Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah

advertisement
Pedoman
Pemeriksaan Laboratorium
Penyakit Berpotensi Wabah
Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan
Respon
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2015
ii
iii
Pedoman
Pemeriksaan Laboratorium
Penyakit Berpotensi Wabah dalam Mendukung
Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon
Penyusun: Tim Penulis & Kontributor
Artistik : Zariyal
Penerbit : Puspa Swara
Anggota IKAPI No. 104/DKI/92
Redaksi:
Jatijajar Estate
Blok D12 No. 1-2, Jatijajar, Tapos, Depok - 16451
Tlp. (021) 87743503, 87745418
Faks. (021) 87743530
Web: www.puspa-swara.com
Cetakan I - Jakarta, 2015
Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Tim Penyusun & Kontributor
Pedoman pemeriksaan laboratorium penyakit berpotensi wabah dalam
mendukung sistem kewaspadaan dini dan respon/ Tim Penyusun &
Kontributor
--Cet. 1-- Jakarta: Puspa Swara, 2015
vi + 118 hlm.; 23 cm.
ISBN 978 602 216 021 2
Buku ini dilindungi Undang-Undang Hak Cipta. Segala bentuk
penggandaan, reproduksi, atau penerjemahan, baik melalui media cetak
maupun elektronik harus seizin penerbit, kecuali untuk kutipan ilmiah.
Penulis
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik
dan Sarana Kesehatan
• Wiwi Ambarwati
• Eva Dian Kusumawati
• Ferdinandus Ferry Kandouw
Direktorat Simkar Kesma
• Eddy Purwanto
• Gunawan
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Kesehatan
• Vivi Setiawaty • Krisna Nur Andriana P
• Kambang Sariadji
iv
Kontributor
Balai Besar Laboratorium Kesehatan
Jakarta
• Rina Sitanggang
• Yarne
Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Jawa Barat
v
DAFTAR ISI
Penyunting
Subdit Bina Pelayanan Mikrobiologi dan
Imunologi
• Agus Susanto
• Ira Irianti
• May Syafni
• Ratna Juwita
• Isak Solihin
• Aida
Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Lampung
• Soetardji
Balai Besar Laboratorium Kesehatan
Surabaya
• Nanang
Wordl Health Organization (WHO)
• Wita Larasati
• Endang Wulandari
CDC - USAID
• Esther
Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 3
C. Sasaran dan Ruang Lingkup 3
SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPON 5
A. Pengertian
5
B. Alur Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon 6
PERAN LABORATORIUM DALAM SISTEM KEWASPADAAN
DINI DAN RESPON
10
PROSEDUR UMUM LABORATORIUM
13
Perhimpuan Ahli Mikrobiologi Indonesia
• Budiman Bella
PARKI
• Agnes
Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Kalimantan Barat
Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Jawa Barat
A. Prosedur Pengambilan, Penanganan, serta Pemeriksaan di Laboratorium
terhadap Spesimen Berpotensi Wabah 14
B. Prosedur Pelabelan, Pengemasan, dan Pengiriman 26
C. Sistem Pelaporan 28
D. Daftar Penyakit-Penyakit yang Diprioritaskan Berpotensi KLB 28
E. Algoritma Pemeriksaan Penyakit Potensi Wabah 30
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
vi
1
I
P E N D A H U LU A N
MANAJEMEN LABORATORIUM
111
A. Peningkatan Kapasitas Laboratorium 111
B. Pengembangan Jejaring 111
C. Jaminan Mutu dan Keamanan Laboratorium 112
D. Pengendalian Mutu 112
E. Indikator Kinerja 112
F. Data Manajemen 113
Penutup
115
Surveilans penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB)/wabah
merupakan kegiatan yang sistematis mulai dari pengumpulan, analisis,
interpretasi data kasus penyakit potensial KLB menjadi suatu informasi
yang berguna, digunakan sebagai dasar untuk menentukan prioritas
kegiatan (seperti perencanaan, implementasi, evaluasi, pemantauan,
pencegahan, pengendalian, maupun kewaspadaan dini) sehingga
penyakit potensial KLB tersebut dapat dikendalikan dan tidak lagi
menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Kepustakaan 116
A. Latar Belakang
Program pengendalian penyakit menular terutama untuk penyakit
yang berpotensi wabah sangat penting. Surveilans epidemiologi
memegang peran penting baik data KLB/wabah rutin dan rekomendasi
kepada pengambil keputusan untuk mengatur strategi yang tepat
dan pasti untuk memerangi atau untuk menangani masalah penyakit
tersebut. Bila Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) berjalan
dengan baik dan optimal maka akan terdeteksi sinyal/peringatan
dini adanya ancaman akan terjadi KLB. Bila peringatan dini itu dapat
dilakukan respon cepat oleh Dinas Kesehatan maupun puskesmas
maka KLB dapat dicegah, berarti banyak orang yang dapat dicegah
agar tidak sakit karena penyakit tersebut, berarti sedikit biaya yang
dikeluarkan untuk menangani masalah penyakit tersebut. Sejak 2009
2
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
sampai dengan 2012 Indonesia telah mengembangkan SKDR di 21
provinsi. Pemantauan evaluasi SKDR tahun 2012 menunjukkan adanya
kesenjangan antara sinyal peringatan dini yang dideteksi dan dukungan
laboratorium untuk konfirmasi. Oleh karena itu, adanya kebutuhan
untuk meningkatkan kapasitas laboratorium untuk mendukung SKDR
dan meningkatkan kerjasama dan koordinasi antara staf laboratorium
dan petugas surveilans untuk mendeteksi dan menanggapi indikasi
KLB melalui peringatan dini yang muncul dalam sistem. Adapun jenis
penyakit atau gejala yang ada dalam SKDR adalah sebagai berikut:
1. Diare Akut
2. Malaria Konfirmasi
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
3
18. Klaster Penyakit yang tidak lazim
19. Tersangka Meningitis/Ensefalitis
20. Tersangka Tetanus Neonatorum
21. Tersangka Tetanus
22. ILI (Influenza Like Illness)
23. Tersangka HFMD (Hand, Foot and Mouth Disease).
Pada SKDR, sebagian besar penyakit potensial KLB di atas diagnosanya
berdasarkan gejala dan tanda-tanda klinis, sehingga suspect atau
tersangka perlu dibuktikan melalui pemeriksaan laboratorium. Oleh
karena itu, laboratorium sangat penting perannya dalam sistem ini.
3. Tersangka Demam Dengue
4. Pneumonia
B. Tujuan
5. Diare Berdarah atau Disentri
Tujuan Umum: Sebagai acuan laboratorium dalam melaksanakan
SKDR untuk penyakit berpotensi KLB/wabah.
6. Tersangka Demam Tifoid
7. Sindrom Jaundis Akut
Tujuan Khusus:
8. Tersangka Chikungunya
1. Peningkatan kapasitas laboratorium
9. Tersangka Flu Burung pada Manusia
2. Penguatan jejaring laboratorium
10. Tersangka Campak
3. Mendukung pengendalian penyakit berpotensi KLB/wabah
11. Tersangka Difteri
12. Tersangka Pertussis
C. Sasaran dan Ruang Lingkup
13. Acute Flacid Paralysis (AFP)/Lumpuh Layuh Mendadak
Sasaran dalam kegiatan ini dapat dicapai melalui:
14. Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR)
1. Pengembangan strategi yang memperkuat surveilans penyakit
menular;
15. Tersangka Anthrax
16. Tersangka Leptospirosis
17. Tersangka Kolera
2. Kerja sama antara klinisi dan laboratorium untuk mendapatkan
penanganan spesimen, diagnosis dan pengobatan yang cepat dan
lebih baik;
4
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
3. Membakukan prosedur-prosedur laboratorium;
5
II
S I ST E M K E W A S PA DA A N
DINI DAN RESPON
4. Melaksanakan pengendalian mutu;
5. Pengembangan sistem pelaporan yang berbasis laboratorium;
6. Meningkatkan kapasitas, memperkuat jejaring laboratorium dalam
SKDR.
Ruang lingkup: Yang dimaksud dengan laboratorium pelaksana SKDR
adalah laboratorium pemerintah.
***
A. Pengertian
Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) merupakan salah satu
sistem surveilans yang dibuat untuk tujuan:
1. Menyelenggarakan deteksi dini sebelum terjadi KLB penyakit
menular (Pre-KLB);
2. Memberikan peringatan dini untuk melakukan verifikasi dan respon
cepat terhadap sinyal yang muncul;
3. Meminimalkan jumlah kesakitan/kematian yang berhubungan
dengan KLB;
4. Memonitor tren atau kecenderungan penyakit menular setiap
minggu;
5. Menilai dampak program pengendalian penyakit potensial KLB.
SKDR merupakan optimalisasi laporan mingguan penyakit potensial
KLB/wabah yang selama ini telah berjalan di puskesmas yang kita
kenal selama ini adalah laporan W2 atau PWS KLB. Sistem ini telah
mengalami beberapa pengembangan, yaitu: menggunakan aplikasi
komputer, laporan dapat dikirim cepat melalui SMS dari unit pelapor,
otomatis analisis data, kemampuan untuk menghasilkan grafik, peta
yang diperlukan maupun sinyal peringatan dini yang dihasilkan.
6
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Dengan demikian, petugas secara cepat dan efektif melakukan
verifikasi, respon cepat, penyelidikan epidemiologi, pencegahan,
penanggulangan terhadap tanda atau sinyal peringatan dini adanya
indikasi KLB.
B. Alur Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
7
Untuk kategori penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
Meresahkan Dunia/Public Health Emergency of International Concern
(PHEIC) seperti flu burung dan MERS-CoV, hasil pemeriksaan dari
laboratorium nasional dikirim ke Direktorat Jenderal PP&PL.
Unit Pelapor
Sumber pelapor dalam SKDR di komunitas/masyarakat adalah
fasyankes. Fasyankes mengirimkan laporan SKDR secara berkala
satu minggu sekali melalui SMS secara berjenjang sampai ke tingkat
kabupaten. Data diterima di Kabupaten/Kota yang selanjutnya dientri
dan dianalisa secara rutin seminggu sekali untuk melihat sinyal
peringatan dini penyakit potensial KLB.
Unit Surveilans Kabupaten/Kota
Unit Surveilans Kabupaten/Kota harus melakukan pemeriksaan
setiap minggu terhadap seluruh laporan penyakit yang telah dientri
dalam sistem aplikasi. Apabila ditemukan alat atau sinyal peringatan
terhadap suatu penyakit maka petugas Kabupaten/Kota menghubungi
petugas fasyankes untuk melakukan klarifikasi terhadap sinyal
tersebut. Apabila hasil klarifikasi benar menunjukkan sebagai KLB
maka selanjutnya petugas surveilans kabupaten/kota menghubungi
petugas laboratorium untuk mengambil spesimen dan memeriksa
spesimen tersebut. Apabila Laboratorium Provinsi tidak memiliki
kemampuan dalam melakukan pemeriksaan spesimen tertentu maka
dapat meminta bantuan Laboratorium Rujukan Nasional.
Unit Surveilans Provinsi dan Kementerian Kesehatan
Unit surveilans provinsi maupun Kementerian Kesehatan lebih banyak
melakukan analisa data maupun verifikasi sinyal/alert yang muncul
setiap minggu. Bila diperlukan kabupaten didorong turun ke lapangan
8
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
9
untuk melakukan penyelidikan epidemiologi bersama dengan
penanggung jawab program.
• Tes hipotesis,
• Menulis laporan dan rekomendasi.
Alert atau Sinyal Peringatan Dini
Alert atau sinyal peringatan dini adalah tanda yang dihasilkan adanya
peningkatan kasus melebihi nilai ambang batas maupun bermakna
secara statistik. Sinyal peringatan dini ini secara otomatis muncul
dalam aplikasi SKDR. Alert yang muncul harus diverifikasi dan dinilai
apakah perlu turun ke lapangan untuk penyelidikan epidemiologi
maupun pengambilan spesimen untuk konfirmasi laboratorium.
Melakukan tindakan pengendalian awal dengan segera meliputi:
Verifikasi dan Investigasi
Langkah pertama investigasi KLB adalah untuk melakukan verifikasi,
konfirmasi KLB dan melihat besarnya masalah KLB tersebut. Tim
Provinsi dan Kabupaten/Kota akan bergabung dengan petugas dari
puskesmas dan memulai investigasi dan menemukan kasus secara
aktif.
Laboratorium
Bila sinyal peringatan dini muncul dalam sistem di Kabupaten/Kota,
Provinsi ataupun Kementerian Kesehatan, maka laboratorium atas
permintaan Dinas Kesehatan berdasarkan jenjang kemampuan
melakukan pemeriksaan dan konfirmasi untuk membantu penegakan
diagnosis terhadap sinyal penyakit potensial KLB tersebut. Apabila
sinyal tersebut benar maka tindakan upaya pencegahan maupun
penanggulangan dapat dilaksanakan secara tepat dan efisien.
Setiap KLB diinvestigasi dengan menggunakan format PE KLB sesuai
dengan algoritma penyakit menular. Semua informasi tentang kasus
KLB tersebut dicatat dalam program spreed sheet (sebagai contoh
program Microsoft Excel). Kemudian melakukan analisa data diprogram
seperti Epi Info atau Epi Data untuk menghasilkan analisis deskriptif menurut waktu, tempat, dan orang.
Tindakan Respon
Pada saat yang sama respon tim sebaiknya melakukan:
• Rencana pengambilan spesimen klinis dan lingkungan,
• Formulasi hipotesis mengenai sumber pajanan dan cara penularan,
•
•
•
•
•
•
Tatalaksana kasus
Pengendalian infeksi
Pencarian kontak kasus
Pengendalian lingkungan
Mobilisasi sosial
Komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat.
Mekanisme Umpan Balik
Umpan balik kepada sumber pelapor adalah komponen penting untuk
diagnosa. Umpan balik disampaikan kepada semua sumber pelapor
pada semua tingkat, dengan memperhatikan mekanisme pelaporan
baku yang telah ditentukan.
***
10
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
III
PERAN LABORATORIUM
DA LA M S I ST E M K E W A S PA DA A N
DINI DAN RESPON
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
11
e. Mendeteksi adanya perubahan-perubahan pola penyakit pada
praktek pelayanan kesehatan.
Dalam kegiatan surveilans, hasil pemeriksaan laboratorium dapat
dipakai untuk upaya tindak lanjut:
a. Melaksanakan investigasi dan pengawasan kejadian kesehatan
b.Merencanakan program pencegahan
c. Mengevaluasi pencegahan dan mengukur pengawasan
Diagnosis yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan pada kasus-kasus
penyakit infeksi agar penganggulangannya dapat diberikan dengan
cepat dan tepat serta dapat mencegah terjadinya penularan. Untuk itu
diperlukan laboratorium kesehatan yang dapat menghasilkan diagnosis
bermutu dengan hasil yang cepat. Laboratorium yang melakukan
pemeriksaan untuk diagnosis meliputi Laboratorium Puskesmas,
Laboratorium Rumah Sakit, Balai Besar/Balai Laboratorium Kesehatan,
Laboratorium Klinik, balai pengobatan, laboratorium universitas
dan laboratorium penelitian, Laboratorium Kesehatan Daerah
serta beberapa Laboratorium Dinas Kesehatan. Peran laboratorium
diagnostik untuk kewaspadaan dini adalah untuk memantau masalah
kesehatan:
a. Mengidentifikasi pola penyakit
b.Mengikuti kecenderungan penyakit, sesaat, jangka menengah dan
jangka panjang serta pola penyakit
c. Mendeteksi perubahan mendadak kejadian dan penyebaran
penyakit
d.Mengidentifikasi perubahan-perubahan agen, inang, dan faktor
lingkungan
d.Menghasilkan hipotesa dan merangsang penelitian di bidang
kesehatan masyarakat.
Setiap penyakit yang membutuhkan pemeriksaan laboratorium yang
tidak dapat dilakukan oleh puskesmas atau laboratorium tingkat
kabupaten, maka laboratorium provinsi berfungsi sebagai rujukan
bagi setiap Kabupaten/Kota sebagai dasar untuk bertindak. Dan
jika Laboratorium Provinsi juga belum mampu maka harus dirujuk
ke Laboratorium Rujukan Nasional. Pada umumnya pemeriksaan
laboratorium yang mampu dilakukan oleh puskesmas dan laboratorium Kabupaten/Kota adalah pemeriksaan mikroskopis, sedang
pemeriksaan biakan, imunologi dilakukan oleh laboratorium tingkat
propinsi (Balai Besar/Balai laboratorium Kesehatan). Pemeriksaan
khusus yang belum dapat dilakukan di propinsi dapat dirujuk ke
Laboratorium Rujukan Nasional, misalnya untuk pemeriksaan virologi
(polio, campak) yang memerlukan isolasi virus pada biakan jaringan
atau tes sekuensing.
