i ANALISIS PENGARUH HARGA MINYAK TERHADAP AKTIVITAS PASAR SAHAM DI INDONESIA OLEH VELIN LAMUNINGTYAS H14080078 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ii RINGKASAN VELIN LAMUNINGTYAS. Analisis Pengaruh Harga Minyak dan Aktivitas Pasar Saham di Indonesia (dibimbing oleh IMAN SUGEMA) Minyak mentah merupakan salah satu faktor penggerak perekonomian. Minyak mentah memiliki peran yang penting dalam fungsi produksi. Minyak mentah memiliki keterkaitan yang erat dengan proses produksi. Kinerja harga minyak mentah seringkali dijadikan sebagai tolak ukur kinerja perekonomian Indonesia karena perannya dipandang penting dalam proses produksi. Seiring dengan peningkatan harga minyak mentah sejak tahun 2002, indeks harga saham gabungan Indonesia juga mengalami peningkatan yang signifikan sejak 2003. Basher dan Sadorsky (2006) mengungkapkan peningkatan harga minyak akan mendorong peningkatan biaya produksi di negara importir minyak karena tidak adanya input substitusi dari minyak mentah. Biaya produksi yang tinggi akan mengurangi arus kas dan pada akhirnya menurunkan harga saham. Minyak mentah merupakan komoditas yang juga diperdagangkan di pasar berjangka. Keadaan ini menyebabkan harga minyak tidak jauh berbeda dengan saham. Peningkatan volatilitas atau ketidakpastian harga minyak akan meningkatkan spekulasi yang dilakukan pelaku ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat dinamika interaksi antara harga minyak mentah dan volatilitasnya dengan aktivitas pasar saham, yang diproksi dengan return saham, dan variabel ekonomi lainnya. Penelitian ini menggunakan model ARCH/GARCH untuk mengestimasi volatilitas harga minyak. Tujuan penelitian akan dijawab dengan menggunakan model VAR First Difference untuk mengetahui apakah pergerakan harga minyak mempengaruhi indeks harga saham dan aktifitas perekonomian Indonesia. Selanjutnya alat analisis IRF digunakan untuk mengetahui respon indeks harga saham dan indeks produksi jika terjadi guncangan harga minyak, serta penggunaan alat analisis FEVD untuk mengetahui peran variabel dalam sistem VAR dalam menjelaskan pergerakan indeks harga saham. Hasil estimasi menyebutkan bahwa pergerakan harga minyak dan volatilitasnya berpengaruh terhadap aktivitas pasar saham dan indeks produksi industri. Akan tetapi, kegiatan ekonomi tidak berpengaruh terhadap harga minyak. Hal ini menandakan bahwa Indonesia hanya sebagai price taker harga minyak. Berdasarkan hasil analisis FEDV, volatilitas harga minyak berpengaruh lebih besar, yaitu tiga persen, dalam menjelaskan pergerakan return saham. Sedangkan pergerakan harga minyak berpengaruh sebesar satu persen dalam menjelsakan pergerakan return saham di Indonesia. Hasil penelitian ini memberikan rekomendasi kepada investor di pasar saham dalam menanamkan modalnya di pasar saham perlu mempertimbangkan adanya pengaruh dari luar, yaitu harga minyak dan volatilitasnya. Adapun rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah menambahkan variabel lain agar hasil analisis lebih tepat dalam memperlihatkan pengaruh harga minyak terhadap ekonomi suatu negara. Selain itu, perlu dipertimbangkan juga komponenkomponen indeks harga saham berdasarkan sektor dan bidang yang terkait dengan iii energi (minyak) karena pergerakan indeks harga saham utama di suatu negara tidak selalu dapat dijadikan indikator pengaruh harga minyak terhadap ekonomi negara bersangkutan, khususnya sektor industri yang terkait dengan minyak mentah. iv ANALISIS PENGARUH HARGA MINYAK TERHADAP AKTIVITAS PASAR SAHAM DI INDONESIA Oleh: VELIN LAMUNINGTYAS H14080078 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 v Judul Skripsi : ANALISIS PENGARUH HARGA MINYAK TERHADAP AKTIVITAS PASAR SAHAM DI INDONESIA Nama : Velin Lamuningtyas NRP : H14080078 Menyetujui, Dosen Pembimbing Iman Sugema, Ph. D. NIP. 19640502 198903 1 003 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec. NIP. 19641022 198903 1 003 Tanggal Kelulusan: vi PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, November 2012 Velin Lamuningtyas H14080078 vii RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Velin Lamuningtyas lahir pada 15 Mei 1990 di Bekasi. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Ahmad Sunarryo dan Ibu Suwarti. Penulis menamatka sekolah dasar pada SDN 2 Honggosoco, kemudian melanjutkan ke SLTP 2 Jekulo. Setelah itu penulis melanjutkan perndidikan menengah umum di SMA 1 BAE dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi, yaitu HIPOTESA (Himpunan Profesi dan Peminat Studi Pembangunan), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Penulis juga terlibat sebagai pengurus dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Kudus-Bogor (OMDA KKB) dan Pondok Pesantren Mahasiswa Al Ihya’ Dramaga. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan seperti Hipotex-R 20082009, Economic Contest, Extravaganza 2009, dan kegiatan kepanitiaan lainnya. Pada tahun 2010-2011 penulis mempunyai komitmen terhadap perkembangan masyarakat sekitar dengan menjadi pendamping posdaya di daerah Ciomas dan Sukaluyu, Bogor. Tahun 2011 penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Harga Minyak Terhadap Aktivitas Pasar Saham di Indonesia” untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi. viii KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Harga Minyak Terhadap Aktivitas Pasar Saham di Indonesia”. Pasar saham merupakan salah satu penunjang pertumbuhan ekonomi suatu negara yang seringkali dipengaruhi beragam sentimen pasar. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, khususnya kepada: 1. Bapak Iman Sugema, Ph. D. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dosen penguji utama, Prof. Dr. Bambang Juanda dan Ranti Wiliasih, M.Si, selaku dosen penguji komisi pendidikan, atas segala koreksi, kritik, dan saran mengenai perbaikan skripsi ini. 3. Kedua Orangtua tercinta Bapak Ahmad Sunarryo dan Ibu Suwarti serta adik-adikku tersayang Lara Adityani, Putri Tungga Dewi, serta yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi, dukungan baik moril maupun materil serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM-IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi. 5. Teman seperjuangan satu bimbingan Cynthia Eka Susanti dan Ashfahanirohimah atas semangat, motivasi, doa, dan perjuangan yang luar biasa ini. ix 6. Sahabat-sahabatku di Ilmu Ekonomi 45 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas bantuan, semangat dan doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Seluruh staf di InterCAFE (terutama untuk Ka Muth dan Ka Dina) dan ECThink (Ka Pipit) atas semangat dan motivasi yang diberikan. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih terdapat kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang membutuhkan. Bogor, November 2012 Velin Lamuningtyas H14080078 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ..................................................................................................... i DAFTAR TABEL ........................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... v I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 5 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 6 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................... 8 2.1 Tinjauan Definisi ................................................................................. 8 2.1.1 Pasar Modal .................................................................................. 8 2.1.2 Saham .......................................................................................... 10 2.1.3 Bursa efek .................................................................................. 11 2.1.4 Indeks Harga Saham .................................................................. 12 2.1.5 Indeks Produksi Industri ............................................................ 16 2.1.6 Suku Bunga SBI .......................................................................... 17 2.1.7 Harga Minyak Riil ...................................................................... 18 2.1.8 Volatilitas ................................................................................... 19 2.2 Tinjauan Teori .................................................................................... 20 2.2.1 Teori Pengharapan Rasional ....................................................... 20 2.2.2 Hipotesis Pasar Efisien .............................................................. 21 2.2.3 Teori Umum Pasar ..................................................................... 21 2.2.4 Hubungan Harga Minyak dan Harga Saham .............................. 21 2.2.4 Hubungan Kebijakan Moneter dengan Harga Saham ................. 23 2.3 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 25 2.4 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 28 2.5 Hipotesis Penelitian ........................................................................... 31 ii III. METODE PENELITIAN ........................................................................ 32 3.1 Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 32 3.2 Definisi Operasional Variabel ............................................................ 32 3.3 Metode Analisis Pengolahan Data ...................................................... 33 3.3.1 Pemodelan Volatilitas Univariate Time Series ........................... 34 3.3.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 37 3.4 Tahap-Tahap Pengujian ...................................................................... 40 3.5 Model Penelitian ................................................................................. 44 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 47 4.1 Volatilitas Harga Minyak .................................................................. 47 4.1.1 Deskripsi Data ............................................................................ 47 4.1.2 Identifikasi Model Volatilitas ...................................................... 48 4.2 Dinamika Interaksi Antara Harga Minyak Dengan Variabel Ekonomi .53 4.2.1 Pengujian Pra Estimasi ............................................................... 54 4.2.2 Hasil Estimasi Model VAR FD 1 ................................................ 57 4.2.3 Analisis Dekomposisi Penduga Ragam Galat VAR FD 1 .......... 57 4.2.4 Simulasi Analisis Impuls Respons VAR FD 1 ........................... 58 4.3 Dinamika Interaksi Volatilitas Harga Minyak dengan Variabel Ekonomi............................................................................................... 63 4.3.1 Pengujian Pra Estimasi ................................................................ 63 4.3.2 Hasil Estimasi Model VAR FD 2 ................................................ 66 4.3.3 Analisis Dekomposisi Penduga Ragam Galat VAR FD 2 .......... 66 4.3.4 Simulasi Analisis Impuls Respons VAR FD 2 ........................... 67 V. PENUTUP ................................................................................................. 69 5.1 Simpulan .............................................................................................. 69 4.2 Saran .................................................................................................... 69 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 71 LAMPIRAN ........................................................................................................ 74 iii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 2.1. Indikator Angka IHSG .......................................................................... 15 3.1. Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 29 4.1. Hasil Pengujian Stasioneritas ADF pada Data Level ............................ 49 4.2. Hasil Pengujian Stasioneritas Data Harga Minyak First Difference ...... 49 4.3. Hasil Evaluasi Model ARIMA .............................................................. 50 4.4. Hasil Uji Autokorelasi .......................................................................... 51 4.5. Hasil Uji Heteroskedastisitas ................................................................ 52 4.6. Hasil Uji Stasioneritas Pada Data Level .............................................. 54 4.7. Hasil Uji Stasioneritas Pada Data First Difference ............................... 55 4.8. Hasil Pengujian Lag Optimal Model VAR FD 1 .................................. 56 4.9. Variance Decomposition Return Saham ............................................... 57 4.10. Hasil Pengujian Unit Root pada Data Level dalam Model VAR 2........ 64 4.11. Hasil Pengujian Unit Root Pada Data FD Model VAR 2 ..................... 64 4.12. Pengujian Lag Optimal ......................................................................... 65 4.13. Variance Decomposition Return Saham Model VAR 2 ....................... 66 iv DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1.1. Konsumsi Energi Dunia Berdasarkan Sumber Energi ........................... 2 1.2. Penawaran dan Konsumsi Minyak Mentah Indonesia ............................. 3 2.1 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 30 4.1. Plot Harga Minyak Indonesia ............................................................... 47 4.2. Histogram Deskripsi Statistik Data Harga Minyak .............................. 48 4.3. Histogram Galat Model ARIMA .......................................................... 51 4.4. Plot Ragam/Varians Harga Minyak Indonesia ..................................... 53 4.5. Impuls Respons Ketika Terjadi Guncangan Suku Bunga SBI .............. 59 4.6. Impuls Respons Ketika Terjadi Guncangan Harga Minyak ................. 60 4.7. Impuls Respons Ketika Terjadi Guncangan Indeks Produksi ............... 61 4.8. Impuls Respons Ketika Terjadi Guncangan Return Saham .................. 62 4.9. Impuls Respons Ketika Terjadi Shock Volatilitas Harga Minyak ........ 68 v DAFTAR LAMPIRAN Nomor I Halaman Analisis Model ARIMA ............................................................................ 74 1.1 Uji Stasioneritas Variabel .................................................................... 74 1.2 Plot ACF dan PACF Data Perubahan Harga Minyak .......................... 80 1.3 Model Tentatif .................................................................................... 81 II Analisis Model ARCH/GARCH ............................................................... 83 2.1 Plot ACF dan PACF Residual Kuadrat dari ARIMA ......................... 83 2.2 Evaluasi Model ARCH/GARCH ........................................................ 83 III Estimasi Persamaan VAR 1 ....................................................................... 85 3.1 Uji Lag Optimal .................................................................................. 85 3.2 Uji Stabilitas VAR .............................................................................. 85 3.3 Output VAR ........................................................................................ 85 IV Estimasi Persamaan VAR 2 ....................................................................... 86 4.1 Uji Lag Optimal .................................................................................. 86 4.2 Stabilitas VAR .................................................................................... 87 4.3 Output VAR ........................................................................................ 87 1 I. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang lazim digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah indeks produksi industri. Indeks ini digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan pendekatan output riil. Indeks ini juga merepresentasikan pertumbuhan produksi secara agregat/nasional. Pembangunan ekonomi dewasa ini seringkali dikaitkan dengan keberadaan energi. Energi merupakan salah satu input penting dalam proses produksi. Ketersediaan energi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi menjadi isu yang penting untuk dibahas dalam dekade terakhir. Kebutuhan akan energi sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi baik dalam skala mikro maupun dalam skala makro. Aktivitas ekonomi yang ditunjang dengan energi input yang baik tentunya akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih baik jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak ditunjang oleh input yang baik. Minyak mentah memainkan peranan yang cukup penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Purwanti (2011) menjelaskan bahwa salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak bumi. Kinerja harga minyak bumi dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia karena perannya dipandang penting dalam fungsi produksi. Dalam hal ini, bahan bakar minyak mentah masih menjadi sumber energi utama dalam proses produksi 2 bagi sebagian besar industri. Minyak bumi sebagai salah satu sumber energi di dunia merupakan energi dengan tingkat konsumsi tertinggi dibandingkan dengan Trillion Btu sumber energi yang lainnya seperti terlihat pada Gambar 1.1. 