Pendahuluan Nyeri pada Pasien Sakit Kritis

advertisement
NYERI PADA PASIEN SAKIT KRITIS
Dwi Pantja Wibowo
RS Premier Bintaro – Tangsel
Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (PERDICI)
Pendahuluan
Nyeri merupakan bagian penting di dalam kehidupan manusia. Hampir semua
manusia pernah mengalami nyeri.
Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri adalah
suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman berhubungan
dengan adanya atau potensi kerusakan jaringan, atau yang dinyatakan
demikian.
Pada bulan September 2010, IASP membuat deklarasi “Mendapatkan
Penatalaksanaan Nyeri Merupakan Hak Azasi Manusia”, yang dijabarkan
sebagai:
• Hak setiap orang untuk mendapatkan penatalaksaan nyeri tanpa
diskriminasi
• Hak setiap orang yang mengalami nyeri untuk mengetahui kondisi
nyerinya dan mendapatkan kesempatan untuk dikaji dan dikelola
• Hak setiap orang untuk mendapatkan pengkajian dan penatalaksanaan
nyeri oleh tenaga kesehatan yang terlatih
Berdasarkan deklarasi ini maka sebagai tenaga kesehatan kita dituntut untuk
mampu melakukan pengkajian dan penatalaksanaan terhadap pasien yang
mengalami nyeri.
Nyeri pada Pasien Sakit Kritis
Sudah sangat jelas dipahami bahwa nyeri merupakan variabel penting yang
menjadi bagian dari tanda vital manusia selain frekuensi nadi, frekuensi
pernafasan, tekanan darah, dan suhu tubuh. Lima parameter vital tubuh ini
harus dikaji secara bersamaan demikian pula halnya terhadap pasien sakit
kritis di ICU.
Selain itu, nyeri juga secara langsung berhubungan dengan tingkat
kecemasan pasien sehingga mempengaruhi tidur.
Nyeri pada pasien sakit kritis di ICU dapat disebabkan oleh:
• Kelainan patologis primer, seperti luka bakar, cedera karena trauma,
fraktur, luka (bedah atau traumatik).
• Komplikasi, seperti perforasi usus atau lepasnya sambungan
anatomosis yang menyebabkan peritonitis, iskemia usus, pankreatitis.
• Gejala-gejala lain, seperti abses, inflamasi kulit, infeksi luka, radang
atau ruam kulit.
• Topanan dan pemantauan, seperti akses intravena baik sentral
maupun perifer, kateter, drain, hisap lendir, fisioterapi, penggantian
balutan luka.
• Hipoksia jaringan sebagai akibat dari rendahnya curah jantung,
rendahnya SaO2, atau penurunan tajam Hb dapat menyebabkan
iskemia miokard.
• Nyeri otot dan tulang, seperti nyeri sendi, titik tekan, nyeri saat berubah
posisi.
1 Nyeri pada pasien sakit kritis ini dapat bersifat akut maupun kronik.
Selain penyebab nyeri, perlu juga diperhatikan bahwa terdapat faktor-faktor
yang menjadi faktor eksaserbasi nyeri, seperti:
• Takut pada lingkungan asing disekitar sehingga berhubungan dengan
ketidakmampuan menolong diri dan kehilangan kendali
• Tidak
mampu
mengingat
atau
memngerti
situasi
yang
menyebabkannya di ICU
• Cemas dan tidak yakin mengenai dirinya, keluarganya, dan mengenai
keadaan sekarang dan masa depan.
• Keadaan sekitar yang memperberat, seperti suara ribut, bunyi alarm
mesin, telpon berdering.
• Aktivitas yang terjadi di malam hari, pasien lain sedang masuk atau
dilakukan resusitasi.
• Tidak mampu berkomunikasi, bergerak, dan merubah posisinya
• Kurang tidur, gangguan pola tidur
• Sensasi lain: haus, lapar, dingin, kram, gatal, mual
• Kelelahan setelah pembedahan; kelelahan biar pun bedah tanpa
komplikasi biasa terjadi
• Bosan dan jenuh
Dampak Nyeri
Nyeri akut akan berdampak pada berbagai sistim organ tubuh.
Sistim kardiovaskular
Takikardia, hipertensi, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer,
peningkatan konsumsi otot jantung, perubahan aliran darah regional, deep
vein thrombosis, emboli paru.
Sistim Respirasi
Penurunan volume paru, atelektasis, penurunan kemampuan batuk dan
membuang sputum, infeksi dan hipoksemia.
