1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.1.1
University Partnership Program
Mahasiswa akan menghadapi dunia kerja selepas menjalani perkuliahan.
Mahasiswa hendaknya memiliki kemampuan teoritis dan aplikatif dalam persiapan
menghadapi dunia kerja. Kemampuan teoritis didapatkan semasa perkuliahan
sedangkan kemampuan aplikatif didapatkan melalui kegiatan-kegiatan praktikum
di laboratorium untuk mendukung teori-teori yang telah diterima saat perkuliahan.
Namun, kegiatan praktikum di laboratorium sangat terbatas dikarenakan lebih
membahas dasar-dasar yang mendukung teori konseptual di perkuliahan. Kegiatan
praktikum kurang memberikan kemampuan aplikatif secara menyeluruh.
Salah satu konsep lain untuk meningkatkan kemampuan aplikatif adalah dengan
kegiatan magang di sebuah perusahaan. Dengan melakukan magang, mahasiswa
dapat mengetahui bagaimana aplikasi dari ilmu dalam perkuliahan (teori dan
praktik). Pada kenyataannya, apa yang ada di lapangan tidak ideal sepenuhnya
dibandingkan dengan teori. Selain itu, mengikuti magang merupakan salah satu
pilihan yang dapat dipilih dalam menyelesaikan Tugas Akhir pada Departemen
Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada.
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak bumi di dunia. Salah satu
perusahaan yang melakuakan eksplorasi minyak bumi di Indonesia adalah PT
Chevron Pacific Indonesia (PT CPI). PT. CPI merupakan salah satu perusahaan
produsen minyak terbesar di Indonesia. PT CPI memiliki kontribusi yang baik
dengan dunia pendidikan. Salah satu program kerja sama dengan universitas
(khususnya dengan Universitas Gadjah Mada) adalah University Partnership
Program (UPP). Program UPP memiliki beberapa program kerja sama dengan
universitas, salah satunya adalah UPP Internship.
1
Pada program UPP Internship mahasiswa diseleksi berdasarkan aptitude,
wawancara, dan kesehatan. Pada program Internship mahasiswa akan ditempatkan
pada satu posisi pekerjaan sesuai dengan kebutuhan bisnis PT CPI. Laporan tugas
akhir ini merupakan salah satu topik dari pekerjaan selama UPP Internsip. Penulis
mendapat kesempatan menjadi Facility Engineer pada Project Team di Departemen
Power Generation and Transmission, Duri, Riau. Facility Engineer memiliki
tanggung jawab untuk memastikan semua sistem peralatan penunjang produksi
berjalan dengan baik. UPP Internship UGM berlangsung pada tanggal 28 Juni 2015
sampai 28 September 2015.
Dalam menjalankan kegiatan operasi yang dilakukan oleh PT.CPI seperti
penggunaan pompa angguk, ESP (Electrical Submersible Pump), maupun fasilitas
produksi lainnya, dibutuhkan energi listrik dalam jumlah yang cukup besar. Untuk
memenuhi kebutuhan ini, PT. CPI memiliki departemen khusus yang menangani
sistem kelistrikan yang meliputi pembangkitan, transmisi, serta distribusi listrik.
Departemen terkait yang mengurusi energi listrik yang diperlukan adalah
Departemen Power Generation and Transmission.
1.1.3
Struktur Organisasi Power Generation and Transmission
Gambar 1. 1 Struktur Organisasi PGT
2
Dalam struktur organisasi perusahaan, PGT termasuk salah satu departemen yang
bernaung dibawah Support Operation SBU. Adapun Struktur Organisasi PGT
dapat dilihat pada Gambar 1.1. Sejalan dengan misi yang digariskannya, PGT
memiliki misi yaitu : “Menyediakan tenaga listrik dan menghasilkan uap melalui
pemanfaatan panas dari gas buang turbin untuk mendukung kebutuhan RG&SBU
dan lainnya dengan menjunjung tinggi kepentingan pelanggan, pengendalian mutu
terpadu serta keselamatan, kesehatan, dan lingkungan kerja”. Dalam menjalankan
pengoperasian sehari – hari, PGT memiliki subbagian seperti pada Gambar 1.2.
