Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka

advertisement
Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka
Jurnal Fitofarmaka merupakan media untuk mempublikasikan tulisan asli yang berkaitan
dengan ilmu farmasi khususnya bahan alam. Diterbitkan secara elektronik dan cetak dengan
frekuensi dua kali dalam setahun yaitu Juni dan Desember. Juranl Fitofarmaka dapat
mengakomodasi tulisan ilmiah yang dapat menjadi panduan dan literatur dalam bidang bahan
alam.
Tulisan ilmiah dapat berupa hasil penelitian mutakhir (paling lama 5 tahun yang lalu), ulasan
(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori
penelitian meliputi:
a. Analisis Farmasi
b. Kimia Bahan Alam
c. Farmakologi dan Toksikologi
d. Etnofarmakologi
e. Kimia Medisinal
f. Biologi Molekuler dan Bioteknologi
g. Farmakoterapi
h. Farmasi Klinik
i. Farmasetika dan Teknologi Farmasi
j. Biologi Farmasi
Tulisan yang telah diterima akan di review oleh editor dan mitra bestari yang sesuai dengan
bidangnya.
JURNAL FITOFARMAKA
Dewan Redaksi
Ketua Dewan Redaksi
drh. Min Rahminiwati, M.S., PhD.
(Pusat Studi Biofarmaka LPPM Institut Pertanian Bogor)
Anggota Dewan Redaksi
Dr Tri Panji, M.S.
(Puslit Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia)
Dr. Eli Halimah, M.Si. Apt.
(Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran)
Dr. Ir. Akhmad Endang Zainal Hasan, M.Si.
(Biokimia FMIPA Institut Pertanian Bogor)
Dr. Ietje Wientarsih, M.Sc., Apt.,
(Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor)
Dr. Sata Yoshita Srie Rahayu, M.Si.
(Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Pakuan)
Siti Sa’diah M.Si, Apt.
(Fakultas Kedokteran Hewan / Pusat Studi Biofarmaka LPPM Institut Pertanian Bogor)
Drs. Almasyhuri , M.Si. , Apt.
(Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Kemenkes)
Bustanussalam, M.Si.
(Puslit Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
JURNAL FITOFARMAKA
ISSN:2087-9164, Vol.5,No.1, Juni 2015
DAFTAR ISI
PEMBUATAN FLAKES UBI KAYU (Manihot esculenta) SEBAGAI PENGGANTI
SARAPAN YANG BERPOTENSI ANTIOKSIDAN………………………….……. 1 – 9
Eka Herlina, Farida Nuraeni
AKTIVITAS ESTROGENIK EKSTRAK ETANOL 70% HERBA KEMANGI (Ocimum
americanum L.) PADA TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus) PREMENOPAUSE………………………………………………………………………… 10 – 18
E.Mulyati Effendi, Hera Maheshwari, Mega Listya M.I
UJI EFEK TONIK EKSTRAK ETANOL HERBA PEGAGAN (Centella asiatica (L). Urb)
PADA MENCIT JANTAN BALB/C…………………………………………………. 19 - 23
Rini Prastiwi, R.Tjahyadi, Chusun
AKTIVITAS INHIBISI ENZIM α-GLUKOSIDASE EKSTRAK AIR DAN ETANOL UMBI
LAPIS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum)……………………………….... 24 – 30
Sitaresmi Yuningtyas, Dian Setiawati Artianti
AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK BEBERAPA BAGIAN
TANAMAN KUNYIT (Curcuma longa)……………………………………………. 31 – 40
Eris Septiana,Partomuan Simanjuntak
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
FORMULASI FLAKES UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz)
SEBAGAI PENGGANTI SARAPAN YANG BERPOTENSI ANTIOKSIDAN
Eka Herlina, Farida Nuraeni
Program Studi Kimia FMIPA Universitas Pakuan Bogor
Email : [email protected]
ABSTRAK
Diversifikasi produk pangan merupakan salah satu cara untuk menunjang ketahanan
pangan. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) dapat digunakan sebagai bahan pangan
alternatif pengganti beras yang diolah menjadi flakes. Salah satu komponen bioaktif pada ubi
kayu yaitu skopoletin suatu senyawa fenolik yang mempunyai aktivitas antioksidan.
Penelitian ini dilakukan dengan cara mensubstitusi tepung ubi kayu pada pembuatan flakes
ubi kayu menggunakan tepung kacang merah dengan berbagai perbandingan tepung ubi
kayu : tepung kacang merah yaitu 5:0, 4:1, 3:2, 2:3 dan 1:4. Produk olahan dianalisis
kandungan vitamin C, A, E, tingkat penerimaan dengan uji organoleptik dan uji aktivitas
antioksidan dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Analisis kadar vitamin C
menggunakan metode spektrofotometri, sedangkan vitamin A dan E dengan metode HPLC.
Hasil penelitian menunjukkan flakes ubi kayu dengan penambahan tepung kacang merah
pada formula flakes 3:2 merupakan formulasi yang lebih disukai oleh panelis, dengan
kandungan vitamin C 5,23 ppm, vitamin A 166,05 IU/100 gram, nilai IC50 397,06 ppm, dan
tidak mengandung vitamin E.
Kata kunci: Flakes, ubi kayu, kacang merah, antioksidan
FORMULATION OF CASSAVA (Manihot esculenta Crantz) FLAKES
AS BREAKFAST SUBSTITUTE WITH ANTIOXIDANT POTENTIAL
ABSTRACT
Food product diversification is one way to support food security. Cassava (Manihot
esculenta Crantz) can be used as an alternative substituted food stuffs rice is processed into
flakes. One of the active ingredient in cassava such as scopoletin which is a phenolic
compound used as antioxidant activity.This research was done by substituting cassava flour
in manufacture of cassava flakes used red beans flour in ratio concentration cassava flour :
red beans flour 5:0, 4:1, 3:2, 2:3 and 1:4. The process products tested vitamin C, A, E
content, acceptance level of organoleptic test and antioxidant activity used DPPH (1,1diphenyl-2-picryl-hydrazyl). Analysis of vitamin C content used spectrophotometric method,
while vitamins A and E by HPLC method. Tesr results of cassava flakes subtituted with red
bean flour showed that the respondents are hedonic like 3:1 formula, with vitamin C content
was 5.23 ppm, vitamin A 166,05 IU/100 grams, IC50 value 397,06 ppm, and no vitamin E
content.
Key words: Flakes, cassava, red bean, antioxidant
singkong. Ubi kayu
termasuk tanaman
pangan yang sudah lama dibudidayakan
secara tradisional di Indonesia dan sudah
dikenal luas di masyarakat. Selain sebagai
bahan pangan, ubi kayu juga dapat
digunakan sebagai bahan baku industri dan
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang
kaya akan sumber daya alam termasuk
tanaman berkhasiat. Salah satu yang sering
digunakan adalah ubi kayu (Mannihot
esculenta Crantz) atau sering disebut
1
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
pakan ternak. Ubi kayu mengandung fosfor,
karbohidrat, kalsium, vitamin C, protein, zat
besi, lemak dan vitamin B1 (Haryanto,
2009). Fenomena pangan fungsional telah
menghadirkan
paradigma
baru
bagi
perkembangan ilmu dan teknologi pangan,
yaitu dilakukannya berbagai modifikasi
produk olahan pangan menuju sifat
fungsional. Pangan fungsional adalah pangan
yang secara alamiah maupun yang telah
melalui proses, mengandung satu atau lebih
senyawa yang berdasarkan kajian-kajian
ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi
fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi
kesehatan tubuh (Badan Pengawasan Obat
dan Makanan, 2001). Saat ini telah banyak
dipopulerkan bahan pangan yang dapat
mempunyai fungsi fisiologis tertentu di
dalam tubuh, misalnya untuk antioksidan,
menurunkan tekanan darah, menurunkan
kadar kolesterol, menurunkan kadar gula
darah, juga dapat meningkatkan penyerapan
kalsium.
Ubi kayu dapat digunakan sebagai
bahan baku pangan fungsional, karena
mengandung skopoletin suatu komponen
bioaktif yang mempunyai fungsi fisiologis
bagi kesehatan. Ubi kayu varietas Manggu
memiliki kadar skopoletin yaitu 16,550
mg/kg bobot kering dan pada tepung ubi
kayu menggunakan cara penyawutan
menghasilkan skopoletin tertinggi yaitu
6,940 mg/kg (Ramadhan, 2011).
Senyawa skopoletin (6-metoksi-7hidroksi kumarin) termasuk dalam golongan
fenolik turunan kumarin yang berkhasiat
sebagai antidiabetes, antidiare dan antikanker
(Malik et al., 2011). Khasiat sebagai
antihipertensi dengan cara memperlebar
saluran pembuluh darah yang mengalami
penyempitan dan melancarkan peredaran
darah. Penyakit ini merupakan salah satu
penyakit degeneratif akibat radikal bebas
sehingga diperlukan antioksidan untuk
mencegah penyakit degeneratif.
Produk olahan flakes merupakan
makanan ringan untuk sarapan (breakfast
cereal) yang banyak digemari oleh anak usia
tumbuh karena rasanya yang renyah dan
gurih. Teknologi pembuatan makanan ringan
telah banyak dilakukan (Matz, 1976). Flakes
termasuk jenis kue kering, hanya komposisi
bahannya lebih sederhana. Flakes dengan
formulasi sorgum (Sorghum spp.) dan
jawawut (Setaria italic) mengandung total
polifenol (16-58 mg ekivalen asam galat
/100 g), menghasilkan aktivitas antioksidan
yang tinggi sehingga dapat digunakan
sebagai makanan fungsional (Itagi et al.,
2012). Flakes dari tepung komposit (tepung
jagung 70%, ubi kayu 20%, kacang hijau
10%) dengan penambahan telur dapat
menambah nilai gizi selain juga telur
digunakan sebagai bahan perekat dalam
adonan (Suarni, 2009).
Formulasi flakes dapat dikombinasi
dengan suku polong-polongan Fabaceae
salah satunya yaitu kacang merah (Vigna
angularis (Wild.) Ohwi & H. Ohashi).
Kacang merah mengandung vitamin A, B1,
B2, B6, C, dan niacin. Metabolit sekunder
pada kacang merah adalah isoflavon yang
berperan sebagai antioksidan dan dapat
menurunkan kadar kolesterol (Borradaile et.
al., 2002).
Berdasarkan uraian tersebut maka
perlu dilakukan suatu penelitian formulasi
kombinasi tepung ubi kayu dengan kacang
merah dan dilakukan uji aktivitas antioksidan
terhadap formulasi tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan September sampai Desember 2013
bertempat di Laboratorium Kimia Farmasi
Universitas Pakuan Bogor, Pusat Penelitian
Biologi
Lembaga
Ilmu
Pengetahuan
Indonesia (LIPI), dan Balai Besar Industri
Agronomi (BBIA), Bogor.
Bahan
Ubi kayu dengan varietas Manggu,
metanol, aquadest, HCl 10%, HCl pekat,
FeCl3, pereaksi mayer, pereaksi dragendroff,
vitamin C (asam askorbat), 1,1-difenil-2pikrilhidrazil (DPPH), iodium (I2) 0,1 N,
arsen trioksida (As2O3), indikator kanji dan
indikator fenolftalein.
2
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
Alat
Pembuatan Flakes Tepung Ubi Kayu
Bahan-bahan
ditimbang
sesuai
komposisi yaitu gula 10% dan garam 1%,
margarin 10% dilarutkan dalam air 70oC80oC lalu dicampurkan dengan tepung ubi
kayuyang ditambahkan air panas (70oC80oC) ± 80% dan diaduk sampai homogen
atau kalis. Kemudian dibentuk lembaran
(flaking) ukuran 15cm x 15cm x 1mm,
dibungkus alumunium foil, dan dikukus
selama 45 menit dengan suhu 90-95oC.
Proses ini memiliki tujuan yaitu untuk
menggelatinasikan pati pada adonan.
Kemudian didinginkan selama 5 menit pada
suhu ruangan, agar adonan tidak lengket
sehingga memudahkan dalam pencetakan.
Lembaran adonan kemudian dicetak dengan
bentuk tertentu, dipanggang pada suhu
150oC selama 8 menit lalu didinginkan
selama 5 menit (Sari, 2011).
Grinder, Moisture Balance, pengayak
mesh 80, desikator, oven, penggiling
lembaran, spektrofotometer UV-VIS (DR3900), dan alat-alat gelas lainnya.
Cara Kerja
Pembuatan Tepung Ubi Kayu
Disiapkan beberapa ubi segar
kemudian
dikupas
dan
dibersihkan,
kemudian dilakukan pengirisan (slice).
Dikeringkan slice pada suhu 50-55oC selama
20 jam. Slice ubi kering yang didapat
kemudian ditepungkan dan diayak dengan
ayakan mesh 80.
Pembuatan Tepung Kacang Merah
Disiapkan kacang merah yang telah
dibersihkan dari pengotornya, kemudian
dilakukan penyortiran pada kacang merah
yang telah dibersihkan agar menghasilkan
biji kacang merah seperti yang diinginkan.
Kemudian dijemur dibawah sinar matahari
agar dapat mengurangi kandungan airnya
karena dapat meningkatkan daya simpan
tepung kacang merah tersebut. Kacang
merah yang sudah kering kemudian digiling
dengan mesin penggiling, namun apabila
kacang merah dalam jumlah yang sedikit
dapat menggunakan blender kemudian
diayak dengan ayakan mesh 80 sehingga
didapat tepung kacang merah.
Pembuatan Flakes Tepung Ubi Kayu dan
Kacang Merah
Tepung ubi kayu ditimbang masing
masing 80%, 60%, 40%, dan 20%.
Komposisi flakes yang diperlukan adalah
gula 10%, garam 1%, dan margarin 10%
dilarutkan dalam air 70oC-80oC, kemudian
dicampurkan dengan tepung ubi kayu yang
ditambahkan air panas (70oC-80oC) ± 80%
setelah itu ditambahkan tepung kacang
merah dengan perbandingan (0%, 20%,
40%, 60% dan 80%) kemudian diaduk
sampai homogen atau kalis. Dibentuk
lembaran (15cm x 15cm x1cm) kemudian
dibungkus alumunium foil. Dikukus selama
45 menit dengan suhu 90-95oC. Proses ini
bertujuan untuk menggelatinasikan pati pada
adonan. Kemudian didinginkan selama 5
menit pada suhu ruangan, agar adonan tidak
lengket sehingga memudahkan dalam
pencetakan, lalu digiling. Lembaran adonan
kemudian dicetak dengan bentuk tertentu.
Setelah itu dipanggang dengan oven pada
suhu 150oC selama 8 menit lalu didinginkan
selama 5 menit (Sari, 2011).
Formulasi Flakes
Setelah dilakukan proses pembuatan
tepung ubi kayu dan tepung kacang merah
menjadi flakes dengan variasi gabungan
dalam 100 gram bahan.
Tabel 1. Formula Flakes Ubi Kayu Dan
Tepung Kacang Merah
Perbandingan
Tepung
Tepung
Flakes
singkong
kacang
(%)
merah (%)
5:0
100
0
4:1
80
20
3:2
60
40
2:3
40
60
1:4
20
80
Penentuan Kadar AirFlakes (SNI, 1992)
Sebanyak 2 gram flakes dalam botol
timbang tertutup dikeringkan pada oven suhu
3
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
105oC selama 3 jam. Setelah didinginkan
dalam eksikator kemudian ditimbang, sampai
diperoleh bobot tetap.
berdasarkan skala hedonik (uji tingkat
kesukaan) yang dilakukan oleh 18 orang
panelis. Sebelum pelaksanaan pengujian
diberi penjelasan mengenai instruksi yang
telah ditulis dalam lembar penilaian.
Parameter yang diuji meliputi rasa, warna,
aroma dan kerenyahan kepada panelis
disajikan sampel satu demi satu kemudian
dimintakan menilai sampel-sampel tersebut
berdasarkan tingkat kesukaannya. Hasil
penilaian berupa skor: 1 = sangat tidak suka;
2 = tidak suka; 3 = biasa/ netral; 4 = suka
dan 5 = sangat suka.
Melalui uji hedonik didapatkan
perbandingan campuran flakes ubi kayu
dengan penambahan tepung kacang merah
terbaik menggunakan uji Analysis of Varian
(ANOVA), sedangkan pengolahan data
ranking dilakukan dengan menggunakan
Friedman test.
Penentuan Kadar Abu (SNI, 1992)
Sebanyak 3 gram flakes dalam
cawan porselen diarangkan diatas nyala
pembakar, lalu diabukan dalam tanur pada
suhu maksimum 550oC sampai pengabuan
sempurna. Didinginkan dalam eksikator,
lalu ditimbang sampai bobot tetap.
Analisis Vitamin C
(Metode Spektrofotometri UV-VIS)
a. Pembuatan larutan induk vitamin C 100
ppm.
b. Penentuan panjang gelombang (λ)
maksimum dari 200-600 nm.
c. Pengujian Kurva Kalibrasi
Menggunakan
larutan
standar
padakonsentrasi 4 ppm, 8 ppm, 12 ppm
dan 16 ppm.
d. Penentuan Kadar Sampel
Masing-masing formula flakes dibuat
konsentrasi 1000 ppm kemudian
ditentukan kadarnya pada panjang
gelombang maksimum.
Penentuan Aktivitas Antioksidan (Metode
DPPH)
a. Pembuatan Larutan DPPH 1 mM
Ditimbang 19,716 mg DPPH (BM
394,32) ditimbang, lalu dilarutkan
dengan metanol hingga 100 mL,
kemudian ditempatkan dalam botol
gelap.
b. Penentuan
Panjang
Gelombang
Maksimum
Panjang
gelombang
maksimum
dilakukan dengan cara:
Dipipet 1 mL larutan DPPH 1mM
kemudian dimasukkan kedalam labu
ukur 5 mL yang seluruh bagian labu
ukurnya telah ditutup dengan alumunium
foil dan ditambahkan metanol sampai
tanda batas, lalu dihomogenkan dan
diinkubasi terlebih dahulu selama waktu
optimum. Setelah itu serapannya diukur
pada panjang gelombang 400 -600 nm.
c. Penentuan Waktu Inkubasi Optimum
Dipipet sejumlah 1 mL larutan DPPH
1mM ke dalam labu ukur 5 mL yang
seluruh bagiannya telah ditutup dengan
alumunium foil, ditambahkan metanol
sampai tanda batas, lalu dihomogenkan.
Serapan diukur pada panjang gelombang
maksimum tiap 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70
Analisis Vitamin A (Metode HPLC)
Pembuatan larutan standar vitamin
A menggunakan retinol palmitat dengan
konsentrasi 1,2; 2,5; 6,2 dan 8,8 ppm.
Analisis Vitamin E Metode HPLC
Pembuatan larutan standar induk
vitamin E dipipet 0,0328 ml dimasukkan
kedalam labu takar 50 ml dihimpitkan
dengan etanol p.a. Kemudian dibuat deret
standar vitamin E dengan konsentrasi yaitu
1,2 ppm, 2,5 ppm, 6,2 ppm dan 8,8 ppm.
Setelah itu ditimbang ± 1,25 gram kedalam
labu takar 25 ml ditera dengan THF:etanol
1:1. Disaring campuran dengan kertas saring
whatman 42 kedalam tabung reaksi
kemudian masukkan ke dalam vial dan
diinjek ke dalam HPLC.
