BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fase farmakokinetik berkaitan dengan masuknya zat aktif ke dalam tubuh. Pemasukan in vivo tersebut secara keseluruhan merupakan fenomena fisikokimia yang terpadu di dalam organ penerima obat. Fase farmakokinetik ini merupakan salah satu unsur penting yang menentukan profil keberadaan zat aktif pada tingkat biofase dan selanjutnya menentukan aktivitas terapeutik obat (Aiache, 1993). Aktivitas serta toksisitas suatu obat tergantung pada lama keberadaan dan perubahan zat aktif didalam tubuh (Aiache, 1993). Menurut Shargel (1988), bahwa intensitas efek farmakologik atau efek toksik suatu obat seringkali dikaitkan dengan konsentrasi obat pada reseptor, yang biasanya terdapat dalam sel-sel jaringan. Oleh karena sebagian besar sel-sel jaringan diperfusi oleh cairan jaringan atau plasma, maka pemeriksaan kadar obat dalam plasma merupakan suatu metode yang sesuai untuk pemantauan pengobatan. Pemantauan konsentrasi obat dalam darah atau plasma meyakinkan bahwa dosis yang telah diperhitungkan benar-benar telah melepaskan obat dalam plasma dalam kadar yang diperlukan untuk efek terapetik. Dengan demikian pemantauan konsentrasi obat dalam plasma memungkinkan untuk penyesuaian dosis obat secara individual dan juga untuk mengoptimasi terapi (Shargel, 1988). Tanpa data farmakokinetik, kadar obat dalam plasma hampir tidak berguna untuk penyesuaian dosis. Dari data tersebut dapat diperkirakan model Universitas Sumatera Utara farmakokinetik yang kemudian diuji kebenarannya, dan selanjutnya diperoleh parameter-parameter farmakokinetiknya (Shargel, 1988). Model farmakokinetik sendiri dapat memberikan penafsiran yang lebih teliti tentang hubungan kadar obat dalam plasma dan respons farmakologik. Model kompartemen satu terbuka menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Tetapi model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut adalah sama dengan berbagai waktu. Disamping itu, obat didalam tubuh juga tidak ditentukan secara langsung, tetapi dapat ditentukan konsentrasi obatnya dengan menggunakan cuplikan cairan tubuh (Shargel, 1988). Saat ini telah tersedia data farmakokinetik obat, yang meliputi berbagai parameter farmakokinetik, yaitu bioavailabilitas oral, volume distribusi, waktu paruh dan bersihan (clearance) dalam keadaan fisiologik maupun patologik. Dimana kondisi fisiologik dan kondisi patologik ini dapat menimbulkan perubahan pada parameter farmakokinetik obat (Setiawati, 2007). Data farmakokinetik ini sangat penting untuk semua jenis obat terutama untuk obat yang lazim dikonsumsi masyarakat. Karena kemungkinan besar konsumsi obat yang terlalu sering akan menimbulkan toksisitas serta efek samping yang beresiko terhadap kelanjutan penyakit. Menurut Setiawati (2007), prinsip dan data farmakokinetik sangatlah penting diketahui oleh seorang dokter agar dapat menetapkan regimen dosis yang optimal bagi masing-masing pasien dengan berpedoman pada kadar obat dalam plasma atau serum. Deksametason merupakan salah satu contoh obat yang data farmakokinetiknya telah tersedia dibeberapa literatur. Seperti yang dilaporkan Universitas Sumatera Utara oleh Widodo, dkk (1993), dengan perolehan data farmakokinetik sebagai berikut ; Vd = 0,8 L/kg, ketersediaan biologik = 80%, waktu paruh = 3 jam, eliminasi sekitar 3% terjadi direnal tanpa diubah, sisanya dimetabolisme didalam hati. Menurut hasil penelitian Robert and William (1987), diperoleh data farmakokinetik deksametason sebagai berikut ; availabilitas oral (%) 78 ± 14, ekskresi urin (%) 2,6 ± 0,6, ikatan protein plasma (%) 68 ± 3, klirens (ml.min-1.kg-1) 3,7 ± 0,9, t1/2 (jam) 3,0 ± 0,8. Dari data hasil penelitian sebelumnya telah diketahui data farmakokinetik deksametason. Namun penelitian tersebut hanya menggunakan produk jadi deksametason yang beredar dipasaran baik dalam bentuk tablet, injeksi maupun sediaan tetes mata. Dan belum pernah ada penelitian serta data yang menggunakan baku murni deksametason untuk ditetapkan profil farnakokinetiknya. Berdasarkan uraian diatas, dari berbagai penelitian dan data tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk menentukan profil farmakokinetika deksametason pada kelinci dengan menggunakan baku murni deksametason BPFI. Universitas Sumatera Utara 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah bentuk dan model kompartemen yang berkaitan dengan profil farmakokinetika Deksametason ? 1.3 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah profil farmakokinetika Deksametason mengikuti salah satu model kompartemen yang terdapat pada farmakokinetika. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan hipotesis di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk dan model kompartemen serta profil farmakokinetika dari Deksametason. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah dengan diketahuinya profil farmakokinetika Deksametason, maka dapat dijadikan sebagai patokan terhadap produk jadi yang beredar dipasaran. Universitas Sumatera Utara