Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.2.1 Perusahaan Property dan Real estate
2.2.1.1 Pengertian perusahaan Property dan Real estate
Perusahaan property & real estate merupakan salah satu sub sektor
industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Industri property dan real
estate adalah industri yang bergerak di bidang pengembangan jasa dengan
memfasilitasi pembangunan kawasan-kawasan yang terpadu dan dinamis.
Perkembangan industri property dan real estate begitu pesat, terbukti dengan
semakin banyaknya jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI. Pada tahun 1990-an
jumlah perusahaan yang terdaftar hanya sebanyak 22 perusahaan, namun
memasuki tahun 2000-an hingga tahun 2015 jumlah perusahaan terdaftar menjadi
sebanyak lebih dari 50 perusahaan.
Produk yang dihasilkan dari industri real estate dan property sangatlah
beragam. Produk tersebut dapat berupa perumahan, apartment, rumah toko (ruko),
rumah kantor (rukan), gedung perkantoran, pusat perbelanjaan berupa mall, plaza,
atau trade center. Perumahan, apartment, rumah toko (ruko), rumah kantor
(rukan), dan gedung perkantoran termasuk dalam landed property. Sedangkan
mall, plaza, atau trade center termasuk dalam commercial building.
Aktivitas pengembangan subsektor industri Real estate adalah kegiatan
perolehan tanah untuk kemudian dibangun perumahan dan atau bangunan
15
komersial dan atau bangunan industri. Bangunan tersebut dimaksudkan untuk
dijual atau disewakan,sebagai satu kesatuan atau secara eceran (retail). Aktivitas
pengembangan ini juga mencakup perolehan kapling tanah untuk dijual tanpa
bangunan. Secara spesifik, aktivitas subsektor industri Real estate lebih mengarah
pada kegiatan pengembangan perumahan konvensional berikut sarana pendukung
berupa fasilitas umum dan fasilitas sosial. Di sisi lain, aktivitas subsektor industri
properti lebih mengarah pada kegiatan pengembangan bangunan hunian vertikal
(antara lain apartemen, kondominium, rumah susun), bangunan komersial (antara
lain perkantoran, pusat perbelanjaan) dan bangunan industri.
Dari segi pengelolaan, subsektor industri Real estate cenderung lebih
bebas karena adanya pemindahan hak kepemilikan dari pengembang kepada
pemilik bangunan (penghuni pemukiman) sehingga pemeliharaan dan pengelolaan
bangunan diserahkan sepenuhnya kepada pemilik yang bersangkutan, sedangkan
subsektor industri properti lebih memiliki ketergantungan dalam hal pemeliharaan
dan pengelolaan bangunan miliknya. Dari segi pendapatan, pendapatan subsektor
industri Real estate diperoleh dari penjualan dan peningkatan harga tanah,
sedangkan pendapatan subsektor industri properti berasal dari penjualan,
penyewaan, pengenaan service charge, dan lain-lain.
2.2.1.2
Aktivitas Pengembangan Real Estate
Aktivitas pengembangan Real Estate adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan perolehan tanah untuk dibangun perumahan / bangunan komersial /
bangunan industri.
2. Bangunan tersebut dimaksudkan untuk dijual.
16
3. Kegiatan perolehan kapling tanah untuk dijual tanpa bangunan.
2.2.1.3 Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Real estate
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha real estate adalah
sebagai berikut:
1.
Developer, yaitu pihak pengembang yang mengawali pembangunan usaha
real estate.
2.
Kontraktor, yaitu pihak yang melaksanakan pembangunan fisik usaha real
estate.
3.
Konsultan, yaitu tempat developer melakukan konsultasi terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan real estate.
4.
Advokat, yaitu pihak yang mengurusi masalah hukum usaha real estate.
5.
Manajemen Pembiayaan, yaitu pihak yang mengurusi keuangan.
6.
Broker/pialang , yaitu pihak yang mempertemukan penjual dengan pembeli
usaha real estate.
7.
Investor, yaitu pihak yang mendanai usaha real estate dengan mengharapkan
keuntungan real estate.
8.
Perbankan, yaitu media yang digunakan oleh broker/pialang dalam melakukan
transaksi dengan si pembeli.
Dalam usaha real estate, investor mendanai permodalan developer untuk
mengadakan sebuah proyek. Developer sendiri, dalam menjalankan kegiatannya
dibantu oleh konsultan dan advokat. Konsultan yang dimaksud di sini adalah
tempat konsultasi permasalahan yang menyangkut fisik proyek. Sedangkan
advokat lebih menekankan pada aspek hukum dan legalitas.
17
2.2.2
2.2.2.1
Kualitas Laba dan Pengukurannya
Kualitas Laba
Susanto (2012:153), laporan keuangan yang diterbitkan suatu perusahaan
harus dapat mengungkapkan kondisi perusahaan yang sebenarnya agar dapat
bermanfaat bagi investor dan kreditur. Informasi yang bermanfaat bagi
pengambilan keputusan haruslah informasi yang mempunyai relevansi. Salah satu
indiKator suatu informasi akuntansi yang relevan adalah adanya reaksi pemodal
pada saat diumumkannya suatu informasi yang dapat diamati dari adanya
pergerakan saham. Keputusan ekonomi yang dibuat oleh para pelaku pasar
berdasarkan informasi yang diperoleh dari laporan keuangan umumnya tercermin
dalam tindakan perilaku pasar yang disebut dengan reaksi pasar. Reaksi pasar
dipicu oleh berbagai hal, salah satunya adalah pengumuman yang berhubungan
dengan laba.
Hanafi (2010:32) menjelaskan pengertian laba sebagai berikut:
“Laba merupakan ukuran keseluruhan prestasi perusahaan yang
didefinisikan sebagai berikut: Laba=Penjualan-Biaya”
Menurut Statement of Financial Accounting (SFAC) Nomor 1, laba
memiliki manfaat untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi
kemampuan laba yang representatif dalam jangka panjang, memprediksi laba, dan
menaksir risiko dalam investasi atau kredit. SFAC No. 2 dalam Kartika dan
Nikmah (2011:98) menyatakan salah satu informasi yang terdapat di dalam
laporan keuangan adalah informasi mengenai laba perusahaan. Informasi laba
18
merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihakpihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif.
IAI (2012) dalam PSAK Nomor 1, informasi laba diperlukan untuk
menilai perubahan potensi sumber daya ekonomis yang mungkin dapat
dikendalikan di masa depan, menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada,
dan untuk perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam
memanfaatkan tambahan sumber daya. Menurut Robert et al. (2008) dalam
Novianti (2012:2) informasi laba yang dilaporkan oleh manajemen perusahaan
akan
digunakan
oleh
investor
untuk
pengambilan
keputusan
dalam
menginvestasikan dananya ataupun memprediksi laba di masa yang akan datang.
Bagi pemilik saham dan atau investor, laba berarti peningkatan nilai ekonomis
(wealth) yang akan diterima, melalui pembagian dividen. Investor membeli saham
pada saat mereka yakin bahwa laba di masa yang akan datang dapat meningkatkan
harga saham. Sehingga informasi laba yang dipublikasikan haruslah berkualitas
agar tidak merugikan investor.