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 Keterangan Sumber Minyak Bumi Energi Terbarukan Gas Alam Batu Bara : Satuan Trillion Btu (British thermal unit) adalah satuan energi yang digunakan di Ameika Serikat. : EIA (Energy Information Administratio) 2011 Gambar 1.1. Konsumsi Energi Dunia Berdasarkan Sumber Energi Tahun 2000-2011 Harga minyak mentah di dunia mengalami peningkatan pada periode 2000 hingga 2011. Berdasarkan data U.S. Energy Information Administration (EIA) pada bulan Januari 2000 menunjukkan bahwa minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) berada di posisi 27,26 US Dollar per barel, sedangkan minyak mentah jenis brent berada pada posisi 25.51 US Dollar per barel. Peningkatan harga terus terjadi selama tujuh tahun hingga harga minyak jenis WTI menembus harga 133,88 US Dollar per barel pada pertengahan 2008. Adapun harga minyak mentah jenis Brent mencapai 132,32 US Dollar per barel pada periode yang sama. Pergerakan harga minyak dunia ini menarik perhatian publik di seluruh dunia serta menimbulkan kekhawatiran bagi negara-negara yang menjadi konsumen utama minyak mentah, khususnya Indonesia. Indonesia temasuk sebagai 17 negara pengonsumsi minyak mentah terbesar di dunia pada tahun 2009, yakni sebesar 1.115.000 barrel per hari. 3 Indonesia mulai diperhitungkan sebagai salah satu negara penghasil minyak bumi terbesar di dunia pada tahun 1970. Perekonomian Indonesia yang berkembang pesat ditopang oleh hasil produksi minyak. Dengan demikian, Indonesia disebut sebagai “The Asian Miracle Economy” pada periode 1990. Negara Indonesia juga menjadi anggota OPEC sejak 1961. Namun, pada September tahun 2008 Indonesia telah disepakati berhenti untuk sementara waktu menjadi anggota penuh OPEC karena sudah tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negerinya sendiri (Aprilta, 2011). Sumber: EIA 2011 Gambar 1.2. Penawaran dan Konsumsi Minyak Mentah Indonesia Berdasarkan laporan dari U.S. EIA (United States Energy Information and Administration), produksi minyak Indonesia telah mengalami penurunan sejak tahun 1997. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.2. Produksi minyak mentah Indonesia pada tahun 1996 sebesar 1.580 ribu barrel per hari menurun menjadi 1456 ribu barrel per hari pada tahun 2000, dan 1.090 ribu pada tahun 2005. Produksi tersebut terus menurun hingga pada tahun 2009 hanya sebesar 990 ribu barrel per hari. Di sisi lain, konsumsi minyak mentah di Indonesia terus meningkat dari 939 ribu barrel per hari pada tahun 1996 menjadi 1.289 ribu barrel per hari pada tahun 2009. Oleh karena itu, sejak tahun 2003, Indonesia menjadi 4 negara pengimpor minyak untuk mencukupi tingginya kebutuhan minyak di dalam negeri. Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terbuka kecil dan negara importir minyak mentah pasti akan terpengaruh ketika terjadi guncangan harga minyak dunia. Harga minyak yang berfluktuatif akan mempengaruhi harga produk olahan minyak yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia. Peningkatan harga minyak yang berkelanjutan dikhawatirkan akan merugikan perekonomian Indonesia. Adebiyi et. al (2009) menjelaskan bahwa pergerakan dan guncangan harga minyak dapat mempengaruhi aktivitas riil ekonomi yang pada akhirnya berpengaruh terhadap perekonomian suatu negara. Mekanisme transmisi dampak pergerakan harga minyak terhadap aktivitas riil ekonomi dapat dilihat melalui sisi penawaran (supply) maupun dari sisi permintaan (demand). Dari sisi supply, Kenaikan harga minyak akan menimbulkan guncangan yang negatif pada sisi penawaran (negative supply-side shock). Artinya, kenaikan harga minyak akan menyebabkan naiknya ongkos energi bagi perusahaan-perusahaan (dunia usaha), yang pada gilirannya akan mempengaruhi keputusan perusahaan untuk menambah atau mengurangi jumlah produksi. Dari sisi demand, kenaikan harga minyak akan mempengaruhi kemampuan daya beli konsumen. Basher dan Sadorsky (2006) menyatakan bahwa kenaikan harga minyak dapat mempengaruhi aktivitas di pasar modal, khususnya pasar saham. Guncangan harga minyak berdampak pada pengambilan keputusan perusahaanperusahaan atau industri yang menggunakan minyak sebagai sumber energi utama dalam produksinya. Biaya produksi suatu industri akan meningkat seiring dengan 5 peningkatan harga minyak. Peningkatan biaya produksi ini akan mengurangi arus kas dan pada akhirnya menurunkan harga saham di industri tersebut. Selain harga minyak, volatilitas harga minyak juga mempunyai peran yang penting dalam mempengaruhi aktivitas ekonomi di Indonesia. Penelitian Bangun (2012) menyebutkan bahwa volatilitas harga minyak mentah dunia berpengaruh signifikan terhadap kinerja ekonomi Indonesia. Minyak mentah merupakan komoditas yang juga diperdagangkan di pasar berjangka. Keadaan ini menyebabkan harga minyak tidak jauh berbeda dengan saham. Peningkatan volatilitas atau ketidakpastian akan meningkatkan spekulasi yang dilakukan pelaku ekonomi. Ketidakpastian harga minyak mengakibatkan para pelaku ekonomi semakin ragu untuk melakukan kegiatan ekonomi sehingga kegiatan perekonomian dapat terhambat. Hal ini dapat menjadi variabel tambahan dalam menentukan pengaruh harga minyak dunia terhadap kinerja perekonomian Indonesia dan aktivitas pasar saham di Indonesia. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ditujukan untuk mengetahui pengaruh harga minyak dan volatilitasnya terhadap aktivitas pasar saham dan kinerja ekonomi Indonesia. 1.2 Perumusan Masalah Minyak mentah memainkan peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia. Minyak masih menjadi sumber energi utama dalam proses produksi hampir di semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, pergerakan harga minyak mentah ini seringkali dijadikan salah satu indikator penting dalam menjelaskan naik turunnya pertumbuhan ekonomi suatu negara, terutama negaranegara importir minyak mentah seperti Indonesia. Selain pergerakan harga 6 minyak, volatilitas harga minyak juga mempunyai peran yang penting dalam mempengaruhi aktivitas ekonomi di Indonesia. Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang akan diangkat pada penelitian ini adalah dinamika interaksi antara harga minyak dan volatilitasnya terhadap perekonomian dan kinerja pasar saham di Indonesia. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dinamika interaksi harga minyak dan volatilitasnya terhadap perekonomian dan kinerja pasar saham di Indonesia. Menganalisis dan mengetahui apakah harga minyak dan volatilitasnya berperan penting terhadap perekonomian dan pasar modal. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada perekonomian Indonesia. Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitan ini adalah: 1. Bagi penulis sendiri, penelitian ini merupakan wadah pembelajaran untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh dalam bangku kuliah. 2. Sebagai sumber informasi mengenai hubungan antara pergerakan harga minyak dan IHSG 3. Sumber materi pertimbangan dalam penyusunan portofolio investasi bagi analisis pasar modal dan investor, khususnya dalam lingkup pasar modal. 4. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan atau pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait dengan perminyakan di Indonesia. 7 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sadorsky (1999). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika interaksi harga minyak dan volatilitasnya terhadap perekonomian dan kinerja pasar saham di Indonesia. Data yang digunakan berupa data time series bulanan, yakni data return saham riil, indeks produksi industri, harga minyak riil, dan suku bunga SBI 3 Bulan. Penelitian dilakukan pada periode Januari 2000 hingga Desember 2011. Analisis data menggunakan metode Vector Autoregression First Difference (VAR-FD) namun pembahasan dalam penelitian ini lebih difokuskan pada hasil Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD). 8 II. 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Definisi 2.1.1 Pasar Modal Pasar modal merupakan tempat bertemunya pihak yang membutuhkan dana (borrower) dengan pihak yang kelebihan dana (lender). Dalam hal ini lender akan memberikan dananya kepada borrowers, sedangkan lender mendapatkan surat bukti (sekuritas) yang memiliki klaim atas aset-aset perusahaan. Pada umumnya produk-produk (sekuritas) yang ditawarkan di pasar modal adalah saham biasa, saham preferen, dan berbagai jenis obligasi, serta produk-produk derivatif (Widoatmodjo, 2009). Pasar modal menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1995 adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, yaitu perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga atau profesi yang berkaitan dengan efek. Adapun efek yang dimaksudkan di sini adalah surat berharga atau saham. Beberapa manfaat adanya pasar modal yaitu: a. Pasar modal merupakan wahana berinvestasi dana jangka panjang yang relatif efisien. Investor atau calon investor dapat menanamkan dananya dalam berbagai instrumen yang diperdagangkan atau akan dijual oleh perusahaan yang membutuhkan dana jangka panjang di pasar modal secara terbuka atau transparan, sehingga investor dapat dengan mudah memprediksi untung ruginya dalam menginvestasikan dananya pada perusahaan tersebut. 9 b. Pasar modal merupakan alternatif investasi. Pasar modal dapat menjadi alternatif untuk menanamkan modal bagi investor dengan segala kelebihan dan resiko yang ditanggung pemilik modal. c. Investor dapat memiliki lebih dari satu saham perusahaan-perusahaan yang telah go public dengan segala resikonya. Atau dengan kata lain investor dapat menyebar investasinya (diversifikasi modal) ke berbagai perusahaan yang telah go public dan menjual sahamnya di pasar modal d. Perusahaan dalam pengelolaan manajemen dituntut transparan dan profesional. e. Meningkatkan perkembangan perekonomian secara nasional. Pasar modal yang berkembang akan membantu mendorong roda perekonomian secara menyeluruh. Hal ini disebabkan pertumbuhan investasi yang meningkat sehingga perusahaan-perusahaan yang sedang membutuhkan dana untuk mengembangkan, memajukan dan meningkatkan produktifitasnya. Dampak positifnya, pertumbuhan ekonomi akan terpengaruh dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Pasar modal dibedakan menjadi pasar perdana dan pasar sekunder. Pasar perdana adalah pasar bagi sekuritas atau efek yang pertama kali diterbitkan atau diumumkan dalam pasar modal. Sedangkan pasar sekunder adalah pasar bagi efek yang sudah ada dan sudah diperdagangkan dalam pasar modal. Pada pasar sekunder ini harga efek ditentukan oleh mekanisme pasar. (Widoatmodjo, 2009). Kehadiran pasar modal harus dapat dimanfaatkan oleh pemerintah, perusahaan, maupun masyarakat. Bagi pemerintah, dampak positif adanya pasar 10 modal adalah adanya pemupukan modal di dalam negeri. Selain memperkecil pelarian modal ke luar negeri, pasar modal juga bermanfaat dalam hubungan perbankan dengan ekspansi kredit yang selalu meningkat. Dengan adanya pasar modal, minimal ekspansi kredit dapat diperkecil sehingga perusahaan yang memerlukan dana dapat mencarinya melalui penjualan saham dan pengeluaran obligasi. 2.1.2 Saham Menurut Widoatmodjo (2009), saham adalah surat berharga sebagai bukti penyertaan atau pemilikan individu ataupun institusi dalam suatu perusahaan. Nilai saham berdasarkan fungsinya dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu a. Par Value (Nilai nominal) Nilai nominal suatu saham adalah nilai yang tercantum pada saham yang bersangkutan yang berfungsi untuk tujuan akuntansi. b. Base Price (Nilai/harga dasar) Harga dasar suatu saham baru merupakan harga perdananya. Sehingga nilai dasar merupakan hasil perkalian antara harga dasar dengan jumlah saham yang diterbitkan. c. Market price ( Nilai/harga pasar) Harga pasar merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena harga pasar merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung. Jadi harga pasar inilah yang menyatakan naik turunnya suatu saham. Jika harga pasar ini dikalikan dengan jumlah saham yang diterbitkan maka akan didapat market value. 11 Persentase kepemilikan ditentukan oleh besarnya persentase jumlah saham terhadap keseluruhan saham perusahaan. Seseorang yang memiliki saham suatu perusahaan dapat dikatakan sebagai pemilik perusahaan walaupun jumlah sahamnya hanya beberapa lembar. Pemegang saham mempunyai hak dan tanggung jawab seperti halnya seorang pemilik perusahaan. Mereka mempunyai hak untuk menentukan arah dan kebijaksanaan umum perusahaan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Tentunya hak mereka dibatasi oleh persentase jumlah saham yang mereka miliki karena berlakunya prinsip “one share one vote”. Dalam bursa efek Indonesia, terdapat berbagai jenis saham, yaitu saham biasa (common stock) dan preferen (preferred stock). Saham biasa merupakan salah satu jenis efek yang paling banyak diperdagangkan di pasar modal. Bahkan saat ini dengan semakin banyaknya emiten yang mencatatkan sahamnya di bursa efek perdagangan saham semakin marak dan menarik para investor untuk terjun dalam jual beli saham. Saham biasa merupakan saham yang tidak memperoleh hak istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh dividen sepanjang perseroan memperoleh keuntungan. Saham preference merupakan saham yang diberikan atas hak untuk mendapatkan dividen dan/atau bagian kekayaan pada saat perusahaan dilikuidasi lebih dahulu dari saham biasa, disamping itu mempunyai preferensi untuk mengajukan usul pencalonan direksi/komisaris (Aufa, 2010). 2.1.3 Bursa Efek Bursa Efek adalah suatu sistem convenant yang terorganisir dengan mekanisme resmi untuk mempertemukan penjual efek (pihak defisit dana) dengan 12 pembeli efek (pihak yang surplus dana) secara langsung atau melalui wakilwakilnya. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak yang lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka. Saat ini, bursa efek yang tersedia di Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia (BEI). Pemegang saham bursa efek itu sendiri adalah perusahaan efek yang telah memperoleh izin usaha sebagai perantara pedagang efek. Sebagai fasilitator bursa efek mempunyai tugas yang harus dilakukan kepada calon investor agar dapat menjadikan bursa efek lebih dikenal oleh publik, yaitu (Widoatmodjo, 2009) 1. Menyediakan sarana perdagangan efek; 2. Mengupayakan likuiditas instrumen yaitu mengalirnya dana secara cepat pada efek-efek yang dijual; 3. Menyebarluaskan informasi bursa ke seluruh lapisan masyarakat; 4. Memasyarakatkan pasar modal untuk menarik investor dan perusahaan yang go public. 2.1.4 Indeks Harga Saham Secara sederhana, indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk membandingkan satu peristiwa dengan suatu peristiwa lainnya. Demikian juga, indeks harga saham merupakan angka yang membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu, misalnya ketika harga saham mengalami penurunan atau kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu. Menurut Widoatmodjo (2009), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan pergerakan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek. 13 Indeks inilah yang paling banyak digunakan dan dipakai sebagai acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal. IHSG dapat digunakan untuk menilai suatu situasi pasar secara umum atau mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan atau penurunan. IHSG melibatkan seluruh harga saham yang tercatat di bursa. Jenis indeks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (Mustikaati, 2007): 1. Indeks Harga Saham Individual Indeks Harga Saham Individual menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga masing-masing saham, sampai pada tanggal tertentu. Biasanya pergerakan harga saham tersebut disajikan tiap hari, berdasarkan harga penutupan di bursa pada hari tersebut. Indeks tersebut disajikan untuk periode tertentu. Dalam hal ini, indeks tersebut mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja suatu saham di bursa efek. Ketika pertama kali saham dicatatkan di Bursa Efek, yaitu pada pagi hari sebelum perdagangan dimulai, saham tersebut sudah mempunyai harga, yaitu harga yang dibayar oleh investor di pasar perdana, atau harga perdana. Pada umumnya, harga perdana yang tercantum dalam prospektus merupakan harga tetap yang harus dibayar oleh investor tanpa ditambah biaya transaksi. Investor yang membeli saham di pasar perdana dan kemudian menjual sahamnya di bursa efek pasti ingin mengetahui presentase kenaikannya. Oleh karena itu, harga perdana digunakan sebagai nilai dasar (unit base value) dalam menghitung indeks harga saham. Perhitungan indeks harga saham individu dilakukan dengan rumus berikut: IHSI = J (2.1) 14 Atau IHSI = 2. X 100% (2.2) Indeks Harga Saham Gabungan Indeks Harga Saham Gabungan merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dahulu Bursa Efek Jakarta (BEJ). IHSG diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ. Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Indeks inilah yang paling banyak digunakan dan dipakai sebagai acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal dan juga digunakan untuk menilai situasi pasar secara umum atau mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan atau penuruan. Untuk perhitungan Indeks Harga Saham secara umum, ada rumusan dasar yang dikenal dengan nama Weighted Average. Rumus dasar penghitunganya adalah : IHSG = P Q N x 100 (2.3) Dimana, P = harga penutupan saham di pasar reguler, Q = bobot saham (jumlah saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia), Nd = nilai dasar, yaitu nilai yang dibentuk berdasarkan jumlah saham yang tercatat di BEI yang masuk dalam daftar penghitungan indeks. Nilai dasar bisa berubah bila terdapat aksi korporasi yang menyebabkan jumlah saham berkurang atau bertambah. Sederhananya, setiap saham dihitung terlebih dahulu kapitalisasi pasar, kemudian dijumlahkan seluruh kapitalisasi 15 pasar per saham atas saham-saham yang diperhitungkan dalam indeks, lalu dibagi dengan nilai dasar, kemudian dikalikan dengan 100. Jika kapitalisasi pasar per saham yang di total ini berbeda dengan nilai kapitalisasi pasar seluruh saham di BEI, itu dikarenakan ada saham-saham yang tidak perhitungkan dalam penghitungan indeks. Saham-saham yang tidak diperhitungkan ini menjadi rahasia BEI. Pihak BEI memiliki kriteria sendiri atas saham-saham yang bisa dimasukkan dalam penghitungan IHSG. Jadi bisa dikatakan, IHSG merupakan nilai representatif atas rata-rata harga seluruh saham di BEI bedasarkan jumlah saham tercatat. IHSG menentukan kondisi pasar sedang ramai, lesu, atau stabil. Jika angka IHSG menunjukkan angka diatas 100 berarti kondisi pasar sedang ramai, sedangkan jika IHSG menunjukkan angka di bawah 100, maka kondisi pasar sedang lesu, dan apabila IHSG menujukkan angka 100, maka pasar dikatakan dalam keadaan stabil. Tabel 2.1. Indikator Angka IHSG Indikator Angka IHSG Angka IHSG > 100 Angka IHSG < 100 Angka IHSG = 100 Keterangan Ramai Lesu Stabil Sumber: Widoatmodjo (2009) IHSG merupakan indeks gabungan dari seluruh jenis saham yang tercatat di bursa efek. a. Seluruh Saham Indeks harga saham gabungan (IHSG) seluruh saham menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham gabungan seluruh saham, sampai pada tanggal tertentu. Biasanya pergerakan saham tersebut disajikan tiap hari, berdasarkan harga 16 penutupan di bursa pada hari tersebut. Indeks tersebut disajikan untuk periode tertentu. Dalam hal ini mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja suatu saham gabungan di bursa efek. b. Indeks Harga Saham Kelompok Indeks harga saham kelompok menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham kelompok suatu saham, sampai pada tanggal tertentu. c. Indeks LQ45 Indeks ini terdiri dari 45 saham dengan likuidasi tinggi, yang diseleksi melalui beberapa kriteria pemilihan. Selain penilaian atas dasar likuiditas, seleksi atas saham-saham tersebut mempertimbangkan kapitalisasi pasar. d. Jakarta Islamic Index Jakarta Islamic Index terdiri atas 30 saham yang dipilih dari saham-saham yang sesuai dengan prinsip syariah Islam. Penentuan kriteria pemilihan saham dalam JII melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT. Danareksa Investment Management. 2.1.5 Indeks Produksi Industri (IPI) Industrial Production Index (IPI) atau Indeks Produksi Industri merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan pendekatan output riil (Kaminsky, 1998). Indeks ini merepresentasikan pertumbuhan produksi nasional. Adapun rumus untuk menghitung IPI yaitu : IPI = ∑W ∑W R (2.4) 17 dimana Wi adalah bobot pembagi dan Ri adalah produksi relatif. IPI merupakan data bulanan yang mengukur total produksi dari seluruh pabrik, pertambangan, dan perusahaan pelayanan publik (listrik, air, gas, transportasi, dan lain-lain). Komponen terbesar dari indeks ini adalah industri manufaktur yang diestimasi dari total jam kerja dari laporan ketenagakerjaan. Komponen pelengkapnya adalah Capacity Utilization yang bertujuan untuk menghitung tingkat penggunaan modal negara yang digunakan selama proses produksi (Muthohharoh, 2010). 2.1.6 Suku Bunga SBI Sertifikat Bank Indonesia atau SBI pada prinsipnya adalah surat berharga atas unjuk dalam Rupiah yang diterbitkan dengan sistem diskonto oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBI pertama kali diterbitkan pada tahun 1970 dengan sasaran utama untuk menciptakan suatu instrumen pasar uang yang hanya diperdagangkan antara bank-bank. Namun setelah dikeluarkan kebijaksanaan yang memperkenankan bank-bank menerbitkan sertifikat deposito pada tahun 1971, dengan terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia, maka SBI tidak lagi diterbitkan karena sertifikat deposito dianggap akan dapat menggantikan SBI. Oleh karena itu, SBI sebenarnya hanya sempat beredar kurang lebih satu tahun. Namun sejalan dengan berubahnya pendekatan kebijaksanaan moneter pemerintah terutama setelah deregulasi perbankan 1 Juni 1983, maka Bank Indonesia kembali menerbitkan SBI sebagai instrumen dalam melakukan kebijaksananan operasi pasar terbuka, terutama untuk tujuan kontraksi moneter. 18 Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan instrumen SBI, yaitu: 1. SBI lelang yaitu SBI yang dijual secara lelang kepada bank dan atau pialang, yang didasarkan atas target kuantitas dalam rangka pelaksanaan kebijakan pengendalian moneter. 2. SBI repo (repurchase agreement) adalah SBI yang dibeli kembali oleh Bank Indonesia dalam rangka memenuhi kebutuhan likuiditas bank dengan perjanjian bank akan membeli kembali sesuai jangka waktu repo yang diperjanjikan. 2.1.7 Harga Minyak Riil Data harga minyak untuk Indonesia diambil dari data Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) untuk industri minyak dari Badan Pusat Statistik (BPS). IHPB ini merupakan angka indeks yang menggambarkan besarnya perubahan harga pada tingkat harga perdagangan besar atau harga grosir dari komoditas minyak yang diperdagangkan di Indonesia. Harga perdagangan besar untuk komoditas minyak adalah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas. Perhitungan IHPB secara umum menggunakan formula Laspayres yang dikembangkan, yaitu: In = P P ∑ ∑P Q Dimana: In = Indeks bulan ke n (bulan penelitian) Pn = Harga bulan ke n (bulan penelitian) Pn-1 = Harga bulan ke n-1 (bulan sebelumnya) (2.5) 19 Pn-1 Q0= Nilai timbangan bulan n-1 (bulan sebelumnya) P0 Q0 = Nilai timbangan tahun dasar Harga minyak riil merupakan harga minyak yang dilihat dari suatu waktu yang konstan dengan mengeluarkan unsur inflasi dari data tersebut. Perubahan harga minyak riil ini mengindikasikan adanya perubahan harga minyak yang sebenarnya. Misalnya, harga nominal minyak pada tahun lalu sebesar $100 per barrel, dan harga minyak tahun ini $110 per barrel dengan tingkat inflasi 10%. Secara perhitungan nominal, harga minyak mengalami peningkatan sebesar $10 per barrel. Jika memperhitungkan inflasi, maka harga minyak tidak mengalami kenaikan. Dalam penelitian ini, harga minyak riil diperoleh dengan membagi IHPB untuk minyak dengan tingkat inflasi yang diproksi dengan indeks harga konsumen (IHK). 2.1.8 Volatilitas Studi mengenai volatilitas pertama kali dilakukan oleh Engle (1982) dengan menggunakan Auto-Regressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH). Kemudian dikembangkan oleh Bollerlev (1986) dengan General Auto-Regressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Pada prinsipnya kedua model ini sama-sama melihat volatilitas harga. Keterbatasan dari model ARCH adalah tidak dapat menganalisis hubungan antar variabel, maka beberapa studi volatilitas yang melihat hubungan antar variabel menggunakan model yang lain, seperti Ordinary Least Square (OLS), General Method of Moment (GMM), atau Vector Autoregression (VAR). Semua studi volatilitas tersebut tetap menggunakan data varian atau standar deviasi dari datanya meskipun tidak menggunakan model ARCH. 20 Konsep volatilitas dalam penelitian ini diukur berdasarkan unsur standar deviasi atau varian. Atau dengan kata lain, definisi volatilitas berhubungan dengan bagaimana nilai-nilai data tersebut tersebar. Sebuah standar deviasi yang rendah menunjukkan bahwa nilai data-data cenderung sangat dekat dengan nilai rata-rata, sedangkan standar deviasi yang tinggi menunjukkan bahwa nilai data tersebar di berbagai macam nilai. 2.2 Tinjauan Teori 2.2.1 Teori Pengharapan Rasional Pada dekade 1950-an dan 1960-an, para ekonom memandang harapan hanya sebagai bentuk dari pengalaman masa lalu saja (pengharapan adaptif). Pengharapan adaptif (adaptive expectations) menyatakan bahwa perubahan harapan akan terjadi secara perlahan sepanjang waktu seiring dengan perubahan data masa lalu (Miskhin, 2008). Seiring berjalannya waktu, pengharapan adaptif dianggap tidak sesuai lagi karena hanya menggunakan informasi dari data masa lalu pada suatu variabel tertentu untuk membentuk harapan atas variabel tersebut. Oleh karena itu, John Muth mengembangkan teori pengharapan rasional (rational expectations). Teori pengharapan rasional menyatakan bahwa pengharapan akan sama dengan proyeksi yang optimal (tebakan terbaik mengenai masa depan) dengan menggunakan semua informasi yang tersedia (Miskhin, 2008). Terdapat dua alasan mengapa pengharapan dapat menjadi tidak rasional. Pertama, untuk mendapatkan semua informasi yang diperlukan membutuhkan banyak usaha atau biaya. Kedua, adanya kemungkinan informasi yang didapatkan tidak relevan dan akurat. 21 2.2.2 Hipotesis Pasar Efisien Hipotesis pasar efisien (efficient market hypothesis) didasarkan pada asumsi bahwa harga-harga dari sekuritas di pasar keuangan sepenuhnya mencerminkan semua informasi yang tersedia. Hipotesis pasar efisien menganggap pengharapan atas harga depan sama dengan proyeksi optimal dengan menggunakan semua informasi yang tersedia. Berdasarkan hipotesis ini, harga saham mencerminkan semua informasi yang tersedia secara publik dalam pasar yang efisien. Harga saham akan bereaksi terhadap pengumuman atau berita jika informasi yang diumumkan tersebut baru dan tidak diperkirakan sebelumnya (Mishkin, 2008). 2.2.3 Teori Umum Pasar Harga dalam suatu pasar merupakan titik pertemuan antara permintaan dan penawaran dari produk yang ditawarkan oleh pasar. Perubahan harga ataupun perubahan volume produk berubah-ubah sesuai perubahan permintaan dan atau penawaran. Apabila volume produk mengalami peningkatan yang menunjukkan bahwa terjadi perluasan pasar, maka tingkat harga akan mengalami peningkatan. 2.2.4 Hubungan Harga Minyak dan Harga Saham Mekanisme yang menjelaskan pengaruh harga minyak terhadap harga saham telah banyak diungkapkan, khususnya dalam mekanisme transmisi penawaran dan permintaan. Salah satunya dalam penelitian Adebiyi et. al. (2009) yang mengungkapkan bahwa bahan bakar minyak adalah salah satu input penting bagi produksi sehingga jika ada kenaikan harga bahan bakar minyak akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi produktifitas. 22 Kenaikan harga minyak akan menimbulkan guncangan yang negatif pada sisi penawaran (negative supply-side shock). Artinya, kenaikan harga minyak akan menyebabkan naiknya ongkos energi bagi perusahaan-perusahaan (dunia usaha), yang pada gilirannya akan mempengaruhi keputusan perusahaan untuk menambah atau mengurangi jumlah produksi. Hal tersebut akan mempengaruhi jumlah output yang dihasilkan serta harga jual output perusahaan. Selanjutnya akan berpengaruh terhadap daya beli konsumen, dimana naiknya biaya produksi akan membuat naiknya harga jual serta konsumen akan cenderung mengurangi jumlah barang yang dikonsumsi sehingga penerimaan produsen akan cenderung menurun dan mempengaruhi arus kas. Arus kas yang menurun akan dipandang tidak baik oleh investor sehingga hal tersebut akan membuat investor tidak tertarik untuk menginvestasikan dananya pada saham perusahaan. Basher dan Sadorsky (2006) mengungkapkan bahwa bahan bakar minyak, begitu pula dengan modal, tenaga kerja dan bahan baku merupakan komponen penting dalam produksi barang dan jasa, sehingga perubahan harga input-input ini akan mempengaruhi kas perusahaan/industri. Pada kasus negara importir minyak, peningkatan harga minyak akan meningkatkan biaya pruduksi karena tidak adanya input substitusi antara faktor-faktor produksi tersebut. Biaya produksi yang tinggi mengurangi arus kas dan pada akhirnya menurunkan harga saham. Kenaikan harga minyak juga mempengaruhi tingkat bunga diskonto. Kenaikan harga minyak sering menunjukkan tekanan inflasi, dan Bank Sentral dapat mengontrol kenaikan inflasi ini dengan meningkatkan suku bunga. Bagi tipe investor yang memiliki kecenderungan berhati-hati (risk overter), kenaikan suku bunga membuat investasi pada instrumen obligasi lebih menarik daripada saham. 23 Selain untuk mengantisipasi resiko fluktuasi harga saham, hal tersebut menyebabkan penurunan harga saham karena para investor memindahkan danannya ke instrumen obligasi. 2.2.5 Hubungan Kebijakan Moneter dengan Harga Saham Suku bunga merupakan salah satu resiko yang harus dipertimbangkan oleh investor sebelum berinvestasi di sebuah negara. Mishkin (2008) mengungkapkan bahwa kebijakan moneter tidak hanya mempengaruhi perekonomian melalui instrumen utang namun bisa melalui harga aset. Salah satu harga aset yang dipengaruhi oleh suku bunga melalui mekanisme transmisi adalah harga saham. Fluktuasi harga di pasar saham, yang dipengaruhi oleh kebijakan moneter, memiliki pengaruh penting terhadap ekonomi. Mekanisme transmisi yang melibatkan pasar saham terdiri dari tiga jenis yakni pengaruh pasar saham terhadap investasi, pengaruh neraca perusahaan, pengaruh kesejahteraan rumah tangga, dan pengaruh likuiditas rumah tangga. Khusus untuk pengaruh pasar saham terhadap investasi. Teori Tobin’s q menjelaskan mekanisme penting tentang bagaimana pergerakan harga saham dapat mempengaruhi perekonomian. Tobin’s q dapat diartikan sebagai nilai pasar perusahaan dibagi dengan biaya penggantian modal. Jika q tinggi, harga pasar perusahaan relatif tinggi terhadap biaya penggantian modal, dan pabrik baru serta peralatan relatif murah terhadap nilai pasar perusahaan. Perusahaan dapat menerbitkan saham dan menperoleh harga saham yang tinggi terhadap biaya fasilitas dan peralatan mereka beli. Pengeluaran untuk investasi akan meningkat karena perusahaan dapat membeli banyak instrumen investasi hanya dengan menerbitkan sedikit saham. 24 Hal yang terpenting dari model Tobin’s q adalah adanya hubungan antara harga saham dan pengeluaran investasi. Kemudian bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi harga saham. Kebijakan moneter ekspansif dimana suku bunga diturunkan akan membuat obligasi tidak menarik dibandingkan saham dan meningkatkan permintaan terhadap saham yang harganya akan meningkat. Dengan mengkombinasikan hal tersebut dengan pengeluaran investasi, maka harga saham yang tinggi akan meningkatkan pengeluaran investasi. Mekanisme transmisinya dapat dilihat dalam skema berikut ini peningkatan jumlah uang beredar menunjukan kebijakan moneter ekspansif. Jika penetapan harga saham menggunakan model dividend discount, maka kebijakan moneter akan mempengaruhi harga saham melalui suku bunga karena investasi di saham lebih menguntungkan dibandingkan di obligasi (Hildebrand, 2006). Kemudian jumlah saham yang dimiliki meningkat dan mengindikasikan pengeluaran investasi meningkat. Dengan demikian akan terjadi peningkatan pada permintaan aggregat yang akan meningkatkan output. Investasi perusahaan tidak hanya melalui obligasi tetapi dapat pula melalui penerbitan saham baru. Biaya modal perusahaan akan relatif turun ketika harga saham tinggi karena perusahaan memperoleh dana yang lebih besar dari penerbitan saham baru tersebut. Ketika harga saham tinggi maka pengeluaran investasi akan meningkat karena biaya modal yang rendah. Kebijakan moneter ekspansif meningkatkan harga saham, menurunkan biaya modal dan menyebabkan investasi dan output meningkat. 