Gambar 1. 2 Sub Bagian PGT
Reliability Equipment Maintenance (REM)
Merupakan divisi yang bertanggung jawab dalam hal mempertahankan keandalan
peralatan yang terdapat di PT. CPI departemen PGT untuk meningkatkan kinerja
perusahaan. Dalam rangka menjalankan tugasnya, tim ini dibagi lagi menjadi
beberapa unit, yaitu :
a. PGT Maintenance North
Merupakan bagian dari divisi REM yang bertugas dalam merawat peralatan dan
equipment PGT di area SMO bagian utara seperti Duri, Libo, Bekasap, Bangko,
Balam, dan Dumai. PGT Maintenance North terbagi lagi ke dalam beberapa unit
pekerjaan.
b. PGT Maintenance South
3
Bagian dari divisi REM yang bertugas sama dengan Maintenance North. Hanya
saja daerah kerja dari divisi ini melingkupi area SMO bagian selatan seperti Minas,
Rumbai, dan Petapahan.
c. Project
Merupakan divisi yang bertugas mengerjakan project capital dan operational budget
seperti membangun jaringan dan substation baru.
d. Turnaround (TAR)
Bagian dari REM yang bertugas untuk melakukan pekerjaan perawatan peralatan
terencana untuk jangka waktu yang panjang. Umumnya peralatan – peralatan yang
akan dilakukan oleh TAR memiliki jangka waktu lima tahun. Contohnya adalah
substation dan turbin overhaul.
e. Reliability (REL)
Merupakan satuan unit kerja dari REM yang bertugas untuk mempelajari,
memprediksi dan memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kehandalan
peralatan di PGT.
1.1.4
Sistem Kelistrikan PT. Chevron Pacific Indonesia
PT CPI merupakan perusahaan minyak yang menggunakan pembangkit listrik
sendiri untuk mendukung kegiatan operasi yang ada. PT CPI sendiri menggunakan
tenaga gas untuk membangkitkan tenaga listrik. Adapun hal-hal yang mendorong
penggunaan gas adalah waktu starting yang cepat dan ketersediaannya di alam yang
merupakan produk sampingan dari penambangan minyak bumi.
Generator adalah peralatan yang berfungsi sebagai pembangkit tenaga listrik.
Generator tersebut membutuhkan pengerak mula (prime over), seperti mesin
diesel, turbin uap, turbin gas, mesin hidro dan sebagainya. PT.Chevron Pacific
Indonesia menggunakan turbin gas sebagai prime over, karena perusahaan ini juga
memproduksi gas alam. Kapasitas dari turbin gas adalah 8 MW sampai 33 MW.
Kebutuhan tenaga listrik PT. CPI saat ini dilayani oleh empat unit pembangkit
listrik, yaitu:
4
 Minas Gas Turbin (MGT) dengan total daya 232 MW
MGT terdiri atas 11 gas turbin dengan kapasitas masing-masing:
- GT 1-5
=
14 MW
- GT 6-8
=
21 MW
- GT 9-11
=
33 MW
 Central Duri Gas Turbin (CDGT) dengan total daya 105 MW
Terdiri atas 5 gas turbin dengan kapasitas masing-masingnya 21 MW
 Duri Gas Turbin (DGT) dengan total daya 21 MW
 North Duri dengan total daya 300 MW
Terdiri atas 3 gas turbin dengan daya masing-masing 100 MW
Keseluruhan daya yang dibangkitkan oleh generator-generator tersebut mencapai
658 MW. Sedangkan beban yang dilayani saat ini adalah sekitar 440-470 MW.
Sistem pembangkit listrik di PT. Chevron Pacific Indonesia menggunakan
frekuensi sebesar 60 Hz. Hal tersebut berbeda dengan frekuensi yang digunakan
PLN yakni sebesar 50 Hz. Selain cadangan diam (standby), PT. Chevron Pacific
Indonesia juga memiliki cadangan berputar (spinning reserve).
1) Sistem Transmisi PT. Chevron Pacific Indonesia
Sistem transmisi digunakan untuk menyalurkan energi listrik dari pembangkit ke
pusat beban. Sistem transmisi yang digunakan oleh PT. Chevron Pacific Indonesia
diantaranya adalah:
1. 230 kV
Terdiri dari sirkuit ganda yang menghubungkan North Duri Switching Yard
ke Kota Batak Junction (KBJ). Saluran ini dibangun pada tahun 1998.
