BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi adalah faktor utama untuk penyakit stroke, jantung, dan gagal ginjal (August, 2004). Estimasi prevalensi hipertensi mencapai satu miliar penduduk dunia dan kurang lebih tujuh koma satu juta kematian setiap tahunnya akibat komplikasi hipertensi (World Health Organization dan International Society of Hypertension, 2003). Penelitian yang telah dilakukan di Indonesia menyebutkan bahwa penyakit hipertensi terus mengalami kenaikan insidensi dan prevalensi, yang berkaitan erat dengan perubahan pola hidup seperti kenaikan kejadian stres dalam kehidupan, pola makan yang mengandung banyak lemak, penurunan aktivitas fisik, dll (Sani, 2008). WHO melaporkan bahwa suboptimal blood pressure (>115 mmHg suboptimal blood pressure) bertanggung jawab untuk penyakit cerebrovascular sebanyak 62% dan 49% untuk penyakit jantung iskemi (World Health Organization dan International Society of Hypertension, 2003). Sistem kardiovaskuler dipengaruhi oleh arteri yang berperan pada perubahan keseimbangan aliran darah perifer. Arteri mempunyai struktur dan karakteristik yang elastis (McEniery et al., 2007). Gangguan pada elastisitas arteri dapat mempengaruhi resistensi vaskuler dan cardiac output sehingga berpengaruh juga pada tekanan darah (DiPiro et al., 2005). 1 2 Efek farmakologi suatu obat pada hewan hidup ditentukan oleh absorbsi, ikatan protein, distribusi, biotransformasi, dan sebagainya. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa penilaian hubungan struktur aktivitas semakin sulit jika faktor yang terlibat (Mutschler, 1986). Percobaan farmakologi dengan organ terisolasi merupakan percobaan in vitro terhadap beberapa organ antara lain pembuluh darah (arteri atau vena), jantung, paru-paru, dan ileum yang bermaksud mengurangi jumlah faktor yang terlibat pada hewan hidup (Mutschler, 1986); (Berkowitz dan Katzung, 1997). Percobaan organ terisolasi dilakukan untuk mengetahui efek kontraksi dan relaksasi vaskular; efek pada otot polos dengan menggunakan hewan uji tikus atau marmut (Berkowitz dan Katzung, 1997), hal ini berhubungan dengan vasokonstriksi dan vasodilatasi. Vasokontriksi adalah kondisi ketika pembuluh darah berkontraksi dan menyempit hal ini menyebabkan tahanan terhadap aliran darah, (Guyton dan Hall, 2008) dan vasodilatasi dapat menyebabkan penurunan tekanan darah. Vasodilator adalah bahan yang dapat menyebabkan vasodilatasi dengan mempengaruhi otot polos atau merangsang pelepasan second messenger sebagai agen vasodilator. Pengobatan hipertensi dapat dengan obat sintesis dan sering juga menggunakan obat tradisional dari bahan alam baik tumbuhan, hewan, maupun mineral (Koffi et al., 2009). Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia dalam hal keanekaragaman hayati. Sebagai tambahan 17% spesies tanaman yang ada di dunia berasal dari Indonesia. Keanekaragaman hayati yang tinggi ini menyediakan banyak spesies 3 tanaman obat yang mempunyai potensi untuk dijadikan bahan baku obat baik untuk obat herbal maupun sebagai prekursor bagi obat modern (Plotkin, 1988; Cox, 1994) Pengetahuan empiris tanaman obat yang berasal dari nenek moyang diinformasikan secara turun temurun dan digunakan sebagai dasar bagi pengobatan sendiri (swamedikasi). Penggunaan obat tradisional masih banyak digemari oleh masyarakat (back to nature) disebabkan obat tradisional mempunyai banyak keuntungan, seperti harga yang relatif murah sehingga dapat dijangkau masyarakat luas, bahan baku yang mudah diperoleh dan disamping itu efek samping penggunaan obat tradisional yang sejauh ini dianggap lebih kecil daripada efek samping obat sintetik (Wijaya dan Darsono, 2005). Di Indonesia telah ditemukan berbagai macam obat herbal, salah satu diantaranya adalah sirup anti masuk angin yang memiliki khasiat untuk mengobati masuk angin seperti rasa meriang, rasa mual, perut kembung, keluar keringat dingin, capek-capek dan pusing. Sirup anti masuk angin memiliki komposisi Zingiberis rhizoma, royal jelly, Panax ginseng, Blumeae Folia, Menthae Folia, dan mel depuratum. Selain itu berdasarkan Certificate of Analysis teridentifikasi juga bahan aktif lain, yaitu Glycyrrhiza glabra dan Curcuma domestica. Dari berbagai komposisi di