Sistim Pencernaan
Penurunan motilitas lambung dan usus, peningkatan risiko perpindahan
bakteri dari dinding usus ke dalam darah.
Sistim Genitourinarius
Retensi urin.
Metabolik dan Neuroendokrin
Peningkatan hormon katabolik seperti hormon pertumbuhan, vasopresin,
aldosteron, renin, dan angiotensin,
Penurunan hormon anabolik seperti insulin, testosteron.
Keadaan katabolik ini akan menyebabkan hiperglikemia, peningkatan
pemecahan protein, keseimbangan nitrogen yang negatif dan menyebabkan
gangguan penyembuhan luka dan pengurangan massa otot.
2 Muskuloskeletal
Spasme otot, imobilitas (meningkatkan risiko deep vein thrombosis),
berkurangnya massa otot sehingga memperlambat proses penyembuhan.
Psikis
Kecemasan, ketakutan, perlu dibandtu, gangguan tidur, meningkatnya rasa
nyeri.
Sistim Saraf
Nyeri kronik (persisten) karena sensitisasi nyeri.
Manejemen Nyeri di ICU
Manejemen nyeri di ICU memenuhi langkah-langkah:
1. Antisipasi
2. Menentukan penyebab
3. Mengenali tanda/gejala nyeri
4. Menilai kualitas dan kuantitas nyeri (pengukuran nyeri)
5. Melakukan terapi
Langkah-langkah tersebut dilakukan secara berkala dan dapat diulang-ulang.
Penatalaksanaan nyeri yang adekuat pada pasien di ICU akan memberikan
dampak:
-­‐ Menigkatnya toleransi terhadap penggunaan ETT, ventilasi mekanik,
penghisapan lendir, dan tindakan-tindakan lain yang menyebabkan
stres.
-­‐ Selama proses penyapihan dan setelah ekstubasi, jika gerakan dada
dibatasi oleh nyeri maka terapi analgetika akan menyebabkan
peningkatan volume tidal, pertukaran gas yang lebih baik, pengeluaran
sputum yang lebih baik, dan akan lebih kooperatif terhadap fisiolterapi.
-­‐ Penurunan respon sters.
-­‐ Mengurangi memori buruk selama di ICU.
Pada pasien yang bisa berbicara (komunikasi) dilakukan anamnesis
mengenai nyeri yang dirasakannya secara rinci.
Pada pasien yang dapat mengerti tetapi tidak dapat berbicara penilaian skala
nyeri dapat dilakukan dengan memintanya menunjuk (VAS) atau memilih
angka (NRS).
Untuk pasien ICU yang tidak bisa berkomunikasi, kendatipun beberapa
parameter seperti takikardia, hipertensi, atau lakrimasi bisa menjadi tanda
adanya nyeri namun tidak dapat digunakan sebagai alat penilaian karena
berbagai faktor perancu terhadap parameter-parameter tersebut.
Sebaliknya dapat digunakan alat pengukur nyeri yang telah teruji seperti BPS
atau CPOT.
Pengkajian dan pengukuran nyeri pada pasien sakit kritis di ICU bukanlah
proses yang mudah. Lebih sulit lagi pada pasien ICU yang menggunakan
ETT karena kemampuannya berbicara (komunikasi) menjadi terganggu.
Beberapa alat pengukur telah dikembangkan dengan menggunakan
beberapa variabel dan telah dilakukan validasi hasil penilaiannya. Contoh alat
3 pengukuran nyeri pada pasien sakit kritis adalah Behavioural Pain Scale
(BPS) dan Critically Ill Pain Observation Tools (CPOT).