Menurut Schipper dan Vincent (2003) dalam Novianti (2012:3), kualitas
laba adalah jumlah yang dapat dikonsumsi dalam satu periode dengan menjaga
kemampuan perusahaan pada awal dan akhir periode tetap sama. Bagi investor,
laporan laba dianggap mempunyai informasi untuk menganalisis saham yang
diterbitkan oleh emiten. Sedangkan menurut Penman (2001) dalam Purwanti
(2010:16), laba yang berkualitas adalah laba yang disajikan sesuai dengan yang
sebenarnya dan dapat mencerminkan kelanjutan laba (Sustainable earnings) di
masa depan, yang diitentukan oleh akrual dan aliran kasnya.
19
Dechows et al (2010) dalam Wulansari (2013:5) mendefinisikan kualitas
laba sebagai berikut:
“Higher quality earnings provide more information about the features of a
firms financial performance that are relevant to a specific decision made by a
specific decision-maker.”
Dari definisi diatas, terdapat tiga hal yang harus digarisbawahi:
1. Kualitas laba tergantung pada informasi yang relevan dalam membuat
keputusan. Pendefinisian kualitas laba diatas hanya dalam konteks model
keputusan tertentu.
2. Kualitas angka laba yang dilaporkan dilihat dari apakah informasi tersebut
menggambarkan kinerja keuangan suatu perusahaan.
3. Kualitas laba secara bersama-sama ditentukan oleh relevansi dari kinerja
keuangan yang mendasari keputusan.
Boediono (2005) dalam Kurnia (2010:1-2) menjelaskan bahwa kualitas
laba menjadi pusat perhatian bagi para pengguna laporan keuangan, khususnya
bagi mereka yang mengharap kualitas laba yang tinggi. Laporan ini diakui oleh
investor, kreditur, supplier, organisasi buruh, bursa efek dan para analis keuangan
sebagai sumber informasi penting mengenai keberadaan sumber daya ekonomi
perusahaan yang diharapkan berguna untuk pengambilan keputusan. Informasi ini
juga diharapkan menjadi pedoman untuk pemegang saham dan investor potensial
untuk menentukan kepentingan investasi mereka terhadap saham emiten.
Menurut Dechow dan Schrand (2004) dalam Warianto (2013:4), laba yang
berkualitas memiliki 3 karakteristik, yaitu:
1. Mampu mencerminkan kinerja operasi perusahaan saat ini dengan akurat.
20
2. Mampu memberikan indikator yang baik mengenai kinerja perusahaan di
masa depan.
3. Dapat menjadi ukuran yang baik untuk menilai kinerja perusahaan (Tong dan
Miso, 2011 dalam Warianto, 2013:5).
Menurut Eka (2012:2) kualitas laba adalah laba dalam laporan keuangan
yang mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya.
2.2.2.2
Pengukuran Kualitas Laba
Para investor, calon investor, para analis keuangan dan pengguna
informasi keuangan lainnya harus mengetahui betul bagaimana kualitas laba yang
sebenarnya. Informasi laba tersebut dapat dikatakan berkualitas jika reaksi pasar
yang ditunjukkan dari Earnings Response Coefficient (ERC) juga tinggi. Susanto
(2012:154), besaran yang menunjukkan hubungan antara laba dan return saham
yang digunakan untuk mengukur seberapa besar reaksi pasar terhadap informasi
mengenai perusahaan yang tercermin dengan dikeluarkannya laporan keuangan,
terutama informasi laba yang dikenal dengan ERC. Hal ini sesuai dengan
pendapat Scott (2003) dalam Devita (2013:26), yaitu laba yang memiliki
kemampuan untuk memberikan respon (power of response) kepada pasar
menujukkan kualitas laba, yang diukur dengan ERC.
Kualitas laba dapat didefinisikan sebagai kemampuan informasi laba
dalam memberikan respon kepada pasar. kuatnya reaksi pasar terhadap informasi
laba yang tercermin dari tingginya Earnings Response Coefficient (ERC),
menunjukkan laba yang dilaporkan berkualitas. ERC mengukur seberapa besar
return saham dalam merespon angka laba yang dilaporkan oleh perusahaan yang
21
mengeluarkan sekuritas tersebut. ERC adalah reaksi atas laba yang diumumkan
(published) oleh perusahaan, dan tinggi rendahnya ERC sangat ditentukan oleh
kekuatan responsif yang tercermin dari informasi (good/bad news) yang
terkandung dalam laba.
Dalam penelitian ini, proksi yang tepat dan dapat digunakan dalam
mengukur kualitas laba adalah Earnings Response Coefficient (ERC). Karena
penelitian ini mencoba melihat kualitas laba dari sudut pandang respon investor
terhadap laba yang dipublikasikan. Laba yang dipublikasikan dapat memberikan
respon (reaksi) yang bervariasi. Reaksi yang diberikan tergantung dari kualitas
laba yang dihasilkan oleh perusahaan.
Definisi ERC menurut Scott dalam Kadek dan Ida (2014:65) adalah:
“An earning response coefficient measures the extent of a security’s abnormal
return in response to the unexpected component of reported earnings of the firm
issuing that security.”
ERC dapat diartikan sebagai ukuran tingkat abnormal return sekuritas
dalam merespon komponen unexpected earnings yang dilaporkan oleh perusahaan
yang mengeluarkan sekuritas tersebut. Teoh and Wong (1993) dalam Kadek dan
Ida (2014:65) menjelaskan bahwa ERC digunakan untuk mengukur pendapatan
tidak normal yang berasal dari laba kejutan. Menurut Indra dan Joko (2010:
25) ERC merupakan koefisien regresi yang diperoleh dari regresi antara proksi
harga saham dengan laba akuntansi. Proksi harga saham yang digunakan adalah
Cummulative Abnormal Return (CAR), sedangkan proksi laba akuntansi adalah
Unexpected Earnings (UE). Dalam penelitian ini regresi antara CAR dengan UE
dilakukan selama 3 tahun (tahun 2012-2014). Regresi model tersebut akan
22
menghasilkan ERC masing-masing sampel yang kemudian digunakan dalam
analisis berikutnya.
Nilai ERC diprediksi lebih tinggi jika laba perusahaan lebih persisten di
masa depan. Demikian juga jika kualitas laba semakin baik, maka diprediksi nilai
ERC akan semakin tinggi. Investor akan menilai laba sekarang untuk
memprediksi laba dan return di masa yang akan datang. Jika future return
tersebut semakin berisiko, maka reaksi investor terhadap Unexpected Earnings
(UE) perusahaan juga semakin rendah. Langkah-langkah dalam menghitung ERC
yaitu:
1. Menghitung Cummulative Abnormal Return (CAR).
2. Menghitung nilai Unexpected Earnings (UE).
3. Kemudian meregresikan UE terhadap CAR.
2.2.2.3
Cummulative Abnormal Return
Pengukuran kualitas laba dalam penelitian ini menggunakan Earnings
Response Coefficient (ERC). ERC dapat diperoleh dari regresi antara proksi harga
saham dan laba akuntansi. Cummulative Abnormal Return (CAR) merupakan
proksi harga saham yang menunjukkan besarnya respon pasar terhadap informasi
akuntansi (laba akuntansi) yang dipublikasikan.