atas, telah dilakukan studi terhadap aktivitas antihipertensinya pada crude ekstrak jahe, Panax ginseng, royal jelly, dan Curcuma domestica. Keempat bahan aktif tersebut memiliki aktivitas antihipertensi dengan mekanisme regulasi yang berbeda. Crude ekstrak jahe memiliki aktivitas antihipertensi melalui blokade kanal kalsium voltage dependent yang sebelumnya 4 telah diinduksi dengan fenilefrin hidroklorida (Ghayur dan Gilani, 2005), gingseng mampu menurunkan tekanan darah melalui regulasi tonus vaskuler dengan cara menginduksi oksida nitrit (NO) yang dilepaskan di sel endotel (Kang et al., 1995), royal jelly berperan dalam penghambatan Angiotensin Converting Enzyme (Tokunaga et al., 2004), dan Curcuma domestica mampu melakukan vasodilatasi pada pembuluh darah melalui promosi NO (Xu et al., 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian terbesar (16,4%), sedangkan kematian terbanyak akibat penyakit ini dijumpai pada usia 44 tahun ke atas. Semakin kompleknya penanganan penyakit hipertensi dan makin mahalnya obat-obat hipertensi menuntut para peneliti untuk mengupayakan penemuan obat-obat baru sebagai antihipertensi (Sasaki et al., 2003). Bagaimanapun juga ketertarikan peneliti terhadap potensi klinik dan dasar farmakologi untuk efikasi dan keamanan dari obat herbal meningkat di beberapa tahun terakhir (Rodriguez-Fragoso et al., 2007). Latar belakang inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti aktivitas sirup anti masuk angin terhadap efek relaksasi organ terisolasi otot polos aorta tikus jantan galur Wistar yang dikontraksikan oleh fenilefrin hidroklorida sehingga dapat digunakan sebagai terapi alternatif antihipertensi. Data dan informasi yang diperoleh diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. 5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah sirup anti masuk angin mempunyai aktivitas relaksasi pada otot polos aorta tikus yang sebelumnya telah diinduksi oleh fenilefrin hidroklorida? 2. Apakah sirup anti masuk angin mempunyai aktivitas penghambatan kontraksi pada otot polos aorta tikus yang sebelumnya telah diinduksi oleh fenilefrin hidroklorida? C. Tujuan Penelitian Mendapatkan informasi dan data mengenai kemampuan sirup anti masuk angin terhadap penghambatan kontraksi dan efek relaksasi otot polos aorta tikus yang menggambarkan penurunan tekanan darah (antihipertensi). D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian arterial hipertensi selanjutnya. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi alternatif yang dapat digunakan oleh penderita penyakit hipertensi untuk menjaga tekanan darah dan meningkatkan kualitas hidupnya. 6 E. Tinjauan Pustaka 1. Hipertensi Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang) (Wilson, 1995). Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik, hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) adalah meningkatnya tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar. Sedangkan hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, umumnya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik. 7 Diagnosis hipertensi tidak boleh ditegakkan berdasarkan sekali pengukuran, kecuali bila tekanan darah diastolik (TDD) > 120 mmHg dan/atau tekanan darah sistolik (TDS) > 210 mmHg. Diagnosis hipertensi ditegakkan bila dari pengukuran berulang-ulang tersebut diperoleh nilai rata-rata TDD > 90 mmHg dan/atau TDS > 140 mmHg (Setiawati dan Bustami, 1995). Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer atau hipertensi esensial terjadi karena peningkatan persisten tekanan arteri akibat ketidakaturan mekanisme kontrol homeostatik normal, dapat juga disebut hipertensi idiopati. Hipertensi ini mencakup 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan simpatik, sistem reninangiostensin, defak dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas dan merokok (Mansjoer, 2001). Hipertensi sekunder atau hipertensi renin merupakan hipertensi yang penyebabnya diketahui dan terjadi sekitar 10% dari kasus-kasus hipertensi. Hampir semua hipertensi sekunder berhubungan dengan sekresi hormon dan fungsi ginjal. Penyebab spesifik hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom cushing, dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, umumnya hipertensi sekunder dapat disembuhkan dengan penatalaksanaan yang tepat (Sheps, 2005). 