EKSISTENSI TEPUK TEPUNG TAWAR DALAM UPACARA PERNIKAHAN MASYARAKAT MELAYU DI DESA RESUN PESISIR KABUPATEN LINGGA Naskah Publikasi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Oleh: HULUL AMRI NIM : 100569201010 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016 1 EKSISTENSI TEPUK TEPUNG TAWAR DALAM UPACARA PERNIKAHAN MASYARAKAT MELAYU DI DESA RESUN PESISIR KABUPATEN LINGGA Hulul Amri: [email protected] Siti Arieta,M.A: [email protected] Rahma Syafitri,M.Sos: [email protected] ABSTRAK Adat tradisi Tepuk tepung tawar merupakan suatu rutinitas dalam upacara adat perkawinan budaya melayu khususnya Desa resun pesisir Dusun 1 Tanjung Bungsu oleh peninggalan para nenek moyang terdahulu. Adat Tradisi Tepuk Tepung Tawar bagi masyarakat Melayu Lingga Utara merupakan simbol budaya dan akan tetap terpelihara jika semua unsur pendukung budaya itu selalu berupaya dan menjunjung tinggi keberadaan Tepuk Tepung Tawar tersebut. Perumusan masalah dri penelitian ini adalah Mengapa Eksistensi Tepuk Tepung Tawar dalam Upacara pernikahan masyarakat Melayu di Desa Resun Pesisir Kabupaten lingga. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Eksistensi Tepuk tepung tawar dalam upacara pernikahan melayu di Desa resun pesisir kabupaten lingga.Adapun hal-hal yang di operasionalkan adalah:1) Eksistensi yaitu suatu keberadaan, kehadiran Tepuk tepung tawar.2) Tepuk tepung tawar adalah suatu rutinitas dalam upacara adat Pernikahan budaya melayu.3) Kehidupan bermasyarakat itu terbentuk melalui proses komunikasi dan interaksi antarindividu dan antarkelompok dengan menggunakan simbolsimbol.4) Nilai budaya merupakan sesuatu yang dianggap berharga dan dianggap penting bagi masyarakat.5). Mitos adalah suatu upacara yang dipercayai masyarakat memiliki makna tertentu, dimana upacara tersebut menjadi suatu kebiasaan yang lazim dilaksanakan secara turun temurun. Jenis penelitian ini adalah deskriptip kualitatif. Lokasi di Desa Resun Pesisir dusun 1 Tanjung bungsu, Kecamatan Lingga utara, Kabupaten Lingga, Provinsi kepulaun Riau.Penelitian ini menggunakan proposive sampling sehingga informan dalam penelitian ini berjumlah 7 orang.Penelitian ini menggunakan teori Interaksionisme simbolik Herbert Blumer mengenai Kehasanya bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendefenisikan tindakanya melalui simbol dan memiliki 3(Tiga) premis penting yaitu mengenai manusia bertindak sesuatu atas dasar makna yang dimiliki benda tersebut kemudian makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain dan makna-makna tersebut dirubah dan di sempurnakan melalui proses interaksi.Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Makna simbol yang terkadung pada kegiatan budaya dan praktek adat tradisi upacara tepuk tepung tawar pada adat melayu. Yakni meliputi adat muhakamah adat yang baik ialah hukum adat yang menjamin kerukunan, ketentraman, dan keharmonisan di dalam berkehidupan selama tidak bertentangan dengan hukum syariat (agama Islam).Nilai budayanya yang masih begitu kental terhadap adat-adat melayu yang telah ada yang tetap dipertahankan, Masyarakat Desa resun pesisir dusun 1 Tanjung Bungsu yang didominasi oleh nilai-nilai keagamaan, sehingga keberadaanya masih tetap di jaga dan di lestarikan hingga saat ini masih membudaya di masyarakat Desa resun pesisir. Kata Kunci :Tepuk Tepung Tawar, Masyarakat melayu 2 EKSISTENSI TEPUK TEPUNG TAWAR DALAM UPACARA PERNIKAHAN MASYARAKAT MELAYU DI DESA RESUN PESISIR KABUPATEN LINGGA Hulul Amri: [email protected] Siti Arieta.M.A: [email protected] Rahma Syafitri.M.Sos: [email protected] ABSTRACT Tap the indigenous tradition of Tepuk tepung tawar is a routine in a traditional wedding ceremony, especially the Malay culture Resun coastal village of Dusun 1 Tanjung youngest by relics of earlier ancestors. Indigenous Tradition Fresh Tepuk tepung Tawar for Lingga utara Malay community is a symbol of culture and will be maintained if all the supporting elements of the culture of always working and uphold the existence Tepuk tepung tawar. The formulation of the problem is the research dri Why Existence Tepuk tepung tawar in Malay society wedding ceremony in the village of Resun Coastal District phallus. The purpose of this study to determine the existence Tepuk tepung tawar in a Malay wedding ceremony in the village of the coastal districts Resun lingga.Which is things in operational are: 1) the existence of which is a presence, the presence of flour Tap tawar.2) Tap the fresh flour is a routine in Wedding ceremonies culture melayu.3) Life of the society was formed through a process of communication and interaction between individuals and groups by using the symbol-simbol.4) Value culture is something that is considered valuable and important to the masyarakat.5). Myth is a ceremony that is believed people have a specific meaning, where the ceremony became a common practice carried out for generations. This type of research is descriptive qualitative. The location in the village of Resun Coastal hamlet 1 Tanjung Bungsu, District of northern Lingga, Lingga Regency, Province Riau. Research maritime uses proposive sampling so that the informants in this study amounted to 7 people.Research using symbolic interactionism theory Herbert Blumer regarding human typical that translate each other and each define action through symbols and has 3 (three) important premise that the human act something on the basis of meaning possessed the object is then the meaning was obtained from the social interaction that is done by others and these meanings changed and perfected through a process of interaction .Conclusion in this study is the meaning of the symbol be contained on cultural activities and practices of indigenous traditions pat ceremony fresh flour on Malay customs. Which includes indigenous customary good muhakamah is customary law that ensure harmony, tranquility, and harmony in the livers do not conflict with Shari'a law (Islamic religious).Value culture is still so strong against Malay customs that have nothing retained, Resun Village Community 1 Tanjung Bungsu coastal hamlet dominated by values religious, so that its existence is still guarded and preserved to this day still entrenched in society Resun coast. Keywords:Tepuk tepung tawar, Malay society 3 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya merupakan seluruh sistem gagasan, rasa dan tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan masyarakat. Budaya adalah setruktur normatif yang berfungsi sebagai garis-garis pokok atas pedoman prilaku yang disertai peraturan mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang dilarang. Budaya dapat menggambarkan arah dalam berfikir dan pada masyarakat tradisional pola pikir dapat dilihat dari mitos yang