BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi adalah faktor utama untuk penyakit stroke, jantung, dan gagal ginjal
(August, 2004). Estimasi prevalensi hipertensi mencapai satu miliar penduduk dunia
dan kurang lebih tujuh koma satu juta kematian setiap tahunnya akibat komplikasi
hipertensi (World Health Organization dan International Society of Hypertension,
2003). Penelitian yang telah dilakukan di Indonesia menyebutkan bahwa penyakit
hipertensi terus mengalami kenaikan insidensi dan prevalensi, yang berkaitan erat
dengan perubahan pola hidup seperti kenaikan kejadian stres dalam kehidupan, pola
makan yang mengandung banyak lemak, penurunan aktivitas fisik, dll (Sani, 2008).
WHO melaporkan bahwa suboptimal blood pressure (>115 mmHg suboptimal blood
pressure) bertanggung jawab untuk penyakit cerebrovascular sebanyak 62% dan
49% untuk penyakit jantung iskemi (World Health Organization dan International
Society of Hypertension, 2003).
Sistem kardiovaskuler dipengaruhi oleh arteri yang berperan pada perubahan
keseimbangan aliran darah perifer. Arteri mempunyai struktur dan karakteristik yang
elastis (McEniery et al., 2007). Gangguan pada elastisitas arteri dapat mempengaruhi
resistensi vaskuler dan cardiac output sehingga berpengaruh juga pada tekanan darah
(DiPiro et al., 2005).
1
2
Efek farmakologi suatu obat pada hewan hidup ditentukan oleh absorbsi, ikatan
protein, distribusi, biotransformasi, dan sebagainya. Kenyataan tersebut menunjukkan
bahwa penilaian hubungan struktur aktivitas semakin sulit jika faktor yang terlibat
(Mutschler, 1986). Percobaan farmakologi dengan organ terisolasi merupakan
percobaan in vitro terhadap beberapa organ antara lain pembuluh darah (arteri atau
vena), jantung, paru-paru, dan ileum yang bermaksud mengurangi jumlah faktor yang
terlibat pada hewan hidup (Mutschler, 1986); (Berkowitz dan Katzung, 1997).
Percobaan organ terisolasi dilakukan untuk mengetahui efek kontraksi dan relaksasi
vaskular; efek pada otot polos dengan menggunakan hewan uji tikus atau marmut
(Berkowitz dan Katzung, 1997), hal ini berhubungan dengan vasokonstriksi dan
vasodilatasi. Vasokontriksi adalah kondisi ketika pembuluh darah berkontraksi dan
menyempit hal ini menyebabkan tahanan terhadap aliran darah, (Guyton dan Hall,
2008) dan vasodilatasi dapat menyebabkan penurunan tekanan darah.
Vasodilator adalah bahan yang dapat menyebabkan vasodilatasi dengan
mempengaruhi otot polos atau merangsang pelepasan second messenger sebagai agen
vasodilator. Pengobatan hipertensi dapat dengan obat sintesis dan sering juga
menggunakan obat tradisional dari bahan alam baik tumbuhan, hewan, maupun
mineral (Koffi et al., 2009).
Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia dalam hal keanekaragaman
hayati. Sebagai tambahan 17% spesies tanaman yang ada di dunia berasal dari
Indonesia. Keanekaragaman hayati yang tinggi ini menyediakan banyak spesies
3
tanaman obat yang mempunyai potensi untuk dijadikan bahan baku obat baik untuk
obat herbal maupun sebagai prekursor bagi obat modern (Plotkin, 1988; Cox, 1994)
Pengetahuan empiris tanaman obat yang berasal dari nenek moyang
diinformasikan secara turun temurun dan digunakan sebagai dasar bagi pengobatan
sendiri (swamedikasi). Penggunaan obat tradisional masih banyak digemari oleh
masyarakat (back to nature) disebabkan obat tradisional mempunyai banyak
keuntungan, seperti harga yang relatif murah sehingga dapat dijangkau masyarakat
luas, bahan baku yang mudah diperoleh dan disamping itu efek samping penggunaan
obat tradisional yang sejauh ini dianggap lebih kecil daripada efek samping obat
sintetik (Wijaya dan Darsono, 2005).
Di Indonesia telah ditemukan berbagai macam obat herbal, salah satu diantaranya
adalah sirup anti masuk angin yang memiliki khasiat untuk mengobati masuk angin
seperti rasa meriang, rasa mual, perut kembung, keluar keringat dingin, capek-capek
dan pusing. Sirup anti masuk angin memiliki komposisi Zingiberis rhizoma, royal
jelly, Panax ginseng, Blumeae Folia, Menthae Folia, dan mel depuratum. Selain itu
berdasarkan Certificate of Analysis teridentifikasi juga bahan aktif lain, yaitu
Glycyrrhiza glabra dan Curcuma domestica.
