1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap Negara menetapkan rencana pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk mencapai masyarakatnya. dan Dalam mempertahankan mencapai kemakmuran tujuan tersebut, bagi seluruh anggota pelaksanaan rencana pembangunannya sering dihadapkan pada berbagai kendala, seperti kendala keterbatasan modal, ketersediaan tenaga kerja yang handal, dan kendala lainnya. Kendala-kendala tersebut harus diselesaikan terlebih daluhu agar tidak menghambat jalannya pelaksanaan pembangunan. Umumnya, kendala dalam perekonomian terbuka seperti Indonesia, lebih sulit dihindari daripada kendala dalam perekonomian tertutup karena kendala dalam perekonomian terbuka lebih luas, rumit, dan sering di luar kemampuan pemerintah dan masyarakat daripada kendala dalam perekonomian tertutup. Kendala dalam perekonomian terbuka terjadi karena pengaruh perubahan perekonomian dunia terhadap struktur ekonomi dan moneter dalam negeri sebuah Negara. Tidak dapat dimungkiri bahwa pemerintah dan masyarakat berharap supaya perubahan perekonomian dunia membawa dampak yang menguntungkan pada perekonomian dalam negeri sebuah negara. Jika dampak tersebut menguntungkan, orang mengatakan bahwa pemerintah berhasil dalam menyelesaikan masalah. Sebaliknya, jika perubahan itu membawa dampak kemerosotan ekonomi dalam negeri, orang mengatakan bahwa pemerintah dan masyarakat gagal dalam menyelesaikan permasalahan. Walaupun pengaruh perubahan perekonomian dunia menguntungkan pada perekonomian dalam negeri, pemerintah juga harus menetapkan berbagai kebijakan. 2 Secara umum dalam perekonomian terbuka, pemerintah menempuh kebijakan fiscal, moneter, dan kebijakan luar negeri. Tidak jarang pemerintah menetapkan salah satu dari tiga kebijakan tersebut, atau menetapkan berbagai kombinasi dua atau tiga kebijakan tersebut. Pelaksanaan suatu kebijakan melewati suatu proses yang di dalamnya berperan institusi atau lembaga seperti lembaga keuangan. Lembaga keuangan terdiri dari lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan berperan sebagai sarana dalam pelaksanaan kebijakan keuangan, misalnya lembaga keuangan bank berperan sebagai lembaga penyedia dana untuk pembiayaan atau investasi. Dengan peranan tersebut, pembiayaan dan investasi menjadi meningkat dan peningkatan tersebut mendorong peningkatan produksi atas barang dan jasa sehingga penyedia barang dan jasa di pasar akan semakin meningkat. Dalam hal pembiayaan dan investasi, peranan lembaga keuangan bank di Indonesia sangat besar. Peranan tersebut telah terjadi sejak zaman Orde Baru (tahun 1965-1979) hingga saat ini. Penyediaan dana oleh lembaga keuangan bank dapat dilakukan melalui mobilisasi dana masyarakat dalam suatu perekonomian seperti contoh dalam Gambar 1.1 Peranan lembaga keuangan bank akan dapat terwujud jika kondisi lembaga keuangan bank adalah sehat. Agar peringkat kesehatan sebuah bank tetap terjaga, maka pembinaan dana pengawasan pada semua bank oleh institusi yang memiliki otoritas untuk seperti Bank Sentral menjadi sangat penting, tidak terkecuali pemeriksaan oleh lembaga tertentu yang ditugaskan untuk itu. Dengan sehatnya lembaga keuangan bank, sarana pelaksanaan kebijakan moneter akan berjalan dengan baik dan Bank Sentral sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap kebijakan moneter akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik. (Sudirman, I Wayan, 2013 : 1-3) 3 Bank Indonesia Bunga dana Bunga kredit Bank-bank Pemilik dana Penggunaan dana Aliran dana Aliran kredit Gambar 1.1: Bank sebagai Mata Rantai Perekonomian Sumber : Sudirman, I Wayan, 2013 Catatan : = aliran dana, aliran kredit, aliran bunga kredit atau dana. Lembaga keuangan bank atau lembaga perbankan di Indonesia berdiri dan tumbuh sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional karena lembaga perbankan merupakan lembaga perantara keuangan dalam perekonomian dan berperan sebagai lembaga yang menyediakan pembayaran serta sekaligus juga sebagai salah satu institusi sumber dana untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, dapat diperkirakan betapa sulitnya perekonomian nasional jika tidak ada lembaga perbankan sehingga kegiatan pendanaan dilakukan para pelepas uang dengan tingkat 4 bunga tinggi dengan kemampuan menyalurkan kredit yang terbatas karena pelepas uang tidak berhak menghimpun dana masyarakat. Di samping tugasnya sebagai