II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asal dan Persebaran Salak merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara yang tersebar mulai dari Burma, Thailand, Malaysia, Indonesia dan Filipina. Namun sudah diintroduksikan hingga ke Papua, Queesland, Pulau Ponape dan dilaporkan juga ditemukan di kepulauan Fiji (Schuiling dan Mogea, 1990). Marga Salacca terdiri 21 jenis dan 4 varietas. Tiga jenis dibudidayakan penduduk yaitu Salacca sumatrana Becc, di Padangsidampuan Salacca wallchiana Mart, di Thailand, Jawa, Madura, Bali, Sulawesi dan Ambon Salacca zalacca (Gaertn.) Salacca zalacca tumbuh alami di hutan-hutan dataran rendah Jawa Barat dan Sumatera bagian selatan (schuiling dan Mogea, 1990). Jenis ini memiliki dua varietas yaitu var. Zalacca (Gaertn.) Voss dan var. Amboinensis (Becc.) (Mogea, 1982). Varietas zalacca di pulau Jawa tersebar di pusat-pusat penanaman salak seperti Condet, Tasikmalaya, Malang, Sleman, Bangkalan. Di luar Jawa tanaman ini dibudidayakan di Sulawesi. Sedangkan varietas Amboinensis menurut Suter (1988) tersebar di Bali dan dapat dibedakan atas sepuluh kultivar. Salak budidaya khususnya varietas zalacca tumbuh subur di dataran rendah tropika. Tanaman ini memerlukan air yang cukup sepanjang tahun dengan curah hujan 1700 – 3100 mm per tahun. Pada perbedaan curah hujan yang melebihi 3100 mm/tahun jumlah panenan buahnya akan berkurang dan kualitasnya menurun. Buah dipanen setelah berumur 5 – 7 bulan dari saat bunga mekar. Tanaman ini menyukai tempat yang teduh dengan tipe tanah padas dan regosol (Mahyar, 1993). Musim panen salak dapat dipilah menjadi 3 periode, yaitu : • Panen raya : November - Januari • Panen sedang : Mei - Juli • Panen kecil : Februari - April 4 2.2. Deskripsi Biologi Tanaman Salak Tanaman salak termasuk dalam famili Palmae yang tumbuh berumpun, berumah dua, perakaranya dangkal, dan batangnya jarang terlihat karena tertutup oleh pelepah daun yang tersususn roset dan rapat. Salak merupakan tanaman tahunan dengan tinggi tanaman dapat mencapai 7 m, tetapi pada umumnya tingginya tidak lebih dari 4.5 m. Daun salak terdiri dari pelepah, tangkai dan helaian anak daun. Perbungaannya muncul dari tengah punggung pelepah daun. Bunga jantan terdiri atas 9 – 14 tongkol dan bunga betina terdiri atas 1 – 4 tongkol. Penyerbukan umumnya dilakukan oleh serangga bersayap moncong (Curcullinoidae), namun ada juga yang dilakukan oleh manusia. Buahnya berwarna kuning kehijauan hingga coklat kehitaman. Daging buahnya ada yang masir, ada juga yang tidak masir, rasanya manis atau sepat, berbiji 1 – 3 (Verheij dan Coronel, 1997). Hingga kini para petani belum dapat membedakan tanaman jantan dan betina jika hanya berdasarkan pada bentuk vegetatif. Tanaman ini diperbanyak dengan biji, namun kini teknik cangkokan anakan sudah mulai diterapkan. Dari hasil penelitiannya tentang hubungan karakteristik buah salak dengan kemungkinan buah jantan dan buah betina, Tjahjadi (1990) menjelaskan bahwa buah salak yang berbiji tiga berpeluang menghasilkan tanaman betina 70 %, yang berbiji dua akan menghasilkan tanaman betina 100 %, sedangkan yang berbiji satu akan menghasilkan jantan 100 %. Biji salak tergolong biji rekalsitran. Biji rekalsitran yaitu, biji yang tidak memerlukan penyimpanan. Biji rekalsitran memerlukan perlakuan khusus dalam penyemainnya, sebab daya toleransinya terhadap kekurangan air pada endospermnya rendah. Biji–biji yang demikian memerlukan perlakuan khusus untuk penyimpanannya (Purwanto et al, 1998). Di alam, biji salak hanya dapat bertahan hidup beberapa hari saja setelah dikeluarkan dari buahnya. Biji yang masih berada di dalam buahnya hanya dapat bertahan selama 2 – 3 minggu (Tan, 1953 dalam Harsono, 1994). Kondisi kering dan dingin akan cepat sekali mematikan biji-biji rekalsitran. 