Pada kegiatan surveilans, sebagian besar pemeriksaan laboratorium
dilakukan oleh Balai Besar/Balai Laboratorium Kesehatan. Dinas
12
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Kabupaten/Provinsi melakukan pengambilan dan pengumpulan
spesimen dan mengirimkan ke Balai Besar/Balai Laboratorium
Kesehatan. Selain pemeriksaan spesimen penyakit menular, kegiatan
surveilans yang dilakukan oleh Balai Besar/Balai Laboratorium
Kesehatan, B/BTKL-PP juga meliputi pemantauan lingkungan seperti
pemeriksaan spesimen air minum, air bersih, air kolam renang,
pemeriksaan pestisida, zat warna, pemeriksaan usap alat masak,
makan dan kegiatan jasa boga lainnya. Pada beberapa propinsi,
kegiatan pemeriksaan laboratorium untuk surveilans juga dilakukan
bersama laboratorium lain seperti BPOM (Balai Pemeriksaan Obat
& Makanan) untuk pemantauan spesimen makanan minuman milik
produsen. Setiap petugas surveilans Kabupaten/Kota perlu memiliki
daftar nama dan nomor telepon dari staf laboratorium terkait seperti
bagian: Bakteriologi, Virologi, Serologi, Parasitologi dan Toksikologi. Perencanaan pemeriksaan laboratorium untuk mendukung SKDR
yang akan dilakukan harus dikoordinasikan antara Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Balai Besar/Balai Laboratorium
Kesehatan sehingga dapat dibuat rencana yang tepat untuk
penganggarannya.
***
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
13
IV
PROSEDUR UMUM
LABORATORIUM
Dalam setiap tindakan pengambilan, penanganan, pemeriksaan dan
pengemasan spesimen harus memperhatikan prinsip Kewaspadaan
Standar untuk mencegah terjadinya penularan, seperti:
• Penggunaan alat pelindung diri antara lain:
- Jas laboratorium
- Sarung tangan disposable
- Masker disposable
- Goggle (pelindung mata)
- Tutup kepala
- Sepatu tertutup
• Mencuci tangan dengan menggunakan desinfektan sebelum dan
sesudah tindakan;
• Menjaga kebersihan ruangan dengan menggunakan desinfektan
sebelum dan sesudah tindakan.
14
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Persiapan pemeriksaan
Setiap saat spesimen dikumpulkan oleh petugas di lapangan, perlu:
- Membuat pengaturan lebih lanjut dengan penerima spesimen
termasuk investigasi, keperluan untuk ijin impor jika ada transpor
ke luar negeri.
- Membuat pengaturan lebih lanjut dengan pembawa spesimen
agar yakin bahwa pengiriman akan diterima sesuai dengan alat
transportasinya.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
15
ml. Untuk pasien-pasien yang lebih muda jumlah spesimen yang
diambil setengah dari dewasa.
Petunjuk umum untuk pengambilan spesimen biakan darah:
1) Desinfeksi kulit dengan kapas alkohol dan lakukan pengambilan
darah secara aseptik.
perihal
2) Desinfeksi tutup dari botol biakan darah dengan alkohol dan
suntikkan spesimen ke dalam botol bifasik atau Trypticase soy
broth (atau Brainheart infusion) dengan perbandingan 1 : 10
(darah : medium).
- Menghindari kedatangan spesimen diakhir pekan bila mungkin dan
menghindari perubahan dalam transpor jika mungkin.
Tergantung usia anak volume darah dapat diambil sebanyak 3-5
ml dan dimasukkan ke dalam 30 ml media pengaya atau 7-10 ml
darah ke dalam 70 ml media pengaya untuk orang dewasa.
- Memperhatikan
Biosafety.
peraturan
penerbangan
domestik
- Menyiapkan dokumen yang diperlukan, seperti syarat pengiriman,
termasuk izin bila diperlukan, berita acara, dan dokumen
pengiriman.
- Memberitahukan kepada penerima spesimen di laboratorium
perkiraan waktu kedatangan spesimen.
A. Prosedur Pengambilan, Penanganan, serta Pemeriksaan di
Laboratorium terhadap Spesimen Berpotensi Wabah
1. Spesimen darah
a. Prosedur pengambilan
Darah untuk kultur bakteriologi diambil sebelum pemberian
antibiotik. Dua kultur darah yang dikumpulkan pada hari
yang berlainan atau interval waktu tertentu diharapkan dapat
mengesampingkan kemungkinan kontaminasi dan dapat
menegakkan diagnosa bakteriemia. Sedikitnya 7-10 ml darah
dikumpulkan dari orang dewasa, dan anak-anak sebanyak 3-5
b. Prosedur penanganan
• Untuk pemeriksaan bakteri: Darah dimasukkan ke dalam botol-botol kultur yang berisi
media pengaya dengan segera (sebelum membeku) dan dikirim
ke laboratorium tanpa didinginkan atau dibekukan.
• Untuk isolasi virus dan pemeriksaan serologi:
Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serum (minimum
1,5 cc), dikirim dalam suhu dingin (2-8oC), untuk beberapa jam
(dalam cool box dengan dry ice).
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium
Biakan darah penting untuk diagnosis, pengobatan, dan
perawatan. Biakan darah sebanyak dua atau tiga kali (berbedabeda interval atau hari pengambilan darah) akan mendeteksi
lebih dari 95% kasus bakteremia dan membantu laboratorium
dalam membedakan dengan kontaminan.
16
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
1)Botol kultur yang berisi darah diinkubasi pada 35-37oC selama
7-21 hari (Salmonella sp. akan tumbuh dalam 7 hari dan
Brucella sampai 3 minggu).
2)Periksa setiap hari untuk melihat adanya pertumbuhan.
Tanda-tanda pertumbuhan berupa kekeruhan, perubahan
warna darah, atau timbulnya gas.
3)Jika terdapat tanda pertumbuhan, selanjutnya ditanam pada
lempeng Medium Agar:
a) Lempeng Agar Darah (berisi 5% butir-butir darah merah
domba),
b)Coklat Agar (CHOC),
c) MacConkey (MAC), diinkubasi pada 35-37oC selama 18-24
jam.
4) Terhadap koloni yang tumbuh pada agar dilakukan pengecatan
Gram.
5) Lakukan identifikasi bakteri lebih lanjut terhadap koloni yang
tumbuh.
Pengujian selanjutnya untuk identifikasi bakteri lakukan sesuai
bagan (mengacu pada prosedur pemeriksaan bakteriologi
klinik).
Hasil pemeriksaan oleh laboratorium diverifikasi oleh petugas
laboratorium kemudian divalidasi oleh penanggung jawab
laboratorium.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
17
2. Spesimen dari luka, jaringan, abses, aspirat, dan drainage
a. Prosedur pengambilan
Spesimen Jaringan atau cairan diambil dari lokasi infeksi/bengkak. Jaringan harus disimpan dalam wadah yang steril bermulut
lebar dan bertutup ulir dan segera dikirim ke laboratorium. Agar
jaringan tidak kering dapat ditambahkan cairan isotonik (NaCl
fisiologis). Spesimen purulen diambil dengan lidi kapas atau diaspirasi
menggunakan spuit lalu ditaruh dalam 1 ml cairan garam
fisiologis (yang sudah diinkubasi dalam anaerobic jar >4
jam untuk mengeliminasi oksigen) atau dalam thioglycolate
broth. Jika diperlukan isolasi anaerob, cairan diambil dengan
alat suntik, kemudian sampel dimasukkan ke dalam media
thioglycholate atau jarum ditusukkan ke dalam karet atau
sumbat untuk mencegah masuknya udara. Sampel yang telah
dikumpulkan dimasukkan ke dalam anaerobik jar dan masukkan
gaspak anaerob ke dalamnya. Disarankan kultur anaerob
dilakukan ditempat pengambilan sampel dan sampel dibawa ke
laboratorium dalam anaerobik jar.
b. Prosedur penanganan
Jika penyebab infeksi dicurigai bakteri anaerob, spesimen tidak
boleh terpapar udara lebih dari 5 menit. Untuk pemeriksaan
mikrobiologi, direkomendasikan pengambilan spesimen
sebanyak mungkin dan ditanam ke dalam media sebelum 2 jam.
Untuk pemeriksaan virus, maka swab lesi dimasukkan ke dalam
wadah yang sudah berisi virus transport medium (VTM) steril. 18
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium
Spesimen harus segera diproses dalam waktu 2 jam, dan tidak
perlu disimpan dalam lemari pendingin.
• Lakukan Pewarnaan Gram.
• Inokulasi pada media berikut untuk isolasi aerob dan anaerob: 1) Media Agar Darah
2) Media Agar MacConkey
3) Media BAP dengan disk Metronidazole (khusus untuk
anaerob)
•Inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dan amati koloni yang
tumbuh.
•Untuk isolasi anaerob gunakan agar darah atau thioglycolate
broth jika ada dengan catatan:
1) Media untuk biakan anaerob harus direduksi dengan cara
disimpan dalam anaerobic jar yang berisi GasPak anaerob
selama >4 jam untuk mengurangi tekanan oksigen.
2) Pemrosesan spesiman harus selesai dalam waktu beberapa
menit untuk meminimalkan kontak dengan oksigen.
3) Media yang sudah ditanam (BAP dengan disk Metronidazole)
diinkubasi pada suhu 37oC selama 1-2 hari pada kondisi
anaerob, sedangkan media agar darah dan MacConkey
dengan kondisi aerob.
4) Koloni yang tumbuh pada kondisi anaerob harus dilakukan
subkultur secara aerob dan anaerob (aerotolerance test).
5) Hanya bakteri fakultatif anaerob tumbuh di udara, sedangkan
bakteri anaerob murni tidak akan tumbuh.
6) Koloni yang tumbuh pada kondisi aerob dan anaerob
dilakukan identifikasi. (mengacu pada prosedur pemeriksaan
bakteriologi klinik).
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
19
3. Spesimen tinja
a. Prosedur pengambilan
1) Untuk Pemeriksaan Bakteri :
Spesimen tinja segar (2-3 gr) dimasukkan ke dalam pot steril
bertutup ulir, dibalut parafilm, diamati untuk menentukan
konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau mucoid). Bila
tinja tidak bisa didapatkan, diambil dengan tehnik rectal
swab menggunakan kapas lidi steril. Kapas lidi harus melalui
sphincter anal, dan secara hati-hati diputar, ditarik mundur
dan segera dimasukkan ke dalam media transport Carry-Blair/
Amies.
2) Untuk Pemeriksaan Parasit:
Spesimen tinja segar (2-3 gr) dimasukkan ke dalam pot steril
bertutup ulir, dibalut parafilm, diamati untuk menentukan
konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau mucoid).
3) Untuk Pemeriksaan Virus:
Spesimen tinja segar (5 gram) dimasukkan ke dalam wadah pot
yang bersih, transparan dan kering, dengan sendok tertempel
pada tutup dengan tutup ulir diluar, dibalut parafilm.
b. Prosedur penanganan
1) Untuk Pemeriksaan Bakteri: spesimen segera diproses karena
beberapa bakteri, seperti Shigella sp. dan Campylobacter sp.
tidak dapat bertahan hidup dengan adanya perubahan pH
dan penurunan temperatur (Campylobacter sp hanya bertahan
hidup 2 jam dan bakteri yang lain 12 jam atau lebih).
2) Untuk Pemeriksaan Parasit: spesimen tinja dapat diawetkan
dalam merthiolate Iodine formalin (MIF) atau larutan 10%
formalin untuk pemeriksaan parasit. Untuk pemeriksaan
amuba harus dengan tinja segar.
20
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
3)Untuk Pemeriksaan Virus: spesimen segera dikirim ke
laboratorium rujukan dalam cool box (2-8oC) atau sebelum
dikirim disimpan sementara dalam lemari pendingin (2-8oC).
Pengiriman harus sampai ke laboratorium tidak boleh lebih
dari 3 hari.
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium
1)Spesimen tinja diamati dalam keadaan segar untuk
menentukan konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau
mucoid):
Tambahkan lugol yodium ke atas sediaan basah untuk
membedakan sel darah putih dan kista parasit. Kista akan
menangkap yodium dan muncul warna cokelat terang, objek
lain akan tampak bersih.
Sebagai alternatif: Dapat digunakan methiolate yodium formalin (MIF) noda untuk
mengkonfirmasikan adanya lekosit pada tinja, Giardialamblia
dan E. histolytica.
Pewarna Ziehl-Neelsen untuk mendeteksi Cryptosporidium sp.
yang tahan asam setelah difiksasi dengan metanol. 2) Untuk mendeteksi darah samar:
Sediaan apus diberi larutan guaiac. Larutan ini jernih, jika
kontak dengan peroksidase (terdapat dalam sel darah dan
beberapa makanan) warnanya akan berubah menjadi biru.
3) Jika tinja tidak bisa diperoleh, ambil apus dubur 1-2 (atau lebih)
hapusan, masukkan ke dalam Cary-Blair/Amies simpan dalam
suhu ruang sampai diproses.
Bakteri dapat bertahan hidup di dalam medium ini untuk 1-2
hari, tapi Campylobacter sp. hanya tahan beberapa (2-3) jam.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
21
4) Biakan langsung:
Tinja diinokulasi pada agar: MacConkey (MAC), SalmonellaShigella (SS atau Hektoen Enterik Agar) dan Campylobacter
agar-agar (CAMPY). Semua media yang sudah diinokulasi
kuman diinkubasi selama 24 jam pada 37oC, kecuali
Campylobacter yang harus diinkubasi pada 42oC selama 48 jam
dengan CO2 (5-10%) menggunakan sungkup lilin atau gaspak
Campylobacter.
5) Kultur dengan pengayaan:
Inokulasi pada Selenit F broth sebagai media pengayaan untuk
Salmonella spp. kemudian inkubasi selama 24 jam pada suhu
37oC. Untuk Vibrio cholera gunakan alkali peptone, inkubasi
6 jam pada suhu 37oC. Dari Selenite F. tanam ke agar MAC/
SS. Dari alkali peptone ke Thiosulfate Citrate Bile Salt (TCBS).
Selanjutnya lakukan identifikasi sesuai bagan (mengacu pada
prosedur pemeriksaan bakteriologi klinik).
4. Spesimen cerebrospinal fluid (CSF)
a. Prosedur pengambilan
Organisme-organisme penyebab radang selaput otak harus
dikenali dengan cepat untuk menyelamatkan pasien (hasil
pengecatan Gram atau tahan asam dapat sangat bermanfaat).
Spesimen CSF diambil dengan melakukan punksi lumbal oleh
tenaga dokter yang berpengalaman. Untuk biakan dan analisa
biokimia, spesimen harus dikumpulkan di dalam beberapa
tabung steril dan ditangani secara aseptik.
Untuk pemeriksaan mikrobiologi volume CSF harus cukup,
terutama jika dicurigai fungal sebagai penyebab radang selaput
otak. Jika spesimen dikumpulkan dalam dua tabung atau lebih
secara berurutan, tabung pertama jangan digunakan untuk
22
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
analisa mikrobiologi, tetapi jika spesimen hanya satu tabung
maka pemeriksaan mikrobiologi dilakukan yang pertama. Tabung
dibuka di laboratorium secara aseptik dan selanjutnya spesimen
diambil untuk pemeriksaan kimia, serologi, dan sitologi.
b. Prosedur penanganan
Biakan cairan otak harus dilaksanakan segera karena organisme
di dalam CSF bersifat mudah mati dan jumlahnya sangat sedikit. Sebagai media transport dan media pertumbuhan cairan otak,
direkomendasikan Trans-Isolate medium (TIM). Untuk isolasi
virus, sebagian dari CSF diambil secara aseptik dan dikirim dalam
keadaan beku dengan dry ice, sedangkan untuk pemeriksaan
antibodi (JE-IgM antibodi), CSF dapat dikirim dengan cool
box (suhu 2-8oC). Untuk pemeriksaan bakteriologis, jangan
menyimpan CSF dalam refrigerator, CSF harus segera dikirim ke
laboratorium untuk diproses, karena mikroorganisme akan cepat
mati. Sedangkan untuk pemeriksaan virologis, CSF harus disimpan
dalam refrigerator atau dalam freezer (untuk penyimpanan yang
lebih lama).