berkembang. Kabupaten Lingga terdapat berbagai sejarah budaya melayu yang masih sangat kental, salah satunya adat istiadat perkawinan yaitu tepuk tepung tawar tepatnya berada di Kecamatan Lingga utara, adat istiadat ini masih sangat dijunjung tinggi khususnya masyarakat Desa resun pesisir khususnya etnis melayu. Tepuk tepung tawar ini juga tidak hanya di Resun pesisir saja yang masih melakukan adat ini tetapi ditempat lain juga masih melaksanakan adat ini, salah satunya di dabo singkep, daik lingga, senayang, lingga timur dan sekitarnya selagi daerahnya yang bernuansa melayu. Salah satu upacara adat melayu khususnya dalam perkawinan yaitu adat tradisi Tepuk Tepung Tawar. Upacara Tepuk tepung tawar artinya suatu kebiasaan yang sakral dan tidak dapat dipisahkan dari budaya melayu, hal ini juga mengandung makna simbolis untuk keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan yang terwujud dari orang-orang yang menepung tawari pasangan pengantin.Tepung tawar dilakukan sebagai perlambang mencurahkan rasa kegembiraan dan sebagai rasa syukur atas keberhasilan, hajat, acara atau niat yang akan dilaksanakan baik terhadap benda yang bergerak (manusia) maupun benda mati yang tidak bergerak. Dalam perkawinan melayu, Tepuk tepung tawar adalah simbol pemberian dan do'a restu bagi kesejahteraan kedua pengantin, disamping sebagai penolak bala dan gangguan (Ishak Thaib, 2009:63) Tepuk tepung tawar adalah suatu rutinitas dalam upacara adat perkawinan budaya melayu khususnya Desa resun pesisir Dusun 1 Tanjung Bungsu oleh peninggalan para nenek moyang terdahulu. Adat Tradisi Tepuk Tepung Tawar bagi masyarakat Melayu Lingga Utara merupakan simbol budaya dan akan tetap terpelihara jika semua unsur pendukung budaya itu selalu berupaya dan menjunjung tinggi keberadaan Tepuk Tepung Tawar 4 tersebut. Dengan demikian juga akan melanggengkan keberadaan Tepuk Tepung Tawar dalam kehidupan masyarakat. Menurut Vardiansyah, Makna pada dasarnya terbentuk berdasarkan hubungan antara lambang komunikasi (simbol), akal budi manusia penggunanya (dalam suwira putra, 2014:3) Makna Simbol yang terkadung pada alat kegiatan budaya adat Tradisi Tepuk tepung tawar. Beras kunyit, basuh dan bertih yang dihamburkan dibagian bahu kanan dan kiri, maksudnya ucapan selamat dan gembira. Merenjis dibagian kening atau dahi maksudnya berpikirlah sebelum bertindak, merenjis pada bahu kanan dan kiri maksudnya memikul beban dan rasa tanggung jawab, merenjis pada punggung tangan dan kiri maknanya dalam mencari rezeki hendaklah berikhtiar (berusaha) dalam menjalankan bahtera kehidupan. Mengalin telur atau menggolekkan telur di bibir maksudnya meneruskan keturunan dan ketulusan hati yang sakinah, mawadah, warrahmah. Mencecahkan sedikit inai atau mengoles ke telapak tangan kanan dan kiri maksudnya menandakan mempelai sudah berakad nikah. Do’a selamat sebagai penutup acara tepung tawar bertujuan untuk mendapatkan berkah dari Allah SWT. (Ishak Thaib dkk, 2009:7172) Selain itu, Tepuk Tepung Tawar juga bermakna memohon do’a restu dari hadirin serta bermakna menghindarkan diri dan keluarga dari marabahaya, menghadirkan kegembiraan atau kesenangan, serta membuang penyakit. Seiring perkembangan zaman salah satunya tradisi melayu ini masih dapat kita lihat hingga saat ini. Karena adanya peranan dari masyarakat untuk pelaksanaan Tradisi Tepuk Tepung Tawar yang masih belum punah dalam adat Melayu resun pesisir. Sehingga masih di tradisikan oleh masyarakat melayu dari zaman terdahulu hingga zaman sekarang. Ini menunjukkan bahwa tradisi ini tidak dapat ditinggalkan dalam Upacara Pernikahan melayu yang jika tidak dilakukan menjadi hal yang aneh dalam pandangan masyarakat setempat. Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang masalah tersebut dengan mengambil judul: EKSISTENSI TEPUK TEPUNG TAWAR DALAM UPACARA PERNIKAHAN MASYARAKAT MELAYU DI DESA RESUN PESISIR KABUPATEN LINGGA B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat ditetapkan 5 rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Mengapa Eksistensi Tepuk Tepung Tawar dalam Upacara pernikahan masyarakat Melayu di Desa Resun Pesisir Kabupaten lingga? C. Tujuan dan Kegunaan penelitian 1. Tujuan Untuk mengetahui Eksistensi Tepuk Tepung Tawar dalam Upacara pernikahan Masyarakat melayu di Desa Resun Pesisir Kabupaten Lingga. 2. Kegunaan Adapun kegunaan dari penelitian secara teoritis dan praktis adalah sebagai berikut: 1) Secara teoritis Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan informasi dalam penelitian-penelitian berikutnya dengan permasalahan penelitian yang sama serta menjadi referensi pustaka bagi pemenuhuan kebutuhan penelitian lanjutan. 2) Secara praktis Dilihat dari kegunaan penelitian secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan pemikiran serta dapat membantu sebagai bahan informasi mengenai permasalahan yang berkaitan dengan budaya tepuk tepung tawar pada prosesi pernikahan adat melayu di desa Resun Pesisir Kabupaten Lingga. D. Konsep Operasional Dalam sebuah penelitian, konsep operasional sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep operasional juga berfungsi sebagai panduan bagi peneliti untuk menindak lanjuti kasus tersebut serta menghindari timbulnya kekacauan akibat kesalahan penafsiran dalam penelitian. Untuk melihat bagaimana budaya Tepuk tepung tawar pada prosesi pernikahan adat melayu Desa Resun Pesisir Kabupaten Lingga maka digunakan konsep operasional yaitu sebagai berikut: 1. Eksistensi Eksistensi yaitu suatu keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur bertahan, jika dilihat dari Tepuk Tepung Tawar disini berarti masyarakat Desa Resun pesisir melestarikan dan menjaga suatu adat budaya tersebut. 2. Tepuk Tepung Tawar Tepuk tepung tawar adalah suatu rutinitas dalam upacara adat Pernikahan budaya melayu, Tepuk tepung tawar ini merupakan upacara adat dan rasa terima kasih bersyukur kepada Yang Maha Esa. Juga bermakna memohon do’a restu dari hadirin dan menghadirkan kegembiraan 6 atau kesenangan untuk kedua mempelai. E.Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian 3. Interaksionisme Simbolik Kehidupan bermasyarakat itu terbentuk melalui proses komunikasi dan interaksi antarindividu dan antarkelompok dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya melalui proses belajar seperti dalam adat pernikahan melayu salah satunya Tradisi Tepuk tepung tawar yang peneliti lihat disini. 4. Nilai dan Budaya Nilai budaya merupakan sesuatu yang dianggap berharga dan dianggap penting bagi masyarakat. suatu adat istiadat yang harus dilestarikan oleh setiap masyarakat terutama pada masyarakat melayu Desa Resun pesisir. 