analisis pengaruh harga minyak terhadap aktivitas pasar saham di

advertisement
i ANALISIS PENGARUH HARGA MINYAK TERHADAP
AKTIVITAS PASAR SAHAM DI INDONESIA
OLEH
VELIN LAMUNINGTYAS
H14080078
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ii RINGKASAN
VELIN LAMUNINGTYAS. Analisis Pengaruh Harga Minyak dan Aktivitas
Pasar Saham di Indonesia (dibimbing oleh IMAN SUGEMA)
Minyak mentah merupakan salah satu faktor penggerak perekonomian.
Minyak mentah memiliki peran yang penting dalam fungsi produksi. Minyak
mentah memiliki keterkaitan yang erat dengan proses produksi. Kinerja harga
minyak mentah seringkali dijadikan sebagai tolak ukur kinerja perekonomian
Indonesia karena perannya dipandang penting dalam proses produksi. Seiring
dengan peningkatan harga minyak mentah sejak tahun 2002, indeks harga saham
gabungan Indonesia juga mengalami peningkatan yang signifikan sejak 2003.
Basher dan Sadorsky (2006) mengungkapkan peningkatan harga minyak
akan mendorong peningkatan biaya produksi di negara importir minyak karena
tidak adanya input substitusi dari minyak mentah. Biaya produksi yang tinggi
akan mengurangi arus kas dan pada akhirnya menurunkan harga saham. Minyak
mentah merupakan komoditas yang juga diperdagangkan di pasar berjangka.
Keadaan ini menyebabkan harga minyak tidak jauh berbeda dengan saham.
Peningkatan volatilitas atau ketidakpastian harga minyak akan meningkatkan
spekulasi yang dilakukan pelaku ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk
melihat dinamika interaksi antara harga minyak mentah dan volatilitasnya dengan
aktivitas pasar saham, yang diproksi dengan return saham, dan variabel ekonomi
lainnya.
Penelitian ini menggunakan model ARCH/GARCH untuk mengestimasi
volatilitas harga minyak. Tujuan penelitian akan dijawab dengan menggunakan
model VAR First Difference untuk mengetahui apakah pergerakan harga minyak
mempengaruhi indeks harga saham dan aktifitas perekonomian Indonesia.
Selanjutnya alat analisis IRF digunakan untuk mengetahui respon indeks harga
saham dan indeks produksi jika terjadi guncangan harga minyak, serta
penggunaan alat analisis FEVD untuk mengetahui peran variabel dalam sistem
VAR dalam menjelaskan pergerakan indeks harga saham.
Hasil estimasi menyebutkan bahwa pergerakan harga minyak dan
volatilitasnya berpengaruh terhadap aktivitas pasar saham dan indeks produksi
industri. Akan tetapi, kegiatan ekonomi tidak berpengaruh terhadap harga minyak.
Hal ini menandakan bahwa Indonesia hanya sebagai price taker harga minyak.
Berdasarkan hasil analisis FEDV, volatilitas harga minyak berpengaruh lebih
besar, yaitu tiga persen, dalam menjelaskan pergerakan return saham. Sedangkan
pergerakan harga minyak berpengaruh sebesar satu persen dalam menjelsakan
pergerakan return saham di Indonesia.
Hasil penelitian ini memberikan rekomendasi kepada investor di pasar
saham dalam menanamkan modalnya di pasar saham perlu mempertimbangkan
adanya pengaruh dari luar, yaitu harga minyak dan volatilitasnya. Adapun
rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah menambahkan variabel lain agar
hasil analisis lebih tepat dalam memperlihatkan pengaruh harga minyak terhadap
ekonomi suatu negara. Selain itu, perlu dipertimbangkan juga komponenkomponen indeks harga saham berdasarkan sektor dan bidang yang terkait dengan
iii energi (minyak) karena pergerakan indeks harga saham utama di suatu negara
tidak selalu dapat dijadikan indikator pengaruh harga minyak terhadap ekonomi
negara bersangkutan, khususnya sektor industri yang terkait dengan minyak
mentah.
iv ANALISIS PENGARUH HARGA MINYAK TERHADAP
AKTIVITAS PASAR SAHAM DI INDONESIA
Oleh:
VELIN LAMUNINGTYAS
H14080078
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
v Judul Skripsi : ANALISIS PENGARUH HARGA MINYAK TERHADAP
AKTIVITAS PASAR SAHAM DI INDONESIA
Nama
: Velin Lamuningtyas
NRP
: H14080078
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Iman Sugema, Ph. D.
NIP. 19640502 198903 1 003
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec.
NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
vi PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, November 2012
Velin Lamuningtyas
H14080078
vii RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Velin Lamuningtyas lahir pada 15 Mei 1990 di Bekasi.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak
Ahmad Sunarryo dan Ibu Suwarti. Penulis menamatka sekolah dasar pada SDN 2
Honggosoco, kemudian melanjutkan ke SLTP 2 Jekulo. Setelah itu penulis
melanjutkan perndidikan menengah umum di SMA 1 BAE dan lulus pada tahun
2008.
Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam
berbagai organisasi, yaitu HIPOTESA (Himpunan Profesi dan Peminat Studi
Pembangunan), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Penulis juga terlibat
sebagai pengurus dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Kudus-Bogor
(OMDA KKB) dan Pondok Pesantren Mahasiswa Al Ihya’ Dramaga. Selain itu,
penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan seperti Hipotex-R 20082009, Economic Contest, Extravaganza 2009, dan kegiatan kepanitiaan lainnya.
Pada tahun 2010-2011 penulis mempunyai komitmen terhadap perkembangan
masyarakat sekitar dengan menjadi pendamping posdaya di daerah Ciomas dan
Sukaluyu, Bogor.
Tahun 2011 penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Pengaruh Harga Minyak Terhadap Aktivitas Pasar Saham di Indonesia” untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi.
viii KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Harga Minyak
Terhadap Aktivitas Pasar Saham di Indonesia”. Pasar saham merupakan salah
satu penunjang pertumbuhan ekonomi suatu negara yang seringkali dipengaruhi
beragam sentimen pasar. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen
Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak
yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan dengan baik, khususnya kepada:
1.
Bapak Iman Sugema, Ph. D. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis maupun moril dalam
proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2.
Dosen penguji utama, Prof. Dr. Bambang Juanda dan Ranti Wiliasih, M.Si,
selaku dosen penguji komisi pendidikan, atas segala koreksi, kritik, dan saran
mengenai perbaikan skripsi ini.
3.
Kedua Orangtua tercinta Bapak Ahmad Sunarryo dan Ibu Suwarti serta
adik-adikku tersayang Lara Adityani, Putri Tungga Dewi, serta yang telah
memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi, dukungan baik moril
maupun materil serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4.
Dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi
FEM-IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama
menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi.
5.
Teman
seperjuangan
satu
bimbingan
Cynthia
Eka
Susanti
dan
Ashfahanirohimah atas semangat, motivasi, doa, dan perjuangan yang luar
biasa ini.
ix 6.
Sahabat-sahabatku di Ilmu Ekonomi 45 yang tidak bisa disebutkan satu
persatu, atas bantuan, semangat dan doa bagi penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
7.
Seluruh staf di InterCAFE (terutama untuk Ka Muth dan Ka Dina) dan ECThink (Ka Pipit) atas semangat dan motivasi yang diberikan.
8.
Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini
namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih terdapat
kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang
membutuhkan.
Bogor, November 2012
Velin Lamuningtyas
H14080078
i DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .....................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... v
I.
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 7
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................... 8
2.1 Tinjauan Definisi ................................................................................. 8
2.1.1 Pasar Modal .................................................................................. 8
2.1.2 Saham .......................................................................................... 10
2.1.3 Bursa efek .................................................................................. 11
2.1.4 Indeks Harga Saham .................................................................. 12
2.1.5 Indeks Produksi Industri ............................................................ 16
2.1.6 Suku Bunga SBI .......................................................................... 17
2.1.7 Harga Minyak Riil ...................................................................... 18
2.1.8 Volatilitas ................................................................................... 19
2.2 Tinjauan Teori .................................................................................... 20
2.2.1 Teori Pengharapan Rasional ....................................................... 20
2.2.2 Hipotesis Pasar Efisien .............................................................. 21
2.2.3 Teori Umum Pasar ..................................................................... 21
2.2.4 Hubungan Harga Minyak dan Harga Saham .............................. 21
2.2.4 Hubungan Kebijakan Moneter dengan Harga Saham ................. 23
2.3 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 25
2.4 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 28
2.5 Hipotesis Penelitian ........................................................................... 31
ii III.
METODE PENELITIAN ........................................................................ 32
3.1 Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 32
3.2 Definisi Operasional Variabel ............................................................ 32
3.3 Metode Analisis Pengolahan Data ...................................................... 33
3.3.1 Pemodelan Volatilitas Univariate Time Series ........................... 34
3.3.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 37
3.4 Tahap-Tahap Pengujian ...................................................................... 40
3.5 Model Penelitian ................................................................................. 44
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 47
4.1 Volatilitas Harga Minyak .................................................................. 47
4.1.1 Deskripsi Data ............................................................................ 47
4.1.2 Identifikasi Model Volatilitas ...................................................... 48
4.2 Dinamika Interaksi Antara Harga Minyak Dengan Variabel Ekonomi .53
4.2.1 Pengujian Pra Estimasi ............................................................... 54
4.2.2 Hasil Estimasi Model VAR FD 1 ................................................ 57
4.2.3 Analisis Dekomposisi Penduga Ragam Galat VAR FD 1 .......... 57
4.2.4 Simulasi Analisis Impuls Respons VAR FD 1 ........................... 58
4.3 Dinamika Interaksi Volatilitas Harga Minyak dengan Variabel
Ekonomi............................................................................................... 63
4.3.1 Pengujian Pra Estimasi ................................................................ 63
4.3.2 Hasil Estimasi Model VAR FD 2 ................................................ 66
4.3.3 Analisis Dekomposisi Penduga Ragam Galat VAR FD 2 .......... 66
4.3.4 Simulasi Analisis Impuls Respons VAR FD 2 ........................... 67
V.
PENUTUP ................................................................................................. 69
5.1 Simpulan .............................................................................................. 69
4.2 Saran .................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 71
LAMPIRAN ........................................................................................................ 74
iii DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
2.1.
Indikator Angka IHSG .......................................................................... 15
3.1.
Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 29
4.1.
Hasil Pengujian Stasioneritas ADF pada Data Level ............................ 49
4.2.
Hasil Pengujian Stasioneritas Data Harga Minyak First Difference ...... 49
4.3.
Hasil Evaluasi Model ARIMA .............................................................. 50
4.4.
Hasil Uji Autokorelasi .......................................................................... 51
4.5.
Hasil Uji Heteroskedastisitas ................................................................ 52
4.6.
Hasil Uji Stasioneritas Pada Data Level .............................................. 54
4.7.
Hasil Uji Stasioneritas Pada Data First Difference ............................... 55
4.8.
Hasil Pengujian Lag Optimal Model VAR FD 1 .................................. 56
4.9.
Variance Decomposition Return Saham ............................................... 57
4.10.
Hasil Pengujian Unit Root pada Data Level dalam Model VAR 2........ 64
4.11.
Hasil Pengujian Unit Root Pada Data FD Model VAR 2 ..................... 64
4.12.
Pengujian Lag Optimal ......................................................................... 65
4.13.
Variance Decomposition Return Saham Model VAR 2 ....................... 66
iv DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1.
Konsumsi Energi Dunia Berdasarkan Sumber Energi ........................... 2
1.2.
Penawaran dan Konsumsi Minyak Mentah Indonesia ............................. 3
2.1
Kerangka Pemikiran ............................................................................... 30
4.1.
Plot Harga Minyak Indonesia ............................................................... 47
4.2.
Histogram Deskripsi Statistik Data Harga Minyak .............................. 48
4.3.
Histogram Galat Model ARIMA .......................................................... 51
4.4.
Plot Ragam/Varians Harga Minyak Indonesia ..................................... 53
4.5.
Impuls Respons Ketika Terjadi Guncangan Suku Bunga SBI .............. 59
4.6.
Impuls Respons Ketika Terjadi Guncangan Harga Minyak ................. 60
4.7.
Impuls Respons Ketika Terjadi Guncangan Indeks Produksi ............... 61
4.8.
Impuls Respons Ketika Terjadi Guncangan Return Saham .................. 62
4.9.
Impuls Respons Ketika Terjadi Shock Volatilitas Harga Minyak ........ 68
v DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
I
Halaman
Analisis Model ARIMA ............................................................................ 74
1.1 Uji Stasioneritas Variabel .................................................................... 74
1.2 Plot ACF dan PACF Data Perubahan Harga Minyak .......................... 80
1.3 Model Tentatif .................................................................................... 81
II
Analisis Model ARCH/GARCH ............................................................... 83
2.1 Plot ACF dan PACF Residual Kuadrat dari ARIMA ......................... 83
2.2 Evaluasi Model ARCH/GARCH ........................................................ 83
III
Estimasi Persamaan VAR 1 ....................................................................... 85
3.1 Uji Lag Optimal .................................................................................. 85
3.2 Uji Stabilitas VAR .............................................................................. 85
3.3 Output VAR ........................................................................................ 85
IV
Estimasi Persamaan VAR 2 ....................................................................... 86
4.1 Uji Lag Optimal .................................................................................. 86
4.2 Stabilitas VAR .................................................................................... 87
4.3 Output VAR ........................................................................................ 87
1 I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang lazim digunakan untuk
melihat keberhasilan pembangunan. Salah satu indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah indeks produksi industri. Indeks
ini digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan
pendekatan output riil. Indeks ini juga merepresentasikan pertumbuhan produksi
secara agregat/nasional.
Pembangunan ekonomi dewasa ini seringkali dikaitkan dengan keberadaan
energi. Energi merupakan salah satu input penting dalam proses produksi.
Ketersediaan energi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi menjadi isu yang
penting untuk dibahas dalam dekade terakhir. Kebutuhan akan energi sangat
mempengaruhi aktivitas ekonomi baik dalam skala mikro maupun dalam skala
makro. Aktivitas ekonomi yang ditunjang dengan energi input yang baik tentunya
akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih baik jika
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak ditunjang oleh input yang
baik.
Minyak
mentah
memainkan
peranan yang cukup penting dalam
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Purwanti (2011) menjelaskan bahwa salah
satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak bumi. Kinerja
harga minyak bumi dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia
karena perannya dipandang penting dalam fungsi produksi. Dalam hal ini, bahan
bakar minyak mentah masih menjadi sumber energi utama dalam proses produksi
2 bagi sebagian besar industri. Minyak bumi sebagai salah satu sumber energi di
dunia merupakan energi dengan tingkat konsumsi tertinggi dibandingkan dengan
Trillion Btu
sumber energi yang lainnya seperti terlihat pada Gambar 1.1.
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
Keterangan
Sumber
Minyak
Bumi
Energi
Terbarukan
Gas Alam
Batu Bara
: Satuan Trillion Btu (British thermal unit) adalah satuan energi yang
digunakan di Ameika Serikat.
: EIA (Energy Information Administratio) 2011
Gambar 1.1. Konsumsi Energi Dunia Berdasarkan Sumber Energi
Tahun 2000-2011
Harga minyak mentah di dunia mengalami peningkatan pada periode 2000
hingga 2011. Berdasarkan data U.S. Energy Information Administration (EIA)
pada bulan Januari 2000 menunjukkan bahwa minyak mentah jenis West Texas
Intermediate (WTI) berada di posisi 27,26 US Dollar per barel, sedangkan minyak
mentah jenis brent berada pada posisi 25.51 US Dollar per barel. Peningkatan
harga terus terjadi selama tujuh tahun hingga harga minyak jenis WTI menembus
harga 133,88 US Dollar per barel pada pertengahan 2008. Adapun harga minyak
mentah jenis Brent mencapai 132,32 US Dollar per barel pada periode yang sama.
Pergerakan harga minyak dunia ini menarik perhatian publik di seluruh dunia
serta menimbulkan kekhawatiran bagi negara-negara yang menjadi konsumen
utama minyak mentah, khususnya Indonesia. Indonesia temasuk sebagai 17
negara pengonsumsi minyak mentah terbesar di dunia pada tahun 2009, yakni
sebesar 1.115.000 barrel per hari.
3 Indonesia mulai diperhitungkan sebagai salah satu negara penghasil
minyak bumi terbesar di dunia pada tahun 1970. Perekonomian Indonesia yang
berkembang pesat ditopang oleh hasil produksi minyak. Dengan demikian,
Indonesia disebut sebagai “The Asian Miracle Economy” pada periode 1990.
Negara Indonesia juga menjadi anggota OPEC sejak 1961. Namun, pada
September tahun 2008 Indonesia telah disepakati berhenti untuk sementara waktu
menjadi anggota penuh OPEC karena sudah tidak mampu mencukupi kebutuhan
dalam negerinya sendiri (Aprilta, 2011).
Sumber: EIA 2011
Gambar 1.2. Penawaran dan Konsumsi Minyak Mentah Indonesia
Berdasarkan laporan dari U.S. EIA (United States Energy Information and
Administration), produksi minyak Indonesia telah mengalami penurunan sejak
tahun 1997. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.2. Produksi minyak mentah
Indonesia pada tahun 1996 sebesar 1.580 ribu barrel per hari menurun menjadi
1456 ribu barrel per hari pada tahun 2000, dan 1.090 ribu pada tahun 2005.
Produksi tersebut terus menurun hingga pada tahun 2009 hanya sebesar 990 ribu
barrel per hari. Di sisi lain, konsumsi minyak mentah di Indonesia terus
meningkat dari 939 ribu barrel per hari pada tahun 1996 menjadi 1.289 ribu barrel
per hari pada tahun 2009. Oleh karena itu, sejak tahun 2003, Indonesia menjadi
4 negara pengimpor minyak untuk mencukupi tingginya kebutuhan minyak di
dalam negeri.
Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terbuka kecil dan negara
importir minyak mentah pasti akan terpengaruh ketika terjadi guncangan harga
minyak dunia. Harga minyak yang berfluktuatif akan mempengaruhi harga produk
olahan minyak yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia. Peningkatan harga
minyak yang berkelanjutan dikhawatirkan akan merugikan perekonomian
Indonesia.