Dari berbagai komposisi di atas, telah dilakukan studi terhadap aktivitas
antihipertensinya pada crude ekstrak jahe, Panax ginseng, royal jelly, dan Curcuma
domestica. Keempat bahan aktif tersebut memiliki aktivitas antihipertensi dengan
mekanisme regulasi yang berbeda. Crude ekstrak jahe memiliki aktivitas
antihipertensi melalui blokade kanal kalsium voltage dependent yang sebelumnya
4
telah diinduksi dengan fenilefrin hidroklorida (Ghayur dan Gilani, 2005), gingseng
mampu menurunkan tekanan darah melalui regulasi tonus vaskuler dengan cara
menginduksi oksida nitrit (NO) yang dilepaskan di sel endotel (Kang et al., 1995),
royal jelly berperan dalam penghambatan Angiotensin Converting Enzyme (Tokunaga
et al., 2004), dan Curcuma domestica mampu melakukan vasodilatasi pada pembuluh
darah melalui promosi NO (Xu et al., 2007).
Hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian terbesar (16,4%), sedangkan
kematian terbanyak akibat penyakit ini dijumpai pada usia 44 tahun ke atas. Semakin
kompleknya penanganan penyakit hipertensi dan makin mahalnya obat-obat
hipertensi menuntut para peneliti untuk mengupayakan penemuan obat-obat baru
sebagai antihipertensi (Sasaki et al., 2003). Bagaimanapun juga ketertarikan peneliti
terhadap potensi klinik dan dasar farmakologi untuk efikasi dan keamanan dari obat
herbal meningkat di beberapa tahun terakhir (Rodriguez-Fragoso et al., 2007).
Latar belakang inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti aktivitas
sirup anti masuk angin terhadap efek relaksasi organ terisolasi otot polos aorta tikus
jantan galur Wistar yang dikontraksikan oleh fenilefrin hidroklorida sehingga dapat
digunakan sebagai terapi alternatif antihipertensi. Data dan informasi yang diperoleh
diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1.
Apakah sirup anti masuk angin mempunyai aktivitas relaksasi pada otot
polos aorta tikus yang sebelumnya telah diinduksi oleh fenilefrin
hidroklorida?
2.
Apakah sirup anti masuk angin mempunyai aktivitas penghambatan
kontraksi pada otot polos aorta tikus yang sebelumnya telah diinduksi oleh
fenilefrin hidroklorida?
C. Tujuan Penelitian
Mendapatkan informasi dan data mengenai kemampuan sirup anti masuk angin
terhadap penghambatan kontraksi dan efek relaksasi otot polos aorta tikus yang
menggambarkan penurunan tekanan darah (antihipertensi).
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian
arterial hipertensi selanjutnya. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi
solusi alternatif yang dapat digunakan oleh penderita penyakit hipertensi untuk
menjaga tekanan darah dan meningkatkan kualitas hidupnya.
6
E. Tinjauan Pustaka
1.
Hipertensi
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140
mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang) (Wilson,
1995). Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi
sistolik, hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik
(isolated systolic hypertension) adalah meningkatnya tekanan sistolik tanpa
diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut.
Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung
berkontraksi (denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum
dalam arteri dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan
atas yang nilainya lebih besar. Sedangkan hipertensi diastolik (diastolic
hypertension)
merupakan
peningkatan
tekanan
diastolik
tanpa
diikuti
peningkatan tekanan sistolik, umumnya ditemukan pada anak-anak dan dewasa
muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit
secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang
melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik
berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di
antara dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan
sistolik dan diastolik.
7
Diagnosis hipertensi tidak boleh ditegakkan berdasarkan sekali pengukuran,
kecuali bila tekanan darah diastolik (TDD) > 120 mmHg dan/atau tekanan darah
sistolik (TDS) > 210 mmHg. Diagnosis hipertensi ditegakkan bila dari
pengukuran berulang-ulang tersebut diperoleh nilai rata-rata TDD > 90 mmHg
dan/atau TDS > 140 mmHg (Setiawati dan Bustami, 1995).
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan yaitu
hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer atau hipertensi
esensial terjadi karena peningkatan persisten tekanan arteri akibat ketidakaturan
mekanisme kontrol homeostatik normal, dapat juga disebut hipertensi idiopati.
Hipertensi ini mencakup 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan simpatik, sistem reninangiostensin, defak dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler, dan
faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas dan merokok (Mansjoer,
2001).
Hipertensi sekunder atau hipertensi renin merupakan hipertensi yang
penyebabnya diketahui dan terjadi sekitar 10% dari kasus-kasus hipertensi.
Hampir semua hipertensi sekunder berhubungan dengan sekresi hormon dan
fungsi ginjal. Penyebab spesifik hipertensi sekunder antara lain penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, hiperaldosteronisme primer,
sindrom cushing, dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, umumnya
hipertensi sekunder dapat disembuhkan dengan penatalaksanaan yang tepat
(Sheps, 2005).
8
Gejala yang sering ditemukan pada peninggian tekanan darah adalah sakit
kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur,
mata berkunang-kunang, dan pusing (Mansjoer, 2001).
2.
Sirup Anti Masuk Angin
Komposisi
Setiap 15 ml ekstrak terdiri dari:
Zingiberis rhizoma
7,336 gram
Royal jelly
0,525 gram
Panax ginseng
1,050 gram
Blumeae Folia
2,445 gram
Menthae Folia
4,890 gram
Mel depuratum (Madu)
9,750 gram
Berdasarkan Certificate of Analysis yang terlampir pada lampiran II, sirup
anti masuk angin juga teridentifikasi mengandung bahan aktif, yaitu Glycyrrhiza
glabra dan Curcuma domestica.
a.
