EKSISTENSI TEPUK TEPUNG TAWAR DALAM UPACARA

advertisement
EKSISTENSI TEPUK TEPUNG TAWAR DALAM UPACARA PERNIKAHAN
MASYARAKAT MELAYU DI DESA RESUN PESISIR
KABUPATEN LINGGA
Naskah Publikasi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Strata I
Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Oleh:
HULUL AMRI
NIM : 100569201010
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
1
EKSISTENSI TEPUK TEPUNG TAWAR DALAM UPACARA PERNIKAHAN
MASYARAKAT MELAYU DI DESA RESUN PESISIR KABUPATEN
LINGGA
Hulul Amri: [email protected]
Siti Arieta,M.A: [email protected]
Rahma Syafitri,M.Sos: [email protected]
ABSTRAK
Adat tradisi Tepuk tepung tawar merupakan suatu rutinitas dalam upacara
adat perkawinan budaya melayu khususnya Desa resun pesisir Dusun 1 Tanjung
Bungsu oleh peninggalan para nenek moyang terdahulu. Adat Tradisi Tepuk Tepung
Tawar bagi masyarakat Melayu Lingga Utara merupakan simbol budaya dan akan
tetap terpelihara jika semua unsur pendukung budaya itu selalu berupaya dan
menjunjung tinggi keberadaan Tepuk Tepung Tawar tersebut. Perumusan masalah dri
penelitian ini adalah Mengapa Eksistensi Tepuk Tepung Tawar dalam Upacara
pernikahan masyarakat Melayu di Desa Resun Pesisir Kabupaten lingga. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui Eksistensi Tepuk tepung tawar dalam upacara
pernikahan melayu di Desa resun pesisir kabupaten lingga.Adapun hal-hal yang di
operasionalkan adalah:1) Eksistensi yaitu suatu keberadaan, kehadiran Tepuk tepung
tawar.2) Tepuk tepung tawar adalah suatu rutinitas dalam upacara adat Pernikahan
budaya melayu.3) Kehidupan bermasyarakat itu terbentuk melalui proses komunikasi
dan interaksi antarindividu dan antarkelompok dengan menggunakan simbolsimbol.4) Nilai budaya merupakan sesuatu yang dianggap berharga dan dianggap
penting bagi masyarakat.5). Mitos adalah suatu upacara yang dipercayai masyarakat
memiliki makna tertentu, dimana upacara tersebut menjadi suatu kebiasaan yang
lazim dilaksanakan secara turun temurun. Jenis penelitian ini adalah deskriptip
kualitatif. Lokasi di Desa Resun Pesisir dusun 1 Tanjung bungsu, Kecamatan Lingga
utara, Kabupaten Lingga, Provinsi kepulaun Riau.Penelitian ini menggunakan
proposive sampling sehingga informan dalam penelitian ini berjumlah 7
orang.Penelitian ini menggunakan teori Interaksionisme simbolik Herbert Blumer
mengenai Kehasanya bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling
mendefenisikan tindakanya melalui simbol dan memiliki 3(Tiga) premis penting
yaitu mengenai manusia bertindak sesuatu atas dasar makna yang dimiliki benda
tersebut kemudian makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan
dengan orang lain dan makna-makna tersebut dirubah dan di sempurnakan melalui
proses interaksi.Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Makna simbol yang
terkadung pada kegiatan budaya dan praktek adat tradisi upacara tepuk tepung tawar
pada adat melayu. Yakni meliputi adat muhakamah adat yang baik ialah hukum adat
yang menjamin kerukunan, ketentraman, dan keharmonisan di dalam berkehidupan
selama tidak bertentangan dengan hukum syariat (agama Islam).Nilai budayanya
yang masih begitu kental terhadap adat-adat melayu yang telah ada yang tetap
dipertahankan, Masyarakat Desa resun pesisir dusun 1 Tanjung Bungsu yang
didominasi oleh nilai-nilai keagamaan, sehingga keberadaanya masih tetap di jaga
dan di lestarikan hingga saat ini masih membudaya di masyarakat Desa resun pesisir.
Kata Kunci :Tepuk Tepung Tawar, Masyarakat melayu
2
EKSISTENSI TEPUK TEPUNG TAWAR DALAM UPACARA PERNIKAHAN
MASYARAKAT MELAYU DI DESA RESUN PESISIR KABUPATEN
LINGGA
Hulul Amri: [email protected]
Siti Arieta.M.A: [email protected]
Rahma Syafitri.M.Sos: [email protected]
ABSTRACT
Tap the indigenous tradition of Tepuk tepung tawar is a routine in a
traditional wedding ceremony, especially the Malay culture Resun coastal village of
Dusun 1 Tanjung youngest by relics of earlier ancestors. Indigenous Tradition Fresh
Tepuk tepung Tawar for Lingga utara Malay community is a symbol of culture and
will be maintained if all the supporting elements of the culture of always working and
uphold the existence Tepuk tepung tawar. The formulation of the problem is the
research dri Why Existence Tepuk tepung tawar in Malay society wedding ceremony
in the village of Resun Coastal District phallus. The purpose of this study to
determine the existence Tepuk tepung tawar in a Malay wedding ceremony in the
village of the coastal districts Resun lingga.Which is things in operational are: 1) the
existence of which is a presence, the presence of flour Tap tawar.2) Tap the fresh
flour is a routine in Wedding ceremonies culture melayu.3) Life of the society was
formed through a process of communication and interaction between individuals and
groups by using the symbol-simbol.4) Value culture is something that is considered
valuable and important to the masyarakat.5). Myth is a ceremony that is believed
people have a specific meaning, where the ceremony became a common practice
carried out for generations. This type of research is descriptive qualitative. The
location in the village of Resun Coastal hamlet 1 Tanjung Bungsu, District of
northern Lingga, Lingga Regency, Province Riau. Research maritime uses proposive
sampling so that the informants in this study amounted to 7 people.Research using
symbolic interactionism theory Herbert Blumer regarding human typical that
translate each other and each define action through symbols and has 3 (three)
important premise that the human act something on the basis of meaning possessed
the object is then the meaning was obtained from the social interaction that is done
by others and these meanings changed and perfected through a process of interaction
.Conclusion in this study is the meaning of the symbol be contained on cultural
activities and practices of indigenous traditions pat ceremony fresh flour on Malay
customs. Which includes indigenous customary good muhakamah is customary law
that ensure harmony, tranquility, and harmony in the livers do not conflict with
Shari'a law (Islamic religious).Value culture is still so strong against Malay customs
that have nothing retained, Resun Village Community 1 Tanjung Bungsu coastal
hamlet dominated by values religious, so that its existence is still guarded and
preserved to this day still entrenched in society Resun coast.
Keywords:Tepuk tepung tawar, Malay society
3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya merupakan seluruh
sistem gagasan, rasa dan tindakan
serta karya yang dihasilkan
manusia
dalam
kehidupan
masyarakat.
Budaya
adalah
setruktur normatif yang berfungsi
sebagai garis-garis pokok atas
pedoman prilaku yang disertai
peraturan mengenai apa yang
harus dilakukan dan apa yang
dilarang.
Budaya
dapat
menggambarkan
arah
dalam
berfikir dan pada masyarakat
tradisional pola pikir dapat dilihat
dari mitos yang berkembang.
Kabupaten Lingga terdapat
berbagai sejarah budaya melayu
yang masih sangat kental, salah
satunya adat istiadat perkawinan
yaitu tepuk tepung tawar tepatnya
berada di Kecamatan Lingga utara,
adat istiadat ini masih sangat
dijunjung
tinggi
khususnya
masyarakat Desa resun pesisir
khususnya etnis melayu. Tepuk
tepung tawar ini juga tidak hanya
di Resun pesisir saja yang masih
melakukan adat ini tetapi ditempat
lain juga masih melaksanakan adat
ini, salah satunya di dabo singkep,
daik lingga, senayang, lingga timur
dan sekitarnya selagi daerahnya
yang bernuansa melayu.
Salah satu upacara adat
melayu
khususnya
dalam
perkawinan yaitu adat tradisi
Tepuk Tepung Tawar. Upacara
Tepuk tepung tawar artinya suatu
kebiasaan yang sakral dan tidak
dapat dipisahkan dari budaya
melayu, hal ini juga mengandung
makna
simbolis
untuk
keselamatan, kebahagiaan, dan
kesejahteraan yang terwujud dari
orang-orang
yang
menepung
tawari pasangan pengantin.Tepung
tawar
dilakukan
sebagai
perlambang mencurahkan rasa
kegembiraan dan sebagai rasa
syukur atas keberhasilan, hajat,
acara atau niat yang akan
dilaksanakan baik terhadap benda
yang bergerak (manusia) maupun
benda mati yang tidak bergerak.