25 2.3 Penelitian Terdahulu Adebiyi et. al. (2009) mengestimasi pengaruh harga minyak dunia, nilai tukar, suku bunga, dan indeks produksi industri terhadap indeks harga saham di Nigeria. Dengan menggunakan metode VAR, hasil penelitian menunjukan bahwa harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap indeks harga saham, yang artinya bahwa naiknya harga minyak dunia akan menurunkan indeks harga saham di Nigeria. Adebiyi membandingkan shocks harga minyak dunia dan shocks suku bunga terhadap pasar saham untuk menentukan variabel mana yang lebih berperan menggerakkan indeks harga saham di Nigeria. Hasilnya adalah shocks suku bunga memiliki pengaruh yang lebih besar dari pada shocks harga minyak dunia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan moneter di Nigeria secara sistematis mengantisipasi inflasi yang ditimbulkan oleh kenaikan harga minyak dunia dengan peningkatan suku bunga, yang pada akhirnya akan menurunkan indeks harga saham. Narayan dan Seema (2010) melakukan penelitian mengenai dampak guncangan harga minyak dunia terhadap harga saham di negara Vietnam. Penelitian ini menggunakan metode analisis ECM dengan memasukkan variabel harga minyak dunia jenis WTI, nilai tukar, dan indeks harga saham Vietnam. Hasil penelitian menggunakan model ECM menunjukkan bahwa harga minyak dunia, harga saham, dan nilai tukar terkointegrasi dan harga minyak dunia berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap harga saham di Vietnam. Maghyereh (2004) menganalisis dinamika hubungan antara harga crude oil dan harga minyak di negara-negara berkembang. Dengan menggunakan metode 26 VAR. Maghreyeh (2004) mengungkapkan bahwa harga minyak dunia tidak terlalu dominan mempengaruhi indeks harga saham di negara-negara berkembang. Selain itu, hasil impulse response menunjukan bahwa gejolak pasar minyak dunia yang ditunjukan oleh harga minyak dunia tidak terlalu direspon oleh indeks harga saham. Hasil ini menunjukan bahwa pergerakan harga minyak dunia tidak selalu berarti pergerakan indeks harga saham. Selain itu, hasil penelitian Maghreyeh (2004) ini juga membuktikan bahwa arus modal di pasar saham negara-negara berkembang tidak berjalan efektif karena pengaruh spekulasi dari beberapa investor. Masih, Peters, dan Mello (2010) meneliti pengaruh fluktusi harga minyak riil terhadap return saham riil di negara Korea menggunakan model VECM dengan memasukkan variabel tingkat suku bunga, aktivitas ekonomi, return saham riil, harga minyak riil, dan volatilitas harga minyak riil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa volatilitas harga minyak riil lebih dominan dalam menjelaskan pergerakan return saham. Volatilitas harga minyak akan berdampak buruk terhadap investor dan perusahaan pada jangka waktu yang lama serta memerlukan waktu untuk perusahaan dan investor dalam menyesuaikan diri akibat guncangan harga minyak. Selain itu, harga minyak dan volatilitasnya juga berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dimana ketika terjadi guncangan harga minyak maka akan menghambat aktivitas ekonomi di negara Korea dalam jangka panjang. Perekonomian membutuhkan waktu untuk kembali pada tingkat keseimbangan akibat adanya guncangan harga minyak. Sari dan Soytas (2006) melakukan penelitian untuk melihat hubungan antara Return saham, harga minyak mentah (crude oil price), suku bunga, dan output di 27 negara Turki. Data yang digunakan adalah data time series bulanan mulai periode 1987:01 sampai 2004:03 dengan menggunakan pendekatan model VAR. Hasil penelitian Ramazan dan Ugur adalah tidak adanya hubungan yang signifikan antara Return saham, harga minyak mentah (crude oil price), suku bunga, dan output di negara Turki. Hal ini terjadi karena kemungkinan pemerintah Turki menetapkan pajak yang besar terhadap minyak sehingga guncangan harga minyak diserap oleh perubahan pajak. Perry Sadorsky (1999) melakukan analisis peranan guncangan harga minyak terhadap aktivitas pasar saham di negara kawasan OECD menggunakan metode analisis VAR dan memasukkan unsur volatilitas harga minyak dalam model penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data index of industrial production, three-mounth T-bill rate, real oil price, dan real stock return selama perode 1950-1995. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pergerakan harga minyak dan volatilitasnya berperan penting dalam mempengaruhi aktivitas ekonomi di negara-negara kawasab OECD dan perubahan variabel ekonomi lainya juga berpengaruh, tetapi pengaruhnya kecil terhadap harga minyak. Berdasarkan hasil impuls respon yang dilakukan, pergerakan harga minyak berpengaruh penting dalam menjelaskan pergerakan return harga saham di negara-negara OECD. Penelitian Perry Sadorsky (1999) adalah penelitian yang paling mendekati penelitian yang dilakukan penulis, namun terdapat perbedaan dalam beberapa aspek, yaitu sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data di negara Indonesia dan periode yang penelitian ini dimulai sejak tahun 2000 hingga 2011. 28 2.4 Kerangka Pemikiran Skema alur pemikiran pada Gambar 2.1 menunjukan analisis pengaruh pergerakan harga minyak terhadap pergerakan indeks harga saham. Berdasarkan beberapa literatur teori dan penelitian terdahulu maka diduga terdapat pengaruh pergerakan harga minyak terhadap indeks harga saham di Indonesia. Inti permasalahan pada penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pergerakan harga minyak terhadap perekonomian dan aktivitas pasar saham di Indonesia. Alasan pasar saham dijadikan indikator aktivitas perekonomian di suatu negara pada penelitian ini ialah karena pasar keuangan merupakan tempat atau sarana bagi aliran modal dari luar negeri maupun dari dalam negeri yang dipandang penting dalam pendanaan proses produksi. Dana berlimpah yang dimiliki masyarakat atau perusahaan, khususnya kalangan investor, akan membuat arus modal semakin aktif mengalir di pasar saham dan indeks harga saham akan menunjukan tren positif sehingga aktivitas perekonomian negara tersebut bisa dikatakan baik. Penelitian ini ingin melihat apakah ada pengaruh pergerakan harga minyak dan volatilitasnya terhadap perekonomian dan pasar saham di Indonesia. Jika terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi produktivitas. Peningkatan biaya produksi dan menurunnya produktivitas akan mempengaruhi jumlah output yang dihasilkan serta harga jual output. Hal tersebut akan mempengaruhi output nasional karena output yang dihasilkan oleh perusahaan menurun. Selain itu, kenaikan harga minyak juga akan berpengaruh terhadap daya beli konsumen, dimana naiknya biaya produksi akan membuat naiknya harga jual serta konsumen akan cenderung mengurangi jumlah barang yang dikonsumsi sehingga penerimaan produsen akan 29 cenderung menurun dan mempengaruhi arus kas. Arus kas yang menurun akan dipandang tidak baik oleh investor sehingga hal tersebut akan membuat investor tidak tertarik untuk menginvestasikan dananya pada saham perusahaan. Kenaikan harga minyak juga mempengaruhi tingkat bunga diskonto. Kenaikan harga minyak sering menunjukkan tekanan inflasi (Bangun, 2012). Bank Sentral dapat mengontrol kenaikan inflasi ini dengan meningkatkan suku bunga. Bagi tipe investor yang memiliki kecenderungan berhati-hati (risk overter), kenaikan suku bunga membuat investasi pada instrumen obligasi lebih menarik daripada saham. Menurut mekanisme transmisi suku bunga yang diungkapkan oleh Miskhin (2008), kebijakan moneter kontraktif, yakni menaikkan suku bunga nominal akan mempengaruhi tingkat bunga di instrumen obligasi. Hal ini akan mempengaruhi harga saham (turun) karena instrumen obligasi jauh lebih menarik dan beresiko rendah karena tingkat return-nya ditentukan oleh tingkat suku bunga. 30 Harga Minyak Dunia Harga Minyak di Indonesia Biaya produksi perusahaan Output perusahaan Arus kas Perusahaan Harga Saham Perusahaan Inflasi Output Nasional Kontrol Kebijakan Moneter Suku Bunga Investasi Obligasi Return Saham Vector Autoregression Impuls Respons Variance Decompositio Pengaruh harga minyak terhadap Return saham di Indonesia Keterangan: = Alur penelitian Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian 31 2.5 Hipotesis Penelitian Berdasarkan literatur-literatur yang melandasi penelitian serta hasil dari penelitian sebelumnya, maka penulis memiliki hipotesis sebagai berikut: 1. Diduga pergerakan harga minyak dan volatilitasnya menjadi salah satu faktor penting dalam menjelaskan pergerakan return saham di Indonesia; 2. Diduga harga minyak dan volatilitasnya berpengaruh secara negatif terhadap return saham sebab Indonesia sebagai negara pengimpor minyak; 3. Diduga harga minyak dan volatilitasnya berpengaruh secara negatif terhadap indeks produksi industri. 32 III. 3.1 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk bulanan yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu: BPS (Badan Pusat Statistik), CEIC database, dan Bank Indonesia. Data merupakan data deret waktu (time series) dari tahun 2000 bulan Januari sampai tahun 2011 bulan Desember. Data yang digunakan adalah data Indeks Produksi Industri, Harga Minyak Riil (harga minyak dikurangi dengan indeks harga konsumen/IHK), SBI, dan Return Harga Saham Riil (IHSG dikurangi dengan indeks harga konsumen/IHK). Untuk memudahkan analisis dan mendapatkan hasil analisis yang lebih valid dan konsisten, semua data ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural kecuali data SBI serta data berbentuk indeks diubah menjadi tahun dasar 2005. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian adalah Microsoft Excel 2007 untuk mengelompokkan data dan selanjutnya diolah menggunakan program Eviews 6. Tabel 3.1. Jenis dan Sumber Data Variabel Harga Minyak Riil Indeks Produksi Industri SBI 3 bulan IHSG 3.2 Sumber Data BPS BPS Bank Indonesia CEIC Database Definisi Operasional Variabel Berikut ini adalah penjelasan mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian beserta definisi operasionalnya: 33 1. Return Saham Riil adalah (RSR) perubahan/pertumbuhan harga saham (Indeks Harga Saham Gabungan/IHSG) yang dikurangi dengan perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebagai proksi untuk inflasi. RSR = 2. ∆ IHSG ∆ IHK X 100 (3.1) Harga Minyak Riil (Real Oil Price) diambil dari data IHPB untuk Industri Minyak dibagi dengan Indeks Harga Konsumen periode tahun 2000 sampai dengan 2011. Real Oil Price (ROP) = 3. IHK X 100 (3.2) Indeks Produksi Industri adalah salah satu indikator untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan pendekatan output riil (Kaminsky, 1998). Indeks ini merepresentasikan pertumbuhan produksi nasional. 4. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah tingkat bunga pada surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dan panjang (6 dan 9 bulan) dengan sistem diskonto/bunga. 3.3 Metode Analisis Pengolahan Data Penelitian ini menggunakan dua model, yaitu model ARCH/GARCH dan model VAR. Penggunaan model ARCH dalam penelitian ini adalah untuk melihat volatilitas harga minyak riil. Sebelumnya variabel ini diestimasi menggunakan model ARIMA, yang kemudian berdasarkan hasil akhir (output) pengolahan akan diketahui apakah ada efek ARCH atau tidak. Penggunaan model VAR pada 34 analisis ini untuk mengidentifikasi pengaruh pergerakan dan volatilitas harga minyak terhadap pergerakan return saham riil. 3.3.1 Pemodelan Volatilitas Univariate Time Series Secara harafiah, ARIMA (Autoregresive Integrated Moving Average) dapat diartikan sebagai gabungan dari dua model, yaitu model otoregresi atau Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). Model ini tidak mempunyai suatu variabel yang berbeda sebagai variabel bebas, tetapi menggunakan informasi pada series yang sama dalam membentuk model, yang pada akhirnya sangat bermanfaat untuk peramalan (Nachrowi, 2006). Model otoregresi berbentuk hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas yang merupakan nilai variabel terikat pada periode sebelumnya. (Nachrowi, 2006). Untuk model otoregresi dengan orde p, akan dinotasikan sebagai AR(p) dengan model sebagai berikut: 1. Model ARIMA ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) merupakan model yang dikembangkan secara intensif oleh George Box dan Gwilyn Jenkins yang diterapkan untuk analisis dan peramalan data kurun waktu (time series), sehingga model ini sering dikenal dengan model Box-Jenkins. ARIMA sebenarnya adalah teknik untuk mencari pola yang paling cocok dari sekelompok data (curve fitting), dengan memanfaatkan sepenuhnya data masa lalu dan sekarang untuk melakukan peramalan jangka pendek yang akurat. Model ARIMA merupakan gabungan antara model regresi diri (autoregressive) dan model rataan bergerak (moving average) dengan data yang 35 telah mengalami proses differencing (pembedaan) sebanyak d kali. Secara umum model ARIMA (p,d,q) adalah: wt = θ1wt-1 + θ2wt-2 +…. θpwt-p + et - Ø1et-1 - Ø2et-2 -…. Øpet-p (3.3) dengan wt = yt – yt-1. 2. Metode Box-Jenkins Salah satu metode yang bisa digunakan untuk menduga model ARIMA adalah metode Box-Jenkins. Selain itu, metode ini dapat digunakan hanya pada data deret waktu yang stasioner. Metode ini terdiri dari tiga langkah yaitu identifikasi model, pendugaan parameter, dan diagnostik model. Identifikasi model merupakan tahap untuk menentukan model-model sementara, yaitu dengan menentukan nilai p, q dan d. Penentuan nilai-nilai tersebut dilakukan dengan mengamati grafik fungsi ACF (korelogram) dan PACF (korelogram parsial). Nilai p (ordo proses AR) dapat ditentukan dengan melihat nilai pada grafik fungsi PACF dan nilai q (ordo proses MA) dapat ditentukan dengan melihat nilai pada grafik fungsi ACF. Tahap kedua adalah pendugaan parameter. Pendugaan parameter bertujuan untuk menentukan apakah parameter sudah layak digunakan dalam model. Pendugaan parameter dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu metode momen, kuadrat terkecil dan kemungkinan maksimum (likelihood). Pendugaan parameter untuk suatu model dikatakan berpengaruh signifikan, jika nilai |t-hitung| lebih besar dari t-tabel (t(1-α/2); df = n-np), dengan α adalah taraf nyata (level of significance) yang dalam bernilai 0,05 (5%). Freedom of degree (df) adalah tingkat kepercayaan yang didapatkan dari operasi pengurangan antara 36 jumlah data dengan jumlah perkiraan parameter. Persamaan t-hitung (Irianto 2004) adalah: g| = |h (3.4) SE dengan β adalah parameter dugaan, sedangkan SE(β) adalah standar error dari setiap parameter dugaan. Setelah tahap pendugaan parameter, diagnostik model dilakukan untuk melihat model yang relevan dengan data. Pada tahap ini model harus dicek kelayakannya dengan melihat sifat sisaan dari sisi kenormalan dan kebebasannya. Secara umum pengecekan kebebasan sisaan model dapat dilakukan dengan menggunakan uji Q modifikasi Box-Pierce (Ljung-Box). Persamaan uji Q adalah (Jonathan & Kung-Sik 2008) = ( +2) ( ∑ ) (3.5) Dimana rk adalah nilai korelasi diri sisaan pada lag ke-k, n banyaknya data yang diamati, dan adalah lag maksimum. Statistik uji Q*Ljung-Box menyebar mengikuti sebaran γ2(K-p-q), dengan p adalah ordo AR dan q adalah ordo MA. Jika nilai Q* lebih besar dari nilai γ2(k-p-q), untuk tingkat kepercayaan tertentu (df = k-p-q) atau nilai peluang statistik Q* Ljung-Box lebih kecil dari taraf nyata (α), maka dapat dikatakan bahwa sisaan tidak saling bebas. Selain pengecekan kebebasan pada sisaan, kenormalan pada sisaan dapat dilihat dari nilai-p hasil uji shapiro-wilk normality. Jika nilai-p yang dihasilkan > α, maka dapat disimpulkan bahwa sisaan telah memenuhi asumsi kenormalan sisaan. 37 Setelah semua proses dalam metode Box-Jenkis dilakukan tahap berikutnya adalah melakukan overfitting model yaitu membandingkan model dengan model lain yang berbeda satu ordo di atasnya. Hal yang dibandingkan pada overfitting adalah signifikasi parameter, pemenuhan asumsi sisaan, dan Akaike’s Information Criterion (AIC). Jika dalam proses overfitting didapatkan model yang relevan dengan data, maka langkah terakhir adalah proses peramalan. Peramalan merupakan proses untuk menentukan data beberapa periode waktu ke depan dari titik waktu ke-t .Setelah peramalan, ketepatan peramalan dapat dicari dengan menghitung nilai Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dengan persamaan menurut Douglas et.al (2008) sebagai berikut : MAPE=1 | dengan =1(1)| 1 adalah relative forecast error. Adapun persamaan 1= − 100 (3.6) 1 adalah (3.7) dengan xt adalah data aktual pada waktu ke-t, n adalah jumlah data yang diramal dan ft adalah data hasil ramalan pada waktu ke-t. Semakin kecil nilai MAPE menunjukan bahwa data hasil peramalan mendekati nilai aktual. 3.3.2 Metode Pengolaha dan Anlaisis Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vektor Autoregression First Difference (VAR FD). Pendekatan VAR dikembangkan oleh Sims (1980), dimana VAR adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai lag dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada dalam sistem. Dalam VAR, pemisahan variabel eksogen dan endogen diabaikan dan menganggap bahwa semua variabel yang digunakan dalam analisis berpotensi menjadi variabel 38 endogen. Tujuan dari analisis VAR adalah bukan untuk estimasi parameter atau untuk peramalan jangka pendek, tetapi lebih kepada menentukan hubungan antara variabel. Spesifikasi model VAR sesuai dengan kriteria Sim (1980) meliputi pemilihan variabel yang sesuai dengan teori ekonomi yang relevan dan sesuai dengan pemilihan lag yang digunakan dalam model. Dalam pemilihan selang optimal yang dipakai dapat memanfaatkan kriteria informasi seperti Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC) maupun Hannan-Quinn Criterion (HQ). Model VAR dikembangkan sebagai solusi atas kritikan terhadap model persamaan simultan yaitu: 1. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada agregasi dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada hasil hubungan yang hilang (omitted interrelation). 2. Struktur dinamis pada model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan identifikasi dari bentuk struktural. Keunggulan metode VAR dibandingkan dengan metode ekonometrik konvensional adalah berikut ini. 1. Metode ini sederhana, tanpa harus membedakan mana variabel endogen dan variabel eksogen 2. Estimasinya sederhana, dimana metode OLS biasa dapat diaplikasikan pada tiap-tiap persamaan secara terpisah 39 3. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan semu (spurious variable endogenity dan exogenity) di dalam model ekonometrik konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah 4. Hasil perkiraan (forecast) yang diperoleh dengan menggunakan metode ini dalam banyak kasus lebih bagus dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan menggunakan model persamaan simultan yang kompleks sekalipun. Selain itu, analisis VAR juga merupakan alat analisis yang sangat berguna, baik di dalam memahami adanya hubungan timbal balik (interrelationship) 5. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariate), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan itu. Model VAR juga memiliki kelemahan yaitu model VAR lebih bersifat teoritik karena tidak memanfaatkan informasi dari teori–teori terdahulu, model VAR dianggap tidak sesuai implikasi kebijakan karena lebih menitikberatkan pada peramalan (forecasting), perlunya memilih lag yang tepat dan variabel yang digunakan dalam model VAR harus stationer serta koefisien dalam estimasi VAR sulit untuk diinterpretasikan. VAR membuat seluruh variabel menjadi endogenous dan menurunkan distributed lag-nya. VAR dengan ordo p dengan n buah peubah tak bebas pada waktu ke-t dapat dimodelkan sebagai berikut: Yt = A0 + A1Yt-1 +A2yt-2 + ... + ApYt-p + et (3.8) dimana : 40 Yt = vektor peubah tak bebas ( y1t ,........., ynt ) berukuran n x 1, A0 = vektor intersep berukuran n x 1, A1 = matriks parameter yang berukuran n x n untuk setiap i = 1, 2, ..., p, et = vektor sisaan ( e1t, ..., ent ) 3.4 Tahap-Tahap Pengujian a. Uji Stasioneritas Dalam mengestimasi sebuah model yang akan digunakan, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah uji stasioneritas data atau disebut dengan unit root test. Menurut Gujarati (2003), data yang stasioner akan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-rata dan berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya. Untuk itu, pengujian stasioneritas data sangat penting dilakukan apabila menggunakan data time series dalam analisis. Hal tersebut dikarenakan data time series pada umumnya mengandung akar unit (unit root) dan nilai ratarata serta varians yang berubah sepanjang waktu. Nilai yang mengandung unit root atau non-stasioner, apabila dimasukkan dalam perhitungan statistik pada model regresi sederhana, maka kemungkinan besar estimasi akan gagal mencapai nilai yang sebenarnya atau disebut sebagai spourious estimation (Gujarati, 2003) Untuk menguji ada atau tidaknya akar unit pada data yang digunakan, maka dalam penelitian ini menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Menurut Gujarati (2003), uji stasioneritas data dengan menggunakan uji Dickey- Fuller, dimulai dari sebuah proses autoregresi orde pertama, yaitu: Yt = ρ Yt-1 + ut (3.9) dimana: ut = white noise error term dengan mean nol dan varians konstan. 41 Kondisi di atas disebut sebagai random walk, dimana variabel Yt ditentukan oleh variabel sebelumnya (Yt-1). Oleh karena itu jika nilai ρ = 1 maka persamaan (2) mengandung akar unit atau tidak stasioner. Kemudian persamaan (2) dapat dimodifikasi dengan mengurangi Yt-1 pada kedua sisi persamaan, sehingga persamaan tersebut dapat diubah menjadi: Yt – Yt-1 = ρYt-1 – Yt-1 + ut (3.10) = (ρ-1) Yt-1 + ut maka persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut: ΔYt = δYt-1 + ut (3.11) dimana: δ = (ρ −1), Δ = perbedaan pertama (first difference). Oleh karena itu hipotesis pada persamaan (3.11), H0: δ=0 melawan hipotesis alternatifnya atau H1: δ<0. Nilai H0: δ=0 akan menunjukkan bahwa persamaan tersebut tidak stasioner, sementara H1: δ<0 maka menunjukkan persamaan tersebut mengikuti proses yang stasioner. Jadi apabila kita menolak H0 maka artinya data time series tersebut stasioner, dan sebaliknya. Pada persamaan (4) diasumsikan bahwa error term (ut) tidak berkorelasi. Dalam kasus error term-nya berkorelasi maka contoh persamaan yang dapat diuji stasioneritas melalui Augmented Dickey-Fuller (ADF) dapat ditulis sebagai berikut (Gujarati, 2003): ΔYt = β1 + β2t + δYt-1 + ∑ ∆Y + εt (3.12) dimana εt = pure white noise error term, dan ΔYt-1 = (Yt-1 – Yt-2), ΔYt-2 = (Yt-2 – Yt-3), dan seterusnya. Dalam kasus persamaan seperti ini, pengujian hipotesis yang dilakukan masih sama dengan sebelumnya yaitu H0 = δ = 0 (tidak stasioner) dengan hipotesis alternatinya adalah 42 H1 = δ < 0 (stasioner). Artinya jika H0 ditolak dan menerima H1 maka data kita stasioner dan begitu juga sebaliknya. Uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah data time series bersifat stasioner atau tidak adalah dengan melakukan uji ordinary least squares (OLS) dan melihat nilai t statistik dari estimasi δ . Jika δ adalah nilai dugaan dan Sδ adalah simpangan baku dari δ maka uji statistik memiliki rumus sebagai berikut: thit = (3.13) Apabila nilai t-statistik lebih kecil dari nilai statistik ADF (dalam nilai kritikal 1 persen, 5 persen, atau 10 persen), maka keputusannya adalah tolak H0 atau dengan kata lain data bersifat stasioner dan begitu juga sebaliknya. b. Pemilihan Panjang Lag Optimal Penetapan lag optimal penting dilakukan karena dalam metode VAR, lag optimal dari variabel endogen merupakan variabel independen yang digunakan dalam model. Penentuan lag optimum dapat menggunakan beberapa kriteria, seperti Likelihood Ratio (LR), Schawarz Information Criterion (SC), Akaike Information Criterion (AIC), Final Prediction Error (FPE) dan Hannan-Quinn Criterion (HQ). Pada penelitian ini lag optimum dipilih berdasarkan koefisien yang ditunjukkan oleh SC terkecil. Secara matematis persamaan SC adalah sebagai berikut : SC = -2 (l/T) + k log (T)/T dimana : (3.14) l = nilai logaritma dari likelihood function k = parameter, dan T = jumlah yang diobservasi 43 c. Uji Stabilitas VAR Metode yang akan digunakan untuk melakukan analisis pengaruh guncangan harga minyak terhadap indeks harga adalah analisis impuls respon (IRF) dan analisis peramalan dekomposisi ragam galat (FEVD). Namun sebelum kedua analisis tersebut dapat digunakan maka sistem persamaan VAR yang telah terbentuk harus diuji stabilitasnya terlebih dahulu melalui VAR stability condition check. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada didalam unit circle atau jika nilai absolutnya <1 maka model VAR tersebut dianggap stabil sehingga IRF dan FEVD yang dihasilkan dianggap valid. d. Impulse Response Function (IRF) VAR merupakan metode yang akan menentukan sendiri struktur dinamis dalam suatu model. Adaapun cara untuk mencirikan struktur dinamis tersebut adalah dengan menganalisis respon dari model terhadap guncangan (shock). IRF adalah suatu innovation accounting yang digunakan untuk menganalisis perilaku guncangan suatu variabel terhadap variabel tertentu. IRF menunjukkan respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap kejutan dari variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. Dengan kata lain, IRF dapat digunakan untuk melihat efek gejolak (shock) suatu standar deviasi dari variabel inovasi terhadap nilai sekarang (current time values) dan nilai yang akan datang (future values) dari variabel-variabel endogen yang terdapat dalam model yang diamati. 44 e. Variance Decomposition (VD) Peramalan dekomposisi varian memberikan informasi mengenai berapa persen peran masing-masing guncangan terhadap variabilitas variabel tertentu. Uji yang dikenal juga dengan The Cholesky Decomposition, digunakan untuk menyusun perkiraan error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara variance sebelum dan sesudah terjadinya guncangan, baik guncangan yang berasal dari variabel itu sendiri maupun dari variabel lain. Dengan metode ini dapat dilihat pula kekuatan dan kelemahan dari masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. 3.5 Model Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pergerakan harga minyak terhadap pergerakan indeks harga saham di Indonesia (IHSG). Untuk mencapai tujuan, maka penelitian ini menggunakan Model VAR sebagai berikut: Xt = ∑ A X + εt (3.16) Dalam matriks dapat dituliskan sebagai berikut: ∆lr α ∆lo α = α ∆lip α sbi α α α α α α α α ∆lr ∆lo ∆lip sbi ε ε ε ε (3.17) Dimana: ∆ = peubahan/first difference dari logaritma natural indeks produksi pada periode t ∆ = peubahan/first difference dari logaritma natural harga minyak riil pada periode t ∆ = peubahan/first difference dari logaritma natural return saham riil pada 45 periode t = suku bunga untuk Sertifikat Bank Indonesia 1 Bulan ij = koefisien regresi pada model VAR = error Untuk menghitung volatilitas return harga minyak riil menggunakan rujukan dari penelitian Sadorsky (1999) yaitu model GARCH (1,1) sebagai berikut: lot = β0 + ∑ β ∆lo + εt, εt| It-1 ~ N(0,ht), t= 1, ... , T ht = α + α ε +α h (3.18) (3.19) Residual untuk persamaan 3 di atas adalah ̂ dimana ̂ = Δ lot – E(Δlot – E(Δlot| It-1) yang kemudian digunakan untuk mengukur guncangan ketidakpastian/volatilitas harga minyak. Volatility ( ) yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan rumus: v=ε/h Nilai dari (3.20) yang akan digunakan dalam penelitian sebagai ukuran untuk volatilitas harga minyak. Namun, model rujukan tersebut dikembangkan oleh penulis agar sesuai dengan kondisi harga minyak riil di Indonesia yaitu berdasarkan model mean equation dari model ARIMA dan variance equation dari model ARCH/GARCH terpilih tanpa mengubah estimasi akhir (rumus volatilitasnya), yaitu: Mean Equation : Best forecast ARIMA untuk harga minyak lot = β0 + β ε + et (3.21) Variance Equation : Best forecast ARCH-GARCH untuk harga minyak ht = α + α ε (3.22) 46 Volatilitas harga minyak = v = ε / h . Selanjutnya, Model ini yang digunakan dalam penelitian ketika memasukkan unsur volatility harga minyak adalah sebagai berikut: Xt = ∑ A X + εt (3.23) Dalam matriks dapat dituliskan sebagai berikut: ∆lr β v β = ∆lip β sbi β β β β β β β β β ∆lr v ∆lr sbi ε ε ε ε (3.24) Dimana: ∆lip = first difference dari logaritma natural indeks produksi pada periode t v = unsur volatilitas harga minyak ∆lr = first difference dari logaritma natural return saham riil pada periode t sbi = suku bunga untuk Sertifikat Bank Indonesia 1 Bulan αij = koefisien regresi pada model VAR = Error 47 IV. 4.1 HASIL DAN PEMBAHASAN Volatilitas Harga Minyak 4.1.1 Deskripsi Data Plot data harga minyak pada bulan Januari 2000 hingga bulan Desember 2011 dapat dilihat pada Gambar 4.1. Hal ini menunjukan bahwa harga minyak mengalami fluktuasi antar waktu. Data tersebut mengindikasikan adanya conditional heteroscedasticity (Enders, 2004) dimana dalam jangka panjang varians dari data akan konstan, tetapi terdapat beberapa periode dimana varians relatif tinggi. 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 Apr‐12 Sep‐11 Feb‐11 Jul‐10 Dec‐09 May‐09 Oct‐08 Mar‐08 Aug‐07 Jan‐07 Jun‐06 Nov‐05 Apr‐05 Sep‐04 Feb‐04 Jul‐03 Dec‐02 May‐02 Oct‐01 Mar‐01 Aug‐00 Jan‐00 0.00 Gambar 4.1. Indeks Harga Perdagangan Besar untuk Minyak Indonesia Data mean, median, maximum, dan minimum harga minyak dapat dilihat pada Gambar 4.2. Koefisien kemenjuluran (skewness) yang merupakan ukuran kemiringan adalah lebih besar dari nol. Hal ini menunjukan bahwa data memiliki distribusi yang miring ke kanan, artinya data cenderung menumpuk pada nilai yang rendah. Sedangkan, koefisien yang lebih kecil dari nol menunjukan data memiliki distribusi yang miring ke kiri, artinya data cenderung menumpuk pada nilai yang tinggi. Data harga minyak memiliki nilai skweness yang bernilai 48 0.230800, atau lebih besar dari nol. Hal ini menunjukkan bahwa data tersebut memiliki distribusi yang miring ke kanan atau dengan kata lain data lebih banyak menumpuk pada nilai yang kecil. Koefisien keruncingan (kurtosis) data harga minyak bernilai 2.35477 (nilai keruncingan kurang dari 3. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi return memiliki ekor yang lebih pendek dibandingkan dengan sebaran normal dan mengindikasikan tidak adanya heteroskedastisitas. 12 Series: LO Sample 2000M01 2011M12 Observations 144 10 8 6 4 2 0 4.000 4.125 4.250 4.375 4.500 4.625 4.750 4.875 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 4.406857 4.418650 4.983824 4.000178 0.234885 0.230800 2.345477 Jarque-Bera Probability 3.848843 0.145960 5.000 Gambar 4.2. Histogram Deskripsi Statistik Data Harga Minyak 4.1.2. Identifikasi Model Volatilitas Hal yang perlu dilakukan dalam menentukan model GARCH terbaik adalah dengan melakukan sejumlah proses pengolahan data yaitu uji stasioneritas data return, mengevaluasi model ARIMA terbaik, uji asumsi klasik (uji normalitas, uji autokorelasi, uji white), mengevaluasi model GARCH terbaik, mencari nilai varians, mencari difference log varians, dan mengestimasi hasil dengan metode OLS. 1. Uji Stasioneritas Data time series biasanya memiliki permasalahan terkait dengan stasioneritas. Oleh karena itu, melakukan uji stasioneritas data merupakan tahap 49 yang penting dalam menganalisis data time series untuk melihat ada atau tidaknya unit root yang terkandung di antara variabel sehingga hubungan antara variabel dalam persamaan menjadi valid dan tidak menghasilkan sporious regression. Uji stasioneritas dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test (Lampiran 2). Berdasarkan uji tersebut, jika nilai statistik ADF dari masing-masing variabel lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon maka dapat dikatakan bahwa data tersebut stasioner atau varians residualnya konstan. Tabel 4.1. Hasil Pengujian Stasioneritas ADF Pada Data Level Variabel Lo Critical Value 1% 5% 10% -3.476805 -2.881830 -2.577668 t-statistik -2.49314 Probability Keterangan 0.1193 Tidak Stasioner Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa variabel harga minyak yang digunakan dalam penelitian tidak stasioner pada tingkat level. Ketidakstasioneran data dapat dilihat dari nilai t-ADF yang lebih besar dari nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata lima persen. Selain itu, dapat dilihat juga dari nilai probabilitas yang kurang dari taraf nyata 1%, 5%, ataupun 10%. Oleh karena itu, pengujian akar-akar unit ini perlu dilanjutkan pada tingkat first difference. Setelah dilakukan first difference, variabel sudah stasioner karena memiliki nilai t-ADF yang lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata 1%, 5%, ataupun 10%. Tabel 4.2. Uji Stasioneritas Variabel Harga Minyak pada first difference Variabel lo Critical Value 1% 5% 10% -3.476805 -2.881830 -2.577668 t-Stat Probability Keterangan -8.42199 0.0000 Stasioner 50 2. Mengevaluasi Model ARIMA Model ARIMA (p,d,q) terbentuk dari data yang sudah stasioner. Penentuan lag terbaik dari model ARIMA dibangun berdasarkan koefisien autokorelasi (ACF) dan autokorelasi parsial (PACF). Berdasarkan plot korelogram maka dapat ditentukan time lag untuk membangun model. Time lag yang digunakan pada penelitian ini adalah lag 1 (lampiran 2). Data harga minyak stasioner pada first difference dan lag maksimum adalah 1, maka model tentatif dalam penelitian ini yaitu AR (1) dan MA(1), serta ARIMA (1,1,1). Pemilihan model yang terbaik berdasarkan goodness of fit. Tabel 4.3. Hasil Evaluasi Model ARIMA Model Probabilitas adj. R-sq ARIMA (1,1,0) 0.0001 0.102416 ARIMA (0,1,1) 0.0000 0.103964 ARIMA (1,1,1) 0.098853 AR(1) 0.4630 MA(1) 0.4871 AIC -2.62448 -2.62969 -2.6136 SC -2.58285 -2.58826 -2.55115 SSR 0.585846 0.587019 0.58397 Berdasarkan evaluasi model (Tabel 4.3), maka model ARIMA (0,1,1) merupakan model yang terbaik. Hal ini berdasarkan dari tingkat signifikansi yang tinggi, nilai adj R-sq yang tertinggi dan kriteria nilai AIC, SC, dan SSR terkecil (Lampiran 3). 3. Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui kebaikan model terhadap galat terbakukan (standardized residuals) dengan mengamati nilai statistik uji JarqueBera (JB) untuk memeriksa asumsi kenormalan. Ketidaknormalan galat diatasi dengan pendugaan parameter Quasi Maximum Likelihood (QML). Selain itu, dalam pengolahan data digunakan opsi Heteroscedasticity Consistent Covariance 51 Bollerslev-Wooldridge agar asumsi galat menyebar normal dapat dipertahankan. Sehingga galat baku dugaan parameter tetap konsisten. 30 Series: Residuals Sample 2000M02 2011M12 Observations 143 25 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 20 15 10 5 -3.71e-05 0.008586 0.114103 -0.336466 0.064296 -1.529420 7.750791 Jarque-Bera Probability 190.2289 0.000000 0 -0.3 -0.2 -0.1 -0.0 0.1 Gambar 4.3. Histogram Galat/Residual Nilai probabilitas Jarque-Bera data harga minyak yang diteliti yaitu sebesar 0,0000 lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga dapat dikatakan bahwa residual tidak menyebar normal. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui kebaikan model terhadap korelasi serial. Ketika sebuah model melanggar asumsi ini akan menghasilkan estimator kuadrat terkecil yang masih bersifat linear, tak bias, dan juga tidak efisisen atau tidak memiliki varians minimum. Tabel 4.4. Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistik 0.178881 Prob. F(2,139) Obs* R-squared 0.367064 Prob. Chi-square 0.8364 0.8323 *Taraf Nyata 5% Berdasarkan hasil uji autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test, nilai probablitas chi-square model ARIMA (1) lebih besar dari pada taraf nyata 5 persen, maka terima H0 yang artinya model ARIMA (0,1,1) tidak mengandung autokorelasi, atau tidak ada korelasi serial. 52 Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui kebaikan model terhadap kondisi sebaran dari variansnya. Ketika sebuah model melanggar asumsi ini, maka akan menghasilkan estimator yang masih linear, tidak bias, tidak efisien atau tidak memiliki varians minimum yang akan berakibat pada penarikan kesimpulan yang salah. Tabel 4.5. Uji Heteroskedatisitas F-statistic 2.639838 Obs*R-squared 12.56654 Scaled explained SS 41.26050 Prob. F(5,137) Prob. Chi-Square(5) Prob. Chi-Square(5) 0.0260 0.0278 0.0000 *) Taraf Nyata 5% Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas dengan white test, nilai probabilitas chi-square model ARIMA kurang dari taraf nyata 5% maka tolak H0 yang artinya model ARIMA (0,1,1) mengandung heteroskedastisitas dan dapat diolah lebih lanjut dengan metode ARCH-GARCH. 4. Mengevaluasi Model ACRH-GARCH (Variance Equation) Penentuan lag terbaik dari model GARCH (p,q) dibangun berdasarkan koefisien autokorelasi (ACF) dan autokorelasi parsial (PACF). Berdasarkan plot squared correlogram maka dapat ditentukan time lag untuk membangun model. Time lag yang digunakan pada penelitian ini yaitu lag 1 (Lampiran 4). Maka orde maksimum model penelitian ini, yaitu ARCH (1) dan GARCH (1) yang kemudian akan dievaluasi. Pemilihan model yang terbaik berdasarkan goodness of fit. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, variabel pada model GARCH (1) tidak signifikan pada taraf nyata 1%, 5%, maupun 10%. Sehingga model yang digunakan adalah model ARCH (1) (Lampiran 5). 53 Nilai varians diperoleh setelah model GARCH terbaik terpilih. Nilai varians inilah yang kemudian digunakan dalam model VAR untuk melihat pengaruh volatilitas harga minyak terhadap return saham. Plot nilai variance dari model tersebut adalah: 3 2 1 Sep‐11 Feb‐11 Jul‐10 Dec‐09 May‐09 Oct‐08 Mar‐08 Aug‐07 Jan‐07 Jun‐06 Nov‐05 Apr‐05 Sep‐04 Feb‐04 Jul‐03 Dec‐02 May‐02 Oct‐01 Mar‐01 ‐2 Aug‐00 ‐1 Jan‐00 0 ‐3 ‐4 vt Gambar 4.4. Ragam/Varians Harga Minyak 4.2 Dinamika Interaksi Antara Harga Minyak Riil Dengan Variabel Ekonomi Lainnya Metode VAR digunakan untuk melihat dinamika interaksi antara harga minyak dengan variabel ekonomi lainnya. Sebelum memasuki tahapan analisis model VAR perlu dilakukan pengujian-pengujian pra-estimasi. Pengujianpengujian tersebut meliputi uji akar unit (unit root test), pengujian stabilitas VAR, dan pengujian lag optimal. Pengujian-pengujian ini penting karena dalam model multivariate time series kebanyakan data yang digunakan mengandung akar unit sehingga akan membuat hasil estimasi menjadi tidak valid (Gujarati, 2003). 54 4.2.1 Pengujian Pra Estimasi 1. Uji Stasioneritas Data time series biasanya memiliki permasalahan terkait dengan stasioneritas. Oleh karena itu, melakukan uji stasioneritas data merupakan tahap yang penting dalam menganalisis data time series untuk melihat ada atau tidaknya unit root yang terkandung diantara variabel sehingga hubungan antar variabel dalam persamaan menjadi valid dan tidak menghasilkan sporious regression. Metode pengujian yang digunakan untuk melakukan uji stasioneritas data dalam penelitian ini adalah uji ADF (Augmented Dickey Fuller) dengan menggunakan taraf nyata lima persen. Jika nilai t-ADF lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon, maka dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan adalah stasioner (tidak mengandung akar unit). Pengujian akar-akar unit ini dilakukan pada tingkat level sampai dengan first difference. Tabel 4.6. Tabel Hasil Uji Stasioneritas Pada Data Level Variabel lr lip rsr lo Critical Value 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10% -3.476805 -2.88183 -2.577668 -3.480818 -2.883579 -2.578601 -3.476805 -2.881830 -2.577668 -3.476805 -2.881830 -2.577668 t-statistik Probability Keterangan -0.77771 0.822 Tidak Stasioner -0.19315 0.9353 Tidak Stasioner -9.49541 -2.49314 0.0000* Stasioner 0.1193 Tidak Stasioner *) Stasioner pada taraf nyata 1,5, dan 10 persen 55 Tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian tidak seluruhnya stasioner pada tingkat level. Ketidakstasioneran data dapat dilihat dari nilai t-ADF yang lebih besar dari nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata lima persen. Oleh karena itu, pengujian akar-akar unit ini perlu dilanjutkan pada tingkat first difference. Setelah dilakukan first difference, barulah semua data stasioner pada taraf nyata lima persen. Hal ini berarti bahwa data yang digunakan pada penelitian ini terintegrasi pada ordo satu atau dapat disingkat menjadi I (1) seperti yang terlihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Hasil Pengujian Unit Root Pada Data First Difference Variabel lr lip lo rsr 2. Critical Value 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10% -3.476805 -2.881830 -2.577668 -3.480818 -2.883579 -2.578601 -3.476805 -2.881830 -2.577668 -3.477487 -2.882127 -2.577827 t-Stat Probability Keterangan -7.73829 0.0000 Stasioner -6.571532 0.0000 Stasioner -8.42199 0.0000 Stasioner -14.94974 0.0000 Stasioner Penentuan Lag Optimal Penentuan lag optimal sangat penting dalam pendekatan VAR karena lag dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen. Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR sehingga dengan digunakannya lag optimal diharapkan tidak muncul lagi masalah autokorelasi. Penentuan lag optimal yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan lag terpendek dengan menggunakan 56 Akaike Information Criterion (AIC). Hasil pengujian penentuan lag optimal ini dapat dilihat pada Tabel 4.8. Berdasarkan hasil pengujian lag optimal, maka lag yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lag pertama. Tabel 4.8. Pengujian Lag Optimal 3. Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 1 2 3 4 5 732.3843 781.1710 796.0141 805.5259 820.9768 830.1013 NA 94.03799 27.75015 17.23165 27.09494* 15.47200 3.06e-10 1.90e-10* 1.94e-10 2.13e-10 2.15e-10 2.39e-10 -10.55629 -11.03146* -11.01470 -10.92067 -10.91271 -10.81306 -10.47145 -10.60722* -10.25107 -9.817642 -9.470292 -9.031255 -10.52181 -10.85906* -10.70438 -10.47242 -10.32654 -10.08898 Pengujian Stabilitas VAR Stabilitas VAR perlu diuji dahulu sebelum melakukan analisis lebih jauh, karena jika hasil estimasi VAR yang akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan tidak stabil, maka IRF (Impulse Response Function) dan FEVD (Forecasting Error Variance Decomposition) menjadi tidak valid (Nugraha, 2006). Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR yang telah dibentuk maka dilakukan VAR stability condition check berupa roots of characteristic polynomial. Suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu. Berdasarkan uji stabilitas VAR maka dapat disimpulkan bahwa estimasi VAR yang akan digunakan untuk analisis IRF dan FEVD stabil. Kisaran modulus pada pengujian ini adalah 0.153325 < modulus < 0.433171. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa model VAR yang dibentuk sudah stabil pada lag optimalnya. 57 4.2.2 Hasil Estimasi Model VAR Analisis yang digunakan untuk mejawab permasalahan pertama dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan VAR first difference. Hal ini dilakukan karena semua variabel tidak stasioner pada level dan tidak terdapatnya hubungan kointegrasi antar variabel dalam sistem persamaan. Berdasarkan hasil pengujian, terlihat tidak adanya hubungan yang signifikan di dalam sistem VAR (lampiran 6). Hal ini mungkin terjadi karena dalam pengujian data time series terdapat multikolinearitas sehingga hasil pengujian banyak yang tidak signifikan. Sehingga dalam analisis ini hanya melihat impuls respons dan variance decomposition dari model VAR. 4.2.3 Analisis Dekomposisi Penduga Ragam Galat (Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) Struktur dinamis antar variabel dalam VAR dapat dilihat melalui analisis Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD), dimana pola dari FEVD ini mengindikasikan sifat dari kausalitas multivariat di antara variabel-variabel dalam model VAR. Pengurutan variabel dalam analisi FEVD ini didasarkan pada faktorisasi Cholesky. Hasil analisis FEVD dapat dilihat pada Tabel 4.9. berikut. Tabel 4.9. Variance Decomposition Return Saham Dijelaskan Oleh Variabel Periode Suku Harga Indeks Independen Bunga Minyak Produksi Return Saham 1 0.575992 0.988225 0.017806 2 1.307105 1.060137 0.076200 3 1.686278 1.132099 0.077668 4 1.774059 1.147324 0.078464 12 1.799443 1.151107 0.078528 Return Saham 98.41798 97.55656 97.10395 97.00015 96.97092 58 Berdasarkan hasil dekomposisi varian dapat disimpulkan bahwa pada awal periode (bulan pertama), fluktuasi return saham didominanasi oleh fluktuasi return saham itu sendiri, yaitu sebesar 98.41 persen. Sedangkan guncangan harga minyak hanya berperan sebesar 0.98 persen, suku bunga sebesar 0.57 persen, dan produksi nasioal sebesar 0.01 persen. Pada tahun pertama (12 bulan) terlihat bahwa fluktuasi return saham masih sebagai faktor dominan dalam mempengaruhi fluktuasi return saham. Namun, nilainya berkurang yaitu sebesar 96.97 persen. Sedangkan variabel-variabel yang lain (suku bunga, harga minyak, dan indeks produksi) hanya berperan kecil dalam menjelaskan fluktuasi return saham gabungan, yaitu suku bunga sebesar 1.79 persen, harga minyak sebesar 1.15 persen, dan produksi nasional sebesar 0.07 persen. 4.2.4 Simulasi Analisis Impuls Respon Analisis impulse response dilakukan untuk melihat dampak guncangan harga minyak riil pada horizon waktu ke depan. Dengan kata lain, setelah terjadi shock pada harga minyak, maka dampak shock ini akan ditransmisikan ke return saham dan indeks produksi industri. Besarnya shock maupun respon dinyatakan dalam ukuran standar deviasi. Sumbu horizontal merupakan periode dalam bulan, sedangkan sumbu vertikal menunjukkan nilai respon dalam persentase. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa guncangan pada suku bunga pada bulan pertama mempunyai dampak yang negatif terhadap return saham sebesar 0.005 persen. Hal ini mengilustrasikan bahwa peranan suku bunga sangat penting dalam aktivitas pasar saham di Indonesia, bahkan dalam jangka pendek sekalipun. Terdapat tiga alasan mengapa perubahan suku bunga berpengaruh terhadap return saham. Pertama, perubahan suku bunga SBI akan menurunkan suku bunga kredit 59 yang kemudian akan berpengaruh pada tingkat keuntungan perusahaan. Hal ini akan berdampak pada willingness to pay dari pihak perusahaan. Kedua, perubahan suku bunga akan berdampak pada persaingan di pasar keuangan. Ketiga, adanya margin dalam pembelian saham. Perubahan cost (biaya) investasi akan meningkatkan kegiatan spekulasi yang dilakukan oleh pelaku di pasar saham. Konsekuensinya, perubahan suku bunga SBI akan berpengaruh pada return saham. Pada bulan kedua, guncangan suku bunga akan direspon positif sebesar 0.006 persen oleh return saham, kemudian guncangan suku bunga satu standar deviasi akan membuat return saham turun kembali sebesar 0.004 persen hingga bulan ke enam dan bergerak stabil setelah periode ke enam dengan nilai penurunan sebesar 0.002 persen. Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(LR) to D(LR) Response of D(LO) to D(LR) .06 .020 .05 .016 .012 .04 .008 .03 .004 .02 .000 .01 -.004 .00 -.008 -.01 -.012 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 Response of D(LIP) to D(LR) 3 4 5 6 7 8 9 10 9 10 Response of RSR to D(LR) .02 .02 .01 .01 .00 .00 -.01 -.01 -.02 -.02 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 Gambar 4.5. Impuls Respons Ketika Terjadi Guncangan Suku Bunga SBI Satu Standar Deviasi Pada Gambar 4.5 juga memperlihatkan bahwa shock pada suku bunga memiliki dampak negatif terhadap indeks produksi nasional. Pada bulan pertama, guncangan suku bunga satu standar deviasi akan menurunkan indeks produksi industri sebesar 0.004 persen. Pada bulan kedua, guncangan tersebut justru akan 60 meningkatkan produksi industri sebesar 0.007 dan pada bulan ketiga guncangan suku bunga akan menurunkan produksi nasional hingga pada bulan ke lima akan stabil dengan nilai penurunan rata-rata sebesar 0.001 persen. Respon produksi industri ini seperti memiliki pola naik atau turun tiap bulannya. Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(LR) to D(LO) Response of D(LO) to D(LO) .008 .08 .06 .004 .04 .000 .02 -.004 .00 -.008 -.02 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 Response of D(LIP) to D(LO) 3 4 5 6 7 8 9 10 9 10 Response of RSR to D(LO) .020 .02 .015 .01 .010 .00 .005 -.01 .000 -.005 -.02 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 Gambar 4.6. Impuls Respon ketika Terjadi Guncangan Harga Minyak Riil Satu Standar Deviasi Pada Gambar 4.6. memperlihatkan hasil respon return saham ketika ada guncangan harga minyak. Return saham akan merespon secara negatif adanya guncangan harga minyak. Hal ini mungkin terjadi karena ketika terjadi perubahan harga minyak akan mempengaruhi aktivitas perekonomian. Aktivitas perekonomian diproksi dengan IPI. Perubahan pada IPI akan berakibat pada berubahnya pendapatan yang diterima perusahaan atau industri yang menggunakan minyak sebagai salah satu input dalam proses produksi. Konsekuensinya, perubahan harga minyak akan menurunkan pendapatan perusahaan atau industri secara agregat. Dengan asumsi pasar saham yang ada merupakan pasar saham yang efisien, maka kenaikan harga minyak akan menyebabkan penurunan harga saham. Akan tetapi, jika pasar saham tidak efisien, 61 maka akan terdapat lag dalam respon return saham. Pada Gambar 4.6 terlihat respon return saham akan menurun setelah dua bulan. Hal ini menandakan bahwa pasar saham di Indonesia tidak efisien. Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(LR) to D(LIP) Response of D(LO) to D(LIP) .008 .020 .004 .015 .000 .010 -.004 .005 -.008 .000 -.012 -.005 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 Response of D(LIP) to D(LIP) 3 4 5 6 7 8 9 10 9 10 Response of RSR to D(LIP) .08 .02 .06 .01 .04 .02 .00 .00 -.02 -.01 -.04 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 Gambar 4.7. Impuls Respon Ketika Terjadi Guncangan Indeks Produksi Satu Standar Deviasi Gambar 4.7. menunjukkan ketika terjadi guncangan IPI satu standar deviasi. Secara teori, kenaikan produksi industri akan memperkuat perekonomian. Hal tersebut berimplikasi pada meningkatnya profit yang diterima oleh perusahaan atau industri dan meningkatkan deviden yang akan diterima oleh pemilik saham sehingga berakibat pada meningkatnya harga saham. Meningkatnya aktifitas ekonomi biasanya diiringi dengan kenaikan harga-harga secara umum, atau disebut dengan inflasi. Hal tersebut akan direspon oleh pihak otoritas moneter dengan menaikkan suku bunga guna mengantisipasi kenaikan harga atau inflasi. Kenaikan suku bunga ini pada akhirnya akan menurunkan return saham karena investasi di pasar obligasi dipandang lebih menguntungkan dibandingkan berinvestasi di pasar saham. 62 Pada gambar 4.7. terlihat bahwa suku bunga merespon secara negatif ketika terjadi shock pada indeks produksi. Hal terjadi tidak sesuai dengan teori yang telah disampaikan di atas. Pada gambar tersebut juga terlihat bahwa guncangan produksi industri memiliki pengaruh yang kecil terhadap return saham dan harga minyak. Gambar 4.8 memperlihatkan impuls respon ketika terjadi guncangan return saham satu standar deviasi. Berdasarkan gambar terlihat bahwa suku bunga merespon secara positif ketika terjadi guncangan return saham. Hal serupa juga terjadi pada indeks produksi, dimana kenaikan return saham akan direspon secara positif oleh indeks produksi industri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sadorsky (2006) yang menyatakan bahwa pasar saham merupakan leading indicator dalam aktivitas ekonomi. Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(LR) to RSR Response of D(LIP) to RSR .012 .015 .008 .010 .004 .005 .000 .000 -.004 -.005 -.008 -.010 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 Response of D(LO) to RSR .025 .10 .020 .08 .015 .06 .010 .04 .005 .02 .000 .00 -.005 -.02 1 2 3 4 5 6 7 8 3 4 5 6 7 8 9 10 9 10 Response of RSR to RSR 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 Gambar 4.8. Impuls Respons Ketika Terjadi Guncangan Return Saham Satu Standar Deviasi Hasil estimasi seperti yang terlihat pada Gambar 4.5. sampai Gambar 4.8. dapat ditarik kesimpulan bahwa guncangan harga minyak secara individual akan menekan return saham dimana return saham tersebut berpengaruh positif 63 terhadap aktivitas ekonomi yang diproksi dengan indeks produksi industri. Hal ini konsisten dengan hipotesis awal bahwa kenaikan harga minyak akan menekan return saham dimana return saham ini mempunyai pengaruh yang positif terhadap aktivitas ekonomi. Jadi, guncangan harga minyak dapat memperburuk perekonomian. 