8 Gejala yang sering ditemukan pada peninggian tekanan darah adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan pusing (Mansjoer, 2001). 2. Sirup Anti Masuk Angin Komposisi Setiap 15 ml ekstrak terdiri dari: Zingiberis rhizoma 7,336 gram Royal jelly 0,525 gram Panax ginseng 1,050 gram Blumeae Folia 2,445 gram Menthae Folia 4,890 gram Mel depuratum (Madu) 9,750 gram Berdasarkan Certificate of Analysis yang terlampir pada lampiran II, sirup anti masuk angin juga teridentifikasi mengandung bahan aktif, yaitu Glycyrrhiza glabra dan Curcuma domestica. a. Zingiberis rhizoma Klasifikasi Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber 9 Species : Zingiber officinale Jahe (Zingiber officinale) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe berkhasiat sebagai antiemetik, (Yamahara et al., 1989), antiplatelet (Srivastava 1984; Lumb, 1994), anti-inflamasi dan antipiretik (Sharma et al., 1994), antiulcer (Yamahara et al., 1998), antioksidan (Reddy dan Lokesh, 1992) dan mempunyai efek sebagai penurun tekanan darah (Ghayur et al., 2005; Ghayur dan Gilani, 2005). Selain itu, jahe berkhasiat sebagai karminativ, spasmolitik, dan sebagai peningkat sirkulasi peripheral (Bradley, 1992). Banyak bukti yang menyebutkan khususnya pada studi tikus, bahwa jahe baik secara langsung maupun tidak langsung berefek pada tekanan darah dan curah jantung (James, 1999). Telah diteliti bahwa sirup jahe yang diberikan melalui jalur intravena dengan dosis 0,3-3mg/kgBB menyebabkan penurunan tekanan darah arterial pada tikus teranastesi yang diinduksi secara dose dependent yang dimediasi secara langsung melalui vasodilatasi endothelium-independent dan blokade dari kanal kalsium voltage dependent (Ghayur dan Gilani, 2005). Selain itu pada preparasi aorta torakalis kelinci, crude ekstrak jahe menyebabkan relaksasi dari pembuluh darah yang sebelumnya telah diinduksi oleh fenileferin dengan dosis 10 kali lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk mengkontraksikan pembuluh darah dengan induksi K+. Aktivitas bloking kanal Ca2+ dikonfirmasi ketika crude ekstrak jahe mampu 10 menggeser kurva dosis-respon dari Ca2+ kearah kanan dan memiliki efek yang serupa terhadap verapamil. Data ini mengindikasikan bahwa penurunan tekanan darah oleh jahe dimediasikan melalui blokade dari kanal kalsium voltage dependent (Ghayur dan Gilani, 2005). Jahe mengandung gingerol dan galanolakton yang keduanya memiliki aktivitas sebagai antagonis dari reseptor 5-HT3 (Huang et al., 1991). Antagonis reseptor 5-HT3 berefek sebagai anti-emetik (Bone et al., 1990; Fischer et al., 1991). Dalam penelitian untuk mencari obat alternatif untuk terapi penyakit hipertensi, antagonis reseptor 5-HT3 mempunyai potensi sebagai anti-hipertensi (Tsukomoto et al., 2000) dan mekanisme penurunan darahnya melalui mekanisme antagonis serotonergik (Mohan, 2007). Selain itu jahe juga dilaporkan memiliki efek antihipertensi melalui mekanisme penghambatan angiotensin converting enzyme karena memiliki kandungan polifenol dan flavonoidnya yang tinggi (Akinyemi et al., 2013). b. Royal jelly Royal jelly (RJ) adalah produk sekresi dari kelenjar sepalik lebah ternak (Moritz, 1992). Royal jelly sangat efektif dan bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia karena digunakan sebagai obat baik di masyarakat maupun secara resmi (Crenguta et al., 2011) Royal jelly mempunyai aktivitas farmakologi seperti antioksidan, hepatoprotektif, anti tumor, anti-inflamasi, imunomodulator, penghambat penuaan dini serta agen yang dapat meregulasi tekanan darah (Marghitas, 11 2008). Peneliti Jepang telah menemukan efek dari peptida tertentu melalui hidrolisis enzimatik dari royal jelly pada hewan percobaan (mencit) yang menderita tekanan darah tinggi dimana peptida ini berperan dalam penghambatan ACE. Efek antihipertensi yang ditemukan mencapai 38% (Tokunaga et al., 2004) setelah diberikan royal jelly secara berulang melalui peroral (Matsui et al., 2002). Studi lain mengatakan bahwa asam trans-2-octenoat dan asam hidroksidekanat dari royal jelly berperan dalam aksi antihipertensi dengan perbedaan fraksi royal