5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan organisme yang hidup di perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO 3 ) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Sedangkan organisme organisme yang dominan hidup disini adalah binatang-binatang karang y ang mempunyai kerangka kapur, dan algae yang banyak diantaranya juga mengandung kapur. Berkaitan dengan terumbu karang diatas dibedakan antara binatang karang atau karang (reef coral) sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat dan terumbu karang (coral reef ) sebagai suatu ekosistem (Sorokin 1993). Menurut Veron (1995) terumbu karang merupakan endapan massif (deposit) padat kalsium (CaCO 3 ) yang dihasilkan oleh karang dengan sedikit tambahan dari alga berkapur (Calcareous algae) dan organisme-organisme lain yang mensekresikan kalsium karbonat (CaCO 3 ). Dalam proses pembentukan terumbu karang, karang batu (Scleractina) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang pembangun terumbu (reef building corals). Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu anggota Filum Coelenterata yang hanya mempunyai stadium polip. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua sub kelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, morfologi dan fisiologi. Ekosistem terumbu karang adalah unik karena umumnya hanya terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90–95 %. Suharsono (1998) mencatat selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2- 3°C diatas suhu normal. Suhu optimum pertumbuhan karang di daerah tropis adalah 25 30°C, suhu ekstrim akan mempengaruhi binatang karang dalam proses metabolisme, reproduksi dan pengapuran. Kenaikan suhu diatas 3 - 5°C diatas ambang batas menyebabkan menurunnya kemampauan karang untuk hidup dan tumbuh. 6 2.1.1 Tipe terumbu karang Pertumbuhan ekosistem terumbu karang menurut bentuk dan letaknya dikelompokkan menjadi 3 tipe terumbu (Nybakken 1992), yaitu : 1. Terumbu karang tepi (Fringing Reef) Terumbu karang ini berkembang di pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Terumbu karang ini tumbuh ke atas dan ke arah laut. Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat di bagian yang cukup arus. Diantara pantai dan tepi luat terumbu, karang batu cendrung mempunyai pertumbuhan yang kurang baik 2. Terumbu karang penghalang (Barrier Reef) Terumbu karang ini terletak agak jauh dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang terlalu dalam untuk pertumbuhan karang batu (40 -70 meter). Terumbu karang ini berakar pada kedalaman yang melebihi kedalaman maksimum dimana karang batu pembentuk terumbu dapat hidup. Umumnya terumbu tipe ini memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar seakan-akan merupakan penghalang bagi pendatang yang dating dari luar. 3. Terumbu karang cincin (Atoll) Terumbu karang ini merupakan bentuk cincin yang melingkari suatu goba (laggon). Kedalaman rata-rata goba di dalam atol dapat mencapai sekitar 45 meter dan jarang yang mencapai 100 meter. Terumbu karang ini juga bertumpu pada dasar laut yang dalamnya di luar batas kedalaman karang batu penyusun terumbu karang hidup. 2.1.2 Morfologi terumbu karang Menurut Nybakken 1992, tipe pertumbuhan karang dan karakteristik masing-masing genera dari terumbu karang adalah : 1. Tipe bercabang (Branching) Karang ini memiliki cabang dengan ukuran cabang lebih panjang dibandingkan dengan ketebalan atau diameter yang dimilikinya 2. Tipe padat (Massive) Karang ini berbentuk seperti bola, ukurannya bervariasi mulai dari sebesar telur sampai sebesar ukuran rumah. Jika beberapa bagian dari karang tersebut mati, karang ini akan berkembang menjadi tonjolan, sedangkan bila 7 berada di daerah dangkal bagian atasnya akan berbentuk seperti cincin. Permukaaan terumbu adalah halus dan padat. 3. Tipe kerak (Encrusting) Karang ini tumbuh menutup permukaan dasar terumbu. Karang ini memiliki permukaan yang kasar dan keras serta lubang-lubang kecil. 