5. Mitos Mitos adalah suatu upacara yang dipercayai masyarakat memiliki makna tertentu, dimana upacara tersebut menjadi suatu kebiasaan yang lazim dilaksanakan secara turun temurun. Jenis penelitian ini berupa Deskriptip kualitatif yaitu berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu. Diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat informan, apa adanya sesuai dengan pertanyaan penelitian.(Usman dan akbar, 2009: 130). 2. Lokasi Penelitian Masyarakat yang dikaji dalam penelitian ini mengenai Eksistensi Upacara Tepuk Tepung Tawar pada Pernikahan adalah masyarakat yang Lokasi di Desa Resun Pesisir dusun 1 Tanjung bungsu, Kecamatan Lingga utara, Kabupaten Lingga, Provinsi kepulaun Riau. Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa masih banyaknya masyarakat yang melakukan Tepuk Tepung Tawar pada pernikahan Melayu seperti yang sering dilakukan masyarakat Desa Resun pesisir dan juga desa-desa tetangga salah satunya Desa Pancur yang masih menggunakan Tepuk tepung tawar juga tetapi jika dilihat perbandingannya dalam upacara tepuk tepung tawar tersebut masih kuat dan dijaga oleh Desa resun pesisir karena masyarakatnya mayoritas beragama islam sedangkan kalau di Desa pancur masyarakatnya masih bercampur baur dengan masyarakat Teonghua dan suku lainya. Kehidupan masyarakatnya 7 memiliki karaktristik yang mendukung topik penelitian. 3. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah: a. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh lansung dari informan, Yang di proleh dari lapangan dengan diperoleh dari wawancara dan dokumentasi, dalam hal ini adalah data yang bertempat tinggal di Desa Resun Pesisir dusun 1 Tanjung Bungsu Kecamatan Lingga Utara, Kabupaten Lingga yang telah ditetapkan sebagai sampel penelitian. b. Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari obyek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dengan cara penelitian tentang jumlah masyarakat Desa Resun Pesisir dusun 1 tanjung bungsu yang melakukan pernikahan yang diperoleh dari kantor KUA kecamatan lingga utara. Dan jumlah masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam upacara pernikahan dengan adat tradisi Tepuk tepung tawar. 4. Populasi dan sampel Sesuai dengan jenis penelitian bahwa penelitian kualitatif tidak menggunakan pendekatan populasi dan sampel tetapi yang digunakan dengan pendekatan secara intensif ke informan yang akan dijadikan sebagai jenis data dalam penelitian ini. Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Purposive sampling yaitu sampel yang “secara sengaja” dipilih oleh peneliti, karena sampel ini dianggap memiliki ciri-ciri tertentu, yang dapat memperkaya data penelitian Prasetya Irawan, (2006:15). Karakteristik dalam penelitian ini adalah Masyarakat asli yang sudah cukup lama mendiami Desa tersebut dan Tokoh adat yang digolongkan pada karakteristik usia, karena yang melakukan upacara adat tradisi Tepuk tepung tawar itu hanya orangtua yang berpengalaman dalam adat tersebut kecuali 8 selesainya acara tersebut dan sudah berlangsungnya acara itu tidak dibatasi dengan umur, bahkan anak-anak kecilpun ikut serta dalam menyaksikan acara tersebut. Tokoh masyarakat dalam hal ini yaitu orang tua yang lebih berpengalaman dalam bidang agama maupun dalam adat tradisi Tepuk Tepung Tawar dan yang mengerti dengan tata cara tersebut. Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat Lingga khususnya Desa Resun pesisir dusun 1 Tanjung bungsu yang berjumlah 7 orang untuk menjadi sumber peneliti dalam mendapatkan informasi sebagai data yang diperlukan sesuai dengan permasalahan serta yang menjadi informan adalah KUA Kecamatan Lingga Utara untuk kebutuhan peneliti yaitu latar belakang Tradisi Tepuk Tepung Tawar. Peneliti juga menggunakan inisial pada data informan dikarenakan untuk menjaga kenyamanan agar informan untuk leluasa menjawab pertanyaan yang diberi pada mereka sebagai wawancara. 5.Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan suatu bentuk cara mencari data utama dengan menggunakan keterlibatan langsung penulis untuk memperoleh data Adapun teknik dan alat pengumpulan data dalam meneliti sebagai berikut: a. Observasi Observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Dalam kegiatan sehari-hari, kita selalu menggunakan mata untuk mengamati sesuatu. Observasi ini digunakan untuk penelitian secara sistematik tentang bagimana mengetahui tentang gambaran situasi lokasi penelitian yaitu di Desa resun pesisir kecamatan Lingga utara serta gambaran apakah informan yang diteliti cukup tepat untuk mengetahui makna dari taradisi Tepuk tepung tawar pada prosesi pernikahan masyarakat melayu di Desa Resun Pesisir Kabupaten Lingga. b. Wawancara Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya dengan si penjawab dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide 9 (panduan wawancara). Dalam hal ini peneliti menggunakan pedoman wawancara yaitu daftar pertanyaan agar fokus penelitian lebih terarah yang berguna untuk menjawab masalah penelitian. Disini peneliti mewawancarai para informan dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada hal-hal yang berkaitan dengan Tepuk tepung tawar diantaranya seperti mempertahankan Tradisi tepuk tepung tawar dalam pernikahan, dan tata cara Tepuk tepung tawar seperti apa yang patut ditiru. c. Dokumentasi Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis baik berupa buku-buku, memo, pengumuman, instruksi, majalah, buletin, pernyataan, aturan suatu lembaga masyarakat, dan berita yang disiarkan kepada media massa. Dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data tertulis dan nyata yang dibuthkan serta berkaitan dengan penelitian Tepuk tepung tawar. Dimana data tertulis didapatkan dari Tokoh masyarakat dan KUA. 6. Teknik Analisis Data Setelah melakukan pengumpulan data, seluruh data yang terkumpul kemudian diolah oleh peneliti. Data dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan secara menyeluruh data yang didapat selama proses penelitian. Miles dan Huberman (Sugiyono, 2012:246) mengungkapkan bahwa dalam mengolah data kualitatif dilakukan meliputi reduksi data, penyajian data, Verifikasi, dan diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengacu pada penganalisaan data tersebut. 1. Reduksi Mereduksi berarti merangkum, memilih halhal pokok dan penting kemudian dicari tema dan polanya (Sugiyono, 2012:247).Pada tahap ini peneliti memilah informasi mana yang relevan dan mana yang tidak relevan dengan penelitian. Setelah direduksi data akan mengerucut, semakin sedikit dan mengarah ke inti permasalahan sehingga mampu memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai objek penelitian. 2. Penyajian Data Setelah dilakukan direduksi data, langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Data disajikan dalam 10 bentuk tabel dan uraian penjelasan yang bersifat deskriptif. 