jelly juga menyebabkan berbedanya efek dan durasi aksi antihipertensinya. Royal jelly juga dihubungkan dengan aksi protektif dan aksi terapetik adrenalin dalam menginduksi aritmia, namun masih belum ada observasi lebih lanjut mengenai efek royal jelly terhadap denyut jantung (Librowsky dan Czarnecki, 2000). c. Panax ginseng Klasifikasi Divisi : Embryophyta Shiphonogama Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Umbelliflorae Famili : Araliaceae Genus : Panax Spesies : Panax ginseng (L.) 12 Ginseng, akar dari Panax ginseng sudah secara luas digunakan baik sebagai obat maupun sebagai bahan makanan di Asia untuk ribuan tahun lamanya (Helms, 1998). Daun Panax ginseng tetap hijau sepanjang tahun dengan pertulangan daun menjari, bunga berwarna putih, berbuah berry merah dan akarnya berwarna kuning kecoklatan (Duke dan Ayensu, 1985). Banyak studi menlaporkan bahwa ginseng berfungsi sebagai pembasmi radikal bebas (Kang et al., 2007; Kitts et al., 2000) dan sebagai immunomodulator. Selain itu juga berkontribusi dalam menjaga kesehatan tubuh secara optimal melawan penyakit kronis dan penuaan dini (Kitts et al, 2000). Secara lebih spesifik telah dibuktikan bahwa ginseng mempunyai potensi untuk menurunkan tekanan darah melalui regulasi tonus vaskuler melalui induksi oksida nitrit (NO) yang dilepaskan di sel endotel (Kang et al., 1995). Produksi NO telah diketahui diinduksi oleh calcium-dependent endothelial nitric oxide synthase (eNOS) dimana aktivitasnya diregulasi dalam berbagai keadaan (Huang et al., 1991; Edirisinghe et al., 2008). d. Blumeae Folia Klasifikasi Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Asterales Famili : Compositae 13 Genus : Blumea Spesies : Blumea balsamifera (L.) (Backer dan Van den Brink, 1968). Blumea balsamifera yang dikenal juga dengan nama „Sembung‟ adalah tanaman obat yang tumbuh di daerah Asia Selatan. Sembung merupakan tumbuhan mirip perdu, tegak, berbatang satu, bercabang banyak, berbau sangat aromatis dengan tinggi mencapai 1-4 meter (Van Steenis, 1997). Bagian dari tanaman sembung (Blumea balsamifera) yang biasa digunakan sebagai obat adalah daunnya (Blumeae Folium) yang bersifat pedas, sedikit pahit, hangat, dan baunya seperti rempah. Daunnya menarik perhatian karena mempunyai berbagai macam aktivitas fisiologi (Kubota et al., 2008) seperti untuk mengatasi rematik sendi, nyeri haid, influenza, demam, sesak nafas (asma), batuk, bronkitis, perut kembung, diare, perut mulas, sariawan, nyeri dada akibat penyempitan pembuluh darah korner (angina pektoris) dan kencing manis (diabetes melitus) (Dalimartha, 1999). e. Menthae Folia Klasifikasi Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Ordo : Lamiales Famili : Lamiaceae Genus : Mentha 14 Spesies : Mentha piperita L. (USDA, 2008) Mentha piperita adalah tanaman obat yang berasal dari famili Lamiaceae dan lebih dikenal sebagai peppermint. Peppermint ini tumbuh dan berkembang terutama di daerah Eropa, Amerika Utara, Afrika Utara namun sekarang dibudidayakan di seluruh negara dunia. Mentha piperita adalah tanaman herbal yang berukuran kecil dengan daun berwarna hijau. Daun Mentha piperita sering digunakan baik sebagai bahan makanan kosmetik maupun sebagai obat untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti perut kembung, karminatif, anti-inflamasi serta antiseptik lokal. f. Mel depuratum (Madu) Mel Depuratum, madu, adalah produk dari lebah. Produk lebah ini berupa sirup madu berwarna kuning atau kuning kecoklatan yang berupa larutan dekstroa dan lavulosa. Asalnya ada di kantung madu lebah yang di inversi oleh nektar dan mengandung sejumlah kecil minyak yang menguap yang berasal dari berbagai macam bunga. Selain itu, madu mengental dengan adanya pengkristalan dekstrosa. Madu mempunyai daya antibakteri karena mengandung inhibin dan enzim diastase yang dapat menghambat bakteri. Inhibin merupakan senyawa seperti lisozim, yang menyerang dinding sel bakteri dengan cara menghidrolisis ikatan antar N-asetil glukosamin dan asam N-asetil muramat yang merupakan komponen penyusun peptidoglikan, sehingga dinding sel 15 bakteri pecah (Merliana R, 2009), selain itu madu mempunyai daya antibakteri sehingga banyak dipakai untuk mengobati luka dan mempercepat