4. Tipe meja (Tabulate) Karang ini berbentuk menyerupai meja dengan permukaan yang lebar dan datar. Karang ini ditopang oleh sebuah batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar. 5. Tipe daun (Foliose) Karang ini tumbuh dalam bentuk lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan melingkar. 6. Tipe jamur (Mushroom) Karang ini berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut. 2.1.3 Faktor pembatas kehidupan terumbu karang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas yang sangat tinggi dibandingkan ekosistem lainnya, demikian pula keanekaragaman hayati. Disamping mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan dan daerah asuhan bagi berbagai biota. Pertumbuhan terumbu karang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1. Temperatur Terumbu karang dapat hidup subur pada perairan yang mempunyai kisaran suhu 23 - 25°C. Tidak ada terumbu karang yang dapat berkembang pada suhu dibawah 18°C. Suhu ekstrim yang masih dapat ditoleransi berkisar antara 36 - 40°C (Nybakken 1992) 2. Kedalaman Kebanyakan terumbu karang dapat hidup antara kedalaman 0 - 25m dari permukaan laut. Tidak ada terumbu karang yang dapat hidup dan berkembang pada perairan yang lebih dalam antara 50 – 70 m. Hal inilah yang menerangkan mengapa struktur terumbu terbatas hingga pinggiran benua-benua atau pulau-pulau (Nybakken 1992) 8 3. Cahaya Cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena cahaya sangat dibutuhkan bagi zooxanthellae untuk melakukan proses fotosintesis. Tanpa cahaya yang cukup laju fotosintesis akan berkurang dan kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3) serta membentuk terumbu akan semakin berkurang. Titik kompensasi untuk karang yaitu kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang hingga 15 – 20 % dari intensitas di permukaan (Nybakken 1992) 4. Salinitas Salinitas di perairan sangat penting untuk mempertahankan tekanan osmosis, karena itu salinitas dapat mempengaruhi ekosistem terumbu karang secara umum. Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan aut dengan salinitas normal 32 – 35 ‰. Umumnya terumbu karang tidak dapat berkembang di perairan laut yang mendapat air tawar teratur dari sungai besar karena hal ini akan menyebabkan penurunan salinitas. Salinitas perairan jika lebih rendah dari kisaran diatas terumbu karang akan kekurangan cairan sehingga tidak banyak nutrien yang masuk dan sebaliknya jika salinitas lebih tinggi akan menyebabkan cairan yang di dalam tubuhnya akan keluar yang mengakibatkan tekanan osmosis tubuh terhadap lingkungan meningkat sehingga energi yang diperlukan untuk menyesuaikan diri pun meningkat (Nybakken 1992) 5. Sedimen Sedimen mengurangi cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis oleh zooxanthellae dalam jaringan karang. Akibatnya perkembangan terumbu karang di daerah yang pengendapannya tinggi akan berkurang atau bahkan menyebabkan kematian karang (Nybakken 1992) 6. Arus Arus laut merupakan gerakan suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan dalam densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh gerakan gelombang panjang. Arus dapat berdampak positif atau negatif. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negative apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan dan menutupi permukaan sehingga berakibat pada kematian karang (Nybakken 1992) 9 Menurut Suharsono (2007) bahwa secara alamiah, ekosistem terumbu karang memiliki berbagai peranan penting antara lain : 1. Sebagai lingkungan hidup. Ekosistem terumbu karang merupakan tempat tinggal, tempat berlindung, tempat mencari makan serta tempat berkembang biak bagi biota yang hidup didaerah karang dan sekitarnya. 2. Sebagai pelindung fisik. Dengan formasi yang dimiliki, terumbu karang dapat berfungsi sebagai pemecah ombak dan penahan arus. 3. Sebagai ekosistem yang menghasilkan berbagai produk yang bernilai ekonomis penting. Seperti berbagai jenis ikan karang, teripang, karangkarangan dan moluska. 