Adebiyi et. al (2009) menjelaskan bahwa pergerakan dan guncangan harga
minyak dapat mempengaruhi aktivitas riil ekonomi yang pada akhirnya
berpengaruh terhadap perekonomian suatu negara. Mekanisme transmisi dampak
pergerakan harga minyak terhadap aktivitas riil ekonomi dapat dilihat melalui sisi
penawaran (supply) maupun dari sisi permintaan (demand). Dari sisi supply,
Kenaikan harga minyak akan menimbulkan guncangan yang negatif pada sisi
penawaran (negative supply-side shock). Artinya, kenaikan harga minyak akan
menyebabkan naiknya ongkos energi bagi perusahaan-perusahaan (dunia usaha),
yang pada gilirannya akan mempengaruhi keputusan perusahaan untuk menambah
atau mengurangi jumlah produksi. Dari sisi demand, kenaikan harga minyak akan
mempengaruhi kemampuan daya beli konsumen.
Basher dan Sadorsky (2006) menyatakan bahwa kenaikan harga minyak
dapat mempengaruhi aktivitas di pasar modal, khususnya pasar saham.
Guncangan harga minyak berdampak pada pengambilan keputusan perusahaanperusahaan atau industri yang menggunakan minyak sebagai sumber energi utama
dalam produksinya. Biaya produksi suatu industri akan meningkat seiring dengan
5 peningkatan harga minyak. Peningkatan biaya produksi ini akan mengurangi arus
kas dan pada akhirnya menurunkan harga saham di industri tersebut.
Selain harga minyak, volatilitas harga minyak juga mempunyai peran yang
penting dalam mempengaruhi aktivitas ekonomi di Indonesia. Penelitian Bangun
(2012) menyebutkan bahwa volatilitas harga minyak mentah dunia berpengaruh
signifikan terhadap kinerja ekonomi Indonesia. Minyak mentah merupakan
komoditas yang juga diperdagangkan di pasar berjangka. Keadaan ini
menyebabkan harga minyak tidak jauh berbeda dengan saham. Peningkatan
volatilitas atau ketidakpastian akan meningkatkan spekulasi yang dilakukan
pelaku ekonomi. Ketidakpastian harga minyak mengakibatkan para pelaku
ekonomi semakin ragu untuk melakukan kegiatan ekonomi sehingga kegiatan
perekonomian dapat terhambat. Hal ini dapat menjadi variabel tambahan dalam
menentukan pengaruh harga minyak dunia terhadap kinerja perekonomian
Indonesia dan aktivitas pasar saham di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penelitian
ditujukan untuk mengetahui pengaruh harga minyak dan volatilitasnya terhadap
aktivitas pasar saham dan kinerja ekonomi Indonesia.
1.2
Perumusan Masalah
Minyak mentah memainkan peranan yang penting dalam perekonomian
Indonesia. Minyak masih menjadi sumber energi utama dalam proses produksi
hampir di semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, pergerakan
harga minyak mentah ini seringkali dijadikan salah satu indikator penting dalam
menjelaskan naik turunnya pertumbuhan ekonomi suatu negara, terutama negaranegara importir minyak mentah seperti Indonesia. Selain pergerakan harga
6 minyak, volatilitas harga minyak juga mempunyai peran yang penting dalam
mempengaruhi aktivitas ekonomi di Indonesia. Berdasarkan uraian diatas, maka
masalah yang akan diangkat pada penelitian ini adalah dinamika interaksi antara
harga minyak dan volatilitasnya terhadap perekonomian dan kinerja pasar saham
di Indonesia.
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dinamika interaksi harga
minyak dan volatilitasnya terhadap perekonomian dan kinerja pasar saham di
Indonesia. Menganalisis dan mengetahui apakah harga minyak dan volatilitasnya
berperan penting terhadap perekonomian dan pasar modal.
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi
kepada
perekonomian Indonesia. Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitan ini
adalah:
1.
Bagi penulis sendiri, penelitian ini merupakan wadah pembelajaran untuk
menerapkan ilmu yang telah diperoleh dalam bangku kuliah.
2.
Sebagai sumber informasi mengenai hubungan antara pergerakan harga
minyak dan IHSG
3.
Sumber materi pertimbangan dalam penyusunan portofolio investasi bagi
analisis pasar modal dan investor, khususnya dalam lingkup pasar modal.
4.
Bagi pemerintah, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan atau
pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait dengan perminyakan di
Indonesia.
7 1.5
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sadorsky
(1999). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika interaksi harga
minyak dan volatilitasnya terhadap perekonomian dan kinerja pasar saham di
Indonesia. Data yang digunakan berupa data time series bulanan, yakni data
return saham riil, indeks produksi industri, harga minyak riil, dan suku bunga SBI
3 Bulan. Penelitian dilakukan pada periode Januari 2000 hingga Desember 2011.
Analisis data menggunakan metode Vector Autoregression First Difference
(VAR-FD) namun pembahasan dalam penelitian ini lebih difokuskan pada hasil
Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD).
8 II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Definisi
2.1.1 Pasar Modal
Pasar modal merupakan tempat bertemunya pihak yang membutuhkan dana
(borrower) dengan pihak yang kelebihan dana (lender). Dalam hal ini lender akan
memberikan dananya kepada borrowers, sedangkan lender mendapatkan surat
bukti (sekuritas) yang memiliki klaim atas aset-aset perusahaan. Pada umumnya
produk-produk (sekuritas) yang ditawarkan di pasar modal adalah saham biasa,
saham preferen, dan berbagai jenis obligasi, serta produk-produk derivatif
(Widoatmodjo, 2009).
Pasar modal menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1995
adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan
efek, yaitu perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya,
serta lembaga atau profesi yang berkaitan dengan efek. Adapun efek yang
dimaksudkan di sini adalah surat berharga atau saham. Beberapa manfaat adanya
pasar modal yaitu:
a.
Pasar modal merupakan wahana berinvestasi dana jangka panjang yang
relatif efisien.
Investor atau calon investor dapat menanamkan dananya dalam berbagai
instrumen yang diperdagangkan atau akan dijual oleh perusahaan yang
membutuhkan dana jangka panjang di pasar modal secara terbuka atau
transparan, sehingga investor dapat dengan mudah memprediksi untung
ruginya dalam menginvestasikan dananya pada perusahaan tersebut.
9 b.
Pasar modal merupakan alternatif investasi.
Pasar modal dapat menjadi alternatif untuk menanamkan modal bagi
investor dengan segala kelebihan dan resiko yang ditanggung pemilik
modal.
c.
Investor dapat memiliki lebih dari satu saham perusahaan-perusahaan yang
telah go public dengan segala resikonya. Atau dengan kata lain investor
dapat menyebar investasinya (diversifikasi modal) ke berbagai perusahaan
yang telah go public dan menjual sahamnya di pasar modal
d.
Perusahaan dalam pengelolaan manajemen dituntut transparan dan
profesional.
e.
Meningkatkan perkembangan perekonomian secara nasional.
Pasar modal yang berkembang akan membantu mendorong roda
perekonomian secara menyeluruh. Hal ini disebabkan pertumbuhan
investasi yang meningkat sehingga perusahaan-perusahaan yang sedang
membutuhkan dana untuk mengembangkan, memajukan dan meningkatkan
produktifitasnya.
Dampak
positifnya,
pertumbuhan
ekonomi
akan
terpengaruh dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Pasar modal dibedakan menjadi pasar perdana dan pasar sekunder. Pasar
perdana adalah pasar bagi sekuritas atau efek yang pertama kali diterbitkan atau
diumumkan dalam pasar modal. Sedangkan pasar sekunder adalah pasar bagi efek
yang sudah ada dan sudah diperdagangkan dalam pasar modal. Pada pasar
sekunder ini harga efek ditentukan oleh mekanisme pasar. (Widoatmodjo, 2009). Kehadiran pasar modal harus dapat dimanfaatkan oleh pemerintah,
perusahaan, maupun masyarakat. Bagi pemerintah, dampak positif adanya pasar
10 modal adalah adanya pemupukan modal di dalam negeri. Selain memperkecil
pelarian modal ke luar negeri, pasar modal juga bermanfaat dalam hubungan
perbankan dengan ekspansi kredit yang selalu meningkat. Dengan adanya pasar
modal, minimal ekspansi kredit dapat diperkecil sehingga perusahaan yang
memerlukan dana dapat mencarinya melalui penjualan saham dan pengeluaran
obligasi.
2.1.2 Saham
Menurut Widoatmodjo (2009), saham adalah surat berharga sebagai bukti
penyertaan atau pemilikan individu ataupun institusi dalam suatu perusahaan.
Nilai saham berdasarkan fungsinya dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu
a.
Par Value (Nilai nominal)
Nilai nominal suatu saham adalah nilai yang tercantum pada saham yang
bersangkutan yang berfungsi untuk tujuan akuntansi.
b.
Base Price (Nilai/harga dasar)
Harga dasar suatu saham baru merupakan harga perdananya. Sehingga nilai
dasar merupakan hasil perkalian antara harga dasar dengan jumlah saham
yang diterbitkan.
c.
Market price ( Nilai/harga pasar)
Harga pasar merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena harga
pasar merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung.
Jadi harga pasar inilah yang menyatakan naik turunnya suatu saham. Jika
harga pasar ini dikalikan dengan jumlah saham yang diterbitkan maka akan
didapat market value.
11 Persentase kepemilikan ditentukan oleh besarnya persentase jumlah saham
terhadap keseluruhan saham perusahaan. Seseorang yang memiliki saham suatu
perusahaan dapat dikatakan sebagai pemilik perusahaan walaupun jumlah
sahamnya hanya beberapa lembar. Pemegang saham mempunyai hak dan
tanggung jawab seperti halnya seorang pemilik perusahaan. Mereka mempunyai
hak untuk menentukan arah dan kebijaksanaan umum perusahaan melalui Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS). Tentunya hak mereka dibatasi oleh persentase
jumlah saham yang mereka miliki karena berlakunya prinsip “one share one
vote”.
Dalam bursa efek Indonesia, terdapat berbagai jenis saham, yaitu saham
biasa (common stock) dan preferen (preferred stock). Saham biasa merupakan
salah satu jenis efek yang paling banyak diperdagangkan di pasar modal. Bahkan
saat ini dengan semakin banyaknya emiten yang mencatatkan sahamnya di bursa
efek perdagangan saham semakin marak dan menarik para investor untuk terjun
dalam jual beli saham. Saham biasa merupakan saham yang tidak memperoleh
hak istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh dividen
sepanjang perseroan memperoleh keuntungan. Saham preference merupakan
saham yang diberikan atas hak untuk mendapatkan dividen dan/atau bagian
kekayaan pada saat perusahaan dilikuidasi lebih dahulu dari saham biasa,
disamping itu mempunyai preferensi untuk mengajukan usul pencalonan
direksi/komisaris (Aufa, 2010).
2.1.3 Bursa Efek
Bursa Efek adalah suatu sistem convenant yang terorganisir dengan
mekanisme resmi untuk mempertemukan penjual efek (pihak defisit dana) dengan
12 pembeli efek (pihak yang surplus dana) secara langsung atau melalui wakilwakilnya. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 bursa efek adalah
pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk
mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak yang lain dengan
tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.
Saat ini, bursa efek yang tersedia di Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia
(BEI). Pemegang saham bursa efek itu sendiri adalah perusahaan efek yang telah
memperoleh izin usaha sebagai perantara pedagang efek. Sebagai fasilitator bursa
efek mempunyai tugas yang harus dilakukan kepada calon investor agar dapat
menjadikan bursa efek lebih dikenal oleh publik, yaitu (Widoatmodjo, 2009)
1.
Menyediakan sarana perdagangan efek;
2.
Mengupayakan likuiditas instrumen yaitu mengalirnya dana secara cepat
pada efek-efek yang dijual;
3.
Menyebarluaskan informasi bursa ke seluruh lapisan masyarakat;
4.
Memasyarakatkan pasar modal untuk menarik investor dan perusahaan yang
go public.
2.1.4 Indeks Harga Saham
Secara sederhana, indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk
membandingkan satu peristiwa dengan suatu peristiwa lainnya. Demikian juga,
indeks harga saham merupakan angka yang membandingkan perubahan harga
saham dari waktu ke waktu, misalnya ketika harga saham mengalami penurunan
atau kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu.
Menurut Widoatmodjo (2009), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
menunjukkan pergerakan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek.
13 Indeks inilah yang paling banyak digunakan dan dipakai sebagai acuan tentang
perkembangan kegiatan di pasar modal. IHSG dapat digunakan untuk menilai
suatu situasi pasar secara umum atau mengukur apakah harga saham mengalami
kenaikan atau penurunan. IHSG melibatkan seluruh harga saham yang tercatat di
bursa.
Jenis indeks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (Mustikaati, 2007):
1.
Indeks Harga Saham Individual
Indeks Harga Saham Individual menggambarkan suatu rangkaian informasi
historis mengenai pergerakan harga masing-masing saham, sampai pada tanggal
tertentu. Biasanya pergerakan harga saham tersebut disajikan tiap hari,
berdasarkan harga penutupan di bursa pada hari tersebut. Indeks tersebut disajikan
untuk periode tertentu. Dalam hal ini, indeks tersebut mencerminkan suatu nilai
yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja suatu saham di bursa efek.
Ketika pertama kali saham dicatatkan di Bursa Efek, yaitu pada pagi hari
sebelum perdagangan dimulai, saham tersebut sudah mempunyai harga, yaitu
harga yang dibayar oleh investor di pasar perdana, atau harga perdana. Pada
umumnya, harga perdana yang tercantum dalam prospektus merupakan harga
tetap yang harus dibayar oleh investor tanpa ditambah biaya transaksi. Investor
yang membeli saham di pasar perdana dan kemudian menjual sahamnya di bursa
efek pasti ingin mengetahui presentase kenaikannya. Oleh karena itu, harga
perdana digunakan sebagai nilai dasar (unit base value) dalam menghitung indeks
harga saham. Perhitungan indeks harga saham individu dilakukan dengan rumus
berikut:
IHSI =
J
(2.1)
14 Atau
IHSI =
2.
X 100%
(2.2)
Indeks Harga Saham Gabungan
Indeks Harga Saham Gabungan merupakan salah satu indeks pasar saham
yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dahulu Bursa Efek Jakarta
(BEJ). IHSG diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai
indikator pergerakan harga saham di BEJ. Indeks ini mencakup pergerakan harga
seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Indeks inilah yang
paling banyak digunakan dan dipakai sebagai acuan tentang perkembangan
kegiatan di pasar modal dan juga digunakan untuk menilai situasi pasar secara
umum atau mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan atau penuruan.
Untuk perhitungan Indeks Harga Saham secara umum, ada rumusan dasar
yang dikenal dengan nama Weighted Average. Rumus dasar penghitunganya
adalah :
IHSG =
P Q
N
x 100
(2.3)
Dimana,
P
= harga penutupan saham di pasar reguler,
Q
= bobot saham (jumlah saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia),
Nd
= nilai dasar, yaitu nilai yang dibentuk berdasarkan jumlah saham yang
tercatat di BEI yang masuk dalam daftar penghitungan indeks.
Nilai dasar bisa berubah bila terdapat aksi korporasi yang menyebabkan
jumlah saham berkurang atau bertambah. Sederhananya, setiap saham dihitung
terlebih dahulu kapitalisasi pasar, kemudian dijumlahkan seluruh kapitalisasi
15 pasar per saham atas saham-saham yang diperhitungkan dalam indeks, lalu dibagi
dengan nilai dasar, kemudian dikalikan dengan 100. Jika kapitalisasi pasar per
saham yang di total ini berbeda dengan nilai kapitalisasi pasar seluruh saham di
BEI, itu dikarenakan ada saham-saham yang tidak perhitungkan dalam
penghitungan indeks. Saham-saham yang tidak diperhitungkan ini menjadi rahasia
BEI. Pihak BEI memiliki kriteria sendiri atas saham-saham yang bisa dimasukkan
dalam penghitungan IHSG. Jadi bisa dikatakan, IHSG merupakan nilai
representatif atas rata-rata harga seluruh saham di BEI bedasarkan jumlah saham
tercatat.
IHSG menentukan kondisi pasar sedang ramai, lesu, atau stabil. Jika angka
IHSG menunjukkan angka diatas 100 berarti kondisi pasar sedang ramai,
sedangkan jika IHSG menunjukkan angka di bawah 100, maka kondisi pasar
sedang lesu, dan apabila IHSG menujukkan angka 100, maka pasar dikatakan
dalam keadaan stabil.
Tabel 2.1. Indikator Angka IHSG
Indikator Angka IHSG
Angka IHSG > 100
Angka IHSG < 100
Angka IHSG = 100
Keterangan
Ramai
Lesu
Stabil
Sumber: Widoatmodjo (2009)
IHSG merupakan indeks gabungan dari seluruh jenis saham yang tercatat di
bursa efek.
a. Seluruh Saham
Indeks harga saham gabungan (IHSG) seluruh saham menggambarkan
suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham
gabungan seluruh saham, sampai pada tanggal tertentu. Biasanya
pergerakan saham tersebut disajikan tiap hari, berdasarkan harga
16 penutupan di bursa pada hari tersebut. Indeks tersebut disajikan untuk
periode tertentu. Dalam hal ini mencerminkan suatu nilai yang berfungsi
sebagai pengukuran kinerja suatu saham gabungan di bursa efek.
b. Indeks Harga Saham Kelompok
Indeks harga saham kelompok menggambarkan suatu rangkaian informasi
historis mengenai pergerakan harga saham kelompok suatu saham, sampai
pada tanggal tertentu.
c. Indeks LQ45
Indeks ini terdiri dari 45 saham dengan likuidasi tinggi, yang diseleksi
melalui beberapa kriteria pemilihan. Selain penilaian atas dasar likuiditas,
seleksi atas saham-saham tersebut mempertimbangkan kapitalisasi pasar.
d. Jakarta Islamic Index
Jakarta Islamic Index terdiri atas 30 saham yang dipilih dari saham-saham
yang sesuai dengan prinsip syariah Islam. Penentuan kriteria pemilihan
saham dalam JII melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT.
Danareksa Investment Management.
2.1.5 Indeks Produksi Industri (IPI)
Industrial Production Index (IPI) atau Indeks Produksi Industri merupakan
salah satu indikator untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara
dengan pendekatan output riil (Kaminsky, 1998). Indeks ini merepresentasikan
pertumbuhan produksi nasional.
Adapun rumus untuk menghitung IPI yaitu :
IPI =
∑W
∑W
R
(2.4)
17 dimana Wi adalah bobot pembagi dan Ri adalah produksi relatif.