Uji Organoleptik Flakes
Pengujian mutu sensoris dilakukan
dengan menggunakan uji organoleptik
4
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
dan 80 menit, serta ditentukan waktu
optimum
(waktu
inkubasi
yang
memberikan serapan cukup stabil).
d. Pembuatan Larutan Blanko
Dipipet 1 mL larutan DPPH (0,2 mM) ke
dalam tabung reaksi yang telah ditara 5
mL,
lalu
ditambahkan
metanol,
dihomogenkan dan inkubasi pada suhu
37oC selama waktu optimum. Serapan
diukur menggunakan spektrofotometer
UV-VIS pada panjang gelombang
maksimum.
e. Pembuatan Deret Standar Vitamin C
(kontrol positif)
Larutan Vitamin C 1000 ppm dibuat
deret 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm, kemudian
ditambahkan 1 mL larutan DPPH 1 mM.
f. Pembuatan Larutan Uji Flakes
Larutan flakes 1000 ppm dibuat deret
menjadi 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm
kemudian ditambahkan 1 mL larutan
DPPH 1mM, dibiarkan ditempat gelap
pada suhu kamar selama waktu inkubasi
optimum. Persen penghambatan diukur
pada panjang gelombang maksimum
dengan rumus:
2). Syarat mutu sereal menurut SNI 01-38421995 yaitu dengan kadar air maksimum 4%.
Dalam penelitian ini dihasilkan kadar air
melebihi persyaratan mutu, hal ini
menunjukkan bahwa flakes singkong dengan
penambahan tepung kacang merah memiliki
daya tahan simpan yang tidak lama untuk
dikonsumsi. Kandungan air dalam bahan
makanan ikut menentukan daya tahan
makanan terhadap mikroba yaitu jumlah air
bebas yang dapat digunakan mikroorganisme
untuk pertumbuhannya sehingga flakes
mudah berjamur (Rockland & Nishi, 1980).
Kadar abu flakes meningkat pada
setiap penambahan tepung kacang merah
(Tabel 2). Hal ini disebabkan kandungan
mineral yang terdapat pada kacang merah
lebih banyak dibandingkan dengan singkong.
Semakin tinggi kadar abu pada produk
tepung
dapat
mempengaruhi
tingkat
kestabilan adonan tepung (Zahrah &
Nurfaidah, 2011).
Tabel 2. Penentuan Kadar Air dan Abu
Flakes
(%)
% Hambatan =
Formula Flakes
Kadar
x 100
g. Nilai % IC50 (Inhibition Concentration
50)
Menentukan
nilai
IC50
dengan
konsentrasi penghambatan tengah (50%)
dengan persamaan y = ax + b, dimana y
= 50 dan x adalah konsentrasi larutan uji
yang mampu menghambat 50% larutan
radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil.
1
2
3
4
5
Air
7,14
6,56
6,18
5,42
5,49
Abu
1,75
2,20
2,73
2,94
3,36
Keterangan :
Formula Flakes 1 = 5:0
Formula Flakes 2 = 4:1
Formula Flakes 3 = 3:2
Formula Flakes 4 = 2:3
Formula Flakes 5 = 1:4
Analisis Kadar Vitamin C Flakes Tepung
Ubi KayuDan Tepung Kacang Merah
a. Penentuan
Panjang
Gelombang
Maksimum Larutan Induk Vitamin C
Hasil penentuan panjang gelombang
maksimum vitamin C adalah 270 nm
(Gambar 1).
b. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Hasil persamaan regresi linier larutan
induk vitamin C adalah:
y = 0,0425x + 0,0015, R2 = 0,9884.
Kurva kalibrasi standar vitamin C
ditampilkan pada Gambar 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Tepung Ubi Kayu Dan Tepng
Kacang Merah
Sebanyak 5 kg diperoleh hasil tepung
ubi kayu dan kacang merah masing-masing
sebanyak 1,305 kg dan 2,114 kg.Rendemen
tepung masing-masing 26% dan 42,28%.
Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu
Flakes
Kadar
air
menurun
setelah
penambahan tepung kacang merah (Tabel
5
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
tepung kacang merah dapat meningkatkan
kandungan vitamin C pada setiap formula.
Kandungan vitamin C kacang merah
sebesar 19 mg/100 g bahan dapat digunakan
untuk fortifikasi makanan. Menurut SNI 013842-1995 kadar vitamin C untuk makanan
yaitu maksimum 50 mg.
Tabel 3.Penentuan Kadar Vitamin C Flakes
Ubi Kayu Dengan Penambahan
Tepung Kacang Merah
Gambar 1. Penentuan Panjang Gelombang
Maksimum Larutan Induk Vitamin C
Formula
Flakes
Absorban
1
2
3
4
5
0,146
0,185
0,224
0,262
0,414
Asam –L-askorbat
Gambar 2. Kurva Kalibrasi Standar
Vitamin C
Kadar
(ppm)
3,4131
4,3286
5,2322
6,1362
9,7042
Asam –L-dehidroaskorbat
Gambar 3. Oksidasi Vitamin C
Formula yang ditambahkan tepung
kacang merah yaitu formula 2,3,4 dan 5
masih belum memenuhi ketentuan SNI 013842-1995 sehingga perlu dicari alternatif
penambahan suatu bahan makanan yang
lebih tinggi kandungan vitamin C nya.
c. Penentuan Kadar Sampel
Kadar vitamin C meningkat pada setiap
penambahan tepung kacang merah (Tabel 3).
Formulasi flakes ubi kayu dengan pemanasan
70-80 0C dapat menurunkan kandungn
vitamin C. Proses pengolahan makanan,
dapat mengoksidasi vitamin C menjadi asam
L-dehidroaskorbat (Gambar 3). Vitamin C
suatu molekul yang labil, sehingga dalam
proses pengolahan makanan dapat menurun
kadarnya (Matei, et al 2008; Almatsier,
2010). Formulasi flakes dengan penambahan
Analisis Vitamin A dan E
Kadar vitamin A menurun pada
sampel flakes ubi kayu dengan penambahan
tepung kacang merah (Tabel 4). Ubi kayu
tidak mengandung vitamin A (Rukmana,
1997).
Tabel 4. Analisis Vitamin A Dan E Flakes
Kadar
Vitamin A
Vitamin E
Satuan
IU/100 gram
mg/100 gram
Formula Flakes
2
3
4
189,72
166,05
84,75
< 0,01
< 0,01
< 0,01
1
305,15
0,97
6
5
64,35
< 0,01
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
Kacang merah memiliki kandungan
vitamin A sebesar 30 SI/100 g bahan
(Direktorat Gizi, Depkes, 1992). Kombinasi
flakes tepung ubi kayu dengan tepung
kacang
merah
diharapkan
dapat
meningkatkan kadar vitamin A. Turunnya
kadar vitamin A disebabkan karena pada
proses penetralan KOH dengan penambahan
asam asetat glasial. Hal tersebut dapat
menyebabkan sebagian dari vitamin A
hilang, karena vitamin A tidak tahan
terhadap asam. Dalam penelitian ini
dihasilkan kandungan vitamin A tertinggi
pada formula flakes 5:0 yaitu 305,15 IU/100
gram atau 1,02 mg/100 gram dimana nilai
tersebut belum memenuhi angka kecukupan
vitamin A untuk anak usia tumbuh yang
seharusnya 500 mg/100gram (Almatsier,
2010).
Pada analisis vitamin E, setiap formula
menurun dengan penambahan tepung kacang
merah (Tabel 4). Pada formula 2, 3, 4 dan 5
tidak terdeteksi kandungan vitamin E hal ini
dipengaruhi oleh proses saat akan dilakukan
pembuatan tepung kacang merah yaitu
dengan cara mengupas kulitnya kemudian
dijemur diatas sinar matahari pada udara
terbuka. Karakteristik sifat fisik dan kimia
tepung kacang merah dengan beberapa
perlakuan pendahuluan dapat mempengaruhi
sifat fisik, kimia dan fungsional pada tepung
kacang merah. Juga dipengaruhi oleh sifat
kimia dari vitamin E yang tidak tahan
terhadap sinar matahari dan oksigen
(Pangastuti dkk., 2013). Syarat mutu sereal
menurut SNI 01-3842-1995 yaitu dengan
kandungan vitamin E 300 mg/kg, jadi untuk
flakes singkong dengan penambahan tepung
kacang merah belum memenuhi standar
mutu. Setiap kali penambahan tepung kacang
merah pada flakes singkong dapat
meningkatkan nilai kadar abu dan kadar
vitamin C. Namun, kadar air, kadar vitamin
A dan kadar vitamin E menurun.
Berdasarkan uji hedonik pada parameter
warna menunjukkan bahwa semakin banyak
jumlah tepung ubi kayu yang ditambahkan,
semakin kurang disukai oleh panelis. Hal
ini disebabkan oleh warna produk semakin
gelap (kuning kecoklatan).
Tabel 5. Analisis Parameter Warna, Aroma,
Rasa, Kerenyahan Dan Kerenyahan
Setelah Direndam Susu
Parameter
1
4,28a 4,11a
4,33a
4,06a
Kerenyahan
Setelah
Direndam
susu
4,75b
2
3,94a 4,00a
3,89a
4,17a
4,28ab
a
a
3,83b
Formula Warna Aroma Rasa Kerenyahan
a
3,94
a
3
4,06
4,44
3,78
4
4,06a 3,39a
3,72a
3,89a
3,67b
5
3,50a 3,83a
3,63a
3,83a
3,72b
Berdasarkan uji hedonik ke lima
formula yang disajikan memiliki nilai yang
hampir
sama.
Formula
3
dengan
perbandingan 3:2 dapat dijadikan sebagai
pengganti sarapan, karena memiliki warna,
aroma, rasa, kerenyahan setelah direndam
paling disukai. Kandungan flakes ubi kayu
formula 3 telah dilakukan uji proksimat
dengan kadar karbohidrat 30,98%, kadar
lemak 7,14% dan kadar serat kasar 7,14%
(Latifah, 2014).
Penentuan Aktivitas Antioksidan Flakes
Aktivitas antioksidan bisa digunakan
untuk menggambarkan kemampuan suatu
senyawa yang mengandung antioksidan
untuk menghambat laju reaksi pembentukan
radikal
bebas.
Panjang
gelombang
maksimum dan waktu inkubasi optimum
didapatkan hasil pada 515 nm dan 40 menit
(Gambar 3 dan 4).
Hasil penentuan aktivitas antioksidan
flakes formula 1, 2, 3, 4 dan 5 nilai IC50
berturut-turut 429,94; 423,65; 397,06;
390,06 dan 381,38 ppm. Formula flakes
dengan perbandingan 1:4 paling aktif
dibandingkan flakes dengan perbandingan
lainnya tetapi tidak lebih kuat dibandingkan
dengan kontrol positif vitamin C dimana
nilai IC50= 11,56 ppm. Penurunan nilai IC50
Uji Organoleptik Flakes
Skor rata-rata kesukaan panelis
anak-anak usia 5-10 tahun terhadap warna,
aroma, rasa dan kerenyahan flakes bekisar
menuju kepada suka sampai netral (Tabel 5).
7
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
pada produk flake yang disubstitusi tepung
kacang merah menunjukkan semakin
besarnya
kandungan
antioksidan.Hal
inidisebabkan karena
kacang merah
mengandung
flavonoid
yang
dapat
meningkatkan kandungan antioksidan (Nisha
et al., 2012). Nilai IC50 100-1000 ppm
menunjukkan antioksidan kurang aktif
namun masih memiliki aktivitas antioksidan
(Chung et al., 2003). Nilai antioksidan
tersebut dapat dipengaruhi oleh adanya
pengukusan. Karena pada saat pengukusan,
bahan dasar panci yang digunakan
mengandung campuran beberapa logam
seperti alumunium. Logam-logam tersebut
akan membentuk ikatan ionik dengan OH
yang berasal dari antosianin yang tidak
berikatan dengan Zn sehingga jumlah
antioksidan pun menurun (Rohmaryani,
2012).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Formula flakes yang paling disukai
adalah dengan perbandingan tepung ubi kayu
dan kacang merah 3:2, nilai IC50 397,06
ppm, kandungan vitamin A 166,05 IU/100 g,
vitamin C 5,23 ppm dan tidak memiliki
kandungan vitamin E.
Saran
Saran dari penelitian ini adalah perlu
dilakukan uji lanjutan yaitu reformulasi
misalnya dengan mempercepat pemanasan
pada saat pengolahan dan tanpa pengupasan
pada kulit kacang merah. Perlu dilakukan uji
lanjut mengenai proses penyimpanan dan
pengemasan apabila flakes singkong dengan
penambahan tepung kacang merah akan
dipasarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Cetakan ke sembilan. Jakarta:PT
Gramedia Pustaka Utama.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
2001. Kajian proses standarisasi
produk panganfungsional di badan
Pengawas
Obat
dan
makanan.
Lokakarya Kajian PenyusunanStandar
Pangan
Fungsional.
Badan
Pengawasan Obat dan Makanan,
Jakarta.
Borradaile, N.M., Dreu, L.E., Wilcox, L.J.,
Edwards, J.Y., Huff, M.W. 2002. Soya
phytoestrogens, genistein and daidzein,
reduce apoliporotein B secretion from
Hep G2 cells through multiple
mechanisms. Biochem Journal. 366
(2): 531-539.
Chung, Y. C., C. T. Chang, W. W. Chao, C.
F. Lin, S. T. Chou. 2003.
Antioxidative activity and safety of
the 50% ethanolic extract from red
bean fermented by Bacillus subtilis
IMR-NK1. Journal of Agriculture and
Food Chemistry.American Chemical
Society. 50: 2454-2458.
Direktorat Gizi Departemen Kesehata RI.
1992. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Penerbit Bhatara, Jakarta.
Gambar 3. Grafik Penentuan Panjang
Gelombang Maksimum Larutan DPPH
Gambar 4. Grafik Hasil Penetapan
WaktuInkubasi Optimum Larutan DPPH
8
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
Haryanto.2009. Ensiklopedia Tanaman Obat
Indonesia. Palmall.Yogyakarta.
Itagi, H. N., Baragi, V.R.S.R., Padmanabhan,
A. J. and Vasudeva S. 2012. Functional
and antioxidant properties of ready-toeat flakes from various cereals
including sorghum and millets. Quality
Assurance and Safety of Crops &
Foods. 4(3): 126-133.
Latifah, I. 2014. Peningkatan nilai gizi
produk olahan flakes berbasis tepung
singkong (Manihot esculentaCrantz)
dengan penambahan tepung kacang
merah (Phaseolus vulgaris L). Skripsi.
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Pakuan.
Bogor.
Malik, A., Ashok, K., Vipin, S., Sarita S.,
Sharad, K. and Yogesh C.Y. 2011. In
vitro
antioxidant
properties
of
Scopoletin. J. Chem. Pharm. Res. 3(3):
659.
Matei, N., S. Birghila, V. Popescu, S.
Dobrinas, A. Soceanu, C. Oprea,V.
Magearu. 2008. Kinetic study of
vitamin
C
degradation
from
pharmaceutical products. Rom. Journ.
Phys. 53 (1–2): 343–351.
Matz, S.A. 1976. Snack food technology.
The Avi Publishing Company. Inc.
Westfort:12-14.
Nishaa, S., Vishnupriya, M., Sasikumar,
J.M., Hephzibah, P., Christabel,
Gopalakrishnan,V.K.2012. Antioxidant
activity of ethanolic extract of Maranta
arundinacea L. Tuberous Rhizomes.
Asian Journal of Pharmaceutical and
Clinical Research. 5(4): 85-88.
Pangastuti, H.A., Dian, R..A. dan Dwi, I.
2012. Karakterisasi sifat fisik dan
kimia tepung kacang merah (Phaseolus
vulgaris
L.)
dengan
beberapa
perlakuan
pendahuluan.
Jurnal.
Program Studi dan Ilmu Teknologi
Pangan Universsitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Ramadhan, D. 2011. Penentuan kandungan
skopoletin dalam berbagai pengolahan
singkong (Manihot esculenta Crantz)
dengan metode kromatografi cair
kinerja tinggi fluoresensi. Skripsi
Program Studi Farmasi. FMIPA
Universitas Pakuan. Bogor.
Rockland, L.B. and Nishi, S.K. 1980.
Influence of water activity on food
product quality and stability. J.Food
Tech. 34:334-335.
Rohmaryani, I. 2012. Pengaruh chellating
terhadap kapasitas antioksidan ekstrak
antosianin ubi jalar ungu (Ipomoea
batatas L. Var Ayamurasaki). Skripsi.
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana,
Salatiga.
Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu. Budi Daya
dan Paskapanen. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Sari, N. 2011. Aktivitas antioksidan produk
olahan fungsional dari singkong
(Manihot esculenta Crantz). Skripsi.
Program Studi Farmasi. FMIPA
Universitas Pakuan. Bogor.
SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan
Minuman. Jakarta: Pusat Standarisasi
Industri, Departemen Industri.
SNI 01-3842-1995. Makanan Pelengkap
Serelia Instan Untuk Bayi dan Anak.
Jakarta: Pusat Standarisasi Industri,
Departemen Industri.
Suarni. 2009. Produk makanan ringan
(flakes) berbasis jagung dan kacang
hijau sebagai sumber proteinuntuk
perbaikan gizi anak usia tumbuh.
Prosiding Seminar Nasional Serealia.
297-306.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami Dan
Radikal
Bebas,
Potensi
Dan
Aplikasinya
Dalam
Kesehatan.
Yogyakarta: Kanisius
Zahrah, I. dan Nurfaidah, T. 2011. Evaluasi
good halal manufacturing practice
(GHMP) di Mill MNO PT. ISM
Bogasari Flour Mills. Skripsi Program
Studi Teknik Industri Jurusan Mesin
Fakultas
Teknik
Universitas
Hasanuddin, Makassar.
9
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
AKTIVITAS ESTROGENIK EKSTRAK ETANOL 70% HERBA KEMANGI
(Ocimum americanum L.) PADA TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus) PREMENOPAUSE
E.Mulyati Effendi1, Hera Maheshwari2, Mega Listya M.I3
1,3)
Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Pakuan
2)
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Email : [email protected]
ABSTRAK
Ocimum americanum L.(Lamiaceae) dikenal sebagai Kemangi di Indonesia,
merupakan tanaman semak dengan bau aromatik yang kuat. Bagian daun dan akar secara
tradisional digunakan untuk berbagai pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui aktivitas estrogenik ekstrak etanol 70% herba kemangi (Ocimum americanum L.)
pada tikus putih betina (Rattus norvegicus) pre-menopause. Sebanyak 20 tikus putih betina
dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, masing-masing diberi perlakuan dengan etinil
estradiol (kontrol positif), CMC-Na 1% (kontrol negatif), ekstrak etanol 70% dosis I, II dan II
(0,8g/200gBB, 1,6g/200gBB, 3,2g/200gBB). Siklus estrus, vaskularisasi ovarium dan uterus
diamati untuk mengetahui efek dari masing-masing perlakuan. Perlakuan dosis 0,8g/200g BB
dapat memperpanjang siklus estrus, meningkatkan vaskularisasi dan bobot ovarium
dibandingkan dengan kontrol negatif dan setara dengan etinil estradiol (9×10-3mg/200gBB).
Kata kunci: Herba kemangi, estrogenik, pre-menopause
ESTROGENIC ACTIVITIES OF ETHANOLIC 70% EXTRACTED OF
KEMANGI (Ocimum americanum L.) HERBS IN PRE-MENOPAUSE FEMALE
WHITE RATS (Rattus norvegicus)
ABSTRACT
Ocimum americanum L.(Lamiaceae) commonly known as Kemangi in Indonesia, is a
small shrub with strong aromatic odor. The plant leaves and roots are traditionally used to
possess a wide range of medicinal activities. The main objective of this study is to evaluate
the estrogenic activity of 70% ethanol basil herbs extract in female white rats (rattus
norvegicus) pre-menopause use whitten effect method. Twenty female white rats were
divided into five treatment groups, each group treated with ethynil estradiol (positive
control), CMC-Na 1% (control negative), 70% ethanol extract dose I, II and II (0.8g/200g
BW, 1.6g/200g BW, 3.2g/200g BW). Estrus cycle, uterine and ovarian vascularization
evaluated to know the effect of each treatment. Dose treatment of 0.8g/200 g BW has resulted
in extended estrus cycle, improved vascularization and ovarian weights compared with
negative control and equal with etinil estradiol (9×10-3mg/200g BW).