4. Sebagai sumber keindahan. Dengan keindahan yang dimilikinya, ekosistem terumbu karang dapat dijadikan daerah rekreasi dan taman laut. 2.1.4 Ancaman terhadap ekosistem terumbu karang Meskipun nilainya sangat tinggi, terumbu karang menghadapi ancaman dari aktivitas manusia dengan tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meledaknya populasi penduduk 50 tahun terakhir ini mendorong munculnya tekanan-tekanan dan peningkatan kebutuhan yang sangat tinggi akan sumberdaya yang berasal dari darat maupun laut. Ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya laut telah menyebabkan eksploitasi besar-besaran dan kerusakan terumbu karang, terutama yang dekat dengan pusat pemukiman penduduk. Penyebab kerusakan terumbu karang digolongkan ke dalam 3 bagian yaitu: (1) kerusakan karang oleh sebab-sebab biologis seperti adanya kompetisi, predasi, ledakan populasi fitoplankton, (2) kerusakan karang oleh sebab-sebab mekanis seperti adanya arus yang kuat, sedimentasi, aktivitas vulkanik, perubahan temperature dan salinitas serta penetrasi sinar matahari, (3) kerusakan karang dikarenakan aktivitas manusia seperti pencemaran minyak, bahan kimia, pengambilan karang untuk keperluan industri dan bangunan, pengeboman, koleksi biota dan lain-lain (Suharsono 1990) Penangkapan ikan secara illegal dengan menggunakan bahan peledak masih sering dilakukan di sebagain besar wilayah Asia Tenggara dan telah mengakibatkan kerusakan karang di wilayah tersebut. Selain menyebabkan kematian karang dan organisme lainnya, ledakan tersebut meninggalkan patahan karang yang berserakan di dasar membentuk serpihan karang mati. Serpihan 10 karang mati ini dibawa olah arus, selanjutnya menggeser atau menutupi karangkarang muda lain yang masih hidup, sehingga mencegah atau menghambat pemulihan karang (Fox et al. 2003) Ancaman utama terumbu karang ialah penangkapan ikan berlebihan, praktek penangkapan ikan yang merusak, sedimentasi serta pencemaran yang berasal dari daratan. Aktifitas lainnya yang mengancam keberadaan terumu karang antara lain polusi baik dari perumahan, pertanian, pabrik dan juga kegiatan wisata yang tidak bersifat hati-hati serta pemanasan global (Burke et al. 2002) 2.2 Ikan karang Habitat ikan di daerah tropis mempunyai jumlah spesies yang lebih banyak daripada daerah subtropis dan yang paling banyak jumlah ikannya adalah habitat spesies ikan karang dimana diduga ada sebanyak 4000 spesies (Allen et al. 1996). Di perairan Indonesia terdapat sekitar 3000 jenis yang termasuk dalam 17 ordo dan 100 famili (Kuiter 1992). Ikan-ikan karang memiliki warna yang cerah dan memiliki ciri khusus, sehingga membantu dalam mengidentifikasi spesies ikan tersebut. Selain warna, ciri tersebut dapat berfungsi untuk melindungi diri dari predator. Menurut Aldrin (1993) ikan karang dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : 1. Kelompok ikan target, yaitu ikan-ikan karang yang mempunyai manfaat sebagai ikan konsumsi, seperti kelompok ikan Famili Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae dan Lethrinidae. 2. Kelompok ikan indikator, yaitu kelompok ikan karang yang dinyatakan sebagai indikator kelangsungan hidup terumbu karang yaitu Famili Chaetodontidae. 3. Kelompok ikan utama/mayor, yaitu ikan-ikan yang berperan dalam rantai makanan, seperti ikan dari famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Caesionidae, Labridae, Siganidae, Mullidae dan Apogonidae. 2.2.1 Trophic ekologi ikan karang Trophic levels adalah posisi makan memakan di dalam rantai makanan seperti produsen primer, herbivora, karnivora dan sebagainya. Hallacher (2003) menyatakan tingkat trophic di laut terdiri dari lima yaitu: 11 1. Trophic tingkat 1 Tingkat 1 di laut terdiri dari tumbuhan laut yang mencakup fitoplankton, rumput laut dan beberapa jenis lamun. Tumbuhan ini adalah produsen primer yang menangkap energi matahari untuk menjadi bentuk yang dapat digunakan makhluk hidup lain di tingkat trophic lainnya. 