penyembuhan (Cooper, 2011). g. Glycyrrhiza glabra Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Famili : Leguminoceae Genus : Glycyrrhiza Spesies : Glycyrrhiza glabra Glycyrrhiza glabra adalah tanaman perennial yang tumbuh secara tegak dengan tinggi hingga lebih dari satu meter (Anonim, 1985). Glycyrrhiza glabra digunakan sebagai bahan penambah rasa, pemanis, obat herbal yang dapat meningkatkan kesehatan, dan detoksifikasi (Aoki, 2005) dan telah digunakan sebagai obat selama lebih dari 4000 tahun (Anil dan Jyotsna, 2012). Tanaman ini digunakan sebagai kontrasepsi, laksatif, anti asma, dan agen anti viral pada pengobatan tradisional. Akar dari glycyrrhiza berguna untuk mengatasi batuk dan sebagai ekspektoran (Sheth, 2005). Selain itu juga efektif dalam mengatasi anemia, asam urat, radang tenggorokan, demam, penyakit kulit dan bengkak (Kaur, 2013). 16 h. Curcuma domestica Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma domestica (Hapsoh dan Hasanah, 2011) Kunyit merupakan tanaman rempah dan obat asli dari wilayah Asia Tenggara dan tanaman ini tumbuh dengan baik di Indonesia (Agoes, 2010). Curcuma domestica digunakan terutama sebagai anti inflamasi. Selain itu tanaman ini juga digunakan untuk menjaga kesehatan tubuh, sebagai agen penambah rasa, dan pewarna makanan (Hasan et al., 2006). Selain itu kunyit juga berkhasiat melancarkan darah dan vital energi, antioksidan, meluruhkan haid (emenagog), antiradang (anti inflamasi), meredakan nyeri (analgesik), mempermudah persalinan, anti bakteri dan mempercepat penyembuhan luka (Haryono, 2012). Banyak penulis yang menyebutkan bahwa turmerik maupun kandungan utamanya yaitu kurkumin dapat digunakan dalam terapi penyakit yang berkaitan dengan sistem kardiovaskuler. Aktivitas farmakologisnya antara lain sebagai kardioprotektif, hipolipidemik, antihipertensi dan vasodilatasi (Nugroho et al., 2008). 17 Kurkumin mampu memperbaiki transport ion Ca2+ dari retikulum endoplasma otot jantung dan lebih meningkatkan homeostatis ion Ca2+ pada otot jantung (Shishodia et al., 2005; Aggarwal et al., 2003; Nugroho et al., 2008). Kurkumin mampu menurunkan tekanan darah dan menurunkan resistensi vaskuler dengan cara peningkatan ekspresi dari eNOS, level GSH, dan penurunan oksidasi sel (Nakmareong, 2011). Selain itu kurkumin mampu menyebabkan vasorelaksasi pada arteri koroner melalui promosi pelepasan Nitric Oxyde (Xu et al., 2007). 3. Organ terisolasi Teknik perfusi organ terisolasi adalah teknik untuk menjaga organ vaskuler terisolasi dari organ dan jaringan lainnya dari tubuhnya yang secara mekanik dibantu dengan cairan yang sesuai melalui vaskulernya (Mehendale, 1989). Studi organ terisolasi bermanfaat untuk mengevaluasi aktivitas farmakologi obat dengan reseptornya, channel, dan enzim pada suatu jaringan. Penggunaan teknik in vitro telah berkembang pesat dalam bidang etnofarmakologi untuk mengevaluasi efek dari sirup tanaman dan molekul. Penggunaan teknik yang terus meningkat oleh ilmuwan internasional disebabkan oleh fakta bahwa teknik ini murah, membutuhkan hewan uji dengan jumlah yang sedikit bila dibandingkan dengan model in vivo, dan juga bisa dilakukannya evaluasi dari aktivitas farmakologi dari jenis sirup dan molekul yang bermacam macam dalam waktu yang cukup singkat (Gebhardt, 2000). 18 Banyak faktor yang harus dipertimbangkan ketika memilih sistem organ terisolasi untuk keperluan farmakologi ekperimental. a. Hewan uji Disamping biaya dan ketersediaan hewan uji, umur, berat dan galur hewan uji sebaiknya mampu menurunkan variasi kesalahan (Gaddum, 1953). b. Pemeliharaan viabilitas jaringan Setiap organ membutuhkan jumlah ion dan nutrisi yang berbeda. Perbedaan kandungan ionik serta komposisinya bisa memberikan efek reaktivitas dan baseline yang berbeda. Diperlukan larutan nutrisi yang sesuai untuk menjaga organ terisolasi berada pada kondisi yang stabil. c. Oksigen Jumlah oksigen yang dihantarkan ke organ terisolasi adalah salah satu hal yang perlu dipertimbangkan. Aktivitas basal pada organ terisolasi dapat dipengaruhi oleh perubahan tekanan parsial dari oksigen pada organ bath khususnya untuk otot kardiak yang sangat sensitif terhadap hal tersebut (Koch Wesser dan Blinks, 1963). d. Suhu Suhu media pada organ terisolasi perlu dipertimbangkan khususnya untuk jaringan kardiak yang telah menunjukkan bahwa aktivitas basal menjadi lebih stabil dan responsif terhadap agonis pada suhu kurang lebih 37 oC (Koch Wesser dan Blinks, 1963). 