Dalam perkawinan melayu, Tepuk
tepung tawar adalah simbol
pemberian dan do'a restu bagi
kesejahteraan kedua pengantin,
disamping sebagai penolak bala
dan gangguan (Ishak Thaib,
2009:63)
Tepuk tepung tawar adalah
suatu rutinitas dalam upacara adat
perkawinan
budaya
melayu
khususnya
Desa resun pesisir
Dusun 1 Tanjung Bungsu oleh
peninggalan para nenek moyang
terdahulu. Adat Tradisi Tepuk
Tepung Tawar bagi masyarakat
Melayu Lingga Utara merupakan
simbol budaya dan akan tetap
terpelihara jika semua unsur
pendukung budaya itu selalu
berupaya dan menjunjung tinggi
keberadaan Tepuk Tepung Tawar
4
tersebut. Dengan demikian juga
akan melanggengkan keberadaan
Tepuk Tepung Tawar dalam
kehidupan masyarakat. Menurut
Vardiansyah,
Makna
pada
dasarnya terbentuk berdasarkan
hubungan
antara
lambang
komunikasi (simbol), akal budi
manusia penggunanya (dalam
suwira putra, 2014:3)
Makna
Simbol
yang
terkadung pada alat kegiatan
budaya adat Tradisi Tepuk tepung
tawar. Beras kunyit, basuh dan
bertih yang dihamburkan dibagian
bahu kanan dan kiri, maksudnya
ucapan selamat dan gembira.
Merenjis dibagian kening atau dahi
maksudnya berpikirlah sebelum
bertindak, merenjis pada bahu
kanan dan kiri maksudnya
memikul beban dan rasa tanggung
jawab, merenjis pada punggung
tangan dan kiri maknanya dalam
mencari
rezeki
hendaklah
berikhtiar
(berusaha)
dalam
menjalankan bahtera kehidupan.
Mengalin telur atau menggolekkan
telur
di
bibir
maksudnya
meneruskan
keturunan
dan
ketulusan hati yang sakinah,
mawadah,
warrahmah.
Mencecahkan sedikit inai atau
mengoles ke telapak tangan kanan
dan kiri maksudnya menandakan
mempelai sudah berakad nikah.
Do’a selamat sebagai penutup
acara tepung tawar bertujuan untuk
mendapatkan berkah dari Allah
SWT. (Ishak Thaib dkk, 2009:7172)
Selain itu, Tepuk Tepung
Tawar juga bermakna memohon
do’a restu dari hadirin serta
bermakna menghindarkan diri dan
keluarga
dari
marabahaya,
menghadirkan kegembiraan atau
kesenangan, serta membuang
penyakit. Seiring perkembangan
zaman salah satunya tradisi
melayu ini masih dapat kita lihat
hingga saat ini. Karena adanya
peranan dari masyarakat untuk
pelaksanaan Tradisi Tepuk Tepung
Tawar yang masih belum punah
dalam adat Melayu resun pesisir.
Sehingga masih di tradisikan oleh
masyarakat melayu dari zaman
terdahulu hingga zaman sekarang.
Ini menunjukkan bahwa tradisi ini
tidak dapat ditinggalkan dalam
Upacara Pernikahan melayu yang
jika tidak dilakukan menjadi hal
yang aneh dalam pandangan
masyarakat setempat. Dari uraian
diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang
masalah
tersebut
dengan
mengambil judul: EKSISTENSI
TEPUK
TEPUNG
TAWAR
DALAM
UPACARA
PERNIKAHAN
MASYARAKAT
MELAYU
DI DESA RESUN
PESISIR KABUPATEN LINGGA
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah di atas, maka dapat ditetapkan
5
rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah Mengapa Eksistensi Tepuk
Tepung Tawar dalam Upacara
pernikahan masyarakat Melayu di
Desa Resun Pesisir Kabupaten lingga?
C. Tujuan dan Kegunaan
penelitian
1. Tujuan
Untuk mengetahui Eksistensi
Tepuk Tepung Tawar dalam Upacara
pernikahan Masyarakat melayu di
Desa Resun Pesisir Kabupaten Lingga.
2. Kegunaan
Adapun kegunaan dari penelitian
secara teoritis dan praktis adalah
sebagai berikut:
1) Secara teoritis
Penelitian ini juga diharapkan
dapat menjadi acuan informasi dalam
penelitian-penelitian
berikutnya
dengan permasalahan penelitian yang
sama serta menjadi referensi pustaka
bagi pemenuhuan kebutuhan penelitian
lanjutan.
2) Secara praktis
Dilihat dari kegunaan penelitian
secara
praktis
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
sumbangan ilmu pengetahuan dan
pemikiran serta dapat membantu
sebagai bahan informasi mengenai
permasalahan yang berkaitan dengan
budaya tepuk tepung tawar pada
prosesi pernikahan adat melayu di
desa Resun Pesisir Kabupaten Lingga.
D.
Konsep Operasional
Dalam
sebuah penelitian,
konsep operasional sangat diperlukan
untuk
mempermudah
dan
memfokuskan penelitian. Konsep
operasional juga berfungsi sebagai
panduan bagi peneliti untuk menindak
lanjuti
kasus
tersebut
serta
menghindari timbulnya kekacauan
akibat kesalahan penafsiran dalam
penelitian. Untuk melihat bagaimana
budaya Tepuk tepung tawar pada
prosesi pernikahan adat melayu Desa
Resun Pesisir Kabupaten Lingga maka
digunakan konsep operasional yaitu
sebagai berikut:
1. Eksistensi
Eksistensi yaitu suatu
keberadaan, kehadiran yang
mengandung unsur bertahan,
jika dilihat dari Tepuk Tepung
Tawar disini berarti masyarakat
Desa
Resun
pesisir
melestarikan dan menjaga
suatu adat budaya tersebut.
2. Tepuk Tepung Tawar
Tepuk tepung tawar
adalah suatu rutinitas dalam
upacara
adat
Pernikahan
budaya melayu, Tepuk tepung
tawar ini merupakan upacara
adat dan rasa terima kasih
bersyukur kepada Yang Maha
Esa. Juga bermakna memohon
do’a restu dari hadirin dan
menghadirkan
kegembiraan
6
atau kesenangan untuk kedua
mempelai.
E.Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
3. Interaksionisme Simbolik
Kehidupan
bermasyarakat itu terbentuk
melalui proses komunikasi dan
interaksi antarindividu dan
antarkelompok
dengan
menggunakan simbol-simbol
yang dipahami maknanya
melalui proses belajar seperti
dalam adat pernikahan melayu
salah satunya Tradisi Tepuk
tepung tawar yang peneliti lihat
disini.
4. Nilai dan Budaya
Nilai
budaya
merupakan
sesuatu
yang
dianggap
berharga
dan
dianggap
penting
bagi
masyarakat. suatu adat istiadat
yang harus dilestarikan oleh
setiap masyarakat terutama
pada masyarakat melayu Desa
Resun pesisir.
5. Mitos
Mitos adalah suatu upacara
yang dipercayai masyarakat
memiliki
makna
tertentu,
dimana
upacara
tersebut
menjadi suatu kebiasaan yang
lazim dilaksanakan secara
turun temurun.
Jenis penelitian ini berupa
Deskriptip kualitatif yaitu berusaha
memahami dan menafsirkan makna
suatu peristiwa interaksi tingkah laku
manusia dalam situasi tertentu.
Diuraikan dengan kata-kata menurut
pendapat informan, apa adanya sesuai
dengan pertanyaan penelitian.(Usman
dan akbar, 2009: 130).
2. Lokasi Penelitian
Masyarakat yang dikaji dalam
penelitian ini mengenai Eksistensi
Upacara Tepuk Tepung Tawar pada
Pernikahan adalah masyarakat yang
Lokasi di Desa Resun Pesisir dusun 1
Tanjung bungsu, Kecamatan Lingga
utara, Kabupaten Lingga, Provinsi
kepulaun
Riau.