IPI merupakan data bulanan yang mengukur total produksi dari seluruh
pabrik, pertambangan, dan perusahaan pelayanan publik (listrik, air, gas,
transportasi, dan lain-lain). Komponen terbesar dari indeks ini adalah industri
manufaktur yang diestimasi dari total jam kerja dari laporan ketenagakerjaan.
Komponen pelengkapnya adalah Capacity Utilization yang bertujuan untuk
menghitung tingkat penggunaan modal negara yang digunakan selama proses
produksi (Muthohharoh, 2010).
2.1.6 Suku Bunga SBI
Sertifikat Bank Indonesia atau SBI pada prinsipnya adalah surat berharga
atas unjuk dalam Rupiah yang diterbitkan dengan sistem diskonto oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBI pertama kali
diterbitkan pada tahun 1970 dengan sasaran utama untuk menciptakan suatu
instrumen pasar uang yang hanya diperdagangkan antara bank-bank. Namun
setelah dikeluarkan kebijaksanaan yang memperkenankan bank-bank menerbitkan
sertifikat deposito pada tahun 1971, dengan terlebih dahulu memperoleh izin dari
Bank Indonesia, maka SBI tidak lagi diterbitkan karena sertifikat deposito
dianggap akan dapat menggantikan SBI. Oleh karena itu, SBI sebenarnya hanya
sempat beredar kurang lebih satu tahun. Namun sejalan dengan berubahnya
pendekatan kebijaksanaan moneter pemerintah terutama setelah deregulasi
perbankan 1 Juni 1983, maka Bank Indonesia kembali menerbitkan SBI sebagai
instrumen dalam melakukan kebijaksananan operasi pasar terbuka, terutama untuk
tujuan kontraksi moneter.
18 Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan instrumen SBI, yaitu:
1.
SBI lelang yaitu SBI yang dijual secara lelang kepada bank dan atau pialang,
yang didasarkan atas target kuantitas dalam rangka pelaksanaan kebijakan
pengendalian moneter.
2.
SBI repo (repurchase agreement) adalah SBI yang dibeli kembali oleh Bank
Indonesia dalam rangka memenuhi kebutuhan likuiditas bank dengan
perjanjian bank akan membeli kembali sesuai jangka waktu repo yang
diperjanjikan.
2.1.7 Harga Minyak Riil
Data harga minyak untuk Indonesia diambil dari data Indeks Harga
Perdagangan Besar (IHPB) untuk industri minyak dari Badan Pusat Statistik
(BPS). IHPB ini merupakan angka indeks yang menggambarkan besarnya
perubahan harga pada tingkat harga perdagangan besar atau harga grosir dari
komoditas minyak yang diperdagangkan di Indonesia. Harga perdagangan besar
untuk
komoditas
minyak
adalah
harga
transaksi
yang
terjadi
antara
penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya
dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.
Perhitungan IHPB secara umum menggunakan formula Laspayres yang
dikembangkan, yaitu:
In =
P
P
∑
∑P Q
Dimana: In
= Indeks bulan ke n (bulan penelitian)
Pn
= Harga bulan ke n (bulan penelitian)
Pn-1
= Harga bulan ke n-1 (bulan sebelumnya)
(2.5)
19 Pn-1 Q0= Nilai timbangan bulan n-1 (bulan sebelumnya)
P0 Q0 = Nilai timbangan tahun dasar
Harga minyak riil merupakan harga minyak yang dilihat dari suatu waktu
yang konstan dengan mengeluarkan unsur inflasi dari data tersebut. Perubahan
harga minyak riil ini mengindikasikan adanya perubahan harga minyak yang
sebenarnya. Misalnya, harga nominal minyak pada tahun lalu sebesar $100 per
barrel, dan harga minyak tahun ini $110 per barrel dengan tingkat inflasi 10%.
Secara perhitungan nominal, harga minyak mengalami peningkatan sebesar $10
per barrel. Jika memperhitungkan inflasi, maka harga minyak tidak mengalami
kenaikan. Dalam penelitian ini, harga minyak riil diperoleh dengan membagi
IHPB untuk minyak dengan tingkat inflasi yang diproksi dengan indeks harga
konsumen (IHK).
2.1.8 Volatilitas
Studi mengenai volatilitas pertama kali dilakukan oleh Engle (1982) dengan
menggunakan
Auto-Regressive
Conditional
Heteroscedasticity
(ARCH).
Kemudian dikembangkan oleh Bollerlev (1986) dengan General Auto-Regressive
Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Pada prinsipnya kedua model ini
sama-sama melihat volatilitas harga.
Keterbatasan dari model ARCH adalah tidak dapat menganalisis hubungan
antar variabel, maka beberapa studi volatilitas yang melihat hubungan antar
variabel menggunakan model yang lain, seperti Ordinary Least Square (OLS),
General Method of Moment (GMM), atau Vector Autoregression (VAR). Semua
studi volatilitas tersebut tetap menggunakan data varian atau standar deviasi dari
datanya meskipun tidak menggunakan model ARCH.
20 Konsep volatilitas dalam penelitian ini diukur berdasarkan unsur standar
deviasi atau varian. Atau dengan kata lain, definisi volatilitas berhubungan dengan
bagaimana nilai-nilai data tersebut tersebar. Sebuah standar deviasi yang rendah
menunjukkan bahwa nilai data-data cenderung sangat dekat dengan nilai rata-rata,
sedangkan standar deviasi yang tinggi menunjukkan bahwa nilai data tersebar di
berbagai macam nilai.
2.2
Tinjauan Teori
2.2.1 Teori Pengharapan Rasional
Pada dekade 1950-an dan 1960-an, para ekonom memandang harapan hanya
sebagai bentuk dari pengalaman masa lalu saja (pengharapan adaptif).
Pengharapan adaptif (adaptive expectations) menyatakan bahwa perubahan
harapan akan terjadi secara perlahan sepanjang waktu seiring dengan perubahan
data masa lalu (Miskhin, 2008).
Seiring berjalannya waktu, pengharapan adaptif dianggap tidak sesuai lagi
karena hanya menggunakan informasi dari data masa lalu pada suatu variabel
tertentu untuk membentuk harapan atas variabel tersebut. Oleh karena itu, John
Muth mengembangkan teori pengharapan rasional (rational expectations). Teori
pengharapan rasional menyatakan bahwa pengharapan akan sama dengan
proyeksi yang optimal (tebakan terbaik mengenai masa depan) dengan
menggunakan semua informasi yang tersedia (Miskhin, 2008).
Terdapat dua alasan mengapa pengharapan dapat menjadi tidak rasional.
Pertama, untuk mendapatkan semua informasi yang diperlukan membutuhkan
banyak usaha atau biaya. Kedua, adanya kemungkinan informasi yang didapatkan
tidak relevan dan akurat.
21 2.2.2 Hipotesis Pasar Efisien
Hipotesis pasar efisien (efficient market hypothesis) didasarkan pada asumsi
bahwa harga-harga dari sekuritas di pasar keuangan sepenuhnya mencerminkan
semua informasi yang tersedia. Hipotesis pasar efisien menganggap pengharapan
atas harga depan sama dengan proyeksi optimal dengan menggunakan semua
informasi yang tersedia.
Berdasarkan hipotesis ini, harga saham mencerminkan semua informasi
yang tersedia secara publik dalam pasar yang efisien. Harga saham akan bereaksi
terhadap pengumuman atau berita jika informasi yang diumumkan tersebut baru
dan tidak diperkirakan sebelumnya (Mishkin, 2008).
2.2.3 Teori Umum Pasar
Harga dalam suatu pasar merupakan titik pertemuan antara permintaan dan
penawaran dari produk yang ditawarkan oleh pasar. Perubahan harga ataupun
perubahan volume produk berubah-ubah sesuai perubahan permintaan dan atau
penawaran. Apabila volume produk mengalami peningkatan yang menunjukkan
bahwa terjadi perluasan pasar, maka tingkat harga akan mengalami peningkatan.
2.2.4 Hubungan Harga Minyak dan Harga Saham
Mekanisme yang menjelaskan pengaruh harga minyak terhadap harga
saham telah banyak diungkapkan, khususnya dalam mekanisme transmisi
penawaran dan permintaan. Salah satunya dalam penelitian Adebiyi et. al. (2009)
yang mengungkapkan bahwa bahan bakar minyak adalah salah satu input penting
bagi produksi sehingga jika ada kenaikan harga bahan bakar minyak akan
meningkatkan biaya produksi dan mengurangi produktifitas.
22 Kenaikan harga minyak akan menimbulkan guncangan yang negatif pada
sisi penawaran (negative supply-side shock). Artinya, kenaikan harga minyak
akan menyebabkan naiknya ongkos energi bagi perusahaan-perusahaan (dunia
usaha), yang pada gilirannya akan mempengaruhi keputusan perusahaan untuk
menambah atau mengurangi jumlah produksi. Hal tersebut akan mempengaruhi
jumlah output yang dihasilkan serta harga jual output perusahaan. Selanjutnya
akan berpengaruh terhadap daya beli konsumen, dimana naiknya biaya produksi
akan membuat naiknya harga jual serta konsumen akan cenderung mengurangi
jumlah barang yang dikonsumsi sehingga penerimaan produsen akan cenderung
menurun dan mempengaruhi arus kas. Arus kas yang menurun akan dipandang
tidak baik oleh investor sehingga hal tersebut akan membuat investor tidak
tertarik untuk menginvestasikan dananya pada saham perusahaan.
Basher dan Sadorsky (2006) mengungkapkan bahwa bahan bakar minyak,
begitu pula dengan modal, tenaga kerja dan bahan baku merupakan komponen
penting dalam produksi barang dan jasa, sehingga perubahan harga input-input ini
akan mempengaruhi kas perusahaan/industri. Pada kasus negara importir minyak,
peningkatan harga minyak akan meningkatkan biaya pruduksi karena tidak
adanya input substitusi antara faktor-faktor produksi tersebut. Biaya produksi
yang tinggi mengurangi arus kas dan pada akhirnya menurunkan harga saham.
Kenaikan harga minyak juga mempengaruhi tingkat bunga diskonto.
Kenaikan harga minyak sering menunjukkan tekanan inflasi, dan Bank Sentral
dapat mengontrol kenaikan inflasi ini dengan meningkatkan suku bunga. Bagi tipe
investor yang memiliki kecenderungan berhati-hati (risk overter), kenaikan suku
bunga membuat investasi pada instrumen obligasi lebih menarik daripada saham.
23 Selain untuk mengantisipasi resiko fluktuasi harga saham, hal tersebut
menyebabkan penurunan harga saham karena para investor memindahkan
danannya ke instrumen obligasi.
2.2.5 Hubungan Kebijakan Moneter dengan Harga Saham
Suku bunga merupakan salah satu resiko yang harus dipertimbangkan oleh
investor sebelum berinvestasi di sebuah negara. Mishkin (2008) mengungkapkan
bahwa kebijakan moneter tidak hanya mempengaruhi perekonomian melalui
instrumen utang namun bisa melalui harga aset. Salah satu harga aset yang
dipengaruhi oleh suku bunga melalui mekanisme transmisi adalah harga saham.
Fluktuasi harga di pasar saham, yang dipengaruhi oleh kebijakan moneter,
memiliki pengaruh penting terhadap ekonomi. Mekanisme transmisi yang
melibatkan pasar saham terdiri dari tiga jenis yakni pengaruh pasar saham
terhadap investasi, pengaruh neraca perusahaan, pengaruh kesejahteraan rumah
tangga, dan pengaruh likuiditas rumah tangga. Khusus untuk pengaruh pasar
saham terhadap investasi. Teori Tobin’s q menjelaskan mekanisme penting
tentang bagaimana pergerakan harga saham dapat mempengaruhi perekonomian.
Tobin’s q dapat diartikan sebagai nilai pasar perusahaan dibagi dengan biaya
penggantian modal. Jika q tinggi, harga pasar perusahaan relatif tinggi terhadap
biaya penggantian modal, dan pabrik baru serta peralatan relatif murah terhadap
nilai pasar perusahaan. Perusahaan dapat menerbitkan saham dan menperoleh
harga saham yang tinggi terhadap biaya fasilitas dan peralatan mereka beli.
Pengeluaran untuk investasi akan meningkat karena perusahaan dapat membeli
banyak instrumen investasi hanya dengan menerbitkan sedikit saham.
24 Hal yang terpenting dari model Tobin’s q adalah adanya hubungan antara
harga saham dan pengeluaran investasi. Kemudian bagaimana kebijakan moneter
mempengaruhi harga saham. Kebijakan moneter ekspansif dimana suku bunga
diturunkan akan membuat obligasi tidak menarik dibandingkan saham dan
meningkatkan permintaan terhadap saham yang harganya akan meningkat.
Dengan mengkombinasikan hal tersebut dengan pengeluaran investasi,
maka harga saham yang tinggi akan meningkatkan pengeluaran investasi.
Mekanisme transmisinya dapat dilihat dalam skema berikut ini peningkatan
jumlah uang beredar menunjukan kebijakan moneter ekspansif. Jika penetapan
harga saham menggunakan model dividend discount, maka kebijakan moneter
akan mempengaruhi harga saham melalui suku bunga karena investasi di saham
lebih menguntungkan dibandingkan di obligasi (Hildebrand, 2006). Kemudian
jumlah saham yang dimiliki meningkat dan mengindikasikan pengeluaran
investasi meningkat. Dengan demikian akan terjadi peningkatan pada permintaan
aggregat yang akan meningkatkan output.
Investasi perusahaan tidak hanya melalui obligasi tetapi dapat pula melalui
penerbitan saham baru. Biaya modal perusahaan akan relatif turun ketika harga
saham tinggi karena perusahaan memperoleh dana yang lebih besar dari
penerbitan saham baru tersebut. Ketika harga saham tinggi maka pengeluaran
investasi akan meningkat karena biaya modal yang rendah. Kebijakan moneter
ekspansif
meningkatkan
harga
saham,
menurunkan
biaya
modal
dan
menyebabkan investasi dan output meningkat.
25 2.3
Penelitian Terdahulu
Adebiyi et. al. (2009) mengestimasi pengaruh harga minyak dunia, nilai
tukar, suku bunga, dan indeks produksi industri terhadap indeks harga saham di
Nigeria. Dengan menggunakan metode VAR, hasil penelitian menunjukan bahwa
harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap indeks harga saham, yang
artinya bahwa naiknya harga minyak dunia akan menurunkan indeks harga saham
di Nigeria. Adebiyi membandingkan shocks harga minyak dunia dan shocks suku
bunga terhadap pasar saham untuk menentukan variabel mana yang lebih berperan
menggerakkan indeks harga saham di Nigeria. Hasilnya adalah shocks suku bunga
memiliki pengaruh yang lebih besar dari pada shocks harga minyak dunia. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan moneter di Nigeria secara sistematis
mengantisipasi inflasi yang ditimbulkan oleh kenaikan harga minyak dunia
dengan peningkatan suku bunga, yang pada akhirnya akan menurunkan indeks
harga saham.
Narayan dan Seema (2010) melakukan penelitian mengenai dampak
guncangan harga minyak dunia terhadap harga saham di negara Vietnam.
Penelitian ini menggunakan metode analisis ECM dengan memasukkan variabel
harga minyak dunia jenis WTI, nilai tukar, dan indeks harga saham Vietnam.
Hasil penelitian menggunakan model ECM menunjukkan bahwa harga minyak
dunia, harga saham, dan nilai tukar terkointegrasi dan harga minyak dunia
berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap harga saham di
Vietnam.
Maghyereh (2004) menganalisis dinamika hubungan antara harga crude oil
dan harga minyak di negara-negara berkembang. Dengan menggunakan metode
26 VAR. Maghreyeh (2004) mengungkapkan bahwa harga minyak dunia tidak terlalu
dominan mempengaruhi indeks harga saham di negara-negara berkembang. Selain
itu, hasil impulse response menunjukan bahwa gejolak pasar minyak dunia yang
ditunjukan oleh harga minyak dunia tidak terlalu direspon oleh indeks harga
saham. Hasil ini menunjukan bahwa pergerakan harga minyak dunia tidak selalu
berarti pergerakan indeks harga saham. Selain itu, hasil penelitian Maghreyeh
(2004) ini juga membuktikan bahwa arus modal di pasar saham negara-negara
berkembang tidak berjalan efektif karena pengaruh spekulasi dari beberapa
investor.
Masih, Peters, dan Mello (2010) meneliti pengaruh fluktusi harga minyak
riil terhadap return saham riil di negara Korea menggunakan model VECM
dengan memasukkan variabel tingkat suku bunga, aktivitas ekonomi, return
saham riil, harga minyak riil, dan volatilitas harga minyak riil. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa volatilitas harga minyak riil lebih dominan dalam
menjelaskan pergerakan return saham. Volatilitas harga minyak akan berdampak
buruk terhadap investor dan perusahaan pada jangka waktu yang lama serta
memerlukan waktu untuk perusahaan dan investor dalam menyesuaikan diri
akibat guncangan harga minyak. Selain itu, harga minyak dan volatilitasnya juga
berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dimana ketika terjadi guncangan harga
minyak maka akan menghambat aktivitas ekonomi di negara Korea dalam jangka
panjang. Perekonomian membutuhkan waktu untuk kembali pada tingkat
keseimbangan akibat adanya guncangan harga minyak.
Sari dan Soytas (2006) melakukan penelitian untuk melihat hubungan antara
Return saham, harga minyak mentah (crude oil price), suku bunga, dan output di
27 negara Turki. Data yang digunakan adalah data time series bulanan mulai periode
1987:01 sampai 2004:03 dengan menggunakan pendekatan model VAR. Hasil
penelitian Ramazan dan Ugur adalah tidak adanya hubungan yang signifikan
antara Return saham, harga minyak mentah (crude oil price), suku bunga, dan
output di negara Turki. Hal ini terjadi karena kemungkinan pemerintah Turki
menetapkan pajak yang besar terhadap minyak sehingga guncangan harga minyak
diserap oleh perubahan pajak.
Perry Sadorsky (1999) melakukan analisis peranan guncangan harga minyak
terhadap aktivitas pasar saham di negara kawasan OECD menggunakan metode
analisis VAR dan memasukkan unsur volatilitas harga minyak dalam model
penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data index of
industrial production, three-mounth T-bill rate, real oil price, dan real stock
return selama perode 1950-1995. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pergerakan
harga
minyak
dan
volatilitasnya
berperan
penting
dalam
mempengaruhi aktivitas ekonomi di negara-negara kawasab OECD dan
perubahan variabel ekonomi lainya juga berpengaruh, tetapi pengaruhnya kecil
terhadap harga minyak. Berdasarkan hasil impuls respon yang dilakukan,
pergerakan harga minyak berpengaruh penting dalam menjelaskan pergerakan
return harga saham di negara-negara OECD.