Menurut Hartono (2010:579), abnormal return atau excess return merupakan
kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal. Return
sesungguhnya (realized return) merupakan return yang telah terjadi dan dihitung
berdasarkan data historis. Return sesungguhnya merupakan return yang terjadi pada
waktu ke –t yang merupakan selisih harga sekarang relatif terhadap harga
23
sebelumnya. Return sesungguhnya perlu dihitung karena dapat dijadikan alat ukur
untuk menentukan return ekspektasi di masa mendatang. Return normal atau return
ekspektasian merupakan return yang belum terjadi, dan diharapkan oleh investor
akan terjadi di masa yang akan datang.
Abnormal return dapat terjadi positif atau negatif, abnormal return yang
positif menunjukkan bahwa actual return yang terjadi lebih besar dari expected
return. Abnormal return yang negatif menunjukkan bahwa actual return yang terjadi
lebih kecil dari expected return. Jika suatu pengumuman mengandung informasi,
pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi
tersebut ditunjukkan dengan perubahan harga sekuritas yang bersangkutan. Jika
suatu pengumuman mengandung informasi, maka
akan
tercermin
dengan
adanya abnormal return yang diterima oleh investor.
Akumulasi return taknormal (ARTN) atau Cummulative Abnormal Return
(CAR) merupakan penjumlahan return taknormal hari sebelumnya di dalam
periode peristiwa pada masing-masing sekuritas. Perhitungan Akumulasi Return
Tidak Normal (ARTN) atau Cummulative Abnormal Return (CAR) pada saat laba
akuntansi dipublikasikan dihitung dengan metode studi peristiwa. Studi peristiwa
(event study) merupakan studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu
peristiwa (event) yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman.
Tujuan studi peristiwa adalah untuk mengukur hubungan antara suatu peristiwa
atau informasi dengan reaksi pasar apakah informasi dengan reaksi pasar apakah
informasi tersebut dapat mempengaruhi perubahan harga saham. Periode
peristiwa adalah periode di seputar peristiwa yang digunakan untuk menguji
perubahan return tak normal (RTN). Jenis studi peristiwa dalam penelitian ini
24
terfokus pada peristiwa konvensional (peristiwa yang seringkali terjadi dan
diumumkan secara terbuka oleh emiten di pasar modal), berupa pengumuman
laba. Jika pengumuman mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan
bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar
ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dari sekuritas bersangkutan. Suatu
pengumuman yang mempunyai kandungan informasi akan memberikan abnormal
return kepada pasar, dan pengumuman yang tidak mengandung informasi tidak
memberikan abnormal return kepada pasar.
Penelitian ini menggunakan akumulasi dari rata-rata abnormal return
selama periode jendela 15 hari, yaitu 7 hari sebelum (-7) tanggal pengumuman
laba (untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran informasi), 1 hari (0) pada saat
pengumuman laba (reaksi pasar pada tanggal pengumuman) dan 7 hari setelah
(+7) tanggal pengumuman laba (untuk mengetahui kecepatan reaksi pasar).
Langkah-langkah menghitung CAR:
1. Rumus Hartono (2010:580) dalam menghitung AR (Abnormal Return) adalah:
ARit = Rit - RMt
Keterangan:
ARit
: Abnormal Return perusahaan i pada waktu t
Rit
: Return perusahaan i pada waktu t
RMt
: Return pasar pada waktu t
2. Untuk memperoleh data abnormal return, terlebih dahulu harus mencari
return sesungguhnya dan return yang diharapkan.
1) Return sesungguhnya (return saham harian), rumus:
25
Keterangan:
Rit
: Return sesungguhnya (return saham harian) perusahaan i pada hari t
Pit
: Harga penutupan saham perusahaan i pada hari t
Pit-1
: Harga penutupan saham perusahaan i pada hari t-1
2) Return yang diharapkan (return pasar harian/return ekspektasi),
rumus:
Keterangan:
Rmt
: Return yang diharapkan (return pasar harian/return ekspektasi)
IHSGt : Indeks Harga Saham Gabungan pada hari t
IHSGt-1: Indeks Harga Saham Gabungan pada hari t-1
3. Setelah nilai AR didapatkan, maka nilai AR masing-masing perusahaan di
akumulasikan dengan rumus Hartono (2010:595):
Keterangan:
ARTNi.t : Akumulasi Return Taknormal (Cummulative Abnormal Return)
sekuritas i pada hari ke t, yang diakumulasi dari Return Taknormal/
Abnormal Return (RTN/AR) sekuritas i mulai hari awal periode
peristiwa (t+7) sampai hari ke -7.
RTNi.a
: Return Taknormal/Abnormal Return (RTN/AR) sekuritas i pada hari
26
ke-a, yaitu mulai +7 (hari awal periode jendela) sampai hari ke -7.
2.2.2.4
Unexpected Earnings
Unexpected Earnings (UE) merupakan proksi laba akuntansi yang
menunjukkan hasil kinerja perusahaan selama periode tertentu. Setelah
menghitung CAR, langkah berikutnya dalam menghitung ERC adalah
menghitung Unexpected Earnings (UE). UE merupakan proksi laba akuntansi
yang menunjukkan hasil kinerja perusahaan selama periode tertentu. Menurut
Riyatno (2007) dalam Wulansari (2013:7); Willjayanti (2012:14), UE diukur
menggunakan pengukuran laba per lembar saham:
Keterangan:
UEit
: Unexpected Earnings perusahaan i pada periode (tahun) t
EPSit : Laba per lembar saham perusahaan i pada periode (tahun) t
EPSit-1 : Laba per lembar saham perusahaan i pada periode (tahun) t-1
2.2.2.5
Earnings Respons Coefficient
Setelah nilai CAR dan UE diperoleh, langkah terakhir menghitung kualitas
laba adalah menghitung Earnings Response Coefficient (ERC). ERC merupakan
koefisien yang mengukur respon abnormal return sekuritas terhadap unexpected
earnings perusahaan-perusahaan yang menerbitkan sekuritas. Koefisien respon
laba (ERC) merupakan pengaruh laba kejutan (unexpected earnings) terhadap
CAR, yang ditunjukkan melalui slope b dalam regresi abnormal return saham
dengan unexpected earnings. Earnings Response Coefficient akan dihitung dari
slope b pada hubungan CAR dengan UE dengan persamaan berikut.:
27
CARit = a + bUEit + εit
Keterangan:
CARit : Cummulative Abnormal Return perusahaan i selama 7 hari sebelum dan
setelah laba dipublikasikan.
a
: Konstanta
b
: Earnings Response Coefficient perusahaan i pada tahun t.
UEit
: Unexpected Earnings
εi
: Komponen error dalam model atas perusahaan i pada periode t
2.2.3
Invesment Opportunity Set dan Pengukurannya
2.2.3.1
Invesment Opportunity Set
Menurut Novianti (2012:2), kualitas laba dapat dipengaruhi oleh
Investment opportunity set (IOS). IOS merupakan kesempatan perusahaan untuk
tumbuh. IOS dijadikan sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi pertumbuhan
perusahaan di masa depan. Perusahaan yang mempunyai kesempatan tumbuh
yang tinggi dianggap dapat menghasilkan return yang tinggi pula.
