Analisis Numerik untuk Immunotherapy pada

advertisement
17
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada tahun 1983, sejenis retrovirus yang sekarang disebut human
immmunodefeciency virus (HIV), telah diidentifikasikan sebagai agen penyebab
AIDS. HIV merupakan pathogen paling mematikan yang pernah diketahui.
Terdapat dua galur utama virus itu, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 adalah galur
yang paling luas penyebarannya dan lebih virulen. Kedua galur ini menginfeksi
sel-sel yang mengandung permukaan molekul CD4+. Molekul CD4+ pada sel T
membantu interaksi antara sel T dengan sel penyaji antigen (APC). Sel-sel yang
rentan terhadap pathogenesis HIV adalah sel T CD4+ dan makrofaga. Pada kedua
jenis sel itu, masuknya virus tidak hanya memerlukan CD4+, namun juga molekul
protein kedua yang disebut koreseptor. Koreseptor fusin ditemukan pada sel T
helper, dan CCR5 yang ditemukan pada makrofaga. Keduanya berfungsi sebagai
reseptor untuk berbagai kemokin. Pertama kali, kedua sel itu dikenali sebagai
koreseptor HIV, setelah ditemukan beberapa kemokin menekan infeksi HIV-1
karena berikatan dengan kedua sel itu dan menghambat reseptor kemokin pada
calon sel inang.
Ketika sudah berada di dalam sel, RNA HIV direkam (diduplikat) balik, dan
produk DNA digabungkan ke dalam genom sel inang. Dalam bentuk provirus ini,
genom virus itu mengarahkan produksi partikel virus baru. Oleh karena, retrovirus
yang ada sebagai provirus selama sel yang terinfeksi itu hidup, maka antibodi
akan gagal memberantas dan mengusirnya. Tantangan bagi respon humoral dan
respon yang diperantarai sel adalah perubahan mutasi yang sangat sering terjadi
pada setiap tingkat replikasi virus. Hal ini disebabkan, sebagian besar partikel
HIV yang dihasilkan dalam individu yang terinfeksi akan sedikit berbeda dari
virus yang semula menginfeksi.
Penurunan jumlah virus yang jelas terlihat dalam sebagian tubuh
menggambarkan suatu respon kekebalan awal terhadap HIV. Akan tetapi,
penurunan awal konsentrasi HIV dalam darah adalah menyesatkan. Selama waktu
itu, replikasi HIV terus terjadi dalam sel-sel nodus limfa dan menyebabkan
kerusakan struktur dan fungsional di sel-sel nodus limfa. Pada waktu yang
18
bersamaan, konsentrasi HIV dalam darah akan meningkat. Penyebab peningkatan
ini adalah proses perombakan dan perusakan jaringan limfatik, pembebasan dari
jaringan ini, dan hilangnya CD4 dan sel T helper, sehingga mengakibatkan
ambruknya sistem kekebalan tubuh.
Sekarang ini, obat-obatan yang tampaknya memperlambat replikasi virus
ketika digunakan dalam berbagai kombinasi adalah inhibitor sintesis DNA,
inhibitor diduplikat balik (reserve transcriptase), seperti AZT(Zidovudine) yang
diakui untuk pengobatan infeksi HIV pada tahun 1987, dan ada tiga obat lainnya
DDC, DDI, dan D4T, serta inhibitor protease yang dapat mencegah suatu langkah
kunci dalam sintesis protein HIV. Semua obat yang digunakan hanya bisa
memperpanjang hidup, namun tidak untuk mengobati dan menyembuhkan.
Banyak
perlakuan
kemoterapi
yang
bertujuan
membunuh
atau
menghentikan pathogen, tetapi pengobatan yang mana yang bisa meningkatkan
sistem kekebalan tubuh yang dapat bertindak sebagai pembantu tubuh melawan
terhadap infeksinya sendiri. Pada saat ini, terus berkembang usaha untuk
menaikkan respon kekebalan tubuh yang cocok untuk mengurangi muatan virus
(istilah lain dari obat anti virus). Hal ini
membawa harapan baru untuk
pengobatan infeksi HIV dan ini adalah tipe pengobatan yang akan kami pelajari
pada penelitian ini.
Sitokin adalah protein hormon yang menengahi dua imun (kekebalan tubuh)
alami dan imun spesifik. Sitokin sebagian besar dihasilkan dengan mengaktifkan
sel (limfosit) selama sel kekebalan menengahi. Interleukin-2 (IL-2) adalah
sebagian besar sitokin yang bertanggung jawab untuk mengaktifkan pertumbuhan
dan diferensiasi limfosit. IL-2 banyak menghasilkan sel T CD4+, dan
menghasilkan sedikit sel T CD8+ (cytotoksit sel T, atau CTLs).
Percobaan klinik memperlihatkan ada efek stimulasi-imun dari pengobatan
dengan interleukin-2 (IL-2), meskipun terapi imun ini tidak mendapat izin dari
pemerintah di negara maju. IL-2 dapat meningkatkan aktifitas CTL, untuk tingkat
penyakit yang berbeda. IL-2 dapat meningkatkan pemulihan aktifitas sel
pembunuh alami (NK) yang rusak maupun meningkatkan perbaikan pada
poliklonal ekspansi dari sel T CD4+
dan CD8+.
Percobaan klinik itu
memperlihatkan ada korelasi yang tinggi antara konsentrasi IL-2 rendah dan
19
penurunan jumlah sel T CD4+ dengan progresi penyakit [Abbas. A, 1994]. Ini
adalah petunjuk untuk mengurangi IL-2 pada level yang tidak dapat ditemukan
dalam nodus limfa pada semua tingkatan penyakit.
Sejak IL-2 telah memperlihatkan pengembalian beberapa fungsi imun yang
menjadi lemah oleh infeksi HIV, maka kami ingin mempelajari dan menganalisa
penggunaan sitokin dengan menggunakan model matematika yang sudah ada.
Penelitian ini akan memperkenalkan model matematik yang akan lebih
banyak menggunakan pendekatan deterministik untuk membantu pemahaman
dinamika penyakit. Sistem dinamika persamaan diferensial parsial biasa (ordinary
differential equation (ODE)), yang akan digunakan dalam bentuk proses infeksi
HIV.
Perumusan Masalah
a. Bagaimanakah mekanisme dari sistem imun (kekebalan tubuh) yang
muncul dari dinamika penyakit HIV ?
b. Bagaimanakah menjelaskan dinamika infeksi HIV ?
c. Apakah simulasi dari model yang digunakan dalam penelitian ini
memberikan hasil prediksi yang sesuai dengan kenyataan (eksperimen)?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Menganalisa model matematika dari dinamika penyakit HIV.
2. Mempelajari mekanisme dari sistem imun yang muncul dari dinamika
penyakit HIV.
3. Mempelajari peranan IL-2 pada immunotherapy.
4. Untuk mengetahui dosis IL-2 yang paling optimal dalam immunotherapy
pada penyakit HIV.
5. Untuk
mengetahui
pengaruh
cara
immunotherapy pada penyakit HIV.
pemberian
dosis
IL-2
dalam
20
Manfaat Penelitian
Penelitian ini menjadi dasar acuan teori biofisika tentang dinamika terapi
imun pada infeksi HIV dan bisa digunakan untuk menetapkan atau
mengembangkan strategi pengobatan pada infeksi HIV. Selain itu, mekanisme ini
dapat digunakan pada penyakit yang memiliki kesamaan dengan sistem infeksi
virus lainnya seperti tuberkolosis (TBC) dan sel kanker/tumor.
Ruang lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi pemahaman sistem dinamika
nonliniear, persamaan diferensial biasa (ODE), teori tentang sistem terapi imun
dan tentang mekanisme infeksi HIV.
Download