TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sistematika kenaf menurut Ben-Hill, et al. (1960) sebagai berikut: Kingdom : Plantae; Divisio : Spermatophyta; Subdivisio: Angiospermae; Kelas: Dicotyledoneae; Ordo: Malvales; Famili: Malvaceae; Genus: Hibiscus; Spesies: Hibiscus cannabicus L. Kenaf membentuk akar tunggang yang panjangnya dapat mencapai 25–75 cm. Akar lateralnya tegak lurus pada akar tunggang, panjangnya 25–30 cm. Perakaran kenaf lebih kuat dibanding perakaran rosela. Dalam keadaan tergenang air pada batas tertentu akar kenaf masih dapat bertahan. Perakaran tanaman kenaf akan toleran disaat tanaman sudah berumur 1,5–2 bulan (Sastrosupadi, 1983). Batang kenaf terdiri dari bagian kulit yang mengandung serat dan bagian kayu. Untuk tujuan penghasil serat, maka diperlukan tanaman serat yang tanpa cabang. Cabang pada batang kenaf tidak dibutuhkan karena menurunkan produksi serat, sedangkan wiwilan adalah tunas kecil tidak menurunkan produksi serat bahkan membantu mempertinggi fotosintesis. Batang berwarna hijau, merah, atau campuran merah dan hijau tidak teratur. Diameter batang kenaf dapat mencapai 25 mm tergantung varietas dan lingkungan tumbuhnya. Permukaan batang kenaf ada yang licin, berbulu halus, berbulu kasar dan ada juga yang berduri. Kandungan serat terbanyak berada pada batang bawah setinggi 1-1,25 m (Wijiastuti, 2013). Daun tanaman kenaf letaknya berselang-seling (alternate), dan terletak pada cabang dan batang utama. Permukaan daun (atas dan bawah) ada yang berduri, berbulu, berduri dan berbulu, maupun tidak berduri dan tidak berbulu. Pada daun akan kelihatan perbedaan warna, terutama pada urat daun dan tepi daun. Panjang tangkai daun (petiole) 3–18 cm dan tidak beruas. Warna tangkai daun umumnya berbeda saat tanaman muda dengan tanaman menjelang panen. Letak tangkai daun pada cabang berbeda pada setiap spesies antara lain intermediate, horizontal, dan terkulai. Pada ketiak daun terdapat stipula. Tepi daun kenaf umumnya bergerigi (Setyo dan Budi, 2013). Tanaman kenaf termasuk tanaman yang menyerbuk sendiri, tetapi sekitar 4% terjadi penyerbukan silang. Tanaman kenaf bersifat otosensitif, yaitu pembungaannya dipengaruhi oleh panjang hari, yaitu akan berbunga awal jika mendapat penyinaran yang lebih pendek dari fotoperiode. Kenaf mulai berbunga pada minggu ke 12 setelah tanam. Bunga biasanya berdiri sendiri, terdapat pada ketiak daun bagian atas. Bunga kenaf terdiri dari: 1) kelopak tambahan 7-10 helai, berdaging tipis, hampir lepas, berbentuk garis; 2) kelopak yang berwarna hijau terbagi lima, tidak lebih panjang dari kelopak tambahan; 3) tajuk atau mahkota berjumlah lima kelopak berbentuk bulat telur terbalik, panjang sampai 6 cm, berwarna kuning atau putih dengan noda merah tua pada pangkalnya; 4) benang sari seluruhnya tertutup dengan kepalasari, dan 5) putik berwarna merah ada yang menonjol dan ada yang pendek tangkai putiknya. Periode pembungaan kenaf tidak serempak. Mekarnya sangat singkat, biasanya terjadi sebelum matahari terbit dan akan menutup kembali pada siang hari atau sore hari. Waktu reseptif berlangsung pada pukul 07.00-09.00 dan pada saat tersebut terjadi penyerbukan (Wijiastuti, 2013). Buah kenaf (kapsul) berbentuk bulat meruncing (seperti kerucut) dengan panjang 2–2,5 cm dan diameter 1–1,5 cm. Permukaan buah terdapat bulu pendek, halus dan