1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perubahan ketinggian paras laut dalam beberapa tahun ini cenderung meningkat. Peningkatan tersebut diakibatkan karena perubahan iklim global. Hal ini dapat menyebabkan dampak yang besar terhadap daerah pesisir. Hasil pengukuran satelit altimeter TOPEX/Poseidon menunjukkan bahwa kenaikan paras laut global dengan rata-rata 3,2 mm/thn pada tahun 1993-2010 (University of Colorado, 2011). Rata-rata ini lebih tinggi dibandingkan dengan tren pada abad ke 20 sebesar 0,008 mm/thn (Chruch dan White, 2006). Seiring dengan peningkatan tersebut, daerah yang memiliki ketinggian yang lebih rendah dari permukaan laut dapat mengalami perubahan garis pantai (erosi). Permasalahan genangan juga dapat terjadi pada daerah yang berada pada dataran rendah atau memiliki cekungan (lembah). Apabila genangan terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama dan masuk ke dalam lapisan aquifer melalui sumur, maka pencemaran air tanah oleh air laut tentunya tidak dapat dihindari. Masalah kenaikan paras laut juga telah terjadi di beberapa daerah di Indonesia, seperti di daerah Jakarta Utara (Cilincing, Koja, Tanjung Priok, Penjaringan dan Pandemangan). Daerah Jakarta Utara tersebut mengalami erosi dengan kecepatan 1-2 meter per tahun (Krisnasari, 2007). Penelitian lainnya di Pulau Bengkalis juga dilakukan yang berhubungan dengan model kerentanan pantai terhadap kenaikan paras laut pada tambak perikanan. Penelitian ini menunjukkan bahwa tanggul yang digunakan pada tambak yang berfungsi menahan masuknya air laut ke dalam tambak rusak akibat kenaikan paras laut (Basir, 2010). Tidak hanya kedua lokasi tersebut, masih terdapat lokasi lain yang memiliki permasalahan yang terjadi seperti di Indramayu (Kasim, 1 2 2011; Rudiastuti, 2011), Semarang (Astuti, 2001; Sarbidi, 2001; Marfai et al., 2008; Pribadi, 2011) dan Surabaya (Wuryanti, 2001). Kondisi kawasan Pantai Utara Jawa (Pantura) Indramayu saat ini mengalami tingkat abrasi, intrusi, dan sedimentasi yang cukup tinggi. Areal pantai yang terkena abrasi seluas 2.153,12 Ha, tersebar di 7 kecamatan dan 28 desa. Rata-rata tingkat abrasi pesisir Indramayu 2- 5 m/tahun, dengan proses sedimentasi pada muara sungai terjadi sangat cepat (DKP Kabupaten Indramayu, 2009). Posisi Indramayu yang berhadapan dengan laut menyebabkan daerah ini sangat rentan terhadap perubahan lahan yang diakibatkan kenaikan paras laut dan hantaman dari gelombang. Hal ini diperkuat Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003) yang menyatakan bahwa Indramayu tergolong sebagai salah satu kota pantai di Kawasan Barat Indonesia (KBI) yang memiliki potensi terkena dampak dari pemanasan global berupa perubahan paras laut dan banjir (Lampiran 1), serta penilaian resiko dampak kenaikan paras laut di Pantai Utara terhadap potensi genangan yang dilakukan oleh Directorate General of Marine, Coast, and Small Island Affairs (2009). Pengaruh iklim global dalam waktu tertentu dapat mengakibatkan dampak berkelanjutan terhadap kehidupan masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan pesisir (Mimura et al., 2007). Oleh karena itu, kajian kerentanan pesisir yang diakibatkan oleh kenaikan paras laut dapat dijadikan sebagai rujukan perencanaan adaptasi dan mitigasi dampak ke depan. 1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memetakan lokasi-lokasi di daerah pesisir Kabupaten Indramayu yang memiliki resiko kerentanan kenaikan paras laut berdasarkan analisis parameter geomorfologi, elevasi, perubahan garis pantai, pasang surut, tinggi gelombang dan kenaikan paras laut.