Key words: Ocimum americanim L. herbs, estrogenic, pre-menopause
alam dengan berbagai macam tanaman obat
yang yang dapat digunakan sebagai obat
tradisional. Berbagai macam tanaman obat
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang
beriklim tropis dan kaya akan sumber daya
10
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
telah terbukti mengobati berbagai macam
penyakit, tetapi secara ilmiah masih belum
dapat dipertanggung jawabkan.
Salah satu tanaman obat yaitu
kemangi (Ocimum americanum L.) famili
Lamiaceae (Labiatae) memiliki bau dan rasa
yang khas, digunakan sebagai lalapan segar
untuk dimakan dan memiliki berbagai
macam khasiat (Hadipoentyanti & Wahyuni,
2008). Spesies Ocimum merupakan salah
satu tanaman yang berkhasiat sebagai
kemopreventif dan berkhasiat sebagai obat
(Karthikeyan et al., 1999, Rastogi et al.,
2007). Kandungan utamanya adalah minyak
atsiri, flavonoid, fitosterol, karbohidrat dan
tanin. Penggunaannya yang utama sebagai
antimikroba, antioksidan, antelmintika dan
antidiabetika (Khare, 2007). Adanya anetol,
boron dan stigmasterol merupakan senyawa
aktif pada kemangi
yang berhubungan
dengan aktivitas seksual yaitu merangsang
keluarnya hormon reproduksi yaitu estrogen
(Gunawan, 2004).
Whitten Effect merupakan metode
yang digunakan untuk mengamati perubahan
yang terjadi pada vagina untuk menentukan
siklus estrus (persiapan kawin) pada hewan
laboratorium kecil seperti mencit atau tikus
putih (Ochiogu et al., 2009; Khazaei et al.,
2011). Durasi siklus estrus pada mencit
selama 4-6 hari, tahap siklus estrus dapat
dilihat pada perubahan sel epitel vagina atau
vulva. Ciri-ciri hewan estrus dapat dilihat
dari keadaan vulva yang bengkak, berwarna
merah dan basah (Nongae, 2008).
Sinkronisasi birahi pada tikus betina dengan
mencium bau feromon yang keluar bersama
urin tikus jantan. Ketika tikus betina tidak
membau feromon tikus jantan, maka tikus
betina mengalami fase anestrus, sedangkan
pada saat tikus betina membau feromon yang
ikut disekresikan bersama urin tikus jantan,
maka pada hari ke 3 berikutnya tikus betina
mengalami estrus. Pada fase estrus sel epitel
berubah menjadi sel superfisial dan sel
tanduk yang menandakan hewan dalam
keadaan puncak estrus (Seire et al., 1991).
Berdasarkan penelitian sebelumnya
diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui aktivitas estrogenik
ekstrak etanol 70% herba kemangi pada tikus
putih
betina
(Rattus
norvegicus)
premenopause juga melakukan pengamatan
vaskularisasi ovarium dan uterus pada fase
estrus.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Juni sampai September 2013
bertempat
di
Laboratorium
Farmasi
Universitas Pakuan.
Bahan
Tikus putih (Rattus norvegicus)
betina galur Sprague-Dawley pre-menopause
berumur 8-9 bulan dengan bobot badan
sekitar 200-250 g sebanyak 20 ekor, NaCl
fisiologis, herba kemangi, pewarna Giemsa,
metanol 10%, etanol 70%, etinil estradiol
dan CMC-Na 1%.
Alat
Rotary evaporator (BUCHI), grinder,
ayakan 40 Mesh, mikroskop, sonde, kaca
arloji, stop watch, pengaduk gelas, alat
maserasi, gelas kimia, kain flannel,
timbangan analitik, perlengkapan untuk
membuat preparat apus vagina (cotton bud,
gelas objek, cawan petri, bunsen), kandang
tikus ukuran 30 x 40 cm, lampu, bak plastik,
kawat penutup, dan botol minum.
Cara Kerja
Penelitian terbagi menjadi 2 tahap
yaitu tahap pra-penelitian dan tahap
penelitian.
1. Ekstraksi
Sebanyak 1 kg simplisia herba
kemangi yang telah dihaluskan, dimaserasi
dengan pelarut etanol 70% (perbandingan
1:10) dalam tabung selama 3 x 24 jam.
Kemudian disaring dan ampasnya dimaserasi
kembali sebanyak 2 kali dengan perlakuan
yang sama. Maserat yang terkumpul
dievaporasi dengan menggunakan rotary
evaporator pada suhu 30-40°C hingga
terbentuk ekstrak kental etanol. (Harborne,
1987).
2. Penapisan Fitokimia
11
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
Ekstrak kental di uji terhadap
alkaloid, saponin, tanin, flavonoid dan
steroid (Harborne, 1987).
3. Tahap Pra-Penelitian
a. Adaptasi dilakukan pada 20 ekor tikus
betina (Rattus norvegicus)
tikus
percobaan selama 1 minggu dengan berat
badan sekitar 200-250 g.
b. Setelah
satu
minggu,
tikus-tikus
percobaan tersebut dibagi menjadi 5
kelompok perlakuan dengan masingmasing kelompok terdiri dari 4 ekor
tikus. Kelompok kontrol positif (P1)
diberi per oral etinil estradiol dengan
dosis 9×10-3 mg/ 200g BB dalam CMCNa 1% sebanyak 3 mL (Ganiswara,
1995).
c. Kelompok kontrol negatif (P2) diberi per
oral CMC-Na 1% / 200g BB sebanyak 3
mL. Kelompok Uji I (P3) diberi per oral
ekstrak etanol 70% herba kemangi
dengan dosis yang setara dengan 1 mL
ekstrak kental dalam dosis 0,8g/200g BB
dalam CMC-Na 1% sebanyak 3 mL.
Kelompok Uji II (P4) diberi per oral
ekstrak etanol 70% herba kemangi
dengan dosis yang setara dengan 2 mL
ekstrak kental dalam dosis 1,6g/200g BB
dalam CMC-Na 1% sebanyak 3 mL.
Kelompok Uji III (P5) diberi per oral
ekstrak etanol 70% herba kemangi
dengan dosis yang setara dengan 4 mL
ekstrak kental dalam dosis 3,2g/200g BB
dalam CMC-Na 1% sebanyak 3 mL.
Semua perlakuan dilakukan secara per
oral selama satu kali siklus estrus,
dimulai pada saat berlangsungnya fase
estrus. Penyeragaman saat fase estrus
dilakukan dengan metode Whitten Effect
dengan cara meletakkan kandang tikus
jantan diatas kandang tikus betina.
estrus berikutnya dengan mengamati sel-sel
yang ditemukan dalam apusan vagina secara
mikroskopik. Pengamatan dilakukan selama
12 jam berdasarkan hasil penelitian bahwa
pemberian
daun
kemangi
dapat
memperpanjang siklus estrus (Suntoro,
1983). Peengamatan fasse di dalam siklus
estrus yaitu proestrus, estrus, metestrus dan
diestrus dilakukan dengan pemeriksaan
preparat ulas vagina kemudian diamati
dengan mikroskop pembesaran 10x. Preparat
apus vagina disiapkan dengan mengulaskan
kapas (cutton bud) yang telah dibasahi
dengan saline guna menghindari terjadinya
iritasi ke dalam lubang vagina tikus
kemudian diulaskan pada gelas objek
(Suntoro, 1983). Sampel yang diperoleh
kemudian difiksasi menggunakan metanol
10% selama 5 menit. Setelah itu preparat
ulas diwarnai dengan pewarna Giemsa
selama 30 menit, kemudian dicuci dengan
akuades dan dikeringkan. Warna yang
dihasilkan merah dadu (Beimborn et al.,
2003).
b. Vaskularisasi Ovarium Dan Uterus
Pada Fase Estrus
Pengamatan vaskularisasi ovarium
dan uterus pada tikus betina dilakukan
dengan cara mematikan tikus dengan eter
pada saat tikus mengalami masa estrus, lalu
dibedah untuk dikeluarkan ovarium dan
uterusnya, setelah itu dilihat warna mukosa
pada ovarium dan uterus tikus. Penilaian dan
pengamatan vaskularisasi dinyatakan dengan
skoring, sesuai dengan modifikasi metode
(Setiawan, 2010).
c. Pengukuran Bobot Ovarium dan
Uterus Pada Fase Estrus
Koleksi
ovarium
dan
uterus
dilakukan
terlebih
dahulu
setelah
pengamatan vaskularisasi, setelah itu
dilakukan penimbangan bobot ovarium dan
uterus. kemudian dilakukan penimbangan
bobot ovarium dan uterus (Nodine & Siegler,
1961).
d. Rancangan Penelitian
Pengaruh estrogenik dari ekstrak
etanol 70% herba kemangi pada tikus putih
betina dapat dilihat dari hasil penggunaan
uji statistik Rancangan Acak Lengkap (RAL)
4. Tahap Penelitian
Tahap penelitian dilakukan terhadap
lama siklus estrus, vaskularisasi ovarium dan
uterus dan bobot ovarium dan uterus pada
fase estrus.
a. Lama Siklus Estrus
Pengamatan siklus estrus dilakukan
setiap 3 jam setelah terjadinya estrus hingga
12
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
dengan lima perlakuan dan enam ulangan.
Apabila uji F menunjukkan pengaruh yang
nyata dimana nilai Fh>0,05, maka untuk
melihat adanya perbedaan antar perlakuan,
dilakukan uji lanjut menggunakan Uji
Duncan. Sidik ragam untuk Rancangan Acak
Lengkap disajikan pada Tabel (Sudjana,
1998).
senyawa metabolit sekunder pada tanaman
(Piironen et al., 2003). Steroid merupakan
struktur dasar hormon estrogen terutama
sebagai hormon seks wanita. Estrogen dalam
plasma hewan betina yang utama adalah 17
β-estradiol, estron, dan estriol (Johnson, &
Everitt, 1984).
2. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol
70% Herba Kemangi Terhadap Lama
Siklus Estrus
Estrus merupakan fase periode birahi.
Lama estrus pada tikus 9-20 jam dan siklus
estrus berlangsung selama empat sampai
enam hari. Siklus estrus dibagi menjadi
empat fase yaitu fase proestrus, estrus,
metestrus, dan diestrus (Turner & Bagnara,
1976).
Hasil pengujian ekstrak terhadap
lama siklus estrus dilakukan dengan
mengamati sel-sel yang ditemukan dalam
apusan vagina secara mikroskopik yang
dapat dilihat pada Gambar 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Ekstraksi Dan Penapisan Fitokimia
Ekstrak kental yang diperoleh 121g,
maka rendemen ekstrak etanol 70% adalah
12,1 %. Berdasarkan hasil uji fitokimia
kandungan ekstrak etanol 70% herba
kemangi adalah saponin, tanin dan steroid.
Senyawa saponin dan tanin memberikan efek
antelmintika
(Medica
dkk.,
2004).
Kandungan utama Ocimum americanum L.
selain minyak atsiri adalah flavonoid,
karbohidrat, fitosterol dan tanin (Sarma & A.
Venkata, 2011). Fitosterol merupakan
prekursor senyawa bioaktif steroid, faktor
pertumbuhan dan substrat untuk sintesis
Gambar 1. Fase-fase Pada Siklus Reproduksi Tikus
Keterangan: A. Sel Epitel Berinti, B. Sel
Kornifikasi, C. Sel Tidak Berinti, D. Leukosit
Pada fase proestrus ditandai dengan
sel epitel berinti banyak. Fase ini
menandakan akan datangnya birahi (Turner
& Bagnara, 1976). Preparat apus vagina fase
estrus
ditandai
dengan
terbentuknya
cornified cell (sel menanduk) sebagai
gambaran banyaknya mitosis yang terjadi di
dalam mukosa vagina. Menjelang estrus
berakhir, lumen vagina membentuk sel-sel
menanduk dengan inti berdegenerasi (Turner
& Bagnara, 1976). Pada fase metestrus sel
menanduk berkurang dan ovary mengandung
korpus luteum yang mengandung sel-sel
lutein dan folikel-folikel kecil yang tidak
berinti. Fase diestrus didominasi oleh sel
leukosit dan mulai muncul sel epitel berinti
(Turner & Bagnara, 1976).
Waktu siklus estrus ditampilkan pada
Tabel 1 yang menunjukkan
bahwa
perlakuan ekstrak etanol 70% herba kemangi
dengan konsentrasi terendah mengalami
estrus selama 165 jam (mendekati 7 hari)
sudah setara dengan kontrol positif dan
konsentrasi tertinggi. Durasi total siklus
estrus (proestrus, estrus, metaestrus dan
diestrus) adalah 4-5 hari (Waynforth, &
Flecknell, 1992). Perlakuan kontrol negatif
(CMC-Na1%) memberikan waktu siklus
estrus yang paling pendek yaitu 107 jam
dibandingkan ke empat kelompok perlakuan
13
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
sama dengan etinil estradiol 9×10-3
mg/200gBB sebagai kontrol positif terhadap
memperpanjang siklus estrus pada tikus
putih betina pre-menopause. Melalui
pemberian dosis terendah yaitu 0,8g/200g
BB pengaruhnya sudah setara dengan kontrol
positif dengan perbedaan yang sangat nyata
terhadap memperpanjang siklus estrus.
Data pengukuran waktu siklus estrus dapat
dilihat pada Tabel 1.
lainnya. Hasil uji statistik menunjukkan
bahwa CMC-Na 1%, etinil estradiol, ekstrak
etanol 70 % herba kemangi dosis 0,8g/200g
BB; 1,6g/200g BB dan 3,2g/200g BB
memberikan pengaruh yang sangat beda
nyata terhadap peningkatan (lebih lamanya)
waktu siklus estrus (P<0,01).
Hasil uji Duncan untuk mengetahui
perbedaan antar perlakuan menunjukkan
bahwa, semua perlakuan pemberian ekstrak
etanol 70% herba kemangi pengaruhnya
Tabel 1. Waktu Siklus Estrus.
Jumlah
Ulangan
1
2
3
4
Total
Rata-rata
P1
165
163
165
164
657
164.3a
Lamanya Siklus (jam) Perlakuan
P2
P3
P4
100
165
159
120
165
165
104
165
174
104
165
165
428
660
663
107a
165ac
165.75ac
P5
174
165
165
165
669
167.3ac
Keterangan : Angka yang diikuti superkrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak
berbeda nyata (P>0.05).
Hasil
pada
pengujian
ini
menunjukkan bahwa dengan pemberian
ekstrak
herba
kemangi
meyebabkan
terjadinya peningkatan hormon estrogen
pada fase estrus sehingga cenderung akan
memperpanjang siklus estrus.
dilakukan secara deskriptif. Berdasarkan
hasil skoring, dosis 3,2g/200g BB bernilai
rata-rata 3 untuk setiap ulangan (Tabel 2).
Pada dosis 1,6g/200g BB menunjukkan
terjadinya peningkatan vaskularisasi mukosa
yang sama dengan dosis 0,8g/200g BB
dimana nilai rata-rata skoring adalah 2,7.
Kontrol negatif memberikan skoring
vaskularisasi mukosa ovarium dan uterus
yang paling rendah.
Pemberian ekstrak etanol herba
kemangi pada dosis 3,2g/200gBB dapat
menghasilkan warna yang sangat merah pada
mukosa uterus dan ovarium tikus. Hal ini
disebabkan ekstrak etanol herba kemangi
bersifat estrogenik yang dapat meningkatkan
vaskularisasi. Hasil uji statistik, diketahui
bahwa CMC-Na1%, etinil estradiol 9×10-3
mg/200g BB, ekstrak etanol herba kemangi
0,8g/200g BB sebagai dosis uji I, ekstrak
etanol herba kemangi 1,6g/200g BB sebagai
dosis uji II dan ekstrak etanol herba
kemangi 3,2g/200g BB sebagai dosis uji III
memberikan pengaruh yang beda nyata
terhadap vaskularisasi pada ovarium dan
3. Vaskularisasi Ovarium Dan Uterus
Pada Fase Estrus
Pengujian ekstrak etanol 70% herba
kemangi terhadap vaskularisasi uterus dan
ovarium menggunakan modifikasi metode
Rugh (1968) berdasarkan skoring yang dapat
dilihat dari perbedaan mukosa ovarium dan
uterus pada Gambar 2 di bawah ini.
Estrogen bertanggung jawab terhadap
peningkatan jumlah buluh darah ke uterus.
Peningkatan jumlah vaskularisasi pada
uterus akan memperlancar aliran darah ke
uterus (Albrecht & Pepe, 2007).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa
ekstrak etanol herba kemangi pada dosis
0,8g/200g BB mampu meningkatkan
vaskularisasi dari mukosa ovarium dan
uterus tikus dibandingkan dengan kontrol
negatif. Hal ini terlihat dari penilaian yang
14
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
uterus (P<0,05). Penentuan perbedaan antar
perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan.
Gambar 2. Penampangan Ovarium dan
Uterus Pada Fase Estrus Tikus
Keterangan:
A (Ovarium); B (Uterus) dan C (Vaskularisasi). Skor 0 (tidak berwarna), skor 1 (sedikit merah), skor 2 (merah),
dan skor 3 (sangat merah)
Tabel 2. Pengamatan Vaskularisasi Pada Ovarium dan Uterus
Kode
Hewan
Skor Warna Ovarium dan Uterus Pada Perlakuan
P1
P2
P3
P4
P5
1
3
0
3
3
3
2
3
4
Total
Rat-rata
2
2
3
10
2,5a
1
1
0
2
0,5a
3
3
2
11
2,7c
3
2
3
11
2,7c
3
3
3
12
3bc
Hasil Uji Duncan menunjukkan
bahwa, semua perlakuan pemberian ekstrak
etanol herba kemangi berpengaruh sangat
nyata dibandingkan dengan etinil estradiol
9×10-3 mg/200gBB pada vaskularisasi
ovarium dan uterus pada tikus putih betina.
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan bahwa
dengan dosis ekstrak kemangi terendah yaitu
0,8g/200g BB pengaruhnya sudah setara
dengan dosis 1,6g/200g BB dan dosis
3,2g/200g BB
dengan perbedaan yang
sangat beda nyata terhadap vaskularisasi
ovarium dan uterus tikus putih betina.
4. Peningkatan Bobot Ovarium dan
Uterus Pada Fase Estrus
Pada permukaan ovarium terlihat
adanya tonjolan-tonjolan yang diyakini dapat
memperlihatkan perkembangan folikel. Hal
ini menguatkan dugaan bahwa pada fase
estrus telah terjadi perkembangan folikel
secara maksimal yang siap diovulasikan
(Dellmann, 1992). Data pengukuran bobot
ovarium dan uterus yang dapat dilihat pada
Tabel 3.
Hasil ini menunjukkan bahwa
perlakuan ekstrak etanol herba kemangi pada
konsentrasi terendah pun sudah setara
15
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
dengan kontrol positif. Hasil pengujian
berdasarkan rata-rata bobot ovarium dan
uterus menunjukkan bahwa perlakuan
ekstrak etanol herba kemangi pada dosis
3,2g/200gBB menunjukkan peningkatan
bobot ovarium dan uterus yang paling tinggi
bila dibandingkan dengan keempat perlakuan
lainnya. Sedangkan pada kontrol negatif
menunjukkan bahwa bobot ovarium dan
uterus paling rendah dibandingkan dengan
keempat perlakuan lainnya. Pada hasil
pengujian skoring, menunjukkan bahwa
perlakuan ekstrak etanol herba kemangi
memberikan pengaruh yang sama (P>0,05)
terhadap peningkatan bobot ovarium dan
uterus tikus. Setelah di uji lanjut dengan
Duncan, memperlihatkan hasil
bahwa
perlakuan
pemberian ekstrak etanol herba
kemangi
dosis
0,8g/200gBB,
dosis
1,6g/200gBB setara pengaruhnya dengan
kontrol positif (etinil estradiol) terhadap
bobot ovarium dan uterus. Bahkan dengan
pemberian
dosis
3,2g/200gBB
memperlihatkan bobot ovarium dan uterus
yang lebih berat dibanding dengan kontrol
positif secara beda nyata terhadap bobot
ovarium dan uterus tikus.
Tabel 3. Data Penimbangan Bobot Ovarium dan Uterus Tikus Pada Setiap Perlakuan
Kode
Hewan
Pengukuran Bobot
1
P1
1,10
P2
0,90
P3
1,50
P4
1,50
P5
2,00
2
3
4
Total
Rat-rata
1,50
2,00
2,00
6,60
1,65a
1,50
1,50
1,00
4,90
1,23a
2,00
1,30
2,00
6,80
1,70ab
1,50
2,00
2,00
7,00
1,75ab
2,00
1,60
2,00
7,60
1,90bc
Keterangan: Angka yang diikuti superkrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak
berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perlakuan ekstrak etanol 70% herba
kemangi (Ocimum americanum L.) dapat
meningkatkan aktivitas estrogenik tikus
putih betina (Rattus norvegicus) premenopause. Pada dosis 0,8g/200g BB dapat
memperpanjang
siklus
estrus,
juga
meningkatkan
vaskularisasi
dan
meningkatkan bobot ovarium dibandingkan
kontrol negatif (CMC-Na1%). Perlakuan
dengan konsentrasi terendah sudah setara
dengan kontrol positif etinil estradiol (9x103
mg/200g BB ).
DAFTAR PUSTAKA
Albrecth, E.D., and Pepe, G.J. 2007.
Estrogen
maintains
pregnancy,
triggers
fetal
maturation.
http://www.sciencedaily.com/news/health_m
edicine/pregnancy_and_childbirth [20 Juni
2013].
Banerjee, S., Prashar, R., Kumar, A. and
Rao, A. R. (1996). Modulatory
influence of alcoholic extract of
ocimum leaves on carcinogenmetabolizing enzyme activities and
reduced glutathione levels in mouse.
Nutr Cancer, 25, 205-17.
Beimborn, V., H.L. Tarpley, P.J. Bain and
K.S. Latimer. 2003. The canine
estrous cycle: staging using vaginal
cytological examination.
Bhardwaj, S., Mathur, R. 1979. Antifertility
screening of fruits of Ocimum
gratissimum in female albino rats.
Comp Physiol Ecol. 4: 277-279.
Dellmann, H.D. 1992. Buku Teks Histologi
Veteriner. Terjemahan: R. Hartono.
Saran
a. Perlu dilakukan penelitian dengan
menggunakan dosis yang lebih rendah
pada penelitian ini.
b. Perlu dilakukan metode bioassay
melalui pemeriksaan serum darah tikus
untuk mendapatkan hasil yang lebih
akurat.
16
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
Edisi ke-3 UI-Press. Jakarta: 517520.
Ganiswara, S.G. 1995. Farmakologi dan
Terapi. Alih bahasa: 1. Setiawan.
Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 444.
Godhwani, S., Godhwani, J. L. and Vyas, D.
S. (1987). Ocimum sanctum: An
experimental study evaluating its
anti-inflammatory, analgesic and
antipyretic activity in animals. J
Ethnopharmacol, 21, 153-63.
Gunawan, D. 2004. Ramuan Tradisional
Untuk Keharmonisan Suami Istri.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Hadipoentyanti, E., Wahyuni, S. 2008.
Keragaman selasih (ocimum spp.)
berdasarkan
karakter
morfologi
produksi dan mutu herba. Jurnal
Littri. Desember; 14 (4): 141-8.
Hafez, E.S.E. 1980. Reproduction in Farm
Animal. 4th Edition. Philadelphia: 3078.
Harborne. 1987. Metode Fitokimia Penuntun
Cara
Modern
Menganalisis
Tumbuhan. Terjemahan: Kosasih
Padmawinata. ITB. Bandung: 85-93..
Johnson M, and Everitt B. 1984. Essential
Reproduction. 2nd edition. London
dan Beccles: William Clowes
Limited
Karthikeyan, K., Ravichandran, P. and
Govindasamy,
S.
(1999).
Chemopreventive effect of ocimum
sanctum on DMBA-induced hamster
buccal pouch carcinogenesis. Oral
Oncol, 35, 112-9.
Khare, C.P. 2007. Indian Medicinal Plants
An illustrated Dictionary, Springer,
New Delhi, 444.
Khazaei, M., Montaseri, A., Khazaei, M.R.,
Khanahmadi, M. 2011. Study of
Foeniculum vulgare effect on
folliculogenesis in female mice. Int.
J. Fertill Steril. 5 (3): 122-127.
Medica, V., Ruslan, W., Nawawi, A., 2004.
Telaah Fitokimia Daun Kemangi
(Ocimum americanum L.). Fakultas
Farmasi Institut Teknologi Bandung.
Skripsi.
Nodine, J.H. and Siegler, P.E. 1961.
Pharmacologic Techniques in Drug
Evaluation. Year Book Medical
Publisher. Chicago: 568.
Nongae,
2008.
Estrus
Cycle.
http://nongae.gsnu.ac.kr/~cspark/teachi
ng/chap5.html. Tanggal akses 2 Juni
2013.
Ochiogu, I.S., Oguejiofor, C.F and Nwagbo,
A.N. 2009. Males Non- Enhancement
of Bruce And Whitten Effects In
Female Albino Mice - Mus musculus.
Animal Research International. 6 (3):
1077-1081.
Piironen, V., Toivo, J. Puupponen-Pimi, R.
and Lampi, A.M. 2003. Plant sterols
in vegetables, fruits and berries.
Journal o f the Science of Food and
Agriculture, 83: 330-337.
Rastogi, S., Shukla, Y., Paul, B.N., Chowdhuri,
D. K., Khanna, S. K. and Das, M. 2007.
Protective effect of Ocimum sanctum on
3-methylcholanthrene,
7,12dimethylbenz(a)anthracene and aflatoxin
b1. Nig. J, Physiol. Sci 224, 228-40.
Rugh, R. 1968. The Mouse Reproductions
and
Development.
Burgess.
Publishing Company. Minneapolis.
USA.
Sarma, D.S.K. and A. Venkata S. B. 2011.
Pharmacognostic And Phytochemical
Studies of Ocimum americanum. J.
Chem. Pharm. Res., 3 (3): 337-347.
Seire, J.V., Venter, F.S., Fincham, J.E., and
Taljaard, J.J.F. 1991. Hormonal
vagina cytology of vervet monkeys.
J. Med Primatol. 20:1-5.
Setiawan. 2010. Aktivitas ekstrak methanol
buah adas (Foeniculum vulgare Mill)
terhadap lama siklus estrus serta
bobot uterus dan ovarium tikus putih.
Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan.
Institut Pertanian Bogor.
Smith, J.B. dan Mangkoewidjojo, S.
1988.Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Coba Di Daerah
Tropis. UI-Press. Jakarta: 10-3.
Sudjana, M.A. 1998. Metode Statistik. Edisi
ke-5. Penerbit Tarsio. Bandung: 508.
17
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
Suntoro, H. 1983. Metode Pewarnaan
(Histologi & Histokimia). Jakarta:
Penerbit Bharatara Karya Aksara,
Turner, C.D. dan Bagnara, J.J. 1976.
Endokrinologi
Umum.
Harjoso,
penerjemah. Surabaya: Airlangga
University Press
Waynforth, H.B. and Flecknell P,A.1992.
Experimental and Surgical Technique
in the Rat. San Diego: Academic
Press Inc.
Willmann, M.R. 2000. Sterols as regulators
of plant embryogenesis. Trends in
Plant Science, Journal Club, 5 (10):
416.
18
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
UJI EFEK TONIK EKSTRAK ETANOL HERBA PEGAGAN (Centella asiatica (L).
Urb) PADA MENCIT JANTAN BALB/C
Rini Prastiwi1, R.Tjahyadi2, Chusun3
1)
Universitas Muhammadiyah Prof.DR. Hamka
2,3)
Akademi Farmasi Bhumi Husada Jakarta
Email : [email protected]
ABSTRAK
Pegagan (Centella asiatica (L). Urb) dikenal secara empiris sebagai obat tradisional
untuk mempercepat aktivitas syaraf, meningkatkan daya ingat,dan tonik untuk organ tubuh
(hati, ginjal, otak). Efek tonik dapat ditentukan dengan menggunakan metode natatory
exhaustion melalui pengamatan efek stimulansia suatu obat pada hewan uji. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui efek tonik ekstrak etanol herba pegagan pada mencit
jantan (Balb/C) dan menentukan dosis efektif yang menunjukkan kemampuan mencit untuk
mempertahankan diri ketika direnangkan. Penelitian ini menggunakan lima kelompok uji,
tiap kelompok terdiri atas lima mencit jantan. Kelompok kontrol positif, kontrol negatif,
kelompok dosis I, II dan III ekstrak etanol herba pegagan diberikan masing-masing kafein
100 mg/kgBB, CMC 0,5%, 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, dan 150 mg/kg BB secara peroral.
Pengujian efek tonik dengan metode natatory exhaustion ditunjukkan dengan bertambahnya
waktu kemampuan mencit untuk mempertahankan diri ketika direnangkan. Pertambahan
waktu tersebut menunjukkan peningkatan daya tahan mencit. Dosis terbaik yang dapat
digunakan sebagai tonik adalah 100 mg/kg BB.
Kata kunci : Pegagan, herba, tonik, natatory exhaustion
THE TONIC EFFECT OF ETHANOL EXTRACT PEGAGAN HERBS (Centella
asiatica (L). Urb) IN MALE BALB/C MICE
ABSTRACT
Pegagan (Centella asiatica (L). Urb) known empiricallay as traditional medicine for
accelerating nervous activity, improving memory, and tonic to vital organs (liver, kidneys,
brain). Tonic effect can be determined using natatory exhaustion method of stimulantia
effect observation a drug on animal test. The aim of this research is to observe the tonic
activity of ehanol extract pegagan herb in male mice (Bulb/C) and determined effective dose
that shows the ability of mice to defend when swimmed. This research used five groups test,
each group are five mice. The positive control group, negative control, does I, II, II groups
pegagan herb etanol extract were treated with caffein 100 mg/kg BW 0.5% CMC, 50 mg/kg
BW, 100 mg/kg BW, and 150 mg/kg BW gave orally. The tonic effect test used natatory
exhaustion method indicate with increasing time of mice ability to defend when swimmed.
Added of time showed increase durability of mice. The best dose that can be used as a tonic
is 100 mg/kg BW.
Key words : Centella asiatica (L). Urb., Herbs, tonic, natatory exhaustion
19
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
PENDAHULUAN
Sebagai warisan nenek moyang,
tanaman obat sudah dikenal dan digunakan
oleh masyarakat Indonesia yang dikenal
dengan nama obat tradisional. Peranan obat
tradisional masih terasa kuat sebagai
pendamping
dalam
perkembangan
kedokteran modern sekarang ini. Sampai
sekarang masih banyak obat tradisional yang
belum pernah dinilai secara ilmiah baik
mengenai
efektifitasnya
maupun
keamanannya.
Melalui penelitian, pengkajian, dan
budidaya, tanaman obat herba dapat
ditingkatkan untuk bisa dimanfaatkan dalam
upaya kesehatan tubuh. Banyak khasiat dari
obat tradisional yang memiliki efek tonik
bagi tubuh diantaranya adalah pegagan
(Centella asiatica (L). Urb). Tanaman ini
secara empiris digunakan sebagai tonikum
(Sing et al., 2010; Bhavna & Khatri, 2011).
Kandungan utama pegagan yaitu asiatikosida
dengan gugus trisakarida terikat pada aglikon
asam asiatik. Asiatikosida dan madekasol
suatu triterpen saponin dimana sapogeninnya
bermanfaat untuk pengobatan. Senyawa lain
yaitu brahmosida dan brahminosida yang
dapat berkhasiat sebagai uterorelaksan.
Isothankunisid dan thankunisid digunakan
sebagai antifertilitas yang diujikan pada
mencit (Tiwari, et al. 2011).
Penelitian
tentang
pemanfaatan
pegagan dapat menjadi referensi bagi
masyarakat dalam menjaga kesehatan dan
dapat digunakan sebagai data ilmiah yang
melandasi penggunaan herba pegagan
sebagai tonikum. Efek tonik yaitu efek yang
dapat memacu perbaikan sel-ssel tonus otot.
Metode yang digunakan untuk mengetahui
efek obat terutama dalam penurunan kontrol
syaraf pusat adalah natatory exhaustion
(Sambodo, 2009).
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu
dilakukan penelitian tentang efek tonik herba
pegagan dengan metode natatory exhaustion
sehingga dalam penggunaan oleh masyarakat
dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan
Mei
sampai
September
2013
di
Laboratorium
Farmakologi
dan
Farmakognosi Akademi Farmasi Bhumi
Husada Jakarta.
Bahan
Herba pegagan (Centella asiatica (L.)
Urb.) berupa simplisia yang diambil dari
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional,
Tawangmangu, Jawa Tengah, mencit jantan
Balb/C.
Alat
Moisture balance, wadah renang
(akuarium) berukuran 50x30x25 cm,
timbangan dan sonde lambung.
Cara Kerja
Pembuatan Ekstrak
Serbuk herba pegagan sebanyak 200 g,
direndam dalam 2 liter etanol 96% selama 3
hari dikocok sekali-kali, kemudian disaring
dengan kain batis. Proses diulangi 3 kali
dengan pelarut yang sama. Filtrat digabung
dan dipekatkan dengan waterbath sampai
dihasilkan ekstrak kental.
Penapisan Fitokimia
Dilakukan pengujian terhadap
alkaloid, flavonoid, triterpenoid dan saponin
pada ekstrak kental herba pegagan.
Prosedur Pengujian
Hewan uji yang digunakan adalah
mencit jantan Balb/C sejumlah 25 ekor, berat
badan 23-35 gram, umur 8 minggu.
Ditimbang dan dibagi menjadi lima
kelompok. Setelah itu, setiap mencit diberi
perlakuan secara oral dengan sediaan uji.
Pembagian kelompoknya adalah, kontrol
positif yaitu kafein 100 mg/kgBB , kontrol
negatif yaitu hanya diberikan CMC Na 0,5%,
perlakuan 1 adalah dosis ekstrak 50
mg/kgBB, perlakuan 2 adalah dosis ekstrak
100 mg/kgBB, dan perlakuan 3 adalah dosis
ekstrak 150 mg/kgBB.
Metode yang
digunakan adalah natatory exhaustion,
20
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
merupakan metode skrining farmakologi
yang dilakukan untuk mengetahui efek obat
yang bekerja pada koordinasi gerak,
terutama penurunan kontrol syaraf pusat. Uji
ini dilakukan terhadap mencit dengan
menggunakan wadah renang dengan
ketinggian air 18 cm, suhu 20±0,5ï‚°C dan
pemberian
gelombang
buatan
yang
dihasilkan dari sebuah pompa udara,
peralatan tambahan yang digunakan harus
berada di luar daerah renang, agar tidak
mempengaruhi aktivitas renang (Turner,
1965).
permukaan air, ekor tidak bergerak dan
membiarkan kepalanya berada di bawah
permukaan air selama 7 detik. Penambahan
daya tahan atau efek tonikum adalah selisih
antara waktu renang sesudah perlakuan dan
waktu renang sebelum perlakuan.Data efek
tonikum adalah penambahan daya tahan
yang diperoleh dari selisih waktu renang
pada hewan uji setelah perlakuan dan
sebelum perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia
Rendemen yang diperoleh dari hasil
maserasi yaitu, ekstrak kental etanol sebesar
11,08 %. Hasil uji fitokimia ekstrak
menunjukkan adanya senyawa alkaloid,
triterpenoid dan saponin (Tabel 1). Alkaloid
hydrocotylin (C22H35NO8) diisolasi dari
pegagan kering. Saponin ditemukan di
seluruh
bagian
tanaman
yaitu
centellasaponin B, C, dan D (Matsuda, et
al.2001). Senyawa triterpenoid pada pegagan
yaitu
asiatikosida,
centellosida,
madekasosida
dan
asam
asiatik
(Randriamampionona
et
al.,
2007).
Flavonoid pada daun pegagan merupakan
senyawa minor seperti 3-glikosilkuersetin, 3glukosilkaempferol dan 7-glikosilkaempferol
(Jamil, Qudsia & Mehboobus, 2007).
Pengamatan Waktu Renang
Waktu renang sebelum perlakuan
adalah lama waktu renang dari hewan uji
sebelum mendapat perlakuan dosis uji.
Dihitung mulai dari memasukkan hewan uji
ke dalam akuarium hingga timbul tanda
lelah yang ditandai dengan hewan uji
membiarkan kepalanya di bawah permukaan
air selama tujuh detik. Kemudian hewan uji
diangkat dari wadah renang dan dicatat
waktunya. Hewan uji diistirahatkan selama
30 menit, setelah itu diberi perlakuan sediaan
peroral. Setelah 30 menit, hewan uji
direnangkan kembali dan dicatat waktu
lelahnya. Parameter lelah adalah hewan uji
tidak
menggerakkan
kakinya
untuk
berenang, tubuh mencit tegak lurus dengan
Tabel 1. Identifikasi kandungan kimia
No.
1
Kandungan Kimia
Alkaloid
Pereaksi
Reagen Dragendorff
Hasil
Endapan
coklat
kemerahan
2.
Flavonoid
Serbuk Mg dalam amil alkohol
Amil alkohol tidak
berwarna
-
3.
Saponin
Dikocok kuat dengan air panas
Buih yang stabil
selama 10 menit
+
4.
Triterpenoid
Liebermann-Bouchard
Warna merah
+
Waktu Renang
Waktu daya tahan renang mencit
jantan pada dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/kg
BB dan 150 mg/kg BB dapat dilihat pada
Gambar 1. Hasil daya tahan renang yang
paling besar adalah kelompok dosis 100
Kesimpulan
+
mg/kg BB. Uji statistik menggunakan
metoda
ANOVA
menunjukkan
ada
perbedaan yang bermakna pada daya tahan
renang dari 5 kelompok perlakuan (p<0,05).
Hasil
uji
perbandingan
berganda
menunjukkan adanya perbedaan yang
21
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
bermakna antara kelompok kontrol negatif
dengan kelompok kontrol positif, kelompok
dosis 50 mg/kg BB dan kelompok dosis 150
mg/kg BB (p>0,05). Tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara kelompok
kontrol positif dengan Kelompok Dosis 1
dan Kelompok Dosis 3 (p<0.05).
Gambar 1. Gambar Rataan Daya Tahan Renang Tiap Kelompok Perlakuan
Keterangan: A=Kelompok Kontrol Positif, B=Kelompok kontrol Negatif, C=Kelompok Dosis 1 (50 mg/kg BB),
D=Kelompok Dosis 2 (100 mg/kg BB), E=Kelompok Dosis 3 (150 mg/kg BB)
Metode
Natatory
Exhaustion
digunakan untuk mengetahui efek obat yang
bekerja pada koordinasi gerak terutama
kontrol syaraf pusat. Efek stimulan
dipengaruhi oleh kondisi fisik hewan uji
untuk meningkatkan aktivitas. Peningkatan
aktivitas terlihat dari peningkatan kerja
secara langsung berupa penambahan waktu
lelah hewan uji selama direnangkan dalam
tangki berisi air (Turner, 1965).
Saponin diduga memberikan efek
tonik pada penelitian ini karena pegagan
mengandung senyawa utama saponin dengan
asam triterpen dalam bentuk ester dari gula.
Asam triterpen yaitu asam asiatik, asam
madekasik dan asiatikosida merupakan
senyawa yang paling penting untuk
pengobatan dan vaskularisasi. Asiatikosida
berkhasiat sebagai anksiolitik, antiinflamasi,
antioksidan, dan antiulcer (Kimura et al.,
2008; Liang et al., 2008). Struktur
asiatikosida seperti pada Gambar 2.
Tiga gugus trisakarida yang terikat
pada aglikon asam asiatik mengandung
gugus OH. Aktivitas antioksidan melalui
penangkapan
radikal
bebas
yang
berhubungan dengan energi disosiasi pada
gugus OH. Kemampuan menangkal radikal
bebas berhubungan dengan aktivitas
kelarutannya. Melalui model liposom yang
terdiri dari bagian lipofil dan hidrofil, gugus
gula yang bersifat polar, akan berada dalam
fase air. Karena radikal oksigen reaktif juga
dihasilkan dalam fase air, maka radikalradikal tersebut akan ditangkap oleh molekul
antioksidan yang bersifat polar dan berada
dalam fase air. Sehingga oksidasi pada
bagian lemak akan berkurang (Zhu, J. M.
Wu and Z. S. Jia. 2005). Semakin kuat
aktivitas antioksidan, maka semakin besar
kemampuan menstimulasi susunan syaraf
pusat. Pada hewan percobaan, kemampuan
menstimulasi
susunan
syaraf
pusat
berhubungan dengan bertambahnya aktivitas
lokomotor (Nikajoo, 2009). Aktivitas
lokomotor merupakan aktivitas gerak yang
dapat menstimulasi syaraf pada otak (Tiwari,
et al. 2010). Tonik dapat digunakan untuk
menstimulasi sistem syaraf pusat (Mutschler,
E., 1986). Tanaman obat yang mempunyai
efek tonik tonik disebut tonikum.
Gambar 2. Struktur
Asiatikosida
22
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
cultivated in Sri Lanka, Chem Pharm
Bull (Tokyo). 49 (10):1368-1371.
Mutschler, E., 1986. Dinamika Obat,
diterjemahkan oleh Widianto, M.B.,
dan Ranti, A.S., Edisi Kelima, 157 158. Bandung: Penerbit ITB.
Nikajoo, L.T. 2009. Central nervous system
depressant activity of alcohol and
aqueous root extracts of Pergularia
daemia (Forsk.) Chiov, Pharmacolog
online. 1. 119-124.
Randriamampionona, D., Diallo, B.,
Rakotoniriana,F.,Rabemanantsoa, C.,
Cheuk, K., Corbisier, A.M., Mahillon,
J., Ratsimamanga, S., El Jaziri M.
2007. Comparative analysis of active
constituents in Centella asiatica
samples from Madagascar: application
for ex situ conservation and clonal
propagation. Fitoterapia. 7-8: 482-489.
Rastogi, R.P. and Mehrotra, B.N. 1960.
Compedium of Indian Medicinal
Plants. Central Drug Institute Lucknow
and Publication and Information
Directorate, CSIR, New Delhi: 96
Sambodo, N.W. 2009. Uji Efek Tonik Madu
Rambutan Pada Mencit Putih Jantan
Dengan Metode Natatory Exhaustion.
Skripsi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Singh, S., Gautam, A., Sharma, A. and Batra,
A. 2010. Centella asiatica (L.): A plant
with immense medicinal potential but
threatened. International Journal of
Pharmaceutical Sciences Review and
Research. 4(2): 9-17.
Tiwari, R.K., Chanda, M.D., B. Murli and A.
Agarwal. 2010. HPLC method
validation for simultaneous estimation
of madecassoside, asiaticoside and
asiatic acid in Centella asiatica. J.
Chem. Pharm. Res.2 (3): 223-229.
Turner, R.,A, 1965, Screening Methods in
Pharmacology, Volume II, Academic
Press, New York and London: 76-78.
Zhu, X.Y., J. M. Wu and Z. S. Jia. 2005.
Composition and antioxidative activity
of polysaccharide from Bergamot.
Chem, J. Chinese U. 26 (7): 12641267.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak herba pegagan (Centella
asiatica (L). Urb) pada dosis 50 mg, dosis
100 mg, dan dosis 150 mg memiliki potensi
sebagai tonikum.
Ekstrak herba pegagan (Centella
asiatica (L). Urb) dengan pelarut etanol 96%
pada dosis 100 mg memiliki efek tonikum
yang paling efektif, diukur dari daya tahan
renang pada Natatory Exhaustion.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk efektifitas dan potensi saponin dalam
herba pegagan. Juga perlu dilakukan
penelitian yang serupa dengan metode
Natatory Exhaustion dengan metode
ekstraksi, variasi dosis dan pelarut lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bhavna, D., and Khatri, Jyoti. 2011. Centella
asiatica:
The
Elixir
of
life.
International Jurnal of Research in
Ayurveda & Pharmacy. 2 (2): 431-438.
Jamil, S.S., Qudsia, N. and Mehboobus, S.
2007. Centella asiatica (Linn.) Urban
A Review. Natural Product Radiance.
6 (2): 158-170.
Kimura, Y., Sumiyoshi, M., Samukawa K.,
Satake, N., Sakanaka, M. 2008.
Facilitating action of asiaticoside at
low doses on burn wound repair and its
mechanism. Eur J Pharmacol. 3:415423.
Liang, X., Yan, N. H., Si W. C., Wen, J. W.,
Xu, N., Cui, S., Liu, X.H., Zhang, H.,
Yue, N.L., Liu, S., Yang, M., Dong, Y.
2008. Antidepressant-like effect of
asiaticoside in mice. Pharmacology
Biochemistry and Behavior. 3: 444449.
Matsuda, H., Morikawa, T., Ueda, H. and
Yoshikawa, M. 2001. Medicinal
Foodstuffs
.XXVII.
Saponin
constituents of Gotu Kola (2):
Structures of new Ursane- And
Olemane-Type
Triterpene
Oligoglycosides, Centellasaponins B,
C, and D, from Centella asiatica
23
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
AKTIVITAS INHIBISI ENZIM α-GLUKOSIDASE EKSTRAK AIR DAN ETANOL
UMBI LAPIS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum)
Sitaresmi Yuningtyas, Dian Setiawati Artianti
Program Studi Farmasi, Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor
Email : [email protected]
ABSTRAK
Umbi lapis bawang merah (Allium ascalonicum) mempunyai potensi sebagai
analgesik, antiinflamasi, antimikobakterial, antifungi, dan antikanker. Namun mekanisme
antidiabetes pada tanaman ini belum ditentukan. Salah satu varietas bawang merah di
Indonesia adalah varietas Bima Brebes. Penelitian ini dilakukan untuk menguji potensi
ekstrak air dan etanol umbi lapis A. ascalonicum pada konsentrasi 1% sebagai inhibitor enzim
α-glukosidase dan dibandingkan aktivitasnya dengan akarbosa 1% sebagai kontrol positif.
Umbi lapis A. ascalonicum diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi. Ekstrak air
dan etanol dianalisis kandungan fitokimia dan daya inhibisinya terhadap enzim α-glukosidase
secara metode in vitro. Aktivitas α-glukosidase ditentukan dengan mengukur produk pnitrofenol yang dihasilkan dari reaksi enzim dan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (pNPG) menggunakan microplate absorbance reader pada panjang gelombang 410 nm. Hasil
uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak air umbi lapis A. ascalonicum mengandung
flavonoid dan tanin. Selain itu, ekstrak etanol 96% dan ekstrak etanol 70% umbi lapis A.
ascalonicum mengandung flavonoid, tanin, dan saponin. Ekstrak air, etanol 70%, etanol 96%
umbi lapis A. ascalonicum pada konsentrasi 1% (b/v) dan akarbosa 1% dapat menginhibisi
aktivitas enzim α-glukosidase berturut-turut sebesar 11,75%, 4,48%, 20,92%, dan 99,37%.
Hasil aktivitas inhibisi ketiga ekstrak ini berbeda nyata (p < 0,05) dengan daya inhibisi
akarbosa 1%. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak air dan etanol umbi lapis A.
ascalonicum berperan sebagai inhibitor enzim α-glukosidase.
Kata kunci: Allium ascalonicum, α-glukosidase, akarbosa, inhibitor enzim
INHIBITION ACTIVITY α-GLUCOSIDASE ENZYME FROM WATER AND
ETHANOL EXTRACT OF BIMA BREBES VARIETIES RED ONION (Allium
ascalonicum) BULBS WITH IN VITRO ASSAY
ABSTRACT
Shoot bulbs (Allium ascalonicum) has potential as an analgesic, antiinflamation,
antimycobacterial, antifungi, and anticancer. However the mechanism of antidiabetic at the
plant has not been determined. One of the varieties of red onion in Indonesia are varieties of
Bima Brebes. This research was conducted to test the potential of water and ethanol extracts
of A. Ascalonicum bulbs at a concentration of 1% as the α-glucosidase enzyme inhibitors and
compared its activities with 1% acarbose as a positive control. Bulbs of A. ascalonicum
extracted by maceration method. Water and ethanol extracts analyzed the content of
phytochemical assay and inhibition power of α-glucosidase used in vitro method. The αglucosidase activity is determined by measuring the p-nitrophenol which is produced from
the reaction of the enzyme and p-nitrophenyl-α-D-glucopyranoside (p-NPG) substrate using
microplate absorbance reader at 410 nm wavelength. The phytochemical result showed that
water exctract of A. ascalonicum bulbs contains flavonoid and tannin. Beside that, ethanol
24
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
96% and ethanol 70% extract of A. ascalonicum bulbs contain flavonoid, tannin, and saponin.
Extracts of water, 70% ethanol, 96% ethanol of A. ascalonicum bulbs at 1% concentration
and 1% acarbose inhibits α-glucosidase enzyme activity in a row of 11.75%, 4.48%, 20.92%,
and 99.37%. Results of the third extract inhibition activity were significantly different (p <
0.05) to inhibition activity of 1% acarbose. This indicates that the water and ethanol extracts
of A. ascalonicum bulbs act as an inhibitor of α-glucosidase enzyme.
Key words: Allium ascalonicum, α-glucosidase, acarbosa, enzyme inhibitor
amilase, α-glukosidase, sukrase dan maltase.
Enzim-enzim
ini
bekerja
dengan
menghidrolisis
karbohidrat
menjadi
glukosa. Pada pasien diabetes melitus,
penghambatan
terhadap
enzim
ini
menyebabkan
peghambatan
terhadap
absorbsi
glukosa
dan
menurunkan
hiperglikemia.
Bawang merah (Allium ascalonicum)
merupakan famili Liliaceae yang biasa
digunakan untuk bumbu masak dan obat
tradisional. Umbi lapis dari A. ascalonicum
mempunyai potensi sebagai analgesik dan
antiinflamasi (Owoyele et al., 2006),
antimikobakterial (Amin et al., 2009),
antifungi (Mahmoudabadi & Nasery, 2009),
dan sebagai antikanker (MohammadiMotlagh et al., 2011).
Penelitian umbi lapis A. ascalonicum
sebagai antidiabetes yang telah dilakukan
antara lain oleh Kouhsari, S.M. and Sani,
M.F. (2011) menyatakan bahwa pemberian
ekstrak metanol A. ascalonicum dengan
dosis 250 dan 500 mg/kg BB secara peroral
kepada tikus yang terinduksi diabetes melitus
akan mereduksi kadar glukosa darah
postprandial serta meningkatkan ekspresi
gen Ins dan Glut4. Selain itu, pemberian
ekstrak tersebut dapat menginhibisi aktivitas
enzim sukrase dan maltase pada usus tikus
yang terinduksi diabetes melitus. Menurut
Luangpirom, et al. 2013, ekstrak jus umbi
lapis A. ascalonicum dapat menurunkan
kadar gula darah setelah 14 hari pemberian
secara oral pada tikus yang terinduksi
diabetes melitus. Penurunan kadar gula darah
sebesar 43,45% dan 59,18% dengan dosis
ekstrak masing-masing 0,5 g/ 100 g bb dan
1 g/100 g bb. Penurunan kadar gula darah ini
disebabkan oleh inhibisi aktivitas enzim α-
PENDAHULUAN
Seiring dengan perubahan gaya hidup
yang dilakukan masyarakat terutaman dalam
hal pola makan secara tidak langsung dapat
memicu timbulnya berbagai penyakit
generatif dan kronis, salah satunya adalah
diabetes melitus (DM). Diabetes melitus
merupakan penyakit yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula dalam darah
melebihi kadar normal atau hiperglikemia.
Hiperglikemia disebabkan oleh adanya
gangguan sistem metabolisme dalam tubuh,
terutama akibat organ pankreas tidak mampu
memproduksi hormon insulin sesuai
kebutuhan tubuh. Menurut Wilds et al.,
(2004), jumlah penderita diabetes melitus di
dunia tahun 2000 mencapai 177 juta orang
dan diperkirakan meningkat menjadi 370 juta
pada
tahun
2030.
Sebagian
besar
penderitanya merupakan kasus diabetes
melitus tipe 2 yang berkaitan dengan
obesitas. Jumlah orang yang terdiagnosa
diabetes melitus di Indonesia sebanyak 8,4
juta jiwa dan menempati urutan terbesar
keempat di dunia setelah India, Cina dan
Amerika. Pada tahun 2030 diperkirakan
penderita diabetes melitus di Indonesia
mencapai 21,3 juta orang.
Pengobatan diabetes melitus dapat
dilakukan dengan pemberian injeksi insulin
atau menggunakan obat-obatan modern,
seperti antidiabetik oral yaitu sulfonilurea,
biguanid, thiazolidindion dan penghambatan
α-glukosidase. Obat-obatan penghambat
enzim α-glukosidase digunakan untuk
diabetes melitus tipe 2. Tipe obat ini tidak
meningkatkan sekresi insulin. Penggunaan
obat antihiperglikemik penghambat enzim
α-glukosidase bekerja menginhibisi secara
reversibel, berkompetisi dengan enzim
pencernaan karbohidrat di usus seperti α25
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
nitrofenil α-D-glukopiranosida (p-NPG)
(Sigma N 1337-5G), tablet Glucobay
(Akarbosa) (Bayer, Jakarta- Indonesia), HCl
2 N, Dimetilsulfoksida (DMSO), Larutan
Na2CO3, Serum Bovin Albumin (SBA),
buffer fosfat pH 7.
glukosidase
sehingga
memperlambat
penyerapan karbohidrat postprandial.
Beberapa varietas bawang merah
yang sudah ada di Indonesia pada tahun 1984
adalah varietas Bima Brebes, varietas
Medan, varietas Kling dan varietas Maja
Cipanas. Jenis tanaman tersebut cukup
dominan
diusahakan petani di daerahdaerah sentra produksi maupun yang sedang
berkembang. Sedangkan jenis bawang merah
unggul lokal yang banyak diusahakan petani
adalah Kuning, Kuning Gombong, dan
Sumenep (Putrasamedja & Suwandi, 1996).
Di Indonesia tanaman bawang merah
telah lama diusahakan oleh petani sebagai
usaha tani komersial. Beberapa varietas
(Probolinggo, Bima, Tiron sawah, Tiron
pasir,Biru sawah, Biru pasir, Parman, Bima,
dan kuning) merupakan varietas yang
tumbuh baik di lingkungan dengan
produktivitas yang tinggi. Varietas Parman
dan Kuning paling stabil dapat tumbuh di
daerah sawah dan pada musim kemarau
(Erlina & Yudono, 2003).
Ekstrak polar dari umbi lapis A.
ascalonicum
mengandung
furostanol,
saponin, kuersetin, isorhamnetin, dan
glikosida (Fattorusso et al., 2002). Senyawa
bioaktif tersebut diduga memiliki aktivitas
inhibisi terhadap enzim α-glukosidase
sehingga
dapat
berpotensi
sebagai
antidiabetes. Berdasarkan penelitian tersebut,
maka penelitian ini bertujuan untuk menguji
daya inhibisi ekstrak polar (air, etanol 96%,
dan etanol 70%) umbi lapis A. ascalonicum
varietas Bima Brebes terhadap aktivitas
enzim α-glukosidase dengan akarbosa
sebagai kontrol positif.
Gambar 1. Bawang merah varietas Bima
Brebes
Alat
Alat-alat ekstraksi, neraca analitik,
alat-alat kaca, penguap putar (rotary
evaporator) (BUCHI, R-250, Switzerland),
perangkat instrumen microplate reader
(Epoch Microplate Spectrophotometer), alat
microplate (Thermo Scientific NUNC) dan
micropipet (Thermo Scientific).
Cara Kerja
1. Ekstraksi
Ekstraksi
menggunakan
metode
maserasi selama 1 x 24 jam dengan
cairan penyari yang bersifat polar yaitu
akuades, etanol 96%, dan etanol 70%.
Proses maserasi dilakukan dengan
sebanyak 10 gram simplisia umbi lapis
A. ascalonicum direndam dengan
masing-masing 100 ml pelarut akuades,
etanol 96% dan etanol 70% selama 1 x
24 jam pada suhu kamar didalam
maserator.
Selanjutnya
rendaman
disaring menggunakan kertas saring
halus dan filtratnya disimpan. Masingmasing filtrat yang diperoleh dipekatkan
dengan penguap putar (rotavapor) pada
suhu 40ºC sehingga diperoleh ekstrak
(air, etanol 96%, dan etanol 70%).
Ekstrak
yang
telah
dipekatkan
selanjutnya dilakukan uji aktivitas
inhibisi α-glukosidase dan penapisan
fitokimia.
2. Penapisan Fitokimia (Harbone, 1987)
Penapisan fitokimia ekstrak air, etanol
96%, dan etanol 70% umbi lapis A.
ascalonicum.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan April sampai Juni 2013 bertempat di
Laboratoium STTIF (Sekolah Tinggi
Teknologi Industri dan Farmasi) Bogor dan
Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB.
Bahan
Umbi lapis bawang merah (Gambar
1), akuades, etanol 96 %, etanol 70%, αglukosidase (Sigma G 3651-250UN), p26
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
3.
Uji Inhibisi α-Glukosidase
Tabel 1. Proses Uji Inhibisi αGlukosidase (Sancheti. et al.,
2009)
DUNCAN. Pengolahan data dengan
SPSS 14. Model rancangan tersebut :
Yij = + i + ij
Keterangan:
Yij = Nilai
pengamatan
faktor
perlakuan ekstrak taraf ke-i dan
ulangan ke-j.
= Rataan umum
= Pengaruh
utama
perlakuan
ekstrak ke-i.i = 1, 2, 3, 4, 5
i = 1 adalah blanko
i = 2 adalah ekstrak air bawang
merah 1 %
i = 3 adalah ekstrak etanol 96%
bawang merah 1 %
i = 4 adalah ekstrak etanol 70%
bawang merah 1 %
i = 5 adalah pembanding atau
kontrol positif akarbosa 1%
ij = pengaruh acak yang menyebar
normal pada perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j. J = 1, 2, 3
S0
S1 (µL)
(µL)
Ekstrak
50
50
Dapar Fosfat
50
50
p-NPG
25
25
Dapar Fosfat
25
α-Glukosidase
25
Inkubasi pada suhu 37o C selama 30 menit
Na2CO3
100
100
Diukur dengan microplate reader pada λ =
410 nm
Keterangan:
S0 = kontrol negatif
S1 = sampel
Sampel yang diuji dilarutkan
dalam DMSO kemudian dicukupkan
volumenya dengan dapar fosfat pH 7
sehingga didapatkan larutan ekstrak
dengan konsentrasi 1% (b/v). Setelah
ditambahkan dapar fosfat 100 mM, dan
larutan substrat p-NPG 0,5 mM,
diinkubasi selama 30 menit kemudian
ditambahkan Na2CO3 200 mM lalu
larutan diukur absorbansinya pada λ 410
nm (Sancheti et al., 2009). Kontrol
positif menggunakan akarbosa 1% (b/v).
Persentase daya hambat dihitung dengan
persamaan:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan umbi bawang merah (A.
ascalonicum) varietas Bima Brebes berumur
2 bulan dan diambil dari daerah Brebes,
Jawa Tengah. Umbi A. ascalonicum yang
akan diekstraksi dibuat serbuk terlebih
dahulu, ini bertujuan agar proses penyarian
zat aktif lebih maksimal. Semakin kecil atau
halus ukuran bahan yang digunakan maka
semakin luas bidang kontak antara bahan
dengan
pelarutmya,
hal
ini
dapat
meningkatkan
efektivitas
ekstraksinya.
Metode ekstraksi yang digunakan untuk
mengekstraksi sampel adalah metode
maserasi menggunakan air dan etanol
absolut.
Pemililhan pelarut etanol
berdasarkan pendapat Harbone (1987) yang
menyatakan bahwa bahan segar dapat
diekstraksi menggunakan alkohol absolut.
Mekanisme metode maserasi yaitu adanya
difusi pelarut kedalam dinding sel tumbuhan
untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang
kurang tahan terhadap pemanasan.
Hasil maserasi yang diperoleh
diuapkan dengan menggunakan rotavapor
pada suhu 400C. Suhu yang digunakan tidak
boleh terlalu tinggi karena dapat merusak
Keterangan :
S : absorbansi sampel (S1-S0)
S1 : absorbansi
sampel
dengan
penambahan enzim
S0 : Absorbansi sampel tanpa enzim
C : absorbansi larutan kontrol (DMSO)
tanpa sampel (kontrol-blanko).
4.
Analisis Data
Data aktivitas inhibisi αglukosidase yang diperoleh dalam
penelitian ini dianalisis secara statistik
menggunakan ANOVA yaitu RAL
(Rancangan Acak Lengkap) satu faktor
dengan tiga kali ulangan pada tingkat
kepercayaan 95% dan taraf α 0,05 dan
kemudian dilanjutkan dengan uji
27
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
senyawa yang terdapat dalam simplisia.
Ekstrak kental yang dihasilkan ditimbang
untuk mendapatkan rendemen. Rendemen
ekstrak dan hasil fitokimia dapat dilihat pada
Tabel 2.
yang berfungsi sebagai gugus polar dan
gugus steroid sebagai gugus non polar. Pada
ekstrak air tidak dideteksi adanya saponin
karena air bersifat lebih polar dibandingkan
etanol 70% dan etanol 96% sehingga tidak
mampu menarik senyawa yang bersifat
semipolar. Hal ini sesuai dengan Fattorusso
et al. (2002) mengungkapkan bahwa ekstrak
polar dari umbi lapis A. ascalonicum
mengandung furostanol, saponin, kuersetin,
isorhamnetin, dan glikosida.
Tabel 2. Hasil Ekstraksi Umbi Lapis A.
ascalonicum varietas Bima Brebes
No
Ekstrak
1
2
Ekstrak air
Ekstrak etanol
70%
Ekstrak etanol
96%
3
Bobot
(g)
3,83
2,76
Rendemen
(%)
38,27
27,49
1,54
15,35
Tabel 3. Data Hasil Pemeriksaan Fitokimia
Ekstrak Air, Ekstrak Etanol 70%,
dan Ekstrak Etanol 96% Umbi
Lapis A. ascalonicum varietas
Bima Brebes
Rendemen ekstrak yang tertinggi berada
pada ekstrak air yaitu sebesar 38,72% atau
sama dengan 3,83 g ekstrak dalam 10 g
simplisia umbi lapis A. ascalonicum.
Selanjutnya rendemen ekstak etanol 70% dan
ekstrak etanol 96% berturut-turut sebesar
27,49% dan 15,35%. Ekstrak yang diperoleh
selanjutnya dilakukan analisis fitokimia dan
uji aktivitas inhibisi α-glukosidase.
Golongan
Ekstrak
Air
Alkaloid
Flavonoid
Tanin
Saponin
Triterpenoid
Steroid
++
+++
-
Ekstrak
Etanol
70%
++
++
+
-
Ekstrak
Etanol
96%
+++
+++
+++
-
Keterangan: (-) = tidak terdeteksi, (+) =
terdeteksi sedikit, (++) =
terdeteksi sedang, dan (+++) =
terdeteksi banyak.
Hasil Uji Fitokimia
Hasil analisis fitokimia terhadap
ekstak air dan etanol umbi lapis A.
ascalonicum varietas Bima Brebes disajikan
pada Tabel 3. Berdasarkan uji fitokimia
diperoleh bahwa ekstrak air mengandung
flavonoid, dan tanin. Sedangkan pada ekstrak
etanol 96% dan etanol 70% mengandung
flavonoid, tanin, dan saponin. Jenis senyawa
fitokimia yang menonjol pada ekstrak etanol
96% (flavonoid, tanin, dan saponin) lebih
banyak dibandingkan yang ditemukan pada
ekstrak etanol 70%.
Skrining fitokimia ekstrak air dan
etanol umbi lapis A. ascalonicum
menunjukkan hasil positif pada uji flavonoid
dan tanin. Flavonoid memiliki gugus
hidroksi yang tidak tersubstitusi sehingga
bersifat polar dan tanin termasuk golongan
polifenol yang bersifat polar. Oleh sebab itu,
pelarut polar seperti air dan etanol dapat
menarik senyawa yang bersifat polar. Pada
ekstrak etanol 70% dan 96% umbi lapis A.
ascalonicum menunjukkan hasil positif pada
uji saponin. Saponin memiliki gugus glikosil
Hasil Uji Inhibisi α-Glukosidase
Uji inhibisi terhadap enzim αglukosidase menggunakan sampel ekstrak
air, ekstrak etanol 70% dan ekstrak etanol
96% umbil lapis A. ascalonicum varietas
Brebes. Masing-masing
sampel dibuat
konsentrasi sebesar 1% (b/v). Kontrol positif
menggunakan
akarbosa
1%
(b/v).
Konsentrasi sampel dibuat setara dengan
konsentrasi
kontrol
positif
guna
membandingkan aktivitas inhibisi enzim αglukosidase oleh sampel maupun akarbosa.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa ekstrak air, ekstrak
etanol 96% dan ekstrak etanol 70% umbil
lapis A. ascalonicum mampu menghambat
aktivitas enzim α-glukosidase. Gambar 2
menunjukkan aktivitas inhibisi enzim αglukosidase oleh ekstrak air, ekstrak etanol
70%, ekstrak etanol 96%, dan akarbosa 1%.
28
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
A
B
C
inhibisi α-glukosidase dengan aktivitas
inhibisi α-glukosidase yang berbeda nyata
(p<0,05) satu sama lain. Aktivitas inhibisi
tertinggi dari ekstrak etanol 96% sebesar
20,92% berbeda nyata dengan aktivitas
inhibisi akarbosa 1% sebesar 99,37%. Oleh
karena itu, aktivitas inhibisi α-glukosidase
oleh ekstrak etanol 96% umbi lapis A.
ascalonicum 1% belum setara aktivitasnya
dengan akarbosa 1%. Hal ini diduga aktivitas
antidiabetes yang dimiliki ekstrak tersebut
mekanismenya
tidak
sepenuhnya
berdasarkan pada enzim α-glukosidase.
Analisis fitokimia menunjukkan
bahwa ekstrak etanol 96% umbi lapis A.
ascalonicum
mengandung
senyawa
flavonoid yang ditandai dengan tingginya
intensitas warna merah tua pada uji
flavonoid. Melalui analisis tersebut dapat
diperkirakan
komponen
aktif
yang
menghambat aktivitas α-glukosidase adalah
flavonoid. Menurut Tan et.al. (2013)
komponen fenolik seperti kuersetin, rutin,
kaemferol-3-O-β-D-glukopiranosida,
kaemferol-3-O-rutinosida,
dan
3,5dicaffeoylquinic acid methyl ester) dapat
menginhibisi α-glukosidase. Kemampuan
aktivitas inhibitor α-glukosidase yang
dimiliki oleh ekstrak air dan etanol umbi
lapis A. ascalonicum tidak lepas dari kerja
senyawa fitokimia yang dikandungnya.
Tingginya aktivitas inhibisi α-glukosidase
pada ekstrak etanol 96% dibandingkan
dengan ekstrak air dan ekstrak etanol 70%
adalah sejalan dengan hasil yang ditunjukkan
secara kualitatif pada penapisan fitokimia
dimana jenis senyawa yang menonjol
ditemukan pada ekstrak etanol 96%.
D
Gambar 2. Aktivitas inhibisi enzim αglukosidase umbi lapis A.
ascalonicum
Keterangan: A= ekstrak air, B= ekstrak
etanol70%, C= ekstrak etanol
70%, D= Akarbosa 1%. Huruf
kecil
yang
berbeda
menunjukkan nilai beda nyata
pada p<0,05.
Ekstrak etanol 96% umbi lapis A.
ascalonicum 1% (b/v) mampu menginhibisi
aktivitas α-glukosidase dengan rerata sebesar
20,92% kemudian daya inhibisi yang
dihasilkan oleh ekstrak air umbi lapis A.
ascalonicum 1% (b/v) dengan rerata sebesar
11,75% sedangkan daya inhibisi yang
dihasilkan oleh ekstrak etanol 70% umbi
lapis A. ascalonicum 1% (b/v) dengan rerata
sebesar
4,48%. Larutan kontrol positif
(akarbosa) menghasilkan daya inhibisi
aktivitas α-glukosidase dengan rerata sebesar
99,37%. Daya inhibisi yang terbesar
ditunjukkan oleh akarbosa yang merupakan
inhibitor α-glukosidase dan sudah digunakan
sebagai obat diabetes mellitus dengan
mekanismenya penghambatan aktivitas αglukosidase. Ekstrak etanol 96% umbi lapis
A.ascalonicum1% (b/v) memiliki daya
inhibisi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak lainnya, hal ini dikarenakan
senyawa yang bersifat antidiabetes seperti
saponin, flavonid, dan tannin secara
kualitatif lebih banyak terkandung di dalam
ekstrak etanol 96%.
Data aktivitas inhibisi α-glukosida
dianalisis statistik menggunakan ANOVA
dan taraf α=0.05 yang menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak air, ekstrak etanol 96%
dan ekstrak etanol 70% umbi lapis A.
ascalonicum dapat menghambat aktivitas
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak air umbi lapis A. ascalonicum
varietas Bima Brebes mengandung flavonoid
dan tanin. Sedangkan ekstrak etanol 96%
serta esktrak etanol 70% umbi lapis A.
ascalonicum
varietas
Bima
Brebes
mengandung flavonoid, tanin, dan saponin.
Ketiga ekstrak tersebut mampu menginhibisi
aktivitas enzim α-glukosidase secara in vitro.
Daya inhibisi α-glukosidase oleh ekstrak air,
29
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
ekstrak etanol 70%, dan ekstrak etanol 96%
umbi lapis A. ascalonicum 1% (b/v) berturutturut sebesar 11,75%, 4,48%, dan 20,92%.
Ketiga aktivitas inhibisi tersebut berbeda
nyata dengan aktivitas inhibisi α-glukosidase
oleh akarbosa 1% sebesar 99,37%.
experimental diabetes. Planta Med .
77: 87.
Luangpirom,
A.,
Kourchampa,
W.,
Junaimuang, T., Somsapt, P., and
Sritragool, O. 2013. Effect of Shallot
(Allium ascalonicum L.) bulb juice on
hypoglycemia and sperm quality
instreptozotocin induced diabetic
mice. ABAH Bioflux. 5 (1): 49-54.
Mahmoudabadi, A.Z., and Nasery, M.K.B.
2009. Anti fungal activity of Shallot,
Alium ascalonicum Linn. (Liliaceae),
In vitro. Journal of Medicinal Plants
Research 3 (5): 450-453.
Mohammadi-Motlagh, H-R, Mostafaie, A,
and Mansouri, K. 2011. Anticancer
and anti-inflammatory activities of
Shallot (Allium ascalonicum) extract.
Arch Med Sci. 7 (1): 38-44.
Owoyele, B.V., Abioye, A.I.R, Afinowi,
N.O, Jimoh, S.S, and Soladoye, A.O.
2006. Analgesic and anti-inflamatory
effects of Allium ascalonicum. The
Tropical Journal of Health Sciences.
13 (1): 28-30.
Putrasamedja, S., dan Suwandi.1996.
Bawang Merah di
Indonesia.
Monograf No. 5: 1-23.
Sancheti, S., Sancheti, S., and Seo, S.Y.
2009. Chaenometes sinensis a potent
α and β- Glucosidase inhibitor.
America Journal of Pharmacology
and Toxicology. 4(1): 8-11.
Tan, C., Wang, Q., Luo, C., Chen, S., Li, Q.,
and Li. P. 2013. Yeast α-Glucosidase
inhibitory
phenolic
compounds
isolated from Gynura medica leaf.
Int.J. Mol. Sci. 14: 2551-2558.
Wilds, S., Roglic, G., Green, A., Sincre, R.,
and King, H. 2004. Global prevalence
of diabetes: estimates for the year
2000 and projections for 2030.
Diabetes Care 27: 1047-1053.
Saran
Penelitian dapat dilanjutkan dengan
meningkatkan konsentrasi ekstrak etanol
96% umbi lapis A. ascalonicum varietas
Bima Brebes guna meningkatkan daya
inhibisi enzim α-glukosidase. Pemurnian
ekstrak dari ekstrak etanol 96% umbi lapis A.
ascalonicum diperlukan untuk memperoleh
senyawa aktif yang berperan sebagai
antidiabetes. Selain itu, perlu dilakukan
pengujian antidiabetes dengan metode lain
sehingga dapat diketahui mekanisme kerja
ekstrak umbi lapis A. ascalonicum varietas
Bima Brebes sebagai obat antidiabetes.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M., Segatoleslami, S., and
Hashemzadeh,
M.
2009.
Antimycobacterial activity of partial
purified
extract
of
Allium
ascalonicum. Jundishpur Journal of
Microbiology. 2 (4): 144-147.
Erlina, A., dan Yudono, P. 2003. Keragaan
stabilitas hasil bawang merah. The
performance of yield stability of
shallot. Ilmu Pertanian. 10 (2):1-10.
Fattorusso, E., Iorizzi, M., Lanzotti, V., and
Taglialatela-Scafati,
O.
2002.
Chemical composition of shallot
(Allium ascalonicum Hort.). J. Agric.
Food Chem. 50 (20): 5686–5690.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia,
Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB.
Kouhsari, S.M and Sani, M.F. 2011.
Antidiabetic effects of Allium
ascalonicum methanolic extract in
30
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK
BEBERAPA BAGIAN TANAMAN KUNYIT (Curcuma longa)
Eris Septiana1, Partomuan Simanjuntak1,2
1)
Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Bogor
2)
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
Email : [email protected]
ABSTRAK
Kunyit (Curcuma longa) merupakan tanaman obat tradisional yang biasa digunakan
sebagai bumbu masakan dan sebagai bahan obat meliputi antimikroba, antioksidan,
antitumor, dan anti inflamasi. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui aktivitas
antimikroba dan antioksidan dari beberapa organ tanaman kunyit meliputi akar, rimpang,
batang, dan daun. Semua bagian diekstraksi dengan etanol dan etil asetat. Seluruh ekstrak
etanol dan etil asetat diuji aktivitas antimikrobanya menggunakan metode difusi cakram
kertas terhadap Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Candida albicans.
Kloramfenikol dan nistatin masing-masing digunakan sebagai kontrol positif untuk uji
antibakteri dan antijamur, sedangkan masing-masing pelarut untuk ekstraksi juga digunakan
sebagai kontrol negatif. Aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan metode 1,1-difenil-2pikril hidrazil (DPPH) dan asam askorbat digunakan sebagai standar. Hasil aktivitas
antimikroba menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dari daun dan batang memiliki aktivitas
penghambatan tertinggi terhadap S. aureus, ekstrak etil asetat dari akar dan batang memiliki
aktivitas penghambatan tertinggi terhadap E. coli, dan ekstrak etil asetat dari daun memiliki
aktivitas penghambatan tertinggi terhadap C. albicans. Ekstrak etil asetat dari rimpang
memiliki aktivitas antioksidan tertinggi diantara ekstrak lainnya.
Kata kunci: Antimikroba, antioksidan, Curcuma longa, difusi cakram kertas, DPPH
ANTIMICROBIAL AND ANTIOXIDANT ACTIVITIES
VARIOUS PARTS OF TURMERIC (Curcuma longa) PLANT EXTRACT
ABSTRACT
Turmeric (Curcuma longa) is a traditional medicinal plant that commonly used as a
spice and medicinal properties including antimicrobial, antioxidant, antitumor, and antiinflammatory activity. The aims of this study were to determine antimicrobial and
antioxidant activity of roots, rhizomes, stems, and leaves of turmeric plant. All parts were
extracted with ethanol and ethyl acetate. The disc diffusion method was used to antimicrobial
activity against Escherichia coli, Staphylococcus aureus, and Candida albicans. The
chloramphenicol and nystatin antibiotics were used as positive control for antibacterial and
antifungal assay respectively, while solvents for extraction were used as negative control.
The antioxidant activity was conducted using 1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl (DPPH) method
with ascorbic acid used as the standard. The ethyl acetate extracts of leaves and stems
showed the best antibacterial activity against S. aureus, while the ethyl acetate extracts of
roots and stems showed the best antibacterial activity against E. coli. The ethyl acetate
extracts of leaves showed the best antifungal activity against C. albicans. The ethyl acetate
extract of rhizomes showed the highest antioxidant activity.
Key words: Antimicrobial, antioxidant, Curcuma longa, disc diffusion method, DPPH
31
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
dengan empat jenis Curcuma lainnya yaitu
C. zedoaria, C. angustifolia, C. aromatica,
dan C. amada (Nahak & Sahu, 2012). Selain
bagian rimpang, bagian daun tanaman kunyit
juga telah dilaporkan memiliki kemampuan
sebagai antioksidan. Ekstrak metanol daun
kunyit segar dan serbuk daun kunyit
memiliki aktivitas antioksidan (Yan &
Asmah, 2010).
Tanaman kunyit sendiri terdiri atas
bagian-bagian vegetatif dan generatif selama
siklus
hidupnya.
Bagian
vegetatif
diantaranya ialah daun, batang pendek yang
merupakan pangkal munculnya tangkai daun
di bagian atas dan juga pada pangkal nya
muncul rimpang di bagian bawah. Rimpang
merupakan modifikasi dari batang serta
bagian akar serabut yang muncul dari
batang. Sedangkan bagian generatifnya yaitu
bunga yang muncul diantara tangkai daun.
Namun tidak semua tanaman kunyit
menghasilkan bunga pada satu kali siklus
hidupnya.