4.3 Dinamika Interaksi Volatilitas Harga Minyak Riil Dengan Variabel Ekonomi Lainnya Metode VAR digunakan untuk melihat dinamika interaksi antara volatilitas harga minyak dengan variabel ekonomi lainnya. Sebelum memasuki tahapan analisis model VAR perlu dilakukan pengujian-pengujian pra-estimasi. Pengujianpengujian tersebut meliputi uji akar unit (unit root test), pengujian stabilitas VAR, dan pengujian lag optimal. Pengujian-pengujian ini penting karena dalam model multivariate time series kebanyakan data yang digunakan mengandung akar unit sehingga akan membuat hasil estimasi menjadi tidak valid (Gujarati, 2003). 4.3.1 Pengujian Pra Estimasi 1. Uji Akar Unit/ Stasioneritas Tabel 4.10. menunjukkan bahwa variabel yang digunakan dalam penelitian tidak seluruhnya stasioner pada tingkat level. Hanya variabel volatilitas harga minyak riil dan return saham yang stasioner. Ketidakstasioneran data dilihat dari nilai t-ADF yang lebih besar dari nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata lima persen. 64 Tabel 4.10. Tabel Hasil Uji Unit Root Pada Data Level Variabel lr Critical Value 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10% lip rsr vt -3.476805 -2.88183 -2.577668 -3.480818 -2.883579 -2.578601 -3.476805 -2.881830 -2.577668 -3.476805 -2.881830 -2.577668 t-statistik Probability Keterangan -0.77771 0.8220 Tidak Stasioner -0.19315 0.9353 Tidak Stasioner -9.49541 0.0000 Stasioner -11.42989 0.0000 Stasioner Oleh karena itu, pengujian akar-akar unit ini perlu dilanjutkan pada tingkat first difference (Tabel 4.11). Setelah dilakukan first difference, barulah semua data stasioner pada taraf nyata lima persen. Artinya data yang digunakan pada penelitian ini terintegrasi pada ordo satu atau dapat disingkat menjadi I(1) seperti yang terlihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. Hasil Pengujian Unit Root Pada Data First Difference Variabel lr lip vt rsr Critical Value 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10% -3.476805 -2.881830 -2.577668 -3.480818 -2.883579 -2.578601 -3.476805 -2.881830 -2.577668 -3.477487 -2.882127 -2.577827 t-stat Probability Keterangan -7.73829 0.0000 Stasioner -6.571532 0.0000 Stasioner -10.85232 0.0000 Stasioner -14.94974 0.0000 Stasioner 65 2. Penentuan Lag Optimal Penentuan lag optimal sangat penting dalam pendekatan VAR karena lag dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen (Enders, 2004). Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Sehingga dengan digunakannya lag optimal diharapkan tidak muncul lagi masalah autokorelasi. Penentuan lag optimal yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan lag terpendek dengan menggunakan beberapa Akaike Information Criterion (AIC). Tabel 4.12. Pengujian Lag Optimal 3. Lag LogL LR 0 1 2 3 4 5 360.9224 397.5080 406.8779 417.8010 428.1752 441.9614 NA 70.50075* 17.50871 19.77329 18.17363 23.34611 FPE AIC SC 6.41e-08 -5.210546 -5.125291* 4.75e-08* -5.511066* -5.084791 5.24e-08 -5.414276 -4.646982 5.65e-08 -5.340161 -4.231847 6.15e-08 -5.258032 -3.808698 6.38e-08 -5.225714 -3.435361 HQ -5.175900 -5.337838* -5.102466 -4.889769 -4.669058 -4.498158 Pengujian Stabilitas VAR Stabilitas VAR perlu diuji dahulu sebelum melakukan analisis lebih jauh, karena jika hasil estimasi VAR yang akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan tidak stabil, maka IRF (Impulse Response Function) dan FEVD (Forecasting Error Variance Decomposition) menjadi tidak valid. Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR yang telah dibentuk maka dilakukan VAR stability condition check berupa roots of characteristic polynomial. Suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu. Berdasarkan uji stabilitas VAR maka dapat disimpulkan bahwa estimasi 66 VAR yang akan digunakan untuk analisis IRF dan FEVD stabil. Kisaran modulus pada pengujian ini adalah 0.109331 < modulus < 0.430468. 4.3.2 Hasil Estimasi VAR First Difference Analisis yang digunakan untuk mejawab permasalahan pertama dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan VAR first difference. Hal ini dilakukan karena semua variabel tidak stasioner pada level dan tidak terdapatnya hubungan kointegrasi antar variabel dalam sistem persamaan. Berdasarkan hasil pengujian, terlihat tidak adanya hubungan yang signifikan di dalam sistem VAR (lampiran 6). Hal ini mungkin terjadi karena dalam pengujian data time series terdapat multikolonearitas sehingga hasil pengujian banyak yang tidak signifikan. Sehingga dalam analisis ini hanya melihat impuls respons dan variance decomposition dari model VAR. 4.4.3 Forecasting Error Variance Decomposition(FEVD) Hasil analisis variance decomposition menunjukkan bahwa volatilitas harga minyak berperan lebih besar dalam menjelaskan fluktuasi return saham jika dibandingkan dengan peran pergerakan harga minyak, yaitu rata-rata pengaruh volatilitas harga minyak sebesar 3 persen. Tabel 4.13. Hasil Analisis Variance Decomposition Dijelaskan Oleh Variabel Suku Volatilitas Indeks Periode Independen Bunga Harga Produksi Minyak 1 0.474691 3.096277 0.017859 Return 2 1.305143 3.083801 0.192456 Saham 3 1.808012 3.058400 0.196977 4 1.919283 3.058311 0.196722 12 1.947485 3.058293 0.197122 Return Saham 96.41407 95.41860 94.93401 94.82560 94.79710 67 Pada bulan pertama, shock volatilitas harga minyak berperan sebesar 3.09 persen dalam menjelaskan pergerakan return saham. Hingga dalam periode satu tahun, return saham dipengaruhi oleh volatilitas harga minyak sebesar 3.05 persen. Di sisi lain, suku bunga SBI dan Indeks produksi industri berpengaruh dengan persentase yang relatif kecil yaitu sebesar 0.47 persen dan 0.017 persen pada bulan pertama. Hingga periode satu tahun, return saham hanya dipengaruhi oleh suku bunga SBI sebesar 1.95 persen dan indeks produksi industri sebesar 0.19 persen. 4.4.4 Simulasi Analisis Impuls Respon Dalam sub bab ini akan dibahas bagaimana impuls respon ketika terjadi guncangan volatilitas harga minyak terhadap indeks produksi dan return saham. Berdasarkan hasil analisis impuls respon yang dilakukan, pengaruh volatilitas harga minyak terhadap return saham tidak berbeda jauh dengan dampak pergerakan harga minyak terhadap return saham dan indeks produksi industri. Guncangan volatilitas harga minyak sebesar satu standar deviasi terhadap indeks produksi akan direspon secara positif hingga pada periode pertama sebesar 0.003 persen dan pada periode kedua sebesar 0.006 persen. Pada periode selanjutnya, yaitu periode ketiga menyebabkan indeks produksi mengalami penurunan 0.001 persen. Guncangan volatilitas harga minyak ini memiliki pengaruh terhadap indeks produksi yang mengikuti pola kenaikan dan penurunan setiap bulannya. Hal ini mirip dengan impuls respon indeks produksi industri ketika terjadi guncangan harga minyak. Guncangan volatilitas harga minyak sebesar satu standar deviasi memberikan pengaruh terhadap return saham secara negatif pada bulan kedua 68 sebesar 0.003 persen. Pada periode selanjutnya, guncangan volatilitas harga minyak tersebut akan meningkatkan return saham hingga pada periode ke lima akan stabil dengan nilai rata-rata sebesar 0.0002 persen. Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(LR) to VT Response of VT to VT .016 1.2 .012 0.8 .008 0.4 .004 0.0 .000 -.004 -0.4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 Response of D(LIP) to VT 3 4 5 6 7 8 9 10 9 10 Response of RSR to VT .020 .03 .015 .02 .010 .01 .005 .00 .000 -.01 -.005 -.010 -.02 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 Gambar 4.9. Impuls Respon Ketika Terjadi Guncangan Volatilitas Harga Minyak Satu Standar Deviasi Berdasarkan analisis impuls respon di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa guncangan volatilitas harga minyak secara individual akan menekan return saham dimana return saham tersebut berpengaruh positif terhadap aktivitas ekonomi. Hal ini konsisten dengan hipotesis awal bahwa volatilitas harga minyak akan menekan return saham dimana return saham ini mempunyai pengaruh yang positif terhadap aktivitas ekonomi. Jadi, guncangan volatilitas harga minyak berperan penting dalam perekonomian. 69 V. PENUTUP 5.1 Simpulan Pergerakan harga minyak berperan penting dan topik ini menjadi topik yang menarik untuk diteliti karena kenaikan harga minyak akan menyebabkan tekanan pada inflasi dalam perekonomian yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap suku bunga dan investasi. Hasil impuls respon dalam pengujian menggunakan model VAR menunjukkan hasil bahwa guncangan harga minyak dan volatilitas harga minyak memiliki dampak yang sama terhadap perekonomian. Secara individual, guncangan harga minyak dan volatilitasnya akan menekan return saham dimana return saham tersebut berpengaruh positif terhadap aktivitas ekonomi yang diproksi dengan indeks produksi industri. Hal ini konsisten dengan hipotesis awal bahwa harga minyak dan volatilitasnya akan menekan return saham dimana return saham ini mempunyai pengaruh yang positif terhadap aktivitas ekonomi. Jadi, guncangan harga minyak dan volatilitasnya berdampak terhadap perekonomian, tetapi aktivitas perekonomian hanya berpengaruh kecil terhadap harga dan volatilitas harga minyak. 5.2 Saran Dalam kaitannya dengan penelitian mengenai pengaruh harga minyak dan volatilitasnya terhadap aktivitas pasar saham maka saran-saran yang dapat diberikan adalah para investor pasar modal, khususnya investor pasar saham perlu mempertimbangkan faktor eksternal yang cukup berpengaruh terhadap pergerakan 70 return saham. Karena hal tersebut akan berpengaruh pada kinerja perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi deviden yang diberikan oleh perusahaan. Faktor eksternal tersebut adalah pergerakan harga minyak volatilitas harga minyak. Bagi pemerintah, pergerakan harga minyak dan volatilitasnya dapat dijadikan sebagai salah satu faktor dalam mengambil kebijakan, baik fiskal maupun moneter sebab pergerakan harga minyak dan volatilitasnya terbukti berperan penting dalam perekonomian. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian berikutnya dapat mempertimbangkan beberapa saran yaitu penelitian selanjutnya perlu menambahkan variabel lain agar hasil analisis lebih tepat dalam memperlihatkan pengaruh harga minyak terhadap ekonomi suatu negara. Selain itu, perlu dipertimbangkan juga komponenkomponen indeks harga saham berdasarkan sektor dan bidang yang terkait dengan energi (minyak) karena pergerakan indeks harga saham utama di suatu negara tidak selalu dapat dijadikan indikator pengaruh harga minyak terhadap ekonomi negara bersangkutan, khususnya sektor industri yang terkait dengan minyak mentah. Selain itu, tidak semua perusahaan yang terdaftar di bursa saham merupakan perusahaan yang terkait langsung dengan komoditas seperti minyak mentah. Dua sektor yang dapat menjadi pertimbangan untuk penelitian selanjutnya adalah sektor manufaktur dan sektor pertambangan. 71 DAFTAR PUSTAKA Abu, Faturrahman R. A., 2011. Pengaruh Harga Minyak Dunia dan Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham (Studi Komparatif : Asia Tenggara, Asia Timur, Eropa, dan Amerika). [Tesis]. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Adebiyi, M.A., Adenuga, A.O., Abeng, M.O. dan Omanukwue, P.N. 2009. ’Oil Price Shocks, Exchange Rate and Stock Market Behaviour: Empirical Evidence from Nigeria’. Research Paper, pp 1 – 41, Central Bank of Nigeria. Ajija, Shochrul R. Dkk., 2011. Cara Cerdas Menguasai Eviews. Salemba Empat: Jakarta Aprilta, Fanny. 2011. Analisis Dampak Fluktuasi Harga Minyak Dunia Terhadap Variabel Makroekonomi dan Kebijakan Subsidi di Indonesia (Periode 1998- 2010). [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aufa, Fahrul. 2010. [Skripsi]. Analisis Integrasi dan Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Kinerja Pasar Saham di Negara-Negara Utama ASEAN. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik. Statistik Indonesia. BPS. Jakarta. Berbagai Edisi. Bangun, Dhani Saputra.2012.[Skripsi]. Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia dan Volatilitasnya Terhadap Makroekonomi Indonesia. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Basher, S.A., dan Sadorsky, P. 2006. ‘Oil price risk and emerging stock markets’, Global Finance Journal, vol. 17(2), pp 224-251. Burbidge, J., Harrison, A., 1984. Testing for the effects of oil-price rises using vector autoregressions. Int. Econ. Rev. 25 (2) 459-484. Christiano, L.J., Eichenbaum, M., Evans, C., 1996. The effects of monetary policy shocks: evidence from the flow of funds. Rev. Econ. Stat. 78 _1., 16]34. Cryer, Jonathan. 1986. Time Series Analysis. Duxbury Press: Boston. Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series. United States of America. Phoenix Color Corp, University of Alabama. 72 Fama, E., 1981. Stock returns, real activity, inflation and money. Am. Econ. Rev. 71, 545-565. Ferderer, J., 1996. Oil price volatility and the macroeconomy. J. Macroecon. 18 (1), 1-26. Firdaus, M. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam. IPB press, Bogor. Gujarati, D. 2003. Ekonometrika Dasar. Zain, Sumarno [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Hildebrand, P.M. 2006. Monetary Policy and Financial Markets. Swiss National Bank, Zurich. Kaminsky, G. L. 1998. Currency and Banking Crises the Early Warnings of Distress.http://gwu.edu/~clai/working_papers/Kaminsky_Graciela_07-00. Juli 1998, diakses tanggal 2 Mei 2012. Lee, B. 1992. Causal relations among stock returns, interest rates, real activity, and inflation. J. Finance XLVII, 1591-1603. Lee, K., Ni, S., Ratti, R.A. 1995. Oil shocks and the macroeconomy: the role of price variability. Energy J. 16 (4), 39-56. Maghyereh, A. 2004. ‘Oil Price Shocks and Emerging Stock Markets: a Generalized VAR Approach’. International Journal of Applied Econometrics and Quantitative Stu.ies. Vol.1-2, pp 27 – 40. Mishkin, Fredetic, S. 2008. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan. Buku 1. Edisi Kedelapan. (diterjemahkan oleh: Latna S dan Beta Y.G). Jakarta: Salemba Empat Mustikaati, Anna. 2007. Analisis Keterkaitan Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Jakarta Dengan Indeks Bursa Saham Regional. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Muthohharoh, Marhamah. 2010. Analisis Guncangan Makroekonomi Terhadap Stabilitas Perbankan Ganda di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor Nachrowi, D. dan Usman Hardius. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan: Dilengkapi dengan Teknik Analisis dan Pengolahan Data dengan SPSS dan Eviews. Jakarta: Lembaga Penerbitan UI Narayan, Paresh Kumar and S. Narayan. 2010. Modelling the Impact of Oil Price on Vietnam’s Stock Prices. Journal of Applied Energy vol 87 (Februari 2010) 73 Purwanti, Dewi. 2011. Dampak guncangan Harga Minyak Dunia Terhadap Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3. [Tesis]. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sadorsky, Perry. 1999. Oil Price Shocks and Stock Market Aktivity. Jurnal Energy Economics vol 21. Sari, Ramazan dan Ugur Soytas. 2006. The Relationship Between Stock Return, Crude Oil Price, Interest Rate, and Output: Evidence From a Developing Economy. The Empirical Economics Letters, 5(4): (July 2006) Widoatmodjo, Sawidji. 2009. Pasar Modal Indonesia: Pengantar dan Studi Kasus. Jakarta: Ghalia Indonesia. 74 LAMPIRAN Lampiran 1 Analisis ARIMA 1.1. Uji Stasioneritas Variabel 1. Data Harga Minyak Riil Level Null Hypothesis: LO has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -2.493138 -3.476805 -2.881830 -2.577668 0.1193 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LO) Method: Least Squares Date: 08/03/12 Time: 14:07 Sample (adjusted): 2000M03 2011M12 Included observations: 142 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LO(-1) D(LO(-1)) C -0.058033 0.356889 0.258833 0.023277 0.078984 0.102665 -2.493138 4.518508 2.521139 0.0138 0.0000 0.0128 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.146929 0.134655 0.063516 0.560770 191.4440 11.97038 0.000016 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.005003 0.068279 -2.654141 -2.591694 -2.628765 1.981465 First Difference Null Hypothesis: D(LO) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level t-Statistic Prob.* -8.421990 -3.476805 -2.881830 0.0000 75 10% level -2.577668 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LO,2) Method: Least Squares Date: 08/03/12 Time: 14:04 Sample (adjusted): 2000M03 2011M12 Included observations: 142 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(LO(-1)) C -0.670765 0.003222 0.079644 0.005446 -8.421990 0.591686 0.0000 0.5550 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 2. 