Sekilas Tentang Jurnal Fitofarmaka Jurnal Fitofarmaka merupakan media untuk mempublikasikan tulisan asli yang berkaitan dengan ilmu farmasi khususnya bahan alam. Diterbitkan secara elektronik dan cetak dengan frekuensi dua kali dalam setahun yaitu Juni dan Desember. Juranl Fitofarmaka dapat mengakomodasi tulisan ilmiah yang dapat menjadi panduan dan literatur dalam bidang bahan alam. Tulisan ilmiah dapat berupa hasil penelitian mutakhir (paling lama 5 tahun yang lalu), ulasan (review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori penelitian meliputi: a. Analisis Farmasi b. Kimia Bahan Alam c. Farmakologi dan Toksikologi d. Etnofarmakologi e. Kimia Medisinal f. Biologi Molekuler dan Bioteknologi g. Farmakoterapi h. Farmasi Klinik i. Farmasetika dan Teknologi Farmasi j. Biologi Farmasi Tulisan yang telah diterima akan di review oleh editor dan mitra bestari yang sesuai dengan bidangnya. JURNAL FITOFARMAKA Dewan Redaksi Ketua Dewan Redaksi drh. Min Rahminiwati, M.S., PhD. (Pusat Studi Biofarmaka LPPM Institut Pertanian Bogor) Anggota Dewan Redaksi Dr Tri Panji, M.S. (Puslit Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia) Dr. Eli Halimah, M.Si. Apt. (Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran) Dr. Ir. Akhmad Endang Zainal Hasan, M.Si. (Biokimia FMIPA Institut Pertanian Bogor) Dr. Ietje Wientarsih, M.Sc., Apt., (Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor) Dr. Sata Yoshita Srie Rahayu, M.Si. (Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Pakuan) Siti Sa’diah M.Si, Apt. (Fakultas Kedokteran Hewan / Pusat Studi Biofarmaka LPPM Institut Pertanian Bogor) Drs. Almasyhuri , M.Si. , Apt. (Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Kemenkes) Bustanussalam, M.Si. (Puslit Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) JURNAL FITOFARMAKA ISSN:2087-9164, Vol.5,No.1, Juni 2015 DAFTAR ISI PEMBUATAN FLAKES UBI KAYU (Manihot esculenta) SEBAGAI PENGGANTI SARAPAN YANG BERPOTENSI ANTIOKSIDAN………………………….……. 1 – 9 Eka Herlina, Farida Nuraeni AKTIVITAS ESTROGENIK EKSTRAK ETANOL 70% HERBA KEMANGI (Ocimum americanum L.) PADA TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus) PREMENOPAUSE………………………………………………………………………… 10 – 18 E.Mulyati Effendi, Hera Maheshwari, Mega Listya M.I UJI EFEK TONIK EKSTRAK ETANOL HERBA PEGAGAN (Centella asiatica (L). Urb) PADA MENCIT JANTAN BALB/C…………………………………………………. 19 - 23 Rini Prastiwi, R.Tjahyadi, Chusun AKTIVITAS INHIBISI ENZIM α-GLUKOSIDASE EKSTRAK AIR DAN ETANOL UMBI LAPIS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum)……………………………….... 24 – 30 Sitaresmi Yuningtyas, Dian Setiawati Artianti AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK BEBERAPA BAGIAN TANAMAN KUNYIT (Curcuma longa)……………………………………………. 31 – 40 Eris Septiana,Partomuan Simanjuntak Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 FORMULASI FLAKES UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PENGGANTI SARAPAN YANG BERPOTENSI ANTIOKSIDAN Eka Herlina, Farida Nuraeni Program Studi Kimia FMIPA Universitas Pakuan Bogor Email : [email protected] ABSTRAK Diversifikasi produk pangan merupakan salah satu cara untuk menunjang ketahanan pangan. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) dapat digunakan sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras yang diolah menjadi flakes. Salah satu komponen bioaktif pada ubi kayu yaitu skopoletin suatu senyawa fenolik yang mempunyai aktivitas antioksidan. Penelitian ini dilakukan dengan cara mensubstitusi tepung ubi kayu pada pembuatan flakes ubi kayu menggunakan tepung kacang merah dengan berbagai perbandingan tepung ubi kayu : tepung kacang merah yaitu 5:0, 4:1, 3:2, 2:3 dan 1:4. Produk olahan dianalisis kandungan vitamin C, A, E, tingkat penerimaan dengan uji organoleptik dan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Analisis kadar vitamin C menggunakan metode spektrofotometri, sedangkan vitamin A dan E dengan metode HPLC. Hasil penelitian menunjukkan flakes ubi kayu dengan penambahan tepung kacang merah pada formula flakes 3:2 merupakan formulasi yang lebih disukai oleh panelis, dengan kandungan vitamin C 5,23 ppm, vitamin A 166,05 IU/100 gram, nilai IC50 397,06 ppm, dan tidak mengandung vitamin E. Kata kunci: Flakes, ubi kayu, kacang merah, antioksidan FORMULATION OF CASSAVA (Manihot esculenta Crantz) FLAKES AS BREAKFAST SUBSTITUTE WITH ANTIOXIDANT POTENTIAL ABSTRACT Food product diversification is one way to support food security. Cassava (Manihot esculenta Crantz) can be used as an alternative substituted food stuffs rice is processed into flakes. One of the active ingredient in cassava such as scopoletin which is a phenolic compound used as antioxidant activity.This research was done by substituting cassava flour in manufacture of cassava flakes used red beans flour in ratio concentration cassava flour : red beans flour 5:0, 4:1, 3:2, 2:3 and 1:4. The process products tested vitamin C, A, E content, acceptance level of organoleptic test and antioxidant activity used DPPH (1,1diphenyl-2-picryl-hydrazyl). Analysis of vitamin C content used spectrophotometric method, while vitamins A and E by HPLC method. Tesr results of cassava flakes subtituted with red bean flour showed that the respondents are hedonic like 3:1 formula, with vitamin C content was 5.23 ppm, vitamin A 166,05 IU/100 grams, IC50 value 397,06 ppm, and no vitamin E content. Key words: Flakes, cassava, red bean, antioxidant singkong. Ubi kayu termasuk tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan secara tradisional di Indonesia dan sudah dikenal luas di masyarakat. Selain sebagai bahan pangan, ubi kayu juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam termasuk tanaman berkhasiat. Salah satu yang sering digunakan adalah ubi kayu (Mannihot esculenta Crantz) atau sering disebut 1 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 pakan ternak. Ubi kayu mengandung fosfor, karbohidrat, kalsium, vitamin C, protein, zat besi, lemak dan vitamin B1 (Haryanto, 2009). Fenomena pangan fungsional telah menghadirkan paradigma baru bagi perkembangan ilmu dan teknologi pangan, yaitu dilakukannya berbagai modifikasi produk olahan pangan menuju sifat fungsional. Pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun yang telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2001). Saat ini telah banyak dipopulerkan bahan pangan yang dapat mempunyai fungsi fisiologis tertentu di dalam tubuh, misalnya untuk antioksidan, menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar kolesterol, menurunkan kadar gula darah, juga dapat meningkatkan penyerapan kalsium. Ubi kayu dapat digunakan sebagai bahan baku pangan fungsional, karena mengandung skopoletin suatu komponen bioaktif yang mempunyai fungsi fisiologis bagi kesehatan. Ubi kayu varietas Manggu memiliki kadar skopoletin yaitu 16,550 mg/kg bobot kering dan pada tepung ubi kayu menggunakan cara penyawutan menghasilkan skopoletin tertinggi yaitu 6,940 mg/kg (Ramadhan, 2011). Senyawa skopoletin (6-metoksi-7hidroksi kumarin) termasuk dalam golongan fenolik turunan kumarin yang berkhasiat sebagai antidiabetes, antidiare dan antikanker (Malik et al., 2011). Khasiat sebagai antihipertensi dengan cara memperlebar saluran pembuluh darah yang mengalami penyempitan dan melancarkan peredaran darah. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit degeneratif akibat radikal bebas sehingga diperlukan antioksidan untuk mencegah penyakit degeneratif. Produk olahan flakes merupakan makanan ringan untuk sarapan (breakfast cereal) yang banyak digemari oleh anak usia tumbuh karena rasanya yang renyah dan gurih. Teknologi pembuatan makanan ringan telah banyak dilakukan (Matz, 1976). Flakes termasuk jenis kue kering, hanya komposisi bahannya lebih sederhana. Flakes dengan formulasi sorgum (Sorghum spp.) dan jawawut (Setaria italic) mengandung total polifenol (16-58 mg ekivalen asam galat /100 g), menghasilkan aktivitas antioksidan yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai makanan fungsional (Itagi et al., 2012). Flakes dari tepung komposit (tepung jagung 70%, ubi kayu 20%, kacang hijau 10%) dengan penambahan telur dapat menambah nilai gizi selain juga telur digunakan sebagai bahan perekat dalam adonan (Suarni, 2009). Formulasi flakes dapat dikombinasi dengan suku polong-polongan Fabaceae salah satunya yaitu kacang merah (Vigna angularis (Wild.) Ohwi & H. Ohashi). Kacang merah mengandung vitamin A, B1, B2, B6, C, dan niacin. Metabolit sekunder pada kacang merah adalah isoflavon yang berperan sebagai antioksidan dan dapat menurunkan kadar kolesterol (Borradaile et. al., 2002). Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan suatu penelitian formulasi kombinasi tepung ubi kayu dengan kacang merah dan dilakukan uji aktivitas antioksidan terhadap formulasi tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2013 bertempat di Laboratorium Kimia Farmasi Universitas Pakuan Bogor, Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Balai Besar Industri Agronomi (BBIA), Bogor. Bahan Ubi kayu dengan varietas Manggu, metanol, aquadest, HCl 10%, HCl pekat, FeCl3, pereaksi mayer, pereaksi dragendroff, vitamin C (asam askorbat), 1,1-difenil-2pikrilhidrazil (DPPH), iodium (I2) 0,1 N, arsen trioksida (As2O3), indikator kanji dan indikator fenolftalein. 2 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 Alat Pembuatan Flakes Tepung Ubi Kayu Bahan-bahan ditimbang sesuai komposisi yaitu gula 10% dan garam 1%, margarin 10% dilarutkan dalam air 70oC80oC lalu dicampurkan dengan tepung ubi kayuyang ditambahkan air panas (70oC80oC) ± 80% dan diaduk sampai homogen atau kalis. Kemudian dibentuk lembaran (flaking) ukuran 15cm x 15cm x 1mm, dibungkus alumunium foil, dan dikukus selama 45 menit dengan suhu 90-95oC. Proses ini memiliki tujuan yaitu untuk menggelatinasikan pati pada adonan. Kemudian didinginkan selama 5 menit pada suhu ruangan, agar adonan tidak lengket sehingga memudahkan dalam pencetakan. Lembaran adonan kemudian dicetak dengan bentuk tertentu, dipanggang pada suhu 150oC selama 8 menit lalu didinginkan selama 5 menit (Sari, 2011). Grinder, Moisture Balance, pengayak mesh 80, desikator, oven, penggiling lembaran, spektrofotometer UV-VIS (DR3900), dan alat-alat gelas lainnya. Cara Kerja Pembuatan Tepung Ubi Kayu Disiapkan beberapa ubi segar kemudian dikupas dan dibersihkan, kemudian dilakukan pengirisan (slice). Dikeringkan slice pada suhu 50-55oC selama 20 jam. Slice ubi kering yang didapat kemudian ditepungkan dan diayak dengan ayakan mesh 80. Pembuatan Tepung Kacang Merah Disiapkan kacang merah yang telah dibersihkan dari pengotornya, kemudian dilakukan penyortiran