Zingiberis rhizoma
Klasifikasi
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Zingiber
9
Species : Zingiber officinale
Jahe (Zingiber officinale) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan
rumpun berbatang semu. Jahe berkhasiat sebagai antiemetik, (Yamahara et
al., 1989), antiplatelet (Srivastava 1984; Lumb, 1994), anti-inflamasi dan
antipiretik (Sharma et al., 1994), antiulcer (Yamahara et al., 1998),
antioksidan (Reddy dan Lokesh, 1992) dan mempunyai efek sebagai
penurun tekanan darah (Ghayur et al., 2005; Ghayur dan Gilani, 2005).
Selain itu, jahe berkhasiat sebagai karminativ, spasmolitik, dan sebagai
peningkat sirkulasi peripheral (Bradley, 1992).
Banyak bukti yang menyebutkan khususnya pada studi tikus, bahwa
jahe baik secara langsung maupun tidak langsung berefek pada tekanan
darah dan curah jantung (James, 1999). Telah diteliti bahwa sirup jahe yang
diberikan melalui jalur intravena dengan dosis 0,3-3mg/kgBB menyebabkan
penurunan tekanan darah arterial pada tikus teranastesi yang diinduksi secara
dose dependent yang dimediasi secara langsung melalui vasodilatasi
endothelium-independent dan blokade dari kanal kalsium voltage dependent
(Ghayur dan Gilani, 2005).
Selain itu pada preparasi aorta torakalis kelinci, crude ekstrak jahe
menyebabkan relaksasi dari pembuluh darah yang sebelumnya telah
diinduksi oleh fenileferin dengan dosis 10 kali lebih tinggi dari yang
dibutuhkan untuk mengkontraksikan pembuluh darah dengan induksi K+.
Aktivitas bloking kanal Ca2+ dikonfirmasi ketika crude ekstrak jahe mampu
10
menggeser kurva dosis-respon dari Ca2+ kearah kanan dan memiliki efek
yang serupa terhadap verapamil. Data ini mengindikasikan bahwa penurunan
tekanan darah oleh jahe dimediasikan melalui blokade dari kanal kalsium
voltage dependent (Ghayur dan Gilani, 2005).
Jahe mengandung gingerol dan galanolakton yang keduanya memiliki
aktivitas sebagai antagonis dari reseptor 5-HT3 (Huang et al., 1991).
Antagonis reseptor 5-HT3 berefek sebagai anti-emetik (Bone et al., 1990;
Fischer et al., 1991). Dalam penelitian untuk mencari obat alternatif untuk
terapi penyakit hipertensi, antagonis reseptor 5-HT3 mempunyai potensi
sebagai anti-hipertensi (Tsukomoto et al., 2000) dan mekanisme penurunan
darahnya melalui mekanisme antagonis serotonergik (Mohan, 2007). Selain
itu jahe juga dilaporkan memiliki efek antihipertensi melalui mekanisme
penghambatan angiotensin converting enzyme karena memiliki kandungan
polifenol dan flavonoidnya yang tinggi (Akinyemi et al., 2013).
b.
Royal jelly
Royal jelly (RJ) adalah produk sekresi dari kelenjar sepalik lebah ternak
(Moritz, 1992). Royal jelly sangat efektif dan bermanfaat bagi kemaslahatan
umat manusia karena digunakan sebagai obat baik di masyarakat maupun
secara resmi (Crenguta et al., 2011)
Royal jelly mempunyai aktivitas farmakologi seperti antioksidan,
hepatoprotektif, anti tumor, anti-inflamasi, imunomodulator, penghambat
penuaan dini serta agen yang dapat meregulasi tekanan darah (Marghitas,
11
2008). Peneliti Jepang telah menemukan efek dari peptida tertentu melalui
hidrolisis enzimatik dari royal jelly pada hewan percobaan (mencit) yang
menderita tekanan darah tinggi dimana peptida ini berperan dalam
penghambatan ACE. Efek antihipertensi yang ditemukan mencapai 38%
(Tokunaga et al., 2004) setelah diberikan royal jelly secara berulang melalui
peroral (Matsui et al., 2002).
Studi lain mengatakan bahwa asam trans-2-octenoat dan asam
hidroksidekanat dari royal jelly berperan dalam aksi antihipertensi dengan
perbedaan fraksi royal jelly juga menyebabkan berbedanya efek dan durasi
aksi antihipertensinya. Royal jelly juga dihubungkan dengan aksi protektif
dan aksi terapetik adrenalin dalam menginduksi aritmia, namun masih belum
ada observasi lebih lanjut mengenai efek royal jelly terhadap denyut jantung
(Librowsky dan Czarnecki, 2000).
c.
Panax ginseng
Klasifikasi
Divisi
: Embryophyta Shiphonogama
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Umbelliflorae
Famili
: Araliaceae
Genus
: Panax
Spesies
: Panax ginseng (L.)