Menurut Kole (1991) dalam Novianti (2012:2) kualitas laba juga dapat
dipengaruhi oleh Investment opportunity set (IOS). IOS diperkenalkan pertama
kali oleh Myers, IOS menurut Myers (1977) dalam Novianti (2012:4) adalah
kombinasi antara aset yang dimiliki perusahaan (assets in place) dan pemilihan
investasi pada masa yang akan datang. Investment opportunity set merupakan nilai
sekarang dan pilihan perusahaan untuk membuat investasi di masa mendatang.
IOS merupakan kesempatan perusahaan untuk tumbuh, IOS dijadikan sebagai
dasar untuk menentukan klasifikasi pertumbuhan perusahaan di masa depan. Nilai
28
IOS bergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di
masa yang akan datang (future discretionary expenditure) yang pada saat ini
merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return
yang lebih besar dari biaya modal (cost of equity) dan dapat menghasilkan
keuntungan. Kallapur dan Trombley (2001) dalam Wulansari (2013:2)
mengungkapkan bahwa Investment opportunity set (IOS) merupakan keputusan
investasi dalam bentuk kombinasi aset yang dimiliki dan pilihan investasi dimasa
yang akan datang.
Menurut Warianto (2013:6), perusahaan dengan Investment opportunity
set (IOS) tinggi cenderung dinilai positif oleh investor karena lebih memiliki
prospek keuntungan di masa yang akan datang. Ketika perusahaan memiliki IOS
yang tinggi, maka nilai perusahaan akan meningkat karena lebih banyak investor
yang tertarik untuk berinvestasi dengan harapan memperoleh return yang lebih
besar di masa yang akan datang. Mulyani et al (2007) dalam Wulansari (2013:2),
perusahaan dengan tingkat investment opportunity set tinggi akan memiliki
kemampuan menghasilkan laba yang lebih tinggi, sehingga pasar akan memberi
respon yang lebih besar terhadap perusahaan yang mempunyai kesempatan
bertumbuh (investment opportunity set). Tingginya respon pasar terhadap laba
mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki kualitas laba yang baik.
Collins dan Kothari (1989) dalam Larasanta (2013:7) menunjukkan
perusahaan yang memiliki kesempatan bertumbuh (IOS) yang lebih besar akan
memiliki Earnings Response Coefficient (ERC) tinggi. Kondisi ini menunjukkan
bahwa semakin besar kesempatan bertumbuh perusahaan maka semakin tinggi
29
kesempatan perusahaan mendapatkan atau menambah laba yang diperoleh
perusahaan pada masa mendatang.
Alasan penulis memilih variabel IOS sebagai variabel independen karena
penelitian ini melihat dari sudut pandang investor rasional (risk averse) yang
mempunyai perspektif jangka panjang. Investor yang rasional biasanya sangat
mempertimbangkan risiko dalam berinvestasi terkait dalam hal kualitas laba suatu
perusahaan. Investor cenderung akan melihat perusahaan yang memiliki prospek
untuk tumbuh yang cukup tinggi.
2.2.3.2 Pengukuran Invesment Opportunity Set (IOS)
Market Value to Book / Value of Asset Ratio (MVA / MVB) adalah
rasio yang digunakan untuk menilai set kesempatan investasi pada suatu
perusahaan dengan cara menilai total aset perusahaan dikurangi dengan nilai total
ekuitas ditambah dengan total nilai saham perusahaan pada tahun ke-t [(jumlah
saham beredar x harga penutupan saham) / total aset]. Nilai Aset, ekuitas, dan
nilai saham yang digunakan dalam menilai set kesempatan investasi ini adalah
nilai pada akhir tahun yang diinformasikan pada laporan perubahan saham
perusahaan. Alasan mendasar digunakannya rumus tersebut yaitu dengan dasar
pemikiran bahwa prospek pertumbuhan perusahaan terefleksi dalam harga saham
dan pasar menilai perusahaan yang sedang tumbuh (nilai harga saham lebih besar
dari nilai bukunya). Rumus MVA/BVA menurut Kallapur dan Trombley (1999)
dalam Wulansari (2013:8) secara matematis adalah:
MVA/BVA=
30
Keterangan:
TA
: Total Aset
TE
: Total Ekuitas
AT
: Akhir Tahun
Alasan mendasar digunakannya rumus tersebut yaitu dengan dasar
pemikiran dari Kallapur&Trombley (1999), bahwa prospek pertumbuhan
perusahaan terefleksi dalam harga saham dan pasar menilai perusahaan yang
sedang tumbuh jika nilai harga saham lebih besar dari nilai bukunya. Harga saham
merupakan proksi terbaik dari kinerja perusahaan karena menggambarkan kinerja
perusahan di masa lalu dan prospek di masa mendatang. Rasio nilai pasar terhadap
nilai buku menggambarkan biaya pendirian historis dan aktiva fisik perusahaan.
Rasio ini juga digunakan dalam penelitian Gul (1998), Cahan dan Hossain (1999)
dalam Wulansari (2013:8). Rasio market value to book value of assets ini
berbanding lurus dengan nilai investment opportunity set, semakin besar market
value to book value of assets suatu perusahaan, maka semakin bagus pula nilai
investment opportunity setnya.
Nilai buku dan nilai pasar saham dapat menunjukkan pertumbuhan suatu
perusahaan. Perbandingan antara nilai buku dan nilai pasar saham dapat
digunakan sebagai pengukur perusahaan yang bertumbuh (growth) dan dapat
memberikan kesempatan pilihan-pilihan investasi di masa datang bagi investor.
Hartono (2010:206), harga pasar saham merupakan harga saham yang terjadi di
pasar bursa pada saat tertentu, sedangkan nilai buku merupakan nilai yang dicatat
oleh perusahaan. Dengan demikian investor dapat memiliki kesempatan
31
berinvestasi yang menguntungkan dengan cara menganalisis pertumbuhan suatu
perusahaan yang terlihat dari nilai buku dan nilai pasar saham perusahaan.
Perusahaan yang bertumbuh memiliki rasio nilai pasar yang lebih tinggi dari nilai
buku sahamnya. Hal ini serupa dengan Jones (1998) dalam Ratih (2010) yang
menyatakan bahwa rasio antara nilai pasar dan nilai buku saham perusahaan yang
bertumbuh sama atau lebih dari satu.
Maksud dari rumus MVA/BVA adalah untuk mencerminkan peluang
investasi yang dimiliki perusahaan melalui aset yang dimiliki perusahaan
terefleksi dalam harga saham yang mengalami perubahan dikarenakan penilaian
investor terhadap nilai dan aset perusahaan. Serta untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam memanfaatkan aset untuk menutupi liabilitasnya kepada para
investor, apakah perusahaan mampu untuk memenuhi kewajibannya terhadap para
investor dengan memberikan return yang diharapkan oleh para investor atas
jumlah dana yang ditanamkan pada perusahaan.
2.2.4
2.2.4.1
Volatilitas Arus Kas dan Pengukurannya
Volatilitas Arus Kas
Menurut Kurnia (2010:4), laba perusahaan bersinggungan dengan siklus
operasi, hal ini dikarenakan ada faktor penjualan di dalam siklus operasi. Laba ini
nantinya akan digunakan untuk memprediksi aliran kas di masa yang akan datang.