2. Trophic tingkat 2 Organisme pada tingkat 2 memiliki keragaman yang tinggi dan juga cara yang beragam dalam menggunakan sumber makanan dalam tingkat trophic pertama. Yang termasuk dalam tingkat ini adalah browsers dan grazer, filter feeders dan deposit feeders 3. Trophic tingkat 3 Pada tingkat ini terdiri dari karnivora, yang secara aktif memburu dan memakan herbivora tingkat ke dua. 4. Trophic tingkat 4 Tingkat ini merupakan tingkat karnivora berikutnya dimana karnivora pada tingkat ini memburu dan memakan karnivora dan herbivora tingkat lebih rendah. 5. Trophic tingkat 5 Pada tingkat ini ditempati oleh top predator yaitu ikan hiu. 2.2.2 Hubungan ikan karang dengan habitat Menurut Choat and Bellwood (1991) menjelaskan interaksi ikan karang dengan terumbu karang dalam 3 bentuk hubungan yaitu : 1. Interaksi langsung, yaitu sebagai tempat berlindung dari predator. 2. Interaksi dalam mencari makanan, meliputi hubungan antar ikan karang dan biota yang hidup pada karang termasuk alga 3. Interaksi tidak langsung sebagai akibat dari struktur karang dan kondisi hidrologi dan sedimen. Sedangkan menurut Nybakken (1992) interaksi ikan karang lainnya yang terjadi dalam ekosistem terumbu karang adalah : 1. Pemangsaan, dimana ada dua kelompok ikan yang secara aktif memakan koloni-koloni karang, yaitu spesies memakan polip-polip karang, seperti ikan buntal (Tetraonotidae), ikan kuli pasir (Monachantidae), ikan pakol (Balistidae) dan ikan kepe-kepe (Chaetodontidae) dan kelompok multivora/omnivore yang 12 memindahkan polip karang untuk mendapatkan alga atau invertebrata yang hidup dalam lubang kerangka. 2. Grazing, dilakukan oleh ikan-ikan famili Siganidae, Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae yang merupakan herbivora grazer pemakan alga sehingga pertumbuhan alga yang berkompetisi ruang dengan karang dapat terkendali. Nybakken (1992) menyatakan tipe pemangsaan yang paling banyak di terumbu karang adalah karnivora yakni sekitar 50 – 70% dari spesies ikan. Ikan herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok besar kedua yaitu sekitar 15% dari spesies yang ada. Sisanya berupa omnivora atau multivora yaitu ikanikan dari famili Pomachantidae, Chaetodontidae, Monachantidae, Ostachiontidae dan Tetradontidae. Ikan-ikan pemakan zooplankton memiliki ukuran tubuh kecil, yaitu dari famili Clupidae dan Atherinidae. 2.3 Ikan herbivora Pada ekosistem terumbu karang, hewan pemakan tanaman atau herbivora merupakan komponen pengendali utama pertumbuhan tanaman alga. Alga merupakan biota yang sangat penting di dalam terumbu karang. Sebagai produsen primer, alga menambah daya dukung ekosistem terumbu karang. Kemampuannya untuk tumbuh secara cepat dapat berdampak negatif terhadap komunitas karang yang tumbuhnya lambat. Menurut Nybakken (1992), ikan-ikan herbivora terdiri dari famili Siganidae, Scaridae, Acanthuridae dan Pomacentridae. Ikan herbivora menyenangi turf alga sebagai makanannya. Turf alga memiliki ukuran kurang dari 2 cm dan tidak mengandung bahan kimia yang tidak disukai ikan. Ikan herbivora suka memakan tumbuhan yang kecil ukurannya, strukturnya sederhana dan berkumpul. (Sale 1991). Ikan – ikan herbivora dalam memperoleh makan dengan 3 cara yaitu : (1) mempertahankan area/teritori (2) berkelompok (3) individu (Flores 2003). Kebanyakan ikan herbivora khususnya famili Pomacentridae bersifat teritori dimana berupa kebun alga sendiri dengan luasan sekitar 1 meter persegi dan menjaga kebun alga tersebut dan mengadakan perlawanan apabila kebun tersebut didatangi oleh famili ikan herbivora lainnya. Ikan-ikan herbivora biasanya dalam jumlah yang banyak/schooling dimana jumlahnya yang banyak cukup berdampak terhadap alga. Di wilayah Karibia, ikan herbivore dari famili Scaridae dapat memakan/grazing