banyak, ada juga yang berduri. Buah muda berwarna hijau. Sedangkan buah tua berwarna hijau tua, dan buah kering berwarna cokelat (Setyo dan Budi, 2013). Biji kenaf biasanya berbentuk ginjal berdiameter sekitar 0,3–0,5 cm, berwarna kelabu agak kecokelatan Ada juga yang berbentuk reniform, subreniform, dan angular (Ochse, et al., 1961). Syarat Tumbuh Tanah Kenaf mampu beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah, tetapi yang paling sesuai untuk pertumbuhan kenaf adalah pada tanah yang subur, remah dan lempung berpasir yang mengandung humus dengan drainase baik (Sastrosupadi, et al., 1996). Kenaf agak tahan kekeringan, namun karena seluruh bagian vegetatifnya (batang) harus dipanen pada umur 3,5-4 bulan, maka ketersediaan air selama pertumbuhan harus cukup. Kebutuhan air untuk kenaf sebesar 600 mm selama empat bulan (Iswindiyono dan Sastrosupadi, 1987). Kisaran pH cukup luas, yaitu dari 4,5-6,5 sehingga kenaf dapat tumbuh baik di tanah yang agak masam, antara lain di lahan gambut, khususnya untuk varietas He G4. Iklim Curah hujan yang dikehendaki oleh kenaf selama pertumbuhannya sebesar 500-750 mm atau curah hujan setiap bulan 125-150 mm (Berger, 1969). Bila curah hujan kurang dari jumlah tersebut, umumnya perlu dibantu dengan pengairan dari irigasi maupun pompa. Daerah penyebaran kenaf sangat luas, terletak antara 4oLU sampai dengan 30oLS. Kenaf sangat toleran terhadap temperatur harian dengan variasi sekitar 10oC–50oC, tapi akan mati pada suhu dingin (frost). Kenaf akan tumbuh baik pada daerah dengan kisaran temperatur 20oC–35oC, dengan curah hujan 500–625 mm selama musim tanam (5–6 bulan), umumnya terdapat varietas yang peka terhadap fotoperiodisitas dan terdapat sedikit varietas yang kurang peka fotoperiodisitas (Brink dan Escobin, 2003). Mikoriza Asosiasi antara jamur dan sistem perakaran tanaman tinggi memiliki istilah umum yaitu mikoriza yang secara harfiah diartikan sebagai akar jamur. Akar jamur ditemukan oleh seorang botanis Jerman bernama Frank, pada tahun 1855 di pepohonan hutan seperti pinus tetapi penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa asosiasi simbiotik semacam itu juga ada dalam kondisi alami dalam sistem perakaran pada banyak tanaman budidaya lainnya (Rao, 1982). Berdasarkan struktur dan cara jamur menginfeksi akar, mikoriza dapat dikelompokkan menjadi ektomikoriza dan endomikoriza. Pada ektomikoriza jamur yang menginfeksi tidak masuk ke dalam sel akar tanaman yang hanya berkembang di antara dinding sel jaringan korteks, akar yang terinfeksi membesar dan bercabang. Sedangkan pada endomikoriza jamur yang menginfeksi masuk kedalam jaringan korteks dan akar yang terinfeksi tidak membesar (Khairul, 2001). Aplikasi mikoriza pada tanaman merupakan salah satu upaya untuk mengatasi terhambatnya pertumbuhan karena cekaman kekeringan. Mikoriza merupakan bentuk simbiosis mutualisme antara jamur dan sistem akar tanaman tingkat tinggi. Prinsip kerja mikoriza adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan hara (Rungkat, 2009). Ciri dari CMA adalah adanya Arbuskula. Arbuskula yang masuk ke sel korteks tanaman inang kemudian hifa ini bercabang – cabang seperti pohon dengan cabang terkecil berdiameter 1 mm, dan akar yang terinfeksi tidak membesar. Salah satu genera CMA yang umum ditemukan adalah Glomus sp., Gigaspora sp. dan Acaulospora sp. Perkembangan