3. Penarikan Kesimpulan Tahap akhir pengolahan data adalah penarikan kesimpulan. Setelah semua data tersaji permasalahan yang menjadi objek penelitian dapat dipahami dan kemudian ditarik kesimpulan yang merupakan hasil dari penelitian ini. F. KERANGKA TEORITIS A. Teori Intraksionisme Simbolik Interaksi Simbolik yaitu “proses pengambilan peran” menduduki tempat penting. Interaksi berarti bahwa para peserta masingmasing memindahkan diri mereka secara mental kedalam posisi orang lain. Dengan berbuat demikian, mereka mencoba mencari arti maksud yang oleh pihak lain diberikan kepada aksinya, sehingga komunikasi dan interaksi dimungkinkan. Jadi interaksi tidak hanya berlangsung melalui gerak-gerak saja, melainkan terutama melalui simbol-simbol yang perlu dipahami dan dimengerti maknanya. Artinya gerak yang menentukan dalam interaksi simbolik, orang mengartikan dan menafsirkan gerak-gerak orang lain dan bertindak sesuai dengan arti itu. Esensi dari interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna Mulyana, (Suwira putra 2014:3). Interaksionisme Simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek, perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan keberadaan orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Menurut Blumer (Sobur 2004:194). Poloma (1979:259-261) mengatakan aktor akan memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan, dan mentransformir makna dalam hubungannya dengan situasi dimana dia ditempatkan dan diarahkan. Sehingga korban dari stereotip gender yang dilihat dari pemaknaan realitas sosial dalam interaksionalisme simbolik akan merasa bersalah, apabila seorang pribadi laki-laki atau perempuan melakukan tindakan di luar ciri yang dianggap seharusnya. Manusia pada hakekatnya juga merupakan aktor yang sadar dan refleksif, yang menyatukan obyek-obyek yang diketahuinya melalui apa yang disebut Blumer sebagai self-indication. Self-indication adalah “proses komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna itu. 11 Simbol, makna, serta nilai-nilai yang berhubungan dengan mereka tidak hanya terpikirkan oleh mereka dalam bagian-bagian yang terpisah, tetapi dalam suatu bentuk kelompok yang kadang-kadang luas dan kompleks. Artinya terdapat satuansatuan kelompok yang mempunyai simbol-simbol yang sama. Atau kalau dipandang dari segi simbol, aka nada simbol kelompok. Menurut Blumer istilah Interaksionisme simbolik menujukkan kepada sifat khas dari interaksi antar manusia. Kehasanya adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendefenisikan tindakanya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dan tindakan seseorang terhadap orang lain. tanggapan seseorang tidak dibuat secara lansung terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas” makna” yang diberikan terhadap tindakan oranglain itu sehingga dalam proses interaksi manusia itu bukan suatu proses saat adanya stimulus secara otomatis dan lansung menimbulkan tanggapan atau respon. (Nasrullah nazir, 2008:32). Blumer menyatakan bahwa hubungan sosial tidak barangkali terjadi, melainkan dibentuk dengan interperetasi- interpretasi para aktor yang mengambil makna didalamnya. Interaksi bermakna aktor saling mengambil catatan, saling mengomunikasikan, dan saling menginterpretasi sepanjang interaksi tersebut terus berjalan. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa hampir semua bentuk interaksi sosial adalah simbolik. Proses interaksi simbolik berarti membuat keputusan dan lansung berkaitan dengan aliran tindakan yang terus menerus atau tidak pernah berhenti. (Rachmad susilo, 2008:166). Hebert Blumer, dalam membahas teorinya tentang interaksionisme simbolik (Margaret M. Poloma, 1992: 32), merupakan tindakan-tindakan bersama yang mampu membentuk struktur atau lembaga itu hanya mungkin disebabkan oleh interaksi simbolis, yang dalam menyampaikan makna menggunakan isyarat dan bahasa. Melalui simbol-simbol yang berarti, simbol-simbol yang telah memiliki makna, obyek-obyek yang dibatasi dan ditafsirkan, melalui proses interaksi makna-makna tersebut disampaikan pada pihak lain. Menurut Blumer (dalam Rachmad Susilo, 2008:167-168) interaksionisme simbolik memiliki tiga premis utama yaitu : 1. Manusia bertindak sesuatu atas dasar makna yang dimiliki benda tersebut. Dari sini dinyatakan bahwa kesadaran merupakan elemen kunci dari tindakan bermakna. Apapun yang berhubungan dengan kesadaran merupakan 12 sesuatu yang individu sedang memberi petunjuk untuk dirinya. 2. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain. Makna merupakan produk sosial, diciptakan karena belum ada sebelumnya, dan tidak ada begitu saja. makna dari sesuatu untuk seseorang muncul dari cara orang lain bertindak pada pihak lain dengan memerhatikan sesuatu. 3. Makna-makna tersebut kemudian direvisi, diubah, dan disempurnakan melalui proses-proses interaksi. Tindakan mereka berjalan untuk mendefinisikan sesuatu bagi orang”. Blumer mengatakan bahwa individu mengomunikasikan dan memperlakukan makna lewat sebuah proses”bertanya pada dirinya”. Ini merupakan proses membuat tanda pada seseorang yang sedang menafsirkan apa yang dianggap mengganggu dirinya. Interaksionisme simbolik mencoba menjelaskan bagaimana cara partisipan membatasi, menafsirkan dan menangkap situasi yang kemudian memperlancar pembentukan diri dan struktur sosial tidak boleh diabaikan. (Nasrullah Nazsir, 2008:33). Secara umum makna dapat diartikan sebagai sebuah hubungan antara subjek dengan lambangnya. Ketiga premis interaksi sebagaimana yang digunakan oleh Blumer merupakan subtansi dasar untuk penciptaan makna, menciptakan struktur ide-ide dasar (root images). Pertama, masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi, dimana interaksi tersebut saling memiliki kesesuain melalui tindakan bersama, membentuk struktur sosial. Kedua, interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain. Interaksi secara simbolis yang terjadi senantiasa mencakup penafsiran tindakantindakan. Ketiga, objek-objek (fisik, sosial, dan abstrak) tidak mempunyai makna intrinsik. Makna merupakan produk interaksi simbolis. Keempat, manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, melainkan juga mereka dapat melihat dirinya sebagai objek. Kelima, tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Keenam, tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota kelompok. Dalam hal ini, Blumer menegaskan tentang pentingnya penamaan dalam proses pemaknaan. Blumer mengemukakan tiga prinsip dasar interaksionisme simbolik. Dalam 13 rangkaian upacara perkawinan adat Melayu Kepulauan Riau, sesudah acara akad nikah dilanjutkan pula dengan Tepuk Tepung Tawar. Acara ini adalah “Menepuk” dengan beras kunyit dan bertih, yang dilanjutkan dengan mencecah inai di telapak tangan pengantin.Acara tepuk tepung tawar biasanya juga disebut dengan “bertepuk” Dalam acara ini juga senantiasa diiringi dengan pantunpantun oleh sipembawa acara.