Penelitian
ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa
masih banyaknya masyarakat yang
melakukan Tepuk Tepung Tawar pada
pernikahan Melayu seperti yang sering
dilakukan masyarakat Desa Resun
pesisir dan juga desa-desa tetangga
salah satunya Desa Pancur yang masih
menggunakan Tepuk tepung tawar
juga
tetapi
jika
dilihat
perbandingannya dalam upacara tepuk
tepung tawar tersebut masih kuat dan
dijaga oleh Desa resun pesisir karena
masyarakatnya mayoritas beragama
islam sedangkan kalau di Desa pancur
masyarakatnya masih bercampur baur
dengan masyarakat Teonghua dan
suku lainya. Kehidupan masyarakatnya
7
memiliki karaktristik yang mendukung
topik penelitian.
3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam
melakukan penelitian ini adalah:
a. Data Primer
Data
primer
merupakan data yang
diperoleh lansung dari
informan, Yang di
proleh dari lapangan
dengan diperoleh dari
wawancara
dan
dokumentasi, dalam hal
ini adalah data yang
bertempat tinggal di
Desa Resun Pesisir
dusun
1
Tanjung
Bungsu
Kecamatan
Lingga
Utara,
Kabupaten Lingga yang
telah ditetapkan sebagai
sampel penelitian.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang
diperoleh secara tidak
langsung dari obyek
penelitian.
Pengumpulan
data
sekunder
dalam
penelitian ini dengan
cara penelitian tentang
jumlah
masyarakat
Desa Resun Pesisir
dusun 1 tanjung bungsu
yang
melakukan
pernikahan
yang
diperoleh dari kantor
KUA kecamatan lingga
utara.
Dan
jumlah
masyarakat yang ikut
berpartisipasi
dalam
upacara
pernikahan
dengan adat tradisi
Tepuk tepung tawar.
4. Populasi dan sampel
Sesuai
dengan
jenis
penelitian bahwa penelitian
kualitatif tidak menggunakan
pendekatan
populasi
dan
sampel tetapi yang digunakan
dengan pendekatan secara
intensif ke informan yang akan
dijadikan sebagai jenis data
dalam penelitian ini. Teknik
penentuan informan yang
digunakan dalam penelitian ini
menggunakan
Purposive
sampling yaitu sampel yang
“secara sengaja” dipilih oleh
peneliti, karena sampel ini
dianggap memiliki ciri-ciri
tertentu,
yang
dapat
memperkaya data penelitian
Prasetya Irawan, (2006:15).
Karakteristik
dalam
penelitian
ini
adalah
Masyarakat asli yang sudah
cukup lama mendiami Desa
tersebut dan Tokoh adat yang
digolongkan pada karakteristik
usia, karena yang melakukan
upacara adat tradisi Tepuk
tepung tawar itu hanya
orangtua yang berpengalaman
dalam adat tersebut kecuali
8
selesainya acara tersebut dan
sudah berlangsungnya acara
itu tidak dibatasi dengan umur,
bahkan anak-anak kecilpun
ikut serta dalam menyaksikan
acara
tersebut.
Tokoh
masyarakat dalam hal ini yaitu
orang
tua
yang
lebih
berpengalaman dalam bidang
agama maupun dalam adat
tradisi Tepuk Tepung Tawar
dan yang mengerti dengan tata
cara tersebut.
Informan dalam penelitian
ini adalah masyarakat Lingga
khususnya Desa Resun pesisir
dusun 1 Tanjung bungsu yang
berjumlah 7 orang untuk
menjadi sumber peneliti dalam
mendapatkan
informasi
sebagai data yang diperlukan
sesuai dengan permasalahan
serta yang menjadi informan
adalah
KUA
Kecamatan
Lingga Utara untuk kebutuhan
peneliti yaitu latar belakang
Tradisi Tepuk Tepung Tawar.
Peneliti juga menggunakan
inisial pada data informan
dikarenakan untuk menjaga
kenyamanan agar informan
untuk
leluasa
menjawab
pertanyaan yang diberi pada
mereka sebagai wawancara.
5.Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan
data
merupakan suatu bentuk cara
mencari data utama dengan
menggunakan
keterlibatan
langsung
penulis
untuk
memperoleh data Adapun
teknik dan alat pengumpulan
data dalam meneliti sebagai
berikut:
a. Observasi
Observasi
langsung
adalah cara pengambilan data
dengan menggunakan mata
tanpa ada pertolongan alat
standar lain untuk keperluan
tersebut.
Dalam
kegiatan
sehari-hari,
kita
selalu
menggunakan mata untuk
mengamati sesuatu. Observasi
ini digunakan untuk penelitian
secara
sistematik
tentang
bagimana mengetahui tentang
gambaran
situasi
lokasi
penelitian yaitu di Desa resun
pesisir kecamatan Lingga utara
serta
gambaran
apakah
informan yang diteliti cukup
tepat untuk mengetahui makna
dari taradisi Tepuk tepung
tawar pada prosesi pernikahan
masyarakat melayu di Desa
Resun
Pesisir
Kabupaten
Lingga.
b. Wawancara
Wawancara
adalah
proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab, sambil
bertatap muka antara si
penanya dengan si penjawab
dengan menggunakan alat yang
dinamakan interview guide
9
(panduan wawancara). Dalam
hal ini peneliti menggunakan
pedoman wawancara yaitu
daftar pertanyaan agar fokus
penelitian lebih terarah yang
berguna
untuk
menjawab
masalah penelitian.
Disini
peneliti
mewawancarai para informan
dengan pertanyaan-pertanyaan
yang mengarah kepada hal-hal
yang berkaitan dengan Tepuk
tepung
tawar
diantaranya
seperti
mempertahankan
Tradisi tepuk tepung tawar
dalam pernikahan, dan tata
cara Tepuk tepung tawar
seperti apa yang patut ditiru.
c. Dokumentasi
Dokumentasi
adalah
setiap bahan tertulis baik
berupa buku-buku, memo,
pengumuman,
instruksi,
majalah, buletin, pernyataan,
aturan
suatu
lembaga
masyarakat, dan berita yang
disiarkan kepada media massa.
Dokumentasi dalam penelitian
ini adalah untuk memperoleh
data tertulis dan nyata yang
dibuthkan
serta
berkaitan
dengan
penelitian
Tepuk
tepung tawar. Dimana data
tertulis didapatkan dari Tokoh
masyarakat dan KUA.
6. Teknik Analisis Data
Setelah
melakukan
pengumpulan data, seluruh
data yang terkumpul kemudian
diolah oleh peneliti. Data
dianalisis
menggunakan
metode deskriptif kualitatif
yaitu dengan mendeskripsikan
secara menyeluruh data yang
didapat
selama
proses
penelitian.
Miles
dan
Huberman
(Sugiyono,
2012:246)
mengungkapkan
bahwa dalam mengolah data
kualitatif dilakukan meliputi
reduksi data, penyajian data,
Verifikasi, dan diakhiri dengan
sebuah
kesimpulan
yang
mengacu pada penganalisaan
data tersebut.
1. Reduksi
Mereduksi
berarti
merangkum, memilih halhal pokok dan penting
kemudian dicari tema dan
polanya
(Sugiyono,
2012:247).Pada tahap ini
peneliti memilah informasi
mana yang relevan dan
mana yang tidak relevan
dengan penelitian. Setelah
direduksi
data
akan
mengerucut,
semakin
sedikit dan mengarah ke
inti permasalahan sehingga
mampu
memberikan
gambaran yang lebih jelas
mengenai objek penelitian.
2. Penyajian Data
Setelah dilakukan direduksi
data, langkah selanjutnya
adalah menyajikan data.
Data
disajikan
dalam
10
bentuk tabel dan uraian
penjelasan yang bersifat
deskriptif.
3. Penarikan Kesimpulan
Tahap akhir pengolahan
data adalah penarikan
kesimpulan. Setelah semua
data tersaji permasalahan
yang
menjadi
objek
penelitian dapat dipahami
dan
kemudian
ditarik
kesimpulan
yang
merupakan
hasil
dari
penelitian ini.
F. KERANGKA TEORITIS
A. Teori Intraksionisme Simbolik
Interaksi
Simbolik
yaitu
“proses
pengambilan
peran”
menduduki tempat penting. Interaksi
berarti bahwa para peserta masingmasing memindahkan diri mereka
secara mental kedalam posisi orang
lain. Dengan berbuat demikian,
mereka mencoba mencari arti maksud
yang oleh pihak lain diberikan kepada
aksinya, sehingga komunikasi dan
interaksi dimungkinkan. Jadi interaksi
tidak hanya berlangsung melalui
gerak-gerak saja, melainkan terutama
melalui simbol-simbol yang perlu
dipahami dan dimengerti maknanya.