BPS
Variabel
Ekspresi wajah
Lengan
Kesesuaian
ventilator
Deskripsi
Tenang
Sedikit tegang (alis mata turun)
Sangat tegang (mata tertutup rapat)
Meringis
Tidak bergerak
Ditekuk sebagian
Ditekuk dengan fleksi jari
Retraksi secara permanen
dengan Toleransi baik walau digerakan
Batuk bila digerakkan
Melawan ventilator
Tidak dapat menyesuaikan dengan
ventilator
Nilai
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
CPOT
Indikator
Ekspresi wajah
Gerakan tubuh
Penyesuaian terhadap
ventilator
(pasien
dengan ETT),
Atau
Vokalisasi
tanpa ETT)
Nilai
Biasa
Tegang
Meringis
(pasien
Tahanan otot (dievaluasi
dengan fleksi pasif pada
lengan atas pasien saat
istirahat atau evaluasi saat
pasien dirubah posisi)
0
1
2
Tidak ada gerakan atau
posisi normal 0
Proteksi
1
Gelisah/tak bisa istirahat 2
Menyesuaikan
dengan
ventilator
0
Batuk tetapi masih bisa
toleransi
1
Tidak
sesuai
dengan
ventilator
2
Bicara dgn suara biasa atau
tidak bersuara
0
Mendesah, merintih
1
Menangis
2
Rileks
0
Tegang, kaku
1
Sangat tegang & kaku
2
Jumlah
Deskripsi
Tak ada tegangan otot
Dahi berkerut, penurunan alis, mata melotot
Tampilan wajah di atas dengan mata
tertutup kencang
Tidak bergerak sama sekali (tak berarti
tanpa nyeri) atau posisi normal
Alarm tidak berbunyi, pernafasan normal
Batuk, alarm berbunyi tetapi berhenti sendiri
Tidak sinkroni, ventilator terganggu, alarm
sering berbunyi
Berbicara dengan nada suara biasa atau
tidak bersuara sama sekali
Mendesah, merintih
Menangis kuat terisak-isak
Tidak ada tahanan terhadap gerakan pasif
Ada tahanan terhadap gerakan pasif
Tahanan kuat pada saat digerakkan atau
tidak dapat dilakukan gerakan tersebut
8
Beberapa masalah pada pasien ICU:
• Sedasi cukup dalam dan dilakukan ventilasi mekanik sehingga tidak
dapat berkomunikasi
• Keadaan sakit kritis dengan cedera pada beberapa tempat seperti
cedera paru dan mungkin juga cedera kepala.
• Kehilangan darah cukup banyak, transfuse massif, dan gangguan
pembekuan darah.
• Hipotermia.
4 •
•
Anuria.
Berbagai sumber nyeri.
Tujuan terapi nyeri adalah membuat pasien bebas dari rasa nyeri, kooperatif
sehingga penatalaksanaan secara umum terhadap kondisi sakit kritis dapat
dilakukan dengan lebih baik.
Pemberian obat-obatan idealnya melalui intravena, baik secara intermiten
maupun secara kontinu. Saluran cerna sering kali terganggu sehingga
absorpsinya tidak dapat diperkirakan. Pemberian obat melalui rektal
(supositoria) dapat dilakukan namun memiliki kendala pada kondisi sakit
tertentu.
Pilihan Analgesia pada Pasien di ICU
• Parasetamol/asetaminofen
• OPIOID (lebih dianjurkan pemberian secara kontinu dengan dosis
titrasi)
• Antiinflamasi non steroid (sulit untuk mendapatkan kondisi yang ideal
untuk pemberian NSAID)!
• Blok saraf seperti blok tunggal pada saraf tertentu atau blok epidural
Petunjuk Penting bagi Penatalaksanaan Pasien di ICU
• Bicara ada pasien dengan menyebutkan nama
• Anjurkan pengunjung untuk bicara secara baik pada pasien.
• Lebih banyak disampaikan hal-hal positif yang membuat pasien lebih
bersemangat, seperti menyatakan kondisinya sudah menjadi lebih baik
dst.
• Akan lebih baik bila mengurangi sedapat mungkin hal-hal yang bisa
membuat pasien merasa tidak nyaman
• Kejadian buruk di ICU biasanya dapat dicegah hanya dengan
komunikasi yang baik
• Perlu selalu diingat bahwa yang penting adalah bukan apa yang
dikatakan tetapi bagaimana cara mengatakannya.
Petunjuk Penting Mengenai Penatalaksanaan Nyeri
• Pengkajian nyeri dilakukan dalam interval yang teratur
• Pengkjaian nyeri yang teratur akan memperbaiki keluaran dan
mengurangi biaya
• Segera stabilisasi patah tulang
• Nyeri saat berberak akan lebih tinggi daripada saat diam
• Berikan analgesia sebelum tindakan yang akan menyebabkan nyeri
• Berikan dosis bolus opioid sebelum diberikan secara kontinu
• Penggunaan analgesia multimodal akan menurunkan kebutuhan opioid
sehingga mengurangi efek samping yang ditimbulkannya
• Menjadi adiktif terhadap opioid lebih baik ketimbang tidak dapat
terselamatkan nyawanya
• Lebih berbahaya dosis analgesia yang kurang daripada dosis berlebih
5 
Download