12
Ginseng, akar dari Panax ginseng sudah secara luas digunakan baik
sebagai obat maupun sebagai bahan makanan di Asia untuk ribuan tahun
lamanya (Helms, 1998).
Daun Panax ginseng tetap hijau sepanjang tahun dengan pertulangan
daun menjari, bunga berwarna putih, berbuah berry merah dan akarnya
berwarna kuning kecoklatan (Duke dan Ayensu, 1985).
Banyak studi menlaporkan bahwa ginseng berfungsi sebagai pembasmi
radikal bebas (Kang et al., 2007; Kitts et al., 2000) dan sebagai
immunomodulator. Selain itu juga berkontribusi dalam menjaga kesehatan
tubuh secara optimal melawan penyakit kronis dan penuaan dini (Kitts et al,
2000). Secara lebih spesifik telah dibuktikan bahwa ginseng mempunyai
potensi untuk menurunkan tekanan darah melalui regulasi tonus vaskuler
melalui induksi oksida nitrit (NO) yang dilepaskan di sel endotel (Kang et
al., 1995). Produksi NO telah diketahui diinduksi oleh calcium-dependent
endothelial nitric oxide synthase (eNOS) dimana aktivitasnya diregulasi
dalam berbagai keadaan (Huang et al., 1991; Edirisinghe et al., 2008).
d.
Blumeae Folia
Klasifikasi
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Asterales
Famili
: Compositae
13
Genus
: Blumea
Spesies : Blumea balsamifera (L.)
(Backer dan Van den Brink, 1968).
Blumea balsamifera yang dikenal juga dengan nama „Sembung‟ adalah
tanaman obat yang tumbuh di daerah Asia Selatan. Sembung merupakan
tumbuhan mirip perdu, tegak, berbatang satu, bercabang banyak, berbau
sangat aromatis dengan tinggi mencapai 1-4 meter (Van Steenis, 1997).
Bagian dari tanaman sembung (Blumea balsamifera) yang biasa
digunakan sebagai obat adalah daunnya (Blumeae Folium) yang bersifat
pedas, sedikit pahit, hangat, dan baunya seperti rempah. Daunnya menarik
perhatian karena mempunyai berbagai macam aktivitas fisiologi (Kubota et
al., 2008) seperti untuk mengatasi rematik sendi, nyeri haid, influenza,
demam, sesak nafas (asma), batuk, bronkitis, perut kembung, diare, perut
mulas, sariawan, nyeri dada akibat penyempitan pembuluh darah korner
(angina pektoris) dan kencing manis (diabetes melitus) (Dalimartha, 1999).
e.
Menthae Folia
Klasifikasi
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo
: Lamiales
Famili
: Lamiaceae
Genus
: Mentha
14
Spesies
: Mentha piperita L. (USDA, 2008)
Mentha piperita adalah tanaman obat yang berasal dari famili
Lamiaceae dan lebih dikenal sebagai peppermint. Peppermint ini tumbuh
dan berkembang terutama di daerah Eropa, Amerika Utara, Afrika Utara
namun sekarang dibudidayakan di seluruh negara dunia.
Mentha piperita adalah tanaman herbal yang berukuran kecil dengan
daun berwarna hijau. Daun Mentha piperita sering digunakan baik sebagai
bahan makanan kosmetik maupun sebagai obat untuk mengobati berbagai
macam penyakit seperti perut kembung, karminatif, anti-inflamasi serta
antiseptik lokal.
f.
Mel depuratum (Madu)
Mel Depuratum, madu, adalah produk dari lebah. Produk lebah ini
berupa sirup madu berwarna kuning atau kuning kecoklatan yang berupa
larutan dekstroa dan lavulosa. Asalnya ada di kantung madu lebah yang di
inversi oleh nektar dan mengandung sejumlah kecil minyak yang menguap
yang berasal dari berbagai macam bunga. Selain itu, madu mengental
dengan adanya pengkristalan dekstrosa.
Madu mempunyai daya antibakteri karena mengandung inhibin dan
enzim diastase yang dapat menghambat bakteri. Inhibin merupakan senyawa
seperti lisozim, yang menyerang dinding sel bakteri dengan cara
menghidrolisis ikatan antar N-asetil glukosamin dan asam N-asetil muramat
yang merupakan komponen penyusun peptidoglikan, sehingga dinding sel
15
bakteri pecah (Merliana R, 2009), selain itu madu mempunyai daya
antibakteri sehingga banyak dipakai untuk mengobati luka dan mempercepat
penyembuhan (Cooper, 2011).
g.
Glycyrrhiza glabra
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Famili
: Leguminoceae
Genus
: Glycyrrhiza
Spesies : Glycyrrhiza glabra
Glycyrrhiza glabra adalah tanaman perennial yang tumbuh secara tegak
dengan tinggi hingga lebih dari satu meter (Anonim, 1985). Glycyrrhiza
glabra digunakan sebagai bahan penambah rasa, pemanis, obat herbal yang
dapat meningkatkan kesehatan, dan detoksifikasi (Aoki, 2005) dan telah
digunakan sebagai obat selama lebih dari 4000 tahun (Anil dan Jyotsna,
2012).