Artinya gerak yang menentukan dalam
interaksi simbolik, orang mengartikan
dan menafsirkan gerak-gerak orang
lain dan bertindak sesuai dengan arti
itu. Esensi dari interaksi simbolik
adalah suatu aktivitas yang merupakan
ciri khas manusia, yakni komunikasi
atau pertukaran simbol yang diberi
makna Mulyana, (Suwira putra
2014:3).
Interaksionisme
Simbolik
berusaha memahami perilaku manusia
dari sudut pandang subjek, perspektif
ini menyarankan bahwa perilaku
manusia harus dilihat sebagai proses
yang
memungkinkan
manusia
membentuk dan mengatur perilaku
mereka dengan mempertimbangkan
keberadaan orang lain yang menjadi
mitra interaksi mereka. Menurut
Blumer (Sobur 2004:194).
Poloma
(1979:259-261)
mengatakan aktor akan memilih,
memeriksa,
berpikir,
mengelompokkan, dan mentransformir
makna dalam hubungannya dengan
situasi dimana dia ditempatkan dan
diarahkan. Sehingga korban dari
stereotip gender yang dilihat dari
pemaknaan realitas sosial dalam
interaksionalisme
simbolik
akan
merasa bersalah, apabila seorang
pribadi laki-laki atau perempuan
melakukan tindakan di luar ciri yang
dianggap seharusnya. Manusia pada
hakekatnya juga merupakan aktor yang
sadar dan refleksif, yang menyatukan
obyek-obyek
yang
diketahuinya
melalui apa yang disebut Blumer
sebagai self-indication. Self-indication
adalah “proses komunikasi yang
sedang berjalan dimana individu
mengetahui
sesuatu,
menilainya,
memberinya makna, dan memutuskan
untuk bertindak berdasarkan makna
itu.
11
Simbol, makna, serta nilai-nilai
yang berhubungan dengan mereka
tidak hanya terpikirkan oleh mereka
dalam bagian-bagian yang terpisah,
tetapi dalam suatu bentuk kelompok
yang
kadang-kadang
luas
dan
kompleks. Artinya terdapat satuansatuan kelompok yang mempunyai
simbol-simbol yang sama. Atau kalau
dipandang dari segi simbol, aka nada
simbol kelompok.
Menurut
Blumer
istilah
Interaksionisme simbolik menujukkan
kepada sifat khas dari interaksi antar
manusia. Kehasanya adalah bahwa
manusia saling menerjemahkan dan
saling mendefenisikan tindakanya.
Bukan hanya sekedar reaksi belaka
dan tindakan seseorang terhadap orang
lain. tanggapan seseorang tidak dibuat
secara lansung terhadap tindakan
orang lain, tetapi didasarkan atas”
makna” yang diberikan terhadap
tindakan oranglain itu sehingga dalam
proses interaksi manusia itu bukan
suatu proses saat adanya stimulus
secara
otomatis
dan
lansung
menimbulkan tanggapan atau respon.
(Nasrullah nazir, 2008:32).
Blumer menyatakan bahwa
hubungan sosial
tidak barangkali
terjadi, melainkan dibentuk dengan
interperetasi- interpretasi para aktor
yang mengambil makna didalamnya.
Interaksi bermakna aktor saling
mengambil
catatan,
saling
mengomunikasikan,
dan
saling
menginterpretasi sepanjang interaksi
tersebut terus berjalan. Oleh karena itu
bisa dikatakan bahwa hampir semua
bentuk
interaksi
sosial
adalah
simbolik. Proses interaksi simbolik
berarti membuat keputusan dan
lansung berkaitan dengan aliran
tindakan yang terus menerus atau tidak
pernah berhenti. (Rachmad susilo,
2008:166).
Hebert
Blumer,
dalam
membahas
teorinya
tentang
interaksionisme simbolik (Margaret
M. Poloma, 1992: 32), merupakan
tindakan-tindakan
bersama
yang
mampu membentuk struktur atau
lembaga
itu
hanya
mungkin
disebabkan oleh interaksi simbolis,
yang dalam menyampaikan makna
menggunakan isyarat dan bahasa.
Melalui simbol-simbol yang berarti,
simbol-simbol yang telah memiliki
makna, obyek-obyek yang dibatasi dan
ditafsirkan, melalui proses interaksi
makna-makna tersebut disampaikan
pada pihak lain.
Menurut
Blumer
(dalam
Rachmad
Susilo,
2008:167-168)
interaksionisme simbolik memiliki
tiga premis utama yaitu :
1. Manusia bertindak sesuatu
atas dasar makna yang
dimiliki benda tersebut.
Dari sini dinyatakan bahwa
kesadaran
merupakan
elemen kunci dari tindakan
bermakna. Apapun yang
berhubungan
dengan
kesadaran
merupakan
12
sesuatu yang individu
sedang memberi petunjuk
untuk dirinya.
2. Makna itu diperoleh dari
hasil interaksi sosial yang
dilakukan dengan orang
lain. Makna merupakan
produk sosial, diciptakan
karena
belum
ada
sebelumnya, dan tidak ada
begitu saja. makna dari
sesuatu untuk seseorang
muncul dari cara orang lain
bertindak pada pihak lain
dengan
memerhatikan
sesuatu.
3. Makna-makna
tersebut
kemudian direvisi, diubah,
dan disempurnakan melalui
proses-proses
interaksi.
Tindakan mereka berjalan
untuk
mendefinisikan
sesuatu
bagi
orang”.
Blumer mengatakan bahwa
individu
mengomunikasikan
dan
memperlakukan
makna
lewat
sebuah
proses”bertanya
pada
dirinya”. Ini merupakan
proses membuat tanda pada
seseorang yang sedang
menafsirkan apa yang
dianggap
mengganggu
dirinya.
Interaksionisme
simbolik
mencoba menjelaskan bagaimana cara
partisipan membatasi, menafsirkan dan
menangkap situasi yang kemudian
memperlancar pembentukan diri dan
struktur sosial tidak boleh diabaikan.
(Nasrullah Nazsir, 2008:33). Secara
umum makna dapat diartikan sebagai
sebuah hubungan antara subjek dengan
lambangnya.
Ketiga
premis
interaksi
sebagaimana yang digunakan oleh
Blumer merupakan subtansi dasar
untuk penciptaan makna, menciptakan
struktur ide-ide dasar (root images).
Pertama, masyarakat terdiri dari
manusia yang berinteraksi, dimana
interaksi tersebut saling memiliki
kesesuain melalui tindakan bersama,
membentuk struktur sosial. Kedua,
interaksi terdiri dari berbagai kegiatan
manusia yang berhubungan dengan
kegiatan manusia lain. Interaksi secara
simbolis yang terjadi senantiasa
mencakup
penafsiran
tindakantindakan. Ketiga, objek-objek (fisik,
sosial, dan abstrak) tidak mempunyai
makna intrinsik. Makna merupakan
produk interaksi simbolis. Keempat,
manusia tidak hanya mengenal objek
eksternal, melainkan juga mereka
dapat melihat dirinya sebagai objek.
Kelima, tindakan manusia adalah
tindakan interpretatif yang dibuat oleh
manusia itu sendiri. Keenam, tindakan
tersebut
saling
dikaitkan
dan
disesuaikan oleh anggota kelompok.
Dalam
hal
ini,
Blumer
menegaskan
tentang
pentingnya
penamaan dalam proses pemaknaan.
Blumer mengemukakan tiga prinsip
dasar interaksionisme simbolik. Dalam
13
rangkaian upacara perkawinan adat
Melayu Kepulauan Riau, sesudah
acara akad nikah dilanjutkan pula
dengan Tepuk Tepung Tawar. Acara
ini adalah “Menepuk” dengan beras
kunyit dan bertih, yang dilanjutkan
dengan mencecah inai di telapak
tangan pengantin.Acara tepuk tepung
tawar biasanya juga disebut dengan
“bertepuk” Dalam acara ini juga
senantiasa diiringi dengan pantunpantun
oleh
sipembawa
acara.(Mochtar Zam, 2006:223)
1. Makna
Blumer mengawali teorinya
dengan premis bahwa perilaku
seseorang terhadap sebuah objek atau
orang lain ditentukan oleh makna yang
dia pahami tentang objek atau orang
tersebut. Gagasan blumer lain yang
tidak kalah penting adalah tentang 3
hal, yakni: manusia bertindak atas
sesuatu pada dasar makna yang
dimiliki benda tersebut. Dari sini di
nyatakan bahwa kesadaran merupakan
elemen kunci dari tindakan bermakna.