penyedia dana, lembaga perbankan juga sebagai lembaga yang melaksanakan kebijakan moneter melalui instrument tingkat bunga dan jumlah uang beredar. Perubahan jumlah uang beredar akan mempengaruhi produksi dan perekkonomian. Pengaruh tersebut terjadi karena adanya perubahan konsumsi masyarakat sehingga mendorong kenaikan harga. Pengaruh tersebut mendorong investor untuk meningkatkan produksi sehingga dapat memenuhi permintaan akan barang dan jasa. Peningkatan produksi akan dapat menghindari kenaikan harga barang dan jasa, dengan asumsi tidak terjadi kenaikan harga faktor produksi atau ekonomi belum berada dalam kapasitas penuh, atau sebaliknya. Menurunnya jumlah uang beredar akan menyebabkan perubahan tingkat bunga. Kebijakan moneter yang kontraksi menyebabkan naiknya tingkat bunga uang dan dalam kebijakan moneter yang ekspansi menyebabkan turunnya tingkat bunga uang. Naiknya tingkat bunga uang akan mengurangi investasi sehingga mengurangi produksi dan turunnya tingkat bunga uang akan meningkatkan investasi yang akhirnya meningkatkan produksi. Berdasarkan data yang ada, sepatnya peredaran uang dalam perekonomian didominasi oleh lembaga perbankan atau lembaga keuangan bank.Dengan itu jelas bahwa, lembaga keuangan bank tumbuh sejalan dengan perkembangan perekonomian. Dari perkembangan perekonomian bank, terlihat ada lima tonggak sejarah perubahan lingkungan perbankan di Indonesia. Pertama, titik awal mulai adanya pengaturan perbankan adalah sejak dikeluarkannya Undang-Undang Pokok Perbankan No. 14 Tahun 1967 dan Undang-Undang No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Kedua, deregulasi perbankan pada tahun 1983 yang ditandai dengan dimulai adanya kebebasan bank-bank dalam menjalankan usahanya. Ketiga, ketentuan deregulasi 5 lanjutan yang disebut Paket 27 Oktober 1988 atau Pakto 1988 yang memberikan kemudahan di dalam pendirian bank umum atau kantor cabang bank umum dan BPR yang secara structural telah mengubah pasar perbankan dari seller market menjadi buyer market. Keempat, adalah periode krisis perbankan yang dimulai tahun 1997. Kelima, adalah fase penguatan bank dengan terbitnya arsitektur perbankan Indonesia mulai berlaku dari tahun 2004 hingga 2010. Setiap periode perkembangan perbankan tersebut menciptakan lingkungan perbankan yang khas yang tidak sedikit mempengaruhi kinerja bank minimal dengan ukuran CAMEL (Capital, Asset quality, Management, Earning, Liqudity) sehingga tidak sedikit bank yang terakuisisi, merger, take over, dan bahkan terlikuidasi, khususnya dalam periode tahun 1997 hingga tahun 2005. (Sudirman, I Wayan, 2013 : 16-31) Fenomena yang terjadi pada saat ini dunia perbankan mengalami persaingan yang semakin ketat karena kondisi perekonomian yang semakin terbuka.Selain itu tantangan dunia perbankan semakin sulit dengan diterapkannya Arsitektur Perbankan Indonesia (API).Pada tanggal 9 Januari 2004, Gubernur Bank Indonesia telah mengumumkan implementasi API. API merupakan kebijakan pemerintah terhadap dunia perbankan di indonesia yang penerapannya akan dilaksanakan pada tahun 2010. Kebijakan API ini membahas tentang struktur perbankan yang sehat, pengawasan yang independen, dan perlindungan nasabah. Salah satu kebijakan API adalah penetapan modal minimum untuk bank umum sebesar Rp100 miliar dan untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebesar Rp 10 miliar. Kebijakan API ini menuntut setiap bank berlomba–lomba dalam menghimpun dana dari masyarakat. Hal ini merupakan suatu langkah yang baik untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dan untuk lebih memperkuat fundamental perbankan nasional dalam jangka panjang. Bertolak dari keinginan untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat dan dengan 6 memperhatikan masukan–masukan yang diperoleh dalam mengimplementasikan API selama 2 tahun terakhir, maka Bank Indonesia merasa perlu menyempurnakan program–program kegiatan yang tercantum dalam API. Penyempurnaan program– program API tersebut tidak terlepas pula dengan perkembangan-perkembangan yang terjadi pada perekonomian nasional maupun internasional. Penyempurnaan terhadap program–program API tersebut antara lain mencakup strategi–strategi yang lebih spesifik mengenai pengembangan perbankan syariah, BPR, dan UMKM kedepan sehingga API diharapkan memiliki program kegiatan yang lebih lengkap dan komprehensif yang mencakup sistem perbankan secara