(Mochtar Zam, 2006:223) 1. Makna Blumer mengawali teorinya dengan premis bahwa perilaku seseorang terhadap sebuah objek atau orang lain ditentukan oleh makna yang dia pahami tentang objek atau orang tersebut. Gagasan blumer lain yang tidak kalah penting adalah tentang 3 hal, yakni: manusia bertindak atas sesuatu pada dasar makna yang dimiliki benda tersebut. Dari sini di nyatakan bahwa kesadaran merupakan elemen kunci dari tindakan bermakna. Makna merupakan produk sosial; diciptakan karena belum ada sebelumnya, dan tindakan bersifat ada begitu saja. “Makna dari sesuatu untuk seseorang muncul dari cara orang lain bertindak pada pihak lain dengan memerhatikan sesuatu. Tindakan mereka berjalan untuk mendefinisikan sesuatu bagi orang”. Pemaknaan muncul dari interaksi sosial yang dipertukarkan di antara mereka. Makna bukan muncul atau melekat pada sesuatu atau suatu objek secara alamiah. Makna tidak bisa muncul “dari sananya”. Makna berasal dari hasil proses negosiasi melalui penggunaan bahasa dalam perspektif interaksionisme simbolik. 2. Berfikir Manusia hanya memiliki kapasitas umum untuk berfikir. Kapasitas ini harus dibentuk dan diperhalus dalam proses interaksi sosial. Pandangan ini menyebabkan teoritisi interaksionisme simbolik memusatkan perhatian pada bentuk khusus interaksi sosial yakni sosialisasi. Kemampuan manusia untuk berpikir dikembangkan sejak dini dalam sosialisasi anak-anak dan diperhalus selama sosialisasi dimasa dewasa. Teoritisi interaksionisme simbolik mempunyai pandangan mengenai proses sosialisasi yang berbeda dari pandangan sebagian besar sosiolog lain. Menurut mereka, sosiolog konvensional mungkin melihat sosialisasi semata-mata sebagai proses mempelajari sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidup dalam masyarakat (contohnya, kultur, peran yang diharapkan). Bagi teoritisi interaksionisme simbolik, sosialisasi adalah 14 proses yang lebih dinamis yang memungkinkan manusia mengembangkan kemampuan untuk berpikir, untuk mengembangkan cara hidup manusia tersendiri. Sosialisasi bukanlah semata-mata proses satu arah dimana aktor menerima informasi, tetapi merupakan proses dinamis dimana aktor menyusun dan menyesuaikan informasi itu dengan kebutuhan mereka sendiri Manis (Meltzer, 1978:6). Interaksionisme simbolik menggambarkan proses berpikir sebagai perbincangan dengan diri sendiri. Proses berpikir ini sendiri bersifat refleksif. Nah, masalahnya menurut Mead adalah sebelum manusia bisa berpikir, kita butuh bahasa. Kita perlu untuk dapat berkomunikasi secara simbolik. Bahasa pada dasarnya ibarat software yang dapat menggerakkan pikiran kita. Pakar interaksionisme simbolik tak hanya tertarik pada perspektif sosialisasi sederhana, tetapi juga pada interaksi pada umumnya yang”sangat penting dalam bidang kajianya sendiri” (Blumer, 1969b:8). Cara bagaimana manusia berpikir banyak ditentukan oleh praktek bahasa. Bahasa sebenarnya bukan sekedar dilihat sebagai ‘alat pertukaran pesan’ semata, tapi interaksionisme simbolik melihat posisi bahasa lebih sebagai seperangkat ide yang dipertukarkan kepada pihak lain secara simbolik. Akan tetapi walaupun pemaknaan suatu bahasa banyak ditentukan oleh konteks atau konstruksi sosial, seringkali interpretasi individu sangat berperan di dalam modifikasi simbol yang kita tangkap dalam proses berpikir. Simbolisasi dalam proses interaksi tersebut tidak secara mentah-mentah kita terima dari dunia sosial, karena kita pada dasarnya mencernanya kembali dalam proses berpikir sesuai dengan preferensi diri kita masingmasing. Pemaknaan merujuk kepada bahasa. Proses berpikir merujuk kepada bahasa. Bahasa menentukan bagaimana proses pemaknaan dan proses berpikir. Jadi, ketiganya saling terkait secara erat. Interaksi ketiganya adalah yang menjadi kajian utama dalam perspektif interaksionisme simbolik. Dalam konsepsi interaksionisme simbolik dikatakan bahwa kita cenderung menafsirkan diri kita lebih kepada bagaimana orangorang melihat atau menafsirkan diri kita. Kita cenderung untuk menunggu, untuk melihat bagaimana orang lain akan memaknai diri kita, bagaimana ekspektasi orang terhadap diri kita. 15 Oleh karenanya konsep diri kita terutama kita bentuk sebagai upaya pemenuhan terhadap harapan atau tafsiran orang lain tersebut kepada diri kita. Konsep diri adalah fungsi secara bahasa. Tanpa pembicaraan maka tidak akan ada konsep diri. Nah, konsep diri ini sendiri pada nantinya terbentuk atau dikonstruksikan melalui konsep pembicaraan itu sendiri, melalui bahasa (language). 3. Simbol Simbol adalah suatu yang “lepas” dari apa yang disimbolkan, karena komunikasi manusia itu tidak terbatas pada ruang, penampilan atau sosok fisik, dan waktu dimana pengalaman inderawi itu berlansung, sebaliknya manusia dapat berkomunikasi tentang objek dan tindakan jauh diluar batas waktu dan ruang. Namun, perlu diingat makna dari suatu simbol tertentu tidak selalu bersifat universal: berlaku sama disetiap situasi dan daerah. Nilai atu makna sebuah simbol tergantung kepada kesepakatan orang-orang atau kelompok yang mempergunakan simbol itu. Menurut Leslie White (1968), makna suatu simbol hanya dapat ditangkap melalui cara-cara nonsensoris, yakni melalui proses penafsiran. Makna dari suatu simbol tertentu dalam proses interaksi sosial tidak begitu saja biasa lansung diterima dan dimengerti oleh semua orang, melainkan harus terlebih dahulu ditafsirkan. Bab ini berintikan diskusi tentang prinsip dasar Intraksionisme simbolik. Sebenarnya tak mudah menggolongkan pemikiran ini ke dalam teori dalam artian umum karena seperti dikatakan Paul rock, pemikiran ini “sengaja dibangun secara samar” dan merupakan “resistensi terhadap sistematisasi” (1979:18-19). Ada beberapa perbedaan signifikan dalam interaksionisme simbolik, sebagian akan dibahas sambil berjalan. Beberapa tokoh interaksionisme simbolik (Blumer, 1969; Manis dan Meltzer, 1978; Rose, 1962; Snow, 2001) telah mencoba menghitung jumlah prinsip dasar teori ini, yang meliputi: a. Tak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk berfikir. b. Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial. c. Dalam interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka yang khusus itu. d. Makna dan simbol memungkinkan manusia 16 melanjutkan tindakan khusus dan berinteraksi. e. Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi. f. Manusia mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan, sebagian karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka menguji serangkaian peluang tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif mereka, dan kemudian memilih satu diantara serangkaian peluang tindakan itu. g. Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok dan masyarakat.