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium
Dua tabung dari CSF yang pertama digunakan untuk pemeriksaan
virus. Tabung kedua digunakan untuk pemeriksaan bakteri
dan jamur. CSF mungkin hanya berisi sedikit mikroorganisme,
direkomendasikan untuk dikonsentrasikan dengan cara
disentrifus. Sedimen disuspensikan kembali dengan beberapa
tetes supernatan dan digunakan untuk biakan serta pemeriksaan
mikroskopis. Semua mikro organisme yang tumbuh dari biakan ini
potensial patogen. Direkomendasikan untuk menginokulasikan
spesimen dengan segera ke dalam Trans-Isolate Medium
(TIM), yang digunakan sebagai medium transport dan media
pertumbuhan pada waktu yang sama.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
23
5. Spesimen saluran pernapasan
a. Prosedur pengambilan
Spesimen dari saluran pernapasan bagian atas (pharyng dan
nasopharyng) serta dahak harus disimpan dalam tempat yang
steril, tertutup dan diolah dengan segera. Pengambilan bahan
dapat menggunakan, kapas lidi steril. Bahan diambil dengan cara
mengapus daerah tonsil dan faring posterior jangan menyentuh
lidah dan uvula. Spesimen harus segera ditanam, jangan dibiarkan
lebih dari 4 jam.
b. Prosedur penanganan
Untuk pemeriksaan virologis (flu burung, campak, dll), spesimen
swab nasopharyng atau swab pharyng harus dimasukkan dalam
wadah yang berisi VTM steril. Dikirim ke laboratorium dalam
keadaan dingin (cool box, 2-8oC).
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium
Hasil pemeriksaan dari spesimen saluran pernapasan harus
diinterpretasikan secara hati-hati karena adanya flora normal
dan sering terjadinya infeksi nosokomial.
Penyebab radang tenggorok paling umum adalah S. pyogenes
(Streptococcus grup A), Staphylococcus aureus dan Streptococcus
viridans tertentu. Banyak bakteri Gram-negatif yang dapat diisolasi
seperti Legionella sp., Pseudomonas sp., Bordetella pertussis,
Hemophilus sp., dan Corynebacterium diphtheriae.
Pemilihan media berdasarkan penyakit yang dicurigai. Media
diinkubasi secara aerob dengan penambahan 5-10% CO2 (kuman
tertentu).
1)Media Rutin: a)Agar cokelat untuk Hemophilus dan Neisseria sp. (dengan
catatan bahwa Neisseria terdapat juga pada carier).
24
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
b)Agar darah untuk Staphylococcus, Streptococcus bhemolitikus,
dan Streptococcus viridans.
2) Media Selektif: a)Blood-tellurite atau agar Loefflers untuk C.diphtheriae.
b)Bordet-Gengou (harus selalu segar) untuk B.pertussis.
Corynebacterium diphtheriae jika diwarnai dengan Albert/Neisser
tampak memiliki granula yang metakromatik.
6. Spesimen dahak
a. Prosedur pengambilan
Spesimen dahak (bukan air liur) harus diambil pagi hari
dimasukkan ke dalam wadah yang steril dan diproses dalam
waktu 2 jam.
b. Prosedur penanganan
Jika terjadi penundaan dapat disimpan di dalam lemari es (suhu
2-8oC) untuk satu hari saja. Untuk pembuatan apus dan biakan
sputum dilakukan di laboratorium Biosafety Level 2.
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium
Pemeriksaan dahak:
1) Pewarnaan Gram 2) Inokulasi ke agar darah Blood Agar Plate (BAP), agar cokelat,
dan MacConkey Agar (MCA)
3) Inkubasi dalam lingkungan 5-10% CO2 (untuk BAP dan agar
cokelat), sedangkan MCA pada inkubator suhu 35-37oC selama
18-24 jam.
Pengujian selanjutnya untuk identifikasi bakteri lakukan sesuai
bagan.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
25
7. Spesimen urin
a. Prosedur pengambilan
Untuk pemeriksaan virologis (campak) spesimen urin sewaktu
dengan aliran tengah diambil sebanyak 50 cc pada saat pasien
panas atau timbul ruam. Urin ditampung dalam wadah yang
steril, kering dan bersih, tutup berulir keluar.
b. Prosedur penanganan
Biakan urin pada sistem kewaspadaan dini hanya dilakukan untuk
pemeriksaan campak. Spesimen urin segera dikirim dalam waktu
1-2 hari ke Laboratorium Rujukan Nasional Campak dengan
keadaan dingin dalam cool box (suhu 2-8oC).
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium
Pilih bagian sputum yang purulen, ambil satu sengkelit penuh,
tanam pada media agar. Media agar yang disarankan untuk
digunakan secara rutin adalah agar MacConkey, agar darah dan
agar cokelat. Sedangkan penanaman pada Ogawa dilakukan atas
permintaan khusus. Agar MacConkey dan Agar Darah diinkubasi
pada suhu 35-37oC selama 24-48 jam aerob, sedangkan agar
cokelat diinkubasi dengan tambahan CO2 5-10%. Dari koloni yang
tumbuh pada agar darah, agar cokelat maupun agar MacConkey
dilakukan pewarnaan Gram.
8. Spesimen lingkungan
a. Prosedur pengambilan
Spesimen diambil sesuai kebutuhan pemeriksaan, dimasukkan
dalam wadah steril atau bermedia transpor dan ditutup rapat.
Pengambilan menggunakan alat steril dan dilakukan secara
aseptik.
26
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
27
b. Prosedur penanganan
Masukkan ke dalam cool box (suhu 2-8oC) dan segera diperiksa
(<24 jam).
2)Masukkan ke dalam plastik dan tutup agar kedap air dan udara.
c. Prosedur pemeriksaan di laboratorium
• Pewarnaan Gram
• Biakan dalam media yang disesuaikan dengan etiologi yang
dicurigai.
4)Masukkan lembaran rujukan spesimen yang sudah dilengkapi
(lihat lampiran 7 pada “Pedoman Sistem Kewaspadaan Dini dan
Respon”) kirim ke dalam cool box/styrofoam.
B. Prosedur Pelabelan, Pengemasan, dan Pengiriman
1. Pelabelan
Pemberian label pada kontainer dan tabung menggunakan stiker
anti-air, atau ditulis menggunakan spidol anti-air. Informasi yang
harus ada di setiap label:
1)Nomor spesimen
2)Nama pasien
3)Usia pasien
4)Jenis kelamin pasien
5)Alamat pasien
6)Jenis spesimen (rectal swab, darah, urine, dll)
7)Lokasi spesimen (darah vena, darah perifer, hidung, dll) 8)Tanggal dan jam pengambilan spesimen (contoh: Tanggal
20/03/13 jam 08.00 WIB).
2. Pengemasaan
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir, pastikan
spesimen dipersiapkan terlebih dahulu:
1)Tutup kontainer dan tutup tabung lapisi dengan parafilm untuk
mencegah kebocoran dalam perjalanan.
3)Masukkan spesimen yang sudah siap kirim ke dalam cool box/
styrofoam berisi ice-pack secukupnya.
5)Bungkus cool box/styrofoam box dengan kertas coklat yang agak
tebal.
6)Tulisan alamat lengkap laboratorium yang dituju dan nama
petugas penanggung jawab laboratorium yang dituju beserta
nomor telepon yang dapat dihubungi.
3. Pengiriman
Pengiriman harus dilakukan secepatnya (paling lama 24 jam).
Sebelum mengirim spesimen harus ada:
1)Perjanjian atau persetujuan yang telah dibuat antara pengirim,
pembawa dan penerima spesimen termasuk format permintaan
pemeriksaan maupun laporan hasil pemeriksaan yang akan
digunakan.
Pada kegiatan surveilans format baku demikian pada umumnya
sudah tersedia di Dinas Kesehatan setempat.
2)Konfirmasi dari laboratorium penerima bahwa siap untuk
menerima spesimen.
3)Bila spesimen tiba di luar jam kerja, maka petugas laboratorium
harus diberitahukan agar siap menerima spesimen.
Apabila spesimen dikirimkan ke luar negeri untuk pelayanan
kesehatan harus disertai surat keterangan alih material dengan
tembusan ke Dinas Kesehatan setempat.
28
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
C. Sistem Pelaporan
Hasil pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium untuk Kewaspadaan Dini penyakit
menular berpotensi wabah selain disampaikan kepada dokter
yang mengirim unt uk kepentingan diagnosa, juga dilaporkan
secara berkala sesuai ketentuan kepada Direktorat Jenderal
P2PL Kementerian Kesehatan melalui Dinas Kesehatan setempat
menggunakan format baku yang telah disepakati untuk kegiatan
surveilans.
Pada kasus-kasus maupun program khusus nasional seperti AFP,
Flu Burung, TB, Campak, kegiatan pemeriksaan maupun laporan
hasil pemeriksaan harus mengikuti Pedoman Nasional yang telah
ditetapkan.
Pada keadaan terjadi peningkatan kasus bermakna dan hasil
pemeriksaan laboratorium mendukung keadaan klinis pasien,
laboratorium harus pro-aktif melaporkan dengan segera kepada
petugas Dinas Kesehatan setempat yang bertanggung jawab dan
berkompeten untuk segera ditindak lanjuti.
D. Daftar penyakit-penyakit yang diprioritaskan berpotensi
KLB
No
Penyakit potensi
KLB
Laboratorium
pemeriksa
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
3
Tersangka demam
dengue
Puskesmas/RS
Rumah Sakit
setempat
4
Pneumonia
RS
Laboratorium
Provinsi
5
Diare berdarah
atau disentri
RS
Laboratorium
Provinsi
6
Tersangka demam
tifoid
Puskesmas/RS
Laboratorium
Provinsi/Rumah
Sakit setempat
7
Sindrom jaundis
akut (hepatitis A
dan E)
RS
Laboratorium
Provinsi
8
Tersangka
chikungunya
RS
9
Tersangka flu
burung pada
manusia
Laboratorium
Rujukan flu
burung
Balitbangkes
10
Tersangka
Campak
-
BBLK Surabaya,
Biofarma, Badan
Litbangkes, BLK
Yogyakarta
11
Tersangka difteri
RS/Lab Provinsi
BBLK Surabaya
12
Tersangka pertusis
RS/Lab Provinsi
Balitbangkes dan
BBLK Jakarta
Laboratorium
rujukan
1
Diare akut
RS
Laboratorium
Provinsi
2
Malaria konfirmasi
PUSKESMAS/RS
setempat
Laboratorium
Provinsi : Nasional
(review)
29
Laboratorium
Provinsi
30
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
13
AFP (lumpuh
layuh mendadak)
-
BBLK Surabaya,
Biofarma, Badan
Litbangkes
14
Kasus gigitan
hewan penular
rabies
-
Tidak memerlukan
konfirmasi
laboratorium
15
Tersangka antraks
-
Laboratorium
veteriner untuk
konfirmasi pada
spesimen hewan
tertular
16
Tersangka
leptospirosis
RS/ Lab Provinsi
SK Nasional: RSUP
Kariadi Semarang,
B2P2VRP Salatiga
(Balai Besar
Penelitian dan
Pengembangan
Vektor dan
Reservoir Penyakit)
E. Algoritma Pemeriksaan Penyakit Potensi Wabah
1. DIARE AKUT
Diare adalah suatu gejala penyakit menular yang ditandai oleh
buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan konsistensi tinja
yang encer. Penyebabnya adalah: Entero Toxin Escherichia coli (ETEC),
Enteropathogenic Escherechia coli (EPEC), Vibrio cholera, Shigella
disentriae, Salmonella typhi, Rotavirus (paling sering pada anak-anak),
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
31
Cryptosporidium dan Giardia lamblia. Umumnya tidak disertai oleh
demam. Namun, demam dapat terjadi jika penderita mengalami
dehidrasi.
Algoritma Pemeriksaan Diare Akut
32
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan peningkatan kasus (1,5 kali dibadingkan rata-rata kasus
3 minggu periode sebelumnya) dengan kondisi buang air besar lebih
dari 3 kali dalam 24 jam dan konsistensi tinja yang encer atau diare
sehingga dalam waktu singkat tubuh kehilangan cairan (dehidrasi),
dengan atau tidak disertai adanya demam dan muntah.
Pengambilan Spesimen:
• Tinja cair (stool) dari pasien atau carrier 2-3 gram, dimasukkan ke
dalam tabung/kontainer steril bertutup ulir. Usap dubur (rectal
swab) menggunakan kapas lidi steril.
• Usap dubur diambil dengan pasien atau carrier dalam posisi Sim.
Kapas lidi steril dimasukkan ke dalam rektum, melewati sfingter
ani, putar secara perlahan, tarik dan langsung dimasukkan ke
dalam tabung berisi media transport universal (Cary & Blair/Amies
media untuk tersangka bakteri atau Hank’s media untuk tersangka
virus).
• Muntahan dapat diambil (untuk kecurigaan keracunan makanan)
dimasukkan ke dalam wadah steril.
• Selain itu spesimen lingkungan dapat diambil seperti sumber air
yang dipakai untuk konsumsi, serta makanan dan minuman yang
dicurigai. Dimasukkan ke dalam wadah steril.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
• Pemberian label pada wadah dan tabung media transport sesuai
prosedur.
• Spesimen segera dikirim ke laboratorium pemeriksa dalam waktu
24 jam (jika jarak laboratorium mikrobiologi kabupaten/kota
relatif dekat dan terjangkau dengan kendaraan darat dan tidak
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
•
33
menggunakan media transport, harus sudah diperiksa dalam 2
jam) di dalam cool box/styrofoam box.
Jika spesimen tidak dapat dikirim pada hari yang sama, simpan
tabung di dalam lemari es (2-8oC) atau suhu ruang sampai saat
akan dikirimkan secepatnya ke laboratorium pemeriksa.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
a. Jika kecurigaan penyebab Sinyal peringatan dini diare adalah
bakteri maka pemeriksaan dilakukan dengan kultur.
b. Jika kecurigaan penyebab Sinyal peringatan dini diare adalah
parasit (Giardia intestinalis, dan Cryptosporidium parvum).
c. Jika kecurigaan penyebab Sinyal peringatan dini diare adalah
virus (Rotavirus dan Norovirus) lakukan pemeriksaan PCR (bila
diperlukan, untuk konfirmasi dapat dilakukan di laboratorium
rujukan yang ditunjuk).
d. Jika kecurigaan penyebab Sinyal peringatan dini diare adalah
keracunan makanan, maka spesimen diperiksa dengan metode
kultur bakteri untuk beberapa uji terhadap bakteri penyebab
intoksikasi (Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, V. cholera,
Shigella sp., E. coli, Salmonella typhi, dll).
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
34
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
2. MALARIA KONFIRMASI
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium
yang berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan ditularkan
oleh nyamuk Anopheles betina. Ada lima spesies plasmodium yang
menyebabkan malaria pada manusia, yaitu: P. vivax, P. falciparum, P.
malariae, P. ovale, dan P. knowlesi.
Jenis plasmodium yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah
P. vivax dan P. falciparum. KLB malaria masih sering terjadi di Indonesia.
Untuk itu diagnosis yang tepat sangat diperlukan.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan serologi dan
mikroskopis. Hingga saat ini pemeriksaan mikroskopis dari sediaan
darah tebal dan tipis dengan pulasan Giemsa masih merupakan
standar baku emas di Indonesia. Pada daerah yang terpencil, atau
kemampuan pemeriksaan mikroskopis belum ada dan dalam keadaan
darurat, dapat digunakan pemeriksaan diagnosis cepat (RDT = Rapid
Diagnostic Test).
Bila hasil positif dan dicurigai P. knowlesi, dilakukan konfirmasi dengan
menggunakan metode PCR dimana spesimen darah yang diperiksa
dengan sediaan dried blood spot (DBS), yang dikirim ke laboratorium
rujukan selambat-lambatnya 1 minggu setelah pengambilan
spesimen.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Pemeriksaan Malaria Konfirmasi
35
36
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan peningkatan kasus (1,5 kali dibandingkan rata-rata
kasus 3 minggu periode sebelumnya) dengan gejala demam >37,5oC
disertai mengigil, berkeringat, sakit kepala di puskesmas/rumah sakit
dan dikonfirmasi hasil laboratorium malaria positif.
Khusus untuk daerah yang sudah memasuki tahap eliminasi, maka 1
kasus sudah merupakan sinyal KLB.
Di daerah yang masih dalam tahap pemberantasan dan pre-eliminasi,
jika terjadi peningkatan kasus malaria konfirmasi maka dilakukan Mass
Fever Survey (MFS) (Pemeriksaan Demam Massal) untuk memastikan
apakah benar KLB. MFS dilakukan dengan mengambil darah seluruh
orang demam di unit epidemiologi tempat peningkatan kasus tersebut
(desa atau dusun) untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopik ataupun
RDT.