Makna merupakan produk
sosial; diciptakan karena belum ada
sebelumnya, dan tindakan bersifat ada
begitu saja. “Makna dari sesuatu
untuk seseorang muncul dari cara
orang lain bertindak pada pihak lain
dengan
memerhatikan
sesuatu.
Tindakan mereka berjalan untuk
mendefinisikan sesuatu bagi orang”.
Pemaknaan muncul dari interaksi
sosial yang dipertukarkan di antara
mereka. Makna bukan muncul atau
melekat pada sesuatu atau suatu objek
secara alamiah. Makna tidak bisa
muncul “dari sananya”. Makna berasal
dari hasil proses negosiasi melalui
penggunaan bahasa dalam perspektif
interaksionisme simbolik.
2. Berfikir
Manusia
hanya
memiliki kapasitas umum
untuk berfikir. Kapasitas ini
harus dibentuk dan diperhalus
dalam proses interaksi sosial.
Pandangan ini menyebabkan
teoritisi
interaksionisme
simbolik
memusatkan
perhatian pada bentuk khusus
interaksi
sosial
yakni
sosialisasi.
Kemampuan
manusia
untuk
berpikir
dikembangkan sejak dini dalam
sosialisasi
anak-anak
dan
diperhalus selama sosialisasi
dimasa
dewasa.
Teoritisi
interaksionisme
simbolik
mempunyai
pandangan
mengenai proses sosialisasi
yang berbeda dari pandangan
sebagian besar sosiolog lain.
Menurut mereka, sosiolog
konvensional mungkin melihat
sosialisasi semata-mata sebagai
proses mempelajari sesuatu
yang dibutuhkan manusia
untuk mempertahankan hidup
dalam masyarakat (contohnya,
kultur, peran yang diharapkan).
Bagi teoritisi interaksionisme
simbolik, sosialisasi adalah
14
proses yang lebih dinamis yang
memungkinkan
manusia
mengembangkan kemampuan
untuk
berpikir,
untuk
mengembangkan cara hidup
manusia tersendiri. Sosialisasi
bukanlah semata-mata proses
satu arah dimana aktor
menerima informasi, tetapi
merupakan proses dinamis
dimana aktor menyusun dan
menyesuaikan informasi itu
dengan kebutuhan mereka
sendiri
Manis
(Meltzer,
1978:6).
Interaksionisme
simbolik
menggambarkan
proses
berpikir
sebagai perbincangan dengan diri
sendiri. Proses berpikir ini sendiri
bersifat refleksif. Nah, masalahnya
menurut Mead adalah sebelum
manusia bisa berpikir, kita butuh
bahasa. Kita perlu untuk dapat
berkomunikasi
secara
simbolik.
Bahasa
pada
dasarnya
ibarat software yang
dapat
menggerakkan pikiran kita. Pakar
interaksionisme simbolik tak hanya
tertarik pada perspektif sosialisasi
sederhana, tetapi juga pada interaksi
pada umumnya yang”sangat penting
dalam bidang kajianya sendiri”
(Blumer, 1969b:8).
Cara
bagaimana
manusia
berpikir banyak ditentukan oleh
praktek bahasa. Bahasa sebenarnya
bukan sekedar dilihat sebagai ‘alat
pertukaran pesan’ semata, tapi
interaksionisme simbolik melihat
posisi
bahasa
lebih
sebagai
seperangkat ide yang dipertukarkan
kepada pihak lain secara simbolik.
Akan
tetapi
walaupun
pemaknaan suatu bahasa banyak
ditentukan
oleh
konteks
atau
konstruksi
sosial,
seringkali
interpretasi individu sangat berperan di
dalam modifikasi simbol yang kita
tangkap dalam proses berpikir.
Simbolisasi dalam proses interaksi
tersebut tidak secara mentah-mentah
kita terima dari dunia sosial, karena
kita pada dasarnya mencernanya
kembali dalam proses berpikir sesuai
dengan preferensi diri kita masingmasing.
Pemaknaan merujuk kepada
bahasa. Proses berpikir merujuk
kepada bahasa. Bahasa menentukan
bagaimana proses pemaknaan dan
proses berpikir. Jadi, ketiganya saling
terkait secara erat. Interaksi ketiganya
adalah yang menjadi kajian utama
dalam perspektif interaksionisme
simbolik.
Dalam
konsepsi
interaksionisme simbolik dikatakan
bahwa kita cenderung menafsirkan diri
kita lebih kepada bagaimana orangorang melihat atau menafsirkan diri
kita. Kita cenderung untuk menunggu,
untuk melihat bagaimana orang lain
akan memaknai diri kita, bagaimana
ekspektasi orang terhadap diri kita.
15
Oleh karenanya konsep diri kita
terutama kita bentuk sebagai upaya
pemenuhan terhadap harapan atau
tafsiran orang lain tersebut kepada diri
kita.
Konsep diri adalah fungsi secara
bahasa. Tanpa pembicaraan maka
tidak akan ada konsep diri. Nah,
konsep diri ini sendiri pada nantinya
terbentuk atau dikonstruksikan melalui
konsep pembicaraan itu sendiri,
melalui bahasa (language).
3. Simbol
Simbol adalah suatu yang
“lepas” dari apa yang disimbolkan,
karena komunikasi manusia itu tidak
terbatas pada ruang, penampilan atau
sosok fisik, dan waktu dimana
pengalaman inderawi itu berlansung,
sebaliknya
manusia
dapat
berkomunikasi tentang objek dan
tindakan jauh diluar batas waktu dan
ruang.
Namun, perlu diingat makna dari
suatu simbol tertentu tidak selalu
bersifat universal: berlaku sama
disetiap situasi dan daerah. Nilai atu
makna sebuah simbol tergantung
kepada kesepakatan orang-orang atau
kelompok
yang
mempergunakan
simbol itu. Menurut Leslie White
(1968), makna suatu simbol hanya
dapat ditangkap melalui cara-cara
nonsensoris, yakni melalui proses
penafsiran. Makna dari suatu simbol
tertentu dalam proses interaksi sosial
tidak begitu saja biasa lansung
diterima dan dimengerti oleh semua
orang, melainkan harus terlebih dahulu
ditafsirkan.
Bab ini berintikan diskusi
tentang prinsip dasar Intraksionisme
simbolik. Sebenarnya tak mudah
menggolongkan pemikiran ini ke
dalam teori dalam artian umum karena
seperti dikatakan Paul rock, pemikiran
ini “sengaja dibangun secara samar”
dan merupakan “resistensi terhadap
sistematisasi”
(1979:18-19).
Ada
beberapa perbedaan signifikan dalam
interaksionisme simbolik, sebagian
akan dibahas sambil berjalan.
Beberapa
tokoh
interaksionisme simbolik (Blumer,
1969; Manis dan Meltzer, 1978; Rose,
1962; Snow, 2001) telah mencoba
menghitung jumlah prinsip dasar teori
ini, yang meliputi:
a. Tak seperti
binatang,
manusia
dibekali
kemampuan untuk berfikir.
b. Kemampuan
berpikir
dibentuk oleh interaksi
sosial.
c. Dalam interaksi sosial
manusia mempelajari arti
dan
simbol
yang
memungkinkan
mereka
menggunakan kemampuan
berpikir mereka yang
khusus itu.
d. Makna
dan
simbol
memungkinkan manusia
16
melanjutkan
tindakan
khusus dan berinteraksi.
e. Manusia
mampu
mengubah arti dan simbol
yang mereka gunakan
dalam
tindakan
dan
interaksi
berdasarkan
penafsiran
mereka
terhadap situasi.
f. Manusia mampu membuat
kebijakan modifikasi dan
perubahan,
sebagian
karena
kemampuan
mereka
berinteraksi
dengan
diri
mereka
sendiri,
yang
memungkinkan
mereka
menguji
serangkaian
peluang tindakan, menilai
keuntungan dan kerugian
relatif
mereka,
dan
kemudian memilih satu
diantara
serangkaian
peluang tindakan itu.
g. Pola tindakan dan interaksi
yang saling berkaitan akan
membentuk kelompok dan
masyarakat.(George
Ritzer, 2008:289).