Tanaman ini digunakan sebagai kontrasepsi, laksatif, anti asma, dan
agen anti viral pada pengobatan tradisional. Akar dari glycyrrhiza berguna
untuk mengatasi batuk dan sebagai ekspektoran (Sheth, 2005). Selain itu
juga efektif dalam mengatasi anemia, asam urat, radang tenggorokan,
demam, penyakit kulit dan bengkak (Kaur, 2013).
16
h.
Curcuma domestica
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies : Curcuma domestica
(Hapsoh dan Hasanah, 2011)
Kunyit merupakan tanaman rempah dan obat asli dari wilayah Asia
Tenggara dan tanaman ini tumbuh dengan baik di Indonesia (Agoes, 2010).
Curcuma domestica digunakan terutama sebagai anti inflamasi. Selain itu
tanaman ini juga digunakan untuk menjaga kesehatan tubuh, sebagai agen
penambah rasa, dan pewarna makanan (Hasan et al., 2006). Selain itu kunyit
juga berkhasiat melancarkan darah dan vital energi, antioksidan, meluruhkan
haid (emenagog), antiradang (anti inflamasi), meredakan nyeri (analgesik),
mempermudah persalinan, anti bakteri dan mempercepat penyembuhan luka
(Haryono, 2012).
Banyak penulis yang menyebutkan bahwa turmerik maupun kandungan
utamanya yaitu kurkumin dapat digunakan dalam terapi penyakit yang
berkaitan dengan sistem kardiovaskuler. Aktivitas farmakologisnya antara lain
sebagai kardioprotektif, hipolipidemik, antihipertensi dan vasodilatasi
(Nugroho et al., 2008).
17
Kurkumin mampu memperbaiki transport ion Ca2+ dari retikulum
endoplasma otot jantung dan lebih meningkatkan homeostatis ion Ca2+ pada
otot jantung (Shishodia et al., 2005; Aggarwal et al., 2003; Nugroho et al.,
2008). Kurkumin mampu menurunkan tekanan darah dan menurunkan
resistensi vaskuler dengan cara peningkatan ekspresi dari eNOS, level GSH,
dan penurunan oksidasi sel (Nakmareong, 2011). Selain itu kurkumin mampu
menyebabkan vasorelaksasi pada arteri koroner melalui promosi pelepasan
Nitric Oxyde (Xu et al., 2007).
3.
Organ terisolasi
Teknik perfusi organ terisolasi adalah teknik untuk menjaga organ vaskuler
terisolasi dari organ dan jaringan lainnya dari tubuhnya yang secara mekanik
dibantu dengan cairan yang sesuai melalui vaskulernya (Mehendale, 1989). Studi
organ terisolasi bermanfaat untuk mengevaluasi aktivitas farmakologi obat
dengan reseptornya, channel, dan enzim pada suatu jaringan.
Penggunaan teknik in vitro telah berkembang pesat dalam bidang
etnofarmakologi untuk mengevaluasi efek dari sirup tanaman dan molekul.
Penggunaan teknik yang terus meningkat oleh ilmuwan internasional disebabkan
oleh fakta bahwa teknik ini murah, membutuhkan hewan uji dengan jumlah yang
sedikit bila dibandingkan dengan model in vivo, dan juga bisa dilakukannya
evaluasi dari aktivitas farmakologi dari jenis sirup dan molekul yang bermacam
macam dalam waktu yang cukup singkat (Gebhardt, 2000).
18
Banyak faktor yang harus dipertimbangkan ketika memilih sistem organ
terisolasi untuk keperluan farmakologi ekperimental.
a. Hewan uji
Disamping biaya dan ketersediaan hewan uji, umur, berat dan galur
hewan uji sebaiknya mampu menurunkan variasi kesalahan (Gaddum,
1953).
b. Pemeliharaan viabilitas jaringan
Setiap organ membutuhkan jumlah ion dan nutrisi yang berbeda.
Perbedaan kandungan ionik serta komposisinya bisa memberikan efek
reaktivitas dan baseline yang berbeda. Diperlukan larutan nutrisi yang
sesuai untuk menjaga organ terisolasi berada pada kondisi yang stabil.
c. Oksigen
Jumlah oksigen yang dihantarkan ke organ terisolasi adalah salah satu
hal yang perlu dipertimbangkan. Aktivitas basal pada organ terisolasi dapat
dipengaruhi oleh perubahan tekanan parsial dari oksigen pada organ bath
khususnya untuk otot kardiak yang sangat sensitif terhadap hal tersebut
(Koch Wesser dan Blinks, 1963).
d. Suhu
Suhu media pada organ terisolasi perlu dipertimbangkan khususnya
untuk jaringan kardiak yang telah menunjukkan bahwa aktivitas basal
menjadi lebih stabil dan responsif terhadap agonis pada suhu kurang lebih
37 oC (Koch Wesser dan Blinks, 1963).
19
4.