lebih dari 150.000 cabikan per meter persegi 13 setiap harinya (Birkeland 1997). Ikan-ikan Scaridae merupakan hewan pengikis ekternal yang dominan. Kelompok ini mengikis substrat dengan membersihkan materi sebagaimana kandungan alga yang mereka makan. Famili ini memiliki insting yang kuat dalam mencari makan dimana tidak akan mendekati alga yang memiliki zat kimia (Sale 1991). Famili Siganidae memiliki jumlah jenis yang lebih sedikit, lebih konservatif dalam kebiasaan makannya serta memiliki pola distribusi yang terbatas. Kebanyakan dari famili adalah pemakan turf alga, namun beberapa jenis juga memakan jenis alga yang lebih besar. Ikan ini lebih selektif memilih makanan dibanding ikan lainnya (Sale 1991). Kuiter (1992) menyatakan bahwa ikan-ikan dari famili Siganidae memiliki watak yang tenang seperti kelinci dan tidak agresif oleh karena itu dinamakan juga rabbitfish. Sifat tenang dari ikan ini mempengaruhi pola makannya yang menyeleksi terlebih dahulu jenis makanannya. Selain itu ketenangannya membuat ikan tersebut menjadi lebih pemalu dibandingkan dengan famili herbivora lainnya. Herbivora merupakan satu proses ekologis yang sangat penting pada ekosistem terumbu karang. Herbivora merupakan satu-satunya mekanisme yang mengendalikan kelimpahan alga. Jika pertumbuhan alga tidak dikendalikan maka komunitas alga akan segera mendominasi terumbu karang. Dominansi alga berdampak negatif pada komunitas karang batu. Herbivora menyediakan ruang kosong untuk penempelan larva karang. Herbivora yang lebih besar tidak hanya mencabik alga tetapi juga memarut dasar terumbu tempat tumbuhnya alga. Bagian kapur terumbu yang terbuka akibat cabikan tersebut akan segera ditumbuhi oleh bakteri dan layak untuk menjadi tempat penempelan larva planula karang. 2.4 Karakteristik alga pada ekosistem terumbu karang Alga mempunyai peranan yang penting dalam ekosistem terumbu karang. Sebagai produsen primer alga menambah cariying capacity untuk mendukung ekosistem terumbu karang. Alga merupakan sumber makanan utama bagi ikan herbivora dan sebagai dasar pada jaring makanan di ekosistem terumbu karang. Di wilayah temperate, alga dalam komunitas yang besar membentuk ekosistem yang disebut “kebun kelp”. Ekosistem ini didominasi spesies alga yang besar yaitu : Laminaria dan Poryphora. Pada wilayah tropis alga terletak berdekatan 14 dengan ekosistem lain seperti padang lamun dan terumbu karang. Beberapa jenis alga menghasilkan kalsium karbonat seperti : Halimeda dan Corallinna yang membantu terumbu karang dalam proses kalsifikasi. Selain itu juga alga mempunyai pengaruh dalam degradasi terumbu karang apabila ekosistem yang awalnya didominasi terumbu karang digantikan oleh komunitas alga. Hal ini disebabkan penangkapan berlebih terhadap ikan-ikan herbivora, polusi yang disebabkan nutrien dan sedimentasi (Diaz-Pulido & Mc Cook 2008). Berdasarkan karakterisik ekologi (bentuk daun, ukuran, kekuatan, kemampuan berfotosintesis, kemampuan bertahan terhadap grazing) dan bentuk pertumbuhan alga diklasifikasikan ke dalam beberapa “functional from groups” yaitu: 1. Turf alga : Kumpulan atau asosiasi beberapa spesies alga, sebagian besar filamentous dengan pertumbuhan yang cepat, produktifitas dan rata-rata berkoloni yang tinggi. Turf alga memiliki biomass yang rendah per unit area, tetapi mendominasi dalam proporsi yang besar pada area terumbu karang walaupun dalam terumbu yang sehat 2. Fleshy alga : Bentuk alga yang besar, lebih kaku dan secara anatomi lebih komplek dibandingkan dengan turf alga, lebih sering ditemukan di daerah terumbu karang yang datar dan herbivor yang rendah karena kadang mereka memproduksi partikel kimia yag menghalangi grazing oleh ikan 3. Crustose alga : Tanaman keras yang tumbuh pada kulit melekat pada terumbu karang dengan penampakan seperti lapisan cat daripada tanaman biasa, memiliki pertumbuhan yang lambat. Alga ini menghasilkan calcium carbonate (batu