menyeluruh terkait bank umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah, serta pengembangan UMKM. Banyak pihak yang berkepentingan dalam penilaian kinerja pada sebuah perusahaan perbankan, diantaranya bagi para manajer, investor, pemerintah, masyarakat bisnis, maupun lembaga-lembaga yang terkait. Manajemen sangat memerlukan hasil penilaian terhadap kinerja unit bisnisnya, yaitu untuk memastikan tingkat ukuran keberhasilan para manajer dan sekaligus sebagai evaluasi penyusunan perencanaan strategi maupun operasional pada masa selanjutnya. Kinerja perbankan yang baik akan menarik minat investor untuk melakukan investasi pada sektor perbankan, karena investor melihat, semakin sehat suatu bank, maka manajemen bank tersebut bagus. Serta diharapkan bisa memberikan return yang tinggi. Pemerintah sangat berkepentingan terhadap penilaian kinerja suatu lembaga keuangan, sebab memiliki fungsi memajukan dan meningkatkan perekonomian negara. Sedangkan masyarakat sangat menginginkan agar badan usaha sektor perbankan sangat sehat dan maju. Sehingga dapat dicapai efisiensi dana berupa biaya yang murah dan efisiensi. Mengingat saat ini kepercayaan masyarakat menurun terhadap bank, maka diperlukan penilaian kesehatan bank agar kepercayaan masyarakat bisa kembali. Setelah 7 kepercayaan masyarakat kembali maka masyarakat akan menyimpan uangnya di bank. Oleh pihak bank uang tersebut disalurkan dalam bentuk kredit pada masyarakat yang membutuhkan modal. (Artyka, Nur, 2015) Bank merupakan industri yang dalam kegiatan usahanya mengandalkan kepercayaan masyarakat. Bank dianggap sebagai tempat kepercayaan nasabah untuk mengelola dananya. Bank dengan manajemen yang baik harus bisa menjaga kepercayaan nasabah penyimpan dananya. Dalam menjaga kepercayaan nasabah, kesehatan bank harus dipelihara. Salah satu pemeliharaan kesehatan bank dilakukan dengan tetap menjaga likuiditas sehingga bank dapat memenuhi kewajibannya dan menjaga kinerjanya agar bank selalu memperoleh kepercayaan dari masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap bank akan terwujud apabila bank mampu meningkatkan kinerjanya secara optimal. (Arrvida Lasta,Heidy., Zainul Arifin., Nila Firdausi Nuzula, 2014 dalam Permana, 2012:2) Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam menilai kesehatan bank dan salah satunya adalah Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 yang dalam penilaiannya menggunakan pendekatan RGEC (Risk Profile, Good Corporate Governance, Earnings, Capital). Peraturan ini sekaligus menggantikan Peraturan Bank Indonesia sebelumnya yaitu PBI No.6/10/PBI/2004 dengan faktor-faktor penilaianya digolongkan dalam 6 (enam) faktor yang disebut CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earnings, Liquidity, and Sensitivity to Market Risks). (Arrvida Lasta,Heidy., Zainul Arifin, Nila Firdausi Nuzula, 2014) Penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Adinda Putri Ramadhany, Suhadak dan Zahroh Z.A (2015) dengan judul “ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT KESEHATAN BANK BERDASARKAN RISK PROFILE, GOOD CORPORATE GOVERNANCE, EARNINGS DAN CAPITAL 8 (RGEC) PADA BANK KONVENSIONAL BUMN DAN SWASTA (Studi pada Bank Umum Milik Negara dan Bank Swasta Nasional Devisa yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013)”. Adapun analisis tersebut menggunakan analisis data sebagai berikut; Risk Profile (Profile Risiko), Good Coorporate Governanace (GCG), Earning (Rentabilitas), dan Capital (Permodalan) atau yang disebut RGEC dengan proksi Risk Profile (Risiko Kredit dengan NPL dan Risiko Likuiditas dengan LDR), Good Corporate Governance, Rentabilitas (Return On Assets dengan ROA dan Net Interest Margin dengan NIM), Permodalan (Capital Adequary Ratio dengan CAR). Berdasarkan analisis peneliti tersebut maka didapat simpulan. Selama periode 2011-2013, bank BUMN memiliki predikat komposit secara umum ‘sangat baik’ dan mencerminkan kondisi bank yang secar umum ‘sangat sehat’. Pada bank swasta nasional devisa memiliki predikat komposit secara umum ‘baik’ dan mencerminkan kondisi bank yang secara umum ‘sehat’. Selama periode 2011-2013, tingkat kesehatan yang dimiliki bank BUMN lebih baik daripada bank swasta nasional devisa, hal ini dikarenakan nilai rata-rata ROA, NIM dan CAR yang dimiliki bank BUMN lebih besar dibandingkan dengan bank swasta nasional devisa. Nilai rata-rata ROA, NIM dan CAR bank BUMN yang lebih besar menunjukkan bahwa bank yang dimiliki pemerintah berusaha menjaga perolehan laba, pendapatan serta kecukupan modal yang dimiliki sedangkan dari rasio NPL dan LDR yang lebih besar menunjukkan bahwa bank swasta nasional devisa cenderung menjaga risiko kredit dan likuiditasnya agar tetap rendah. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk mengambil penelitian dengan judul ANALISIS PERBANDINGAN LAPORAN KINERJA KEUANGAN MENGGUNAKAN METODE RGEC PADA JENIS BANK BERDASARKAN STATUS KEPEMILIKAN (Studi pada Bank Umum Milik Negara 9 dan Bank Campuran Tahun 2011-2014), adapun analisis tersebut menggunakan proksi yang berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu dengan sebagai berikut, Risk Profile (Risiko Kredit dengan NPL, dan Risiko Likuiditas dengan LDR), Good Corporate Governance (Net Profit Margin), Earnings (ROA atau Return On Assets, Return On Equity atau ROE, Net Interest Mergin atau NIM dan BOPO atau Beban Operasional dengan Pendapatan Operasional), Capital (CAR atau Capital Adequacy Ratio) dengan begitu maka terdapat perbedaan antara peneliti sebelumnya dengan yang ada dari segi proksinya yaitu Return On Equity (ROE), Good Corporate Governance (NPM), Earnings (BOPO). Masalah yang terjadi pada dunia perbankan saat ini adalah semakin minimnya kepercayaan masyarakat mengenai jasa perbankan, hal ini terjadi mungkin karena minimnya pengetahuan masyarakat mengenai bank itu sendiri dan kurangnya sosialisasi antara masyarakat dengan bankdan dengan begitu maka perlunya pengetahuan tentang bagaimana tingkat kesehatan bank itu sendiri untuk mengembalikan tingkat kepercayaan masyarakat, maka dengan begitu diharapkan akan ada pembekalan kepada para pemilik modal dan pengguna jasa bank untuk lebih teliti dalam memilih bank yang sesuai dengan kebutuhannya setelah di ketahuinya bagaimana bank yang sehat, baik serta memiliki modal minimum seperti yang telah deluarkan melalui Kebijakan API. 1.2. Batasan dan Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah pada latar belakang masalah yaitu mengenai aspek apa yang menjadi titik fokus pada tingkat kinerja perusahaan perbankan BUMN, BMC pada tahun 2011-2014. Serta pada pengambilan laporan data keuangan menggunakan laporan data perusahaan berdasarkan Triwulan IV atau bulan Desember pada perusahaan yang belum listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 10 2011-2014. Menjumlahkan secara keseluruhan kesehatan bank dengan diambil ratarata suatu bank. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan kajian atas tingkat kesehatan bank yang dilakukan setiap saat agar dapat menentukan arah kinerja bank, adapun rumusan masalah yang di angkat penulis dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat kesehatan bank berdasarkan metode RGEC pada jenis bank berdasarkan Status Kepemilikan tahun 2011-2014? 2. Bagaimana perbandingan beda tingkat kesehatan bank diliat dari laporan kinerja keuangan bank berdasarkan metode RGEC pada jenis bank berdasarkan Status Kepemilikan tahun 2011-2014? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesehatan perbankan berdasarkan laporan kinerja keuangan dengan menggunakan analisis metode RGEC (Risk Profile, Good Corporate Governance, Earnings, Capital) selama tahun 20112014. Menganalisa perbandingan tingkat kesehatan bank berdasarkan laporan kinerja keuangan jenis bank berdasarkan Status Kepemilikan dengan menggunakan Uji Beda selama tahun 2011-2014. Serta mengetahui perbandingan jenis bank yang baik menurut Risk Profile, Good Corporate Governance, Earnings, Capital. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Bank Penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna sebagai pertimbangan dalam pengambilan kebijakan untuk kedepan menjadi lebih baik dan dapat menilai perbandingan kesehatan masing-masing bank berdasarkan kepemilikannya. 2. Bagi Nasabah 11 Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi nasabah untuk lebih mengerti mana bank yang baik dalam arti sehat dan yang berguna bagi investasi di masa depan. 3. Bagi Akademis Menambahnya wawasan dan dapat dijadikan wacana dalam penelitian selanjutnya. Serta dapat dijadikan pemahaman antar bank berdasarkan segi kepemilikannya. 4. Bagi Pemerintah Sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam menentukan kebijakan moneter di Indonesia, khususnya dalam penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia.