suplementasi dengan WPI
(1gr/kg/hari) setelah olahraga selama 14 hari menghasilkan pada jumlah
pemulihan yang secara signifikan lebih cepat untuk kekuatan yang maksimal dan
menurunkan level keratin kinase yang merupakan penanda kerusakan otot.
Suplementasi dengan produk WPI memberikan pemulihan yang lebih cepat
setelah latihan daya tahan yang berat. Pemeliharaan status GSH dalam tubuh
adalah penting bagi performa daya tahan. Dalam suatu grup pembalap sepeda
yang sangat terlatih, satu dosis 1 gr/kg/hari mencegah penurunan konsentrasi
glutatione darah selama 6 minggu latihan bersepeda secara intens di jalanan. Para
atlit dalam studi ini melakukan 4 sesi per minggu (30-70 menit masing-masing)
yang terdiri dari olahraga intensitas yang moderat (50-70% maksimum rata-rata
detak jantung) dan intensitas tinggi (80% + maksimum rata-rata detak jantung).
Oleh karenanya, daya tahan para atlit yang melaksanakan volume latihan yang
lebih besar dapat mensyaratkan dosis protein whey yang lebih banyak setiap
harinya untuk menjaga status GSH. Binaragawan dan orang-orang lain yang
menginginkan penambahan optimal pada massa otot hendaknya menuju kepada
konsumsi satu dosis protein whey 1,5 gr/kg/hari selama program latihan daya
tahan (Cribb, 2006; Harahap, 2014).
Protein whey memberikan sejumlah manfaat unik terhadap para atlit (Cribb,
2006):
41
1. Secara cepat dicerna dan merupakan sumber protein berkualitas tinggi yang
dapat menstimulasi sejumlah sintesis protein yang lebih besar dan penerimaan
protein bersih dalam jaringan daripada sumber protein lainnya.
2. Secara langsung meningkatkan fungsi kekebalan terhadap penyakit dan infeksi.
3. Sumber terkaya BCAAs yang berperan dalam pembentukan glutamine (bahan
bakar utama sistem kekebalan) dan menstimulasi sintesa protein dalam otot
juga memberikan pemicu energi bagi otot yang bekerja.
4. Merupakan sumber protein yang kaya cysteine yang dapat meningkatkan
kapasitas antioksidan dan meningkatkan performa olahraga.
5. Memberikan level glikogen yang lebih tinggi dalam organ hati; bentuk
penyimpanan energi yang penting untuk olahraga.
6. Menurunkan penanda kerusakan otot dan mempercepat pemulihan setelah
olahraga.
7. Memberikan kekuatan yang lebih besar pada saat latihan daya tahan dan
ukuran otot yang lebih baik dimana hal ini meningkat selama olahraga
binaraga.
8. Memberikan sumber kalsium yang tersedia secara alamiah untuk membantu
menjaga kesehatan dan mencegah cedera-stres dimana banyak atlit
mengalaminya selama latihan.
9. Bersamaan dengan solubilitasnya yang tinggi, karakter-karakter ini membuat
protein whey sebagai tambahan yang ideal untuk setiap minuman olahraga atau
pengganti makanan untuk konsumsi sebelum, selama dan setelah olahraga.
42
2.4.5 Susu Suplemen Tinggi Protein Whey (L-men Platinum)
Susu suplemen tinggi protein whey saat ini sangat banyak digunakan
terutama oleh pria yang sering fitness dan ingin mendapatkan pembesaran otot
secara lebih cepat. Kebutuhan konsumsi suplemen nutrisi ini juga bertujuan untuk
meningkatkan performance athletic, mengurangi rasa lelah dan mengubah
komposisi tutbuh. Pada resistance exercise yang berat dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan atau kerusakan active muscle fiber sehingga dengan adanya
protein whey dapt memperbaiki dan menimbulkan terjadinya proses remodeling
pada otot tersebut. Penurunan kerusakan otot dan peningkatan proses pemulihan
dari resistance exercise juga merupakan salah satu tujuan pemberian protein ini
(Arazi, 2011).