(George Ritzer, 2008:289). Kesimpulan utama yang perlu diambil dari uraian tentang subtansi Teori Interaksionosme Simbolik ini adalah sebagai berikut. Kehidupan bermasyarakat terbentuk melalui proses interaksi dan komunikasi antar individual dan antar kelompok dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya melalui proses belajar. Tindakan seseorang melalui proses interaksi itu bukan semata-mata merupakan suatu tanggapan yang bersifat langsung terhadap stimulus dari lingkungannya atau dari luar dirinya. Tetapi tindakan itu merupakan hasil daripada proses intepretasi terhadap stimulus. Jadi merupakan hasil proses belajar, dalam arti memahami simbol-simbol, dan saling menyesuaikan makna dari simbol-simbol itu. Meskipun normanorma, nilai-nilai sosial dan makna dari simbol-simbol itu memberikan pembatasan terhadap tindakannya, namun dengan kemampuan berfikir yang dimikili manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan tindakan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya. (George Ritzer, 2011:59). A. Nilai dan Budaya Dalam suatu kebudayaan terkandung nilai-nilai dan normanorma sosial yang merupakan faktor pendorong bagi manusia untuk bertingkah laku dan mencapai kepuasan tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Nilai dan norma senantiasa berkaitan satu sama lainya, walaupun keduanya dapat dibedakan D.A Wila Huky (dalam Abdulsyani, 2007:50). Nilai merupakan kontruksi masyarakat yang tercipta melalui interaksi diantara para anggota masyarakat. Nilai tercipta secara sosial bukan secara biologis atau bawaan sejak lahir. 17 Alvin L. Bertrand (dalam Abdulsyani, 2007:51) bahwa nilai-nilai akan kelihatan apabila sistem-sistem sosial dipakai sebagai alat konsepsi di dalam menganalisa tindakan sosial. Nilai-nilai itu merupakan ciri sistem sebagai suatu keseluruhan, dan bukan merupakan sekedar salah satu bagian komponennya belaka selanjutnya dapat ditambahkan bahwa nilai-nilai sosial itu biasanya dijunjung tinggi dan diakui sebagai patokan bertindak oleh orang perorangan atau setidaknya sebagian besar anggota masyarakat. Nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik atau yang buruk. Nilai adalah segala sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai subyek. Nilai adalah perasaan tentang apa yang diinginkan, atau tentang apa yang boleh dan tidak boleh. konsep- konsep tentang nilai yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, membentuk sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia, dalam tingkatan paling abstrak. Sistem-sistem tata kelakuan yang tingkatanya lebih konkrit, seperti aturan-aturan khusus, hukum, normanorma, semuanya berpedoman pada sistem budaya itu. Sistem nilai budaya itu demikian kuat meresap dalam jiwa warga masyarakatnya, sehingga sukar diganti dengan nilai-nilai budaya lain dalam waktu singkat. (Liyes Sudibyo dkk, 2013: 32-33). Dalam pandangan sosiologi, nilai secara umum dapat berpungsi sebagai langkah persiapan bagi petunjuk-petunjuk penting untuk memprediksi mengenai prilaku, disamping juga memiliki kegunaan peraktis lainya bagi sosiologi. Dalam kajian sosiologi, nilai-nilai sosial seseorang atau kelompok secara lansungsung dapat mempengaruhi segala aktifitasnya, terutama dalam rangka menyesuaikan diri dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat sekelilingnya. kecuali itu nilai-nilai sosial dapat menentukan ukuran besar kecil atau tinggi rendahnya setatus dan peranan seseorang ditengah-tengah kehidupan masyarakat. (Abdulsyani, 2007:53-54). Nilai-nilai budaya merupakan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.Sistem nilai budaya adalah tingkat tertinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Sebabnya ialah karena nilai budaya terdiri dari konsep-konsep mengenai segala Sesuatu yang dinilai berharga dan penting oleh warga suatu masyarakat, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman orientasi pada kehidupan 18 para warga masyarakat yang bersangkutan. walaupun nilai-nilai budaya berfungsi sebagai pedoman hidup warga suatu masyarakat, sebai konsef sifatnya sangat umum, memiliki ruang lingkup yang sangat luas, dan biasanya sulit diterangkan secara rasional dan nyata. (Koentjaraningrat, 2005:75-76). B. Mitos Pengertian mitos yang dikemukakan oleh Malinowski itu, lebih memperjelas tentang arti mitos sebagai “kata-kata”. Kalau mitos diartikan sebagai “ucapan” atau ” kata kata, berarti bukan sembarang ucapan atau kata-kata, tetapi “ucapan suci” atau “kata-kata suci”. Oleh karena itu, mitos dapat diserupakan dengan ilham atau wahyu.(Adeng muchtar ghazali, 2011:113). Dalam pandangan masyarakat primitif, mitos dianggap sebagai suatu cerita yang benar dan cerita ini menjadi milik mereka yang paling berharga, karena merupakan sesuatu yang suci, bermakna, dan menjadi contoh model tindakan manusia serta memberikan makna dan nilai pada kehidupan ini. Mitos menceritakan bagaimana suatu realitas mulai bereksistensi melalui tindakan mahluk supranatural. Mitos selalu menyangkut suatu penciptaan. Dalam mitos, manusia berusaha dengan sungguhsungguh dan dengan imajinasinya menerangkan gejala alam yang ada, namun belum tepat karena kurangnya pengetahuan sehingga orang mengaitkannya dengan seorang tokoh ataupun dewa. Mitos melambangkan bentuk pengalaman manusia ia memberikan arah dan pedoman agar bertindak lebih bijaksana. Mitos menyadarkan manusia tentang adanya kekuatankekuatan gaib, diluar mereka. Kemudian manusia dibantu untuk menghayati daya-daya itu sebagai kekuatan yang menguasai alam dan kehidupan semuanya.(Susilo, 2009:38). G. Gambaran Umum Lokasi Penelitian A. Kondisi Geografis Desa Resun Pesisir Wilayah daratan dan lautan mencapai 56.000 Ha. Desa Resun Pesisir terdiri dari 3 (tiga) Dusun yaitu (Dusun I, Dusun II, Dusun III), Empat RW, Delapn RT. Desa ini terletak di kecamatan Lingga Utara yang terdiri dari tingkat perkembangan Desa yaitu Swasembada / Swadaya / Swakarya yang batas wilayahnya terdiri dari 4 kutub yaitu di sebelah Utara, Selatan, Barat dan Timur. Desa ini jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan sekitar 8 Km. Sebagian besar wilayah Desa Resun Pesisir terdiri dari Daratan, Perbukitan, sungai pantai dan tanah rawa, yang mana penduduk kebanyakan bermukim di tepi pantai dan daratan.Mayoritas penduduk di 19 tepi pantai pekerjaannya nelayan dan mayoritas penduduk didaratan adalah berkebun dan bertani. Desa Resun Pesisir ini beberapa tahun silam sebelum dimekarkan dikenal dengan Desa Resun yang bertepatan dengan daratan Daik lingga tetapi dengan adanya pemekaran Daerah ini sehingga terpisah menjadi Desa tersendiri Desa Resun dan Desa Resun Pesisir yang terletak di Kecamatan Lingga Utara Kabupaten Lingga. H. Hasil Peneliatan dan Pembahasan A. Karakteristik Informan Sebelum