pada kacang merah yang telah dibersihkan agar menghasilkan biji kacang merah seperti yang diinginkan. Kemudian dijemur dibawah sinar matahari agar dapat mengurangi kandungan airnya karena dapat meningkatkan daya simpan tepung kacang merah tersebut. Kacang merah yang sudah kering kemudian digiling dengan mesin penggiling, namun apabila kacang merah dalam jumlah yang sedikit dapat menggunakan blender kemudian diayak dengan ayakan mesh 80 sehingga didapat tepung kacang merah. Pembuatan Flakes Tepung Ubi Kayu dan Kacang Merah Tepung ubi kayu ditimbang masing masing 80%, 60%, 40%, dan 20%. Komposisi flakes yang diperlukan adalah gula 10%, garam 1%, dan margarin 10% dilarutkan dalam air 70oC-80oC, kemudian dicampurkan dengan tepung ubi kayu yang ditambahkan air panas (70oC-80oC) ± 80% setelah itu ditambahkan tepung kacang merah dengan perbandingan (0%, 20%, 40%, 60% dan 80%) kemudian diaduk sampai homogen atau kalis. Dibentuk lembaran (15cm x 15cm x1cm) kemudian dibungkus alumunium foil. Dikukus selama 45 menit dengan suhu 90-95oC. Proses ini bertujuan untuk menggelatinasikan pati pada adonan. Kemudian didinginkan selama 5 menit pada suhu ruangan, agar adonan tidak lengket sehingga memudahkan dalam pencetakan, lalu digiling. Lembaran adonan kemudian dicetak dengan bentuk tertentu. Setelah itu dipanggang dengan oven pada suhu 150oC selama 8 menit lalu didinginkan selama 5 menit (Sari, 2011). Formulasi Flakes Setelah dilakukan proses pembuatan tepung ubi kayu dan tepung kacang merah menjadi flakes dengan variasi gabungan dalam 100 gram bahan. Tabel 1. Formula Flakes Ubi Kayu Dan Tepung Kacang Merah Perbandingan Tepung Tepung Flakes singkong kacang (%) merah (%) 5:0 100 0 4:1 80 20 3:2 60 40 2:3 40 60 1:4 20 80 Penentuan Kadar AirFlakes (SNI, 1992) Sebanyak 2 gram flakes dalam botol timbang tertutup dikeringkan pada oven suhu 3 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 105oC selama 3 jam. Setelah didinginkan dalam eksikator kemudian ditimbang, sampai diperoleh bobot tetap. berdasarkan skala hedonik (uji tingkat kesukaan) yang dilakukan oleh 18 orang panelis. Sebelum pelaksanaan pengujian diberi penjelasan mengenai instruksi yang telah ditulis dalam lembar penilaian. Parameter yang diuji meliputi rasa, warna, aroma dan kerenyahan kepada panelis disajikan sampel satu demi satu kemudian dimintakan menilai sampel-sampel tersebut berdasarkan tingkat kesukaannya. Hasil penilaian berupa skor: 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = biasa/ netral; 4 = suka dan 5 = sangat suka. Melalui uji hedonik didapatkan perbandingan campuran flakes ubi kayu dengan penambahan tepung kacang merah terbaik menggunakan uji Analysis of Varian (ANOVA), sedangkan pengolahan data ranking dilakukan dengan menggunakan Friedman test. Penentuan Kadar Abu (SNI, 1992) Sebanyak 3 gram flakes dalam cawan porselen diarangkan diatas nyala pembakar, lalu diabukan dalam tanur pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan sempurna. Didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang sampai bobot tetap. Analisis Vitamin C (Metode Spektrofotometri UV-VIS) a. Pembuatan larutan induk vitamin C 100 ppm. b. Penentuan panjang gelombang (λ) maksimum dari 200-600 nm. c. Pengujian Kurva Kalibrasi Menggunakan larutan standar padakonsentrasi 4 ppm, 8 ppm, 12 ppm dan 16 ppm. d. Penentuan Kadar Sampel Masing-masing formula flakes dibuat konsentrasi 1000 ppm kemudian ditentukan kadarnya pada panjang gelombang maksimum. Penentuan Aktivitas Antioksidan (Metode DPPH) a. Pembuatan Larutan DPPH 1 mM