Dinyatakan KLB jika dari hasil MFS didapatkan 20% yang positif.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
37
-Buat larutan pewarnaan dari campuran Giemsa stack 3 tetes
dengan 1 ml larutan pH 7,2.
-Setelah preparat kering, teteskan Giemsa hingga menutupi semua
darah, biarkan 15 menit.
-Bilas dengan air mengalir.
-Letakan sediaan dalam posisi vertikal dan biarkan mengering
-Baca preparat dengan mikroskop binokuler.
Untuk pemeriksaan darah tipis
• Tujuan: digunakan untuk menemukan parasit malaria.
• Langkah kerja:
- Bersihkan ujung jari dengan kapas alkohol 70%, biarkan kering.
- Tusuk jari dengan lancet, darah pertama dihapus dengan tisu.
- Teteskan darah pada objek gelas.
- Dengan objek gelas lain, darah tadi dihapus ke arah kiri.
- Biarkan sediaan kering sendiri.
Pengambilan Spesimen:
Untuk pemeriksaan darah tebal
• Tujuan: Preparat darah tebal digunakan untuk melihat apakah tipe/
jenis malarianya.
• Langkah kerja:
-Bersihkan ujung jari dengan kapas alkohol 70%, biarkan kering.
-Tusuk jari dengan lancet, darah pertama dihapus dengan tissue.
-Kemudian ambil tetes darah dengan cara memutar objek gelas
pada jari.
-Biarkan preparat ±15 menit sampai kering.
- Fiksasi dengan methanol, biarkan kering sendiri.
- Setelah kering tetesi dengan giemsa.
- Biarkan 15 menit.
- Cuci dengan air mengalir.
- Amati dengan mikroskop binokuler (100x) dengan minyak emersi.
Untuk pemeriksaan dengan RDT
Darah vena dapat digunakan untuk membuat sediaan pemeriksaan
malaria, tetapi setelah diambil dengan menggunakan syringe/
wing needle, darah dimasukkan ke dalam tabung darah tanpa
antikoagulan.
38
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
• Jika fasyankes setempat mempunyai kemampuan pemeriksaan
preparat malaria secara mikroskopis, preparat langsung dibaca di
tempat sehingga hasil langsung dapat diperoleh pada hari yang
sama.
• Jika MFS dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis, maka
hapusan darah yang sudah dibuat di lapangan dibawa segera ke
Puskesmas, kemudian diwarnai Giemsa dan dilakukan pemeriksaan
mikroskopis. Bila akan dirujuk, harus sudah diwarnai Giemsa,
dikemas dalam boks sediaan, dengan padding pada kaca preparat.
• Namun jika MFS dilakukan dengan pemeriksaan RDT, maka
pemeriksaan dilakukan langsung di lapangan.
• Setiap preparat
pengambilan.
diberi
label
nomor
spesimen,
tanggal
• Spesimen dapat dikirim dengan kotak preparat dalam suhu ruang.
• Masukkan lembaran rujukan spesimen yang sudah dilengkapi (lihat
lampiran 7 pada “Pedoman Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons”)
ke dalam kotak preparat.
• Masukkan kotak preparat ke dalam styrofoam box yang sudah diberi
pengganjal agar kaca preparat di dalamnya tidak mudah pecah.
• Tulisan alamat lengkap laboratorium rujukan dan nama petugas
penanggung jawab laboratorium yang dituju beserta nomor telepon
yang dapat dihubungi.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
39
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
Malaria konfirmasi dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium baik
secara mikroskopik maupun menggunakan RDT.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Propinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
3. TERSANGKA DEMAM DENGUE
Virus dengue (Flavivirus) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
agepty dan Aedes albopictus dapat menyebabkan Demam Dengue atau
Demam Berdarah Dengue. Pada Demam Dengue tidak menimbulkan
gejala perdarahan dan gejala klinis lebih ringan dari pada Demam
Berdarah Dengue. Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu
penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat,
karena mempunyai morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka
kematian) yang tinggi dan sering terjadinya KLB penyakit ini.
40
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Spesimen Tersangka Demam Dengue
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
41
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan peningkatan kasus (1,5 kali dibandingkan rata-rata
kasus 3 minggu periode sebelumnya) dengan gejala demam mendadak
tanpa sebab yang jelas 2-7 hari, mual, muntah, sakit kepala, nyeri
di belakang bola mata (nyeri retro orbital), nyeri sendi, dan adanya
manifestasi perdarahan sekurang-kurangnya uji torniquet positif.
Pengambilan Spesimen:
• Sedikitnya 7-10 ml darah dikumpulkan dari orang dewasa, dan
3-5 ml dari anak-anak secara aseptis menggunakan syringe atau
teknik VacutainerTM. Darah dimasukkan ke dalam tabung tanpa zat
anti beku darah (anti koagulan). Untuk pemeriksaan hematologi
menggunakan tabung dengan anti koagulan (EDTA).
•
Serum diambil dua kali, pertama pada saat akut, dan berselang 3
minggu kemudian, diambil kembali (serum konvalesens).
•
Bila diperlukan untuk isolasi virus, serum dimasukkan ke dalam
tabung cryotube.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
• Serum dimasukkan ke dalam cryotube menggunakan pipet steril.
•
Jika akan dilakukan beberapa jenis uji laboratorium, serum
langsung dialikuot ke dalam beberapa vial (jika ketersediaan serum
memadai) untuk menghindari proses pembekuan dan pencairan
berulang.
•
Melakukan pelabelan pada vial sesuai prosedur.
•
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24
jam).
42
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
•
Tetapi jika belum bisa langsung dikirimkan pada hari yang sama,
spesimen serum harus disimpan di dalam freezer (-20oC) sebelum
dikirim ke laboratorium pemeriksa, sementara tabung darah
disimpan pada suhu 2-8oC.
•
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
a. Pemeriksaan laboratorium penunjang untuk tersangka DBD adalah
pemeriksaan darah rutin, dimana dijumpai penurunan jumlah
trombosit (<100.000/µL) dan juga leukosit (trombositopenia
dan leukopenia), hematokrit meningkat (naik >20%), enzym
transaminase hati meningkat (SGOT dan SGPT), kadar albumin
menurun, elektrolit sering terjadi gangguan keseimbangan.
b. Pemeriksaan ICT rapid di fasyankes setempat untuk memeriksa
antigen NS1 (demam hari 1-3) dan pemeriksaan IgM-IgG (demam
hari 3-7) untuk mengetahui adanya infeksi akut virus.
c. Uji ELISA (Enzyme Link Immuno Assay) IgM-IgG DBD. Infeksi dengue
dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder dengan
menentukan rasio limit antibodi dengue IgM terhadap IgG. Dengan
cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat dilakukan
hanya dengan menggunakan satu sampel darah (serum) saja, yaitu
darah akut sehingga hasil cepat didapat.
d. Identifikasi virus dengue dengan pemeriksaan Polymerase Chain
Reaction (PCR), digunakan untuk mengetahui genotipe dari virus
dengue ini (DEN-1, DEN-2, DEN-3 DEN-4).
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
43
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium :
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
4. PNEUMONIA
Infeksi pernafasan akut (ISPA) diperkirakan telah menyebabkan 4,2 juta
kematian per tahun di seluruh dunia, kebanyakan disebabkan oleh
infeksi pernapasan bawah, yaitu penumonia. Yang banyak terjangkit
adalah anak-anak, kaum manula, dan pasien immunocompromised.
Setengah dari kematian terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan
di negara-negara berpendapatan rendah, pneumonia merupakan
lima penyebab teratas kematian. Streptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenzae type b (Hib) diperkirakan menjadi setengah
penyebab kematian akibat SARI (Severe Acute Respiratori Infection)
tertutama di negara-negara berkembang di mana bakteri-bakteri
tersebut merupakan jenis patogen terpenting yang ditemukan
pada bayi dan awal masa anak-anak. Selain itu, Staphylococcus
aureus, Mycoplasma pneumonia, Chlamydia pneumonia, Legionella
pneumophilla, Respiratory syncytial virus, Rhinovirus, Influenza A, B and
C merupakan beberapa jenis bakteri dan virus penyebab pneumonia
yang umum ditemukan di negara-negara berkembang.
44
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Pemeriksaan Pneumonia
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
45
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan peningkatan kasus (1,5 kali dibandingkan rata-rata kasus
3 minggu periode sebelumnya) dengan gejala pneumonia. Pada kasus
dengan usia <5 tahun gejalanya: batuk dan tanda kesulitan bernapas
(adanya napas cepat, kadang disertai tarikan dinding dada), frekuensi
napas berdasarkan usia penderita:
•
<2 bulan : 60/menit
•
2-12 bulan : 50/menit
•
1-5 tahun : 40/menit
dan kadang disertai demam. Atau kasus usia >5 tahun dengan gejala
demam >38oC, batuk dan kesulitan bernapas, dan nyeri dada saat
bernapas.
Pengambilan Spesimen:
• Usap tenggorok atau usap nasofarings (bila dicurigai penyebabnya
virus) diambil dan dimasukkan ke dalam 1 tabung Falcon steril
berisi 1,5-2 ml VTM/Hank’s media tranpor. Setelah itu, secara
aseptis spesimen dialiquot ke dalam 2-3 cryotubes untuk beberapa
jenis pemeriksaan laboratorium.
•
Spesimen saluran napas bawah (sputum, aspirat saluran
napas bawah, broncho alveolar lavage (BAL) dll (bila dicurigai
penyebabnya bakteri). Spesimen sputum (pada umumnya
mudah diambil dari kasus dewasa), pengambilan spesimen dapat
dilakukan dengan alat nebulizer (dengan NaCl 3%)/expectorant
atau dibatukkan secara spontan, dimasukkan ke dalam kontainer
steril. Spesimen langsung dialiquot ke dalam 2-3 cryotube untuk
beberapa pemeriksaan laboratorium.
•
Spesimen darah diambil sebelum diberikan terapi antibiotika.
5-10 ml darah vena kasus dewasa menggunakan syringe atau
VacutainerTM dan 3-5 ml darah vena anak-anak menggunakan wing
46
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Spesimen yang dibekukan dan akan dikirim ke laboratorium
rujukan harus di pertahankan dalam keadaan beku sampai
laboratorium rujukan.
needle diambil dan dimasukkan ke dalam tabung darah bertutup
karet merah tanpa zat anti koagulan.
Darah kasus dewasa langsung diproses untuk menghasilkan serum.
Serum dialiquot ke dalam paling sedikit 2 cryotube untuk beberapa jenis
pemeriksaan laboratorium. Darah kasus anak-anak dipisah menjadi 2
bagian : 2 ml darah langsung dipipet dan dimasukkan ke dalam media
kultur darah sementara sisa darah diproses untuk menghasilkan
serum. Jika memungkinkan serum dialiquot ke dalam 2 cryotube untuk
beberapa jenis pemeriksaan laboratorium.
•
- Spesimen tersangka Streptococcus pneumoniae harus dikirim
sesegera mungkin bila akan dilakukan pemeriksaan kultur
dan disimpan pada suhu ruang atau menggunakan media
transport apabila pemeriksaan dilakukan lebih dari 2 jam setelah
pengambilan spesimen.
- Bila akan dilakukan pemeriksaan mikroskopik, molekuler atau
imunologi, spesimen dapat disimpan pada suhu 2-8oC.
Tinja (bila dicurigai penyebabnya Anthrax) 1-2 gram dapat diambil
pada minggu pertama, kedua atau ketiga dari masa onset,
dimasukkan ke dalam wadah steril.
•
Urine (bila dicurigai penyebabnya Legionella) dapat diambil
dimasukkan ke dalam wadah steril.
•
Pengambilan spesimen lingkungan dapat dilakukan sesuai dengan
sumber penularan yang dicurigai (sesuai etiologi pneumonia,
contoh: untuk Legionella dapat diperiksa spesimen air bak
penampungan, air buangan AC, air dari alam, dll).
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
• Melakukan pelabelan pada cryotube berisi serum sesuai prosedur.
47
- Spesimen tersangka infeksi virus disimpan dalam lemari pendingin
dengan suhu 2-8oC (1-2 hari).
•
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
•
Spesimen lingkungan dikirim dalam wadah steril ke laboratorium
rujukan yang telah ditentukan, bekerja sama dengan Dinas
Kesehatan.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
1. Pemeriksaan Gram (harus dilanjutkan dengan kultur) untuk
spesimen saluran napas bawah, BAL, dan urine.
•
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24
jam).
2. Kultur bakteri spesimen saluran napas bawah, tinja, dan urin.
•
Tetapi jika belum bisa langsung dikirimkan pada hari yang sama
ke laboratorium pemeriksa, spesimen disimpan dalam lemari
pendingin dengan suhu 2-8oC (1-2 hari), atau disimpan di dalam
freezer (-20oC) jika pengiriman baru akan dilakukan >2 hari
kemudian.
4. Pemeriksaan uji sensitivitas pada kultur yang positif dengan diskus
terhadap beberapa jenis antibiotika.
3. Kultur bakteri penyebab pneumonia dengan sistem kultur darah
otomatis terhadap spesimen darah kasus anak-anak.
5. RT-PCR pada spesimen usap tenggorok dan usap hidung/usap
nasofarings (pada tersangka infeksi virus).
48
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
6. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) pada spesimen sera, uji
imunofluoresence dari spesimen saluran napas dilakukan di
laboratorium rujukan.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
49
Algoritma Spesimen Diare Berdarah atau Disentri
7. Pemeriksaan antigen/antibodi terhadap kuman spesifik (rapid
tes).
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS. 5. DIARE BERDARAH ATAU DISENTRI
Diare berdarah adalah diare lebih dari 3 kali dalam 24 jam disertai
dengan darah dan lendir.
Gejala lain dapat berupa rasa tidak enak badan, sakit kepala, pusing
serta kejang otot perut dapat menyebabkan kematian dan berpotensi
wabah.
Diare berdarah dapat disebabkan oleh Shigella, Salmonella,
Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC), Enteroinvasive Escherichia
coli (EIEC), Entamoeba histolytica.
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan peningkatan kasus diare, (1,5 kali dibandingkan ratarata kasus 3 minggu periode sebelumnya) lebih dari 3 kali dalam 24
jam disertai dengan darah dan lendir. Gejala lain dapat berupa rasa
50
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
tidak enak badan, sakit kepala, pusing serta kejang otot perut dapat
menyebabkan kematian dan berpotensi wabah.
Pengambilan Spesimen:
• Tinja cair (stool) 2-3 gram, dimasukkan ke dalam wadah steril
bertutup ulir.
•
Usap dubur (rectal swab) menggunakan kapas lidi steril.
Usap dubur diambil dengan pasien dalam posisi Sim. Kapas lidi
steril dimasukkan ke dalam rektum, melewati sfingter, putar secara
perlahan, tarik dan langsung dimasukkan ke dalam tabung berisi
media transport universal (Cary & Blair/Amies).
•
Muntahan dapat diambil (untuk kecurigaan keracunan makanan)
dimasukkan ke dalam wadah steril.
Selain itu spesimen lingkungan dapat diambil seperti sumber air
yang dipakai untuk konsumsi, serta makanan dan minuman yang
dicurigai. Dimasukkan ke dalam wadah steril.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
• Melakukan pelabelan pada kontainer dan tabung sesuai prosedur.
• Spesimen segera dikirim ke laboratorium pemeriksa dalam waktu
24 jam (jika jarak laboratorium mikrobiologi kabupaten/kota
relatif dekat dan terjangkau dengan kendaraan darat dan tidak
menggunakan media transport, harus sudah diperiksa dalam 2
jam) di dalam cool box/styrofoam box.
• Jika spesimen belum akan dikirim/diperiksa pada hari yang sama,
simpan tabung atau kontainer tinja di dalam lemari es (2-8oC)
sampai saat akan dikirimkan ke laboratorium pemeriksa.
• Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
51
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
• Kultur bakteri Shigella sp, Salmonella sp. menurut standar
pemeriksaan mikrobiologi.
•
Kultur Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC), Enteroinvasive
Escherichia coli (EIEC) menurut standar pemeriksaan mikrobiologi.
•
Sediaan langsung untuk pemeriksaan amoeba.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS. 6. TERSANGKA DEMAM TIFOID
Demam Tifoid adalah satu infeksi/peradangan akut sistemik
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini termasuk juga demam
paratifus yang disebabkan oleh Salmonella paratyphi (A, B, atau C).
Gejala khas dari penyakit ini didahului oleh gastroentritisis akut dan
diikuti demam, anoreksia, sakit kepala, rasa tidak enak badan, rasa
dingin, batuk dan mual.
Salmonella typhi merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk batang,
bersifat fakultatif anaerob, oksidase negatif, motil (dengan flagela
peritrichous), tidak meragi laktose, urease negatif, indol negatif, tidak
berkapsul, dan tidak membentuk spora.
52
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Pemeriksaan Tersangka Demam Tifoid
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
53
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan peningkatan kasus bermakna secara statistik dalam
minggu tertentu, dengan gejala khas demam, gangguan saluran cerna
dan tanda gangguan kesadaran di puskesmas/rumah sakit
Pengambilan Spesimen:
•
Spesimen darah diambil sebelum diberikan terapi antibiotika.
Spesimen darah diambil pada pekan pertama demam, bila
pengambilan spesimen dilakukan pada pekan 2-3 demam maka
yang diambil adalah spesimen tinja.
•
Sedikitnya 3-5 ml darah dikumpulkan dari orang dewasa dan anakanak secara aseptis menggunakan syringe atau teknik VacutainerTM.
Darah dimasukkan ke dalam tabung tanpa zat anti beku darah (anti
coagulant). Darah disentrifus agar menjadi serum dan dimasukkan
ke dalam cryotube.
•
Whole blood diambil dari kasus dewasa sebanyak 10 ml.
•
Pada kasus anak-anak whole blood sebanyak 2-5 ml.
•
Masukkan darah ke dalam media biakan secara aseptis.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
-
Melakukan pelabelan pada botol medium biakan darah dan
cryotube berisi serum sesuai prosedur
-
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24
jam).
-
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
•
Kultur darah
•
Uji resistensi antibiotik
54
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
55
•
Widal tes 2x memakai produk (kit) yang sama dan dilihat adanya
serokonversi atau peningkatan sebesar 4x kenaikan titer fase
konvalesen (5-7 hari setelah pengambilan serum fase akut)
dibanding fase akut.
untuk Hepatitis A akut adalah Anti HAV-IgM yang diperiksa dengan
metode ImmunoComb Anti HAV-IgM ataupun dengan metode ELISA
IgM-Anti HAV. Pemeriksaan PCR dapat dilakukan untuk mengetahui
sumber penyebab penularan.
•
Pemeriksaan Ig M dengan menggunakan RDT/EIA atau pemeriksaan
Inhibitor Magnetic Binding Immunoassay (IMBI).
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Sindrom Jaundis Akut
•
Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan PCR.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
7. SINDROM JAUNDICE AKUT
Keadaan jaundice (ikterik) akut adalah terjadinya peningkatan
bilirubin yang meningkat dalam darah (>2mg/ml) dan juga bisa
dilihat dari peningkatan bilirubin urine. Penyakit infeksi akut yang bisa
menyebabkan terjadinya keadaan jaundice (ikterik) akut adalah virus
hepatitis A akut dan Leptospira. Kedua jenis penyakit infeksi ini dapat
menyebabkan terjadinya wabah ataupun kejadian luar biasa. Penyakit
Hepatitis A akut ditularkan melalui fecal-oral (saluran pencernaan)
dengan kebersihan perseorangan yang kurang sedangkan penyakit
infeksi Leptospira banyak terjadi berhubungan dengan musim hujan
dan banjir, sehingga wabah penyakit ini harus diwaspadai dengan
datangnya musim tersebut. Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosa
penyakit tersebut di atas adalah pemeriksaan darah rutin, bilirubin
total dan direk, enzyme transaminase hati (SGOT dan SGPT) dan fungsi
ginjal untuk pemeriksaan penunjang, sedangkan pemeriksaan serologi
56
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan peningkatan kasus bermakna secara statistik dalam
minggu tertentu, timbul secara mendadak (<14 hari) ditandai dengan
demam, kelelahan, anoreksia (tidak nafsu makan) dan gangguan
pencernaan (mual, muntah, kembung) dapat ditemukan pada awal
penyakit. ± 1 minggu, beberapa penderita dapat mengalami gejala
kuning disertai gatal (ikterus), buang air kecil berwarna seperti teh, dan
tinja berwarna pucat.
Pengambilan Spesimen:
•
Pengambilan spesimen darah diambil pada kasus dan carrier.
•
5-10 ml darah vena kasus dewasa diambil dengan menggunakan
syringe atau sistem VacutainerTM dan 3-5 ml darah vena anak-anak
menggunakan wing needle.
•
Darah langsung langsung diproses untuk menghasilkan serum.
Serum dialiquot ke dalam paling sedikit 2 cryotube untuk beberapa
jenis pemeriksaan laboratorium.
•
Selain itu spesimen lingkungan dapat diambil seperti sumber air
yang dipakai untuk konsumsi, serta makanan dan minuman yang
dicurigai. Dimasukkan ke dalam tabung/kontainer steril bertutup
ulir.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
•
57
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
a. Pemeriksaan Anti HAV IgM (rapid/EIA); b. Anti HEV IgM (rapid/EIA)
Pemeriksaan untuk leptospira melihat algoritma leptospira.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
8. TERSANGKA CHIKUNGUNYA
Penyakit Chickungunya adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh infeksi virus chikungunya, menyerang pada semua umur, dengan
gejala spesifik panas dan ngilu pada seluruh sendi badan. Masa inkubasi
3-12 hari, kemudian diikuti dengan panas dan ngilu pada sendi, dan
biasanya sakit pada bokong dan tulang sangat berat sehingga pasien
tidak bisa bergerak.
•
Melakukan pelabelan pada cryotube berisi serum sesuai prosedur.
•
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24
jam).
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk A. aegypti. Virus
berkembang biak dalam nyamuk kemudian berada di saliva, dan bila
nyamuk menggigit manusia maka virus yang ada di saliva nyamuk
masuk ke dalam tubuh manusia. Virus kemudian masuk ke dalam
peredaran darah dan beredar ke dalam organ tubuh yang lainnya.
•
Tetapi jika belum bisa langsung dikirimkan pada hari yang sama,
spesimen sera harus disimpan di dalam lemari pendingin 2-8oC,
tidak lebih dari 7 hari.
Virus berada dalam darah selama 1-3 hari setelah infeksi, tapi kadangkadang masih dapat ditemukan sampai 1 minggu. Spesimen untuk
pemeriksaan isolasi virus chikungunya adalah darah/sera, yang
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
58
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
diambil 1 kali pada saat panas. Spesimen yang wajib diambil untuk
investigasi KLB chickungunya adalah darah/serum untuk dilakukan
pemeriksaan IgM antibodinya. Dengan diketahui adanya IgM antibodi
berarti diagnostik terjadi “recent infection” atau KLB yang terjadi benar
disebabkan oleh virus chikungunya.
Penyakit chikungunya dapat dicegah dengan membasmi nyamuk
Aedes. Sampai saat ini vaksin chikungunya belum ada. Yang dilakukan
program untuk mencegah meluasnya penyakit chikungunya hanyalah
kebersihan lingkungan yaitu untuk memberantas nyamuk dan jentik
nyamuk A. Aegypti.
Surveilans chikungunya adalah satunya cara untuk mendeteksi
secara dini adanya sirkulasi virus chikungunya di masyarakat. Akan
tetapi surveilans chikungunya belum ada programnya kecuali hanya
investigasi KLB saja. Investigasi dilakukan apabila ada laporan terjadi
KLB di suatu daerah tertentu, kemudian diambil spesimen darah/
serum untuk konfirmasi diagnosa laboratorium, apakah benar KLB
disebabkan oleh virus chikungunya.
Pemeriksaan rutin yang dilakukan dengan menggunakan RDT
dan pemeriksaan konfirmasi laboratorium lainnya adalah ELISA,
Haemaglutinasi Inhibisi (HI) test, isolasi virus dari darah, Reverse
transcriptase–polymerase chain reaction (RT–PCR).
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
59
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka Chikungunya
60
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan peningkatan kasus bermakna secara statistik dalam
minggu tertentu, dengan gejala demam yang mendadak dengan nyeri
sendi, nyeri otot, sakit kepala, nausea, rasa lelah dan timbulnya bintik
kemerahan pada kulit yang mirip gejala demam berdarah dengue.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
61
- Tetapi jika belum bisa langsung dikirimkan pada hari yang sama,
spesimen harus disimpan di dalam lemari pendingin 2-8oC.
- Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai
prosedur.
Pengambilan Spesimen:
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
•
1. Sekurang-kurangnya salah satu di antara pemeriksaan berikut:
•
Sedikitnya 7-10 ml darah dikumpulkan dari orang dewasa, dan
3-5 ml dari anak-anak secara aseptis menggunakan syringe atau
teknik VacutainerTM. Darah dimasukkan ke dalam tabung tanpa zat
anti-beku darah (anti-koagulan). Whole blood digunakan untuk
pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT).
Serum diambil dua kali, pertama pada saat akut (0-8 hari setelah
onset), dan berselang 1-14 hari kemudian diambil kembali (serum
konvalesen).
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
2. Uji cepat (RDT) dengan berbagai kit yang tersedia di laboratorium
Puskesmas/Rumah Sakit.
3. Isolasi virus (bila diperlukan)
4. Deteksi viral-RNA dengan PCR (bila diperlukan)
5. Serologis IgG dan IgM dengan ELISA (bila diperlukan)
6. Hemaglutinasi Inhibisi (bila diperlukan)
7. Sekuensing virus (bila diperlukan)
Keterangan: Jenis pemeriksaan no. 2-5 dilakukan di laboratorium propinsi
dan Balitbangkes, sedangkan no. 6 dan 7 dilakukan di Balitbangkes.
•
Spesimen didiamkan pada suhu ruang selama 30-45 menit sampai
darah membeku.
•
Serum dimasukkan ke dalam cryotube menggunakan pipet setril.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
•
Jika akan dilakukan beberapa jenis uji laboratorium, serum
langsung dialiquot ke dalam beberapa cryotube (jika ketersediaan
serum memadai) untuk menghindari proses pembekuan dan
pencairan berulang.
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
- Melakukan pelabelan pada cryotube berisi serum sesuai
prosedur.
- Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24
jam) di dalam cool box yang diisi dengan ice pack untuk menjaga
kestabilan suhu selama pengiriman.
62
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
9. TERSANGKA FLU BURUNG PADA MANUSIA
Flu burung atau Avian Influenza adalah penyakit menular pada hewan
yang disebabkan oleh virus yang biasanya hanya menginfeksi unggas
dan terkadang babi. Penyebabnya adalah virus influenza tipe A dan
dapat dibedakan menjadi banyak subtipe, berdasarkan petanda
berupa tonjolan protein pada permukaan sel virus.
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis penyakit Avian Influenza
dapat dilakukan di laboratorium dengan fasilitas keamanan tingkat
2. Pemeriksaan dilakukan dengan PCR. Pemeriksaan PCR dilakukan
di jejaring laboratorium pemeriksa flu burung dan konfirmasi hasil
pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Rujukan Nasional (Pusat
Biomedis & Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbangkes) Jakarta.
Bahan pemeriksaan yang diambil untuk pemeriksaan PCR adalah apus
hidung dan tenggorok, menggunakan kapas lidi steril dengan tangkai
dacron dan segera dimasukkan ke media transpor: Hank’s media.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
63
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka Flu Burung
pada Manusia
64
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan 1 kasus tersangka flu burung yaitu panas ≥38oC, sesak
napas/sulit napas, sakit tenggorokan, batuk dan ada riwayat kontak
dengan unggas sakit/mati mendadak atau produk unggas dalam 7
hari.
Pengambilan Spesimen:
Spesimen sekret saluran napas, yaitu usap hidung (nasofarings) kiri
dan kanan dan usap tenggorok (orofarings).
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
65
spesimen berikutnya dapat dilakukan dalam selang waktu 1-2
hari.
d. Bilasan bronchoalveolar (aspirasi trakheal atau cairan pleural).
Setengah bagian cairan disenfrifus (dalam laboratorium BSL
2+) dan endapan selnya difiksasi dalam formalin. Sisa cairan
dimasukkan ke dalam botol steril bertutup ulir luar yang bagian
dalamnya terdapat cincin karet penahan agar tidak bocor.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
a. Pengambilan usap hidung dengan cara memasukkan lidi dacron/
poliester steril ke dalam lubang hidung sejajar dengan rahang atas,
biarkan beberapa saat agar cairan hidung terserap dalam dacron,
putar tangkai dacron 1-2x, berikan sedikit penekanan pada lokasi
yang diusap. Lakukan pada lubang hidung kiri dan lubang hidung
kanan. Segera masukkan spesimen usap hidung ke dalam vial
bertutup ulir (cryotube) berisi 2 ml media transpor Hank’s BSS +
antibiotika. Patahkan tangkai plastik hingga cryotube dapat ditutup
dengan rapat.
Pengambilan spesimen dilakukan setiap hari selama 3 hari berturut,
hingga hasil RT-PCR negatif pada 3x pemeriksaan berturut-turut.
-
Melakukan pelabelan pada cryotube berisi spesimen usap hidung,
usap tenggorok dan serum sesuai prosedur.
-
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24
jam).
-
Tetapi jika belum bisa langsung dikirimkan pada hari yang sama,
spesimen harus disimpan di dalam lemari pendingin 2-8oC kurang
dari 48 jam.
-
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
b. Pengambilan spesimen usap tenggorok dengan melakukan usapan
pada bagian belakang farings dan derah tonsil dan hindarkan
menyentuh bagian lidah. Segera masukkan spesimen usap
tenggorok ke dalam cryotube berisi 2 ml media transport Hank’s
BSS + antibiotika. Patahkan tangkai plastik hingga cryotube dapat
ditutup dengan rapat.
1. RT-PCR dengan menggunakan primer influenza yang sesuai.
c. Spesimen serum dimasukkan ke dalam cryotube dan tutup rapat.
Spesimen diambil pada saat fase akut dan jika memungkinkan,
pengambilan spesimen fase konvalesens diambil 10-14 hari
kemudian. Tetapi jika pasien sudah dalam fase kritis, pengambilan
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
2. Kultur virus jika hasil RT-PCR positif.
3. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) dengan darah kuda.
4. Sekuensing virus influenza.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
66
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
10. TERSANGKA CAMPAK
Penyakit campak atau Measles adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh infeksi virus campak dengan gejala panas, batuk,
pilek, radang mata, takut sinar dan rash, dengan komplikasi radang
selaput telinga dan bronchopneumonia. Penyakit campak terutama
menyerang pada anak balita. Penyakit ini ditularkan melalui saluran
pernapasan, yaitu melalui udara yang tercemar oleh virus campak
atau kontak dengan anak yang terinfeksi virus campak. Virus masuk ke
dalam saluran pernapasan anak kemudian berkembang biak dalam
kelejar limfe dan jaringan epitel mukosa. Virus dapat ditemukan di
cairan tubuh, air mata, throat swab (usap tenggorok), urine, dan darah.
Humoral antibodi (IgM) dapat dideteksi pada saat rash dan mencapai
puncaknya pada hari ke-10, sedangkan IgG terbentuk lebih lambat tapi
dapat bertahan lama. IgA juga dapat ditemukan pada cairan sekresi.
Spesimen untuk pemeriksaan isolasi virus campak adalah throat swab
atau urin anak, yang diambil 1 kali pada saat rash sampai 2 minggu
setelah rash. Spesimen paling baik diambil dalam waktu 14 hari setelah
gejala rash. Spesimen yang wajib diambil untuk investigasi KLB campak
adalah darah/serum untuk dilakukan pemeriksaan IgM antibodinya.
Dengan diketahui adanya IgM antibodi, berarti diagnostik terjadi “recent
infection” atau KLB yang terjadi benar disebabkan oleh virus campak.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
67
Penyakit campak dapat dicegah dengan vaksinasi. Ada 2 jenis vaksin
yang dipakai, yaitu vaksin campak hidup dan yang inaktif (mati). Saat ini
vaksin campak sudah digunakan oleh negara berkembang dan negara
maju untuk imunisasi rutin. Vaksin campak dapat juga dikombinasi
dengan vaksin untuk penyakit mump dan rubella, yaitu vaksin MMR.
Surveilans campak adalah satu-satunya cara untuk mendeteksi secara
dini adanya sirkulasi virus campak di masyarakat. Sejak tahun 2000,
pemerintah Indonesia telah melaksanakan program eliminasi virus
campak secara nasional dengan tujuan menurunkan kejadian KLB
campak. Strategi eliminasi campak yang dilaksanakan pemerintah
Indonesia adalah dengan peningkatan program imunisasi dan
investigasi KLB campak. Sejak tahun 2008, secara terbatas program
juga melakukan surveilans campak untuk provinsi tertentu yang
disebut dengan case base surveilans aktif campak.
68
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka Campak
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
69
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan 1 kasus pada anak-anak dengan gejala batuk, demam yang
tinggi setelah 1-2 hari dan fluktuatif (38-40oC) selama 5 hari, mata merah dan
berair, timbul bintik-bintik putih di bagian dalam mulut (bercak Koplik) selama
3-4 hari, kadang-kadang disertai diare, demam sangat tinggi di hari ke-5 dan
timbul bintik-bintik merah secara bertahap, mulai dari belakang telinga, leher,
dada ke bawah, tangan, kaki, muka, dan akhirnya ke sekujur tubuh dan sangat
gatal.
Pengambilan Spesimen:
•
Sedikitnya 1,5-2 ml serum dimasukkan ke dalam cryotube.
•
Usap tenggorok diambil dengan lidi dacron steril dengan tangkai
plastik, dan dimasukkan ke dalam cryotube yang berisi 1,5 ml
media transpor virus (Hank’s BSS + Antibiotika).
•
Diperlukan 10-50 ml urine dan ditampung pada wadah yang steril,
ditutup rapat lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diikat
kuat (saat yang optimal pengambilan sampel adalah hari 1-5 hari
timbulnya rash).
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
- Melakukan pelabelan pada tabung serum dan tabung berisi
spesimen usap tenggorok sesuai prosedur (no. epid, tanggal
demam, rash, dan tanggal ambil spesimen).
-
Masukkan serum ke dalam cryotube dan melakukan pelabelan.
-
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Spesimen harus dikirim dengan es (2-8oC) dengan maksimum lama
pengiriman 2 hari. Tuliskan alamat lengkap Laboratorium Rujukan
untuk campak pada box/styrofoam kontainer.
Spesimen boleh disimpan dalam lemari es (bukan freezer)
maksimum 7 hari sebelum diperiksa laboratorium.
70
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
•
Deteksi antibodi IgM spesifik Campak dengan teknik ELISA •
Kultur virus dari spesimen urin
•
RT-PCR bila diperlukan
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
71
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka Difteri
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
11. TERSANGKA DIPHTERI
Diphteri adalah suatu penyakit infeksi pernapasan yang disebabkan
oleh Corynebacterium diphtheriae, dapat menular dengan cepat dan
berpotensi menimbulkan wabah serta berakibat fatal.
Corynebacterium diphtheriae adalah bakteri berbentuk batang Grampositif pleomorf.
Penanganan spesimen harus dilakukan dalam Biosafety Cabinet Class
II. Corynebacterium diphtheriae dapat diisolasi pada Media cystein
selektif tellurite Agar Darah. Koloni berwarna kelabu atau hitam agak
berbau khas sesudah diinkubasi selama 24 jam diinkubator dengan
temperatur 37°C. Dengan pewarnaan khusus Neisser terlihat bakteri
berbentuk batang yang mempunyai granula metakromatik.
Lapor kepada dokter dengan segera bila dijumpai hasil yang positif
agar pasien segera diberikan anti diphteri serum (ADS).
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan 1 tersangka difteri dengan demam >38oC, gejala
laringitis, nasofaringitis, atau tonsilitis ditambah pseudo membrane
putih keabuan yang tidak mudah lepas dan mudah berdarah di faring,
laring, dan tonsil.
72
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pengambilan Spesimen:
•
Usap tenggorok dan nasofarings dengan menggunakan lidi kapas
steril, kemudian masukkan aplikator tersebut ke dalam tabung
steril berisi media transpor Amies pada suhu ruang.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
-
Melakukan pelabelan pada tabung sesuai prosedur.
-
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
-
Sampel segera dikirim ke laboratorium pemeriksa sebelum 24
jam.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
a. Spesimen usap tenggorok/usap nasofarings dikultur pada media
cystein selektif tellurite Agar Darah.
b. Corynebacterium diphtheriae dapat diisolasi dari koloni berwarna
kelabu atau hitam sesudah diinkubasi selama 24 jam diinkubator
dengan temperatur 37oC.
c. Dengan pewarnaan khusus Neisser dan Albert terlihat bakteri
berbentuk batang; bila dikultur dalam media Loeffler akan nampak
granula metakromatik.
Catatan: Penanganan spesimen harus dilakukan dalam Biosafety
Cabinet Class II.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
73
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
12. TERSANGKA PERTUSIS (BATUK REJAN)
Pertusis merupakan penyakit menular infeksi saluran napas yang
banyak menyerang anak-anak yang disebabkan oleh Bordetella pertusis
mengakibatkan batuk yang hebat dan berkepanjangan sampai sesak
napas dan dapat berakibat fatal.
Bordetella pertusis merupakan suatu bakteri berbentuk kokobasilus
yang bersifat Gram-negatif.
Ada tiga jenis Bordetella yang patogen terhadap manusia, yaitu
Bordetella bronchiseptica, Bordetalla pertusis, dan Bordetella
parapertusis.
74
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Tersangka Pertusis
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
75
Pengambilan Spesimen:
Bahan pemeriksaan untuk kultur B.pertusis adalah apusan nasofarings
dengan memasukkan lidi dacron kecil lewat hidung ke nasofarings
posterior dan membiarkannya selama 10-30 detik, kemudian tarik dan
langsung dimasukkan ke dalam tabung berisi medium transpor, yaitu
1% asam amino dalam phosphate buffered saline.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
•
Melakukan pelabelan pada tabung sesuai prosedur.
•
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
a. Pemeriksaan serologi
- Tes antibodi fluoresen langsung (DFA= direct fluoresent antibody)
pada apusan sekret nasofarings yang bermanfaat untuk diagnosa
cepat.
- Tes antibodi tidak banyak membantu diagnosis dini. Titer aglutinin
yang tinggi (>1:512) merupakan petunjuk infeksi baru.
b. Kultur bakteri
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan kasus pada anak-anak dengan batuk lebih dari 2
minggu disertai dengan batuk yang khas (terus-menerus/paroxysmal),
napas dengan bunyi “whoop” dan kadang muntah setelah batuk.
- Merupakan pemeriksaan baku emas (gold standard). Bordetella
pertusis merupakan bakteri yang sukar tumbuh (fastidious),
sehingga biakan negatif tidak menyingkirkan diagnosis Pertusis
terutama pada keadaan epidemi. Juga bila sudah diberikan
antibiotik sebelumnya akan menyebabkan hasil kultur negatif.
Angka isolasi bakteri paling tinggi pada masa 3-4 minggu awal
penyakit.
c. Polymerase chain reaction (PCR)
76
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
77
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka AFP
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
13. AFP (LUMPUH LAYUH MENDADAK)
AFP adalah suatu gejala dari beberapa penyakit-penyakit, termasuk
poliomyelitis, Guillain-Barre Sindrom, Transverse Myelitis, penyakitpenyakit neurologis lain, dan trauma.
Poliomyelitis adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi
virus Polio, mengakibatkan reaksi peradangan di dalam sistem saraf
pusat, sehingga menimbulkan kelumpuhan yang bersifat layuh (AFP =
Acute Flacid Paralyse). Spesimen harus ditangani secara aseptik dalam
biosafety cabinet kelas II. Spesimen harus dikirim ke laboratorium
rujukan untuk diagnosis.
Dua spesimen tinja (masing-masing 5-10 g) harus dikumpulkan dari
penderita yang dicurigai dengan interval 24 jam ke dalam pot tinja
yang bersih, steril dan kering. Spesimen dalam lemari pendingin
(2-8oC) tahan selama 2-3 hari (selama transportasi yang singkat) atau
dibekukan pada -20oC (tahan beberapa bulan).
Virus ini bisa juga diisolasi dari apus tenggorok atau CSF.
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan 1 kasus lumpuh layuh mendadak, bukan disebabkan
oleh ruda paksa/trauma pada anak < 15 tahun.
78
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
79
Pengambilan Spesimen:
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Pengambilan spesimen dilakukan 2x:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
a. Pertama: tinja (± 5-10 g) dikumpulkan dari penderita yang dicurigai
ke dalam pot tinja yang bersih, steril dan kering.
b. Kedua: spesimen tinja diambil lagi dari penderita yang sama
setelah 24 jam dari pengambilan yang pertama.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
14. KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES
-
Rabies atau penyakit anjing gila adalah suatu penyakit menular yang
menyerang sistem syaraf manusia dan binatang berdarah panas dan
berakibat fatal. Penyebabnya adalah single stranded RNA virus dari
golongan Rhabdoviridae. Semua spesimen harus dikumpulkan secara
hati-hati baik penanganan maupun pengirimannya dan harus sesuai
prosedur tetap.
Spesimen tinja dimasukkan ke dalam wadah pot yang bersih,
transparan dan kering, dengan sendok tertempel pada tutup
dan bertutup ulir diluar, segera dikirim ke Laboratorium Rujukan
Nasional Polio (Jakarta, Bandung, Surabaya) dalam cool box (2-8oC)
atau sebelum dikirim disimpan sementara dalam temperatur
(2-8oC). Pengiriman harus sampai ke laboratorium tidak boleh
lebih dari 3 hari.
-
Melakukan pelabelan pot tinja sesuai prosedur.
-
Spesimen dalam lemari pendingin (2-8oC) tahan selama 2-3 hari
(segera dikirimkan).
-
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
-
Tuliskan alamat lengkap Laboratorium Rujukan Nasional untuk
polio (Jakarta, Bandung, Surabaya).
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan spesimen AFP mengikuti SOP yang telah ditentukan oleh
pedoman dari WHO di laboratorium rujukan nasional untuk polio.
•
Pemprosesan spesimen
•
Isolasi dan identifikasi virus
•
Diagnosa ITD (Intratypic differentiation) polio virus: RT-PCR dan
Sekuensing
Gejala Stadium Prodromal (demam, mual, malaise/lemas), atau
kasus dengan gejala Stadium Sensoris (rasa nyeri, rasa panas disertai
kesemutan pada tempat bekas luka gigitan, cemas dan reaksi berlebihan
terhadap rangsangansensorik). Untuk pengambilan, penanganan dan
pemeriksaan spesimen rabies (hewan) dilakukan oleh Laboratorium
Veteriner. Apabila ditemukan kasus gigitan hewan terindikasi rabies
maka harus dilakukan koordinasi dengan dinas peternakan setempat
untuk pengambilan, penanganan dan pemeriksaan spesimen rabies
(hewan)
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan kasus gigitan hewan yang terindikasi rabies, yaitu kasus
gigitan hewan (anjing, kucing, tupai, monyet, kelelawar) yang dapat
menularkan rabies pada manusia.
Pengambilan Spesimen:
Pengambilan spesimen pada manusia tidak perlu dilakukan.
80
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
Penanganan spesimen pada manusia tidak perlu dilakukan.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
Untuk pemeriksaan sampel laboratorium hewan, harus dilakukan
koordinasi dengan balai laboratorium veteriner.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS. 15. TERSANGKA ANTHRAX
Penyakit anthrax merupakan penyakit yang endemis di daerah
peternakan dan pertanian. Di Indonesia penyakit antraks ditemukan
sejak tahun 1832 dan setiap tahun kasusnya bervariasi antara 20-55
kasus, dimana yang banyak dijumpai adalah anthrax kulit dan saluran
pencernaan.
Penularan anthrax pada manusia terjadi apabila endospora anthrax
yang bisa hidup sampai puluhan tahun masuk ke dalam tubuh
manusia melalui tiga cara, yaitu pertama bersentuhan dari hewan yang
terinfeksi atau produk hewan tersebut seperti kulit dan bulu, kedua
melalui pernapasan (inhalasi) dan ketiga dengan memakan hewan
yang terinfeksi anthrax.
Etiologinya adalah Bacillus anthracis, bakteri besar Gram positif,
bersifat aerob, berkapsul, non-motile, mempunyai kemampuan untuk
membentuk spora dan toksin, berukuran 1–1,5 µm hingga 3–10 µm,
non-hemolitik pada agar darah domba, tumbuh pada suhu 37oC dengan
gambaran seluler joint bamboo-rod dan membentuk gambaran koloni
curled hair yang unik.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Spesimen Anthrax
81
82
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan pasien dengan tersangka anthrax: Cutaneous/kulit,
Digestive/saluran pencernaan, atau Inhalasi/paru di Puskesmas/
RS dengan gejala: mual, pusing, muntah, tidak nafsu makan, suhu
badan meningkat, muntah berwarna cokelat atau hitam, buang air
besar berwarna hitam, sakit perut yang sangat hebat/melilit (setelah
mengkonsumsi daging yang terinfeksi anthrax; untuk anthrax saluran
pencernaan) atau lesi pada kulit berupa jaringan nekrotik berbentuk
ulsera yang ditutupi oleh kerak berwarna hitam, kering yang disebut
Eschar (pathognomonik). Jaringan di sekitarnya membengkak, dan lesi
gatal tetapi agak terasa sakit (setelah terkena daging yang terinfeksi
anthrax).
Pengambilan Spesimen:
a. Untuk pemeriksaan tersangka anthrax kulit:
Diambil usap/swab dari lesi di kulit dan dibuat apusan pada gelas
obyek (2-3 slide). Spesimen yang diambil:
• Stadium vesikuler  cairan vesikula yang belum pecah
• Stadium Eschar  jaringan di bawah Eschar dari bagian tepinya
• Stadium ulcer  usap bagian ulcus
b. Untuk pemeriksaan tersangka anthrax digestive:
Usap dari lesi di orofaring, usap dubur, tinja segar (5 gram) dalam
wadah steril.
c. Untuk pemeriksaan tersangka anthrax inhalasi:
Cairan pleura, cairan bronchial 1 ml dalam wadah steril.
d. Spesimen darah diambil sebelum diberikan terapi antibiotika.
Kurang lebih 5 ml darah vena diambil secara aseptik dengan syringe
atau VacutainerTM Serum sebisa mungkin langsung dipisahkan dari
darah (whole blood) kurang dari 60 menit. Tabung darah didiamkan
83
dahulu selama ± 30 menit pada suhu ruang agar serum terpisah
secara alami dari endapan darah untuk menghindari hemolisis,
kemudian tabung disentrifus. Kurang lebih 2-3 ml serum akan
dapat diperoleh dan dimasukkan ke dalam cryotube.
Spesimen darah 10 ml untuk kultur darah dimasukkan dalam
media pengaya kultur darah.
e. Cairan cerebrospinal 0,5 ml, dapat diambil bila terdapat gejala
meningitis.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
-
Pada spesimen usap/swab dimasukkan dalam media transpor
bakteri pada suhu ruang.
-
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24
jam) pada suhu 2-8oC.
-
Tetapi jika spesimen belum bisa langsung dikirimkan pada hari
yang sama, spesimen harus disimpan di dalam lemari pendingin
paling lama 2 hari pada suhu 2-8oC kecuali spesimen usap.
-
Melakukan pelabelan pada vial berisi serum/slide usap lesi kulit
sesuai prosedur.
-
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
Semua pemeriksaan harus dilakukan di laboratorium dengan fasilitas
minimum Biosafety Level II (BSL II). Pemeriksaan laboratorium untuk
menunjang diagnosis penyakit anthrax dilakukan :
a. Secara morfologis dengan pewarnaan Gram untuk spesimen lesi
kulit (Anthrax cutaneous/kulit).
b. Secara kultur-isolasi bakteriologik dan identifikasi agen penyebab.
84
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
c. Secara serodiagnostik (melalui uji Ascoli).
d. Dengan cara mengukur antibodi yang ada dalam serum penderita,
yaitu dengan teknik ELISA untuk kasus antraks pencernaan dan
anthrax inhalasi.
Untuk pemeriksaan sampel laboratorium hewan, harus dilakukan
koordinasi dengan balai laboratorium veteriner.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
16. TERSANGKA LEPTOSPIROSIS
Leptospirosis merupakan salah satu penyakit emerging zoonosis yang
tersebar luas di seluruh dunia, disebabkan oleh bakteri Leptospira sp.
Bakteri ini endemik pada hewan liar dan hewan peliharaan yang dapat
berperan sebagai reservoir, walaupun tikus dan jenis rodensia lainnya
merupakan hewan penular yang terpenting melalui sekresi urinnya.
Penularan ke manusia dapat terjadi melalui kontak dengan tanah,
tanaman, air yang terkontaminasi, atau tidak sengaja bersentuhan
dengan cairan tubuh hewan yang terkontaminasi. Melalui adanya luka/
lecet pada kulit atau membran mukosa, bakteri Leptospira sp masuk ke
dalam aliran darah.