Aorta
Aorta adalah pembuluh darah besar (main trunk) dari segenap pembuluh
darah cabangnya yang berfungsi membawa darah teroksigenasi ke berbagai
jaringan tubuh untuk kebutuhan nutrisinya (Wiesenfarth, 2011). Aorta dan
cabang-cabang utamanya termasuk tipe arteri yang elastik (Abramson, 1962).
Aorta berada di bagian atas dari ventrikel dan setelah naik (ascending) aorta
melengkung (arch) ke belakang dan ke sisi kiri tepat pada pangkal paru kiri
kemudian turun (descending) dalam toraks pada sisi kiri kolumna vertebralis,
masuk rongga abdomen lewat hiatus diafragma tikus dan berakhir setingkat
dengan vertebra lumbralis, aorta bercabang menjadi arteri iliaka komunis dekstra
dan sinistra (Gray, 1918).
Secara histologi, dinding aorta terdiri atas tiga lapisan yaitu intima, media
dan adventitia (Carola, 1990). Aorta merupakan komponen dari sistem sirkulasi
dan sangat berperan dalam mempertahankan tekanan darah makhluk hidup
sehingga aorta dilengkapi dengan berbagai tipe reseptor yang dapat distimulasi
secara spesifik oleh neurotransmitter endogen dengan efek yang spesifik.
Diantaranya adalah reseptor adrenergik dan reseptor kolinergik. Stimulasi
reseptor kolinergik akan menyebabkan vasodilatasi sedangkan stimulasi dari
reseptor adrenergik menyebabkan terjadinya vasokonstriksi maupun vasodilatasi
tergantung subtipe reseptor yang distimulasi (Mutschler, 1986).
20
Gambar 1. Struktur Aorta
(Carola, 1990)
5.
Interaksi Obat Reseptor
Aktivitas dari obat pada sistem biologi dapat dijelaskan sebagai interaksi
antara molekul obat dengan kompleks molekul atau komponen yang spesifik
pada sistem biologi. Komponen dimana obat berinteraksi disebut dengan
reseptor. Asumsi sederhana mengenai pembentukan komplek obat dengan
reseptor diekspresikan sebagai reaksi kimia seperti berikut:
Obat + Reseptor⇌ Komplek obat-reseptor
Untuk melakukan studi mengenai interaksi obat-reseptor dan hubungannya
dengan efek biologisnya maka metode yang paling sering digunakan adalah
metode organ terisolasi.
21
a. Agonis
Agonis merupakan suatu senyawa yang beraksi pada reseptor sehingga
mampu
menghasilkan
respon
fisiologis
yang
meningkatkan
atau
menurunkan aktivitas sel atau sel itu sendiri dimana reseptor tersebut
berinteraksi. Agonis memiliki afinitas atau ukuran kemampuan obat untuk
berikatan pada reseptor yang dalam penelitian diistilahkan dengan pD2.
Apabila nilai pD2 besar maka afinitas semakin besar dan sensitivitas reseptor
terhadap obat juga semakin besar. Harga pD2 dapat diperoleh dengan cara
membuat plot hubungan antara respon dengan logaritma konsentrasi agonis
(Foreman dan Johansen, 1996).
b. Antagonis
Antagonis adalah suatu keadaan ketika obat antagonis menurunkan aksi
dari suatu agonis dalam menghasilkan efek. Antagonis memiliki afinitas
namun tidak mempunyai efikasi. Terdapat dua tipe antagonis, yaitu:
1) Antagonis kompetitif
Antagonisme bersifat kompetitif apabila antagonis berikatan pada
tempat ikatan agonis pada reseptornya secara reversibel, dan efek
tersebut dapat digeser oleh pemberian agonis dalam jumlah yang tinggi.
Dalam
hal
ini,
penambahan
penghambatan agonis tersebut.
agonis
mampu
mengatasi
efek
22
%
R
e
s
p
o
n
[D]
[D] + [A]
logaritma Konsentrasi [D]
Gambar 2.Pola kurva efek vs logaritma dosis agonis pada antagonisme kompetitif
(Kenakin, 1997)
Pada antagonisme ini tidak terdapat penurunan % respon maksimum
namun dengan adanya antagonis mampu mengakibatkan harga pD2
agonis menjadi lebih kecil.
2) Antagonis non kompetitif
Antagonis non kompetitif terjadi bila antagonis mengikat reseptor
bukan pada tempat ikatan reseptor-agonis sehingga tidak menyebabkan
adanya kompetisi antara agonis dan antagonis dalam berikatan dengan
reseptor dan bersifat irreversibel. Penghambatan efek agonis oleh
antagonis non kompetitif ini tidak dapat diatasi dengan penambahan
kadar agonis dan menyebabkan efek maksimal yang dicapai akan
berkurang namun afinitas agonis terhadap reseptornya tidak berubah
seperti yang terlihat pada gambar 3
23
%
R
e
s
p
o
n
[D]
[D] + [A]
logaritma Konsentrasi [D]
Gambar 3.Pola kurva efek vs logaritma dosis agonis pada antagonisme non kompetitif
(Kenakin, 1997)
6.