kapur) dan memiliki peran secara bersama dengan terumbu karang dalam proses cementasi (Tabel 1) Pengelompokkan “Functional grups” membantu dalam pemahaman mengenai distribusi komunitas alga dan respon terhadap faktor lingkungan dimana alga dengan karakter ekologi yang sederhana memiliki respon terhadap tekanan lingkungan yang terbatas, sedangkan alga yang dibedakan berdasarkan taksonomi juga mempunyai perbedaan baik secara ekologi maupun respon terhadap lingkungan. Selain itu pengelompokkan alga berdasarkan “Functional grups” juga cukup membantu dimana di lapangan alga sangat susah untuk diidentifikasi sampai ke tingkat spesies dan pendekatan ini sudah secara luas digunakan untuk membedakan komunitas alga dalam kajian lingkungan di ekosistem terumbu karang (Diaz-Pulido & Mc Cook 2008). 15 Tabel 1 Kategori dan “functional groups” alga pada Great Barrier Reef Kategori alga Turf alga (< 10 mm) Mikro alga Filamentous Alga (> 10 mm) Fleshy Foliose Corticated Leathery Calcareous Calcareous articulated Menurut Contoh di Great Barrier Reef Lyngbya, Oscillatoria, Cladophora, Polysiphonia Functional groups Membranous Globose Corticated Diaz-Pulido & Mc Cook Ulva, Laurencia, Sargassum, Turbinaria, Anadyomene, Dictyota, Lobophora, Halimeda, Amphiroa, Ventricaria, Achanthopora (2008) berdasarkan pigmen dalam proses fotosintesis alga diklasifikasikan ke dalam 4 kelompok yaitu : 1. Rhodophyta (Red Algae) 2. Ochrophyta (Brown Algae) 3. Chlorophyta (Green Algae) 4. Cyanophyta (Blue-Green Algae) Dalam ekosistem terumbu karang alga mempunyai peranan yang penting yaitu : produsen primer karena dapat berfotosintesis dan merupakan makanan bagi ikan herbivora, membantu konstruksi dan cementasi terumbu karang dengan menghasilkan calcium carbonate namun jika jumlahnya semakin banyak maka berdampak negatif bagi terumbu karang. Alga memiliki kemampuan tumbuh lebih cepat sehingga dapat menutupi areal terumbu karang. Kondisi ini dapat menyebabkan perubahan struktur komunitas dari komunitas terumbu karang ke komunitas alga menyebabkan terjadinya degradasi karang namun tergantung pada jenis alga (Jompa & Mc Cook 2002). 2.5. Pertumbuhan karang muda/rekriutmen Pertumbuhan karang muda/rekruitmen adalah penghitungan jumlah individu muda coral/ baby coral, dengan kata lain : banyaknya individu baru dalam suatu populasi. Rekruitmen karang memegang peranan penting dalam resilien karang. Tingkatan dan skala rekruitmen serta struktur spasial penyebaran diantara populasi karang sangat berpengaruh terhadap dinamika populasi, dan ketahanan dari system tersebut. Dalam penyebaran larva, jumlah individu baru yang masuk dalan sebuah populasi berkaitan dengan 5 faktor yaitu: 16 1. Proses - proses fisika oseanografi, contoh : (upwelling, downwelling) 2. Kelimpahan larva dalam kolom air 3. Kebiasaan larva (migrasi vertikal mengikuti arus) 4. Ketersediaan substrat yang sesuai untuk menetap 5. Faktor - faktor ekologi yang mempengaruhi kelangsungan hidup larva setelah menetap (persaingan, predator, makanan) 2.6. Keterkaitan Ikan Herbivora, Alga dan Terumbu Karang Herbivori sangat penting untuk mempertahankan komunitas karang dalam berkompetisi dengan makroalga. Dalam kondisi banyak nutrien, kecepatan pertumbuhan makroalga yang pesat dapat membuat makroalga menutupi karang (overgrowth). Karang yang kalah dalam kompetisi spasial tersebut mengalami kekurangan cahaya matahari sehingga terjadi penurunan metabolisme dan pertumbuhan. Secara alami makroalga merupakan biota yang sangat cepat menempati setiap ruang yang kosong. Jika herbivori dihilangkan dari kawasan tersebut, larva karang sulit mendapatkan substrat keras untuk menempel dan tumbuh. Larva planula karang sangat membutuhkan kehadiran hewan herbivora untuk membuka ruang yang penuh makroalga sehingga dapat menjadi tempat penempelan. Kehadiran ikan herbivora dapat menjadi penyelamat karang tertentu dari agresivitas makroalga tersebut (Bachtiar 