Penelitian Perry Sadorsky (1999) adalah penelitian yang paling mendekati
penelitian yang dilakukan penulis, namun terdapat perbedaan dalam beberapa
aspek, yaitu sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data di negara
Indonesia dan periode yang penelitian ini dimulai sejak tahun 2000 hingga 2011.
28 2.4
Kerangka Pemikiran
Skema alur pemikiran pada Gambar 2.1 menunjukan analisis pengaruh
pergerakan harga minyak terhadap pergerakan indeks harga saham. Berdasarkan
beberapa literatur teori dan penelitian terdahulu maka diduga terdapat pengaruh
pergerakan harga minyak terhadap indeks harga saham di Indonesia.
Inti permasalahan pada penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
pergerakan harga minyak terhadap perekonomian dan aktivitas pasar saham di
Indonesia. Alasan pasar saham dijadikan indikator aktivitas perekonomian di
suatu negara pada penelitian ini ialah karena pasar keuangan merupakan tempat
atau sarana bagi aliran modal dari luar negeri maupun dari dalam negeri yang
dipandang penting dalam pendanaan proses produksi. Dana berlimpah yang
dimiliki masyarakat atau perusahaan, khususnya kalangan investor, akan membuat
arus modal semakin aktif mengalir di pasar saham dan indeks harga saham akan
menunjukan tren positif sehingga aktivitas perekonomian negara tersebut bisa
dikatakan baik. Penelitian ini ingin melihat apakah ada pengaruh pergerakan harga
minyak dan volatilitasnya terhadap perekonomian dan pasar saham di Indonesia.
Jika terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak akan meningkatkan biaya
produksi dan mengurangi produktivitas. Peningkatan biaya produksi dan
menurunnya produktivitas akan mempengaruhi jumlah output yang dihasilkan
serta harga jual output. Hal tersebut akan mempengaruhi output nasional karena
output yang dihasilkan oleh perusahaan menurun. Selain itu, kenaikan harga
minyak juga akan berpengaruh terhadap daya beli konsumen, dimana naiknya
biaya produksi akan membuat naiknya harga jual serta konsumen akan cenderung
mengurangi jumlah barang yang dikonsumsi sehingga penerimaan produsen akan
29 cenderung menurun dan mempengaruhi arus kas. Arus kas yang menurun akan
dipandang tidak baik oleh investor sehingga hal tersebut akan membuat investor
tidak tertarik untuk menginvestasikan dananya pada saham perusahaan.
Kenaikan harga minyak juga mempengaruhi tingkat bunga diskonto.
Kenaikan harga minyak sering menunjukkan tekanan inflasi (Bangun, 2012).
Bank Sentral dapat mengontrol kenaikan inflasi ini dengan meningkatkan suku
bunga. Bagi tipe investor yang memiliki kecenderungan berhati-hati (risk
overter), kenaikan suku bunga membuat investasi pada instrumen obligasi lebih
menarik daripada saham. Menurut mekanisme transmisi suku bunga yang
diungkapkan oleh Miskhin (2008), kebijakan moneter kontraktif, yakni
menaikkan suku bunga nominal akan mempengaruhi tingkat bunga di instrumen
obligasi. Hal ini akan mempengaruhi harga saham (turun) karena instrumen
obligasi jauh lebih menarik dan beresiko rendah karena tingkat return-nya
ditentukan oleh tingkat suku bunga.
30 Harga Minyak Dunia Harga Minyak di Indonesia Biaya produksi perusahaan Output perusahaan Arus kas Perusahaan Harga Saham Perusahaan Inflasi Output Nasional Kontrol Kebijakan Moneter Suku Bunga Investasi Obligasi Return Saham Vector Autoregression Impuls Respons Variance Decompositio
Pengaruh harga minyak terhadap Return saham di Indonesia
Keterangan:
= Alur penelitian
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
31 2.5
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan literatur-literatur yang melandasi penelitian serta hasil dari
penelitian sebelumnya, maka penulis memiliki hipotesis sebagai berikut:
1.
Diduga pergerakan harga minyak dan volatilitasnya menjadi salah satu
faktor penting dalam menjelaskan pergerakan return saham di Indonesia;
2.
Diduga harga minyak dan volatilitasnya berpengaruh secara negatif
terhadap return saham sebab Indonesia sebagai negara pengimpor minyak;
3.
Diduga harga minyak dan volatilitasnya berpengaruh secara negatif
terhadap indeks produksi industri.
32 III.
3.1
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam
bentuk bulanan yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu: BPS (Badan Pusat
Statistik), CEIC database, dan Bank Indonesia. Data merupakan data deret waktu
(time series) dari tahun 2000 bulan Januari sampai tahun 2011 bulan Desember.
Data yang digunakan adalah data Indeks Produksi Industri, Harga Minyak Riil
(harga minyak dikurangi dengan indeks harga konsumen/IHK), SBI, dan Return
Harga Saham Riil (IHSG dikurangi dengan indeks harga konsumen/IHK). Untuk
memudahkan analisis dan mendapatkan hasil analisis yang lebih valid dan
konsisten, semua data ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural kecuali
data SBI serta data berbentuk indeks diubah menjadi tahun dasar 2005. Perangkat
lunak yang digunakan dalam penelitian adalah Microsoft Excel 2007 untuk
mengelompokkan data dan selanjutnya diolah menggunakan program Eviews 6.
Tabel 3.1. Jenis dan Sumber Data
Variabel
Harga Minyak Riil
Indeks Produksi Industri
SBI 3 bulan
IHSG
3.2
Sumber Data
BPS
BPS
Bank Indonesia
CEIC Database
Definisi Operasional Variabel
Berikut ini adalah penjelasan mengenai variabel yang digunakan dalam
penelitian beserta definisi operasionalnya:
33 1.
Return Saham Riil adalah (RSR) perubahan/pertumbuhan harga saham
(Indeks Harga Saham Gabungan/IHSG) yang dikurangi dengan perubahan
Indeks Harga Konsumen (IHK) sebagai proksi untuk inflasi.
RSR =
2.
∆
IHSG
∆
IHK
X 100
(3.1)
Harga Minyak Riil (Real Oil Price) diambil dari data IHPB untuk Industri
Minyak dibagi dengan Indeks Harga Konsumen periode tahun 2000 sampai
dengan 2011.
Real Oil Price (ROP) =
3.
IHK
X 100
(3.2)
Indeks Produksi Industri adalah salah satu indikator untuk mengukur
tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan pendekatan output riil
(Kaminsky, 1998). Indeks ini merepresentasikan pertumbuhan produksi
nasional.
4.
Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah tingkat bunga pada
surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan
utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dan panjang (6 dan 9 bulan)
dengan sistem diskonto/bunga.
3.3
Metode Analisis Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan dua model, yaitu model ARCH/GARCH dan
model VAR. Penggunaan model ARCH dalam penelitian ini adalah untuk melihat
volatilitas harga minyak riil. Sebelumnya variabel ini diestimasi menggunakan
model ARIMA, yang kemudian berdasarkan hasil akhir (output) pengolahan akan
diketahui apakah ada efek ARCH atau tidak. Penggunaan model VAR pada
34 analisis ini untuk mengidentifikasi pengaruh pergerakan dan volatilitas harga
minyak terhadap pergerakan return saham riil.
3.3.1 Pemodelan Volatilitas Univariate Time Series
Secara harafiah, ARIMA (Autoregresive Integrated Moving Average) dapat
diartikan sebagai gabungan dari dua model, yaitu model otoregresi atau
Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). Model ini tidak mempunyai
suatu variabel yang berbeda sebagai variabel bebas, tetapi menggunakan
informasi pada series yang sama dalam membentuk model, yang pada akhirnya
sangat bermanfaat untuk peramalan (Nachrowi, 2006).
Model otoregresi berbentuk hubungan antara variabel terikat dengan
variabel bebas yang merupakan nilai variabel terikat pada periode sebelumnya.
(Nachrowi, 2006). Untuk model otoregresi dengan orde p, akan dinotasikan
sebagai AR(p) dengan model sebagai berikut:
1.
Model ARIMA
ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) merupakan model
yang dikembangkan secara intensif oleh George Box dan Gwilyn Jenkins yang
diterapkan untuk analisis dan peramalan data kurun waktu (time series), sehingga
model ini sering dikenal dengan model Box-Jenkins. ARIMA sebenarnya adalah
teknik untuk mencari pola yang paling cocok dari sekelompok data (curve fitting),
dengan memanfaatkan sepenuhnya data masa lalu dan sekarang untuk melakukan
peramalan jangka pendek yang akurat.
Model
ARIMA
merupakan
gabungan
antara
model
regresi
diri
(autoregressive) dan model rataan bergerak (moving average) dengan data yang
35 telah mengalami proses differencing (pembedaan) sebanyak d kali. Secara umum
model ARIMA (p,d,q) adalah:
wt = θ1wt-1 + θ2wt-2 +…. θpwt-p + et - Ø1et-1 - Ø2et-2 -…. Øpet-p
(3.3)
dengan wt = yt – yt-1.
2.
Metode Box-Jenkins
Salah satu metode yang bisa digunakan untuk menduga model ARIMA
adalah metode Box-Jenkins. Selain itu, metode ini dapat digunakan hanya pada
data deret waktu yang stasioner. Metode ini terdiri dari tiga langkah yaitu
identifikasi model, pendugaan parameter, dan diagnostik model.
Identifikasi model merupakan tahap untuk menentukan model-model
sementara, yaitu dengan menentukan nilai p, q dan d. Penentuan nilai-nilai
tersebut dilakukan dengan mengamati grafik fungsi ACF (korelogram) dan PACF
(korelogram parsial). Nilai p (ordo proses AR) dapat ditentukan dengan melihat
nilai pada grafik fungsi PACF dan nilai q (ordo proses MA) dapat ditentukan
dengan melihat nilai pada grafik fungsi ACF.
Tahap kedua adalah pendugaan parameter. Pendugaan parameter bertujuan
untuk menentukan apakah parameter sudah layak digunakan dalam model.
Pendugaan parameter dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode,
yaitu metode momen, kuadrat terkecil dan kemungkinan maksimum (likelihood).
Pendugaan parameter untuk suatu model dikatakan berpengaruh signifikan, jika
nilai |t-hitung| lebih besar dari t-tabel (t(1-α/2); df = n-np), dengan α adalah taraf
nyata (level of significance) yang dalam bernilai 0,05 (5%). Freedom of degree
(df) adalah tingkat kepercayaan yang didapatkan dari operasi pengurangan antara
36 jumlah data dengan jumlah perkiraan parameter. Persamaan t-hitung (Irianto
2004) adalah:
g| =
|h
(3.4)
SE
dengan β adalah parameter dugaan, sedangkan SE(β) adalah standar error dari
setiap parameter dugaan.
Setelah tahap pendugaan parameter, diagnostik model dilakukan untuk
melihat model yang relevan dengan data. Pada tahap ini model harus dicek
kelayakannya dengan melihat sifat sisaan dari sisi kenormalan dan kebebasannya.
Secara umum pengecekan kebebasan sisaan model dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Q modifikasi Box-Pierce (Ljung-Box). Persamaan uji Q adalah
(Jonathan & Kung-Sik 2008)
=
( +2) ( ∑
)
(3.5)
Dimana rk adalah nilai korelasi diri sisaan pada lag ke-k, n banyaknya data yang
diamati, dan adalah lag maksimum.
Statistik uji Q*Ljung-Box menyebar mengikuti sebaran γ2(K-p-q), dengan p
adalah ordo AR dan q adalah ordo MA. Jika nilai Q* lebih besar dari nilai γ2(k-p-q),
untuk tingkat kepercayaan tertentu (df = k-p-q) atau nilai peluang statistik Q*
Ljung-Box lebih kecil dari taraf nyata (α), maka dapat dikatakan bahwa sisaan
tidak saling bebas. Selain pengecekan kebebasan pada sisaan, kenormalan pada
sisaan dapat dilihat dari nilai-p hasil uji shapiro-wilk normality. Jika nilai-p yang
dihasilkan > α, maka dapat disimpulkan bahwa sisaan telah memenuhi asumsi
kenormalan sisaan.
37 Setelah semua proses dalam metode Box-Jenkis dilakukan tahap
berikutnya adalah melakukan overfitting model yaitu membandingkan model
dengan model lain yang berbeda satu ordo di atasnya. Hal yang dibandingkan
pada overfitting adalah signifikasi parameter, pemenuhan asumsi sisaan, dan
Akaike’s Information Criterion (AIC). Jika dalam proses overfitting didapatkan
model yang relevan dengan data, maka langkah terakhir adalah proses peramalan.
Peramalan merupakan proses untuk menentukan data beberapa periode waktu ke
depan dari titik waktu ke-t .Setelah peramalan, ketepatan peramalan dapat dicari
dengan menghitung nilai Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dengan
persamaan menurut Douglas et.al (2008) sebagai berikut :
MAPE=1 |
dengan
=1(1)|
1 adalah relative forecast error. Adapun persamaan
1=
−
100
(3.6)
1 adalah
(3.7)
dengan xt adalah data aktual pada waktu ke-t, n adalah jumlah data yang diramal
dan ft adalah data hasil ramalan pada waktu ke-t. Semakin kecil nilai MAPE
menunjukan bahwa data hasil peramalan mendekati nilai aktual.
3.3.2 Metode Pengolaha dan Anlaisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vektor
Autoregression First Difference (VAR FD). Pendekatan VAR dikembangkan oleh
Sims (1980), dimana VAR adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan
setiap peubah sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai lag dari peubah itu
sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada dalam sistem. Dalam VAR,
pemisahan variabel eksogen dan endogen diabaikan dan menganggap bahwa
semua variabel yang digunakan dalam analisis berpotensi menjadi variabel
38 endogen. Tujuan dari analisis VAR adalah bukan untuk estimasi parameter atau
untuk peramalan jangka pendek, tetapi lebih kepada menentukan hubungan antara
variabel.
Spesifikasi model VAR sesuai dengan kriteria Sim (1980) meliputi
pemilihan variabel yang sesuai dengan teori ekonomi yang relevan dan sesuai
dengan pemilihan lag yang digunakan dalam model. Dalam pemilihan selang
optimal yang dipakai dapat memanfaatkan kriteria informasi seperti Akaike
Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC) maupun
Hannan-Quinn Criterion (HQ).
Model VAR dikembangkan sebagai solusi atas kritikan terhadap model
persamaan simultan yaitu:
1.
Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada
agregasi dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada hasil
hubungan yang hilang (omitted interrelation).
2.
Struktur dinamis pada model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan
untuk
memberikan
restriksi
yang
dibutuhkan
dalam mendapatkan
identifikasi dari bentuk struktural.
Keunggulan metode VAR dibandingkan dengan metode ekonometrik
konvensional adalah berikut ini.
1.
Metode ini sederhana, tanpa harus membedakan mana variabel endogen dan
variabel eksogen
2.
Estimasinya sederhana, dimana metode OLS biasa dapat diaplikasikan pada
tiap-tiap persamaan secara terpisah
39 3.
Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan
teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan semu (spurious
variable
endogenity
dan
exogenity)
di
dalam
model
ekonometrik
konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari
penafsiran yang salah
4.
Hasil perkiraan (forecast) yang diperoleh dengan menggunakan metode ini
dalam banyak kasus lebih bagus dibandingkan dengan hasil yang didapat
dengan menggunakan model persamaan simultan yang kompleks sekalipun.
Selain itu, analisis VAR juga merupakan alat analisis yang sangat berguna,
baik di dalam memahami adanya hubungan timbal balik (interrelationship)
5.
Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang
kompleks (multivariate), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan
variabel di dalam persamaan itu.
Model VAR juga memiliki kelemahan yaitu model VAR lebih bersifat
teoritik karena tidak memanfaatkan informasi dari teori–teori terdahulu, model
VAR dianggap tidak sesuai implikasi kebijakan karena lebih menitikberatkan
pada peramalan (forecasting), perlunya memilih lag yang tepat dan variabel yang
digunakan dalam model VAR harus stationer serta koefisien dalam estimasi VAR
sulit untuk diinterpretasikan.
VAR membuat seluruh variabel menjadi endogenous dan menurunkan
distributed lag-nya. VAR dengan ordo p dengan n buah peubah tak bebas pada
waktu ke-t dapat dimodelkan sebagai berikut:
Yt = A0 + A1Yt-1 +A2yt-2 + ... + ApYt-p + et
(3.8)
dimana :
40 Yt
= vektor peubah tak bebas ( y1t ,........., ynt ) berukuran n x 1,
A0
= vektor intersep berukuran n x 1,
A1
= matriks parameter yang berukuran n x n untuk setiap i = 1, 2, ..., p,
et
= vektor sisaan ( e1t, ..., ent )
3.4
Tahap-Tahap Pengujian
a.
Uji Stasioneritas
Dalam mengestimasi sebuah model yang akan digunakan, maka langkah
awal yang harus dilakukan adalah uji stasioneritas data atau disebut dengan unit
root test. Menurut Gujarati (2003), data yang stasioner akan mempunyai
kecenderungan untuk mendekati nilai rata-rata dan berfluktuasi di sekitar nilai
rata-ratanya. Untuk itu, pengujian stasioneritas data sangat penting dilakukan
apabila menggunakan data time series dalam analisis. Hal tersebut dikarenakan
data time series pada umumnya mengandung akar unit (unit root) dan nilai ratarata serta varians yang berubah sepanjang waktu. Nilai yang mengandung unit
root atau non-stasioner, apabila dimasukkan dalam perhitungan statistik pada
model regresi sederhana, maka kemungkinan besar estimasi akan gagal mencapai
nilai yang sebenarnya atau disebut sebagai spourious estimation (Gujarati, 2003)
Untuk menguji ada atau tidaknya akar unit pada data yang digunakan, maka
dalam penelitian ini menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Menurut
Gujarati (2003), uji stasioneritas data dengan menggunakan uji Dickey- Fuller,
dimulai dari sebuah proses autoregresi orde pertama, yaitu:
Yt = ρ Yt-1 + ut
(3.9)
dimana: ut = white noise error term dengan mean nol dan varians konstan.
