BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah membangun sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas agar dapat melanjutkan perjuangan pembangunan nasional untuk menuju masyarakat sejahtera, adil dan makmur. Kualitas SDM diukur dari kecerdasan, kematangan, emosi, kemampuan berkomunikasi, keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu upayanya adalah dengan pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif (Depkes RI, 2004). Proses menyusui merupakan salah satu pengalaman paling berharga terjadi secara proses alamiah dan pada umumnya dialami oleh semua ibu. Berjuta-juta ibu diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya bahkan sekalipun ibu yang buta huruf dapat memberikan ASI kepada bayinya. Namun sayangnya tidak semua ibu mengetahui dan menyadari akan pentingnya pemberian ASI secara eksklusif yang memiliki kebutuhan zat gizi penting. Data world health organization (WHO) tahun 2003 menunjukkan 170 juta kematian bayi diseluruh dunia dan sebanyak 3 juta bayi diantaranya meninggal setiap tahun akibat kurang gizi (Moedjiono, 2007). Pemberian ASI sangat penting bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi. Oleh karena itu ASI secara eksklusif perlu mendapat perhatian para ibu, keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan agar proses menyusui dapat terlaksana dengan benar. Faktor keberhasilan ibu dalam menyusui Universitas Sumatera Utara adalah: (1) komitmen ibu untuk menyusui, (2) dilaksanakan secara dini (3) posisi menyusui yang benar baik untuk ibu maupun bayi, (4) menyusui atas permintaan bayi (on demand), dan (5) diberikan secara eksklusif (Depkes RI, 2005). ASI eksklusif atau lebih tepat disebut dengan pemberian ASI secara eksklusif, artinya bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti, susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih juga tanpa tambahan makanan padat, seperti, pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi ataupun tim mulai lahir sampai usia 6 bulan (Roesli, 2005). Pentingnya masalah pemberian ASI secara eksklusif merupakan masalah yang tidak asing lagi, namun tiap tahunnya cakupan ASI eksklusif masih belum tercapai sesuai dengan target yang diinginkan. Pemerintah telah menghimbau pemberian ASI secara eksklusif, hal ini terbukti adanya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 450/Menkes/SK/IV/2004 dikatakan untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan optimal, bayi harus diberi ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, selanjutnya untuk kecukupan nutrisi bayi mulai diberi makanan pendamping ASI yang cukup aman, dengan pemberian ASI dilanjutkan sampai 2 tahun (Siregar, 2004). Pada survei awal yang dilakukan di Kecamatan Angkola Barat memberi alasan ibu-ibu tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya yaitu faktor ketidaktahuan tentang kurangnya pengetahuan masyarakat tentang ASI eksklusif misalnya pada masyarakat desa. Ibu sering kali memberikan makanan padat kepada bayi yang baru berumur beberapa hari atau beberapa minggu seperti memberikan nasi yang dihaluskan atau pisang. Biasanya diberikan ketika anak menangis terus, si ibu Universitas Sumatera Utara berpikir kemungkinan besar anaknya sedang lapar padahal tangisan anak bisa disebabkan faktor lain. Faktor lain menurut asumsi para ibu di Kecamatan Angkola Barat tersebut, seorang anak yang lahir merupakan anugerah yang terbesar dan harus disambut dengan baik. Namun pada pihak keluarga menyambut si anak dengan memberikan makanan berupa bubur nasi yang dianggap baik untuk sianak dan sebagai bentuk dari kasih sayang keluarga terhadap anaknya. Praktek pemberian makan tersebut sudah menjadi kebiasaan masyarakat yang sudah turun-temurun. Faktor budaya atau kebiasaan pada masyarakat desa khususnya didesa Sitaratoit bagian dari Kecamatan dari Angkola Barat setelah bayi berumur 40 hari, bayi bersama ibunya jika berkunjung ke rumah saudara diberi gula, atau garam hal ini mengartikan agar sibayi kelak jika nanti sudah besar dimurahkan rezekinya dan bisa berbagi dengan saudara atau masyarakat. kondisi seperti ini semakin meningkatkan angka kesakitan. Bayibayi yang tidak diberi ASI eksklusif cenderung lebih mudah sakit dibanding yang diberi ASI eksklusif. Alasan lain lagi kebanyakan ibu mengatakan air susunya tidak keluar atau keluarnya hanya sedikit pada hari-hari pertama kelahiran bayinya, kemudian membuang ASInya tersebut dan menggantikannya dengan madu atau makanan lain. Padahal menurut penelitian bahwa bayi yang baru lahir dapat bertahan sampai dengan 3 hari walaupun tidak diberi apapun, hal ini tidak boleh dilakukan karena air susu yang keluar pada hari-hari pertama melahirkan adalah kolostrum yang sangat berguna bagi bayi. Setelah bayi berumur enam bulan bayi mulai diberi makanan pendamping Universitas Sumatera Utara ASI atau makanan padat yang benar dan tepat. Air susu ibu harus tetap diberikan sampai bayi berusia dua tahun, karena ASI akan memberikan sejumlah zat-zat gizi yang berguna untuk pertumbuhan bayi, seperti lemak, protein bermutu tinggi, vitamin, dan mineral (Ruslina, 2004). Zaman sekarang ini terjadi peningkatan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang demikian pesat. Saat ini, pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui sudah semakin terlupakan. Dimasa sekarang ini ibu yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke atas terutama diperkotaan, dengan tingkat pendidikan yang cukup justru tidak memberikan ASI dengan tepat dan sesuai dengan praktek pemberian ASI eksklusif terhadap bayi. Praktek pemberian eksklusif dikota besar mengalami penurunan, sedangkan di pedesaan sering terjadi pemberian makanan tambahan yang diberikan tidak pada usia yang telah dianjurkan (Mustika, N, 2007). Kegagalan dalam praktik pemberian ASI Eksklusif adanya faktor pendorong kurangnya pengetahuan dan motivasi ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya. Faktor pemungkin berupa kampanye ASI Eksklusif dan fasilitas bidan praktek swasta (BPS), rumah bersalin (RB), dan rumah sakit (RS) yang kondusif bagi pemberian ASI Eksklusif yang selama ini kurang mendukung. Faktor penguat kurangnya peranan tenaga kesehatan, dukun bayi, dan keluarga. Selain itu faktor penghambat berupa keyakinan yang keliru tentang makanan bayi, promosi susu formula, dan masalah kesehatan pada ibu dan bayi juga menyebabkan gagalnya pemberian ASI Eksklusif. Pengetahuan, sikap, dan praktek para bidan penolong persalinan tidak mendukung terlaksananya ASI Eksklusif, penggalakan ASI eksklusif Universitas Sumatera Utara seperti mendirikan pondok ASI sebagai langkah awal untuk berhasilnya pemberian ASI eksklusif (Afifah D, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh UNICEF (United Nations Internasional Children Education Found) dalam siaran persnya tahun 2004 mengatakan, ASI bukan sekedar makanan tetapi juga penyelamat kehidupan. Setiap tahunnya lebih dari 25000 bayi dan 1,3 juta bayi diseluruh dunia dapat diselamatkan dengan pemberian ASI eksklusif. Kajian World Health Organization (WHO) menyatakan lebih dari 3000 penelitian menunjukkan pemberian ASI selama 6 bulan adalah jangka waktu yang paling optimal untuk pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan dan perkembangannya. ASI memberi semua nutrisi yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian ASI eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit seperti diare dan pneumonia serta mempercepat pemulihan bila sakit (Siti R, 2008). Di dukung lagi penelitian berupa reanalisis studi di Brazil dan Bangladesh menyatakan memberi cairan sebelum bayi berusia 6 bulan meningkatkan resiko kekurangan gizi. Konsumsi air putih atau cairan lain meskipun sedikit, akan membuat bayi merasa kenyang sehingga tidak mau menyusu. Penelitian menunjukkan bahwa memberi air putih sebagai tambahan cairan sebelum bayi berusia 6 bulan dapat mengurangi produksi ASI hingga 11% (Syahdrajat, 2009). Sedangkan penelitian UNICEF yang dilakukan di Indonesia dalam kurun waktu yang berbeda setelah krisis ekonomi di Indonesia bahwa hanya 14% bayi yang Universitas Sumatera Utara disusui dalam 12 jam setelah kelahiran. Kemudian UNICEF mencatat penurunan yang tajam ibu menyusui berdasarkan tingkat umur dari pengamatannya diketahui bahwa 63% disusui hanya dibulan pertama, 45% bulan kedua, 19% bulan keempat, 12% bulan kelima dan hanya 6% bulan keenam bahkan lebih dari 200.000 bayi atau 5% dari populasi bayi di Indonesia saat itu tidak disusui sama sekali (Novaria M, 2005). Pemberian ASI di Indonesia masih belum optimal, hanya 4% bayi baru lahir yang disusui pada jam pertama kelahiran (26% pada hari yang sama), hanya 39,5% yang menyusui secara eksklusif 0-6 bulan. Balita di Indonesia yang mendapatkan ASI menunjukkan tingkat kekurangan gizi yang lebih rendah, dan menghadapi resiko lebih kecil terserang diare