Fenilefrin Hidroklorida
Gambar 4. Struktur Fenilefrin Hidroklorida
(Depkes, 1995)
Rumus Empirik : C9H3NO2.HCl
Berat Molekul
: 203,67
Pemerian
: serbuk kristal putih atau hampir putih, tidak berbau dan larut
dalam air
Titik leleh
:140 oC - 145 oC
Penyimpanan
: Fenilefrin Hidroklorida harus disimpan pada wadah aslinya,
dan pada wadah yang tertutup rapat, ditempatkan pada ruangan
24
yang mempunyai sirkulasi udaran bagus, sejuk dengan suhu
ruangan yang tidak melebihi 25 oC dan terlindung dari sinar
matahari langsung.
Fenilefrin HCl merupakan derivat adrenalin hanya memiliki 1 OH pada
cincin benzen. Obat ini terutama berdaya alfa-adrenergik secara tak langsung
jalan pembebasan NA dari ujung saraf. Daya kerjanya 10 kali lebih lemah dari
adrenalin, tetapi bertahan lebih lama. Tidak menstimulasi SSP, efek jantungnya
ringan sekali. Berdaya vasokonstriksi perifer dengan meningkatkan tensi, maka
digunakan pada keadaan hipotensi (kolaps). Digunakan sebagai dekongestivum
hidung dan mata dan dalam banyak sediaan kombinasi anti flu bersama
analgetika, antihistamin dan antitusif (Tjay dan Rahardza, 2010).
7.
Reseptor Adrenergik
Reseptor adrenergik melepaskan norepinefrin sebagai neurotransmitter
(Stoelting, 1983) serta merepresentasikan komponen kritis pada sistem syaraf
simpatis untuk mempertahankan homeostatis dan respon terhadap penyakit
(Knowlton dan Michel, 1993). Reseptor adrenergik adalah famili dari reseptor sel
permukaan yang membawa sinyal melalui pengkopelan dengan G-protein. Gprotein coupled reseptor (GPCRs), termasuk reseptor adrenergik adalah target
untuk banyak agonis dan antagonis terapetik saat ini. Famili dari reseptor
adrenergik pada manusia terdiri dari 9 subtipe: α1A-, α1B-, α1DAR; α2CAR; β1, β2
dan β3AR (Small, 2003).
25
Agonis alfa adrenergik berguna untuk memodifikasi fungsi sirkulasi melalui
efek vasokonstriksi serta menimbulkan refleks vagal bradikardia dan bermanfaat
dalam pengobatan takikardi arterial. Alfa agonis murni, seperti vasoxyl, kurang
dalam memberikan efek langsung pada cardiac tetapi menginduksi dilatasi pada
kardiak serta dekompensasi dengan cara meningkatkan afterload atau resistensi.
Aktivasi dari reseptor alfa 1 adrenergik oleh transmisi sistem syaraf simpatis
atau obat akan menyebabkan vasokonstriksi, meningkatkan tahanan perifer dan
tekanan darah arterial. Selain itu reseptor alfa dalam jumlah yang besar dan
diasosiasikan dengan otot polos vaskuler yang dibandingkan dengan reseptor
beta 2 akan menghasilkan predominant efek pada efinefrin dan menyebabkan
vasokonstriksi. Tetapi, belum ada bukti yang tersedia mengenai efek jangka
panjang dalam penggunaan alfa-1 adrenergik bloker terhadap performa ventrikel
kiri dan regulasi syaraf dari tekanan darah.
Reseptor beta dibedakan menjadi beta 1 (kardiak) dan beta 2 (bronkial dan
reseptor perifer vaskuler (Lands et al., 1967). Stimulasi dari beta 1 menyebabkan
peningkatan curah jantung dan kontraktilitasnya sedangkan stimulasi dari beta 2
menyebabkan dilatasi pada bronkiolus dan arteriol. Peta autokardiograf
menyebutkan bahwa β-AR terdistribusi secara luas pada organ paru-paru dan
terdapat pada beberapa tipe sel termasuk ASM dari trakea kebawah menuju akhir
dari bronkiolus (Maree, 1980).
Stimulasi dari beta reseptor pada jantung menyebabkan peningkatan
pacemaker
discharge,
peningkatan
kontraktilitas,
peningkatan
aktivitas
26
metabolik, serta meningkatkan konsumsi oksigen. Efek ini bisa diantagoniskan
dengan beta adrenergik bloker tetapi tidak dengan alfa adrenergik bloker. Sistem
vaskuler mempunyai reseptor alfa dan beta. Arterial sistemik dan vasokonstriksi
arterial adalah fungsi dari reseptor alfa dan obat alfa adrenergik bloker
memberikan efek antagonis terhadap efek tersebut sedangkan obat beta bloker
tidak. Sedangkan untuk respon vasodilator diperhitungkan sebagai efek dari
reseptor beta dan respon ini dihambat oleh adanya obat beta bloker dan bukan
oleh alfa bloker (Maree, 1980).