Pada manusia, manifestasi klinis penyakit ini mirip dengan pada
dengue, riketsia, malaria dan hepatitis. Kriteria suspek dapat diketahui
dengan demam akut ≥38,5oC, dengan sakit kepala hebat disertai
myalgia, malaise, dan conjunctival suffusion dengan disertai kontak
atau terpapar faktor risiko. Gejala spesifik pada leptospirosis adalah
conjunctival suffusion, nyeri betis dan jaundis akut. Pada kasus yang
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
85
lebih berat dapat mengakibatkan gagal ginjal akut dan pendarahan
pada paru-paru. Ada 2 phase dalam perkembangan penyakit ini,
yaitu fase akut atau fase septikemik sekitar seminggu setelah infeksi,
diikuti oleh produksi antibodi pada fase imun. Diagnosis awal dan
kemampuan untuk membedakan leptospirosis dari penyakit-penyakit
lainnya sangat penting untuk mencegah perburukan yang berakibat
pada kematian.
Algoritma Pemeriksaan Tersangka Leptospirosis
86
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
87
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
Jika ditemukan kasus penyakit dengan gejala demam akut ≥38,5oC,
dengan atau tanpa sakit kepala hebat disertai myalgia, malaise, dan
atau conjunctival suffusion disertai kontak atau terpapar faktor resiko
(hewan terinfeksi atau lingkungan yang tercemar bakteri Leptospira
dalam 2 minggu sebelumnya).
•
Rapid diagnostic test (Lateral Flow) untuk melihat IgM (dilakukan 5
atau 6 hari setelah onset).
•
Kultur bakteri dan PCR.
Pengambilan Spesimen:
•
Spesimen darah diambil sebelum diberikan terapi antibiotika.
5-10 ml darah vena kasus dewasa diambil dengan menggunakan
syringe atau sistem VacutainerTM dan 3-5 ml darah vena anak-anak
menggunakan wing needle.
•
Darah langsung langsung diproses untuk menghasilkan serum.
Serum dialiquot ke dalam paling sedikit 2 cryotube untuk beberapa
jenis pemeriksaan laboratorium.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
•
Melakukan pelabelan pada cryotube berisi serum sesuai prosedur.
•
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24
jam) atau jika masih dalam proses menunggu, simpan pada 2-8oC
di lemari pendingin.
•
Tetapi jika belum bisa langsung dikirmkan pada hari yang sama,
spesimen sera harus disimpan di dalam freezer (-20oC) sebelum
dikirim ke laboratorium pemeriksa.
•
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Untuk konfirmasi dilakukan pemeriksaan MAT (microscopic
agglutination test) (gold standard) di laboratorium rujukan.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
17. TERSANGKA KOLERA
Kolera merupakan penyakit yang disebabkan oleh Vibrio cholera dan
ditandai oleh diare akut (lebih dari 10 kali dalam 24 jam) dengan
konsistensi tinja sangat cair seperti air cucian beras dan bau yang
sangat khas. Penyakit ini paling sering menimbulkan KLB/wabah di
Indonesia.
88
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka Kolera
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
89
Pengambilan Spesimen:
•
Tinja segar (stool) 2-3 gram, dimasukkan ke dalam wadah steril.
Usap dubur (rectal swab) menggunakan kapas lidi steril.
•
Usap dubur diambil dengan pasien dalam posisi Sim. Kapas lidi
steril dimasukkan ke dalam rektum, melewati sphincter, putar
secara perlahan, tarik dan langsung dimasukkan ke dalam tabung
berisi media transport Cary & Blair/Amies.
•
Selain itu, spesimen lingkungan dapat diambil seperti sumber air
yang dipakai untuk konsumsi. Dimasukkan ke dalam wadah steril.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan kasus penderita menjadi dehidrasi berat karena diare
akut cair secara tiba-tiba (biasanya disertai muntah dan mual), tinjanya
cair seperti air cucian beras.
•
Melakukan pelabelan pada wadah tinja dan tabung Cary & Blair/
Amies sesuai prosedur.
•
Spesimen tinja segar segera dikirim ke laboratorium pemeriksa
dalam waktu 2 jam (jika jarak laboratorium mikrobiologi
kabupaten/kota relatif dekat dan terjangkau dengan kendaraan
darat) di dalam cool box/styrofoam box.
•
Pada spesimen usap dubur, jika spesimen belum akan dikirim/
diperiksa pada hari yang sama, simpan tabung di dalam lemari es
(2-8oC) sampai saat akan dikirimkan ke laboratorium pemeriksa.
•
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
•
Pengiriman harus dilakukan dalam 1-3 hari.
90
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
a. Kultur bakteri Vibrio cholera.
b. Uji biokimia.
c. Uji serotipe Inaba, Ogawa, atau Non-O1 (seperti Vibrio cholera
0139).
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
18. KLASTER PENYAKIT YANG TIDAK LAZIM
Kewaspadaan dini (SINYAL) adalah kondisi ditemukannya tiga atau
lebih kasus/kematian dengan gejala sama di dalam satu kelompok
masyarakat/desa dalam satu periode waktu yang sama (kurang lebih
7 hari), yang tidak dapat dimasukkan ke dalam definisi kasus penyakit
yang lain.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
91
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Klaster Penyakit yang
Tidak Lazim
92
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
93
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
Jika ditemukan tiga atau lebih kasus/kematian dengan gejala sama
di dalam satu kelompok masyarakat/desa dalam satu periode waktu
yang sama (kurang lebih 7 hari), yang tidak dapat dimasukkan ke dalam
definisi kasus penyakit yang lain.
Pemeriksaan disesuaikan dengan gejala klinis dan hasil penyelidikan
investigasi.
Pengambilan Spesimen:
Pengumpulan spesimen klinis sebanyak mungkin jenis sampel yang
dapat diambil (swab, sputum, serum, CSF, tinja, urine, dll), dan
spesimen lingkungan yang relevan dengan gejala klinis dan data
epidemiologi.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
-
Bila gejala klinis dan data epidemiologi mengarah pada keracunan
makanan atau akibat zat kimia maka spesimen dari lingkungan
dapat diperiksa di laboratorium setempat. Bila belum mampu
untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium berdasarkan informasi
klinis dan data epidemiologi yang ada, maka spesimen dapat
dirujuk ke laboratorium rujukan nasional (Badan Litbangkes).
-
Melakukan pelabelan pada cryotube yang berisi spesimen sesuai
prosedur.
-
-
-
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
19. TERSANGKA MENINGITIS/ENCEPHALITIS
Merupakan radang meningen yang disebabkan oleh bakteri. Diagnosis
etiologi sangat penting untuk pengobatan pasien. CSF dari pasienpasien yang dicurigai menderita meningitis perlu segera diproses untuk
menentukan etiologik. Bakteri penyebab: Hemophilus influenzae type
b adalah yang paling umum penyebab meningitis pada anak-anak di
bawah 6 tahun. Di atas usia itu penyebabnya mungkin meningococcal
atau pneumococcal. Bakteri yang paling umum sebagai penyebab
meningitis akut adalah:
•
Streptococcus pneumoniae (concern WHO)
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24
jam).
•
Hemophilus influenzae (concern WHO)
•
Neisseria meningitidis (concern WHO) & concern SKDR 2012
Tetapi jika belum bisa langsung dikirmkan pada hari yang sama,
spesimen harus disimpan di dalam freezer (-20oC) sebelum dikirim
ke laboratorium pemeriksa.
•
Kelompok streptococci (S. agalactiae)
•
Staphylococcus sp.
•
E. coli (pada neonates)
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
94
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Virus penyebab:
•
Japanese encephalitis
Jamur penyebab:
•
Cryptococcus neoformans
Spesimen CSF harus ditangani dan diproses di dalam safety cabinet
untuk menghindari kontaminasi dan penularan oleh bakteri penyebab
menigitis. Semua organisme yang tumbuh pada biakan CSF adalah
patogen pada manusia dan berpotensi wabah bila tidak ditangani
dengan benar. Deteksi DNA dengan Polymerase Chain Reaction dari
spesimen CSF (PCR jika tidak ada pertumbuhan pada medium TI),
dapat dilakukan di Laboratorium Rujukan.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Pemeriksaan Tersangka Meningitis/Encephalitis
95
96
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
97
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
•
Melakukan pelabelan pada tabung sesuai prosedur.
•
Jika ditemukan peningkatan kasus bermakna secara statistik
dalam minggu tertentu, dengan gejala khas yang didahului:
•
•
Pada orang dewasa dengan demam yang tiba-tiba >38,5oC suhu
rektal atau 38oC suhu aksilar dan salah satu dari gejala berikut:
kaku kuduk, kesadaran menurun atau gejala meningeal lainnya.
•
Pada anak-anak/bayi dengan demam yang tiba-tiba >38,5oC suhu
rektal atau 38oC suhu aksilar dan salah satu dari gejala berikut: kaku
kuduk, atau leher yang tidak bisa digerakkan, tonjolan keluar di
bagian tengkorak (bulging fontanel), kejang, atau gejala meningeal
lainnya.
Spesimen yang sudah ditanam dalam medium TI segera dikirim
ke laboratorium pemeriksa sesegera mungkin dalam waktu 24 jam
karena kuman dalam spesimen CSF tidak dapat bertahan lama.
Kuman meningokokus sangat rentan terhadap suhu rendah, sama
sekali tidak dibenarkan menyimpan bahan pemeriksaan ini pada
lemari pendingin.
•
Untuk pemeriksaan virologis spesimen CSF minimal 0,5 ml, segera
dikirim ke Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan pada suhu
2-8oC maksimal 3 hari.
•
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
•
Pengiriman harus dilakukan dalam kurang dari 2 jam.
•
Spesimen CSF harus ditangani dan diproses di dalam safety cabinet
untuk menghindari kontaminasi dan penularan oleh bakteri
penyebab meningitis.
•
Serum dikirim pada suhu 2-8oC.
Pengambilan Spesimen:
•
Cairan Cerebro Spinal (CSF) diambil dengan metoda lumbal punksi
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ahli, secara aseptis,
sebanyak 0,5-1 ml.
•
Cairan langsung dimasukkan ke dalam 2 tabung steril yaitu:
-
Spesimen darah dapat diambil bila:
-
Terdapat kontra indikasi pengambilan spesimen CSF
Pewarnaan Gram dan pemeriksaan sitologi CSF.
-
Bila dicurigai terjadi bakteremia
•
Rapid latex test untuk mengetahui NmW135 (serogroup dari
Neisseria meningitides yang paling sering menyebabkan KLB) pada
fase awal KLB.
•
ELISA.
•
Kultur dengan media Trans-isolate (TI) dan serogrup.
•
Uji resistensi antibiotika.
Tabung tanpa media.
Diambil spesimen darah sebanyak 10 ml untuk dilakukan kultur. Serum
minimum 1 ml dapat diambil untuk pemeriksaan antibodi (Japanese
encephalitis).
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
•
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
Berdasarkan karakteristik dari CSF (bila keruh diperiksa ke arah bakteri,
bila bening ke arah virus).
-
•
Tabung berisi Trans-isolate (TI) media (media transport dan
media pertumbuhan).
Spesimen dapat langsung diperiksa di laborotarium sesegera
mungkin (kurang dari 1 jam) pada suhu ruang.
98
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
20. TERSANGKA TETANUS NEONATORUM
Tetanus neonatorum disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang
masuk ke dalam tubuh bayi, melalui tali pusat yang dipotong dengan
menggunakan alat yang tidak steril atau pada tali pusat yang dirawat
tidak steril. Awalnya bakteri masuk dalam bentuk spora. Kemudian
bila di daerah potongan tali pusat tidak mengandung oksigen yang
cukup, maka spora akan berkembang menjadi bentuk vegetatif yang
dapat menghasilkan racun neorotoksin (tetanospasm). Toksin bersifat
neurotropik menyerang sistem saraf yang dapat menyebabkan
kekakuan/ketegangan dan spasme otot. Kekakuan dimulai pada
tempat masuknya kuman atau pada otot yang kecil seperti otot pipi/
masseter disebut: trismus). Toksin tersebut dapat menghancurkan sel
darah merah dan merusak leukosit.
Jika toksin masuk ke sum-sum tulang belakang, maka terjadi kekakuan
yang makin berat pada anggota gerak, otot-otot bergaris di dada, perut
dan timbul kejang seluruh tubuh, jika toksin mencapai sistem saraf
pusat. Toksin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga
terjadi gangguan pada pernapasan, metabolisme, hemodonamika,
hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular,
penyempitan jalan napas, hipertensi, gangguan irama jantung, demam
tinggi, merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom, yang dulu
jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala
timbul.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
99
Penyakit tetanus neonatorum biasanya baru memperlihatkan gejalagejala tetanus pada hari ketiga setelah kelahiran. Hal ini disebabkan
karena adanya masa inkubasi tetanus yang umumnya antara 3-12
hari. Penyakit tetanus neonatorum terjadi mendadak dengan otot
yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam 48
jam penyakit menjadi nyata dengan adanya trismus. Tanda dan gejala
sebagai berikut:
a. Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum (karena tidak dapat
mengisap).
b. Mulut mencucut seperti mulut ikan.
c. Mudah terangsang dan sering kejang disertai sianosis.
d. Kaku kuduk sampai opistotonus.
e. Dinding Abdomen kaku, mengeras, dan kadang-kadang terjadi
kejang.
f. Dari berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah,
muka rhisus sardunikus.
g. Ekstermitas biasanya terulur atau kaku.
h. Tiba-tiba bayi sensitif terhadap rangsangan, gelisah dan kadangkadang menangis lemah.
i. Terjadi penurunan kesadaran.
Kewaspadaan Dini (SINYAL):
Jika ditemukan kasus bayi lahir hidup umur 3-28 hari sulit menyusu/
menetek, mulut mencucu, dan disertai dengan kejang rangsang.
Pengambilan Spesimen:
Tidak dilakukan pengambilan spesimen pada kasus tetanus
neonatorum, karena penegakan diagnosis cukup berdasarkan kondisi
klinis.
100
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
101
Algoritma Pemeriksaan Tersangka Tetanus
Tidak perlu
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
Tidak perlu
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindak lanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS. 21. TERSANGKA TETANUS
Tetanus adalah satu penyakit menular yang disebabkan oleh
neurotoksin (tetanospasmin) bakteri anaerob Clostridium tetani yang
ditandai oleh kejang otot (tidak disertai demam) di sekitar mulut,
rahang dan otot pernapasan sehingga kesulitan untuk dan bernapas.
Masa inkubasi antara 3-12 hari (rata-rata 8 hari) waktu dari timbulnya
gejala pertama sehingga terjadi kejang adalah 24-72 jam. Clostridium
tetani merupakan bakteri anaerob yang membentuk spora terminal
menyerupai bentuk tongkat, bersifat Gram positif. Spora resisten
terhadap pengeringan, panas, dan pasteurisasi yang tidak sempurna,
dapat dibunuh oleh autoclaving atau penggunaan larutan iodium 2%
atau gluteraldehyde selama 3 jam.
Kewaspadaan dini (SINYAL):
Jika ditemukan kasus dengan gejala kontraksi dan kekejangan otot
mendadak, dan sebelumnya ada riwayat luka.
102
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pengambilan Spesimen:
Spesimen luka diusap dengan lidi kapas steril atau diaspirasi dengan
syringe dan dimasukkan ke dalam tabung steril berisi Stuart’s media
transport atau 1 ml larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%) yang sudah
diinkubasi dalam gas pack jar > 4 jam untuk menghilangkan O2 atau
dalam thioglycolate broth.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
-
Spesimen tidak boleh terpapar di udara lebih dari 5 menit karena
tersangka bakteri penyebab infeksi bersifat anaerob.
-
Melakukan pelabelan pada cryotube berisi usap luka sesuai
prosedur.
-
Sesegera mungkin dikirim ke laboratorium pemeriksa (dalam 24
jam) pada suhu ruang.
-
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
Tetanus merupakan salah penyakit yang dapat ditegakkan dengan
diagnosis klinis. Tetapi jika diperlukan konfirmasi laboratorium, uji
sebagai berikut dapat dilakukan:
a. Isolasi dan identifikasi bakteri Clostridium tetani dengan metode
kultur bakteri pada agar darah.
b. Isolat bakteri kemudian diberi pewarnaan Gram untuk memastikan
morfologi sel vegetatif dan spora bakteri.
c. Uji biokimia.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
103
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS. (Sumber: Tetanus Laboratory Case Definition
(LCD) oleh The Public Health Laboratory Network)
22. ILI (INFLUENZA-LIKE-ILLNESS)
Influenza-like illness adalah penyakit gangguan pernapasan yang tidak
spesifik yang ditandai oleh demam, kelelahan fisik, batuk, dan gejala
lainnya yang umumnya sembuh adalam beberapa hari saja. Sebagian
besar kasus ILI bukan disebabkan oleh virus influenza melainkan virus
jenis lain seperti rhino virus dan respiratory syncytial virus, adenovirus,
dan virus-virus para influenza. Tetapi ILI dapat juga disebabkan oleh
beberapa jenis bakteri walaupun lebih jarang dibandingkan infeksi
oleh virus, seperti Legionella, Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma
pneumoniae, dan Streptococcus pneumoniae. Infeksi yang disebabkan
virus influenza, RSV, dan beberapa jenis bakteri merupakan penyebab
penting ILI karena infeksi ini dapat berakibat pada komplikasi yang
lebih berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Penyelidikan
terhadap kasus ILI harus menggunakan kombinasi data epidemiologi
dan data klinis (informasi tentang adanya kasus sejenis sebelumnya,
riwayat kontak, dll), dan jika perlu melakukan uji laboratorium untuk
menentukan penyebab pasti kasus ILI.