0.336272 0.331532 0.064689 0.585846 188.3380 70.92992 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat -0.000407 0.079120 -2.624479 -2.582847 -2.607562 1.958953 Data Indeks Produksi Level Null Hypothesis: LIP has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 12 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -0.193145 -3.480818 -2.883579 -2.578601 0.9353 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LIP) Method: Least Squares Date: 08/03/12 Time: 14:08 Sample (adjusted): 2001M02 2011M12 Included observations: 131 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LIP(-1) D(LIP(-1)) D(LIP(-2)) D(LIP(-3)) D(LIP(-4)) D(LIP(-5)) -0.008959 -0.776184 -0.559128 -0.479020 -0.497673 -0.499541 0.046383 0.097903 0.119424 0.119830 0.114490 0.110649 -0.193145 -7.928080 -4.681886 -3.997490 -4.346866 -4.514659 0.8472 0.0000 0.0000 0.0001 0.0000 0.0000 76 D(LIP(-6)) D(LIP(-7)) D(LIP(-8)) D(LIP(-9)) D(LIP(-10)) D(LIP(-11)) D(LIP(-12)) C -0.502971 -0.512286 -0.567214 -0.529661 -0.457632 -0.268664 0.218962 0.056662 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.582583 0.536203 0.045142 0.238421 227.3530 12.56115 0.000000 0.107742 0.105657 0.105244 0.107218 0.109687 0.102111 0.078137 0.213616 -4.668282 -4.848594 -5.389527 -4.940021 -4.172169 -2.631091 2.802285 0.265253 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0097 0.0059 0.7913 0.002776 0.066285 -3.257297 -2.950024 -3.132438 2.005767 First Difference Null Hypothesis: D(LIP) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 11 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -6.571532 -3.480818 -2.883579 -2.578601 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LIP,2) Method: Least Squares Date: 08/03/12 Time: 14:09 Sample (adjusted): 2001M02 2011M12 Included observations: 131 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(LIP(-1)) D(LIP(-1),2) D(LIP(-2),2) D(LIP(-3),2) D(LIP(-4),2) D(LIP(-5),2) D(LIP(-6),2) D(LIP(-7),2) D(LIP(-8),2) D(LIP(-9),2) D(LIP(-10),2) D(LIP(-11),2) C -6.483535 4.699198 4.132177 3.645812 3.141503 2.635921 2.127756 1.611278 1.040821 0.508803 0.049710 -0.219438 0.015413 0.986609 0.925470 0.835711 0.743561 0.656666 0.573932 0.493604 0.414605 0.335020 0.252767 0.163670 0.077779 0.004645 -6.571532 5.077631 4.944504 4.903178 4.784019 4.592743 4.310657 3.886300 3.106745 2.012930 0.303718 -2.821296 3.318548 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0002 0.0024 0.0464 0.7619 0.0056 0.0012 77 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 3. 0.854908 0.840153 0.044957 0.238497 227.3321 57.93997 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat -0.000128 0.112447 -3.272245 -2.986920 -3.156305 2.006663 Data Suku Bunga SBI Level Null Hypothesis: LR has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -0.777708 -3.476805 -2.881830 -2.577668 0.8220 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LR) Method: Least Squares Date: 08/03/12 Time: 14:09 Sample (adjusted): 2000M03 2011M12 Included observations: 142 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LR(-1) D(LR(-1)) C -0.009659 0.410055 0.018530 0.012420 0.078440 0.028341 -0.777708 5.227627 0.653836 0.4381 0.0000 0.5143 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.164303 0.152279 0.047261 0.310474 233.4199 13.66412 0.000004 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat -0.005493 0.051331 -3.245350 -3.182903 -3.219974 2.104410 First Difference Null Hypothesis: D(LR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level t-Statistic Prob.* -7.738290 -3.476805 -2.881830 0.0000 78 10% level -2.577668 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LR,2) Method: Least Squares Date: 08/03/12 Time: 14:10 Sample (adjusted): 2000M03 2011M12 Included observations: 142 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(LR(-1)) C -0.599167 -0.003291 0.077429 0.003983 -7.738290 -0.826261 0.0000 0.4101 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 4. 0.299584 0.294581 0.047195 0.311825 233.1116 59.88114 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 8.31E-18 0.056191 -3.255093 -3.213462 -3.238176 2.093890 Data Return Saham Level Null Hypothesis: RSR has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -9.495405 -3.476805 -2.881830 -2.577668 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RSR) Method: Least Squares Date: 08/03/12 Time: 14:11 Sample (adjusted): 2000M03 2011M12 Included observations: 142 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. RSR(-1) C -0.776717 0.005519 0.081799 0.006196 -9.495405 0.890749 0.0000 0.3746 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression 0.391735 0.387390 0.073607 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion 0.000859 0.094043 -2.366172 79 Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 5. 0.758516 169.9982 90.16272 0.000000 Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat -2.324541 -2.349255 1.980212 Data Varians Harga Minyak Level Null Hypothesis: RSR has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -9.495405 -3.476805 -2.881830 -2.577668 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RSR) Method: Least Squares Date: 08/03/12 Time: 14:11 Sample (adjusted): 2000M03 2011M12 Included observations: 142 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. RSR(-1) C -0.776717 0.005519 0.081799 0.006196 -9.495405 0.890749 0.0000 0.3746 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.391735 0.387390 0.073607 0.758516 169.9982 90.16272 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.000859 0.094043 -2.366172 -2.324541 -2.349255 1.980212 Lampiran 2 1.2. Plot ACF dan PACF Data Harga Minyak Pada Data Level Date: 08/03/12 Time: 14:14 Sample: 2000M01 2011M12 Included observations: 144 Autocorrelation .|******* .|******| Partial Correlation .|******* **|. | AC 1 2 PAC 0.939 0.939 0.853 -0.247 Q-Stat 129.72 237.51 Prob 0.000 0.000 80 .|******| .|***** | .|**** | .|**** | .|*** | .|*** | .|*** | .|** | .|** | .|** | .|** | .|** | .|** | .|** | .|** | .|** | .|** | .|** | .|. *|. .|. .|. .|* .|. .|* .|. .|. *|. .|* .|. .|. .|. .|* .|. .|. .|. | | | | | | | | | | | | | | | | | | 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 0.767 0.680 0.594 0.513 0.452 0.399 0.360 0.334 0.309 0.276 0.252 0.241 0.235 0.227 0.231 0.240 0.241 0.242 -0.001 -0.073 -0.026 -0.024 0.116 -0.046 0.090 0.023 -0.044 -0.099 0.117 0.043 0.040 -0.029 0.131 -0.041 -0.027 0.016 325.30 394.71 448.15 488.30 519.70 544.31 564.53 582.07 597.17 609.27 619.45 628.81 637.78 646.21 655.08 664.71 674.50 684.44 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 Plot ACF dan PACF Perubahan Harga Minyak Date: 08/03/12 Time: 14:15 Sample: 2000M01 2011M12 Included observations: 143 Autocorrelation .|** .|. .|. .|. .|. *|. *|. *|. *|. .|. .|. *|. *|. .|. .|. *|. *|. .|. .|. .|. | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | Partial Correlation .|** *|. .|. .|. .|. *|. .|. *|. .|. .|* .|. *|. .|. .|. .|. **|. .|. .|. .|. .|. | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 AC PAC 0.329 0.048 0.003 0.020 -0.001 -0.175 -0.150 -0.144 -0.105 0.047 0.067 -0.101 -0.088 -0.038 0.062 -0.152 -0.108 -0.017 -0.009 0.014 0.329 -0.068 0.010 0.022 -0.017 -0.190 -0.033 -0.099 -0.041 0.112 0.029 -0.184 -0.018 -0.050 0.040 -0.220 0.052 -0.027 -0.028 -0.026 Q-Stat 15.824 16.162 16.163 16.225 16.225 20.859 24.273 27.460 29.160 29.499 30.214 31.838 33.073 33.308 33.929 37.703 39.610 39.658 39.673 39.707 Prob 0.000 0.000 0.001 0.003 0.006 0.002 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.002 0.003 0.003 0.002 0.001 0.002 0.004 0.005 81 Lampiran 3 1.3. Model Tentatif ARIMA (1,1,1) Dependent Variable: D(LO) Method: Least Squares Date: 08/03/12 Time: 14:21 Sample (adjusted): 2000M03 2011M12 Included observations: 142 after adjustments Convergence achieved after 7 iterations MA Backcast: 2000M02 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C AR(1) MA(1) 0.004964 0.179775 0.170647 0.007756 0.244262 0.244920 0.640038 0.735994 0.696745 0.5232 0.4630 0.4871 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots 0.111636 0.098853 0.064817 0.583970 188.5657 8.733662 0.000267 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.005003 0.068279 -2.613601 -2.551154 -2.588226 2.000603 .18 -.17 ARIMA (1,1,0) Dependent Variable: D(LO) Method: Least Squares Date: 08/03/12 Time: 14:21 Sample (adjusted): 2000M03 2011M12 Included observations: 142 after adjustments Convergence achieved after 3 iterations Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C AR(1) 0.004804 0.329235 0.008093 0.079644 0.593523 4.133810 0.5538 0.0001 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.108782 0.102416 0.064689 0.585846 188.3380 17.08838 0.000061 Inverted AR Roots .33 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.005003 0.068279 -2.624479 -2.582847 -2.607562 1.958953 82 ARIMA (0,1,1) Dependent Variable: D(LO) Method: Least Squares Date: 08/03/12 Time: 14:22 Sample (adjusted): 2000M02 2011M12 Included observations: 143 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 2000M01 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C MA(1) 0.005343 0.335290 0.007195 0.079379 0.742540 4.223893 0.4590 0.0000 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted MA Roots 0.110274 0.103964 0.064523 0.587019 190.0231 17.47577 0.000051 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.005349 0.068164 -2.629694 -2.588256 -2.612856 1.962709 -.34 Dependent Variable: D(LO) Method: Least Squares Date: 08/03/12 Time: 14:22 Sample (adjusted): 2000M02 2011M12 Included observations: 143 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 2000M01 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C MA(1) 0.005343 0.335290 0.007195 0.079379 0.742540 4.223893 0.4590 0.0000 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted MA Roots 0.110274 0.103964 0.064523 0.587019 190.0231 17.47577 0.000051 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.005349 0.068164 -2.629694 -2.588256 -2.612856 1.962709 -.34 83 2. Analisis Model ARCH/GARCH 2.1. Plot ACF dan PACF Residual Kuadrat ARIMA (0,1,1) Date: 08/03/12 Time: 14:28 Sample: 2000M02 2011M12 Included observations: 143 Q-statistic probabilities adjusted for 1 ARMA term(s) Autocorrelation .|** .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. *|. .|. .|. .|. .|. .|. | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | Partial Correlation .|** *|. .|. *|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. *|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 AC PAC 0.245 -0.008 0.041 -0.041 -0.007 0.058 0.029 -0.051 0.000 -0.021 -0.031 -0.019 0.012 -0.065 -0.073 -0.025 -0.032 -0.035 -0.043 -0.058 0.245 -0.073 0.065 -0.074 0.029 0.048 0.008 -0.063 0.028 -0.033 -0.007 -0.024 0.025 -0.078 -0.035 -0.011 -0.014 -0.029 -0.039 -0.040 Q-Stat Prob 8.7859 8.7963 9.0398 9.2925 9.3005 9.8027 9.9292 10.325 10.325 10.396 10.546 10.604 10.628 11.301 12.175 12.281 12.445 12.643 12.948 13.519 0.003 0.011 0.026 0.054 0.081 0.128 0.171 0.243 0.319 0.394 0.477 0.561 0.586 0.592 0.658 0.713 0.760 0.795 0.811 2.2. Evaluasi Model ARCH-GACH GARCH (1) Dependent Variable: D(LO) Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 08/03/12 Time: 14:25 Sample (adjusted): 2000M02 2011M12 Included observations: 143 after adjustments Convergence achieved after 16 iterations MA Backcast: 2000M01 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(3) + C(4)*RESID(-1)^2 + C(5)*GARCH(-1) Variable Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. C MA(1) 0.011636 0.244200 0.005442 0.102438 2.138218 2.383871 0.0325 0.0171 Variance Equation 84 C RESID(-1)^2 GARCH(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted MA Roots 0.001661 0.664333 0.067585 0.096168 0.069969 0.065736 0.596326 203.1446 3.670791 0.007127 0.000434 0.216595 0.091784 3.825624 3.067161 0.736349 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.0001 0.0022 0.4615 0.005349 0.068164 -2.771253 -2.667657 -2.729157 1.767035 -.24 ARCH (1) Dependent Variable: D(LO) Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 08/03/12 Time: 14:25 Sample (adjusted): 2000M02 2011M12 Included observations: 143 after adjustments Convergence achieved after 19 iterations MA Backcast: 2000M01 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) GARCH = C(3) + C(4)*RESID(-1)^2 Variable Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. C MA(1) 0.012148 0.229005 0.005076 0.070439 2.393280 3.251089 0.0167 0.0011 4.751247 3.175231 0.0000 0.0015 Variance Equation C RESID(-1)^2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted MA Roots 0.001921 0.688593 0.092045 0.072449 0.065648 0.599046 202.7304 4.697081 0.003724 0.000404 0.216864 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.005349 0.068164 -2.779447 -2.696570 -2.745769 1.735504 -.23 85 3. Estimasi Persamaan VAR 1 3.1. Uji Lag Optimal VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: D(LR) D(LO) D(LIP) RSR Exogenous variables: C Date: 08/03/12 Time: 14:31 Sample: 2000M01 2011M12 Included observations: 138 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 1 2 3 4 5 732.3843 781.1710 796.0141 805.5259 820.9768 830.1013 NA 94.03799 27.75015 17.23165 27.09494* 15.47200 3.06e-10 1.90e-10* 1.94e-10 2.13e-10 2.15e-10 2.39e-10 -10.55629 -11.03146* -11.01470 -10.92067 -10.91271 -10.81306 -10.47145 -10.60722* -10.25107 -9.817642 -9.470292 -9.031255 -10.52181 -10.85906* -10.70438 -10.47242 -10.32654 -10.08898 3.2. Uji Stabilitas Persamaan VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: D(LR) D(LO) D(LIP) RSR Exogenous variables: C Lag specification: 1 1 Date: 08/03/12 Time: 14:31 Root Modulus 0.433171 -0.388276 0.387107 0.153325 0.433171 0.388276 0.387107 0.153325 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition. 3.3. Output VAR Vector Autoregression Estimates Date: 08/03/12 Time: 14:32 Sample (adjusted): 2000M03 2011M12 Included observations: 142 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] D(LR) D(LO) D(LIP) RSR D(LR(-1)) 0.399785 (0.07834) [ 5.10348] -0.040079 (0.10551) [-0.37986] 0.095819 (0.10080) [ 0.95055] 0.159085 (0.12154) [ 1.30889] D(LO(-1)) 0.004854 (0.05909) [ 0.08214] 0.327663 (0.07959) [ 4.11672] 0.149142 (0.07604) [ 1.96128] 0.065622 (0.09169) [ 0.71572] 86 D(LIP(-1)) -0.051247 (0.05782) [-0.88637] 0.126122 (0.07787) [ 1.61958] -0.370471 (0.07440) [-4.97947] 0.034273 (0.08970) [ 0.38207] RSR(-1) 0.031258 (0.05290) [ 0.59093] 0.133870 (0.07125) [ 1.87900] 0.003594 (0.06807) [ 0.05280] 0.228350 (0.08207) [ 2.78237] C -0.003276 (0.00405) [-0.80951] 0.001628 (0.00545) [ 0.29878] 0.004245 (0.00521) [ 0.81522] 0.005851 (0.00628) [ 0.93190] 0.167823 0.143526 0.309167 0.047505 6.907129 233.7196 -3.221403 -3.117324 -0.005493 0.051331 0.146776 0.121864 0.560871 0.063984 5.891847 191.4312 -2.625792 -2.521714 0.005003 0.068279 0.172492 0.148331 0.511954 0.061130 7.139307 197.9104 -2.717048 -2.612970 0.002847 0.066240 0.068384 0.041184 0.744254 0.073706 2.514079 171.3459 -2.342900 -2.238822 0.006859 0.075272 R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion 1.78E-10 1.55E-10 797.9617 -10.95721 -10.54089 4. Estimasi VAR 2 4.1. Uji Lag Optimal VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: D(LR) VT D(LIP) RSR Exogenous variables: C Date: 08/03/12 Time: 14:34 Sample: 2000M01 2011M12 Included observations: 137 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 1 2 3 4 5 360.9224 397.5080 406.8779 417.8010 428.1752 441.9614 NA 70.50075* 17.50871 19.77329 18.17363 23.34611 6.41e-08 4.75e-08* 5.24e-08 5.65e-08 6.15e-08 6.38e-08 -5.210546 -5.511066* -5.414276 -5.340161 -5.258032 -5.225714 -5.125291* -5.084791 -4.646982 -4.231847 -3.808698 -3.435361 -5.175900 -5.337838* -5.102466 -4.889769 -4.669058 -4.498158 * indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion 87 Uji Stabilitas VAR 2 Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: D(LR) VT D(LIP) RSR Exogenous variables: C Lag specification: 1 1 Date: 08/03/12 Time: 14:35 Root Modulus 0.430468 -0.333060 0.099259 - 0.045836i 0.099259 + 0.045836i 0.430468 0.333060 0.109331 0.109331 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition. 4.3. Output VAR 2 Vector Autoregression Estimates Date: 08/01/12 Time: 12:34 Sample (adjusted): 2000M03 2011M11 Included observations: 141 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] D(LR) VT D(LIP) RSR D(LR(-1)) 0.406853 (0.07894) [ 5.15402] 0.086155 (1.67349) [ 0.05148] 0.119669 (0.10265) [ 1.16582] 0.173444 (0.12260) [ 1.41474] VT(-1) 0.004393 (0.00409) [ 1.07514] 0.015450 (0.08663) [ 0.17835] 0.007735 (0.00531) [ 1.45568] -0.006707 (0.00635) [-1.05677] D(LIP(-1)) -0.057129 (0.05816) [-0.98222] -1.218375 (1.23306) [-0.98809] -0.371086 (0.07563) [-4.90639] 0.056045 (0.09033) [ 0.62043] RSR(-1) 0.020300 (0.05387) [ 0.37684] 1.816957 (1.14199) [ 1.59105] -0.022534 (0.07005) [-0.32170] 0.244708 (0.08366) [ 2.92501] C -0.003367 (0.00404) [-0.83350] 0.025645 (0.08565) [ 0.29943] 0.005101 (0.00525) [ 0.97090] 0.006042 (0.00627) [ 0.96297] 0.173777 0.149477 0.306455 0.047469 7.151129 232.1965 -3.222646 -3.118080 -0.005319 0.051472 0.027781 -0.000813 137.7307 1.006343 0.971556 -198.4164 2.885339 2.989905 0.030953 1.005934 0.162372 0.137736 0.518190 0.061727 6.590815 195.1649 -2.697374 -2.592808 0.002808 0.066474 0.074437 0.047215 0.739176 0.073723 2.734399 170.1237 -2.342180 -2.237614 0.006745 0.075528 R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent 88