Kesimpulan utama yang perlu
diambil dari uraian tentang subtansi
Teori Interaksionosme Simbolik ini
adalah sebagai berikut. Kehidupan
bermasyarakat terbentuk melalui
proses interaksi dan komunikasi antar
individual dan antar kelompok
dengan menggunakan simbol-simbol
yang dipahami maknanya melalui
proses belajar. Tindakan seseorang
melalui proses interaksi itu bukan
semata-mata
merupakan
suatu
tanggapan yang bersifat langsung
terhadap stimulus dari lingkungannya
atau dari luar dirinya. Tetapi tindakan
itu merupakan hasil daripada proses
intepretasi terhadap stimulus. Jadi
merupakan hasil proses belajar,
dalam arti memahami simbol-simbol,
dan saling menyesuaikan makna dari
simbol-simbol itu. Meskipun normanorma, nilai-nilai sosial dan makna
dari simbol-simbol itu memberikan
pembatasan terhadap tindakannya,
namun dengan kemampuan berfikir
yang dimikili manusia mempunyai
kebebasan
untuk
menentukan
tindakan dan tujuan-tujuan yang
hendak dicapainya. (George Ritzer,
2011:59).
A. Nilai dan Budaya
Dalam
suatu
kebudayaan
terkandung nilai-nilai dan normanorma sosial yang merupakan faktor
pendorong bagi manusia untuk
bertingkah laku dan mencapai
kepuasan tertentu dalam kehidupan
sehari-hari. Nilai dan norma senantiasa
berkaitan satu sama lainya, walaupun
keduanya dapat dibedakan D.A Wila
Huky (dalam Abdulsyani, 2007:50).
Nilai merupakan kontruksi masyarakat
yang tercipta melalui interaksi diantara
para anggota masyarakat. Nilai tercipta
secara sosial bukan secara biologis
atau bawaan sejak lahir.
17
Alvin L. Bertrand (dalam
Abdulsyani, 2007:51) bahwa nilai-nilai
akan kelihatan apabila sistem-sistem
sosial dipakai sebagai alat konsepsi di
dalam menganalisa tindakan sosial.
Nilai-nilai itu merupakan ciri sistem
sebagai suatu keseluruhan, dan bukan
merupakan sekedar salah satu bagian
komponennya belaka selanjutnya
dapat ditambahkan bahwa nilai-nilai
sosial itu biasanya dijunjung tinggi dan
diakui sebagai patokan bertindak oleh
orang perorangan atau setidaknya
sebagian besar anggota masyarakat.
Nilai adalah segala sesuatu
tentang yang baik atau yang buruk.
Nilai adalah segala sesuatu yang
menarik bagi manusia sebagai subyek.
Nilai adalah perasaan tentang apa yang
diinginkan, atau tentang apa yang
boleh dan tidak boleh. konsep- konsep
tentang nilai yang hidup dalam alam
pikiran
sebagian
besar
warga
masyarakat, membentuk sistem nilai
budaya berfungsi sebagai pedoman
tertinggi bagi kelakuan manusia,
dalam tingkatan paling abstrak.
Sistem-sistem tata kelakuan yang
tingkatanya lebih konkrit, seperti
aturan-aturan khusus, hukum, normanorma, semuanya berpedoman pada
sistem budaya itu. Sistem nilai budaya
itu demikian kuat meresap dalam jiwa
warga masyarakatnya, sehingga sukar
diganti dengan nilai-nilai budaya lain
dalam waktu singkat. (Liyes Sudibyo
dkk, 2013: 32-33).
Dalam pandangan sosiologi,
nilai secara umum dapat berpungsi
sebagai langkah persiapan bagi
petunjuk-petunjuk
penting
untuk
memprediksi
mengenai
prilaku,
disamping juga memiliki kegunaan
peraktis lainya bagi sosiologi. Dalam
kajian sosiologi, nilai-nilai sosial
seseorang atau kelompok secara
lansungsung dapat mempengaruhi
segala aktifitasnya, terutama dalam
rangka menyesuaikan diri dengan
norma-norma
yang
ada dalam
masyarakat sekelilingnya. kecuali itu
nilai-nilai sosial dapat menentukan
ukuran besar kecil atau tinggi
rendahnya setatus dan peranan
seseorang ditengah-tengah kehidupan
masyarakat. (Abdulsyani, 2007:53-54).
Nilai-nilai budaya merupakan
nilai-nilai yang disepakati dan
tertanam dalam suatu masyarakat,
lingkup
organisasi,
lingkungan
masyarakat, yang mengakar pada suatu
kebiasaan, kepercayaan (believe),
simbol-simbol, dengan karakteristik
tertentu yang dapat dibedakan satu dan
lainnya sebagai acuan prilaku dan
tanggapan atas apa yang akan terjadi
atau sedang terjadi.Sistem nilai budaya
adalah tingkat tertinggi dan paling
abstrak dari adat istiadat. Sebabnya
ialah karena nilai budaya terdiri dari
konsep-konsep
mengenai
segala
Sesuatu yang dinilai berharga dan
penting oleh warga suatu masyarakat,
sehingga dapat berfungsi sebagai suatu
pedoman orientasi pada kehidupan
18
para
warga
masyarakat
yang
bersangkutan. walaupun nilai-nilai
budaya berfungsi sebagai pedoman
hidup warga suatu masyarakat, sebai
konsef sifatnya
sangat
umum,
memiliki ruang lingkup yang sangat
luas, dan biasanya sulit diterangkan
secara
rasional
dan
nyata.
(Koentjaraningrat, 2005:75-76).
B. Mitos
Pengertian
mitos
yang
dikemukakan oleh Malinowski itu,
lebih memperjelas tentang arti mitos
sebagai “kata-kata”. Kalau mitos
diartikan sebagai “ucapan” atau ” kata
kata, berarti bukan sembarang ucapan
atau kata-kata, tetapi “ucapan suci”
atau “kata-kata suci”. Oleh karena itu,
mitos dapat diserupakan dengan ilham
atau wahyu.(Adeng muchtar ghazali,
2011:113).
Dalam pandangan masyarakat
primitif, mitos dianggap sebagai suatu
cerita yang benar dan cerita ini
menjadi milik mereka yang paling
berharga, karena merupakan sesuatu
yang suci, bermakna, dan menjadi
contoh model tindakan manusia serta
memberikan makna dan nilai pada
kehidupan ini. Mitos menceritakan
bagaimana suatu realitas mulai
bereksistensi melalui tindakan mahluk
supranatural. Mitos selalu menyangkut
suatu penciptaan. Dalam mitos,
manusia berusaha dengan sungguhsungguh dan dengan imajinasinya
menerangkan gejala alam yang ada,
namun belum tepat karena kurangnya
pengetahuan
sehingga
orang
mengaitkannya dengan seorang tokoh
ataupun dewa.
Mitos
melambangkan
bentuk
pengalaman manusia ia memberikan
arah dan pedoman agar bertindak lebih
bijaksana.
Mitos
menyadarkan
manusia tentang adanya kekuatankekuatan
gaib,
diluar
mereka.
Kemudian manusia dibantu untuk
menghayati daya-daya itu sebagai
kekuatan yang menguasai alam dan
kehidupan
semuanya.(Susilo,
2009:38).
G. Gambaran Umum Lokasi
Penelitian
A. Kondisi Geografis
Desa Resun Pesisir Wilayah
daratan dan lautan mencapai 56.000
Ha. Desa Resun Pesisir terdiri dari 3
(tiga) Dusun yaitu (Dusun I, Dusun II,
Dusun III), Empat RW, Delapn RT.
Desa ini terletak di kecamatan Lingga
Utara yang terdiri dari tingkat
perkembangan
Desa
yaitu
Swasembada / Swadaya / Swakarya
yang batas wilayahnya terdiri dari 4
kutub yaitu di sebelah Utara, Selatan,
Barat dan Timur. Desa ini jarak dari
pusat pemerintahan Kecamatan sekitar
8 Km.
Sebagian besar wilayah Desa
Resun Pesisir terdiri dari Daratan,
Perbukitan, sungai pantai dan tanah
rawa,
yang
mana
penduduk
kebanyakan bermukim di tepi pantai
dan daratan.Mayoritas penduduk di
19
tepi pantai pekerjaannya nelayan dan
mayoritas penduduk didaratan adalah
berkebun dan bertani.
Desa Resun Pesisir ini beberapa
tahun silam sebelum dimekarkan
dikenal dengan Desa Resun yang
bertepatan dengan daratan Daik lingga
tetapi dengan adanya pemekaran
Daerah ini sehingga terpisah menjadi
Desa tersendiri Desa Resun dan Desa
Resun Pesisir yang terletak di
Kecamatan Lingga Utara Kabupaten
Lingga.
H.