5 Gambar Salacca edulis Reinw (Mogea, 1982) 2.3. Daerah Potensial Pengembangan Daerah lndonesia pada umumnya cocok untuk dilakukan pengembangan usaha salak baik dari segi jenis tanah, suhu dan curah hujan. Beberapa contoh di Tabel 1 ini adalah daerah potensial salak yang telah menjadi sentra produksi salak di lndonesia (Santoso, 1990). 6 Tabel 1. Sentra-sentra Produksi Salak di Indonesia Propinsi Sentra Produksi Sumatera Utara Padangsidempuan DKI Jakarta Condet Jawa Barat Serang, Sumedang, Bogor, Tasikmalaya, Batujajar Jawa Tengah Magelang, Ambarawa, Wonosobo, Banyumas, Purworejo, Purbalingga, Banjarnegara DI Yogyakarta Sleman Jawa Timur Bangkalan, Pasuruan, Malang Bali Karangasem Sulawesi Selatan Enrekang 2.4. Manfaat Salak Salak merupakan buah yang banyak mengandung berbagai zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Buah salak memiliki kandungan protein 0.40 %, karbohidrat 20.90 %, kadar abu 0.67 %, kalsium 0.0028 %, fosfor 0.0018 % dan zat besi 0.0042 % dan salak tidak mengandung lemak (Schuiling dan Mogea, 1989). Selain itu salak juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran asinan, manisan basah, manisan kering. Buah salak dapat dimakan segar, maupun sebagai produk olahan atau awetan. Buah salak produk awetan selain manisan bisa juga dibuat wajik dan dodol. Hal ini dilakukan untuk menghindari pembusukan buah (Kiswanto, 2003). 2.5. Kualitas Buah Kualitas merupakan hal terpenting bagi produk hortikultura, baik dimanfaatkan dalam bentuk segar maupun setelah diproses. Ada lima parameter penentu kualitas yaitu rasa, bau, keragaman buah, tekstur dan nutrisi. Parameter nutrisi merupakan faktor yang sebenarnya paling bermanfaat karena perananya sebagai penyedia sumber gizi bagi manusia ( Joyce, 2001). Kualitas produk hortikultura merupakan kombinasi dari karakteristik, sifat dan nilai untuk 7 makanan dan kesenangan. Konsumen cenderung menilai kualitas buah berdasarkan penampilan, tingkat kekerasan yang baik, nilai rasa dan gizi ( Kader, 1992). 2.6. Salak Lokal Sumedang dan Salak Pondoh 2.6.1. Salak Sumedang Salak Sumedang memiliki berbagai macam nama, Penamaan salak Sumedang berdasarkan pada daerah asal salak ditanam. Contohnya adalah salak bongkok, salak narimbang, salak jambu, salak ciaseum, salak legok, salak ungkal, dan salak cibubuan. Salak yang terkenal di Kabupaten Sumedang berasal dari daerah Narimbang, Bongkok, dan Ciaseum. Ciri dari salak Sumedang adalah bentuk buahnya ada yang lonjong dan bulat, kulit buahnya bersisik besar dan berwarna merah kecokelatan mengkilat, daging buahnya tebal dan rasanya ada yang manis, asam, sepat dan ada manis bercampur sepat, bijinya besar dan dalam tiap buah terdapat 2-3 biji, ukuran buahnya besar dengan diameter dapat mencapai 6 cm dan setiap rumpun dapat menghasilkan 5-7 tandan. Ciri khas yang membedakan antara salak jambu, salak ciaseum, salak legok, salak ungkal dan salak cibubuan yaitu dari segi rasa buahnya dan ukurannya. Salak narimbang, salak legok dan salak ciaseum ukuran buahnya lebih besar dan rasanya lebih manis dibandingkan salak jambu, salak ungkal dan salak cibubuan (Dinas Pertanian Sumedang, 2007). 2.6.2. Salak Pondoh Salak pondoh (Salacca zalacca Gaertner Voss) termasuk famili palmae, berduri dan bertunas banyak, tumbuh menjadi rumpun yang rapat. Tinggi tanaman mencapai 1.5 – 5 m, batang pokoknya berbentuk stolon di dalam tanah, berbentuk slindris dengan diameter 10 – 15 cm ( Verheij dan Coronel, 1997). Akar tanaman merupakan akar serabut, berbentuk slindris dengan diameter 6 – 8 mm. Daerah penyebarannya tidak luas, dangkal dan peka terhadap kekurangan air (Purnomo, 2001). Bentuk daun menyirip, panjangnya mencapai 3 – 7 m. Pelepah, tangkai dan anak daun berduri banyak, bentuknya panjang, tipis, berwarna kelabu, sampai kehitaman, anak daunnya berukuran (20-70) cm x (2-7.5) cm ( Verheij dan Coronel, 1997). 