2. 115 kV
5
Saluran sepanjang 700 km ini menghubungkan trafo pembangkit ke
switching yard dan gardu induk serta antar switch yard di dalam area kerja
PT. Chevron Pacific Indonesia.
3.
44 kV
Sepanjang 105 km menghubungkan Central Duri ke Petani, Rangau dan
Pematang. Selain itu juga menghubungkan Minas ke North Rumbai, East
Rumbai, dan South North Duri ke Dumai.
2) Sistem Distribusi PT. Chevron Pacific Indonesia
Sistem distribusi merupakan sistem penyaluran listrik setelah dari pembangkit yang
melalui gardu-gardu induk ke konsumen. PT CPI memiliki sistem distribusi dengan
level tegangan :
1. 13.8 kV sepanjang 1742 km
2. 4.16 kV sepanjang 50 km
Tegangan diturunkan kembali untuk konsumsi kantor dan perumahan , yaitu
menjadi level tegangan 110 V fase ke netral dan 220 V fase ke netral.
3) Sistem Interkoneksi PT. Chevron Pacific Indonesia
Untuk meningkatkan realibility (keandalan) sistem tenaga listrik yang ada di PT
CPI, maka dibuatlah sistem interkoneksi. Dengan adanya sistem ini, apabila ada
beban yang kekurangan daya maka dapat disuplai oleh pusat pembangkit yang lain
dalam cakupan interkoneksi tersebut.
Sejalan dengan pertumbuhan beban yang terus meningkat, maka telah dibuat sistem
interkoneksi dengan 230 kV dari pembangkit co-generation (cogen) di North Duri
menuju Kota Batak Junction (KBJ), dimana pada KBJ tegangannya diturunkan
menjadi 115 kV. Interkoneksi inilah yang menghubungkan KBJ dengan pusat-pusat
beban di wilayah Pungut, Libo, Kota Batak, New Kota Batak, Petapahan, Suram,
dan South Rumbai (setelah level tegangannya diturunkan).
6
KBJ juga terhubung ke pusat pembangkit wilayah Duri. Pembangkit yang
terhubung dengan Duri terinterkoneksi juga dengan daerah North Duri yang
akhirnya menghubungkan Dumai lewat jaringan radial. Dari Central Duri dan Duri
terhubung ke pusat beban, yaitu Batang, Sintong, Bangko, Nella, Pinang, S. Balam,
Menggala, Rokan, Pematang Main (Petani, Rangau, Pematang) (Gambar 1.3).
Gambar 1. 3 GIS Earth Sistem Interkoneksi PT. CPI (Sumber: PGT)
7
1.1.5 Kasus: Hazard of Motion pada 115kV Transmission Line
PT. Chevron Pacific Indonesia memiliki jaringan listrik tegangan 115kV yang
tersebar untuk jalur transmisi suatu daerah ke daerah lain. Jalur transmisi
merupakan line penghubung antara trafo pembangkit ke substation, trafo
pembangkit ke switching yard, dan antar switching yard. Line 115kV pada
umumnya berdampingan dengan jalan umum lalulintas padat. Line yang beriringan
dengan jalan umum lalulintas padat memiliki risiko yang tinggi terhadap hazard of
motion (bahaya pergerakan).
Banyak terjadi kasus Double pole yang tertabrak. Salah satu kecelakaan terjadi pada
tanggal 12 September 2014 adalah struktur transmisi 115kV Batang-Sintong,
Ujung Tanjung, Bangko.
Foto yang menggambarkan situasi Double pole STG 52 sesaat setelah terjadi
kecelakaan dapat dilihat pada Gambar1.4.
Gambar 1. 4 Kondisi Sesaat Double pole STG 52 Tertabrak
(Sumber: Ismardi-RW)
8
Tiang bawah pada struktur Double pole menerima beban impak dalam ukuran yang
cukup besar (Kendaraan truk berat maksimum 30 Ton), yang diperkirakan memiliki
kecepatan maksimum 60 km/jam. Hal tersebut mengakibatkan melengkungnya
double pole bagian bawah, berdampak juga pada struktur atas (cross arm) pada
suatu double pole.