Hasil
Peneliatan
dan
Pembahasan
A. Karakteristik Informan
Sebelum penelitian lebih jauh
membahas
tentang
hasil
dari
penelitian, maka terlebih dahulu
peneliti akan menguraikan identitas
informan. Dalam penelitian ini yang
menjadi informan yaitu masyarakat
Desa Resun pesisir dusun 1 Tanjung
Bungsu. Masyarakat Desa Resun
pesisir yang setiap adanya pernikahan
selalu menggunakan adat tradisi Tepuk
tepung tawar tidak dapat digolongkan
pada karakteristik usia, Karena
Masyarakat yang mengikuti Upacara
Tepuk tepuk tepung tawar dibatasi
dengan umur dan pengalaman orang
tertentu oleh orang yang menepuk
tepung tawari tersebut, tetapi yang ikut
sertaan menyaksikan adat tersebut
tidak dibatasi baik itu anak kecil
maupun orang tua. Tetapi di dalam
kehidupan masyarakat pasti ada
didalamnya struktur, nilai-nilai dan
adat tradisi ataupun budaya, serta
kebiasaan.
Adapun beberapa orang yang
peneliti terima dari informan, peneliti
menggunakan kerangka berfikir yang
menjelaskan kedalam Nilai budaya,
karena di dalam nilai budaya terdapat
unsur-unsur yang mewakili setiap
permasalahan untuk di teliti seperti
Pendidikan, politik, agama yang
merupakan unsur
yang
sangat
berkaitan lansung dalam usaha
melestarikan suatu keberadaan adat
tradisi budaya Tepuk tepung tawar.
Informan dalam penelitian kualitatip
sengaja dipilih oleh peneliti, karena
dianggap
mampu
memberikan
informasi seputar masalah yang sedang
diteliti.
Dalam
penelitian
ini,
karakteristik informan yang dipilih
adalah masyarakat asli yang tinggal
disana yang lebih perpengalaman
disegani Masyarakat setempat dan
Tokoh masyarakat beserta sesepuh
kampung yang berdasarka umur
mereka kurang lebih 50 tahun ke atas
dan pengalamanya sudah banyak yang
dipercayai untuk melakukan suatu adat
Tradisi Tepuk Tepung Tawar.
Sehingga, informan mengetahui secara
jelas bagaimana Eksistensi Tepuk
tepung tawar beserta makna-makna
dari simbol yang dipraktekkan kepada
kedua mempelai sang pengantin.
Informan dalam penelitian ini adalah
tokoh masyarakat, tokoh adat,
masyarakat yang mengerti akan makna
20
dari upaca tersebut dan KUA, dengan
informan yang berjumlah 7 orang.
B. Eksistensi Tepuk Tepung
Tawar Dalam Pernikahan
Melayu Di Desa Resun
Pesisir Dusun 1 Tanjung
Bungsu
Daik Lingga memang kaya dengan
adat dan tradisi, salah satunya Tepuk
tepung tawar. Tepuk tepung tawar
adalah suatu upacara adat budaya
melayu riau khususnya Desa resun
pesisir Dusun 1 Tanjung Bungsu oleh
peninggalan para nenek moyang
terdahulu. Tepuk tepung tawar
merupakan upacara adat dan juga
bentuk persembahan syukur atas
tekabulnya suatu keinginan atau
usaha,upacara ini dilakukan pada dua
ketentuan,baik pada manusia maupun
pada benda.
Tepuk tepung tawar biasa di
pergunakan dalam acara acara tertentu
misal pernikahan, menempati rumah
baru, mengendarai kendaran baru,
khitanan,serta bentuk bentuk dari
luapan rasa kegembiraan bagi orang
orang yang mempunyai hajatan,atau
semacam upacara adat yang sakral
lainnya.
Dalam perkawinan melayu yang
didalamnya ada yang dinamakan adat
tradisi Tepuk tepung tawar yaitu
simbol pemberian dan do'a restu bagi
kesejahteraan
kedua
pengantin,
disamping sebagai penolak bala dan
gangguan
maupun
marabahaya.
Pelaksanaan Tepuk tepung tawar ada
yang dilaksanakan dengan duduk satusatu dan ada pula kedua mempelai
duduk berdua sekaligus. Dilakukan
dengan
duduk
satu-satu
pertimbangannya
bahwa
kedua
mempelai belum melaksanakan mahar
bathin (belum bersatu) dan akan
melaksanakan tebus kipas. Sedangkan
Tepuk teung tawar duduk berdua
sekaligus dapat dilakukan dengan
pertimbangan kedua mempelai sudah
menikah dan tidak ada pelaksanaan
kegiatan tebus kipas.
Adapun tatacara menepuk tepung
tawar yaitu yang pertama dengan
mengambil sejemput beras kunyit,
beras putih dan bertih lalu ditaburkan
melewati atas kepala, ke bahu kanan
dan kiri pengantin maksudnya ucapan
selamat dan gembira. Beras kunyit
(beras
kuning)
warna
kuning
melambangkan Raja/sultan, lambang
kebesaran dan mempunyai makna
keagungan dan kebesaran melayu.
Pada saat ini dilafazkan shalawat nabi
1 kali.(boleh menabur satu-satu bahan
atau digabung).
Yang kedua dengan mengambil
(mencecahkan daun perenjis dalam air
tepung tawar lalu ditepukkan (direnjis)
diatas dahi (kening) maksudnya
berfikirlah sebelum bertindak, bahu
kanan dan kiri maksudnya memikul
beban dan rasa tanggung jawab, lalu
belakang telapak tangan kanan dan kiri
(dengan
posisi
telapak
tangan
21
pengantin telungkup) maksudnya
dalam mencari rezeki hendaklah
berikhtiar dan berusaha dalam
menjalankan
bahtera
kehidupan.
Urutan merenjis digambarkan dalam
bentuk Lam alif (bermakna Allah
berkehendak)
Yang ketiga mengambil sebutir
telur lalu menggolekkan, meletakkan
sebentar dibibir penganti dan diputar
disekitar muka(wajah) pengantin dan
kemudian telur tersebut diletakkan
ditempatnya kembali
maksudnya
meneruskan keturunan dan ketulusan
hati
yang
sakinah
mawaddah
warrahmah.
Yang ke empat dengan mengambil
sejemput inaiyang berada pada
semberip kecil lalu dioleskan di
telapak tangan kanan dan kiri yang
telah di alas dengan bantal susur ari.
posisi tangan pengantin telentang
maksudnya menandakan mempelai
perempuan sudah berakad nikah dan di
akhiri dengan do’a selamat sebagai
penutup agar mendapatkan berkah dari
Allah SWT.
Tepuk tepung tawar, biasanya
dilakukan oleh 3 orang,5 orang dan 7
orang (dalam hitungan ganjil).makna
dari hitungan ganjil yaitu karena Allah
menyukai hal-hal
yang bersifat
bilangan ganjil contoh Asmaul
Husna,Zikir, dan lain-lain.
C. Nilai
Budaya
sebagai
perwujudan
nilai-nilai
dominan pada masyarakat
Desa Resun pesisir Dusun 1
Tanjung Bungsu
Struktur
untuk
memenuhi
berbagai keperluan manusia, yang
terlahir dengan adanya berbagai
budaya,
untuk
memperoleh
kesejahteraan
masyarakat
dan
melahirkan berbagai kegiatan tertentu.
Sehingga suatu budaya itu tetap
terjalin
dengan
keharmonisan
masyarakatn.
Sementara itu Sumaatmadja dalam
Marpaung (2000) mengatakan bahwa
pada perkembangan, pengembangan,
penerapan budaya dalam kehidupan,
berkembang pula nilai – nilai yang
melekat di masyarakat yang mengatur
keserasian,
keselarasan,
serta
keseimbangan.
Nilai
tersebut
dikonsepsikan sebagai nilai budaya.
Selanjutnya, bertitik tolak dari
pendapat diatas, maka dapat dikatakan
bahwa
setiap
individu
dalam
melaksanakan aktifitas vsosialnya
selalu berdasarkan serta berpedoman
kepada nilai – nilai atau system nilai
yang ada dan hidup dalam masyarakat
itu sendiri. Artinya nilai – nilai itu
sangat banyak mempengaruhi tindakan
dan perilaku manusia, baik secara
individual, kelompok atau masyarakat
secara keseluruhan tentang baik buruk,
benar salah, patut atau tidak patut,
Suatu nilai apabila sudah membudaya
didalam diri seseorang, maka nilai itu
22
akan dijadikan sebagai pedoman atau
petunjuk di dalam bertingkahlaku.