8 Bunga salak berbentuk majemuk, bertangkai dan tertutup oleh seludang. Panjang seludang bunga jantan hingga 50 – 100 cm sedangkan bunga betina 20 – 30 cm (Ashari, 1995). Purnomo (2001) melaporkan bahwa bunga jantan pada tanaman salak pondoh berwarna coklat kemerahan, sekelompok bunga jantan terdiri dari 4 – 12 malai, satu malai terdiri dari ribuan serbuk sari, panjang bunga jantan setiap malai sekitar kira-kira 4 – 15 cm dan bunga jantan mekar selama 1- 3 hari. Bunga betina berwarna hijau kekuningan, berbintik merah dan mempunyai 3 petal. Panjang satu malai 7 – 10 cm dan bunga mekar selama 1 – 3 hari. Tanda bunga yang siap diserbuki adalah bunga berwarna merah dan mengeluarkan aroma harum. Waktu penyerbukan yang baik adalah pada hari ke -2 bunga mekar. Varietas salak pondoh yang sudah dibudidayakan di Indonesia yaitu salak pondoh hitam, salak pondoh merah, salak pondoh kuning, dan salak pondoh super. Salak pondoh hitam berbentuk bulat dan berukuran kecil, daging buah berwarna putih kapur dengan kulit buah berwarna hitam gelap dan rasanya sangat manis seperti buah lengkeng. Salak pondoh merah bentuk buahnya agak lonjong, berkulit warna merah kecoklat-cokelatan dan pada bagian ujungnya berwarna kehitam-hitaman, berukuran lebih besar dibanding salak pondoh hitam, setiap kilogram berisi 20 – 25, bila matang beraroma buah apel. Salak pondoh kuning berbentuk bulat mirip buah salak pondoh hitam , namun ukurannya besar, tiap kilogram berisi 10 – 15 butir buah, kulit buah berwarna coklat kekuningkuningan, daging buahnya berwarna putih krem, rasa manis dan beraroma buah apel. Salak pondoh super berbentuk bulat memanjang, buahnya berukuran besar, tiap kilogram berisi 9 – 11 butir buah, kulit buah berwarna kekuning-kuningan, daging buahnya tebal, rasanya manis, renyah dan masir. 2.6.3. Budidaya Salak Lokal Sumedang Budidaya tanaman salak lokal Sumedang tidak pernah memperhatikan aspekaspek budidaya yang digunakan oleh salak pondoh misalnya, pengolahan dan pembongkaran tanah, penanaman, pengairan, pengaturan jarak tanam, pemupukan dan pengendalian hama penyakit, penyiangan/pemangkasan daun, penyerbukan dan pencangkokan tanaman. Tanaman salak lokal Sumedang dibiarkan tumbuh begitu saja tanpa dilakukan perawatan. Pada saat saya melakukan penelitian 9 dilapangan saya pernah bertanya kepada pemilik kebun tentang sejarah adanya salak lokal Sumedang dan menanyakan bagaimana penanaman dan perawatan yang dilakukan, pemilik kebun hanya menjawab bahwa pada umumnya salak di daerah Sumedang kurang lebih sudah ada sebelum tahun 1960. Para petani salak di Sumedang hanya meneruskan kebun yang ada tanpa dilakukan pergantian tanaman dan perawatan (pemupukan, pengairan, pemangkasan, dan penyerbukan). Faktor budidaya diatas sedikitnya dapat mempengaruhi terhadap produktivitas dan kualitas tanaman salak. 2.7. Peran Nitrogen dan Fosfor Nitrogen (N) merupakan unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman, karena nitrogen merupakan penyusun utama komponen sel dalam tanaman yaitu asam amino dan asam nukleat (Emanuel, 1972). Kandungan Nitrogen dalam tanaman yang cukup untuk menunjang pertumbuhan antara 2 % - 5 % dari berat kering tanaman (Jones et al, 1991). Kekurangan unsur ini dapat menimbulkan gangguan pada pertumbuhan tanaman. Gejala yang tampak apabila tanaman kekurangan N yaitu daun tua menjadi kuning (klorosis) dan cepat rontok (Emanuel, 1972). Gejala ini disebabkan oleh N yang mobil dari daun tua ke daun muda (Marschner, 1986). Fosfor (P) merupakan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman pada saat pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan, dan peredarannya ke seluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP. Kadar Fosfor dalam tanah berkisar antara 0.15-1.00 % (Jones et al, 1991). Tanaman mengabsorpsi P dalam bentuk H2PO4-. Serapan tanaman terhadap P sebagian besar diatur oleh tiga faktor utama yaitu, jenis tanaman, tahap kematangan tanaman dan persaingan antara akar tanaman dan sifat kimia tanah (Ulysses, 1979). Kekurangan unsur P menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil saat tumbuhan muda dan warna daun hijau gelap (kadang-kadang hijau ungu gelap) (Emanuel, 1972). 