Laba yang digunakan untuk memprediksi aliran kas di masa yang akan datang,
harus benar-benar laba yang berkualitas. Dimana laba yang berkualitas itu sendiri
tergantung pada siklus operasi perusahaan itu sendiri.
32
IAI (2010) dalam PSAK No. 2 paragraf 03 menjelaskan bahwa salah satu
kegunaan informasi arus kas menurut adalah meningkatkan daya banding kinerja
operasi berbagai perusahaan karena dapat meniadakan pengaruh penggunaan
perlakuan akuntansi yang berbeda terhadap transaksi dan peristiwa yang sama.
Kemampuan arus kas untuk meningkatkan daya banding pelaporan kinerja operasi
ini merupakan salah satu alasan digunakannya arus kas sebagai sumber informasi
oleh investor selain informasi laba. Nilai yang terkandung di dalam arus kas pada
suatu periode mencerminkan nilai laba dalam metode kas (cash basis). Data arus
kas merupakan indikator keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan
akuntansi karena arus kas relatif lebih sulit untuk dimanipulasi. Manipulasi
akuntansi biasanya dilakukan melalui penggunaan metode akuntansi yang berbeda
untuk transaksi yang sama dengan tujuan untuk menampilkan laba yang
diinginkan.
Arus kas merupakan pergerakan dana tunai masuk dan keluar dari
suatu usaha badan usaha. Hal tersebut berkaitan dengan penjadwalan waktu
transaksi tunai sesuai penggunaan dana tunai sebagai aset. Arus kas adalah suatu
proses,
yaitu
cara
suatu
perusahaan
di
dalam
membangkitkan
dan
menggunakan dana tunainya. Menurut PSAK No. 2 (Revisi 2013), informasi
arus kas entitas berguna sebagai dasar untuk menilai kemampuan entitas dalam
menghasilkan kas dan setara kas serta menilai kebutuhan kas entitas untuk
menggunakan arus kas tersebut.
33
Manfaat laporan arus kas adalah:
1. Memberikan
informasi
yang
memungkinkan
para
pengguna
untuk
mengevaluasi perubahan dalam aset bersih entitas, struktur keuangan
(likuiditas dan solvabilitas) dan kemampuan mempengaruhi jumlah serta
waktu arus kas dalam rangka penyesuaian terhadap keadaan dan peluang yang
berubah.
2. Menilai kemampuan entitas dalam menghasilkan kas dan setara kas dan
memungkinkan para pengguna mengembangkan model untuk menilai dan
membandingkan nilai sekarang dari arus kas masa depan (future cash flows)
dari berbagai entitas.
3. Meningkatkan daya banding pelaporan kinerja operasi berbagai entitas.
IAI dalam PSAK No. 2 (Revisi 2013), laporan arus kas dan setara kas
menggambarkan
perubahan
historis
dalam
kas
dan
setara
kas
yang
diklasifikasikan atas aktivitas operasi, investasi dan pendanaan selama satu
periode. Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan entitas dan
aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan pendanaan. Aktivitas
operasi merupakan indikator utama yang menentukan apakah operasi dapat
menghasilkan kas untuk melunasi pinjaman dan memelihara kemampuasn operasi
entitas, membayar dividen dan melakukan investasi.
Pentingnya prediksi arus kas operasional bisa mempengaruhi keputusan
investasi. Dalam Vibiznews.com (2014) PT Mandom Indonesia Tbk. (TCID)
pada tahun 2013 mengalokasikan belanja modal sebesar Rp 240 milyar dengan
tren pendapatan dan laba bersih perusahaan terus meningkat disbanding kuartal
34
sebelumnya, namun pada Februari 2014, saham di pasar modal sepi peminat.
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa investor cenderung berinvestasi pada
perusahaan yang memiliki arus kas operasional positif, bukan pada arus kas
investasi ataupun arus kas pendanaan. Laba yang tinggi tidak akan menjasi
pertimbangan investor bila arus kas operasionalnya negatif. Inventor tentunya
mengharapkan arus kas operasi perusahaan di masa depan yang lebih baik dari
tahun sekarang.
Arus kas masuk dari aktivitas operasi diantaranya:
a. Penerimaan dari penjualan barang/jasa, royalti, pendapatan lain.
b. Penerimaan dari pendapatan sewa, restitusi pajak.
c. Penerimaan dari pemberian untuk bank dan penjualan sekuritas dari
perusahaan efek.
Arus kas keluar dari aktivitas operasi diantaranya:
a. Pembayaran kepada pemasok barang dan jasa.
b. Pembayaran untuk karyawan.
c. Pembayaran klain (asuransi), pembelian efek (perusahaan efek), pengembalian
kredit (bank).
d. Pembayaran biaya operasi.
Aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aset jangka panjang
serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas. Arus kas investasi
mencerminkan pengeluaran untuk sumber data yang dimaksudkan menghasilkan
kas di masa depan.
35
Arus kas masuk dari aktivitas investasi diantaranya:
a. Penerimaan penjualan aset tetap, aset tidak berwujud dan aset jangka panjang
lain.
b. Penerimaan kas dari kontrak future / forward, future untuk pendanaan.
c. Penerimaan penjualan instrumen utang atau kas (selain diperdagangkan).
d. Penerimaan kas dari pelunasan uang muka dan pinjaman dari pihak lain.
Arus kas keluar dari aktivitas investasi diantaranya:
a. Pembayaran kas untuk membeli aset tidak tetap, aset tidak berwujud, biaya
pengembangan dikapitalisasi.
b. Pembayaran kas dari kontrak future, forward, swap untuk aktivitas pendanaan.
c. Pembayaran untuk membeli instrumen utang/ekuitas/ventura selain untuk
diperdagangkan.
Aktivitas pendanaan adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan
dalam dalam jumlah serta komposisi kontribusi modal dan pinjaman entitas.
Aktivitas pendanaan memprediksi klaim atas arus kas masa depan oleh para
penyedia modal entitas.
Arus kas masuk dari aktivitas pendanaan terdiri dari:
a. Penerimaan kas dari penerbitan saham.
b. Penerimaan kas dari penerbitan obligasi, wesel, pinjaman jangka pendek dan
jangka panjang, hipotek.
Arus kas keluar dari aktivitas pendanaan terdiri dari:
a. Pembayaran kas kepada pemilik untuk menarik atau menebus saham.
b. Pelunasan pinjaman.
36
c. Pembayaran kas oleh lessee untuk mengurangi saldo liabilitas terkait sewa
pembiayaan.
BAPEPAM mewajibkan perusahaan publik atau emiten untuk menerapkan
metode langsung dalam penyusunan laporan arus kasnya. Menurut PSAK No. 2
(tahun 2015), metode langsung dapat digunakan untuk mengestimasi arus kas
masa depan, sehingga penyajian informasi arus kas secara terus menerus dapat
digunakan sebagai alat prediksi arus kas operasi di masa depan. Kemampuan
prediksi mempengaruhi kualitas suatu informasi. Informasi yang relevan harus
memiliki predictive value. Prediksi arus kas operasi dapat menunjukkan sinyal
bahaya keuangan, penilaian kinerja perusahaan dan memberikan informasi yang
berhubungan dengan kelangsungan hidup suatu perusahaan.