atau penyakit pernapasan lainnya dibandingkan dengan anak balita yang tidak mendapatkan ASI (mendapat susu dari botol). Air susu ibu mengandung zat-zat kekebalan serta gizi yang diperlukan untuk mencegah atau mengurangi serangan penyakit-penyakit yang melemahkan tubuh, air susu ibu memiliki manfaat yang sangat penting bagi pertumbuhan dan kesehatan anak balita. Air susu ibu juga merupakan sumber ekonomi utama. Dalam perekonomian indonesia harga bersih seluruh air susu ibu diperkirakan dapat bernilai jutaan dolar (Ruslina, 2003). Pencapaian pemberian ASI eksklusif di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2006 berjumlah 87.080 bayi (33,92%) dari 256.709 jumlah bayi di sumatera utara. Bila dibandingkan dengan target pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) di kabupaten/kota, dimana target pencapaian ASI eksklusif adalah 40% pada tahun 2005 dan 80% pada tahun 2010 (Kepmenkes, 2004), juga berdasarkan target Indonesia Universitas Sumatera Utara sehat 2010 cakupan ini diharapkan mencapai 80%, sehingga dalam empat tahun kedepan ada peningkatan agar target yang sudah ditetapkan dapat tercapai. Demikian di Kabupaten Tapanuli Selatan juga mengalami penurunan selama tahun 2007, terdapat 20,94% dari 22.272 jumlah bayi. Hal ini sangat berdampak pada jangka panjang yang akan berpengaruh terhadap sumber daya manusia (SDM) berikutnya (Profil, 2007). Menurut Notoatmodjo (2003), faktor yang mempengaruhi prilaku ibu dalam memberikan ASI eksklusif diantaranya pengetahuan, sikap, pendidikan, peran petugas kesehatan yang belum sepenuhnya dapat memberikan penyuluhan bagi masyarakat serta peran keluarga terhadap pemberian ASI eksklusif yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang bayi. Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan dasar mempunyai peran yang cukup penting dalam pelaksanaan pemberian ASI eksklusif. Pelaksanaan program ASI eksklusif telah ada melalui program kegiatan pengembangan kesehatan seperti melakukan penyuluhan dan konseling kepada ibu dan masyarakat agar ibu mau dan mampu menyusui bayinya dengan cara yang benar yang dimulai dari masa kehamilan, segera lahir dan neonatal dan masa menyusui. Pemberian ASI eksklusif yag baik dan benar dapat menekan angka kesakitan akibat penyakit diare, infeksi saluran pernafasan akut serta penyakit lainnya sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan sumber daya manusia (SDM) di Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan. Berdasarkan data diatas, rumah sakit ataupun Puskesmas sebagai inovator dan sebagai pemberi informasi bagi ibu, agar dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, Universitas Sumatera Utara dan peran keluarga. Pengetahuan ibu sangat berperan dalam meningkatkan kesadaran sehingga dapat bersikap positif sehingga mampu melaksanakan pemberian ASI secara eksklusif pada bayinya. Banyak rumah sakit dan rumah bersalin yang belum menunjang keberhasilan menyusui, disebabkan tata laksananya yang kurang menunjang termasuk pemberian ASI secara eksklusif. Dari uraian diatas dan banyaknya masalah yang ditemui dari masalah ASI dan masih banyaknya kendala dalam upaya pemberian ASI secara eksklusif, maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh faktor pemberian ASI eksklusif di Wilayah kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2010. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas yang menjadi permasalahan adalah apakah pengaruh faktor predisposisi, pendorong dan pendukung terhadap pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan. 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi, pendorong dan pendukung terhadap pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan. Universitas Sumatera Utara 1.4. Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian, dapat dirumuskan adanya pengaruh faktor predisposisi, pendorong dan pendukung terhadap pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan tentang adanya pengaruh faktor predisposisi, pendorong dan pendukung terhadap pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan. 2. Memberikan masukan bagi Puskesmas di Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan dalam upaya peningkatan promosi kesehatan khususnya promosi pemberian ASI eksklusif pada ibu-ibu. 3. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu promosi kesehatan dan menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya. Universitas Sumatera Utara