Ditimbang 19,716 mg DPPH (BM 394,32) ditimbang, lalu dilarutkan dengan metanol hingga 100 mL, kemudian ditempatkan dalam botol gelap. b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Panjang gelombang maksimum dilakukan dengan cara: Dipipet 1 mL larutan DPPH 1mM kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 5 mL yang seluruh bagian labu ukurnya telah ditutup dengan alumunium foil dan ditambahkan metanol sampai tanda batas, lalu dihomogenkan dan diinkubasi terlebih dahulu selama waktu optimum. Setelah itu serapannya diukur pada panjang gelombang 400 -600 nm. c. Penentuan Waktu Inkubasi Optimum Dipipet sejumlah 1 mL larutan DPPH 1mM ke dalam labu ukur 5 mL yang seluruh bagiannya telah ditutup dengan alumunium foil, ditambahkan metanol sampai tanda batas, lalu dihomogenkan. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum tiap 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70 Analisis Vitamin A (Metode HPLC) Pembuatan larutan standar vitamin A menggunakan retinol palmitat dengan konsentrasi 1,2; 2,5; 6,2 dan 8,8 ppm. Analisis Vitamin E Metode HPLC Pembuatan larutan standar induk vitamin E dipipet 0,0328 ml dimasukkan kedalam labu takar 50 ml dihimpitkan dengan etanol p.a. Kemudian dibuat deret standar vitamin E dengan konsentrasi yaitu 1,2 ppm, 2,5 ppm, 6,2 ppm dan 8,8 ppm. Setelah itu ditimbang ± 1,25 gram kedalam labu takar 25 ml ditera dengan THF:etanol 1:1. Disaring campuran dengan kertas saring whatman 42 kedalam tabung reaksi kemudian masukkan ke dalam vial dan diinjek ke dalam HPLC. Uji Organoleptik Flakes Pengujian mutu sensoris dilakukan dengan menggunakan uji organoleptik 4 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 dan 80 menit, serta ditentukan waktu optimum (waktu inkubasi yang memberikan serapan cukup stabil). d. Pembuatan Larutan Blanko Dipipet 1 mL larutan DPPH (0,2 mM) ke dalam tabung reaksi yang telah ditara 5 mL, lalu ditambahkan metanol, dihomogenkan dan inkubasi pada suhu 37oC selama waktu optimum. Serapan diukur menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang maksimum. e. Pembuatan Deret Standar Vitamin C (kontrol positif) Larutan Vitamin C 1000 ppm dibuat deret 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm, kemudian ditambahkan 1 mL larutan DPPH 1 mM. f. Pembuatan Larutan Uji Flakes Larutan flakes 1000 ppm dibuat deret menjadi 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm kemudian ditambahkan 1 mL larutan DPPH 1mM, dibiarkan ditempat gelap pada suhu kamar selama waktu inkubasi optimum. Persen penghambatan diukur pada panjang gelombang maksimum dengan rumus: 2). Syarat mutu sereal menurut SNI 01-38421995 yaitu dengan kadar air maksimum 4%. Dalam penelitian ini dihasilkan kadar air melebihi persyaratan mutu, hal ini menunjukkan bahwa flakes singkong dengan penambahan tepung kacang merah memiliki daya tahan simpan yang tidak lama untuk dikonsumsi. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya tahan makanan terhadap mikroba yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan mikroorganisme untuk pertumbuhannya sehingga flakes mudah berjamur (Rockland & Nishi, 1980). Kadar abu flakes meningkat pada setiap penambahan tepung kacang merah (Tabel 2). Hal ini disebabkan kandungan mineral yang terdapat pada kacang merah lebih banyak dibandingkan dengan singkong. Semakin tinggi kadar abu pada produk tepung dapat mempengaruhi tingkat kestabilan adonan tepung (Zahrah & Nurfaidah, 2011). Tabel 2. Penentuan Kadar Air dan Abu Flakes (%) % Hambatan = Formula Flakes Kadar x 100 g. Nilai % IC50 (Inhibition Concentration 50) Menentukan nilai IC50 dengan konsentrasi penghambatan tengah (50%) dengan persamaan y = ax + b, dimana y = 50 dan x adalah konsentrasi larutan uji yang mampu menghambat 50% larutan radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil. 1 2 3 4 5 Air 7,14 6,56 6,18 5,42 5,49 Abu 1,75 2,20 2,73 2,94 3,36 Keterangan : Formula Flakes 1 = 5:0 Formula Flakes 2 = 4:1 Formula Flakes 3 = 3:2 Formula Flakes 4 = 2:3 Formula Flakes 5 = 1:4 Analisis Kadar Vitamin C Flakes Tepung Ubi KayuDan Tepung Kacang Merah a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Induk Vitamin C Hasil penentuan panjang gelombang maksimum vitamin C adalah 270 nm (Gambar 1). b. Pembuatan Kurva Kalibrasi Hasil persamaan regresi linier larutan induk vitamin C adalah: y = 0,0425x + 0,0015, R2 = 0,9884. Kurva kalibrasi standar vitamin C ditampilkan pada Gambar 2. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Ubi Kayu Dan Tepng Kacang Merah Sebanyak 5 kg diperoleh hasil tepung ubi kayu dan kacang merah masing-masing sebanyak 1,305 kg dan 2,114 kg.Rendemen tepung masing-masing 26% dan 42,28%. Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu Flakes Kadar air menurun setelah penambahan tepung kacang merah (Tabel 5 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 tepung kacang merah dapat meningkatkan kandungan vitamin C pada setiap formula. Kandungan vitamin C kacang merah sebesar 19 mg/100 g bahan dapat digunakan untuk fortifikasi makanan. Menurut SNI 013842-1995 kadar vitamin C untuk makanan yaitu maksimum 50 mg. Tabel 3.Penentuan Kadar Vitamin C Flakes Ubi Kayu Dengan Penambahan Tepung Kacang Merah Gambar 1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Induk Vitamin C Formula Flakes Absorban 1 2 3 4 5 0,146 0,185 0,224 0,262 0,414 Asam –L-askorbat Gambar 2. Kurva Kalibrasi Standar Vitamin C Kadar (ppm) 3,4131 4,3286 5,2322 6,1362 9,7042 Asam –L-dehidroaskorbat Gambar 3. Oksidasi Vitamin C Formula yang ditambahkan tepung kacang merah yaitu formula 2,3,4 dan 5 masih belum memenuhi ketentuan SNI 013842-1995 sehingga perlu dicari alternatif penambahan suatu bahan makanan yang lebih tinggi kandungan vitamin C nya. c. Penentuan Kadar Sampel Kadar vitamin C meningkat pada setiap penambahan tepung kacang merah (Tabel 3). Formulasi flakes ubi kayu dengan pemanasan 70-80 0C dapat menurunkan kandungn vitamin C. Proses pengolahan makanan, dapat mengoksidasi vitamin C menjadi asam L-dehidroaskorbat (Gambar 3). Vitamin C suatu molekul yang labil, sehingga dalam proses pengolahan makanan dapat menurun kadarnya (Matei, et al 2008; Almatsier, 2010). Formulasi flakes dengan penambahan Analisis Vitamin A dan E Kadar vitamin A menurun pada sampel flakes ubi kayu dengan penambahan tepung kacang merah (Tabel 4). Ubi kayu tidak mengandung vitamin A (Rukmana, 1997). Tabel 4. Analisis Vitamin A Dan E Flakes Kadar Vitamin A Vitamin E Satuan IU/100 gram mg/100 gram Formula Flakes 2 3 4 189,72 166,05 84,75 < 0,01 < 0,01 < 0,01 1 305,15 0,97 6 5 64,35 < 0,01 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 Kacang merah memiliki kandungan vitamin A sebesar 30 SI/100 g bahan (Direktorat Gizi, Depkes, 1992). Kombinasi flakes tepung ubi kayu dengan tepung kacang merah diharapkan dapat meningkatkan kadar vitamin A. Turunnya kadar vitamin A disebabkan karena pada proses penetralan KOH dengan penambahan asam asetat glasial. Hal tersebut dapat menyebabkan sebagian dari vitamin A hilang, karena vitamin A tidak tahan terhadap asam. Dalam penelitian ini dihasilkan kandungan vitamin A tertinggi