Purwanti (2010:14) menjelaskan bahwa informasi arus kas berguna untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas dan
memungkinkan para pengguna mengembangkan model untuk menilai dan
membandingkan nilai sekarang dari arus kas masa depan (future cash flows) dari
berbagai perusahaan informasi tersebut juga meningkatkan daya banding
pelaporan kinerja operasi berbagai perusahaan karena dapat meniadakan pengaruh
penggunaan perlakuan akuntansi yang berbeda terhadap transaksi dan peristiwa
yang sama.
Menurut Afri (2014:12), volatilitas arus kas operasi menggambarkan
fluktuasi arus kas yang terjadi didalam perusahaan. Arus kas yang berfluktuasi
tajam akan menyebabkan kesulitan dalam memprediksi arus kas masa depan.
Tumirin (2003) dalam Purwanti (2010:15), volatilitas merupakan ukuran arus kas
37
yang dapat naik atau turun dengan cepat. Arus kas dalam periode jangka pendek
adalah prediktor arus kas yang lebih baik dibandingkan dengan laba atas arus kas.
Volatilitas dapat didefinisikan sebagai fluktuasi (pergerakan) dari return-return
suatu sekuritas atau portofolio dalam suatu periode waktu tertentu. Dechow dan
Dichev (2002) dalam Purwanti (2010:15-16) menjelaskan bahwa volatilitas arus
kas adalah derajat penyebaran arus kas atau indeks penyebaran distribusi arus kas
perusahaan. Untuk mengukur kualitas laba dibutuhkan informasi arus kas yang
stabil, dalam artian mempunyai volatilitas kecil. Jika arus kas berfluktuasi tajam,
maka sangat sulit untuk memprediksi arus kas di masa yang akan datang.
Arus kas operasi merupakan arus masuk dan keluar dari kas dan setara kas
yang berasal dari aktivitas operasi, yaitu aktivitas penghasil utama pendapatan
perusahaan. Arus kas operasi sebagian besar berasal dari aktivitas berulang yang
dilakukan oleh perusahaan secara terus menerus. Menurut Charitou dan Vafeas
(1998) dalam Nany (2013:35), arus kas operasi mencerminkan likuiditas
perusahaan sebagai penentu kebijakan dividen perusahaan dibandingkan dengan
laba. Arus kas operasi juga dapat memberikan informasi mengenai besarnya arus
kas bebas yang mencerminkan keleluasaan suatu perusahaan untuk melakukan
investasi tambahan, melunasi hutang, menambah likuiditas, sehingga arus kas
bebas yang tinggi dapat mencerminkan kinerja suatu perusahaan yang baik.
Besarnya arus kas dari aktivitas operasi dapat menentukan kesuksesan atau
kegagalan dari suatu perusahaan. Aktivitas operasi suatu perusahaan merupakan
sumber utama laba perusahaan yang mencerminkan kesuksesan suatu perusahaan
dalam menjalankan aktivitas operasinya secara efektif.
38
2.2.4.2
Pengukuran Volatilitas Arus Kas
Rumus volatilitas arus kas menurut Sloan (1996); Dechow dan Dichev
(2002) dalam Purwanti (2010:32):
Keterangan:
CFOjt
: Aliran kas operasi perusahaan j tahun t
Total Asetjt
: Total Aset perusahaan j tahun t
Maksud dari rumus tersebut adalah untuk mengevaluasi seberapa besar
tingkat kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aset yang dimiliki secara
efisien dalam rangka meningkatkan aliran kas operasi perusahaan. Rumus ini
menggambarkan perputaran aset yang diukur dari jumlah aliran kas operasi. Jadi
semakin besar hasil dari rumus VAK ini semakin baik, yang berarti bahwa aset
dapat lebih cepat berputar dan menunjukkan semakin efisien penggunaan
keseluruhan aset yang dimiliki perusahaan dalam menghasilkan aliran kas operasi
dan laba. Namun, jika dikaitkan dengan konsep volatilitas dan kualitas laba, yaitu
volatilitas yang rendah akan menghasilkan laba yang berkualitas, berarti semakin
kecil hasil VAK, maka kualitas laba semakin berkualitas, karena volatilitas yang
rendah dapat memudahkan dalam memberikan indikator yang baik mengenai
kinerja perusahaan di masa yang akan datang.
2.2.5
2.2.5.1
Volatilitas Penjualan dan Pengukurannya
Volatilitas Penjualan
Menurut Purwanti (2010:20), penjualan adalah bagian terpenting dari
siklus operasi perusahaan dalam menghasilkan laba. Penjualan terdapat dalam
39
laporan laba rugi. Tujuan laporan laba rugi adalah membandingkan antara biaya
dan pendapatan serta keuntungan dan kerugian pada periode tertentu suatu
perusahaan.
Definisi penjualan menurut Mulyadi (2010: 202) adalah suatu keputusan
proses pemindahan kepimilikan atas barang yang telah di produksi atau yang telah
siap untuk dijual kepada pelanggan. penjualan terdiri dari transaksi penjualan
barang dan jasa, baik secara kredit maupun tunai.
Menurut Basu Swastha dan Irawan (2011; 407-408), faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi penjualan, adalah:
1. Kondisi dan kemampuan penjual
Penjual harus dapat menyakinkan kepada pembeli agar dapat berhasil
mencapai sasaran penjualan yang diharapkan. Untuk maksud tersebut,
penjual harus memahami beberapa masalah penting yang sangat berkaitan,
yaitu:
a. Jenis dan karakteristik barang yang ditawarkan
b. Harga produk
c. Syarat penjualan, seperti: pembayaran, pengiriman, garansi, dan
sebagainya.
Masalah-masalah tersebut biasanya menjadi pusat perhatian pembeli sebelum
melakukan pembeliannya. Manajer perlu memperhatikan jumlah serta sifatsifat tenaga penjual tenaga penjua yang baik dapatlah dihindari timbulnya
kemungkinan rasa kecewa pada para pembeli dalam pembeliannya. Adapun
sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh seorang penjual yang baik antara lain:
40
sopan, pandai bergaul, pandai bicara, mempunyai keperibadian yang
menarik, sehat jasmani, jujur, mengetahui cara-cara penjualan, dan
sebagainya.
2. Kondisi pasar
Pasar sebagai kelompok pembeli atau pihak yang menjadi sasaran dalam
penjualan, dapat pula mengetahui kegiatan penjualannya. Adapun faktorfaktor kondisi pasar yang perlu diperhatikan adalah:
a. Jenis pasarnya
b. Kelompok pembeli atau segmentasi pasarnya
c. Daya belinya
d. Frekuensi pembeliannya
e. Keinginan dan kebutuhannya
3. Modal
Akan lebih sulit bagi penjual untuk menjual barangnya apabila barang yang
dujual tersebut belum dikenal oleh calon pembeli, atau apabila lokasi
pembelian jauh dari tempat penjual. Dalam keadaan seperti ini, penjual harus
memperkenalkan dulu membawa barangnya ke tempat pembeli. Untuk
melaksanakan maksud tersebut diperlukan adanya sarana serta usaha, seperti:
alat transport, tempat peragaan baik di dalam perusahaan maupun di luar
perusahaan, usaha promosi, dan sebagainya. Semua ini hanya dapat dilakukan
apabila penjual memiliki sejumlah modal yang cukup dan sesuai dengan yang
diperlukan.
41
4. Kondisi organisasi perusahaan
Pada perusahaan besar, biasanya masalah penjualan ini ditangani oleh bagian
tersendiri (bagian penjualan) yang dipegang orang-orang tertentu/ahli
dibidang penjualan. Lainya dengan perushaan kecil, dimana masalah
penjualan ditangani oleh orang yang juga melakukan fungsi-fungsi lain, hal ini
disebabkan karena jumlah tenaga kerjanya lebih sedikit, sistem organisasinya
lebih sederhana, masalah-masalah yang dihadapi, serta saran yang dimilikinya
juga tidak sekompleks perusahaan besar. Bisanya, masalah penjualan ini
ditangani sendiri oleh pimpinan dan tidak diberikan kepada orang lain.
5. Faktor lain
Faktor-faktor lain, seperti: periklanan, peragaan, kampanye, pemberian
hadiah, sering mempengaruhi penjualan. Namaun untuk melaksanakannya,
diperlukan sejumlah dana yang tidak sedikit. Bagi perusahaan yang bermodal
kuat, kegiatan ini secara rutin dapat dilakukan. Sedangkan bagi perusahaan
kecil yang mempunyai modal relatif kecil, kegiatan ini lebih jarang dilakukan.
Menurut Dechow dan Dichev (2002) dalam Purwanti (2010:16), volatilitas
penjualan adalah derajat penyebaran penjualan atau indeks penyebaran distribusi
penjualan perusahaan. Volatilitas penjualan mengindikasikan suatu volatilitas
lingkungan operasi dan penyimpangan yang lebih besar aproksimasi dan estimasi,
dan berkorespondensi dengan kesalahan estimasi yang lebih besar dan kualitas
akrual yang rendah.
Volatilitas yang rendah dari penjualan akan dapat menunjukkan
kemampuan laba dalam memprediksi aliran kas di masa yang akan datang.
42
Namun, jika tingkat volatilitas penjualan tinggi, maka kualitas dari laba tersebut
akan rendah, karena laba yang dihasilkan akan mengandung banyak gangguan
persepsian (perceived noise).
2.2.5.2 Pengukuran Volatilitas Penjualan
Rumus volatilitas penjualan menurut Dechow dan Dechev (2002); Cohen
(2003); Francis et al. (2004), Pagalung (2006) dalam Purwanti (2010:32):
Keterangan:
Penjualanjt
: Penjualan perusahaan j tahun t
Total Assetjt
: Total Aset perusahaan j tahun t
Maksud dari rumus tersebut adalah untuk mengevaluasi seberapa besar
tingkat kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aset yang dimiliki secara
efisien dalam rangka meningkatkan penjualan. Rumus ini menggambarkan
perputaran aset yang diukur dari volume penjualan. Jadi semakin besar hasil dari
rumus VP ini semakin baik, yang berarti bahwa aset dapat lebih cepat berputar
dan menunjukkan semakin efisien penggunaan keseluruhan aset dalam
menghasilkan penjualan dan laba. Namun, jika dikaitkan dengan konsep
volatilitas dan kualitas laba, yaitu volatilitas yang rendah akan menghasilkan laba
yang berkualitas, berarti semakin kecil hasil VP, maka kualitas laba semakin
berkualitas, karena volatilitas yang rendah dapat memberikan indikator yang baik
mengenai kinerja perusahaan di masa yang akan datang.
43
2.2. Penelitian Terdahulu
Telah banyak penelitian yang dilakukan, namun hasilnya berbeda.
Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Ferdinand, Sidney, dan Bin (2000), hasil penelitiannya adalah:
a) IOS berpengaruh positif terhadap return.
b) IOS yang tinggi akan meningkatkan harga pasar.
2. Ghosh, Zhaoyang dan Jain (2005) hasil penelitiannya adalah:
a) Kualitas laba yang lebih tinggi, ERC pun lebih besar,.
b) Kenaikan pendapatan perusahaan didukung laba memiliki ERC yang lebih
tinggi.
3. Titik Purwanti (2010), hasil penelitiannya adalah:
a) Volatilitas arus kas berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
b) Volatilitas penjualan berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
4. Rizki Novianti (2012), hasil penelitiannya adalah:
a) Investment opportunity set (IOS) berpengaruh positif terhadap kualitas
laba.
5. Paulina Warianto (2013), hasil penelitiannya adalah:
a) Investment opportunity set (IOS) berpengaruh negatif signifikan terhadap
kualitas laba.
6. Dan hasil penelitian terdahulu lainnya di lampirkan.
44
2.3 Kerangka Pemikiran
Kesempatan investasi perusahaan merupakan komponen penting dari nilai
pasar. Hal ini disebabkan investment opportunity set atau set kesempatan investasi
dari suatu perusahaan mempengaruhi cara pandang manajer, pemilik, investor dan
kreditur terhadap perusahaan. Perusahaan dengan tingkat investment opportunity
set tinggi cenderung akan memiliki prospek pertumbuhan perusahaan yang tinggi
dimasa depan. Adanya kesempatan bertumbuh (investment opportunity set)
menyebabkan laba perusahaan dimasa depan akan meningkat. Pasar akan
memberi respon yang lebih besar terhadap perusahaan yang mempunyai
kesempatan bertumbuh (investment opportunity set). Tingginya respon pasar
terhadap laba akan menyebabkan semakin besar reaksi harga pasar suatu
sekuritas. Perusahaan dengan investment opportunity set yang tinggi akan
memiliki earnings response coefficients yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa
investment opportunity set berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba.
Perusahaan dengan
investment opportunity set yang tinggi cenderung akan
meningkatkan kualitas laba perusahaan tersebut.
Arus kas dalam periode jangka pendek adalah prediktor arus kas yang
lebih baik dibandingkan dengan laba atas arus kas. Volatilitas dapat didefinisikan
sebagai fluktuasi (pergerakan) dari return-return suatu sekuritas atau portofolio
dalam suatu periode waktu tertentu. Menurut Afri (2014:12), volatilitas arus kas
operasi menggambarkan fluktuasi arus kas yang terjadi didalam perusahaan. Arus
kas yang berfluktuasi tajam akan menyebabkan kesulitan dalam memprediksi arus
kas masa depan. Tumirin (2003) dalam Purwanti (2010:15), volatilitas merupakan
45
ukuran arus kas yang dapat naik atau turun dengan cepat. Untuk mengukur
kualitas laba dibutuhkan informasi arus kas yang stabil, dalam artian mempunyai
volatilitas kecil. Jika arus kas berfluktuasi tajam, maka sangat sulit untuk
memprediksi arus kas di masa yang akan datang. Volatilitas arus kas yang tinggi
menyebabkan nilai earnings response coefficient rendah dan kualitas laba rendah.
Hal ini diakibatkan oleh tidak dapat diprediksinya arus kas di masa yang akan
datang sehingga menimbulkan respon yang kurang baik dari para investor, respon
yang kurang baik inilah yang akhirnya membuat kualitas laba yang rendah. Dapat
disimpulkan bahwa volatilitas arus kas berpengaruh negatif terhadap kualitas laba.