Foto hasil survei lapangan yang menggambarkan perubahan situasi cross arm
setelah terjadi tabrakan dapat dilihat pada Gambar 1.5 dan Gambar 1.6. Struktur
cross arm pada kondisi normalnya dapat dilihat pada Gambar 1.7.
Gambar 1. 5 Cross Arm Akibat Struktur Bawah yang Melengkung 2
Gambar 1. 6 Cross Arm Akibat Struktur Bawah yang Melengkung 1
9
Gambar 1. 7 Struktur Cross Arm pada Kondisi Normal
I.1.6
Peranan Struktur Transmisi STG 52
Peranan suatu struktur transmisi sangat dipengaruhi oleh seberapa strategisnya letak
dari struktur transmisi tersebut. Sudah disebutkan sebelumnya bahwa STG 52
berada pada Line Batang-Sintong. Diagram yang menggambarkan posisi dari
double pole STG 52 dapat diilustrasikan sebagai berikut.
STG 52
Gambar 1. 8 One Line Diagram
Gambar 1.8 menggambarkan STG 52 merupakan penghubung daya yang berasal
dari Central Duri (CD) dan North Duri (ND) sampai Gardu Sintong yang diteruskan
ke Gardu Bangko, Gardu Nella, Gardu Pinang, dan Gardu Balam. Kondisi lapangan
saat ini Gardu Menggala dan Ketigul mendapat asupan daya melalui Gardu Sintong,
10
sehingga line Batang-Sintong merupakan line satu-satunya yang menyediakan
asupan daya untuk keenam gardu tersebut.
Adapun 2 (dua) area produksi yang memakai asupan daya tersebut adalah Area
Produksi Bangko dan Area Produksi Balam. Tabel 1.1 tersedia data terkait produksi
minyak per hari untuk setiap area produksi pada Sumatera Light Oil:
Tabel 1. 1 Produksi Sumatra Light Oil berdasarkan Area
Daerah Operasi
Minas Area 1
Minas Area 2
Minas Area 3
Minas Area 4
Minas Area 5
Minas Area 6
Petapahan Kotabatak
Bangko
Balam
Bekasap
Total
Rata-Rata
Produksi
(barrel / hari)
14,847
7,326
9,700
7,016
7,426
4,915
21,680
24,000
26,000
26,000
148,910
(Sumber: SLO Daily Report)
Struktur pada kondisi yang telah tergambarkan sebelumnya sudah tidak maksimal
lagi dalam menahan setiap beban yang ada. Kemungkinan terburuknya merupakan
kegagalan kedua struktur baja tersebut (struktur bawah ataupun struktur cross arm).
Seperti yang diketahui suatu struktur akan gagal dimulai titik terlemahnya.
Pada saat STG 52 mengalami kegagalan struktur, maka yang akan terjadi adalah
tidak adanya asupan daya menuju Area Produksi Bangko dan Area Produksi Balam.
Tabel 1.1 menyebutkan bahwa Area Produksi Bangko dan Balam mencapai 50.000
barrel per hari. Angka tersebut sekitar 34% dari seluruh produksi Sumatera Light
Oil yang dimiliki oleh PT. Chevron Pacific Indonesia.
11
1.1.7
Departemen OE/HES PT. Chevron Pacific Indonesia
Occupational Excellence/Health, Environment, and Safety (OE/HES) merupakan
salah satu kebijakan yang dibuat PT. Chevron Pacific Indonesia untuk menunjang
terpenuhinya nilai-nilai dan tujuan perusahaan. PT. Chevron Pacific Indonesia
juga turut berperan aktif dalam kebijakan yang menyangkut lingkungan hidup dan
lingkungan kerja.
a. Health (Kesehatan)
Dalam hal kesehatan PT. CPI memiliki tanggung jawab untuk menjamin
lingkungan secara fisik yang baik sehingga tidak memberikan dampak buruk
pada kesehatan.
Bidang yang mendapat perhatian adalah :
1) Penyediaan Air
Air yang dikonsumsi dan air buangan yang dipantau secara kontinu
agar aman untuk dikonsumsi atau dibuang.
2) Pengelolaan Sampah
Sampah yang berasal dari bangunan akan dibakar, sampah B3 akan dikirim
ke PT. PPLI (Prashada Pemusnah Limbah Indonesia) dan kotoran manusia
akan dialirkan ke saluran air buangan domestik untuk selanjutnya diolah di
kolam pengelolaan air buangan domestik (sewage pond).