19 4. Aorta Aorta adalah pembuluh darah besar (main trunk) dari segenap pembuluh darah cabangnya yang berfungsi membawa darah teroksigenasi ke berbagai jaringan tubuh untuk kebutuhan nutrisinya (Wiesenfarth, 2011). Aorta dan cabang-cabang utamanya termasuk tipe arteri yang elastik (Abramson, 1962). Aorta berada di bagian atas dari ventrikel dan setelah naik (ascending) aorta melengkung (arch) ke belakang dan ke sisi kiri tepat pada pangkal paru kiri kemudian turun (descending) dalam toraks pada sisi kiri kolumna vertebralis, masuk rongga abdomen lewat hiatus diafragma tikus dan berakhir setingkat dengan vertebra lumbralis, aorta bercabang menjadi arteri iliaka komunis dekstra dan sinistra (Gray, 1918). Secara histologi, dinding aorta terdiri atas tiga lapisan yaitu intima, media dan adventitia (Carola, 1990). Aorta merupakan komponen dari sistem sirkulasi dan sangat berperan dalam mempertahankan tekanan darah makhluk hidup sehingga aorta dilengkapi dengan berbagai tipe reseptor yang dapat distimulasi secara spesifik oleh neurotransmitter endogen dengan efek yang spesifik. Diantaranya adalah reseptor adrenergik dan reseptor kolinergik. Stimulasi reseptor kolinergik akan menyebabkan vasodilatasi sedangkan stimulasi dari reseptor adrenergik menyebabkan terjadinya vasokonstriksi maupun vasodilatasi tergantung subtipe reseptor yang distimulasi (Mutschler, 1986). 20 Gambar 1. Struktur Aorta (Carola, 1990) 5. Interaksi Obat Reseptor Aktivitas dari obat pada sistem biologi dapat dijelaskan sebagai interaksi antara molekul obat dengan kompleks molekul atau komponen yang spesifik pada sistem biologi. Komponen dimana obat berinteraksi disebut dengan reseptor. Asumsi sederhana mengenai pembentukan komplek obat dengan reseptor diekspresikan sebagai reaksi kimia seperti berikut: Obat + Reseptor⇌ Komplek obat-reseptor Untuk melakukan studi mengenai interaksi obat-reseptor dan hubungannya dengan efek biologisnya maka metode yang paling sering digunakan adalah metode organ terisolasi. 21 a. Agonis Agonis merupakan suatu senyawa yang beraksi pada reseptor sehingga mampu menghasilkan respon fisiologis yang meningkatkan atau menurunkan aktivitas sel atau sel itu sendiri dimana reseptor tersebut berinteraksi. Agonis memiliki afinitas atau ukuran kemampuan obat untuk berikatan pada reseptor yang dalam penelitian diistilahkan dengan pD2. Apabila nilai pD2 besar maka afinitas semakin besar dan sensitivitas reseptor terhadap obat juga semakin besar. Harga pD2 dapat diperoleh dengan cara membuat plot hubungan antara respon dengan logaritma konsentrasi agonis (Foreman dan Johansen, 1996). b. Antagonis Antagonis adalah suatu keadaan ketika obat antagonis menurunkan aksi dari suatu agonis dalam menghasilkan efek. Antagonis memiliki afinitas namun tidak mempunyai efikasi. Terdapat dua tipe antagonis, yaitu: 1) Antagonis kompetitif Antagonisme bersifat kompetitif apabila antagonis berikatan pada tempat ikatan agonis pada reseptornya secara reversibel, dan efek tersebut dapat digeser oleh pemberian agonis dalam jumlah yang tinggi. Dalam hal ini, penambahan penghambatan agonis tersebut. agonis mampu mengatasi efek 22 % R e s p o n [D] [D] + [A] logaritma Konsentrasi [D] Gambar 2.Pola kurva efek vs logaritma dosis agonis pada antagonisme kompetitif (Kenakin, 1997) Pada antagonisme ini tidak terdapat penurunan % respon maksimum namun dengan adanya antagonis mampu mengakibatkan harga pD2 agonis menjadi lebih kecil. 