I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas pangan di Indonesia. Selain padi dan gandum, jagung merupakan salah satu sumber karbohidrat. Jagung tidak hanya mengandung karbohidrat namun, banyak senyawa kimia yang bermanfaat bagi kesehatan terkandung didalamnya, antara lain protein, lemak, kalsium (Ca), fosfor (P), vitamin, dan senyawa lainnya. Selain untuk bahan pangan, jagung juga dapat di jadikan sebagai bahan bakar etanol, pakan ternak, bahan kompos serta bahan baku industri. Oleh karena itu potensi jagung di Indonesia cukup menjanjikan mengingat banyak manfaat dari tanaman bernama latin Zea mays ini. Tanaman jagung membutuhkan ± 13 jenis unsur hara yang diserap melalui tanah. Hara N, P, dan K diperlukan dalam jumlah lebih banyak dan sering kekurangan, sehingga disebut hara primer. Hara Ca, Mg, dan S diperlukan dalam jumlah sedang dan disebut hara sekunder. Hara primer dan sekunder lazim disebut hara makro. Hara Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang sedikit, disebut hara mikro. Unsur C, H, dan O diperoleh dari air dan udara. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara dalam tanah untuk dapat diserap tanaman antara lain adalah total pasokan hara, kelembaban tanah dan aerasi, suhu tanah, dan sifat fisik maupun kimia tanah. Keseluruhan faktor ini berlaku umum untuk setiap unsur hara (Olson & Sander 1988). Hara mikro dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang sedikit, sehingga jarang mendapat perhatian dibandingkan makronutrisi. Defisiensi hara mikro dapat terjadi secara meluas pada tanaman, terutama di negara Asia. Hal ini disebabkan oleh sifat tanah berkapur, pH tinggi, material organik rendah, kekeringan berkepanjangan, kandungan bikarbonat yang tinggi pada air irigasi, dan ketidakseimbangan penggunaan pupuk (Malakouti, 2008). Klorosis besi yang kadang - kadang diacu sebagai kekurangan Fe atau stress Fe, sangat umum dijumpai pada tanah - tanah alkalin, terutama tanah - tanah berkapur. Pada tanah yang mengandung pH tinggi menurunkan serapan Fe dalam rhizosfer sehingga dapat menyebabkan defisiensi Fe. Pada tanaman jagung defisiensi Fe terjadi di bawah 10 ppm dan dikatakan meracun apabila lebih dari 350 ppm (Glendinning, 2004). Unsur Fe merupakan hara mikro yang sangat penting bagi tanaman. Unsur Fe sebagai logam aktif redoks terlibat dalam fotosintesis, respirasi mitokondria, asimilasi nitrogen, biosintesis hormon, osmoproteksi, dan pertahanan terhadap patogen (Hansch & Mendel, 2009). Kebanyakan sumber Fe yang berasal dari penambahan pupuk Fe dalam bentuk FeSO4 (19-23% Fe) dan Fe khelat (5-14% Fe). Karena Fe bersifat immobile di tanaman maka defisiensi Fe pertama kali ditentukan di daun muda. Defisiensi Fe akan menyebabkan ketidakseimbangan unsur logam lain seperti molybdenum, tembaga, mangan (Glendinning, 2004). Jumlah Fe yang tidak cukup tersedia bagi tanaman akan menyebabkan kekurangan besi, yang disebut klorosis besi (Bhattacharya et al., 2007). Ketersediaan Fe akan menurun seiring dengan meningkatnya pH tanah. Dalam kondisi normal, Fe tidak mudah tercuci dari zona perakaran, tetapi pada tanah dengan aerasi buruk, penyerapan Fe menjadi terhambat. Gejala yang muncul akibat defisiensi/kekurangan Fe adalah warna kuning diantara tulang daun, tetapi tulang daunnya tetap berwarna hijau. Gejala lanjutnya berupa warna daun menjadi putih, pertumbuhan terhenti, daun gugur, dan bagian pucuknya mati (Novizan, 2005). Pemupukan merupakan salah satu cara penambahan unsur hara kedalam tanah. Dengan cara pemupukan ini diharapkan unsur hara dapat memenuhi kebutuhan untuk tanaman. Namun banyaknya kegiatan pemupukan yang kurang efektif dan efisien akibat sifat pupuk yang diberikan memiliki sifat kelarutan tinggi, higroskopisitas tinggi, dan lainnya. Salah satu upaya untuk memaksimalkan pemupukan pada tanah adalah dengan digunakannya pupuk yang memiliki sifat slow release. Pupuk slow release adalah pupuk yang menyediakan nutrisi bagi tanaman dengan waktu penyediaan nutrisi bagi tanaman dengan waktu penyediaan lebih lama dibandingkan pupuk konvensional karena pelepasan pupuk lepas lambat bersifat terkontrol (Trenkel, 2010). Pemberian pupuk slow release dapat mengurangi penggunaan dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia, serta akan menyumbangkan unsur hara bagi tanaman serta meningkatkan serapan unsur hara oleh tanaman (Sarno, 2009). Pelepasan nutrisi yang baik pada pupuk dikendalikan oleh aktivitas akar tanaman (Candra et al., 2009). Akar tanaman mensekresikan asamasam organik untuk mengkelat dan meningkatkan ketersediaan mikronutrisi di dalam tanah. Oleh karena itu, ion nutrisi pada pupuk diharapkan mempunyai kelarutan rendah dalam air, namun mampu menjamin ketersediaanya bagi tanaman melalui kelarutan yang 2 tinggi dalam asam organik, seperti sitrat, oksalat yang disekresikan oleh akar tanaman (Bhattacharya et al., 2007). Pupuk lepas lambat pada umumnya terdiri dari dua bahan penyusun yaitu material pengemban atau support material dan mineral atau unsur yang dibutuhkan tanaman. Pupuk slow release biasanya didesain dari material yang bersifat ramah lingkungan dan mudah mengalami biodegradasi (Trenkel, 2010). Alginat merupakan polimer yang mampu mengikat kation. Zeolit alam merupakan bahan yang memiliki kapasitas tukar kation tinggi, relatif stabil, ramah lingkungan, murah dan mudah didapat. Pemanfaatan zeolit dan alginat ini digunakan sebagai wadah untuk memuat Fe. Pemanfaatan pupuk slow release Fe-komposit ini di ujikan pada tanaman jagung manis. Jagung manis dipilih sebagai tanaman uji karena prospeknya cukup bagus sebagai bahan baku makanan dan industri. Selain itu tanaman jagung merupakan tanaman yang responsif terhadap ketersediaan unsur hara sehingga sesuai apabila tanaman jagung manis digunakan sebagai tanaman indikator. 1.2. Tujuan 1.2.1 Mengetahui pengaruh Fe-komposit terhadap Fe tersedia pada tanah 1.2.3 Mengetahui pengaruh Fe-komposit terhadap pertumbuhan jagung 1.2.4 Mengetahui pengaruh Fe-komposit terhadap serapan Fe oleh jagung 1.3 Kegunaan Penelitian Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat dipergunakan sebagai rekomendasi bagi petani atau pelaku budidaya untuk mengetahui efektivitas pupuk Fekomposit pada tanaman jagung sebagai usaha peningkatkan produktivitas jagung dalam meningkatan ketahanan pangan. 1.4 Hipotesis Pemberian pupuk Fe-komposit mampu memberikan pengaruh terhadap Fe tersedia di dalam tanah yang diserap oleh tanaman sehingga dapat memberikan kenaikan pertumbuhan tanaman jagung 3