41 Kondisi di atas disebut sebagai random walk, dimana variabel Yt ditentukan
oleh variabel sebelumnya (Yt-1). Oleh karena itu jika nilai ρ = 1 maka persamaan
(2) mengandung akar unit atau tidak stasioner. Kemudian persamaan (2) dapat
dimodifikasi dengan mengurangi Yt-1 pada kedua sisi persamaan, sehingga
persamaan tersebut dapat diubah menjadi:
Yt – Yt-1 = ρYt-1 – Yt-1 + ut
(3.10)
= (ρ-1) Yt-1 + ut
maka persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut:
ΔYt = δYt-1 + ut
(3.11)
dimana: δ = (ρ −1), Δ = perbedaan pertama (first difference).
Oleh karena itu hipotesis pada persamaan (3.11), H0: δ=0 melawan hipotesis
alternatifnya atau H1: δ<0. Nilai H0: δ=0 akan menunjukkan bahwa persamaan
tersebut tidak stasioner, sementara H1: δ<0 maka menunjukkan persamaan
tersebut mengikuti proses yang stasioner. Jadi apabila kita menolak H0 maka
artinya data time series tersebut stasioner, dan sebaliknya.
Pada persamaan (4) diasumsikan bahwa error term (ut) tidak berkorelasi.
Dalam kasus error term-nya berkorelasi maka contoh persamaan yang dapat diuji
stasioneritas melalui Augmented Dickey-Fuller (ADF) dapat ditulis sebagai
berikut (Gujarati, 2003):
ΔYt = β1 + β2t + δYt-1 + ∑
∆Y
+ εt
(3.12)
dimana εt = pure white noise error term, dan
ΔYt-1 = (Yt-1 – Yt-2), ΔYt-2
= (Yt-2 – Yt-3), dan seterusnya. Dalam kasus
persamaan seperti ini, pengujian hipotesis yang dilakukan masih sama dengan
sebelumnya yaitu H0 = δ = 0 (tidak stasioner) dengan hipotesis alternatinya adalah
42 H1 = δ < 0 (stasioner). Artinya jika H0 ditolak dan menerima H1 maka data kita
stasioner dan begitu juga sebaliknya.
Uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah data time series
bersifat stasioner atau tidak adalah dengan melakukan uji ordinary least squares
(OLS) dan melihat nilai t statistik dari estimasi δ . Jika δ adalah nilai dugaan dan
Sδ adalah simpangan baku dari δ maka uji statistik memiliki rumus sebagai
berikut:
thit =
(3.13)
Apabila nilai t-statistik lebih kecil dari nilai statistik ADF (dalam nilai
kritikal 1 persen, 5 persen, atau 10 persen), maka keputusannya adalah tolak H0
atau dengan kata lain data bersifat stasioner dan begitu juga sebaliknya.
b.
Pemilihan Panjang Lag Optimal
Penetapan lag optimal penting dilakukan karena dalam metode VAR, lag
optimal dari variabel endogen merupakan variabel independen yang digunakan
dalam model. Penentuan lag optimum dapat menggunakan beberapa kriteria,
seperti Likelihood Ratio (LR), Schawarz Information Criterion (SC), Akaike
Information Criterion (AIC), Final Prediction Error (FPE) dan Hannan-Quinn
Criterion (HQ). Pada penelitian ini lag optimum dipilih berdasarkan koefisien
yang ditunjukkan oleh SC terkecil. Secara matematis persamaan SC adalah
sebagai berikut :
SC = -2 (l/T) + k log (T)/T
dimana :
(3.14)
l = nilai logaritma dari likelihood function
k = parameter, dan T = jumlah yang diobservasi
43 c.
Uji Stabilitas VAR
Metode yang akan digunakan untuk melakukan analisis pengaruh
guncangan harga minyak terhadap indeks harga adalah analisis impuls respon
(IRF) dan analisis peramalan dekomposisi ragam galat (FEVD). Namun sebelum
kedua analisis tersebut dapat digunakan maka sistem persamaan VAR yang telah
terbentuk harus diuji stabilitasnya terlebih dahulu melalui VAR stability condition
check. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi
polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Jika semua
akar dari fungsi polinomial tersebut berada didalam unit circle atau jika nilai
absolutnya <1 maka model VAR tersebut dianggap stabil sehingga IRF dan
FEVD yang dihasilkan dianggap valid.
d.
Impulse Response Function (IRF)
VAR merupakan metode yang akan menentukan sendiri struktur dinamis
dalam suatu model. Adaapun cara untuk mencirikan struktur dinamis tersebut
adalah dengan menganalisis respon dari model terhadap guncangan (shock). IRF
adalah suatu innovation accounting yang digunakan untuk menganalisis perilaku
guncangan suatu variabel terhadap variabel tertentu. IRF menunjukkan respon
dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap kejutan dari variabel itu
sendiri dan variabel endogen lainnya. Dengan kata lain, IRF dapat digunakan
untuk melihat efek gejolak (shock) suatu standar deviasi dari variabel inovasi
terhadap nilai sekarang (current time values) dan nilai yang akan datang (future
values) dari variabel-variabel endogen yang terdapat dalam model yang diamati.
44 e.
Variance Decomposition (VD)
Peramalan dekomposisi varian memberikan informasi mengenai berapa
persen peran masing-masing guncangan terhadap variabilitas variabel tertentu. Uji
yang dikenal juga dengan The Cholesky Decomposition, digunakan untuk
menyusun perkiraan error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan
antara variance sebelum dan sesudah terjadinya guncangan, baik guncangan yang
berasal dari variabel itu sendiri maupun dari variabel lain. Dengan metode ini
dapat dilihat pula kekuatan dan kelemahan dari masing-masing variabel dalam
mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang.
3.5
Model Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pergerakan harga minyak
terhadap pergerakan indeks harga saham di Indonesia (IHSG). Untuk mencapai
tujuan, maka penelitian ini menggunakan Model VAR sebagai berikut:
Xt = ∑
A X
+ εt
(3.16)
Dalam matriks dapat dituliskan sebagai berikut:
∆lr
α
∆lo
α
=
α
∆lip
α
sbi
α
α
α
α
α
α
α
α
∆lr
∆lo
∆lip
sbi
ε
ε
ε
ε
(3.17)
Dimana:
∆
= peubahan/first difference dari logaritma natural indeks produksi pada
periode t
∆
= peubahan/first difference dari logaritma natural harga minyak riil pada
periode t
∆
= peubahan/first difference dari logaritma natural return saham riil pada
45 periode t
= suku bunga untuk Sertifikat Bank Indonesia 1 Bulan
ij
= koefisien regresi pada model VAR
= error
Untuk menghitung volatilitas return harga minyak riil menggunakan rujukan dari
penelitian Sadorsky (1999) yaitu model GARCH (1,1) sebagai berikut:
lot = β0 + ∑ β ∆lo
+ εt, εt| It-1 ~ N(0,ht), t= 1, ... , T
ht = α + α ε
+α h
(3.18)
(3.19)
Residual untuk persamaan 3 di atas adalah ̂ dimana
̂ = Δ lot – E(Δlot – E(Δlot| It-1) yang kemudian digunakan untuk mengukur
guncangan ketidakpastian/volatilitas harga minyak. Volatility ( ) yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan rumus:
v=ε/h
Nilai dari
(3.20)
yang akan digunakan dalam penelitian sebagai ukuran untuk
volatilitas harga minyak. Namun, model rujukan tersebut dikembangkan oleh
penulis agar sesuai dengan kondisi harga minyak riil di Indonesia yaitu
berdasarkan model mean equation dari model ARIMA dan variance equation dari
model ARCH/GARCH terpilih tanpa mengubah estimasi akhir (rumus
volatilitasnya), yaitu:
Mean Equation : Best forecast ARIMA untuk harga minyak
lot = β0 + β ε
+ et
(3.21)
Variance Equation : Best forecast ARCH-GARCH untuk harga minyak
ht = α + α ε
(3.22)
46 Volatilitas harga minyak = v = ε / h
. Selanjutnya, Model
ini yang digunakan
dalam penelitian ketika memasukkan unsur volatility harga minyak adalah sebagai
berikut:
Xt = ∑
A X
+ εt
(3.23)
Dalam matriks dapat dituliskan sebagai berikut:
∆lr
β
v
β
=
∆lip
β
sbi
β
β
β
β
β
β
β
β
β
∆lr
v
∆lr
sbi
ε
ε
ε
ε
(3.24)
Dimana:
∆lip
= first difference dari logaritma natural indeks produksi pada periode t
v
= unsur volatilitas harga minyak
∆lr
= first difference dari logaritma natural return saham riil pada periode t
sbi
= suku bunga untuk Sertifikat Bank Indonesia 1 Bulan
αij
= koefisien regresi pada model VAR
= Error
47 IV.
4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Volatilitas Harga Minyak
4.1.1 Deskripsi Data
Plot data harga minyak pada bulan Januari 2000 hingga bulan Desember
2011 dapat dilihat pada Gambar 4.1. Hal ini menunjukan bahwa harga minyak
mengalami fluktuasi antar waktu. Data tersebut mengindikasikan adanya
conditional heteroscedasticity (Enders, 2004) dimana dalam jangka panjang
varians dari data akan konstan, tetapi terdapat beberapa periode dimana varians
relatif tinggi.
250.00
200.00
150.00
100.00
50.00
Apr‐12
Sep‐11
Feb‐11
Jul‐10
Dec‐09
May‐09
Oct‐08
Mar‐08
Aug‐07
Jan‐07
Jun‐06
Nov‐05
Apr‐05
Sep‐04
Feb‐04
Jul‐03
Dec‐02
May‐02
Oct‐01
Mar‐01
Aug‐00
Jan‐00
0.00
Gambar 4.1. Indeks Harga Perdagangan Besar untuk Minyak Indonesia
Data mean, median, maximum, dan minimum harga minyak dapat dilihat
pada Gambar 4.2. Koefisien kemenjuluran (skewness) yang merupakan ukuran
kemiringan adalah lebih besar dari nol. Hal ini menunjukan bahwa data memiliki
distribusi yang miring ke kanan, artinya data cenderung menumpuk pada nilai
yang rendah. Sedangkan, koefisien yang lebih kecil dari nol menunjukan data
memiliki distribusi yang miring ke kiri, artinya data cenderung menumpuk pada
nilai yang tinggi. Data harga minyak memiliki nilai skweness yang bernilai
48 0.230800, atau lebih besar dari nol. Hal ini menunjukkan bahwa data tersebut
memiliki distribusi yang miring ke kanan atau dengan kata lain data lebih banyak
menumpuk pada nilai yang kecil. Koefisien keruncingan (kurtosis) data harga
minyak bernilai 2.35477 (nilai keruncingan kurang dari 3. Hal ini menunjukkan
bahwa distribusi return memiliki ekor yang lebih pendek dibandingkan dengan
sebaran normal dan mengindikasikan tidak adanya heteroskedastisitas.
12
Series: LO
Sample 2000M01 2011M12
Observations 144
10
8
6
4
2
0
4.000
4.125
4.250
4.375
4.500
4.625
4.750
4.875
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
4.406857
4.418650
4.983824
4.000178
0.234885
0.230800
2.345477
Jarque-Bera
Probability
3.848843
0.145960
5.000
Gambar 4.2. Histogram Deskripsi Statistik Data Harga Minyak
4.1.2. Identifikasi Model Volatilitas
Hal yang perlu dilakukan dalam menentukan model GARCH terbaik adalah
dengan melakukan sejumlah proses pengolahan data yaitu uji stasioneritas data
return, mengevaluasi model ARIMA terbaik, uji asumsi klasik (uji normalitas, uji
autokorelasi, uji white), mengevaluasi model GARCH terbaik, mencari nilai
varians, mencari difference log varians, dan mengestimasi hasil dengan metode
OLS.
1.
Uji Stasioneritas
Data time series biasanya memiliki permasalahan terkait dengan
stasioneritas. Oleh karena itu, melakukan uji stasioneritas data merupakan tahap
49 yang penting dalam menganalisis data time series untuk melihat ada atau tidaknya
unit root yang terkandung di antara variabel sehingga hubungan antara variabel
dalam persamaan menjadi valid dan tidak menghasilkan sporious regression.
Uji stasioneritas dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller
(ADF) test (Lampiran 2). Berdasarkan uji tersebut, jika nilai statistik ADF dari
masing-masing variabel lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon maka dapat
dikatakan bahwa data tersebut stasioner atau varians residualnya konstan.
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Stasioneritas ADF Pada Data Level
Variabel
Lo
Critical Value
1%
5%
10%
-3.476805
-2.881830
-2.577668
t-statistik
-2.49314
Probability
Keterangan
0.1193 Tidak Stasioner
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa variabel harga minyak yang
digunakan dalam penelitian tidak stasioner pada tingkat level. Ketidakstasioneran
data dapat dilihat dari nilai t-ADF yang lebih besar dari nilai kritis MacKinnon
pada taraf nyata lima persen. Selain itu, dapat dilihat juga dari nilai probabilitas
yang kurang dari taraf nyata 1%, 5%, ataupun 10%. Oleh karena itu, pengujian
akar-akar unit ini perlu dilanjutkan pada tingkat first difference. Setelah dilakukan
first difference, variabel sudah stasioner karena memiliki nilai t-ADF yang lebih
kecil dari nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata 1%, 5%, ataupun 10%.
Tabel 4.2. Uji Stasioneritas Variabel Harga Minyak pada first difference
Variabel
lo
Critical Value
1%
5%
10%
-3.476805
-2.881830
-2.577668
t-Stat
Probability
Keterangan
-8.42199
0.0000
Stasioner
50 2.
Mengevaluasi Model ARIMA
Model ARIMA (p,d,q) terbentuk dari data yang sudah stasioner. Penentuan
lag terbaik dari model ARIMA dibangun berdasarkan koefisien autokorelasi
(ACF) dan autokorelasi parsial (PACF). Berdasarkan plot korelogram maka dapat
ditentukan time lag untuk membangun model. Time lag yang digunakan pada
penelitian ini adalah lag 1 (lampiran 2). Data harga minyak stasioner pada first
difference dan lag maksimum adalah 1, maka model tentatif dalam penelitian ini
yaitu AR (1) dan MA(1), serta ARIMA (1,1,1). Pemilihan model yang terbaik
berdasarkan goodness of fit.
Tabel 4.3. Hasil Evaluasi Model ARIMA
Model
Probabilitas adj. R-sq
ARIMA (1,1,0)
0.0001 0.102416
ARIMA (0,1,1)
0.0000 0.103964
ARIMA (1,1,1)
0.098853
AR(1)
0.4630
MA(1)
0.4871
AIC
-2.62448
-2.62969
-2.6136
SC
-2.58285
-2.58826
-2.55115
SSR
0.585846
0.587019
0.58397
Berdasarkan evaluasi model (Tabel 4.3), maka model ARIMA (0,1,1)
merupakan model yang terbaik. Hal ini berdasarkan dari tingkat signifikansi yang
tinggi, nilai adj R-sq yang tertinggi dan kriteria nilai AIC, SC, dan SSR terkecil
(Lampiran 3).
3.
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui kebaikan model terhadap galat
terbakukan (standardized residuals) dengan mengamati nilai statistik uji JarqueBera (JB) untuk memeriksa asumsi kenormalan. Ketidaknormalan galat diatasi
dengan pendugaan parameter Quasi Maximum Likelihood (QML). Selain itu,
dalam pengolahan data digunakan opsi Heteroscedasticity Consistent Covariance
51 Bollerslev-Wooldridge agar asumsi galat menyebar normal dapat dipertahankan.
Sehingga galat baku dugaan parameter tetap konsisten.
30
Series: Residuals
Sample 2000M02 2011M12
Observations 143
25
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
20
15
10
5
-3.71e-05
0.008586
0.114103
-0.336466
0.064296
-1.529420
7.750791
Jarque-Bera
Probability
190.2289
0.000000
0
-0.3
-0.2
-0.1
-0.0
0.1
Gambar 4.3. Histogram Galat/Residual
Nilai probabilitas Jarque-Bera data harga minyak yang diteliti yaitu sebesar
0,0000 lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga dapat dikatakan bahwa
residual tidak menyebar normal.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui kebaikan model terhadap
korelasi serial. Ketika sebuah model melanggar asumsi ini akan menghasilkan
estimator kuadrat terkecil yang masih bersifat linear, tak bias, dan juga tidak
efisisen atau tidak memiliki varians minimum.
Tabel 4.4. Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistik
0.178881
Prob. F(2,139)
Obs* R-squared
0.367064
Prob. Chi-square
0.8364
0.8323
*Taraf Nyata 5%
Berdasarkan hasil uji autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM Test, nilai probablitas chi-square model ARIMA (1) lebih besar
dari pada taraf nyata 5 persen, maka terima H0 yang artinya model ARIMA
(0,1,1) tidak mengandung autokorelasi, atau tidak ada korelasi serial.
52 Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui kebaikan model
terhadap kondisi sebaran dari variansnya. Ketika sebuah model melanggar asumsi
ini, maka akan menghasilkan estimator yang masih linear, tidak bias, tidak efisien
atau tidak memiliki varians minimum yang akan berakibat pada penarikan
kesimpulan yang salah.
Tabel 4.5. Uji Heteroskedatisitas
F-statistic
2.639838
Obs*R-squared
12.56654
Scaled explained SS
41.26050
Prob. F(5,137)
Prob. Chi-Square(5)
Prob. Chi-Square(5)
0.0260
0.0278
0.0000
*) Taraf Nyata 5%
Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas dengan white test, nilai probabilitas
chi-square model ARIMA kurang dari taraf nyata 5% maka tolak H0 yang artinya
model ARIMA (0,1,1) mengandung heteroskedastisitas dan dapat diolah lebih
lanjut dengan metode ARCH-GARCH.
4.
Mengevaluasi Model ACRH-GARCH (Variance Equation)
Penentuan lag terbaik dari model GARCH (p,q) dibangun berdasarkan
koefisien autokorelasi (ACF) dan autokorelasi parsial (PACF). Berdasarkan plot
squared correlogram maka dapat ditentukan time lag untuk membangun model.
Time lag yang digunakan pada penelitian ini yaitu lag 1 (Lampiran 4). Maka orde
maksimum model penelitian ini, yaitu ARCH (1) dan GARCH (1) yang kemudian
akan dievaluasi. Pemilihan model yang terbaik berdasarkan goodness of fit.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, variabel pada model GARCH (1) tidak
signifikan pada taraf nyata 1%, 5%, maupun 10%. Sehingga model yang
digunakan adalah model ARCH (1) (Lampiran 5).