2) Antagonis non kompetitif Antagonis non kompetitif terjadi bila antagonis mengikat reseptor bukan pada tempat ikatan reseptor-agonis sehingga tidak menyebabkan adanya kompetisi antara agonis dan antagonis dalam berikatan dengan reseptor dan bersifat irreversibel. Penghambatan efek agonis oleh antagonis non kompetitif ini tidak dapat diatasi dengan penambahan kadar agonis dan menyebabkan efek maksimal yang dicapai akan berkurang namun afinitas agonis terhadap reseptornya tidak berubah seperti yang terlihat pada gambar 3 23 % R e s p o n [D] [D] + [A] logaritma Konsentrasi [D] Gambar 3.Pola kurva efek vs logaritma dosis agonis pada antagonisme non kompetitif (Kenakin, 1997) 6. Fenilefrin Hidroklorida Gambar 4. Struktur Fenilefrin Hidroklorida (Depkes, 1995) Rumus Empirik : C9H3NO2.HCl Berat Molekul : 203,67 Pemerian : serbuk kristal putih atau hampir putih, tidak berbau dan larut dalam air Titik leleh :140 oC - 145 oC Penyimpanan : Fenilefrin Hidroklorida harus disimpan pada wadah aslinya, dan pada wadah yang tertutup rapat, ditempatkan pada ruangan 24 yang mempunyai sirkulasi udaran bagus, sejuk dengan suhu ruangan yang tidak melebihi 25 oC dan terlindung dari sinar matahari langsung. Fenilefrin HCl merupakan derivat adrenalin hanya memiliki 1 OH pada cincin benzen. Obat ini terutama berdaya alfa-adrenergik secara tak langsung jalan pembebasan NA dari ujung saraf. Daya kerjanya 10 kali lebih lemah dari adrenalin, tetapi bertahan lebih lama. Tidak menstimulasi SSP, efek jantungnya ringan sekali. Berdaya vasokonstriksi perifer dengan meningkatkan tensi, maka digunakan pada keadaan hipotensi (kolaps). Digunakan sebagai dekongestivum hidung dan mata dan dalam banyak sediaan kombinasi anti flu bersama analgetika, antihistamin dan antitusif (Tjay dan Rahardza, 2010). 7. Reseptor Adrenergik Reseptor adrenergik melepaskan norepinefrin sebagai neurotransmitter (Stoelting, 1983) serta merepresentasikan komponen kritis pada sistem syaraf simpatis untuk mempertahankan homeostatis dan respon terhadap penyakit (Knowlton dan Michel, 1993). Reseptor adrenergik adalah famili dari reseptor sel permukaan yang membawa sinyal melalui pengkopelan dengan G-protein. Gprotein coupled reseptor (GPCRs), termasuk reseptor adrenergik adalah target untuk banyak agonis dan antagonis terapetik saat ini. Famili dari reseptor adrenergik pada manusia terdiri dari 9 subtipe: α1A-, α1B-, α1DAR; α2CAR; β1, β2 dan β3AR (Small, 2003). 25 Agonis alfa adrenergik berguna untuk memodifikasi fungsi sirkulasi melalui efek vasokonstriksi serta menimbulkan refleks vagal bradikardia dan bermanfaat dalam pengobatan takikardi arterial. Alfa agonis murni, seperti vasoxyl, kurang dalam memberikan efek langsung pada cardiac tetapi menginduksi dilatasi pada kardiak serta dekompensasi dengan cara meningkatkan afterload atau resistensi. Aktivasi dari reseptor alfa 1 adrenergik oleh transmisi sistem syaraf simpatis atau obat akan menyebabkan vasokonstriksi, meningkatkan tahanan perifer dan tekanan darah arterial. Selain itu reseptor alfa dalam jumlah yang besar dan diasosiasikan dengan otot polos vaskuler yang dibandingkan dengan reseptor beta 2 akan menghasilkan predominant efek pada efinefrin dan menyebabkan vasokonstriksi. Tetapi, belum ada bukti yang tersedia mengenai efek jangka panjang dalam penggunaan alfa-1 adrenergik bloker terhadap performa ventrikel kiri dan regulasi syaraf dari tekanan darah. Reseptor beta dibedakan menjadi beta 1 (kardiak) dan beta 2 (bronkial dan reseptor perifer vaskuler (Lands et al., 1967). Stimulasi dari beta 1 menyebabkan peningkatan curah jantung dan kontraktilitasnya sedangkan stimulasi dari beta 2 menyebabkan dilatasi pada bronkiolus dan arteriol. Peta autokardiograf menyebutkan bahwa β-AR terdistribusi secara luas pada organ paru-paru dan terdapat pada beberapa tipe sel termasuk ASM dari trakea kebawah menuju akhir dari bronkiolus (Maree, 1980). Stimulasi dari beta reseptor pada jantung menyebabkan peningkatan pacemaker discharge, peningkatan kontraktilitas, peningkatan aktivitas 26 metabolik, serta meningkatkan konsumsi oksigen. Efek ini bisa diantagoniskan dengan beta adrenergik bloker tetapi tidak dengan alfa adrenergik bloker. Sistem vaskuler mempunyai reseptor alfa dan beta. Arterial sistemik dan vasokonstriksi arterial adalah fungsi dari reseptor alfa dan obat alfa adrenergik bloker memberikan efek antagonis terhadap efek tersebut sedangkan obat beta bloker tidak. Sedangkan untuk respon vasodilator diperhitungkan sebagai efek dari reseptor beta dan respon ini dihambat oleh adanya obat beta bloker dan bukan oleh alfa bloker (Maree, 1980). Jaringan Reseptor Respon beta 1 beta 1 beta 1 beta 1 alfa beta beta Meningkatkan laju Meningkatkan kontraktilitas Meningkatkan