Salah satu faktor yang mempengaruhi laba adalah penjualan. Semakin
tinggi volume penjualan, maka semakin tinggi pula laba yang diperoleh suatu
perusahaan. Para investor selalu mengamati perusahaan-perusahaan untuk proses
pengambilan keputusan investasi. Pertimbangan yang dilakukan oleh para
investor atau calon investor adalah memprediksi laba perusahaan di masa yang
akan datang melalui penilaian terhadap volume penjualan dari suatu perusahaan.
Volume penjualan akan mudah diprediksi jika volume penjualan tersebut tidak
mengalami kenaikan dan penurunan yang tajam (volatilitas). Volatilitas penjualan
yang rendah akan memudahkan investor dan calon investor dalam memprediksi
penjualan di masa yang akan datang sehingga dapat disimpulkan bahwa volatilitas
penjualan yang rendah akan menimbulkan respon yang baik dari para investor
atau calon investor dan itu berarti perusahaan memiliki laba yang berkualitas.
Volatilitas yang rendah dapat menimbulkan respon baik dari para investor
maupun para calon investor, sehingga nilai earnings response coefficient akan
46
tinggi, dan ini berarti perusahaan memiliki laba yang berkualitas. Dapat
disimpulkan bahwa volatilitas penjualan berpengaruh negatif terhadap kualitas
laba.
Dari penjelasan yang telah diuraikan, maka model kerangka pemikiran
dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Investment Opportunity Set -IOS (X1)
Volatilitas Arus Kas (X2)
Kualitas Laba (Y)
Volatilitas Penjualan (X3)
Gambar 2.1 Model Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: Objek yang menjadi fokus penelitian.
: Hubungan variabel X dengan variabel Y secara parsial.
: Hubungan variabel X dengan variabel Y secara simultan.
2.4 Hipotesis Teoritis
Pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel
dependen secara parsial dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.4.1
Pengaruh Investment Opportunity Set terhadap Kualitas Laba
Perusahaan dengan tingkat IOS tinggi akan memiliki kemampuan
menghasilkan laba yang lebih tinggi. Sehingga pasar akan memberi respon yang
lebih besar terhadap perusahaan yang mempunyai kesempatan bertumbuh (IOS).
Mulyani et al. (2007) dalam Wulansari Wulansari (2013:2) menjelaskan bahwa
47
tingginya respon pasar terhadap laba mengindikasikan bahwa perusahaan
memiliki kualitas laba yang baik. Pengaruh Investment opportunity set (IOS)
terhadap kualitas laba dapat digambarkan sebagai berikut:
Investment
Opportunity
Set (IOS)
Kesempatan Perusahaan
Tumbuh dan Menambah
Perolehan Laba
Kesempatan
Investasi
Laba dilaporkan atau dipublikasikan
IOS Perusahaan Tinggi
IOS Perusahaan Rendah
Respon Pasar Baik
Respon Pasar Buruk
ERC tinggi
ERC Rendah
(Laba Berkualitas Tinggi)
(Laba Berkualitas Rendah)
Gambar 2.2 Model Hipotesis 1
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesisnya adalah:
H01: Investment opportunity set tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kualitas laba.
Ha1: Investment opportunity set mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kualitas laba.
2.4.2
Pengaruh Volatilitas Arus Kas Terhadap Kualitas Laba
Purwanti (2010:15), untuk mengukur kualitas laba, dibutuhkan informasi
arus kas yang stabil, dalam artian mempunyai volatilitas kecil. Jika arus kas
48
berfluktuasi tajam, maka sangat sulit untuk memprediksi arus kas di masa yang
akan datang. Pengaruh volatilitas arus kas terhadap kualitas laba dapat
digambarkan sebagai berikut:
Arus Kas Masuk
Lebih Besar dari
Arus Kas Keluar
(Laba)
Laba dilaporkan
atau
dipublikasikan
Volatilitas
(Fluktuasi) Laba
Perusahaan Rendah
Volatilitas
(Fluktuasi) Laba
Perusahaan Tinggi
Respon Pasar
Baik
Respon Pasar
Buruk
Volatilitas Arus
Kas
Arus Kas Terdiri dari:
1.Arus Kas Masuk:
Investasi
Penjualan Aset
Tetap dan
Persediaan
Pinjaman dari
Bank
2.Arus Kas Keluar:
Bayar Utang
Beli Aset Tetap
Beli Persediaan
Investasi untuk
Ekspansi Usaha
ERC tinggi
ERC Rendah
(Laba Berkualitas
Tinggi)
(Laba Berkualitas
Rendah)
Gambar 2.3 Model Hipotesis 2
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesisnya adalah:
H02: Volatilitas arus kas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kualitas laba.
Ha2: Volatilitas arus kas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
kualitas laba.
49
2.4.3
Pengaruh Volatilitas Penjualan Terhadap Kualitas Laba
Menurut Dechow dan Dichev (2002) dalam Purwanti (2010:27), volatilitas
yang rendah dari penjualan akan dapat menunjukkan kemampuan laba dalam
memprediksi aliran kas di masa yang akan datang. Jika tingkat volatilitas
penjualan tinggi, maka kualitas dari laba tersebut akan rendah, karena laba yang
dihasilkan akan mengandung banyak gangguan persepsian (perceived noise).
Pengaruh volatilitas penjualan terhadap kualitas laba dapat digambarkan
sebagai berikut:
Volatilitas
Penjualan
Volatilitas (Fluktuasi)
Penjualan Rendah
Volatilitas (Fluktuasi)
Penjualan Tinggi
Respon Pasar
Baik
Respon Pasar
Buruk
ERC tinggi
ERC Rendah
(Laba Berkualitas Tinggi)
(Laba Berkualitas Rendah)
Gambar 2.4 Model Hipotesis 3
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesisnya adalah:
H03: Volatilitas penjualan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kualitas laba.
Ha3: Volatilitas penjualan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
kualitas laba.
50
2.4.4
Pengaruh Investment Opportunity Set, Volatilitas Arus Kas, Volatilitas
Penjualan Terhadap Kualitas Laba
Pengaruh Investment opportunity set (IOS), volatilitas arus kas, dan
volatilitas penjualan secara keseluruhan (simultan) terhadap kualitas laba
digambarkan sebagai berikut:
Investment
Opportunity Set
Tinggi
ERC Tinggi
Kualitas Laba
Tinggi
(X1)
Rendah
ERC
Rendah
Kualitas Laba
Rendah
Volatilitas Arus
Kas
Tinggi
ERC Tinggi
Kualitas Laba
Rendah
(X2)
Rendah
ERC
Rendah
Volatilitas
Penjualan
Tinggi
ERC Tinggi
Kualitas Laba
Tinggi
(X3)
Rendah
ERC
Rendah
Kualitas Laba
Rendah
Kualitas Laba
Tinggi
Gambar 2.5 Model Hipotesis 4
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesisnya adalah:
H04: Investement Opportunity Set (IOS), volatilitas arus kas, dan volatilitas
penjualan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
kualitas laba.
Ha4: Investement Opportunity Set (IOS), volatilitas arus kas, dan volatilitas
penjualan mempunyai pengaruh yan signifikan terhadap kualitas laba.
Download