Untuk kewaspadaan dini, kriteria inklusi yang diterapkan adalah jika
ditemukan kasus dengan kondisi demam ≥38oC dan batuk dan/atau
sakit tenggorokan. Jika ada kasus dengan tambahan gejala lainnya,
seperti muntah, sakit persendian, dll, tetap dimasukkan ke dalam
kasus ILI sepanjang memenuhi kriteris inklusi tersebut di atas, kecuali
ada pembuktian laboratorium bahwa kasus tersebut bukan kasus ILI.
104
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Tersangka Influenza Like Illness (ILI)
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
105
tambahan gejala lainnya, seperti muntah, sakit persendian, dll, tetap
dimasukkan ke dalam kasus ILI sepanjang memenuhi kriteria inklusi
tersebut di atas, kecuali ada pembuktian laboratorium bahwa kasus
tersebut bukan kasus ILI.
Pengambilan Spesimen:
Spesimen sekret saluran napas, yaitu usap hidung (nasofarings) kiri
dan kanan dan usap tenggorok (orofarings).
a. Pengambilan usap hidung dengan cara memasukkan lidi dacron/
poliester steril ke dalam lubang hidung sejajar dengan rahang atas,
biarkan beberapa saat agar cairan hidung terserap dalam dacron,
putar tangkai dacron 1-2 x, berikan sedikit penekanan pada lokasi
yang diusap. Lakukan pada lubang hidung kiri dan lubang hidung
kanan. Segera masukkan spesimen usap hidung ke dalam vial
bertutup ulir (cryotube) berisi 2 ml media transport Hank’s BSS +
antibiotika. Patahkan tangkai plastik hingga cryotube dapat ditutup
dengan rapat.
b. Pengambilan spesimen usap tenggorok dengan melakukan usapan
pada bagian belakang farings dan derah tonsil dan hindarkan
menyentuh bagian lidah. Segera masukkan spesimen usap
tenggorok ke dalam cryotube berisi 2 ml media transport Hank’s
BSS + antibiotika. Patahkan tangkai plastik hingga cryotube dapat
ditutup dengan rapat.
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
Kewaspadaan dini (SINYAL):
Ditemukan peningkatan kasus (1,5 kali atau lebih dibadingkan rata-rata
kasus 3 minggu periode sebelumnya) dengan kondisi demam ≥38oC
dan batuk, onset demam tidak lebih dari 7 hari. Jika ada kasus dengan
•
Melakukan pelabelan pada cryotube sesuai prosedur.
•
Spesimen segera dikirim ke laboratorium pemeriksa dalam waktu
2 jam (jika jarak laboratorium mikrobiologi kabupaten/kota relatif
dekat dan terjangkau dengan kendaraan darat) di dalam cool box/
styrofoam box.
106
•
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Jika spesimen belum akan dikirim/diperiksa pada hari yang sama,
simpan tabung di dalam lemari pendingin 2-8oC sampai saat akan
dikirimkan ke laboratorium pemeriksa.
•
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
•
Pengiriman harus dilakukan dalam 1-3 hari.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
1. RT-PCR untuk deteksi virus influenza.
2. Isolasi virus influenza dengan kultur.
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
107
23. TERSANGKA HFMD (HAND, FOOT, AND MOUTH DISEASE)
Hand-foot-mouth disease (HFMD) adalah penyakit yang umum pada
bayi dan anak-anak di bawah 10 tahun, walau usia dewasa juga bisa
berisiko terjangkit dari binatang peliharaan maupun tertular orang
yang sedang sakit. Penyebabnya adalah Enterovirus yang tergolong
famili picornavirus yang memiliki 67 serotipe manusia, 3 serotipe
poliovirus, 23 serotipe Coxsackie virus A, 6 serotipe Coxsackie virus B,
31 serotipe Echovirus dan Enterovirus 68 sampai 71. Namun, penyebab
yang paling sering ditemukan adalah Coxsackie virus A16. Penyebab
yang menimbulkan KLB adalah Enterovirus 71.
Penyakit ini sudah menyebar ke seluruh dunia dan menjadi penyebab
serius dari aseptic meningitis dan febris yang tidak diketahui
penyebabnya pada bayi-bayi yang baru lahir. Periode inkubasi berkisar
antar 3 sampai 6 hari. Virus paling banyak ditemukan di tenggorokan
dan dapat diisolasi dari tinja, karena umumnya cara penularan
entrovirus adalah melalui jalur fekal-oral. Kontak dengan bahan
terinfeksi yang berasal dari lendir tenggorokan, hidung, saliva dan
cairan luka lepuh, bahkan tinja, merupakan jalur transmisi yang sering
terjadi. Infeksi yang terjadi pada minggu pertama adalah yang paling
mudah menular.
Gejala umum HFMD adalah demam, sakit kepala, hilangnya nafsu
makan, sakit tenggorokan, ruam berupa makulopapular/vesikel di
telapak tangan, kaki, daerah yang tertutup pampers (pada bayi) yang
sakit jika kena sentuhan. Jika diperiksa lebih saksama, terdapat luka
seperti sariawan yang memerah di dalam area mulut, tenggorokan,
lidah dan tonsil. Umumnya HFMD dapat sembuh dengan sendirinya
tanpa perawatan medis yaitu antara 7-10 hari, tetapi attack ratenya
dapat mencapai 100% di kalangan anak-anak.
108
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Algoritma Pemeriksaan Laboratorium Tersangka Hand Food and
Mouth Disease (HFMD)
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
109
Kewaspadaan dini (SINYAL):
Ditemukan kasus dengan kondisi demam 38-39oC dalam 3-7 hari, nyeri
telan, nafsu makan turun, muncul vesikel di rongga mulut dan atau
ruam di telapak tangan, kaki dan bokong. Biasanya terjadi pada anak
dibawah 10 tahun.
Pengambilan Spesimen:
•
Pengambilan spesimen dilakukan di fasyankes.
•
Tinja (stool) 2-3 gram, dimasukkan ke dalam wadah steril.
•
Usap dubur (rectal swab) menggunakan dacron/kapas lidi steril
dengan tangkai plastik. Usap dubur diambil dengan pasien dalam
posisi Sim. Kapas lidi steril dimasukkan ke dalam rektum, melewati
sfingter, putar secara perlahan, tarik dan langsung dimasukkan ke
dalam tabung berisi media transport VTM.
•
Vesikel swab diambil dengan lidi dacron steril pada vesikel, biarkan
beberapa saat agar cairan hidup terserap dalam dacron, putar
tangkai dacron 1-2x, berikan sedikit penekanan pada lokasi yang
diusap, dimasukkan dalam cryotube/tabung berisimedia transport
virus (VTM)
•
Usap tenggorok diambil menggunakan lidi dacron steril dengan
tangkai plastik, dan dimasukkan ke dalam cryotube yang berisi
media transport virus (VTM).
Penanganan dan Pengiriman Spesimen:
•
Spesimen dikirimkan ke laboratorium rujukan Badan Litbangkes
untuk dilakukan pemeriksaan.
•
Jika spesimen akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi/kurir,
pastikan spesimen dipersiapkan terlebih dahulu sesuai prosedur.
110
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
•
Spesimen segera dikirim ke laboratorium pemeriksa dalam waktu
2 jam (jika jarak laboratorium mikrobiologi kabupaten/kota relatif
dekat dan terjangkau dengan kendaraan darat) di dalam cool box/
styrofoam box.
•
Jika spesimen belum akan dikirim/ diperiksa pada hari yang sama,
simpan cryotube/tabung di dalam lemari es (2-8oC) sampai saat
akan dikirimkan ke laboratorium pemeriksa.
•
Pengiriman harus dilakukan sesegera mungkin dalam waktu 1-2
hari pada 2-8oC, menggunakan cool box/styrofoam box.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium:
•
Isolasi virus.
•
Deteksi RNA dengan RT-PCR dilakukan di Laboratorium Rujukan
(Badan Litbangkes).
Pelaporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk
ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, Subdit Surveilans, dan subdit terkait Ditjen P2PL
melalui fax/e-mail/pos/SMS.
***
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
111
V
MANAJEMEN
LABORATORIUM
A. Peningkatan Kapasitas Laboratorium
Dalam pelaksanaan pemeriksaan laboratorium penyakit yang
berpotensi KLB/wabah, diperlukan peningkatan kapasitas
laboratorium yang bermutu mulai dari ketersediaan sarana, prasana,
alat, SDM, reagen dan bahan habis pakai, serta metode pemeriksaan
sesuai dengan epidemiologi penyakit di wilayahnya masing-masing.
Biaya operasional untuk mendukung penanggulangan penyakit
yang berpotensi KLB/wabah mulai dari pengambilan, penanganan,
pengiriman sampai pemeriksaan sampel termasuk kebutuhan alat
dan bahan harus terintegrasi dalam perencanaan laboratorium dan
dapat diajukan ke pemerintah daerah setempat.
B. Pengembangan Jejaring
Kemampuan setiap laboratorium dalam melakukan pemeriksaan
penyakit berpotensi KLB/wabah tidak sama, maka diperlukan sistem
rujukan dalam jejaring laboratorium. Dinas Kesehatan kabupaten/
kota dan provinsi harus mengetahui kemampuan laboratorium
yang ada di wilayahnya sehingga dapat menjalankan sistem rujukan
secara berjenjang. Alur rujukan pemeriksaan mulai dari laboratorium
Puskesmas, laboratorium RS, laboratorium kabupaten/kota,
laboratorium provinsi, maupun ke laboratorium rujukan nasional
tertentu yang sesuai dengan jenis penyakitnya.
112
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
C. Jaminan Mutu dan Keamanan Laboratorium
Laboratorium harus memastikan bahwa pelayanannya bermutu
terhadap pasien, ketepatan dan pelaporan yang cepat. Suatu
laboratorium harus mempunyai program jaminan mutu yang dirancang
untuk memonitor dan mengevaluasi mutu dan hasil pemeriksaan yang
memadai. Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan metode standar
dalam pengambilan, pengiriman, dan pengolahan bahan pemeriksaan.
Reagen yang baik (tidak kadaluarsa) dan peralatan yang berfungsi
dengan baik sangat perlu untuk diperhatikan.
D. Pengendalian Mutu
Pengendalian Mutu merupakan pemantauan aktivitas laboratorium,
merupakan suatu proses mulai dari pre-analitik, dengan menilai
kesegaran, mutu dan kecukupan dari spesimen-spesimen melalui
informasi tentang pengambilan, pengiriman dan metoda analisis
sampai pada post-analitik memberikan hasil pemeriksaan bermutu
dan dapat dipertanggungjawabkan.
E. Indikator Kinerja
Indikator kinerja laboratorium untuk SKDR adalah sebagai berikut:
1. Laboratorium harus mampu untuk menyeleksi bahan pemeriksaan
serta mengidentifikasi spesimen yang tepat.
2. Penggunaan tanda terima dari laboratorium untuk meminta hasil
analisis.
3. Pengembangan SOP.
4. Tata ruang, lingkungan dan jumlah pegawai laboratorium yang
memadai.
5. Pelatihan dan upgrading berkelanjutan bagi keterampilanketerampilan karyawan.
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
113
6. Pengawasan pekerjaan sehari-hari, evaluasi pegawai secara
berkala, validasi pemeriksaan laboratorium
7. Kemampuan laboratorium dalam memonitor dan mengevaluasi
penampilan secara keseluruhan dengan cara memberikan bahan
pemeriksaan yang sama kepada analis sebagai bahan pemeriksaan
kedua atau dikirim ke laboratorium lain.
8. Pembuangan bahan pemeriksaan yang tepat.
9. Penggunaan prosedur-prosedur yang aman di dalam laboratorium
dan pengembangan rencana penanganan terhadap percikan,
kebakaran, dan kasus-kasus darurat lainnya.
10. Pengendalian mutu internal dan eksternal laboratorium.
• Pengendalian mutu internal termasuk pemantauan
mutu media, reagen, kalibrasi peralatan dan mutu hasil
pemeriksaan.
• Dokumentasi pengendalian mutu sama pentingnya dengan
kinerja laboratorium.
• Aktivitas pengendalian mutu eksternal termasuk pemeriksaan
berkala oleh Badan yang bertanggung jawab untuk akreditasi
laboratorium dan proficiency tesing.
11. Tanggung jawab untuk monitoring efektivitas pelayanan
laboratorium termasuk pemeriksaan nosokomial infeksi, sterilisasi
ruang dan peralatan operasi, bank darah, serta pelayanan dialisis.
F. Data Manajemen
Data manajemen termasuk sistem pencatatan, sistem pelaporan,
penyimpanan dokumen pencatatan dan pelaporan maupun spesimen
pemeriksaan, serta prosedur-prosedur yang digunakan dan hasil
pemeriksaan adalah sangat penting. Dokumen harus mencakup
seluruh aktivitas laboratorium, sistem pencatatan dan pelaporan
114
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
serta sistem arsiparis. Dokumen pencatatan prosedur pemeriksaan,
uji mutu serta kalibrasi peralatan harus dievaluasi setiap tahun dan
diperbaharui, walaupun tidak terdapat perubahan. Sistem Informasi
kearsipan dan penyimpanan serta pemusnahan spesimen serta bahan
lainnya perlu terus dikembangkan.
***
115
VI
PENUTUP
Dalam pengendalian penyakit menular terutama untuk penyakit
yang berpotensi wabah memerlukan sistem yang baik untuk dapat
mendeteksi sinyal/peringatan dini adanya ancaman terjadi KLB. Bila
KLB dapat dicegah, maka biaya untuk menangani masalah penyakit
dapat berkurang. Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon memerlukan
kerjasama antara Dinas kesehatan maupun puskesmas serta dukungan
dari laboratorium dengan kapasitas yang memadai. Diperlukan juga
koordinasi antara petugas laboratorium yang mendukung sistem ini
dengan petugas surveilan dalam mendeteksi dan menanggapi indikasi
KLB. Pengetahuan tentang gejala penyakit, kemampuan petugas dalam
pengambilan, penanganan spesimen yang baik, serta pemeriksaan
laboratorium yang bermutu dan sesuai dengan prosedur akan sangat
menentukan status dari sinyal/peringatan dini suatu penyakit yang
ada. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah
Untuk Laboratorium Rujukan yang direkomendasikan WHO dapat
diterapkan dalam rangka penguatan jejaring laboratorium penyakit
berpotensi wabah serta penanganan sinyal untuk mencegah terjadinya
KLB.
***
116
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Berpotensi Wabah Dalam Mendukung Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015
117
KEPUSTAKAAN
1. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium
Pelayanan Medik, Depkes RI, 2003.
Mikrobiologi,
Ditjen
7. Pedoman Pengamanan Virus Polio Liar di Laboratorium, Ditjen
Bina Pelayanan Medik, Depkes RI, 2009.
2. Pedoman Pemeriksaan Mikrobiologi untuk Pencegahan Infeksi di
Sarana Kesehatan, Ditjen Pelayanan Medik, Depkes RI, 2005.
8. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar
Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan, Ditjen P2PL, 2011.
3. Pedoman Jejaring Pelayanan Laboratorium Kesehatan, Ditjen
Pelayanan Medik, Depkes RI, 2006.
9. Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus, Ditjen PP&PL, Kemenkes
RI, 2012.
4. Pedoman Penanganan Spesimen Tinja pada Kasus Acute Flaccid
Paralysis, Ditjen Bina Pelayanan Medik, Depkes RI, 2007.
10. Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Ditjen P2PL,
Kemenkes RI, 2012.
5. Pedoman Praktik Laboratorium Kesehatan yang Benar, Ditjen Bina
Pelayanan Medik, Depkes, 2008.
11. Algoritma Diagnosis Penyakit dan Respon Serta Format Penyelidikan
Epidemiologi, Ditjen P2PL, Kemenkes RI, 2012.
6. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Ditjen Bina Pelayanan
Medik, Depkes RI, 2009.
12. Pedoman Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon, Ditjen P2PL,
Kemenkes RI, 2012.
***
Download