2.4.5.1 Kandungan Nutrisi Susu Suplemen Tinggi Protein Whey (L-men Platinum)
L-men Platinum merupakan susu suplemen tinggi protein whey yang
diproduksi oleh PT Nutrifood Indonesia dan sebanyak 23 gram/saji yang efektif
membantu pembentukan tubuh atletis dengan massa otot kering tanpa lemak
(Anonim,2015).
Gambar 2.5 L-men Platinum (Aryani, 2016)
43
L-men platinum merupakan suplemen whey dengan nutrisi yang paling
lengkap yang mengandung vitamin B-complex untuk meningkatkan metabolisme
dan penyerapan asam amino, mengandung L-carnitine yang efektif membakar
lemak menjadi energi, creatine yang membantu meningkatkan energi serta BCAA
dan L-glutamine yang berfungsi meningkatkan daya tahan otot agar tidak diurai
setelah berolahraga. Kandungan asam amino esensial dan nonesensial yang
terdapat dalam L-men platinum terlihat pada tabel 2.7 berikut (Anonim,2015) :
Tabel 2.7
Kandungan Nutrisi L-men Platinum (per 100 gram)
L-carnitine
***L-Glutamine
**Threonine
**Methionine
**Valine
**Phenylalanine
**Isoleucine
**Leucine
**Lysine
**Cysteine
250 mg
4800mg
8000mg
2200mg
4600mg
3000mg
3800mg
10000mg
7700mg
1300mg
**BCAA
18600mg
Alanine
310mg
Aspartic acid
9000mg
Glutamic acid
14500mg
Serine
4300mg
Histidine
1400mg
Glysine
150mg
Tyrosine
3400mg
Proline
9900mg
Arginine
2600mg
(Sumber: Anonim, 2015)
** = Asam amino esensial
*** = asam amino non-esensial
L-men platinum diformulasikan dengan laktosa yang rendah sehingga aman
dikonsumsi oleh orang yang tidak terbiasa minum susu atau memiliki intoleransi
laktosa. Untuk hasil maksimal, L-men platinum dikonsumsi sebelum dan sesudah
latihan fisik.
2.4.5.2 Hasil Analisis Susu Suplemen Tinggi Protein Whey (L-men Platinum)
Ternyata hasil analisis susu suplemen tinggi protein whey (L-men Platinum)
yang dilakukan di Laboratorium Analitik Kampus Bukit Jimbaran Universitas
44
Udayana menunjukkan bahwa produk protein whey tersebut mengandung
phytoestrogen (0,092mg/100g) dan estradiol (0,025mg/100g) (Lampiran 2).
2.5 Hewan Coba
Tikus putih adalah binatang asli Asia, India, dan Eropa Barat, termasuk dalam
keluarga rodentia, sehingga masih termasuk kerabat dengan hamster, gerbil, tupai,
dan mahluk pengerat lainnya. Makanan tikus putih adalah biji-bijian, akar
berdaging, daun, batang dan serangga.Tikus putih sering digunakan sebagai
sarana penelitian biomedis, pengujian dan pendidikan. Kaitannya dengan
biomedis, tikus putih digunakan sebagai model penyakit manusia dalam hal
genetika. Hal tersebut karena kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme,
dan biokimianya cukup dekat dengan manusia. Tikus putih yang dimaksud adalah
seekor tikus dengan seluruh tubuh dari ujung kepala sampai ekor serba putih,
sedangkan matanya berwarna merah jambu. Selain tikus putih, jenis tikus yang
sering digunakan untuk penelitian adalah tikus putih besar (rattus norvegicus).
Tikus putih yang digunakan untuk penelitian memiliki keseragaman galur, umur,
dan bobot tubuh. Cara pemeliharaannya pun juga sedikit berbeda, lebih
diperhatikan masalah kebersihan dan pakannya. Galur/strain Rattus norvegicus
yang biasa diminta untuk penelitian dari galur Wistar dan Sprague Dawley (SD)
(Mohammad, 2011).