penelitian lebih jauh membahas tentang hasil dari penelitian, maka terlebih dahulu peneliti akan menguraikan identitas informan. Dalam penelitian ini yang menjadi informan yaitu masyarakat Desa Resun pesisir dusun 1 Tanjung Bungsu. Masyarakat Desa Resun pesisir yang setiap adanya pernikahan selalu menggunakan adat tradisi Tepuk tepung tawar tidak dapat digolongkan pada karakteristik usia, Karena Masyarakat yang mengikuti Upacara Tepuk tepuk tepung tawar dibatasi dengan umur dan pengalaman orang tertentu oleh orang yang menepuk tepung tawari tersebut, tetapi yang ikut sertaan menyaksikan adat tersebut tidak dibatasi baik itu anak kecil maupun orang tua. Tetapi di dalam kehidupan masyarakat pasti ada didalamnya struktur, nilai-nilai dan adat tradisi ataupun budaya, serta kebiasaan. Adapun beberapa orang yang peneliti terima dari informan, peneliti menggunakan kerangka berfikir yang menjelaskan kedalam Nilai budaya, karena di dalam nilai budaya terdapat unsur-unsur yang mewakili setiap permasalahan untuk di teliti seperti Pendidikan, politik, agama yang merupakan unsur yang sangat berkaitan lansung dalam usaha melestarikan suatu keberadaan adat tradisi budaya Tepuk tepung tawar. Informan dalam penelitian kualitatip sengaja dipilih oleh peneliti, karena dianggap mampu memberikan informasi seputar masalah yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini, karakteristik informan yang dipilih adalah masyarakat asli yang tinggal disana yang lebih perpengalaman disegani Masyarakat setempat dan Tokoh masyarakat beserta sesepuh kampung yang berdasarka umur mereka kurang lebih 50 tahun ke atas dan pengalamanya sudah banyak yang dipercayai untuk melakukan suatu adat Tradisi Tepuk Tepung Tawar. Sehingga, informan mengetahui secara jelas bagaimana Eksistensi Tepuk tepung tawar beserta makna-makna dari simbol yang dipraktekkan kepada kedua mempelai sang pengantin. Informan dalam penelitian ini adalah tokoh masyarakat, tokoh adat, masyarakat yang mengerti akan makna 20 dari upaca tersebut dan KUA, dengan informan yang berjumlah 7 orang. B. Eksistensi Tepuk Tepung Tawar Dalam Pernikahan Melayu Di Desa Resun Pesisir Dusun 1 Tanjung Bungsu Daik Lingga memang kaya dengan adat dan tradisi, salah satunya Tepuk tepung tawar. Tepuk tepung tawar adalah suatu upacara adat budaya melayu riau khususnya Desa resun pesisir Dusun 1 Tanjung Bungsu oleh peninggalan para nenek moyang terdahulu. Tepuk tepung tawar merupakan upacara adat dan juga bentuk persembahan syukur atas tekabulnya suatu keinginan atau usaha,upacara ini dilakukan pada dua ketentuan,baik pada manusia maupun pada benda. Tepuk tepung tawar biasa di pergunakan dalam acara acara tertentu misal pernikahan, menempati rumah baru, mengendarai kendaran baru, khitanan,serta bentuk bentuk dari luapan rasa kegembiraan bagi orang orang yang mempunyai hajatan,atau semacam upacara adat yang sakral lainnya. Dalam perkawinan melayu yang didalamnya ada yang dinamakan adat tradisi Tepuk tepung tawar yaitu simbol pemberian dan do'a restu bagi kesejahteraan kedua pengantin, disamping sebagai penolak bala dan gangguan maupun marabahaya. Pelaksanaan Tepuk tepung tawar ada yang dilaksanakan dengan duduk satusatu dan ada pula kedua mempelai duduk berdua sekaligus. Dilakukan dengan duduk satu-satu pertimbangannya bahwa kedua mempelai belum melaksanakan mahar bathin (belum bersatu) dan akan melaksanakan tebus kipas. Sedangkan Tepuk teung tawar duduk berdua sekaligus dapat dilakukan dengan pertimbangan kedua mempelai sudah menikah dan tidak ada pelaksanaan kegiatan tebus kipas. Adapun tatacara menepuk tepung tawar yaitu yang pertama dengan mengambil sejemput beras kunyit, beras putih dan bertih lalu ditaburkan melewati atas kepala, ke bahu kanan dan kiri pengantin maksudnya ucapan selamat dan gembira. Beras kunyit (beras kuning) warna kuning melambangkan Raja/sultan, lambang kebesaran dan mempunyai makna keagungan dan kebesaran melayu. Pada saat ini dilafazkan shalawat nabi 1 kali.(boleh menabur satu-satu bahan atau digabung). Yang kedua dengan mengambil (mencecahkan daun perenjis dalam air tepung tawar lalu ditepukkan (direnjis) diatas dahi (kening) maksudnya berfikirlah sebelum bertindak, bahu kanan dan kiri maksudnya memikul beban dan rasa tanggung jawab, lalu belakang telapak tangan kanan dan kiri (dengan posisi telapak tangan 21 pengantin telungkup) maksudnya dalam mencari rezeki hendaklah berikhtiar dan berusaha dalam menjalankan bahtera kehidupan. Urutan merenjis digambarkan dalam bentuk Lam alif (bermakna Allah berkehendak) Yang ketiga mengambil sebutir telur lalu menggolekkan, meletakkan sebentar dibibir penganti dan diputar disekitar muka(wajah) pengantin dan kemudian telur tersebut diletakkan ditempatnya kembali maksudnya meneruskan keturunan dan ketulusan hati yang sakinah mawaddah warrahmah. Yang ke empat dengan mengambil sejemput inaiyang berada pada semberip kecil lalu dioleskan di telapak tangan kanan dan kiri yang telah di alas dengan bantal susur ari. posisi tangan pengantin telentang maksudnya menandakan mempelai perempuan sudah berakad nikah dan di akhiri dengan do’a selamat sebagai penutup agar mendapatkan berkah dari Allah SWT. Tepuk tepung tawar, biasanya dilakukan oleh 3 orang,5 orang dan 7 orang (dalam hitungan ganjil).makna dari hitungan ganjil yaitu karena Allah menyukai hal-hal yang bersifat bilangan ganjil contoh Asmaul Husna,Zikir, dan lain-lain. C. Nilai Budaya sebagai perwujudan nilai-nilai dominan pada masyarakat Desa Resun pesisir Dusun 1 Tanjung Bungsu Struktur untuk memenuhi berbagai keperluan manusia, yang terlahir dengan adanya berbagai budaya, untuk memperoleh kesejahteraan masyarakat dan melahirkan berbagai kegiatan tertentu. Sehingga suatu budaya itu tetap terjalin dengan keharmonisan masyarakatn. Sementara itu Sumaatmadja dalam Marpaung (2000) mengatakan bahwa pada perkembangan, pengembangan, penerapan budaya dalam kehidupan, berkembang pula nilai – nilai yang melekat di masyarakat yang mengatur keserasian, keselarasan, serta keseimbangan. Nilai tersebut dikonsepsikan sebagai nilai budaya. Selanjutnya, bertitik tolak dari pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa setiap individu dalam melaksanakan aktifitas vsosialnya selalu berdasarkan serta berpedoman kepada nilai – nilai atau system nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat itu sendiri. Artinya nilai – nilai itu sangat banyak mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut, Suatu nilai apabila sudah membudaya didalam diri seseorang, maka nilai itu 22 akan dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di dalam bertingkahlaku. Nilai merupakan kontruksi masyarakat yang tercipta melalui interaksi diantara para anggota masyarakat. Nilai tercipta secara sosial bukan secara biologis