CMA berkorelasi erat dengan jumlah eksudat akar. Hal ini disebabkan karena dari akar dikeluarkan eksudat yang mengandung bahan-bahan organik termasuk karbohidrat dan asam amino yang berguna bagi perkecambahan spora mikoriza tersebut. Adanya CMA dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air. Cendawan mikoriza Arbuskula dapat meningkatkan pengambilan fosfat dari sumber fosfat. Adanya asam organik dan enzim phosphatase yang dihasilkannya dapat meningkatkan P terlarut fosfor terlarut tersebut dapat masuk kedalam hifa eksternal CMA. Bagian yang penting dari sistem mikoriza adalah miselium yang terdapat diluar akar, berperan dalam penyerapan unsur hara bagi tanaman jarak yang ditempuh oleh hara tanaman dengan adanya mikoriza berdisfusi melalui tanah ke akar dapat diperpendek (Abbot dan Rabbon, 2008). Cendawan mikoriza dapat membentuk akar tanaman yang kuat, cepat menjalar kedalam tanah, akar sehat, dan hijauan daun tajuk tanaman cepat menutup. Akar bibit tanaman yang telah dipersenjatai CMA mampu bertahan hidup dari kondisi lingkungan yang tidak bersahabat, CMA ini dapat membantu logistik tanaman dan perlindungan akar tanaman dari gangguan lingkungan, sehingga tanaman dapat hidup lebih baik di lapangan (Turjaman, 2004). Menurut Puryono (1997) secara umum peranan mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut : 1. Adanya mikoriza sangat penting bagi persediaan unsur hara dan pertumbuhan tanaman. 2. Adanya simbiosis mikoriza pada akar tanaman akan dapat membantu dalam mengatasi kekurangan unsur hara terutama Phospor (P) yang tersedia dalam tanah. Hal ini disebabkan mikoriza mampu melepaskan ikatan Aluminium fospat (AlPO4) dan Besi fospat (FePO4) pada tanahtanah yang asam. 3. Mikoriza dapat meningkatkan unsur hara dengan jalan memperkecil jarak antara akar dengan unsur hara tersebut. Hal ini terjadi melalui pembentukan hifa pada pemukaan akar yang befungsi sebagai perpanjangan akar. 4. Dengan perluasan hifanya, mikoriza akan meningkatkan daya serap dari elemen-elemen yang imobil dalam tanah, misalnya : P, Cu, Zn. 5. Mikoriza dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat struktur agregat tanah. 6. Mikoriza dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan tanaman terutama di daerah yang kondisinya sangat miskin hara, pH rendah, dan kurang air. 7. Simbiosis antar jamur dan akar tanaman dapat melindungi tanaman inangnya terhadap serangan jamur patogen dengan cara mengeluarkan zat antibiotik. 8. CMA juga dapat menghasilkan hormon tumbuh auksin, sitokinin, giberelin, dan vitamin yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman inang. Azotobacter Azotobacter spp. juga merupakan bakteri non-simbiosis yang hidup di daerah perakaran. Dijumpai hampir pada semua jenis tanah, tetapi populasinya relatif rendah. Selain kemampuannya dalam menambat nitrogen, bakteri ini juga menghasilkan sejenis hormon yang kurang lebih sama dengan hormon pertumbuhan tanaman dan menghambat pertumbuhan jenis jamur tertentu. Seperti halnya Azospirillum, Azotobacter dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pasokan nitrogen udara, pasokan pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi dengan mikroba lain dalam menambat nitrogen, atau membuat kondisi tanah lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman (Rahmawati, 2005). Azotobacter sp. memiliki kelebihan