Penelitian tentang kunyit saat ini
lebih banyak terfokus pada bagian rimpang
dan daun saja, padahal bagian tanaman
kunyit lainnya seperti bunga juga dapat
dimanfaatkan secara tradisional. Daun kunyit
biasa digunakan sebagai penyedap pada
beberapa masakan. Sedangkan bagian
bunganya dapat dijadikan lalapan. Penelitian
yang telah dilakukan masih terbatas pada
bagian rimpang dan daun tanaman kunyit,
sedangkan bagian tanaman kunyit yang lain
seperti akar dan batang belum dilakukan.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kemampuan antimikroba
dan antioksidan seluruh bagian fase vegetatif
tanaman kunyit yang meliputi akar, rimpang,
batang, dan daun sehingga diharapkan di
masa depan dapat dikembangkan menjadi
antibiotika alami dan agen antioksidan baru
yang berasal dari tanaman kunyit selain dari
bagian rimpang dan daun yang telah umum
dimanfaatkan.
PENDAHULUAN
Kunyit (Curcuma longa) merupakan
tanaman golongan temu-temuan yang
banyak dimanfaatkan sebagai bumbu
masakan maupun pewarna makanan. Selain
itu, tanaman kunyit juga sering digunakan
sebagai tanaman obat tradisional untuk
mengobati beberapa jenis penyakit seperti
demam, diare, lever, sesak nafas, radang
hidung, maag, eksim, dan hipertensi.
Manfaat kunyit sebagai obat tradisional
mendorong para peneliti untuk terus
menemukan manfaat lain dari tanaman
kunyit. Beberapa manfaat kunyit yang telah
dilaporkan secara ilmiah ialah sebagai
antimikroba dan antioksidan.
Ekstrak petroleum eter, kloroform,
metanol dan air dari rimpang kunyit
mempunyai aktivitas antimikroba terhadap
bakteri seperti Escherichia coli, Salmonella
enteriditis,
Clostridium
perfringens,
Staphylococcus aureus, Campylobacter
jejuni, Bacillus cereus, serta beberapa fungi
seperti
Saccharomyces
cerevisiae,
Hansenula anomala, Mucor mucedo, dan
Candida albicans (Sunilson et al., 2009).
Selain bagian rimpang, bagian daun tanaman
kunyit juga memiliki aktivitas antimikroba.
Pada umumnya bagian daun diekstrak untuk
mendapatkan minyaknya. Ekstrak minyak
yang berasal daun tanaman kunyit mampu
menghambat pertumbuhan beberapa jenis
bakteri Gram negatif dan positif serta fungi
(Parveen et al., 2013). Sehingga dapat
dikatakan bahwa rimpang dan daun kunyit
mempunyai aktivitas antimikroba spektrum
luas yang meliputi bakteri Gram negatif dan
positif serta fungi.
Selain memiliki kemampuan sebagai
antimikroba, kunyit memiliki kemampuan
sebagai antioksidan. Kemampuan sebagai
antioksidan dari rimpang kunyit telah banyak
dilaporkan oleh para peneliti. Beberapa
diantaranya ialah ekstrak etanol rimpang
kunyit mempunyai aktivitas antioksidan
dengan menggunakan metode peredaman
radikal bebas. Lebih lanjut dari penelitian
tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol
rimpang
kunyit
memiliki
aktivitas
antioksidan yang paling tinggi dibandingkan
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan September 2014 - Februari 2015
32
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
bertempat di Laboratorium Kimia Bahan
Alam, Puslit Bioteknologi LIPI.
Uji Antimikroba
Uji aktivitas antimikroba dilakukan
dengan metode difusi cakram kertas (Baydar
et al., 2004). Konsentrasi ekstrak yang
digunakan ialah 10.000, 15.000, dan 20.000
ppm. Kontrol positif kloramfenikol 100 ppm
untuk bakteri dan nistatin 100 ppm untuk
fungi dan kontrol negatif berupa pelarut
ekstrak. Cawan Petri kemudian diinkubasi
pada suhu 37°C untuk bakteri dan 30°C
untuk fungi selama 24 jam dan zona bening
yang terbentuk di sekitar cakram kertas
kemudian diukur.
Bahan
Bahan hidup berupa tanaman kunyit
diperoleh dari daerah Cibinong, Bogor, Jawa
Barat yang kemudian dideterminasi di
Herbarium Bogoriense, Puslit Biologi LIPI
sebagai Curcuma longa, isolat bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus,
serta fungi Candida albicans yang
merupakan isolat koleksi Laboratorium
Kimia Bahan Alam, Puslit Bioteknologi
LIPI.
Bahan kimia yang digunakan
meliputi etanol, etil asetat, kloroform,
metanol p.a, NH4OH 25%, HCl, amil
alkohol, eter, asam asetat glasial, asam sulfat
pekat, pereaksi Dragendorff, DPPH, asam
askorbat, kloramfenikol, nistatin dan media
pertumbuhan mikroba Nutrient Broth (NB),
Potato Dextrose Broth (PDB), Nutrient Agar
(NA), Potato Dextrose Agar (PDA).
Uji Aktivitas Antioksidan
Uji aktivitas antioksidan dilakukan
dengan metode peredaman radikal bebas
dengan menggunakan senyawa DPPH (1,1diphenyl-2-picryl hydrazyl) (Tiwari et al.,
2006) dengan modifikasi pada panjang
gelombang dari 515 nm mejadi 517 nm.
Konsentrasi larutan uji sebesar 5, 10, 25, 50,
dan 100 ppm, asam askorbat sebagai
pembanding sebesar 3, 6, 9, 12, dan 15 ppm,
serta DPPH blanko 0,04 mM. Seluruh
sampel larutan uji, blanko dan asam askorbat
diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit.
Serapan seluruh sampel kemudian diukur
pada panjang gelombang 517 nm. Aktivitas
antioksidan dinyatakan dalam persen inhibisi
menggunakan persamaan:
Alat
Penguap hampa putar, pemutar
goyang, spektrofotometer UV-Vis, cawan
petri, neraca analitik, dan pipet mikro.
Cara Kerja
Ekstraksi
Sebagian sampel kunyit dikirim ke
Herbarium Bogoriense, Puslit Biologi LIPI,
Cibinong untuk dideterminasi. Sampel
tanaman
kunyit
lainnya
kemudian
dipisahkan berdasarkan bagian-bagian fase
vegetatifnya meliputi akar, rimpang, batang,
dan daun. Masing-masing bagian kemudian
dipotong kecil-kecil, dijemur di bawah sinar
matahari hingga kering. Sampel yang telah
kering kemudian ditimbang masing-masing
sebanyak 25 g dan dimaserasi dengan etanol
(250 mL) dan etil asetat (250 mL) sebanyak
lima kali secara terpisah. Hasil maserasi
kemudian disaring dan dipekatkan hingga
didapatkan ekstrak kasar etanol dan etil
asetat masing-masing bagian tanaman
kunyit.
Nilai IC50 diperoleh dari analisis probit
menggunakan program SPSS.
Uji Penapisan Fitokimia
Uji penapisan fitokimia (Fransworth,
1966) meliputi uji alkaloid, flavonoid dan
steroid/triterpenoid. Uji alkaloid dilakukan
dengan melembabkan sampel dengan
NH4OH 25% dan kloroform. Filtrat berupa
larutan organik diekstraksi dengan HCl
pekat. Lapisan asam kemudian ditambah
beberapa tetes pereaksi Dragendorff.
Terbentuknya endapan merah bata dengan
pereaksi Dragendorff menunjukkan adanya
alkaloid. Pada uji flavonoid, sampel
dididihkan dalam air selama lima menit lalu
disaring.
Filtrat
yang
terbenetuk
33
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
ditambahkan dengan serbuk magnesium,
HCl pekat dan amil alkohol, dikocok dan
dibiarkan memisah. Adanya senyawa
flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya
warna merah, kuning atau jingga pada
lapisan alkohol. Pada uji senyawa
steroid/triterpenoid,
sampel
dimaserasi
dengan eter, lalu disaring. Filtrat kemudian
diuapkan dalam cawan penguap. Ke dalam
residu ditambahkan asam asetat glasial dan 1
tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya warna
merah, hijau ungu dan akhirnya biru
menunjukkan adanya senyawa steroid/
triterpenoid.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi
Rendemen ekstrak simplisia daun
kunyit mempunyai persentase yang paling
besar dibanding simplisia bagian tanaman
kunyit lainnya baik yang diekstraksi dengan
pelarut etanol maupun etil asetat masingmasing sebesar 26,8 dan 6,04 %. Sedangkan
persentase rendemen terendah terdapat pada
ekstrak etil asetat dan etanol bagian batang
tanaman kunyit yaitu
masing-masing
sebesar 0,44 dan 4,6 % (Tabel 1).
Tabel 1. Rendemen Ekstrak Simplisia Akar, Rimpang, Batang dan Daun Kunyit
Simplisia Bagian
Tanaman Kunyit
Akar
Rimpang
Batang
Daun
Ekstrak Etil Asetat
Bobot (g)
% b/b
0,57
2,28
0,33
1,32
0,11
0,44
1,51
6,04
Ekstrak Etanol
Bobot (g)
% b/b
2,24
8,96
1,94
7,76
1,15
4,6
6,7
26,8
Untuk ekstrak etanol, ekstrak batang dan
rimpang lebih efektif dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Gram negatif E. coli,
sedangkan ekstrak akar lebih efektif terhadap
bakteri Gram positif S. aureus. Ekstrak
etanol dan etil asetat seluruh bagian vegetatif
tanaman
kunyit
memiliki
aktivitas
antimikroba. Hal ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya yang melaporkan
bahwa ekstrak etanol rimpang dan daun serta
ekstrak etil asetat rimpang tanaman kunyit
memiliki aktivitas antimikroba (Arutselvi et
al., 2012; Asimi et al., 2013). Ekstrak etil
asetat
cenderung
memiliki
aktivitas
antimikroba terhadap mikroba uji yang lebih
baik dibandingkan dengan ekstrak etanol.
Fratianni et al. (2013) melaporkan bahwa
ekstrak etil asetat dari tanaman Hypericum
connatum memiliki aktivitas antimikroba
yang lebih baik terhadap bakteri S. aureus
dan E. coli dibandingkan dengan ekstrak
etanol.
Ekstrak etil asetat dan etanol setiap
bagian
tanaman
kunyit
cenderung
mempunyai kemampuan antibakteri yang
lebih besar dibanding dengan kemampuan
antifungi. Hasil ini sejalan dengan penelitian
Pattaratanawadee et al. (2006) yang juga
Uji Aktivitas Antimikroba
Ekstrak etil asetat seluruh bagian
tanaman kunyit mempunyai aktivitas
penghambatan terhadap semua mikroba uji.
Ekstrak etanol semua bagian tanaman kunyit
tidak memiliki aktivitas penghambatan
terhadap C. albicans, sedangkan ekstrak
etanol daun kunyit tidak memiliki aktivitas
penghambatan terhadap seluruh mikroba uji
(Tabel 2). Terdapat hubungan yang searah
antara konsentrasi ekstrak dengan diameter
zona hambat, dimana semakin tinggi
konsentrasi ekstrak, diameter daya hambat
yang terbentuk akan semakin besar.
Selain itu, terdapat hal yang menarik
dari hasil uji antimikroba, dimana pada
ekstrak etil asetat rimpang memiliki aktivitas
antimikroba yang masih dibawah semua
ekstrak bagian tanaman kunyit lainnya.
Walaupun demikian, ekstrak etanol rimpang
memiliki aktivitas antimikroba yang paling
tinggi diantara ekstrak etanol bagian
tanaman kunyit lainnya. Untuk ekstrak etil
asetat, ekstrak daun dan batang kunyit lebih
efektif dalam menghambat pertumbuhan
bakteri Gram
positif
S.
aureus,
sedangkan ekstrak rimpang dan akar lebih
efektif terhadap bakteri Gram negatif E. coli.
34
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
telah melaporkan bahwa ekstrak etanol
rimpang kunyit lebih efektif dalam
menghambat bakteri penyebab kebusukan
dibandingkan dengan fungi. Demikian pula
dengan kemampuan dalam menghambat
pertumbuhan bakteri, seluruh ekstrak lebih
mampu menghambat pertumbuhan S. aureus
yang merupakan bakteri Gram positif
dibandingkan dengan E. coli
yang
merupakan bakteri Gram negatif. Hasil
serupa juga didapatkan pada penelitian
Schelz et al. (2010) yang melaporkan
bakteri Gram negatif lebih resisten terhadap
minyak atsiri dari tanaman rempah. Hal ini
Tabel 2.
karena struktur dinding sel bakteri Gram
negatif lebih kompleks dibandingkan dengan
Gram positif (Antunes et al., 2012). Dinding
sel bakteri Gram negatif memiliki
konsentrasi lipid yang tinggi sebagai lapisan
penghalang yang membuat bakteri ini lebih
resisten terhadap senyawa kimia yang
memiliki daya difusi rendah (Hanouda &
Baker, 2000). Sedangkan pada bakteri Gram
positif, senyawa antibakteri lebih mudah
melintasi
dinding sel karena hanya
mengandung peptidoglikan dan membran
luar yang lebih tipis (Lambert et al., 2001).
Aktivitas antimikroba dari ekstrak etanol dan etil asetat seluruh bagian tanaman
kunyit
Ekstrak
Daun etil asetat
Konsentrasi
(ppm)
10.000
15.000
20.000
Diameter penghambatan (mm)
E. coli
S. aureus
C. albicans
6
13
8
8
14
10
10
16
12
Daun etanol
10.000
15.000
20.000
-
-
-
Batang etil asetat
10.000
15.000
20.000
8
10
12
12
14
16
4
7
10
Batang etanol
10.000
15.000
20.000
5
6
7
3
4
5
-
Rimpang etil asetat
10.000
15.000
20.000
5
7
9
6
7
8
2
3
4
Rimpang etanol
10.000
15.000
20.000
7
8
9
6
7
8
-
Akar etil asetat
10.000
15.000
20.000
7
10
12
6
9
12
1
3
4
Akar etanol
10.000
15.000
20.000
3
4
6
5
6
7
-
100
100
14
-
17
-
14
-
Nistatin
Kloramfenikol
Etil asetat
Etanol
35
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
Pada
penelitian
sebelumnya
tentang aktivitas antimikroba bagian
tanaman kunyit, masih sebatas pada
bagian rimpang dan daunnya saja. Ekstrak
rimpang kunyit mampu menghambat
pertumbuhan bakteri dan fungi (Sunilson
et al., 2009). Demikian pula ekstrak daun
kunyit mampu menghambat pertumbuhan
beberapa galur bakteri (Mazumder et al.,
2000). Aktivitas antimikroba dari tanaman
yang biasa dijadikan bumbu masakan yang
umum digunakan seperti kunyit dapat
dijadikan acuan dalam penggunaannya
seperti pengawetan bahan mentah maupun
olahan, farmasetikal, pengobatan alternatif
dan terapi alami (Lis-Balcin & Deans,
1997). Kemampuan antimikroba dari
ekstrak tanaman kunyit dapat juga
Tabel 3.
dijadikan sebagai pengawet alami dalam
mencegah kerusakan makanan akibat
aktivitas mikroba (Panpatil et al., 2013).
Uji Aktivitas Antioksidan
Hasil
pengujian
aktivitas
antioksidan menunjukkan bahwa seluruh
ekstrak bagian tanaman kunyit memiliki
aktivitas antioksidan (Tabel 3). Hasil uji
aktivitas antioksidan juga menunjukkan
bahwa ekstrak etil asetat rimpang kunyit
menghasilkan aktivitas antioksidan terbaik
dengan IC50 sebesar 20,42 ppm. Secara
keseluruhan, aktivitas antioksidan sampel
masih sangat jauh dibawah kontrol positif
yaitu vitamin C (asam askorbat) yang
memiliki nilai IC50 sebesar 3,99 ppm.
Aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol dan etil asetat seluruh bagian tanaman
kunyit
Simplisia bagian
tanaman kunyit
Akar
Konsentrasi
(ppm)
5
10
25
50
100
Ekstrak etanol
Inhibisi (%)
IC50
8,29
21,53
38,49
31,79 ppm
93,81
94,06
Rimpang
5
10
25
50
100
9,28
14,48
27,85
56,93
89,73
Batang
5
10
25
50
100
5,94
9,78
35,52
69,80
92,70
Daun
5
10
25
50
100
Vitamin C
(dalam metanol)
3
6
9
12
15
Ekstrak etil asetat
Inhibisi (%)
IC50
8,54
17,57
45,05
32,73 ppm
85,89
94,93
48,33 ppm
19,18
41,46
64,73
88,37
92,45
20,42 ppm
42,56 ppm
5,57
13,74
46,16
76,73
93,56
37,11 ppm
5,69
16,21
32,67
63,49
89,11
45,94 ppm
12,99
13,24
30,94
69,80
82,67
47,17 ppm
31,68
74,26
94,93
96,16
96,29
3,99 ppm
36
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
Penelitian tentang tanaman yang
biasa digunakan sebagai bumbu masakan
pada beberapa tahun ini lebih difokuskan
untuk mengetahui kemampuannya di bidang
kesehatan
meliputi
antioksidan,
antimutagenik, dan antikarsinogenik. Hal ini
karena tanaman tersebut, salah satunya
kunyit, dapat melindungi tubuh manusia
terhadap reaksi oksidasi seluler, infeksi
bakteri, dan kelainan yang menyangkut
metabolisme tubuh (Panpatil et al., 2013).
Metode perendaman senyawa DPPH
merupakan pengujian yang mudah, cepat dan
dapat dipertanggungjawabkan untuk menguji
aktivitas antioksidan (Suhaj, 2006). Senyawa
antioksidan yang ada kemudian merombak
senyawa radikal dengan cara memberikan
atom hidrogen atau elektron dan menangkap
senyawa radikal bebas sehingga terbentuk
senyawa non radikal (Stoilova et al., 2007).
Akibat aktivitas tersebut, senyawa DPPH
yang berwarna ungu akan dirombak menjadi
senyawa α,α-diphenyl-β-picrylhydrazyl yang
berwarna kuning (Akowuah et al., 2005).
Seluruh ekstrak etanol dan atilasetat bagian
tanaman kunyit mempunyai aktivitas
antioksidan yang tergolong kuat. Hal ini
memperkuat sekaligus memperluas cakupan
penelitian sebelumnya yang masih terbatas
pada ekstrak rimpang dan daun kunyit yang
memiliki
aktivitas
antioksidan
dan
penghambatan tyrosinase (Chan et al., 2008).
Rimpang tanaman kunyit merupakan
bagian yang sering digunakan dalam
pengobatan tradisional di masyarakat.
Tanaman menghasilkan senyawa antioksidan
dalam jumlah yang besar seperti karotenoid,
flavonoid, asam benzoat, asam askorbat,
tokoferol untuk mencegah terjadinya
oksidasi substrat (Samsudin & Panigoro,
2013). Mengkonsumsi tanaman rempah
termasuk kunyit akan berdampak baik dalam
usaha pencegahan beberapa penyakit kronis
seperti penyakit kardiovaskular, kanker, dan
inflamasi (Hossain et al., 2008).
Penelitian tentang tanaman kunyit
sebagai antimikroba dan antioksidan
cenderung menggunakan minyak atsirinya
(Negi et al., 1999; Naz et al., 2010; Antunes
et al., 2012). Akan tetapi beberapa minyak
atsiri yang beredar di pasaran ternyata hanya
memiliki aktivitas antioksidan saja seperti
yang telah dilaporkan oleh Antunes et al.
(2012). Lebih lanjut, dalam penelitian
tersebut aktivitas antimikroba didapatkan
setelah penambahan asam askorbat. Oleh
karena itu penelitian ini mempunyai
keunggulan karena ekstrak etil asetat dan
etanol seluruh bagian tanaman kunyit
memiliki
aktivitas
antioksidan
dan
antimikroba sekaligus.