konduksi Meningkatkan kontraktilitas Vasokonstriksi Vasodilatasi Glikogenolisis; meningkatkan siklus 3’5’AMP; meningkatkan aktivitas siklus adenil Vasokonstriksi Vasodilatasi Vasokonstriksi Vasokonstriksi/vasodilatasi Arteri alfa beta 2 alfa, beta alfa, beta dopaminergik alfa, beta Paru-paru Otot polos bronkial beta 2 Relaksasi Usus beta alfa alfa, beta Menurunkan motilitas; tone Kontraksi dari spinkter Menurunkan motilitas; tone Hati Glikogen alfa, beta 2 Glikogenolisis Otot polos lainnya Limpa Uterus (hamil) Uterus alfa alfa beta 2 Kontraksi Kontraksi Relaksasi Jantung Nodus sino-arterial Atria Nodus atrioventricular ventrikel Pembuluh coroner Metabolism kardiak Pembuluh Darah Kulit Otot skeletal Vena Renal Saluran pencernaan Lambung Vasokonstriksi/vasodilatasi Gambar 5. Respon terhadap stimulasi reseptor adrenergik (Maree, 1980) 27 F. Landasan teori Hipertensi adalah salah satu penyakit yang umum diderita oleh masyarakat saat ini. Studi menunjukkan bahwa pada kasus hipertensi, mekanisme regulasi tekanan darah tetap dilakukan walaupun berada pada titik yang lebih tinggi. Aorta merupakan komponen dari sistem sirkulasi dan sangat berperan dalam mempertahankan tekanan darah makhluk hidup sehingga aorta dilengkapi dengan berbagai tipe reseptor yang dapat distimulasi secara spesifik oleh neurotransmitter endogen dengan efek yang spesifik. Aktivasi dari reseptor alfa 1 adrenergik oleh transmisi sistem syaraf simpatis atau obat akan menyebabkan vasokonstriksi, meningkatkan tahanan perifer, dan tekanan darah arterial. Sirup anti masuk angin mempunyai bahan aktif, yaitu: Zingiberis rhizoma, Panax ginseng, royal jelly, dan Curcuma domestica yang memiliki aktivitas sebagai antihipertensi dengan mekanisme regulasi yang berbeda. Pertama, Crude ekstrak dari Zingiber officinale mampu menyebabkan relaksasi dari pembuluh darah yang sebelumnya telah diinduksi oleh fenilefrin dengan dosis 10 kali lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk mengkontraksikan pembuluh darah dengan induksi K+ pada aorta torakalis kelinci. Selain itu pada pemberian secara intravena mampu meyebabkan penurunan tekanan darah arterial pada tikus teranastesi yang diinduksi secara dose dependent yang dimediasi secara langsung melalui vasodilatasi endothelium-independent dan blokade dari kanal kalsium voltage dependent (Ghayur dan Gilani, 2005). Kedua, Panax ginseng mampu menurunkan tekanan darah melalui regulasi tonus vaskuler melalui induksi oksida nitrit (NO) yang 28 dilepaskan di sel endotel (Kang et al., 1995). Produksi NO telah diketahui diinduksi oleh calcium-dependent endothelial nitric oxide synthase (eNOS) dimana aktivitasnya diregulasi dalam berbagai keadaan (Huang et al., 1991; Edirisinghe et al., 2008). Ketiga, royal jelly berperan dalam penghambatan ACE dimana efek antihipertensi yang ditemukan mencapai 38% (Tokunaga et al., 2004) setelah diberikan royal jelly secara berulang pada hewan percobaan (mencit) yang menderita tekanan darah tinggi melalui peroral (Matsui et al., 2002). Selain itu asam trans-2octenoat dan asam hidroksidekanat dari royal jelly berperan dalam aksi antihipertensi dengan perbedaan fraksi royal jelly juga menyebabkan berbedanya efek dan durasi aksi antihipertensinya (Librowsky dan Czarnecki, 2000). Keempat, Curcuma domestica memiliki bahan aktif, yaitu kurkumin yang mampu menurunkan tekanan darah dan menurunkan resistensi vaskuler dengan cara peningkatan ekspresi dari eNOS, level GSH, dan penurunan oksidasi sel (Nakmareong et al., 2011). Selain itu kurkumin mampu menyebabkan vasorelaksasi pada arteri koroner melalui promosi pelepasan Nitric Oxyde (Xu et al., 2007). Berdasarkan kemampuan keempat bahan aktif tersebut dalam menurunkan tekanan darah, sirup anti masuk angin diharapkan mempunyai efek penghambatan kontraksi dan efek relaksasi dari otot polos aorta tikus yang sebelumnya telah diinduksi dengan fenilefrin hidroklorida. 29 G. Keterangan Empirik 1. Sirup anti masuk angin mempunyai efek relaksasi otot polos aorta tikus yang sebelumnya telah diinduksi oleh fenilefrin hidroklorida. 2. Sirup anti masuk angin mempunyai efek penghambatan kontraksi otot polos aorta tikus yang sebelumnya telah diinduksi oleh fenilefrin hidroklorida.