dibandingkan dengan bakteri penambat N atmosfer nonsimbiotik lainnya, karena mampu mensintesis hormon seperti IAA. Sintesis IAA pada bakteri melalui jalur asam indol piruvat. IAA yang disekresikan bakteri memacu pertumbuhan akar secara langsung dengan menstimulasi pemanjangan atau pembelahan sel atau secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas ACC deaminase. ACC deaminase yang dihasilkan oleh banyak bakteri pemacu pertumbuhan tanaman mencegah produksi etilen pada tingkat yang menghambat pertumbuhan tanaman (Patten dan Glick, 2002). Penambahan atau inokulasi Azotobacter dengan tujuan untuk meningkatkan ketersediaan nitrogen tanah telah sering dilakukan namun dengan hasil yang bervariasi, bahkan kadang-kadang tidak meningkatkan hasil tanaman. Kondisi tersebut sangatlah logis mengingat kontribusi rizobakteri hidup bebas terhadap nitrogen tanah hanya sekitar 15 kg N/ha/tahun yang jauh lebih rendah daripada kontribusi bakteri pemfiksasi nitrogen simbiosis yang mencapai 24-584 kg N/ha/t (Shantharam dan Mattoo, 1997). Namun demikian, upaya mempertahankan kesehatan tanah dan sekaligus produktivitas tanaman dengan inokulasi Azotobacter perlu dilakukan karena rizobakteri ini berperan sebagai agen peningkat pertumbuhan tanaman melalui produksi fitohormon yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu, input rizobakteri dalam suatu sistem pertanian sejalan dengan konsep Mekanisme Pembangunan Bersih (Clea Development Mechanism, CDM) yang penting diupayakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan serapan karbon (carbon sequestration) sehingga karbon berada dalam bentuk yang lebih stabil (Murdiyarso, 2003). Azotabacter dikenal sebagai agen pemfiksasi dinitrogen (N2), yang dapat mengkonversi dinitrogen menjadi ammonium melalui reduksi elektron dan protonasi gas nitrogen. Azotobacter merupakan bakteri penambat N non simbiotik, hidup bebas di daerah perakaran tanaman, tidak bersimbiosis dengan tanaman tertentu seperti halnya pada Rhizobium dengan tanaman legum. Pemanfaatan Azotobacter sebagai salah satu species rizobakteri tidak hanya sebagai sumber hara nitrogen, tetapi juga menghasilkan fitohormon (auksin, sitokinin dan giberelin) yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Beberapa keuntungan dengan memanfaatkan Azotobacter ini adalah; a) tidak berbahaya bagi lingkungan, b) penggunaannya tidak menimbulkan pencemaran, c) harga relatif murah, dan d) teknologinya sederhana (Khairul, 2001). Inokulasi Azotobacter memiliki spektrum luas yang telah terbukti berguna untuk sejumlah tanaman perkebunan. Inokulan Azotobacter dapat di lakukan dengan berbagai cara. Perlakuan biji (seed treatment) dilakukan seperti pada tanaman jagung, kapas dan gandum dengan mencampur 500 g inokulum Azotobacter ke dalam 25 g biji. Pada umbi-umbian, 1 kg inokulum Azotobacter dilarutkan dalam 40-50 L air dan umbi dicelupkan selama 5 – 10 menit ke dalam suspensi larutan atau dapat dilakukan dengan menaburkan inokulum Azotobacter sebanyak 2,5 kg untuk kebutuhan 1 ha umbi yang akan di tanam. Inokulasi Azotobacter pada tanah/lahan dapat dilakukan untuk tanaman jangka pendek dengan mencampurkan 5,0 - 7,5 kg inokulum Azotobacter ke dalam tanah top soil atau kompos sebanyak 100 - 150 kg kemudian disebar untuk 1 ha secara merata pada saat tanam atau 24 jam sebelum tanam (Mahajan dan Gupta, 2009).