53 Nilai varians diperoleh setelah model GARCH terbaik terpilih. Nilai varians
inilah yang kemudian digunakan dalam model VAR untuk melihat pengaruh
volatilitas harga minyak terhadap return saham. Plot nilai variance dari model
tersebut adalah:
3
2
1
Sep‐11
Feb‐11
Jul‐10
Dec‐09
May‐09
Oct‐08
Mar‐08
Aug‐07
Jan‐07
Jun‐06
Nov‐05
Apr‐05
Sep‐04
Feb‐04
Jul‐03
Dec‐02
May‐02
Oct‐01
Mar‐01
‐2
Aug‐00
‐1
Jan‐00
0
‐3
‐4
vt
Gambar 4.4. Ragam/Varians Harga Minyak
4.2
Dinamika Interaksi Antara Harga Minyak Riil Dengan Variabel
Ekonomi Lainnya
Metode VAR digunakan untuk melihat dinamika interaksi antara harga
minyak dengan variabel ekonomi lainnya. Sebelum memasuki tahapan analisis
model VAR perlu dilakukan pengujian-pengujian pra-estimasi. Pengujianpengujian tersebut meliputi uji akar unit (unit root test), pengujian stabilitas VAR,
dan pengujian lag optimal. Pengujian-pengujian ini penting karena dalam model
multivariate time series kebanyakan data yang digunakan mengandung akar unit
sehingga akan membuat hasil estimasi menjadi tidak valid (Gujarati, 2003).
54 4.2.1 Pengujian Pra Estimasi
1.
Uji Stasioneritas
Data time series biasanya memiliki permasalahan terkait dengan
stasioneritas. Oleh karena itu, melakukan uji stasioneritas data merupakan tahap
yang penting dalam menganalisis data time series untuk melihat ada atau tidaknya
unit root yang terkandung diantara variabel sehingga hubungan antar variabel
dalam persamaan menjadi valid dan tidak menghasilkan sporious regression.
Metode pengujian yang digunakan untuk melakukan uji stasioneritas data
dalam penelitian ini adalah uji ADF (Augmented Dickey Fuller) dengan
menggunakan taraf nyata lima persen. Jika nilai t-ADF lebih kecil dari nilai kritis
MacKinnon, maka dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan adalah
stasioner (tidak mengandung akar unit). Pengujian akar-akar unit ini dilakukan
pada tingkat level sampai dengan first difference.
Tabel 4.6. Tabel Hasil Uji Stasioneritas Pada Data Level
Variabel
lr
lip
rsr
lo
Critical Value
1%
5%
10%
1%
5%
10%
1%
5%
10%
1%
5%
10%
-3.476805
-2.88183
-2.577668
-3.480818
-2.883579
-2.578601
-3.476805
-2.881830
-2.577668
-3.476805
-2.881830
-2.577668
t-statistik
Probability
Keterangan
-0.77771
0.822 Tidak Stasioner
-0.19315
0.9353 Tidak Stasioner
-9.49541
-2.49314
0.0000* Stasioner
0.1193 Tidak Stasioner
*) Stasioner pada taraf nyata 1,5, dan 10 persen
55 Tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian tidak seluruhnya stasioner pada tingkat level. Ketidakstasioneran
data dapat dilihat dari nilai t-ADF yang lebih besar dari nilai kritis MacKinnon
pada taraf nyata lima persen. Oleh karena itu, pengujian akar-akar unit ini perlu
dilanjutkan pada tingkat first difference. Setelah dilakukan first difference, barulah
semua data stasioner pada taraf nyata lima persen. Hal ini berarti bahwa data yang
digunakan pada penelitian ini terintegrasi pada ordo satu atau dapat disingkat
menjadi I (1) seperti yang terlihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Hasil Pengujian Unit Root Pada Data First Difference
Variabel
lr
lip
lo
rsr
2.
Critical Value
1%
5%
10%
1%
5%
10%
1%
5%
10%
1%
5%
10%
-3.476805
-2.881830
-2.577668
-3.480818
-2.883579
-2.578601
-3.476805
-2.881830
-2.577668
-3.477487
-2.882127
-2.577827
t-Stat
Probability
Keterangan
-7.73829
0.0000
Stasioner
-6.571532
0.0000
Stasioner
-8.42199
0.0000
Stasioner
-14.94974
0.0000
Stasioner
Penentuan Lag Optimal
Penentuan lag optimal sangat penting dalam pendekatan VAR karena lag dari
variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen.
Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah
autokorelasi dalam sistem VAR sehingga dengan digunakannya lag optimal
diharapkan tidak muncul lagi masalah autokorelasi. Penentuan lag optimal yang
digunakan dalam penelitian ini berdasarkan lag terpendek dengan menggunakan
56 Akaike Information Criterion (AIC). Hasil pengujian penentuan lag optimal ini dapat
dilihat pada Tabel 4.8. Berdasarkan hasil pengujian lag optimal, maka lag yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu lag pertama.
Tabel 4.8. Pengujian Lag Optimal
3.
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
1
2
3
4
5
732.3843
781.1710
796.0141
805.5259
820.9768
830.1013
NA
94.03799
27.75015
17.23165
27.09494*
15.47200
3.06e-10
1.90e-10*
1.94e-10
2.13e-10
2.15e-10
2.39e-10
-10.55629
-11.03146*
-11.01470
-10.92067
-10.91271
-10.81306
-10.47145
-10.60722*
-10.25107
-9.817642
-9.470292
-9.031255
-10.52181
-10.85906*
-10.70438
-10.47242
-10.32654
-10.08898
Pengujian Stabilitas VAR
Stabilitas VAR perlu diuji dahulu sebelum melakukan analisis lebih jauh,
karena jika hasil estimasi VAR yang akan dikombinasikan dengan model koreksi
kesalahan tidak stabil, maka IRF (Impulse Response Function) dan FEVD
(Forecasting Error Variance Decomposition) menjadi tidak valid (Nugraha,
2006). Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR yang telah dibentuk
maka dilakukan VAR stability condition check berupa roots of characteristic
polynomial. Suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh roots-nya memiliki
modulus lebih kecil dari satu.
Berdasarkan uji stabilitas VAR maka dapat disimpulkan bahwa estimasi
VAR yang akan digunakan untuk analisis IRF dan FEVD stabil. Kisaran modulus
pada pengujian ini adalah 0.153325 < modulus < 0.433171. Dari tabel tersebut
dapat disimpulkan bahwa model VAR yang dibentuk sudah stabil pada lag
optimalnya.
57 4.2.2 Hasil Estimasi Model VAR
Analisis yang digunakan untuk mejawab permasalahan pertama dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan VAR first difference. Hal ini dilakukan
karena semua variabel tidak stasioner pada level dan tidak terdapatnya hubungan
kointegrasi antar variabel dalam sistem persamaan. Berdasarkan hasil pengujian,
terlihat tidak adanya hubungan yang signifikan di dalam sistem VAR (lampiran
6). Hal ini mungkin terjadi karena dalam pengujian data time series terdapat
multikolinearitas sehingga hasil pengujian banyak yang tidak signifikan. Sehingga
dalam analisis ini hanya melihat impuls respons dan variance decomposition dari
model VAR.
4.2.3 Analisis Dekomposisi Penduga Ragam Galat (Forecasting Error
Variance Decomposition (FEVD)
Struktur dinamis antar variabel dalam VAR dapat dilihat melalui analisis
Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD), dimana pola dari FEVD ini
mengindikasikan sifat dari kausalitas multivariat di antara variabel-variabel dalam
model VAR. Pengurutan variabel dalam analisi FEVD ini didasarkan pada
faktorisasi Cholesky. Hasil analisis FEVD dapat dilihat pada Tabel 4.9. berikut.
Tabel 4.9. Variance Decomposition Return Saham
Dijelaskan Oleh
Variabel
Periode
Suku
Harga
Indeks
Independen
Bunga
Minyak
Produksi
Return Saham
1
0.575992
0.988225
0.017806
2
1.307105
1.060137
0.076200
3
1.686278
1.132099
0.077668
4
1.774059
1.147324
0.078464
12
1.799443
1.151107
0.078528
Return
Saham
98.41798
97.55656
97.10395
97.00015
96.97092
58 Berdasarkan hasil dekomposisi varian dapat disimpulkan bahwa pada awal
periode (bulan pertama), fluktuasi return saham didominanasi oleh fluktuasi
return saham itu sendiri, yaitu sebesar 98.41 persen. Sedangkan guncangan harga
minyak hanya berperan sebesar 0.98 persen, suku bunga sebesar 0.57 persen, dan
produksi nasioal sebesar 0.01 persen. Pada tahun pertama (12 bulan) terlihat
bahwa
fluktuasi
return
saham
masih
sebagai
faktor
dominan
dalam
mempengaruhi fluktuasi return saham. Namun, nilainya berkurang yaitu sebesar
96.97 persen. Sedangkan variabel-variabel yang lain (suku bunga, harga minyak,
dan indeks produksi) hanya berperan kecil dalam menjelaskan fluktuasi return
saham gabungan, yaitu suku bunga sebesar 1.79 persen, harga minyak sebesar
1.15 persen, dan produksi nasional sebesar 0.07 persen.
4.2.4 Simulasi Analisis Impuls Respon
Analisis impulse response dilakukan untuk melihat dampak guncangan
harga minyak riil pada horizon waktu ke depan. Dengan kata lain, setelah terjadi
shock pada harga minyak, maka dampak shock ini akan ditransmisikan ke return
saham dan indeks produksi industri. Besarnya shock maupun respon dinyatakan
dalam ukuran standar deviasi. Sumbu horizontal merupakan periode dalam bulan,
sedangkan sumbu vertikal menunjukkan nilai respon dalam persentase.
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa guncangan pada suku bunga pada bulan
pertama mempunyai dampak yang negatif terhadap return saham sebesar 0.005
persen. Hal ini mengilustrasikan bahwa peranan suku bunga sangat penting dalam
aktivitas pasar saham di Indonesia, bahkan dalam jangka pendek sekalipun.
Terdapat tiga alasan mengapa perubahan suku bunga berpengaruh terhadap return
saham. Pertama, perubahan suku bunga SBI akan menurunkan suku bunga kredit
59 yang kemudian akan berpengaruh pada tingkat keuntungan perusahaan. Hal ini
akan berdampak pada willingness to pay dari pihak perusahaan. Kedua, perubahan
suku bunga akan berdampak pada persaingan di pasar keuangan. Ketiga, adanya
margin dalam pembelian saham. Perubahan cost (biaya) investasi akan
meningkatkan kegiatan spekulasi yang dilakukan oleh pelaku di pasar saham.
Konsekuensinya, perubahan suku bunga SBI akan berpengaruh pada return
saham. Pada bulan kedua, guncangan suku bunga akan direspon positif sebesar
0.006 persen oleh return saham, kemudian guncangan suku bunga satu standar
deviasi akan membuat return saham turun kembali sebesar 0.004 persen hingga
bulan ke enam dan bergerak stabil setelah periode ke enam dengan nilai
penurunan sebesar 0.002 persen.
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
Response of D(LR) to D(LR)
Response of D(LO) to D(LR)
.06
.020
.05
.016
.012
.04
.008
.03
.004
.02
.000
.01
-.004
.00
-.008
-.01
-.012
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(LIP) to D(LR)
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of RSR to D(LR)
.02
.02
.01
.01
.00
.00
-.01
-.01
-.02
-.02
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 4.5. Impuls Respons Ketika Terjadi Guncangan Suku Bunga SBI Satu
Standar Deviasi
Pada Gambar 4.5 juga memperlihatkan bahwa shock pada suku bunga
memiliki dampak negatif terhadap indeks produksi nasional. Pada bulan pertama,
guncangan suku bunga satu standar deviasi akan menurunkan indeks produksi
industri sebesar 0.004 persen. Pada bulan kedua, guncangan tersebut justru akan
60 meningkatkan produksi industri sebesar 0.007 dan pada bulan ketiga guncangan
suku bunga akan menurunkan produksi nasional hingga pada bulan ke lima akan
stabil dengan nilai penurunan rata-rata sebesar 0.001 persen. Respon produksi
industri ini seperti memiliki pola naik atau turun tiap bulannya.
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
Response of D(LR) to D(LO)
Response of D(LO) to D(LO)
.008
.08
.06
.004
.04
.000
.02
-.004
.00
-.008
-.02
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(LIP) to D(LO)
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of RSR to D(LO)
.020
.02
.015
.01
.010
.00
.005
-.01
.000
-.005
-.02
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 4.6. Impuls Respon ketika Terjadi Guncangan Harga Minyak Riil Satu
Standar Deviasi
Pada Gambar 4.6. memperlihatkan hasil respon return saham ketika ada
guncangan harga minyak. Return saham akan merespon secara negatif adanya
guncangan harga minyak. Hal ini mungkin terjadi karena ketika terjadi perubahan
harga
minyak
akan
mempengaruhi
aktivitas
perekonomian.
Aktivitas
perekonomian diproksi dengan IPI. Perubahan pada IPI akan berakibat pada
berubahnya
pendapatan
yang
diterima
perusahaan
atau
industri
yang
menggunakan minyak sebagai salah satu input dalam proses produksi.
Konsekuensinya, perubahan harga minyak akan menurunkan pendapatan
perusahaan atau industri secara agregat. Dengan asumsi pasar saham yang ada
merupakan pasar saham yang efisien, maka kenaikan harga minyak akan
menyebabkan penurunan harga saham. Akan tetapi, jika pasar saham tidak efisien,
61 maka akan terdapat lag dalam respon return saham. Pada Gambar 4.6 terlihat
respon return saham akan menurun setelah dua bulan. Hal ini menandakan bahwa
pasar saham di Indonesia tidak efisien.
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
Response of D(LR) to D(LIP)
Response of D(LO) to D(LIP)
.008
.020
.004
.015
.000
.010
-.004
.005
-.008
.000
-.012
-.005
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(LIP) to D(LIP)
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of RSR to D(LIP)
.08
.02
.06
.01
.04
.02
.00
.00
-.02
-.01
-.04
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 4.7. Impuls Respon Ketika Terjadi Guncangan Indeks Produksi Satu
Standar Deviasi
Gambar 4.7. menunjukkan ketika terjadi guncangan IPI satu standar deviasi.
Secara teori, kenaikan produksi industri akan memperkuat perekonomian. Hal
tersebut berimplikasi pada meningkatnya profit yang diterima oleh perusahaan
atau industri dan meningkatkan deviden yang akan diterima oleh pemilik saham
sehingga berakibat pada meningkatnya harga saham. Meningkatnya aktifitas
ekonomi biasanya diiringi dengan kenaikan harga-harga secara umum, atau
disebut dengan inflasi. Hal tersebut akan direspon oleh pihak otoritas moneter
dengan menaikkan suku bunga guna mengantisipasi kenaikan harga atau inflasi.
Kenaikan suku bunga ini pada akhirnya akan menurunkan return saham karena
investasi di pasar obligasi dipandang lebih menguntungkan dibandingkan
berinvestasi di pasar saham.
62 Pada gambar 4.7. terlihat bahwa suku bunga merespon secara negatif ketika
terjadi shock pada indeks produksi. Hal terjadi tidak sesuai dengan teori yang
telah disampaikan di atas. Pada gambar tersebut juga terlihat bahwa guncangan
produksi industri memiliki pengaruh yang kecil terhadap return saham dan harga
minyak.
Gambar 4.8 memperlihatkan impuls respon ketika terjadi guncangan return
saham satu standar deviasi. Berdasarkan gambar terlihat bahwa suku bunga
merespon secara positif ketika terjadi guncangan return saham. Hal serupa juga
terjadi pada indeks produksi, dimana kenaikan return saham akan direspon secara
positif oleh indeks produksi industri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sadorsky (2006) yang menyatakan bahwa pasar saham merupakan
leading indicator dalam aktivitas ekonomi.
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
Response of D(LR) to RSR
Response of D(LIP) to RSR
.012
.015
.008
.010
.004
.005
.000
.000
-.004
-.005
-.008
-.010
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(LO) to RSR
.025
.10
.020
.08
.015
.06
.010
.04
.005
.02
.000
.00
-.005
-.02
1
2
3
4
5
6
7
8
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of RSR to RSR
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 4.8. Impuls Respons Ketika Terjadi Guncangan Return Saham Satu
Standar Deviasi
Hasil estimasi seperti yang terlihat pada Gambar 4.5. sampai Gambar 4.8.
dapat ditarik kesimpulan bahwa guncangan harga minyak secara individual akan
menekan return saham dimana return saham tersebut berpengaruh positif
63 terhadap aktivitas ekonomi yang diproksi dengan indeks produksi industri. Hal ini
konsisten dengan hipotesis awal bahwa kenaikan harga minyak akan menekan
return saham dimana return saham ini mempunyai pengaruh yang positif terhadap
aktivitas ekonomi. Jadi, guncangan harga minyak dapat memperburuk
perekonomian.
4.3
Dinamika Interaksi Volatilitas Harga Minyak Riil Dengan Variabel
Ekonomi Lainnya
Metode VAR digunakan untuk melihat dinamika interaksi antara volatilitas
harga minyak dengan variabel ekonomi lainnya. Sebelum memasuki tahapan
analisis model VAR perlu dilakukan pengujian-pengujian pra-estimasi. Pengujianpengujian tersebut meliputi uji akar unit (unit root test), pengujian stabilitas VAR,
dan pengujian lag optimal. Pengujian-pengujian ini penting karena dalam model
multivariate time series kebanyakan data yang digunakan mengandung akar unit
sehingga akan membuat hasil estimasi menjadi tidak valid (Gujarati, 2003).
4.3.1 Pengujian Pra Estimasi
1.
Uji Akar Unit/ Stasioneritas
Tabel 4.10. menunjukkan bahwa variabel yang digunakan dalam penelitian
tidak seluruhnya stasioner pada tingkat level. Hanya variabel volatilitas harga
minyak riil dan return saham yang stasioner. Ketidakstasioneran data dilihat dari
nilai t-ADF yang lebih besar dari nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata lima
persen.