Jaringan
Reseptor
Respon
beta 1
beta 1
beta 1
beta 1
alfa
beta
beta
Meningkatkan laju
Meningkatkan kontraktilitas
Meningkatkan konduksi
Meningkatkan kontraktilitas
Vasokonstriksi
Vasodilatasi
Glikogenolisis; meningkatkan siklus 3’5’AMP; meningkatkan aktivitas siklus adenil
Vasokonstriksi
Vasodilatasi
Vasokonstriksi
Vasokonstriksi/vasodilatasi
Arteri
alfa
beta 2
alfa, beta
alfa, beta
dopaminergik
alfa, beta
Paru-paru
Otot polos bronkial
beta 2
Relaksasi
Usus
beta
alfa
alfa, beta
Menurunkan motilitas; tone
Kontraksi dari spinkter
Menurunkan motilitas; tone
Hati
Glikogen
alfa, beta 2
Glikogenolisis
Otot polos lainnya
Limpa
Uterus (hamil)
Uterus
alfa
alfa
beta 2
Kontraksi
Kontraksi
Relaksasi
Jantung
Nodus sino-arterial
Atria
Nodus atrioventricular
ventrikel
Pembuluh coroner
Metabolism kardiak
Pembuluh Darah
Kulit
Otot skeletal
Vena
Renal
Saluran pencernaan
Lambung
Vasokonstriksi/vasodilatasi
Gambar 5. Respon terhadap stimulasi reseptor adrenergik
(Maree, 1980)
27
F. Landasan teori
Hipertensi adalah salah satu penyakit yang umum diderita oleh masyarakat saat
ini. Studi menunjukkan bahwa pada kasus hipertensi, mekanisme regulasi tekanan
darah tetap dilakukan walaupun berada pada titik yang lebih tinggi.
Aorta merupakan komponen dari sistem sirkulasi dan sangat berperan dalam
mempertahankan tekanan darah makhluk hidup sehingga aorta dilengkapi dengan
berbagai tipe reseptor yang dapat distimulasi secara spesifik oleh neurotransmitter
endogen dengan efek yang spesifik. Aktivasi dari reseptor alfa 1 adrenergik oleh
transmisi sistem syaraf simpatis atau obat akan menyebabkan vasokonstriksi,
meningkatkan tahanan perifer, dan tekanan darah arterial. Sirup anti masuk angin
mempunyai bahan aktif, yaitu: Zingiberis rhizoma, Panax ginseng, royal jelly, dan
Curcuma domestica yang memiliki aktivitas sebagai antihipertensi dengan
mekanisme regulasi yang berbeda.
Pertama, Crude ekstrak dari Zingiber officinale mampu menyebabkan relaksasi
dari pembuluh darah yang sebelumnya telah diinduksi oleh fenilefrin dengan dosis 10
kali lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk mengkontraksikan pembuluh darah
dengan induksi K+ pada aorta torakalis kelinci. Selain itu pada pemberian secara
intravena mampu meyebabkan penurunan tekanan darah arterial pada tikus teranastesi
yang diinduksi secara dose dependent yang dimediasi secara langsung melalui
vasodilatasi endothelium-independent dan blokade dari kanal kalsium voltage
dependent (Ghayur dan Gilani, 2005). Kedua, Panax ginseng mampu menurunkan
tekanan darah melalui regulasi tonus vaskuler melalui induksi oksida nitrit (NO) yang
28
dilepaskan di sel endotel (Kang et al., 1995). Produksi NO telah diketahui diinduksi
oleh calcium-dependent endothelial nitric oxide synthase (eNOS) dimana
aktivitasnya diregulasi dalam berbagai keadaan (Huang et al., 1991; Edirisinghe et
al., 2008). Ketiga, royal jelly berperan dalam penghambatan ACE dimana efek
antihipertensi yang ditemukan mencapai 38% (Tokunaga et al., 2004) setelah
diberikan royal jelly secara berulang pada hewan percobaan (mencit) yang menderita
tekanan darah tinggi melalui peroral (Matsui et al., 2002). Selain itu asam trans-2octenoat dan asam hidroksidekanat dari royal jelly berperan dalam aksi antihipertensi
dengan perbedaan fraksi royal jelly juga menyebabkan berbedanya efek dan durasi
aksi antihipertensinya (Librowsky dan Czarnecki, 2000). Keempat, Curcuma
domestica memiliki bahan aktif, yaitu kurkumin yang mampu menurunkan tekanan
darah dan menurunkan resistensi vaskuler dengan cara peningkatan ekspresi dari
eNOS, level GSH, dan penurunan oksidasi sel (Nakmareong et al., 2011). Selain itu
kurkumin mampu menyebabkan vasorelaksasi pada arteri koroner melalui promosi
pelepasan Nitric Oxyde (Xu et al., 2007). Berdasarkan kemampuan keempat bahan
aktif tersebut dalam menurunkan tekanan darah, sirup anti masuk angin diharapkan
mempunyai efek penghambatan kontraksi dan efek relaksasi dari otot polos aorta
tikus yang sebelumnya telah diinduksi dengan fenilefrin hidroklorida.
29
G. Keterangan Empirik
1. Sirup anti masuk angin mempunyai efek relaksasi otot polos aorta tikus yang
sebelumnya telah diinduksi oleh fenilefrin hidroklorida.
2. Sirup anti masuk angin mempunyai efek penghambatan kontraksi otot polos
aorta tikus yang sebelumnya telah diinduksi oleh fenilefrin hidroklorida.
Download