Nilai
merupakan
kontruksi
masyarakat yang tercipta melalui
interaksi diantara para anggota
masyarakat. Nilai tercipta secara sosial
bukan secara biologis atau bawaan
sejak lahir. Nilai dan norma senantiasa
berkaitan satu sama lainya, walaupun
keduanya dapat dibedakan D.A Wila
Huky (dalam Abdulsyani, 2007:50).
I. Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis peneliti
yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa adat tradisi Tepuk
tepung tawar yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Resun pesisir dusun
1 Tanjung Bungsu ini sangatlah tidak
bisa dilupakan atau menghilang dari
masyarakat melayu, Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan yang
dijelaskan pada bab sebelumnya maka
dapat disimpulan bahwa Eksistensi
Tepuk tepung tawar memiliki simbolsimbol, nilai budaya dan mitos. Di
dasarkan
pada
jawaban
dan
pengamatan dari tujuh informan
dimana dua masyarakat empat Tokoh
masyarakat dan tokoh adat satu KUA
informan ini merupakan orang yang
disegani oleh masyarakat setempat dan
memiliki
pengetahuan
mengenai
tentang adat tradisi Tepuk tepung
tawar Sedangkan jika mengarah pada
Interaksionisme simbolik oleh Herbert
Blumer maka Manusia bertindak
sesuatu atas dasar makna yang dimiliki
benda tersebut seperti halnya Tentang
Makna Simbolis yang meliputi bahanbahan yang untuk dipergunakan
sebagai alat untuk menepuk tepung
tawar dalam upacara pernikahan
melayu yang disana terdapat dedaunan
yang digunakan sebagai alat perenjis
pada kedua mempelai. Perenjis
bermakna
bersatu
padu
atau
kekeluargaan yang selalu disirami rasa
kesejukan didalam menempuh hidup
berumah tangga atau keberkahan kita
di dunia maupun diakhirat.disini juga
antara daun-daun itu sudah ada yang
sulit ditemukan sehingga daun itu
diganti dengan daun yang lain namun
maknanya tetap dan tidak berubah.
Dan makna itu diperoleh dari hasil
interaksi sosial yang dilakukan dengan
orang lain sehingga timbullah hasil
interaksi sosial dari sang penepuk pada
yang di tepuk tepung tawari itu melalui
simbol dan gerakan orang tersebut.adat
tradisi ini lebih mengarah pada
perilaku dan nilai yang Positif bagi
kedua mempelai maupun masyarakat.
Adapun alasan Desa resun pesisir
dusun 1 Tanjung Bungsu yaitu:
pertama: Masyarakat disana mayoritas
beragama islam yang masih sangat
kental akan adat istiadat melayu,
kedua: lokasinya satu daratan dengan
Daik lingga yang kaya akan prasejarah
di kabupaten Lingga memberikan
nuansa yang cocok dijadikan sebagai
tempat berbudaya kental akan adat
istiadat, terlebih lagi bagi insan yang
dilahirkan dari
“Bunda
Tanah
Melayu”dan yang terakhir dari bahan
23
penepuk tepung tawar itu mengandung
makna tersendiri dari bahan itu baik itu
beras dan juga daun yang dijadikan
simbol sebagai perenjis. Dengan
adanya mitos menolak bala atau
gangguan dan untuk kesejahteraan
sang pengantin itu sendiri yang
membuat adat tradisi itu tetap terjaga
dan terus dilakukan oleh masyarakat
sehingga memperkuat dan keharusan
di dalam adat Tradisi Tepuk tepung
tawar itu.
B. Saran
Dari
pernyataan
kesimpulan
yang
peneliti
paparkan diatas, maka dapat
disampaikan beberapa saran
yang dapat menunjang peneliti
lakukan.
1. Pelaksanaan Budaya Adat
Tradisi Upacra Tepuk
tepung tawar Oleh lembaga
adat melayu kabupaten
lingga sehingga terlahirnya
kabupaten lingga sehingga
dibuat kesepakatan dan
aturan-aturan
gimana
menupuk Tepuk tepung
tawar yang benar namun
saat ini sosialisasi belum
sampai ke daerah-daerah
Lingga utara, daerah Desa,
dan perkampungan. Bukan
berarti tidak tahu dan
kurang
mengerti
melakukanya tetapi untuk
yang lebih baik dan benar
hanya beberapa orang saja
yang menepuk tepung
tawar di pengantin yang
benar sehingga tidak ada
keseragaman.
Sehingga
untuk
lebih
mempertahankan
keberadaan budaya tersebut
perlu adanya sosialisasi
bagi Lembaga adat melayu
terhadap masyarakat umum
dan setempat.
2. Budaya yang masih tetap dijaga
hingga zaman modernisasi ini tidak
lepas dari aturan, aturan yang
mengatur agar masyarakat tetap
terjalin
silaturrahim
dan
kebersamaan yang kokoh. Seperti
dengan
diadakanya
kegiatan
pameran adat-adat tradisi lama
sehingga masyarakat berkumpul
untuk menyaksikanya sehingga
lebih mengetahui dan mempelajari
mengenai hal yang dilarang atau
yang tidak boleh dilakukan
Apapun bentuk keragaman upacara
perkawinan adat, tetapi pada
hakekatnya perkawinan merupakan
suatu upacara yang sakral, suci dan
relegius, karena perkawinan tidak
terlepas dari suatu kebutuhan
biologis
manusia dan juga
merupakan suatu perintah tuhan.
Seprti yang tertera dalam surat Q.S
Ar-Rum:21 disitu sudah tertera
jelas.
24
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani, 2007. Sosiologi Skematika,Teori, dan Terapan.Jakarta: PT. Bumi Aksara
Adeng Muchtar Ghazali, 2011. Antropologi Agama, Upaya Memahami Keragaman
Kepercayaan, Keyakinan dan Agama. Badung: ALFABETA
Herimanto, Winarno, 2008, Ilmu Social & Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara
Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta : DIA FISIP UI.
J. Dwi Narwoko, Bagong Suyanto.2007, Sosiologi Teks Pengantar dan terapan.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Koentjaraningrat, 2005. Pengantar Antropologi I. Jakarta: PT.Rineka cipta
K. Dwi Susilo, 2008. 20 Tokoh Sosioloogi modern. jogjakarta
Maran, Rafael Raga, 2000, Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu
Dasar Budaya, Jakarta: Rineka Cipta
Moleong, Lexy J.2007. metode penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja rosda
karya.w
Nazsir, Nasrullah M.S. 2008. Teori-Teori Sosiologi. Bandung : Widya Padjajaran.
Nazsir, Nasrullah 2008, Kajian Lengkap Konsep dan Teori Sosiologi Sebagai
Ilmu Sosial. Bandung : Widya Padjadjaran.
Ritzer, Goerge, 2011. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:
Rajawali Press.
Ritzer, George, 2008. Teori Sosiologi Moderen. Jakarta: Kencana Rachmad
Soerjono soekanto, 1982, Sosiologi suaatu pengantar .Jakarta.PT RajaGrafindo
Persada.
Sudibyo, Lies, dkk. 2013. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yogyakarta : Andi Offset
Sugiyono. 2009, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif Dan R&D. Alfabeta: Bandung
Susilo, Rachmad K, 2008. 20 Tokoh sosiologi modern. Yogjakarta: Ar-ruzz Media.
Soelaiman, Munandar, 2009. Ilmu sosial dasar Teori dan konsep Ilmu sosial.
Bandung: PT Refika Aditama
25
Thaib, Ishak dkk 2009. Tata cara adat perkawinan melayu di Daik Lingga.
Pekanbaru: Unri Press
Suseno ,Tusiaran, dkk 2006. “Butang Emas” Warisan Budaya Melayu Kepulauan
Riau.Pemerintah Kota Tanjung Pinang: cv Data makmur setia
Sumber lain :
Putra, Suwira, 2014. Makna upacara Tepuk Tepung Tawar Pada Pernikahan Adat
Melayu Riau Di Desa Pematang Sikek Kecamatan Rimba Melintang
Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 1,
No. 2, (http://www.jom.unri.ac.id, diakses 15 September 2013, 17.08 Wib).
http://yasir.staff.unri.ac.id/2012/03/06/teori-interaksi-simbolik/14. 10. 15. 23:40
http://ridwanaz.com/umum/seni-budaya/pengertian-mitos-pada masyarakat/03.01.1511:58
http://adianlangge.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-konsep-nilai-dan-sistem.html.
15.02.15-08:30
26
Download