atau bawaan sejak lahir. Nilai dan norma senantiasa berkaitan satu sama lainya, walaupun keduanya dapat dibedakan D.A Wila Huky (dalam Abdulsyani, 2007:50). I. Penutup A. Kesimpulan Berdasarkan analisis peneliti yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa adat tradisi Tepuk tepung tawar yang dilakukan oleh masyarakat Desa Resun pesisir dusun 1 Tanjung Bungsu ini sangatlah tidak bisa dilupakan atau menghilang dari masyarakat melayu, Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dijelaskan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulan bahwa Eksistensi Tepuk tepung tawar memiliki simbolsimbol, nilai budaya dan mitos. Di dasarkan pada jawaban dan pengamatan dari tujuh informan dimana dua masyarakat empat Tokoh masyarakat dan tokoh adat satu KUA informan ini merupakan orang yang disegani oleh masyarakat setempat dan memiliki pengetahuan mengenai tentang adat tradisi Tepuk tepung tawar Sedangkan jika mengarah pada Interaksionisme simbolik oleh Herbert Blumer maka Manusia bertindak sesuatu atas dasar makna yang dimiliki benda tersebut seperti halnya Tentang Makna Simbolis yang meliputi bahanbahan yang untuk dipergunakan sebagai alat untuk menepuk tepung tawar dalam upacara pernikahan melayu yang disana terdapat dedaunan yang digunakan sebagai alat perenjis pada kedua mempelai. Perenjis bermakna bersatu padu atau kekeluargaan yang selalu disirami rasa kesejukan didalam menempuh hidup berumah tangga atau keberkahan kita di dunia maupun diakhirat.disini juga antara daun-daun itu sudah ada yang sulit ditemukan sehingga daun itu diganti dengan daun yang lain namun maknanya tetap dan tidak berubah. Dan makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain sehingga timbullah hasil interaksi sosial dari sang penepuk pada yang di tepuk tepung tawari itu melalui simbol dan gerakan orang tersebut.adat tradisi ini lebih mengarah pada perilaku dan nilai yang Positif bagi kedua mempelai maupun masyarakat. Adapun alasan Desa resun pesisir dusun 1 Tanjung Bungsu yaitu: pertama: Masyarakat disana mayoritas beragama islam yang masih sangat kental akan adat istiadat melayu, kedua: lokasinya satu daratan dengan Daik lingga yang kaya akan prasejarah di kabupaten Lingga memberikan nuansa yang cocok dijadikan sebagai tempat berbudaya kental akan adat istiadat, terlebih lagi bagi insan yang dilahirkan dari “Bunda Tanah Melayu”dan yang terakhir dari bahan 23 penepuk tepung tawar itu mengandung makna tersendiri dari bahan itu baik itu beras dan juga daun yang dijadikan simbol sebagai perenjis. Dengan adanya mitos menolak bala atau gangguan dan untuk kesejahteraan sang pengantin itu sendiri yang membuat adat tradisi itu tetap terjaga dan terus dilakukan oleh masyarakat sehingga memperkuat dan keharusan di dalam adat Tradisi Tepuk tepung tawar itu. B. Saran Dari pernyataan kesimpulan yang peneliti paparkan diatas, maka dapat disampaikan beberapa saran yang dapat menunjang peneliti lakukan. 1. Pelaksanaan Budaya Adat Tradisi Upacra Tepuk tepung tawar Oleh lembaga adat melayu kabupaten lingga sehingga terlahirnya kabupaten lingga sehingga dibuat kesepakatan dan aturan-aturan gimana menupuk Tepuk tepung tawar yang benar namun saat ini sosialisasi belum sampai ke daerah-daerah Lingga utara, daerah Desa, dan perkampungan. Bukan berarti tidak tahu dan kurang mengerti melakukanya tetapi untuk yang lebih baik dan benar hanya beberapa orang saja yang menepuk tepung tawar di pengantin yang benar sehingga tidak ada keseragaman. Sehingga untuk lebih mempertahankan keberadaan budaya tersebut perlu adanya sosialisasi bagi Lembaga adat melayu terhadap masyarakat umum dan setempat. 2. Budaya yang masih tetap dijaga hingga zaman modernisasi ini tidak lepas dari aturan, aturan yang mengatur agar masyarakat tetap terjalin silaturrahim dan kebersamaan yang kokoh. Seperti dengan diadakanya kegiatan pameran adat-adat tradisi lama sehingga masyarakat berkumpul untuk menyaksikanya sehingga lebih mengetahui dan mempelajari mengenai hal yang dilarang atau yang tidak boleh dilakukan Apapun bentuk keragaman upacara perkawinan adat, tetapi pada hakekatnya perkawinan merupakan suatu upacara yang sakral, suci dan relegius, karena perkawinan tidak terlepas dari suatu kebutuhan biologis manusia dan juga merupakan suatu perintah tuhan. Seprti yang tertera dalam surat Q.S Ar-Rum:21 disitu sudah tertera jelas. 24 DAFTAR PUSTAKA Abdulsyani, 2007. Sosiologi Skematika,Teori, dan Terapan.Jakarta: PT. Bumi Aksara Adeng Muchtar Ghazali, 2011. Antropologi Agama, Upaya Memahami Keragaman Kepercayaan, Keyakinan dan Agama. Badung: ALFABETA Herimanto, Winarno, 2008, Ilmu Social & Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta : DIA FISIP UI. J. Dwi Narwoko, Bagong Suyanto.2007, Sosiologi Teks Pengantar dan terapan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Koentjaraningrat, 2005. Pengantar Antropologi I. Jakarta: PT.Rineka cipta K. Dwi Susilo, 2008. 20 Tokoh Sosioloogi modern. jogjakarta Maran, Rafael Raga, 2000, Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Dasar Budaya, Jakarta: Rineka Cipta Moleong, Lexy J.2007. metode penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja rosda karya.w Nazsir, Nasrullah M.S. 2008. Teori-Teori Sosiologi. Bandung : Widya Padjajaran. Nazsir, Nasrullah 2008, Kajian Lengkap Konsep dan Teori Sosiologi Sebagai Ilmu Sosial. Bandung : Widya Padjadjaran. Ritzer, Goerge, 2011. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Press. Ritzer, George, 2008. Teori Sosiologi Moderen. Jakarta: Kencana Rachmad Soerjono soekanto, 1982, Sosiologi suaatu pengantar .Jakarta.PT RajaGrafindo Persada. Sudibyo, Lies, dkk. 2013. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yogyakarta : Andi Offset Sugiyono. 2009, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Alfabeta: Bandung Susilo, Rachmad K, 2008. 20 Tokoh sosiologi modern. Yogjakarta: Ar-ruzz Media. Soelaiman, Munandar, 2009. Ilmu sosial dasar Teori dan konsep Ilmu sosial. Bandung: PT Refika Aditama 25 Thaib, Ishak dkk 2009. Tata cara adat perkawinan melayu di Daik Lingga. Pekanbaru: Unri Press Suseno ,Tusiaran, dkk 2006. “Butang Emas” Warisan Budaya Melayu Kepulauan Riau.Pemerintah Kota Tanjung Pinang: cv Data makmur setia Sumber lain : Putra, Suwira, 2014. Makna upacara Tepuk Tepung Tawar Pada Pernikahan Adat Melayu Riau Di Desa Pematang Sikek Kecamatan Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 1, No. 2, (http://www.jom.unri.ac.id, diakses 15 September 2013, 17.08 Wib). http://yasir.staff.unri.ac.id/2012/03/06/teori-interaksi-simbolik/14. 10. 15. 23:40 http://ridwanaz.com/umum/seni-budaya/pengertian-mitos-pada masyarakat/03.01.1511:58 http://adianlangge.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-konsep-nilai-dan-sistem.html. 15.02.15-08:30 26