Tikus putih memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sebagai hewan uji
penelitian di antaranya perkembangbiakan cepat, mempunyai ukuran yang lebih
besar dari mencit, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak. Tikus putih juga
45
memiliki ciri-ciri morfologis seperti albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih
panjang dibandingkan badannya, pertumbuhannya cepat, temperamennya baik,
kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap arsenik tiroksid. Klasifikasi tikus
putih adalah sebagai berikut (Akbhar, 2010):
Gambar 2.6 Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Akbhar, 2010)
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Rodentia
Subordo
: Odontoceti
Familia
: Muridae
Genus
: Rattus
Spesies
: Rattus norvegicus
Pada tabel 2.8 dan tabel 2.9 di bawah ini, didapatkan data biologis tentang
tikus putih galur wistar dan juga kadar estrogen dan testosteron normal pada tikus
tersebut.
Tabel 2.8
46
Data Biologis Tikus Wistar
Berat badan lahir
Berat badan dewasa jantan
Berat badan dewasa betina
Usia maksimum
Usia reproduksi
Konsumsi makanan
Konsumsi air minum
4,5-6 gram
250-300 gram
180-220 gram
2-4 tahun
8-10 minggu
15-30 gr/hari
10-15 ml/hari
(Sumber: Hubrecht dan Kirkwood, 2010)
Tabel 2.9
Kadar Hormon Estrogen dan Testosteron Normal pada Tikus Jantan Muda
Darah vena
Kadar Estradiol
Testosteron
2,48-2,94 pg/ml
0,66-5,4 ng/ml
(Sumber: Hess dan Carnes, 2004 ; ALPCO,2013)
Pemeliharaan tikus putih meliputi kebersihan sangkar, kebersihan tikus putih
itu sendiri serta kebersihan kandang. Kebersihan sangkar dilakukan dengan cara
penggantian sekam setiap 3 hari. Pengecekan kesehatan dilakukan secara rutin
agar tikus putih yang dihasilkan terjaga kualitasnya. Pakan diberikan sebanyak
10% bobot badan, yaitu sekitar 10-15 gram/ekor/hari. Pakan diberikan pada pagi
hari pada pukul 07.00 dan sore hari pada pukul 16.00 atau diberikan secara ad
libitum. Air minum diberikan secara ad libitum dan pergantian air minum setiap
hari. Sangkar terbuat dari bak plastik yang tertutup dengan anyaman kawat
dengan luas 1 cm 2. Tikus putih jantan dan betina dipelihara pada masing-masing
1 buah sangkar. Alas sangkar menggunakan sekam dan dilakukan penggantian
sekam setiap 3 hari sekali. Sangkar disusun pada rak kayu. Bagian atas kandang
ditutup dengan anyaman kawat agar hewan luar tidak masuk dalam kandang tikus
putih (Widiartini et al., 2013).
47
Pemantauan keselamatan tikus di laboratorium antara lain (Ngatidjan, 2006):
1. Kandang tikus sebaiknya dari bahan yang kuat, tidak mudah rusak, mudah
dibersihkan (satu kali seminggu), tidak berkarat, mudah dipasang lagi, hewan
tidak mudah lepas. Ukuran kandang harus diperhatikan, agar tikus bisa
bergerak bebas tanpa ada ketegangan yang diakibatkan oleh kandang yang
terlalu sempit.
2. Alas tidur harus dapat menyerap air kemih supaya kandang tetap kering.
Syarat bahan alas tidur adalah dapat menghisap air, tidak melukai hewan coba,
tidak menarik untuk dimakan, tidak berbau dan tidak mengandung zat yang
dapat mengganggu kesehatan hewan coba. Umumnya dipakai sekam padi atau
serbuk gergaji.
3. Menciptakan suasana lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan
fisiologi tikus (suhu, kelembaban, dan kecepatan pertukaran udara yang
ekstrim harus dihindari).
4. Tikus harus diperlakukan dengan kasih sayang.
Download