64 Tabel 4.10. Tabel Hasil Uji Unit Root Pada Data Level
Variabel
lr
Critical Value
1%
5%
10%
1%
5%
10%
1%
5%
10%
1%
5%
10%
lip
rsr
vt
-3.476805
-2.88183
-2.577668
-3.480818
-2.883579
-2.578601
-3.476805
-2.881830
-2.577668
-3.476805
-2.881830
-2.577668
t-statistik
Probability
Keterangan
-0.77771
0.8220 Tidak Stasioner
-0.19315
0.9353 Tidak Stasioner
-9.49541
0.0000 Stasioner
-11.42989
0.0000 Stasioner
Oleh karena itu, pengujian akar-akar unit ini perlu dilanjutkan pada tingkat
first difference (Tabel 4.11). Setelah dilakukan first difference, barulah semua data
stasioner pada taraf nyata lima persen. Artinya data yang digunakan pada
penelitian ini terintegrasi pada ordo satu atau dapat disingkat menjadi I(1) seperti
yang terlihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11. Hasil Pengujian Unit Root Pada Data First Difference
Variabel
lr
lip
vt
rsr
Critical Value
1%
5%
10%
1%
5%
10%
1%
5%
10%
1%
5%
10%
-3.476805
-2.881830
-2.577668
-3.480818
-2.883579
-2.578601
-3.476805
-2.881830
-2.577668
-3.477487
-2.882127
-2.577827
t-stat
Probability
Keterangan
-7.73829
0.0000
Stasioner
-6.571532
0.0000
Stasioner
-10.85232
0.0000
Stasioner
-14.94974
0.0000
Stasioner
65 2.
Penentuan Lag Optimal
Penentuan lag optimal sangat penting dalam pendekatan VAR karena lag
dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel
eksogen (Enders, 2004). Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk
menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Sehingga dengan
digunakannya lag optimal diharapkan tidak muncul lagi masalah autokorelasi.
Penentuan lag optimal yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan lag
terpendek dengan menggunakan beberapa Akaike Information Criterion (AIC).
Tabel 4.12. Pengujian Lag Optimal
3.
Lag
LogL
LR
0
1
2
3
4
5
360.9224
397.5080
406.8779
417.8010
428.1752
441.9614
NA
70.50075*
17.50871
19.77329
18.17363
23.34611
FPE
AIC
SC
6.41e-08 -5.210546 -5.125291*
4.75e-08* -5.511066* -5.084791
5.24e-08 -5.414276 -4.646982
5.65e-08 -5.340161 -4.231847
6.15e-08 -5.258032 -3.808698
6.38e-08 -5.225714 -3.435361
HQ
-5.175900
-5.337838*
-5.102466
-4.889769
-4.669058
-4.498158
Pengujian Stabilitas VAR
Stabilitas VAR perlu diuji dahulu sebelum melakukan analisis lebih jauh,
karena jika hasil estimasi VAR yang akan dikombinasikan dengan model koreksi
kesalahan tidak stabil, maka IRF (Impulse Response Function) dan FEVD
(Forecasting Error Variance Decomposition) menjadi tidak valid. Untuk menguji
stabil atau tidaknya estimasi VAR yang telah dibentuk maka dilakukan VAR
stability condition check berupa roots of characteristic polynomial. Suatu sistem
VAR dikatakan stabil jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari
satu. Berdasarkan uji stabilitas VAR maka dapat disimpulkan bahwa estimasi
66 VAR yang akan digunakan untuk analisis IRF dan FEVD stabil. Kisaran modulus
pada pengujian ini adalah 0.109331 < modulus < 0.430468.
4.3.2 Hasil Estimasi VAR First Difference
Analisis yang digunakan untuk mejawab permasalahan pertama dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan VAR first difference. Hal ini dilakukan
karena semua variabel tidak stasioner pada level dan tidak terdapatnya hubungan
kointegrasi antar variabel dalam sistem persamaan. Berdasarkan hasil pengujian,
terlihat tidak adanya hubungan yang signifikan di dalam sistem VAR (lampiran
6). Hal ini mungkin terjadi karena dalam pengujian data time series terdapat
multikolonearitas sehingga hasil pengujian banyak yang tidak signifikan.
Sehingga dalam analisis ini hanya melihat impuls respons dan variance
decomposition dari model VAR.
4.4.3 Forecasting Error Variance Decomposition(FEVD)
Hasil analisis variance decomposition menunjukkan bahwa volatilitas harga
minyak berperan lebih besar dalam menjelaskan fluktuasi return saham jika
dibandingkan dengan peran pergerakan harga minyak, yaitu rata-rata pengaruh
volatilitas harga minyak sebesar 3 persen.
Tabel 4.13. Hasil Analisis Variance Decomposition
Dijelaskan Oleh
Variabel
Suku
Volatilitas
Indeks
Periode
Independen
Bunga
Harga
Produksi
Minyak
1
0.474691
3.096277
0.017859
Return
2
1.305143
3.083801
0.192456
Saham
3
1.808012
3.058400
0.196977
4
1.919283
3.058311
0.196722
12
1.947485
3.058293
0.197122
Return
Saham
96.41407
95.41860
94.93401
94.82560
94.79710
67 Pada bulan pertama, shock volatilitas harga minyak berperan sebesar 3.09
persen dalam menjelaskan pergerakan return saham. Hingga dalam periode satu
tahun, return saham dipengaruhi oleh volatilitas harga minyak sebesar 3.05
persen. Di sisi lain, suku bunga SBI dan Indeks produksi industri berpengaruh
dengan persentase yang relatif kecil yaitu sebesar 0.47 persen dan 0.017 persen
pada bulan pertama. Hingga periode satu tahun, return saham hanya dipengaruhi
oleh suku bunga SBI sebesar 1.95 persen dan indeks produksi industri sebesar
0.19 persen.
4.4.4 Simulasi Analisis Impuls Respon
Dalam sub bab ini akan dibahas bagaimana impuls respon ketika terjadi
guncangan volatilitas harga minyak terhadap indeks produksi dan return saham.
Berdasarkan hasil analisis impuls respon yang dilakukan, pengaruh volatilitas
harga minyak terhadap return saham tidak berbeda jauh dengan dampak
pergerakan harga minyak terhadap return saham dan indeks produksi industri.
Guncangan volatilitas harga minyak sebesar satu standar deviasi terhadap
indeks produksi akan direspon secara positif hingga pada periode pertama sebesar
0.003 persen dan pada periode kedua sebesar 0.006 persen. Pada periode
selanjutnya, yaitu periode ketiga menyebabkan indeks produksi mengalami
penurunan 0.001 persen. Guncangan volatilitas harga minyak ini memiliki
pengaruh terhadap indeks produksi yang mengikuti pola kenaikan dan penurunan
setiap bulannya. Hal ini mirip dengan impuls respon indeks produksi industri
ketika terjadi guncangan harga minyak.
Guncangan volatilitas harga minyak sebesar satu standar deviasi
memberikan pengaruh terhadap return saham secara negatif pada bulan kedua
68 sebesar 0.003 persen. Pada periode selanjutnya, guncangan volatilitas harga
minyak tersebut akan meningkatkan return saham hingga pada periode ke lima
akan stabil dengan nilai rata-rata sebesar 0.0002 persen.
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E.
Response of D(LR) to VT
Response of VT to VT
.016
1.2
.012
0.8
.008
0.4
.004
0.0
.000
-.004
-0.4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(LIP) to VT
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of RSR to VT
.020
.03
.015
.02
.010
.01
.005
.00
.000
-.01
-.005
-.010
-.02
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 4.9. Impuls Respon Ketika Terjadi Guncangan Volatilitas Harga Minyak
Satu Standar Deviasi
Berdasarkan analisis impuls respon di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
guncangan volatilitas harga minyak secara individual akan menekan return saham
dimana return saham tersebut berpengaruh positif terhadap aktivitas ekonomi. Hal
ini konsisten dengan hipotesis awal bahwa volatilitas harga minyak akan menekan
return saham dimana return saham ini mempunyai pengaruh yang positif terhadap
aktivitas ekonomi. Jadi, guncangan volatilitas harga minyak berperan penting
dalam perekonomian.
69 V. PENUTUP
5.1
Simpulan
Pergerakan harga minyak berperan penting dan topik ini menjadi topik yang
menarik untuk diteliti karena kenaikan harga minyak akan menyebabkan tekanan
pada inflasi dalam perekonomian yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap
suku bunga dan investasi.
Hasil impuls respon dalam pengujian menggunakan model VAR
menunjukkan hasil bahwa guncangan harga minyak dan volatilitas harga minyak
memiliki dampak yang sama terhadap perekonomian. Secara individual,
guncangan harga minyak dan volatilitasnya akan menekan return saham dimana
return saham tersebut berpengaruh positif terhadap aktivitas ekonomi yang
diproksi dengan indeks produksi industri. Hal ini konsisten dengan hipotesis awal
bahwa harga minyak dan volatilitasnya akan menekan return saham dimana
return saham ini mempunyai pengaruh yang positif terhadap aktivitas ekonomi.
Jadi, guncangan harga minyak dan volatilitasnya berdampak terhadap
perekonomian, tetapi aktivitas perekonomian hanya berpengaruh kecil terhadap
harga dan volatilitas harga minyak.
5.2
Saran
Dalam kaitannya dengan penelitian mengenai pengaruh harga minyak dan
volatilitasnya terhadap aktivitas pasar saham maka saran-saran yang dapat
diberikan adalah para investor pasar modal, khususnya investor pasar saham perlu
mempertimbangkan faktor eksternal yang cukup berpengaruh terhadap pergerakan
70 return saham. Karena hal tersebut akan berpengaruh pada kinerja perusahaan yang
pada akhirnya akan mempengaruhi deviden yang diberikan oleh perusahaan.
Faktor eksternal tersebut adalah pergerakan harga minyak volatilitas harga
minyak.
Bagi pemerintah, pergerakan harga minyak dan volatilitasnya dapat
dijadikan sebagai salah satu faktor dalam mengambil kebijakan, baik fiskal
maupun moneter sebab pergerakan harga minyak dan volatilitasnya terbukti
berperan penting dalam perekonomian.
Bagi penelitian selanjutnya, penelitian berikutnya dapat mempertimbangkan
beberapa saran yaitu penelitian selanjutnya perlu menambahkan variabel lain agar
hasil analisis lebih tepat dalam memperlihatkan pengaruh harga minyak terhadap
ekonomi suatu negara. Selain itu, perlu dipertimbangkan juga komponenkomponen indeks harga saham berdasarkan sektor dan bidang yang terkait dengan
energi (minyak) karena pergerakan indeks harga saham utama di suatu negara
tidak selalu dapat dijadikan indikator pengaruh harga minyak terhadap ekonomi
negara bersangkutan, khususnya sektor industri yang terkait dengan minyak
mentah. Selain itu, tidak semua perusahaan yang terdaftar di bursa saham
merupakan perusahaan yang terkait langsung dengan komoditas seperti minyak
mentah. Dua sektor yang dapat menjadi pertimbangan untuk penelitian
selanjutnya adalah sektor manufaktur dan sektor pertambangan.
71 DAFTAR PUSTAKA
Abu, Faturrahman R. A., 2011. Pengaruh Harga Minyak Dunia dan Variabel
Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham (Studi Komparatif : Asia
Tenggara, Asia Timur, Eropa, dan Amerika). [Tesis]. Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Adebiyi, M.A., Adenuga, A.O., Abeng, M.O. dan Omanukwue, P.N. 2009. ’Oil
Price Shocks, Exchange Rate and Stock Market Behaviour: Empirical
Evidence from Nigeria’. Research Paper, pp 1 – 41, Central Bank of
Nigeria.
Ajija, Shochrul R. Dkk., 2011. Cara Cerdas Menguasai Eviews. Salemba Empat:
Jakarta
Aprilta, Fanny. 2011. Analisis Dampak Fluktuasi Harga Minyak Dunia Terhadap
Variabel Makroekonomi dan Kebijakan Subsidi di Indonesia (Periode
1998- 2010). [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Aufa, Fahrul. 2010. [Skripsi]. Analisis Integrasi dan Pengaruh Variabel
Makroekonomi Terhadap Kinerja Pasar Saham di Negara-Negara Utama
ASEAN. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Badan Pusat Statistik. Statistik Indonesia. BPS. Jakarta. Berbagai Edisi.
Bangun, Dhani Saputra.2012.[Skripsi]. Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia
dan Volatilitasnya Terhadap Makroekonomi Indonesia. Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Basher, S.A., dan Sadorsky, P. 2006. ‘Oil price risk and emerging stock markets’,
Global Finance Journal, vol. 17(2), pp 224-251.
Burbidge, J., Harrison, A., 1984. Testing for the effects of oil-price rises using
vector autoregressions. Int. Econ. Rev. 25 (2) 459-484.
Christiano, L.J., Eichenbaum, M., Evans, C., 1996. The effects of monetary policy
shocks: evidence from the flow of funds. Rev. Econ. Stat. 78 _1., 16]34.
Cryer, Jonathan. 1986. Time Series Analysis. Duxbury Press: Boston.
Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series. United States of America.
Phoenix Color Corp, University of Alabama.
72 Fama, E., 1981. Stock returns, real activity, inflation and money. Am. Econ. Rev.
71, 545-565.
Ferderer, J., 1996. Oil price volatility and the macroeconomy. J. Macroecon. 18
(1), 1-26.
Firdaus, M. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam. IPB press, Bogor.
Gujarati, D. 2003. Ekonometrika Dasar. Zain, Sumarno [penerjemah]. Erlangga,
Jakarta.
Hildebrand, P.M. 2006. Monetary Policy and Financial Markets. Swiss National
Bank, Zurich.
Kaminsky, G. L. 1998. Currency and Banking Crises the Early Warnings of
Distress.http://gwu.edu/~clai/working_papers/Kaminsky_Graciela_07-00.
Juli 1998, diakses tanggal 2 Mei 2012.
Lee, B. 1992. Causal relations among stock returns, interest rates, real activity,
and inflation. J. Finance XLVII, 1591-1603.
Lee, K., Ni, S., Ratti, R.A. 1995. Oil shocks and the macroeconomy: the role of
price variability. Energy J. 16 (4), 39-56.
Maghyereh, A. 2004. ‘Oil Price Shocks and Emerging Stock Markets: a
Generalized VAR Approach’. International Journal of Applied
Econometrics and Quantitative Stu.ies. Vol.1-2, pp 27 – 40.
Mishkin, Fredetic, S. 2008. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan.
Buku 1. Edisi Kedelapan. (diterjemahkan oleh: Latna S dan Beta Y.G).
Jakarta: Salemba Empat
Mustikaati, Anna. 2007. Analisis Keterkaitan Indeks Harga Saham Gabungan
Bursa Efek Jakarta Dengan Indeks Bursa Saham Regional. [Skripsi].
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Muthohharoh, Marhamah. 2010. Analisis Guncangan Makroekonomi Terhadap
Stabilitas Perbankan Ganda di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi
dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor
Nachrowi, D. dan Usman Hardius. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis
Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan: Dilengkapi dengan
Teknik Analisis dan Pengolahan Data dengan SPSS dan Eviews. Jakarta:
Lembaga Penerbitan UI
Narayan, Paresh Kumar and S. Narayan. 2010. Modelling the Impact of Oil Price
on Vietnam’s Stock Prices. Journal of Applied Energy vol 87 (Februari
2010)
73 Purwanti, Dewi. 2011. Dampak guncangan Harga Minyak Dunia Terhadap
Inflasi dan
Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3.
[Tesis]. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sadorsky, Perry. 1999. Oil Price Shocks and Stock Market Aktivity. Jurnal Energy
Economics vol 21.
Sari, Ramazan dan Ugur Soytas. 2006. The Relationship Between Stock Return,
Crude Oil Price, Interest Rate, and Output: Evidence From a Developing
Economy. The Empirical Economics Letters, 5(4): (July 2006)
Widoatmodjo, Sawidji. 2009. Pasar Modal Indonesia: Pengantar dan Studi
Kasus. Jakarta: Ghalia Indonesia.
74 LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis ARIMA
1.1. Uji Stasioneritas Variabel
1. Data Harga Minyak Riil
Level
Null Hypothesis: LO has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.493138
-3.476805
-2.881830
-2.577668
0.1193
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LO)
Method: Least Squares
Date: 08/03/12 Time: 14:07
Sample (adjusted): 2000M03 2011M12
Included observations: 142 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LO(-1)
D(LO(-1))
C
-0.058033
0.356889
0.258833
0.023277
0.078984
0.102665
-2.493138
4.518508
2.521139
0.0138
0.0000
0.0128
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.146929
0.134655
0.063516
0.560770
191.4440
11.97038
0.000016
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.005003
0.068279
-2.654141
-2.591694
-2.628765
1.981465
First Difference
Null Hypothesis: D(LO) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
t-Statistic
Prob.*
-8.421990
-3.476805
-2.881830
0.0000
75 10% level
-2.577668
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LO,2)
Method: Least Squares
Date: 08/03/12 Time: 14:04
Sample (adjusted): 2000M03 2011M12
Included observations: 142 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LO(-1))
C
-0.670765
0.003222
0.079644
0.005446
-8.421990
0.591686
0.0000
0.5550
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
2.
0.336272
0.331532
0.064689
0.585846
188.3380
70.92992
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
-0.000407
0.079120
-2.624479
-2.582847
-2.607562
1.958953
Data Indeks Produksi
Level
Null Hypothesis: LIP has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 12 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.193145
-3.480818
-2.883579
-2.578601
0.9353
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LIP)
Method: Least Squares
Date: 08/03/12 Time: 14:08
Sample (adjusted): 2001M02 2011M12
Included observations: 131 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LIP(-1)
D(LIP(-1))
D(LIP(-2))
D(LIP(-3))
D(LIP(-4))
D(LIP(-5))
-0.008959
-0.776184
-0.559128
-0.479020
-0.497673
-0.499541
0.046383
0.097903
0.119424
0.119830
0.114490
0.110649
-0.193145
-7.928080
-4.681886
-3.997490
-4.346866
-4.514659
0.8472
0.0000
0.0000
0.0001
0.0000
0.0000
76 D(LIP(-6))
D(LIP(-7))
D(LIP(-8))
D(LIP(-9))
D(LIP(-10))
D(LIP(-11))
D(LIP(-12))
C
-0.502971
-0.512286
-0.567214
-0.529661
-0.457632
-0.268664
0.218962
0.056662
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.582583
0.536203
0.045142
0.238421
227.3530
12.56115
0.000000
0.107742
0.105657
0.105244
0.107218
0.109687
0.102111
0.078137
0.213616
-4.668282
-4.848594
-5.389527
-4.940021
-4.172169
-2.631091
2.802285
0.265253
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0001
0.0097
0.0059
0.7913
0.002776
0.066285
-3.257297
-2.950024
-3.132438
2.005767
First Difference
Null Hypothesis: D(LIP) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 11 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.571532
-3.480818
-2.883579
-2.578601
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LIP,2)
Method: Least Squares
Date: 08/03/12 Time: 14:09
Sample (adjusted): 2001M02 2011M12
Included observations: 131 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LIP(-1))
D(LIP(-1),2)
D(LIP(-2),2)
D(LIP(-3),2)
D(LIP(-4),2)
D(LIP(-5),2)
D(LIP(-6),2)
D(LIP(-7),2)
D(LIP(-8),2)
D(LIP(-9),2)
D(LIP(-10),2)
D(LIP(-11),2)
C
-6.483535
4.699198
4.132177
3.645812
3.141503
2.635921
2.127756
1.611278
1.040821
0.508803
0.049710
-0.219438
0.015413
0.986609
0.925470
0.835711
0.743561
0.656666
0.573932
0.493604
0.414605
0.335020
0.252767
0.163670
0.077779
0.004645
-6.571532
5.077631
4.944504
4.903178
4.784019
4.592743
4.310657
3.886300
3.106745
2.012930
0.303718
-2.821296
3.318548
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0002
0.0024
0.0464
0.7619
0.0056
0.0012
77 R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
3.