3) Pengawasan terhadap Makanan dan Minuman
Makanan yang terdapat di Mess Hall, Commissary, dan Sanggar Karyawan
diperiksa masa kadaluarsanya secara berkala.
4) Pest Control
Pest Control adalah pengendalian terhadap hewan penyebar penyakit
dan hewan pengganggu. Selain itu, melakukan penyemprotan berkala
untuk pencegahan malaria dan demam berdarah.
b. Environment (Lingkungan)
Bagian environment mengatasi masalah yang menyangkut pencemaran
terhadap lingkungan seperti pencemaran tanah oleh tumpahan minyak,
buangan minyak ke hutan, pencemaran air produksi yang diijinkan untuk
diinjeksi ke dalam tanah.
12
c. Safety (Keamanan)
Keunggulan Operasi menyatakan bahwa karyawan perlu melaksanakan
operasi yang selamat, artinya beroperasi dan memelihara fasilitas perusahaan
untuk mencegah cedera, sakit, dan kecelakaan. Operasi yang selamat perlu
dilaksanakanpada semua jenis pekerjaan, di semua wilayah operasi perusahaan,
setiap saat, dan oleh semua karyawan dan mitra kerja dengan tujuan agar setiap
karyawan dapat melaksanakan pekerjaan tanpa kecelakaan, baik untuk diri
sendiri maupun orang lain. Kegiatan produksi PT. CPI mempunyai risiko
yang tinggi karena materi yang diproduksi sangat mudah terbakar sehingga
kemungkinan terjadinya kecelakaan adalah cukup besar.
Chevron Pacific Indonesia merupakan salah satu cakupan bisnis dari
Chevron IndoAsia Business Unit atau lebih dikenal sebagai IBU. Selain
Chevron Pacific Indonesia, Chevron IBU juga mencakup bisnis minyak dan
gas serta panas bumi yang terdiri dari Chevron Indonesia Company (Cico),
Chevron
Makassar
Ltd, Chevron
Geothermal
Indonesia,
Chevron
Geothermal Salak, Mandau Cipta Tenaga Nusantara, dan Chevron Geothermal
Philipines.
Untuk mencapai itu semua, PT. CPI membuat suatu program yang disebut
Managing Safe Work (MSW). IndoAsia Business Unit (IBU) harus
memiliki pengawasan kerja sistematis dengan pendekatan berbasis risiko untuk
memastikan perencanaan, perizinan, pelaksanaan, dan penyelesaian pekerjaan
yang memadai dengan melaksanakan proses MSW. Tujuan dari proses
MSW
adalah
mengurangi,
untuk mengidentifikasi,
atau
menilai
mengendalikan bahaya
yang
dan
menghilangkan,
berhubungan
dengan
pekerjaan. Proses MSW memberikan penjelasan tentang identifikasi dan
evaluasi
bahaya
pekerjaan,
spesifikasi
dari tindakan
pengendalian,
pengelolaan tindakan tersebut, pengendalian pekerjaan, dan perilaku untuk
mendukung kerja yang selamat. Proses MSW merupakan bagian dari
Operational Excellence Management System Chevron (OEM). Proses MSW
ini berlaku untuk pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan Chevron,
delegasinya, kontraktor, maupun subkontraktor.
13
Proses MSW menguraikan fase perencanaan, perizinan, pelaksanaan dan
penyelesaian yang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan dengan selamat.
IBU merupakan singkatan dari IndoAsia Business Unit. MSW memiliki tiga
prosedur, yaitu:
a. IBU MSW Leadership Engagement Procedure yang berisi persyaratan dan
prosedur untuk melakukan MSW leadership engagements.
b. IBU Hazard Analysis Procedure yang berisi persyaratan dan prosedur
untuk melakukan analisis bahaya (yaitu fase perencanaan analisis
bahaya/PPHA, analisis bahaya kerja/JSA dan penilaian bahaya secara
individu.