10 2.8. Peran Kalium, Natrium, Besi, dan Mangan Kalium (K) adalah kation yang esensial bagi tanaman. Kadar K dalam tanaman yang dapat menunjang pertumbuhan yang optimal sebesar 2 % - 5 % dari berat kering tanaman (Marschner, 1986) Peran utama K dalam tanaman adalah sebagai aktivator enzim. Kalium menjamin ketegaran tanaman dan merangsang pertumbuhan akar. Kalium diperlukan dalam pembentukan karbohidrat dan translokasi gula (Soepardi, 1983). Fungsi K lainnya adalah mengatur tekanan potensial air dalam sel penjaga stomata. Kalium bertanggung jawab pada perubahan turgor sel penjaga selama proses pergerakan stomata (Marschner, 1986). Kekurangan K pada tanaman mengakibatkan bagian tepi daun klorosis, daun menjadi keriting dan menggulung, batang menjadi lemah dan ramping (Emanuel, 1972). Tanaman memerlukan kalium dalam jumlah yang bervariasi pada bermacam tahap pertumbuhan. Respon pengambilan K oleh tanaman tergantung pada level N (Mengel dan Kirby, 1982). Kalium merupakan unsur terbanyak yang ditransfer ke tandan kelapa sawit. Kekurangan kalium pada tanaman ini menyebabkan lemahnya jaringan tanaman, anak daun berwarna kuning di sekitar tulang daun serta menurunkan jumlah bobot tandan secara drastis. Kelapa sawit, cocoa, dan kelapa mempunyai angka penyerapan kalium dan nitrogen paling besar dan fosfor yang terkecil sedangkan angka penyerapan kalium sendiri jauh lebih tinggi dari nitrogen (Ng dan Thong, 1985). Pada tanaman kelapa kalium menghasilkan respon pemupukan yang paling bagus di banding N dan P (Uexkull, 1960). Natrium (Na) adalah unsur yang esensial bagi beberapa tanaman, misalnya pada tanaman bit gula. Peran Na dalam tanaman tingkat tinggi dibagi menjadi dua yaitu esensial dan dapat menggantikan fungsi K dalam tanaman. Tanggap pertumbuhan tanaman pada Na diduga karena Na dapat menggantikan fungsi K khususnya aktivator enzim (Marschner, 1986). Keracunan Na ditandai dengan daun seperti terbakar, hangus dan jaringan mati disekitar tepi luar daun. Gejala ini terlihat pertama kali pada daun yang tua. 11 Keracunan Na dapat dikurangi dengan pemberian kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Pemberian Ca dan Mg dalam jumlah sedang dapat mengurangi gejala, sedangkan pemberian dalam jumlah besar dapat melindungi tanaman dari gejala keracunan. Fungsi Fe pada tanaman sebagai katalis atau bagian dari suatu sistem enzim yang berhubungan dengan pembentukan klorofil. Kadar Fe pada tanaman sebesar 50 – 250 ppm (Jones et al, 1991). Besi diambil oleh tanaman dalam bentuk ion ataupun dalam bentuk garam-garam kompleks organik (khelat) dan dapat juga diabsorpsi oleh daun apabila besi sulfat diberikan melalui daun. Gejala kekurang Fe pada tanaman adalah klorosis pada daun muda. Klorosis pada daun muda disebabkan karena Fe dibutuhkan untuk sintesis kompleks klorofil-protein dalam kloroplas (Emanuel, 1972). Mangan merupakan unsur yang tidak mobil dalam tanaman sehingga gejala defisiensinya muncul mula-mula pada bagian yang muda. Fungsi mangan pada tanaman sebagai aktivasi beberapa enzim dalam sel tumbuhan, terutama dekarboksilase dan dehidrogenase yang terlibat dalam siklus Krebs. Fungsi utama Mn pada reaksi fotosintetik yang menghasilkan oksigen dan air. Ketersedian Mn pada tanaman berkisar 10 – 50 ppm (Jones et al, 1991). Gejala defisiensi Mn adalah klorosis pada daun muda yang ahirnya berkembang menjadi noda kecil nekrosis (Emanuel, 1972).