Uji Penapisan Fitokimia
Hasil penapisan fitokimia yang
dilakukan, ekstrak etanol dan etil asetat daun
tidak menunjukkan adanya senyawa
flavonoid (Tabel 4). Flavonoid terdeteksi
pada ekstrak etanol maupun etil asetat akar,
rimpang, dan batang, namun tidak ada pada
daun. Alkaloid tidak terdeteksi pada semua
sampel,
sedangkan
steroid/triterpenoid
terdeteksi pada semua sampel. Hasil uji
penapisan fitokimia menunjukkan secara
keseluruhan bahwa ekstrak etanol dan etil
asetat masing-masing bagian tanaman kunyit
megandung senyawa kimia golongan
flavonoid dan steroid/triterpenoid.
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan,
ekstrak etanol dan etil asetat daun tidak
menunjukkan adanya senyawa flavonoid.
Oleh karena itu pada ekstrak etanol maupun
etil asetat daun kunyit mempunyai aktivitas
antioksidan yang paling rendah diantara
ekstrak lainnya. Hal ini karena flavonoid
mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi
(Ghasemzadeh et al., 2012). Namun
demikian, penelitian ini masih sejalan
dengan
penelitian
sebelumnya
yang
melaporkan bahwa ekstrak etanol daun
kunyit memiliki aktivitas antioksidan
(Arutselvi et al., 2012). Flavonoid golongan
kaempferol dan rutin dalam tanaman kunyit
mempuyai
aktivitas
antioksidan
(Ghasemzadeh et al., 2012). Kandungan
flavonoid dalam kunyit juga mampu
menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus,
E. coli dan Klebsiella sp. (Chhetri et al.
2008). Golongan steroid dan terpenoid dalam
ekstrak etanol rimpang kunyit mampu
menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus
37
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
dan Enterobacter faecalis (Viji et al., 2013).
Steroid/triterpenoid juga terdeteksi pada
sampel rimpang kunyit yang mempunyai
aktivitas antioksidan tinggi (Samsudin &
Panigoro, 2013).
Tabel 4. Penapisan fitokimia ekstrak simplisia akar, rimpang, batang dan daun kunyit
Simplisia bagian
tanaman kunyit
Akar
Rimpang
Batang
Daun
etanol
+
+
+
-
flavonoid
etil asetat
+
+
+
-
etanol
-
Alkaloid
etil asetat
-
Steroid/ triterpenoid
etanol
etil asetat
+
+
+
+
+
+
+
+
Keterangan: (+) terdeteksi; (-) tidak terdeteksi
Adanya
kandungan
beberapa
senyawa kimia dalam ekstrak kasar
mengakibatkan senyawa kimia tersebut dapat
memliki mekanisme yang beragam dalam
menghambat
pertumbuhan
mikroba.
Senyawa kimia dalam kunyit dapat juga
menyerang bakteri uji dengan cara perusakan
dinding sel, membran sitoplasma, protein,
kebocoran sel, dan penggumpalan sitoplasma
(Burt, 2004). Sedangkan senyawa kimia
dalam ekstrak kasar kunyit mempunyai
beberapa
kemungkinan
mekanisme
penghambatan pertumbuhan fungi. Beberapa
diantaranya ialah dengan merusak morfologi
hifa yang dapat menyebabkan kerusakan sel,
perusakan dinding sel, membran plasma,
mitokondria, kebocoran sitoplasma, dan
pelipatan membran inti (Rasooli et al.,
2005).
Adanya aktivitas antimikroba dan
antioksidan ekstrak etanol dan etil asetat
akar, rimpang, batang, dan daun kunyit
diharapkan lebih banyak lagi penelitian
untuk mengeksplorasi seluruh bagian
tanaman kunyit selain rimpang. Sehingga
akan lebih banyak lagi manfaat yang dapat
diambil dari seluruh bagian tanaman kunyit
selain rimpang untuk digunakan sebagai
sumber bahan obat alami maupun manfaat
lainnya.
batang terhadap S. aureus, ekstrak etil asetat
batang dan akar terhadap E. coli, dan ekstrak
etil asetat daun terhadap C. albicans.
Sedangkan aktivitas antioksidan terbaik ialah
ekstrak etil asetat rimpang kunyit.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut tentang potensi ekstrak air yang lebih
aman dan murah untuk dikembangkan dalam
skala industri serta kajian mendalam tentang
mekanisme
kerja
antimikroba
dan
antioksidan.
DAFTAR PUSTAKA
Akowuah, G.A, Ismail, Z., Norhayati, I. and
Sadikun, A. 2005. The effects of
different extraction solventas of
varying polarities of polyphenols of
Orthosiphon
stamineus
and
evaluation of the free radicalscavenging activity. Food Chemistry.
93 (2): 311-317.
Antunes, S.A., Robazza, W.S., Schittler, L.
and Gomes, G.A. 2012. Synergistic
and antimicrobial properties of
commercial
turmeric
(Curcuma
longa)
essential
oil
against
pathogenic bacteria. Ciencia e
Tecnologia de Alimentos. 32 (3): 525530.
Arutselvi,
R.,
Balasaravanan,
T.,
Ponmurugan, P., Saranji, N.M. and
Suresh, P. 2012. Phytochemical
screening and comparative study of
antimicrobial activity of leaves and
rhizomes of turmeric varieties. Asian
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak etanol dan etil asetat daun,
batang, rimpang dan akar tanaman kunyit
mempunyai aktivitas antimikroba dan
antioksidan. Aktivitas antimikroba tertinggi
terdapat pada ekstrak etil asetat daun dan
38
Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164
Journal of Plant Science and
Research. 2 (2): 212-219.
Asimi, O.A., Sahu, N.P. and Pal, A.K. 2013.
Antioxidant
activity
and
antimicrobial property of some Indian
spices. International Journal of
Scientific and Research Publications.
3 (3): 1-8.
Baydar, H., Sagdic, O., Ozkan, G. and
Karadogan, T. 2004. Antibacterial
activity and composition of essential
oil from Origanam, Thymbra and
Satureja species with commercial
importance in Turkey. Food Control.
15 (3): 169-172.
Burt, S. 2004. Essential oils: their
antibacterial properties and potential
applications in foods-a review.
International Journal of Food
Microbiology. 94 (3): 223-253.
Chan, E.W.C., Lim, Y.Y., Wong, L.F.,
Lianto, F.S., Wong, S.K., Lim, K.K.,
Joe, C.E. and Lim, T.Y. 2008.
Antioxidant and tyrosinase inhibition
properties of leaves and rhizome of
ginger species. Food Chemistry. 109
(3): 477-483.
Chhetri, H.P., Yogol, N.S., Sherchan, J.,
Anupa, K.C., Mansoor, S. and Thapa,
P.
2008.
Phytochemical
and
antimicrobial evaluations of some
medicinal
plants
of
Nepal.
Khatmandu University Journal of
Science,
Engineering
and
Technology. 1 (5): 49-54.
Fransworth, N.R. 1966. Biological and
phytochemical screening of plants.
Journal of Pharmaceutical Science.
55 (3): 225-276.
Fratianni, F., Nazzaro, F., Marandino, A.,
Fusco, M.R., Coppola, R., De Feo, V.
and De Martino, L. 2013.Biochemical
composition, antimicrobial activities,
and anti-quorum-sensing activities of
ethanol and ethyl acetate extracts
from Hypericum connatum Lam.
(Guttiferae). Journal of Medical
Food. 16 (5): 454-459.
Ghasemzadeh, A., Azarifar, M., Soroodi, O.
and Jaafar, H.Z.E. 2012. Flavonoid
compounds and their antioxidant
activity in extract of some tropical
plants. Journal of Medicinal Plants
Research. 6 (13): 2639-2643.
Hanouda, T. and Baker, J.R. 2000.
Antimicrobial mechanism of action
of surfactant lipid preparation in
enteric gram negative bacilli. Journal
of Applied Microbiology. 89 (3): 397403.
Hossain, M.B., Brunton, N.P., Barry-Ryan,
C.,
Martin-Diana,
A.B.
and
Wilkinson, M. 2008. Antioxidant
activity of spices extracts and
phenolics in comparison to synthetic
antioxidants. Rasayan Journal of
Chemistry. 1 (4): 751-756.
Lambert, R.J.W., Skandamis, P.N., Coote,
P.J. and Nychas, G.J.E. 2001. A study
of
the
minimum
inhibitory
concentration and mode of action of
oregano essential oil, thymol and
carvacrol. Journal of Applied
Microbiology. 91 (3): 453-462.
Lis-Balcin, M. and Deans, S.G. 1997.
Bioactivity of selected plant essential
oils againts Listeria monocytogenes.
Journal of Application Microbiology.
82 (6): 759-762
Mazumder R, Mediratta T, Mondal SC and
Mazumder A. 2000. Antimicrobial
potency of the leaf-stalk extract of
Curcuma longa (LINN). Ancient
Science of Life. 20 (1-2): 92-96.
Nahak, G. and Sahu, R.K. 2011. Evaluation
of antioxidant activity in ethanolic
extracts of five curcuma species.
International Research Journal of
Pharmacy. 2 (12): 243-248.
Naz, S., Jabeen, S., Ilyas, S., Manzoor, F.,
Aslam, F. and Ali, A. 2010.
Antibacterial activity of Curcuma
longa varieties against different
strains of bacteria. Pakistan Journal
of Botany. 42 (1): 455-462.
Negi, P.S., Jayaprakasha, G.K., Rao, L.J.M.
and
Sakariah,
K.K.
1999.
Antibacterial activity of turmeric oil:
a by product from curcumin
manufacture. Journal of Agricultural
39
Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
and Food Chemistry. 47 (10): 42974300.
Panpatil, V.V., Tattari, S., Kota, N.,
Ningulkar, C. and Polasa, K. 2013. In
vitro evaluation on antioxidant and
antimicrobial activity of spice
extracts of ginger, turmeric and
garlic. Journal of Pharmacognosy
and Phytochemistry. 2 (3): 143-148.
Parveen, Z., Nawaz, S., Siddique, S. and
Shahzad, K. 2013. Composition and
antimicrobial activity of the essential
oil from leaves of Curcuma longa L.
kasur variety. Indian Journal of
Pharmaceutical Sciences. 75 (1):
117-122.
Pattaratanawadee, E., Rachtanapun, C.,
Wanchaitanawong,
P.
and
Mahakarnchanakul.
2006.
Antimicrobial activity of spice
extracts against pathogenic and
spoilage microorganisms. Kasetsart
Journal: Natural Science. 40 (5):
159-165.
Rasooli, I., Rezaei, M.B. and Allameh, A.
2006.
Growth
inhibition
and
morphological
alterations
of
Aspergillus niger by essential oils
from Thymus eriocalyx and Thymus
x-porlock. Food Control. 17 (5): 359364.
Samsudin, S. and Panigoro, R. 2013.
Comparison of antioxidant activity
between decoction of dried Curcuma
longa L., and Curcuma xanthorrhiza
Roxb.
rhizomes.
International
Journal
of
Research
in
Phytochemistry Pharmacology. 3 (1):
27-30.
Schelz, Z., Hohmann, J. and Molnar, J. 2010.
Recent advances in research of
antimicrobial effects of essential oils
and plant derived compounds on
bacteria. Ethnomedicine: A source of
complementary therapeutics (ed.
Chattopadhyay D). 179-201.
Stoilova, I., Krastanov, A., Stoyanova, A.,
Denev, P. and Gargova, S. 2007.
Antioxidant activity of a ginger
extracts (Zingiber officinale). Food
Chemistry. 102 (3): 764-770.
Suhaj, M. 2006. Spice antioxidants isolation
and their antiradical activity: a
review. Journal of Food Composition
and Analysis. 19 (6-7): 531-537.
Sunilson, J.A.J., Suraj, R., Rejitha, G.,
Anandarajagopal,
K.,
Kumari,
A.V.A.G. and Promwichit, P. 2009.
In vitro antimicrobial evaluation of
Zingiber officinale, Curcuma longa
and Alpinia galanga extracts as
natural food preservatives. American
Journal of Food Technology. 4 (5):
192-200.
Tiwari, V., Shanker, R., Srivastava, J. and
Vanker, P.S. 2006. Change in
antioxidant activity of spices-turmeric
and ginger on heat treatment.
Electronic Journal of Environmental,
Agriculture and Food Chemistry. 5
(2): 1313-1317.
Viji, G.S., Vasanthe, B. and Saresh, K. 2013.
Screening and antibacterial activity
analysis of some important medicinal
plants. International Journal of
Innovation and Applied Studies. 2
(2): 146-152.
Yan, S.W. and Asmah, R. 2010. Comparison
of total phenolic contents and
antioxidant activities of turmeric leaf,
pandan leaf and torch ginger flower.
International Food Research Journal.
17 (2): 411-423.
40
UCAPAN TERIMA KASIH
Dewan redaksi Jurnal Fitofarmaka menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada mitra bestari:
Prof. Dr. Ajeng Diantini, M.S. Apt. (Universitas Padjadjaran)
Dr. Jutti Levita, M.Si. Apt. (Universitas Padjadjaran)
Dr. Ilma Nugrahani, Apt. (Institut Teknologi Bandung)
Dr. Aprilita Rina Yanti Eff, M.Biomed, Apt. (Universitas Esa Unggul)
Dra. Hernani, M.Sc. (Balai Besar Penelitian & Pengembangan Pasca Panen Pertanian)
Kami mengucapkan terima kasih atas kontribusi yang telah diberikan dalam membantu
kelancaran penerbitan Jurnal Fitofarmaka volume 5 nomor 1 Juni 2015.
Bogor, Juni 2015
Dewan Redaksi
PANDUAN PENULISAN JURNAL
Jurnal Fitofarmaka menerima tulisan ilmiah berupa hasil penelitian, review jurnal,
laporan penelitian dan laporan kasus yang berkaitan dengan bidang kefarmasian. Naskah
diutamakan yang belum pernah diterbitkan di media lain, baik cetak maupun elektronik. Jika
sudah pernah disampaikan dalam suatu pertemuan ilmiah hendaknya diberi keterangan yang
jelas mengenai nama, tempat, dan tanggal berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah
berupa ketikan asli ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan abstrak bahasi Inggris.
Sistematika penulisan adalah sebagai berikut :
Setting halaman adalah 1 kolom dengan 2 spasi, pada kertas HVS A4 dengan margin atas 4
cm, bawah 3 cm, kiri 4 cm, kanan 3 cm, maksimal 15 halaman sudah termasuk gambar/foto
atau tabel. Panjang naskah maksimal 3000-5000 kata dengan huruf Times New Roman font
12.
1. Halaman Judul : berisi judul artikel dengan jumlah kata maksimal 14 kata, nama penulis
(tanpa gelar), dan institusi/ alamat tempat bekerja dari masing-masing penulis, dengan
alamat e-mail untuk korespondesi (corresponding author).
2. Abstrak : abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan jumlah kata
maksimal 250 kata. Abstrak ditulis dengan ringkas dan jelas yang mencakup
pendahuluan, metode, hasil, pembahasan dan simpulan dari penelitian dilengkapi dengan
2-5 kata kunci.
3. Pendahuluan: berisi tentang informasi mengenai latar belakang yang relevan dengan
tujuan penelitian.
4. Metode Penelitian: menguraikan bahan, alat dan cara kerja yang digunakan.
5. Hasil dan Pembahasan: dipresentaskan dengan format yang mudah dimengerti dalam
bentuk gambar 2D maupun tabel. Tabel harus utuh, jelas terbaca, dibuat dengan format
tabel pada Microsoft Words diletakkan simetris di tengah area pengetikan, diberi nomor
sesuai urutan penyajian (Tabel 1, dst.), tanpa garis batas kanan atau kiri. Gambar harus
diberi nomor sesuai urutan penyajian (Gambar 1, dst.). Pembahasan pada artikel
penelitian dilakukan terhadap hasil yang diperoleh dan dikorelasikan dengan studi lain
yang relevan. Diskusi difokuskan pada hasil utama penelitian. Keterbatasan penelitian
dan dampak hasil penelitian dijelaskan dengan rinci. Penulis harus menjelaskan mengenai
keterbatasan dan rekomendasi penangannan yang mendukung referensi.
6. Simpulan: simpulan berhubungan dengan tujuan penelitian. Saran penelitian diberikan
untuk merekomendasikan penanganan bila ada keterbatasan penelitaian.
7. Ucapan Terima Kasih: bila ada, tidak menggunakan singkatan.
8. Daftar Pustaka: pustaka ditulis sesuai sistem Harvard Referencing Standard. Sebanyak
80% pustaka yang digunakan merupakan pustaka primer dan terbitan 10 tahun terakhir.
Contoh penulisan daftar pustaka rujukan sebagai berikut:
a. Buku
[1] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).
Tahun publikasi. Judul buku dicetak miring. Edisi, Penerbit. Tempat Publikasi.
Contoh:
O’Brien, J.A. dan. J.M. Marakas. 2011. Management Information Systems.
Edisi 10. McGraw-Hill. New York-USA.
b. Artikel Jurnal
[2] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).
Tahun publikasi. Judul artikel. Nama jurnal dicetak miring. Vol (Nomor): Rentang
Halaman.
Contoh:
Cartlidge, J. 2012. Crossing boundaries: Using fact and fiction in adult learning.
The Journal of Artistic and Creative Education. 6 (1): 94-111.
c. Prosiding Seminar/Konferensi
[3] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).
Tahun publikasi. Judul artikel. Nama konferensi. Tanggal, Bulan dan Tahun,
Kota, Negara. Halaman.
Contoh:
Michael, R. 2011. Integrating innovation into enterprise architecture
management. Proceeding on Tenth International Conference on WirtschaftsInformatik. 16-18. February 2011, Zurich, Swis. Hal. 776-786.
d. Tesis atau Disertasi Computationally Intensive Approaches to Inference in NeoNormal Linear Models: Ph.D. thesis, CUT Western Australia
[4] Penulis (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul. Skripsi,
Tesis, atau Disertasi. Universitas.
Contoh:
Soegandhi. 2009. Aplikasi model kebangkrutan pada perusahaan daerah di Jawa
Timur. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Joyonegoro, Surabaya.
e. Sumber Rujukan dari Website
[5] Penulis. Tahun. Judul. Alamat Uniform Resources Locator (URL). Tanggal
Diakses.
Contoh:
Ahmed, S. dan A. Zlate. Capital flows to emerging market economies: A brave
new world?. http://www.federalreserve.gov/pubs/ifdp/2013/1081/ifdp1081.pdf.
Diakses tanggal 18 Juni 2011.
FORMULIR BERLANGANAN / PEMBELIAN
JURNAL FITOFARMAKA
Jl. Pakuan PO BOX 452, Telp/Fax. (0251)8375547
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: .................................................................................................................
Institusi
: .................................................................................................................
Alamat
: .................................................................................................................
.................................................................................................................
Telepon/Fax : .................................................................................................................
Ingin menjadi pelanggan/ pembeli Jurnal Fitofarmaka selama …….. tahun,
dimulai dari Vol…… No......... tahun ……. sampai Vol......... No. …… tahun ……..
Untuk administrasi berlangganan, dapat menghubungi email kami [email protected].
………………., ………………………….
Pelanggan,
…………………………………………....
(Tanda tangan dan nama terang)
CATATAN:
1.
2.
Biaya berlanggan selama 1(satu) tahun (2 kali
penerbitan), sebesar Rp. 150. 000,- ditambah
ongkos kirim 20%.
Mohon diisi dengan lengkap dan dikirim/ fax/ e-mail
ke alamat tersebut di atas beserta bukti transfer.
Download