c. IBU Permit to Work Procedure yang berisi persyaratan dan prosedur untuk
mengembangkan, menyetujui, menggunakan, memvalidasi ulang dan
menutup izin kerja dan/atau rencana kerja
Dan MSW juga memiliki dua belas standar, yaitu:
1. IBU MSW Training and Competency Standard
2. IBU Bypassing Critical Protections Standard
3. IBU Commercial Diving Standard
4. IBU Confined Space Entry Standard
5. IBU Electrical Safe Work Standard
6. IBU Excavation Standard
7. IBU Hot Work Standard
8. IBU Isolation of Hazardous Energy Standard
9. IBU Lifting and Rigging Standard
10. IBU Portable Gas Detection Standard
11. IBU Simultaneous Operations (SIMOPs) Standard
12. IBU Work at Height Standard
Dalam pelaksanaannya OE/HES PT. Chevron Pacific Indonesia mempunyai
prinsip “Do it safely or not at all. There is always time to make it right”.
Jadi apapun pekerjaan yang dilakukan di dalam lingkungan kerja, harus
14
dilakukan dengan aman atau tidak sama sekali, dan selalu ada waktu untuk
memperbaikinya.
Untuk mengingatkan para pekerja tentang pentingnya keselamatan, maka
diwajibkan untuk memasukkan HES moment ke dalam setiap agenda rapat
dan mengadakan HES meeting minimal satu kali dalam sebulan.
1.2
Rumusan Masalah
Berlatar belakang hal-hal di atas maka dapat dirumuskan permasalahan berikut ini.
1. Bagaimana alternatif yang tepat dalam mngurangi risiko terjadinya bencana
pada kasus tabrakan struktur transmisi double pole?
2. Apakah struktur pelindung yang ada pada saat ini efektif dan mampu untuk
menahan kemungkinan terjadinya kecelakaan? Jika tidak, struktur pelindung
yang seperti apa yang sebaiknya dipakai?
1.3
Tujuan Penelitian
Tugas akhir ini sebelumnya membahas mengenai problem solving yang didapatkan
dari hasil magang selama tiga bulan di PT. Chevron Pacific Indonesia, namun
dikarenakan ada yang disimpulkan secara umum maka dapat disimpulkan sebagai
penelitian. Penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk lebih memahami
pengetahuan tentang mereduksi risiko bencana pada salah satu struktur transmisi
double pole yang sejajar dengan jalan umum. Tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Mengembangkan alternatif yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan
permasalahan pada struktur double pole.
2. Menganalisis pertimbangan yang dilakukan dalam memilih alternatif solusi
yang telah dikembangkan.
3. Mengevaluasi serta mendapatkan solusi terhadap struktur pelindung struktur
double pole yang ada.
15
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapatkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pertimbangan dalam memilih alternatif untuk tujuan pengurangan
risiko bencana pada struktur transimisi sejenis.
2. Mengetahui salah satu alternatif yang dapat menjadi pilihan pada kasus yang
sama di kedepannya.
3. Mendapatkan solusi terhadap permasalahan struktur pelindung yang
bermanfaat untuk perusahaan dalam mengurangi risiko terjadinya bencana
tabrakan.
1.5
Batasan Masalah dan Asumsi
Beberapa kriteria yang membatasi penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Kasus Hazard of Motion pada struktur Transmisi 115 kV STG 52
2. Alternatif yang diberikan berdasarkan kasus tipikal bahaya pergerakan
3. Pemilihan alternatif berdasarkan analisis dampak, biaya dan lama waktu
pekerjaan dari masing-masing alternatif.
4. Analisis serta perencanaan menggunakan beban kendaraan dengan konfigurasi
sumbu 1.1.22 Suspensi Biasa (30 Ton) yang merupakan kendaraan terberat
yang melewati ruas jalan Line Batang-Sintong. Penentuan berat mengacu pada
Lampiran (Edaran Departemen Perhubungan Nomor 2 Tahun 2008).
5. Struktur cross arm eksisting sudah rentan mengalami kegagalan struktur.
6. Tata letak terhadap gaya yang bekerja terdiri dari 6 variasi.
1.6
Keaslian Penelitian
Sampai dengan saat ini penelitian tentang reduksi risiko bencana . Namun
demikian, sepanjang pengetahuan penulis, adalah penelitian terkait reduksi risiko
bencana dengan studi kasus hazard of motion pada jalur transmisi belum pernah
dilakukan.
16
Download