2008) Di GBR, makroalga Sargassum siliquosum yang ditransplantasi dari terumbu di paparan dalam ke paparan tengah dapat tumbuh dengan baik jika dikurung dari hewan herbivora (McCook 1996). Hasil ini menunjukkan bahwa kelimpahan ikan herbivora yang tinggi pada paparan tengah sebagai faktor pembatas dari distribusi makroalga tersebut, sedangkan analisis jaringan menunjukkan nutrient (N, P) bukan merupakan faktor pembatas. Peranan ikan herbivora mungkin bukan satu-satunya faktor pembatas dari kelimpahan makroalga. Di kawasan Karibia, Williams et al. (2001) menemukan bahwa makroalga sangat banyak di terumbu paparan tengah walaupun penangkapan ikan sangat sedikit. Percobaan dengan menggunakan ‘karang palsu’ menunjukkan bahwa tingginya tutupan makroalga dipicu oleh rendahnya tutupan karang. Pertumbuhan alga yang cepat terlalu banyak untuk dikonsumsi oleh herbivora yang ada. Herbivori dilaporkan bervariasi antar paparan terumbu (reefshelves), karena kelimpahan herbivora bervariasi antar paparan terumbu. 17 Russ (1984a) melaporkan bahwa kelimpahan ikan herbivora Acanthuridae dan Scaridae sangat bervariasi antar paparan terumbu, sedangkan Siganidae tidak banyak berubah. Jumlah spesies dan kelimpahan populasi Acanthuridae dan Scaridae umumnya lebih tinggi pada paparan tengah (midshelf) dan paparan luar (outershelf), sedangkan paparan dalam (innershelf) banyak ditempati oleh Siganidae. Pada Northern Section GBR, komunitas Scaridae menunjukkan kelimpahan yang tinggi dan biomasa yang rendah paparan dalam (innershelf), sedangkan Scaridae menunjukkan kelimpahan rendah dengan biomasa tinggi sedangkan pada paparan luar (Hoey & Bellwood 2008). Temuan ini juga mencerminkan adanya perbedaan ukuran tubuh dan komposisi jenis komunitas ikan Scaridae antar paparan. Ikan Bolbometapon muricatum yang berukuran besar banyak ditemukan pada paparan luar dan menjadi pelaku utama dari erosi kapur (87%) dan pemangsaan karang (99%), ikan Scarus rivulatus merupakan pelaku herbivori yang utama pada paparan dalam (70%) (Hoey & Bellwood 2008). Interaksi alga dan terumbu karang dapat digambarkan dengan beberapa mekanisme yaitu: kompetisi untuk mendapatkan cahaya, kontak langsung, kompetisi ruang dan suksesi (Theobald 2003). Pada terumbu karang yang sudah mengalami degradasi dimana terdapat sedimentasi dan juga overfishing terhadap hewan herbivora maka akan memperburuk kondisi tersebut. Terumbu karang berkompetisi dengan alga untuk mendapatkan cahaya. Beberapa jenis alga menghalangi/overshadow terumbu karang dari cahaya matahari sehingga menggangu proses fotosintesis. Kontak langsung alga dan terumbu karang juga menyebabkan kematian karang karena abrasi (Lirman 2001). Selanjutnya abrasi secara terus menerus akan menyebabkan adanya pergerakan air yang membawa jamur dan bakteri menginvasi polip karang dan membunuh organisme tersebut (Hunter & Cindy 2003). Hal terpenting lainnya yaitu adanya kompetisi ruang antara alga dan terumbu karang. Keterkaitan antara kondisi alga dan rekruitmen karang dapat dilihat dengan beberapa mekanisme yaitu : 1. Alga menghambat tingkat rekruitmen karang dengan cara trap sediment. 2. Alga jenis empheral dan fleshy menghambat rekruitmen karang dengan cara menguasai ruang, menghalangi cahaya/shading dan dengan cara silt traping (Sammarco 1980). 18 3. Alga jenis filamentous menghambat rekruitmen karang dengan menghalangi cahaya/shading (Sammarco 1981). 4. Alga menghalangi pertumbuhan dan rekruitmen karang dengan cara shading dan abrasi (Miler & Hay 1996). Tutupan alga yang lebat bisa menghambat penempelan larva atau menurunkan kelulushidupan rekruit karena kompetisi terhadap ruang. Tetapi banyaknya hewan herbivora di terumbu karang membuat keberadaan alga tidak menjadi pembatas. Banyak penelitian menunjukkan bahwa keberadaan hewanhewan perumput (grazer) dapat memfasilitasi penempelan mempertinggi kelulushidupan rekruit (Choat & Bellwood 1990). larva dan