0.854908
0.840153
0.044957
0.238497
227.3321
57.93997
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
-0.000128
0.112447
-3.272245
-2.986920
-3.156305
2.006663
Data Suku Bunga SBI
Level
Null Hypothesis: LR has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.777708
-3.476805
-2.881830
-2.577668
0.8220
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LR)
Method: Least Squares
Date: 08/03/12 Time: 14:09
Sample (adjusted): 2000M03 2011M12
Included observations: 142 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LR(-1)
D(LR(-1))
C
-0.009659
0.410055
0.018530
0.012420
0.078440
0.028341
-0.777708
5.227627
0.653836
0.4381
0.0000
0.5143
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.164303
0.152279
0.047261
0.310474
233.4199
13.66412
0.000004
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
-0.005493
0.051331
-3.245350
-3.182903
-3.219974
2.104410
First Difference
Null Hypothesis: D(LR) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
t-Statistic
Prob.*
-7.738290
-3.476805
-2.881830
0.0000
78 10% level
-2.577668
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LR,2)
Method: Least Squares
Date: 08/03/12 Time: 14:10
Sample (adjusted): 2000M03 2011M12
Included observations: 142 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LR(-1))
C
-0.599167
-0.003291
0.077429
0.003983
-7.738290
-0.826261
0.0000
0.4101
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
4.
0.299584
0.294581
0.047195
0.311825
233.1116
59.88114
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
8.31E-18
0.056191
-3.255093
-3.213462
-3.238176
2.093890
Data Return Saham
Level
Null Hypothesis: RSR has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.495405
-3.476805
-2.881830
-2.577668
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(RSR)
Method: Least Squares
Date: 08/03/12 Time: 14:11
Sample (adjusted): 2000M03 2011M12
Included observations: 142 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RSR(-1)
C
-0.776717
0.005519
0.081799
0.006196
-9.495405
0.890749
0.0000
0.3746
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
0.391735
0.387390
0.073607
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
0.000859
0.094043
-2.366172
79 Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
5.
0.758516
169.9982
90.16272
0.000000
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
-2.324541
-2.349255
1.980212
Data Varians Harga Minyak
Level
Null Hypothesis: RSR has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.495405
-3.476805
-2.881830
-2.577668
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(RSR)
Method: Least Squares
Date: 08/03/12 Time: 14:11
Sample (adjusted): 2000M03 2011M12
Included observations: 142 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RSR(-1)
C
-0.776717
0.005519
0.081799
0.006196
-9.495405
0.890749
0.0000
0.3746
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.391735
0.387390
0.073607
0.758516
169.9982
90.16272
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.000859
0.094043
-2.366172
-2.324541
-2.349255
1.980212
Lampiran 2
1.2. Plot ACF dan PACF Data Harga Minyak Pada Data Level
Date: 08/03/12 Time: 14:14
Sample: 2000M01 2011M12
Included observations: 144
Autocorrelation
.|*******
.|******|
Partial Correlation
.|*******
**|. |
AC
1
2
PAC
0.939 0.939
0.853 -0.247
Q-Stat
129.72
237.51
Prob
0.000
0.000
80 .|******|
.|***** |
.|**** |
.|**** |
.|*** |
.|*** |
.|*** |
.|** |
.|** |
.|** |
.|** |
.|** |
.|** |
.|** |
.|** |
.|** |
.|** |
.|** |
.|.
*|.
.|.
.|.
.|*
.|.
.|*
.|.
.|.
*|.
.|*
.|.
.|.
.|.
.|*
.|.
.|.
.|.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
0.767
0.680
0.594
0.513
0.452
0.399
0.360
0.334
0.309
0.276
0.252
0.241
0.235
0.227
0.231
0.240
0.241
0.242
-0.001
-0.073
-0.026
-0.024
0.116
-0.046
0.090
0.023
-0.044
-0.099
0.117
0.043
0.040
-0.029
0.131
-0.041
-0.027
0.016
325.30
394.71
448.15
488.30
519.70
544.31
564.53
582.07
597.17
609.27
619.45
628.81
637.78
646.21
655.08
664.71
674.50
684.44
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
Plot ACF dan PACF Perubahan Harga Minyak
Date: 08/03/12 Time: 14:15
Sample: 2000M01 2011M12
Included observations: 143
Autocorrelation
.|**
.|.
.|.
.|.
.|.
*|.
*|.
*|.
*|.
.|.
.|.
*|.
*|.
.|.
.|.
*|.
*|.
.|.
.|.
.|.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Partial Correlation
.|**
*|.
.|.
.|.
.|.
*|.
.|.
*|.
.|.
.|*
.|.
*|.
.|.
.|.
.|.
**|.
.|.
.|.
.|.
.|.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
AC
PAC
0.329
0.048
0.003
0.020
-0.001
-0.175
-0.150
-0.144
-0.105
0.047
0.067
-0.101
-0.088
-0.038
0.062
-0.152
-0.108
-0.017
-0.009
0.014
0.329
-0.068
0.010
0.022
-0.017
-0.190
-0.033
-0.099
-0.041
0.112
0.029
-0.184
-0.018
-0.050
0.040
-0.220
0.052
-0.027
-0.028
-0.026
Q-Stat
15.824
16.162
16.163
16.225
16.225
20.859
24.273
27.460
29.160
29.499
30.214
31.838
33.073
33.308
33.929
37.703
39.610
39.658
39.673
39.707
Prob
0.000
0.000
0.001
0.003
0.006
0.002
0.001
0.001
0.001
0.001
0.001
0.001
0.002
0.003
0.003
0.002
0.001
0.002
0.004
0.005
81 Lampiran 3
1.3. Model Tentatif
ARIMA (1,1,1)
Dependent Variable: D(LO)
Method: Least Squares
Date: 08/03/12 Time: 14:21
Sample (adjusted): 2000M03 2011M12
Included observations: 142 after adjustments
Convergence achieved after 7 iterations
MA Backcast: 2000M02
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
AR(1)
MA(1)
0.004964
0.179775
0.170647
0.007756
0.244262
0.244920
0.640038
0.735994
0.696745
0.5232
0.4630
0.4871
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
Inverted AR Roots
Inverted MA Roots
0.111636
0.098853
0.064817
0.583970
188.5657
8.733662
0.000267
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.005003
0.068279
-2.613601
-2.551154
-2.588226
2.000603
.18
-.17
ARIMA (1,1,0)
Dependent Variable: D(LO)
Method: Least Squares
Date: 08/03/12 Time: 14:21
Sample (adjusted): 2000M03 2011M12
Included observations: 142 after adjustments
Convergence achieved after 3 iterations
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
AR(1)
0.004804
0.329235
0.008093
0.079644
0.593523
4.133810
0.5538
0.0001
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.108782
0.102416
0.064689
0.585846
188.3380
17.08838
0.000061
Inverted AR Roots
.33
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.005003
0.068279
-2.624479
-2.582847
-2.607562
1.958953
82 ARIMA (0,1,1)
Dependent Variable: D(LO)
Method: Least Squares
Date: 08/03/12 Time: 14:22
Sample (adjusted): 2000M02 2011M12
Included observations: 143 after adjustments
Convergence achieved after 6 iterations
MA Backcast: 2000M01
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
MA(1)
0.005343
0.335290
0.007195
0.079379
0.742540
4.223893
0.4590
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
Inverted MA Roots
0.110274
0.103964
0.064523
0.587019
190.0231
17.47577
0.000051
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.005349
0.068164
-2.629694
-2.588256
-2.612856
1.962709
-.34
Dependent Variable: D(LO)
Method: Least Squares
Date: 08/03/12 Time: 14:22
Sample (adjusted): 2000M02 2011M12
Included observations: 143 after adjustments
Convergence achieved after 6 iterations
MA Backcast: 2000M01
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
MA(1)
0.005343
0.335290
0.007195
0.079379
0.742540
4.223893
0.4590
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
Inverted MA Roots
0.110274
0.103964
0.064523
0.587019
190.0231
17.47577
0.000051
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.005349
0.068164
-2.629694
-2.588256
-2.612856
1.962709
-.34
83 2.
Analisis Model ARCH/GARCH
2.1. Plot ACF dan PACF Residual Kuadrat ARIMA (0,1,1)
Date: 08/03/12 Time: 14:28
Sample: 2000M02 2011M12
Included observations: 143
Q-statistic
probabilities adjusted
for 1 ARMA term(s)
Autocorrelation
.|**
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
*|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Partial Correlation
.|**
*|.
.|.
*|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
*|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
.|.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
AC
PAC
0.245
-0.008
0.041
-0.041
-0.007
0.058
0.029
-0.051
0.000
-0.021
-0.031
-0.019
0.012
-0.065
-0.073
-0.025
-0.032
-0.035
-0.043
-0.058
0.245
-0.073
0.065
-0.074
0.029
0.048
0.008
-0.063
0.028
-0.033
-0.007
-0.024
0.025
-0.078
-0.035
-0.011
-0.014
-0.029
-0.039
-0.040
Q-Stat
Prob
8.7859
8.7963
9.0398
9.2925
9.3005
9.8027
9.9292
10.325
10.325
10.396
10.546
10.604
10.628
11.301
12.175
12.281
12.445
12.643
12.948
13.519
0.003
0.011
0.026
0.054
0.081
0.128
0.171
0.243
0.319
0.394
0.477
0.561
0.586
0.592
0.658
0.713
0.760
0.795
0.811
2.2. Evaluasi Model ARCH-GACH
GARCH (1)
Dependent Variable: D(LO)
Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution
Date: 08/03/12 Time: 14:25
Sample (adjusted): 2000M02 2011M12
Included observations: 143 after adjustments
Convergence achieved after 16 iterations
MA Backcast: 2000M01
Presample variance: backcast (parameter = 0.7)
GARCH = C(3) + C(4)*RESID(-1)^2 + C(5)*GARCH(-1)
Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C
MA(1)
0.011636
0.244200
0.005442
0.102438
2.138218
2.383871
0.0325
0.0171
Variance Equation
84 C
RESID(-1)^2
GARCH(-1)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
Inverted MA Roots
0.001661
0.664333
0.067585
0.096168
0.069969
0.065736
0.596326
203.1446
3.670791
0.007127
0.000434
0.216595
0.091784
3.825624
3.067161
0.736349
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.0001
0.0022
0.4615
0.005349
0.068164
-2.771253
-2.667657
-2.729157
1.767035
-.24
ARCH (1)
Dependent Variable: D(LO)
Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution
Date: 08/03/12 Time: 14:25
Sample (adjusted): 2000M02 2011M12
Included observations: 143 after adjustments
Convergence achieved after 19 iterations
MA Backcast: 2000M01
Presample variance: backcast (parameter = 0.7)
GARCH = C(3) + C(4)*RESID(-1)^2
Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C
MA(1)
0.012148
0.229005
0.005076
0.070439
2.393280
3.251089
0.0167
0.0011
4.751247
3.175231
0.0000
0.0015
Variance Equation
C
RESID(-1)^2
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
Inverted MA Roots
0.001921
0.688593
0.092045
0.072449
0.065648
0.599046
202.7304
4.697081
0.003724
0.000404
0.216864
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.005349
0.068164
-2.779447
-2.696570
-2.745769
1.735504
-.23
85 3.
Estimasi Persamaan VAR 1
3.1. Uji Lag Optimal
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: D(LR) D(LO) D(LIP) RSR
Exogenous variables: C
Date: 08/03/12 Time: 14:31
Sample: 2000M01 2011M12
Included observations: 138
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
1
2
3
4
5
732.3843
781.1710
796.0141
805.5259
820.9768
830.1013
NA
94.03799
27.75015
17.23165
27.09494*
15.47200
3.06e-10
1.90e-10*
1.94e-10
2.13e-10
2.15e-10
2.39e-10
-10.55629
-11.03146*
-11.01470
-10.92067
-10.91271
-10.81306
-10.47145
-10.60722*
-10.25107
-9.817642
-9.470292
-9.031255
-10.52181
-10.85906*
-10.70438
-10.47242
-10.32654
-10.08898
3.2. Uji Stabilitas Persamaan VAR
Roots of Characteristic Polynomial
Endogenous variables: D(LR) D(LO) D(LIP) RSR
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 1
Date: 08/03/12 Time: 14:31
Root
Modulus
0.433171
-0.388276
0.387107
0.153325
0.433171
0.388276
0.387107
0.153325
No root lies outside the unit circle.
VAR satisfies the stability condition.
3.3.
Output VAR
Vector Autoregression Estimates
Date: 08/03/12 Time: 14:32
Sample (adjusted): 2000M03 2011M12
Included observations: 142 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
D(LR)
D(LO)
D(LIP)
RSR
D(LR(-1))
0.399785
(0.07834)
[ 5.10348]
-0.040079
(0.10551)
[-0.37986]
0.095819
(0.10080)
[ 0.95055]
0.159085
(0.12154)
[ 1.30889]
D(LO(-1))
0.004854
(0.05909)
[ 0.08214]
0.327663
(0.07959)
[ 4.11672]
0.149142
(0.07604)
[ 1.96128]
0.065622
(0.09169)
[ 0.71572]
86 D(LIP(-1))
-0.051247
(0.05782)
[-0.88637]
0.126122
(0.07787)
[ 1.61958]
-0.370471
(0.07440)
[-4.97947]
0.034273
(0.08970)
[ 0.38207]
RSR(-1)
0.031258
(0.05290)
[ 0.59093]
0.133870
(0.07125)
[ 1.87900]
0.003594
(0.06807)
[ 0.05280]
0.228350
(0.08207)
[ 2.78237]
C
-0.003276
(0.00405)
[-0.80951]
0.001628
(0.00545)
[ 0.29878]
0.004245
(0.00521)
[ 0.81522]
0.005851
(0.00628)
[ 0.93190]
0.167823
0.143526
0.309167
0.047505
6.907129
233.7196
-3.221403
-3.117324
-0.005493
0.051331
0.146776
0.121864
0.560871
0.063984
5.891847
191.4312
-2.625792
-2.521714
0.005003
0.068279
0.172492
0.148331
0.511954
0.061130
7.139307
197.9104
-2.717048
-2.612970
0.002847
0.066240
0.068384
0.041184
0.744254
0.073706
2.514079
171.3459
-2.342900
-2.238822
0.006859
0.075272
R-squared
Adj. R-squared
Sum sq. resids
S.E. equation
F-statistic
Log likelihood
Akaike AIC
Schwarz SC
Mean dependent
S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.)
Determinant resid covariance
Log likelihood
Akaike information criterion
Schwarz criterion
1.78E-10
1.55E-10
797.9617
-10.95721
-10.54089
4.
Estimasi VAR 2
4.1. Uji Lag Optimal
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: D(LR) VT D(LIP) RSR
Exogenous variables: C
Date: 08/03/12 Time: 14:34
Sample: 2000M01 2011M12
Included observations: 137
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
1
2
3
4
5
360.9224
397.5080
406.8779
417.8010
428.1752
441.9614
NA
70.50075*
17.50871
19.77329
18.17363
23.34611
6.41e-08
4.75e-08*
5.24e-08
5.65e-08
6.15e-08
6.38e-08
-5.210546
-5.511066*
-5.414276
-5.340161
-5.258032
-5.225714
-5.125291*
-5.084791
-4.646982
-4.231847
-3.808698
-3.435361
-5.175900
-5.337838*
-5.102466
-4.889769
-4.669058
-4.498158
* indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
87 Uji Stabilitas VAR 2
Roots of Characteristic Polynomial
Endogenous variables: D(LR) VT D(LIP) RSR
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 1
Date: 08/03/12 Time: 14:35
Root
Modulus
0.430468
-0.333060
0.099259 - 0.045836i
0.099259 + 0.045836i
0.430468
0.333060
0.109331
0.109331
No root lies outside the unit circle.
VAR satisfies the stability condition.
4.3.
Output VAR 2
Vector Autoregression Estimates
Date: 08/01/12 Time: 12:34
Sample (adjusted): 2000M03 2011M11
Included observations: 141 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
D(LR)
VT
D(LIP)
RSR
D(LR(-1))
0.406853
(0.07894)
[ 5.15402]
0.086155
(1.67349)
[ 0.05148]
0.119669
(0.10265)
[ 1.16582]
0.173444
(0.12260)
[ 1.41474]
VT(-1)
0.004393
(0.00409)
[ 1.07514]
0.015450
(0.08663)
[ 0.17835]
0.007735
(0.00531)
[ 1.45568]
-0.006707
(0.00635)
[-1.05677]
D(LIP(-1))
-0.057129
(0.05816)
[-0.98222]
-1.218375
(1.23306)
[-0.98809]
-0.371086
(0.07563)
[-4.90639]
0.056045
(0.09033)
[ 0.62043]
RSR(-1)
0.020300
(0.05387)
[ 0.37684]
1.816957
(1.14199)
[ 1.59105]
-0.022534
(0.07005)
[-0.32170]
0.244708
(0.08366)
[ 2.92501]
C
-0.003367
(0.00404)
[-0.83350]
0.025645
(0.08565)
[ 0.29943]
0.005101
(0.00525)
[ 0.97090]
0.006042
(0.00627)
[ 0.96297]
0.173777
0.149477
0.306455
0.047469
7.151129
232.1965
-3.222646
-3.118080
-0.005319
0.051472
0.027781
-0.000813
137.7307
1.006343
0.971556
-198.4164
2.885339
2.989905
0.030953
1.005934
0.162372
0.137736
0.518190
0.061727
6.590815
195.1649
-2.697374
-2.592808
0.002808
0.066474
0.074437
0.047215
0.739176
0.073723
2.734399
170.1237
-2.342180
-2.237614
0.006745
0.075528
R-squared
Adj. R-squared
Sum sq. resids
S.E. equation
F-statistic
Log likelihood
Akaike AIC
Schwarz SC
Mean dependent
S.D. dependent
88 
Download