pada formula flakes 5:0 yaitu 305,15 IU/100 gram atau 1,02 mg/100 gram dimana nilai tersebut belum memenuhi angka kecukupan vitamin A untuk anak usia tumbuh yang seharusnya 500 mg/100gram (Almatsier, 2010). Pada analisis vitamin E, setiap formula menurun dengan penambahan tepung kacang merah (Tabel 4). Pada formula 2, 3, 4 dan 5 tidak terdeteksi kandungan vitamin E hal ini dipengaruhi oleh proses saat akan dilakukan pembuatan tepung kacang merah yaitu dengan cara mengupas kulitnya kemudian dijemur diatas sinar matahari pada udara terbuka. Karakteristik sifat fisik dan kimia tepung kacang merah dengan beberapa perlakuan pendahuluan dapat mempengaruhi sifat fisik, kimia dan fungsional pada tepung kacang merah. Juga dipengaruhi oleh sifat kimia dari vitamin E yang tidak tahan terhadap sinar matahari dan oksigen (Pangastuti dkk., 2013). Syarat mutu sereal menurut SNI 01-3842-1995 yaitu dengan kandungan vitamin E 300 mg/kg, jadi untuk flakes singkong dengan penambahan tepung kacang merah belum memenuhi standar mutu. Setiap kali penambahan tepung kacang merah pada flakes singkong dapat meningkatkan nilai kadar abu dan kadar vitamin C. Namun, kadar air, kadar vitamin A dan kadar vitamin E menurun. Berdasarkan uji hedonik pada parameter warna menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah tepung ubi kayu yang ditambahkan, semakin kurang disukai oleh panelis. Hal ini disebabkan oleh warna produk semakin gelap (kuning kecoklatan). Tabel 5. Analisis Parameter Warna, Aroma, Rasa, Kerenyahan Dan Kerenyahan Setelah Direndam Susu Parameter 1 4,28a 4,11a 4,33a 4,06a Kerenyahan Setelah Direndam susu 4,75b 2 3,94a 4,00a 3,89a 4,17a 4,28ab a a 3,83b Formula Warna Aroma Rasa Kerenyahan a 3,94 a 3 4,06 4,44 3,78 4 4,06a 3,39a 3,72a 3,89a 3,67b 5 3,50a 3,83a 3,63a 3,83a 3,72b Berdasarkan uji hedonik ke lima formula yang disajikan memiliki nilai yang hampir sama. Formula 3 dengan perbandingan 3:2 dapat dijadikan sebagai pengganti sarapan, karena memiliki warna, aroma, rasa, kerenyahan setelah direndam paling disukai. Kandungan flakes ubi kayu formula 3 telah dilakukan uji proksimat dengan kadar karbohidrat 30,98%, kadar lemak 7,14% dan kadar serat kasar 7,14% (Latifah, 2014). Penentuan Aktivitas Antioksidan Flakes Aktivitas antioksidan bisa digunakan untuk menggambarkan kemampuan suatu senyawa yang mengandung antioksidan untuk menghambat laju reaksi pembentukan radikal bebas. Panjang gelombang maksimum dan waktu inkubasi optimum didapatkan hasil pada 515 nm dan 40 menit (Gambar 3 dan 4). Hasil penentuan aktivitas antioksidan flakes formula 1, 2, 3, 4 dan 5 nilai IC50 berturut-turut 429,94; 423,65; 397,06; 390,06 dan 381,38 ppm. Formula flakes dengan perbandingan 1:4 paling aktif dibandingkan flakes dengan perbandingan lainnya tetapi tidak lebih kuat dibandingkan dengan kontrol positif vitamin C dimana nilai IC50= 11,56 ppm. Penurunan nilai IC50 Uji Organoleptik Flakes Skor rata-rata kesukaan panelis anak-anak usia 5-10 tahun terhadap warna, aroma, rasa dan kerenyahan flakes bekisar menuju kepada suka sampai netral (Tabel 5). 7 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 pada produk flake yang disubstitusi tepung kacang merah menunjukkan semakin besarnya kandungan antioksidan.Hal inidisebabkan karena kacang merah mengandung flavonoid yang dapat meningkatkan kandungan antioksidan (Nisha et al., 2012). Nilai IC50 100-1000 ppm menunjukkan antioksidan kurang aktif namun masih memiliki aktivitas antioksidan (Chung et al., 2003). Nilai antioksidan tersebut dapat dipengaruhi oleh adanya pengukusan. Karena pada saat pengukusan, bahan dasar panci yang digunakan mengandung campuran beberapa logam seperti alumunium. Logam-logam tersebut akan membentuk ikatan ionik dengan OH yang berasal dari antosianin yang tidak berikatan dengan Zn sehingga jumlah antioksidan pun menurun (Rohmaryani, 2012). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Formula flakes yang paling disukai adalah dengan perbandingan tepung ubi kayu dan kacang merah 3:2, nilai IC50 397,06 ppm, kandungan vitamin A 166,05 IU/100 g, vitamin C 5,23 ppm dan tidak memiliki kandungan vitamin E. Saran Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan uji lanjutan yaitu reformulasi misalnya dengan mempercepat pemanasan pada saat pengolahan dan tanpa pengupasan pada kulit kacang merah. Perlu dilakukan uji lanjut mengenai proses penyimpanan dan pengemasan apabila flakes singkong dengan penambahan tepung kacang merah akan dipasarkan. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan ke sembilan. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2001. Kajian proses standarisasi produk panganfungsional di badan Pengawas Obat dan makanan. Lokakarya Kajian PenyusunanStandar Pangan Fungsional. Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Borradaile, N.M., Dreu, L.E., Wilcox, L.J., Edwards, J.Y., Huff, M.W. 2002. Soya phytoestrogens, genistein and daidzein, reduce apoliporotein B secretion from Hep G2 cells through multiple mechanisms. Biochem Journal. 366 (2): 531-539. Chung, Y. C., C. T. Chang, W. W. Chao, C. F. Lin, S. T. Chou. 2003. Antioxidative activity and safety of the 50% ethanolic extract from red bean fermented by Bacillus subtilis IMR-NK1. Journal of Agriculture and Food Chemistry.American Chemical Society. 50: 2454-2458. Direktorat Gizi Departemen Kesehata RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bhatara, Jakarta. Gambar 3. Grafik Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan DPPH Gambar 4. Grafik Hasil Penetapan WaktuInkubasi Optimum Larutan DPPH 8 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 Haryanto.2009. Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia. Palmall.Yogyakarta. Itagi, H. N., Baragi, V.R.S.R., Padmanabhan, A. J. and Vasudeva S. 2012. Functional and antioxidant properties of ready-toeat flakes from various cereals including sorghum and millets. Quality Assurance and Safety of Crops & Foods. 4(3): 126-133. Latifah, I. 2014. Peningkatan nilai gizi produk olahan flakes berbasis tepung singkong (Manihot esculentaCrantz) dengan penambahan tepung kacang merah (Phaseolus vulgaris L). Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan. Bogor. Malik, A., Ashok, K., Vipin, S., Sarita S., Sharad, K. and Yogesh C.Y. 2011. In vitro antioxidant properties of Scopoletin. J. Chem. Pharm. Res. 3(3): 659. Matei, N., S. Birghila, V. Popescu, S. Dobrinas, A. Soceanu, C. Oprea,V. Magearu. 2008. Kinetic study of vitamin C degradation from pharmaceutical products. Rom. Journ. Phys. 53 (1–2): 343–351. Matz, S.A. 1976. Snack food technology. The Avi Publishing Company. Inc. Westfort:12-14. Nishaa, S., Vishnupriya, M., Sasikumar, J.M., Hephzibah, P., Christabel, Gopalakrishnan,V.K.2012. Antioxidant activity of ethanolic extract of Maranta arundinacea L. Tuberous Rhizomes. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research. 5(4): 85-88. Pangastuti, H.A., Dian, R..A. dan Dwi, I. 2012. Karakterisasi sifat fisik dan kimia tepung kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dengan beberapa perlakuan pendahuluan. Jurnal. Program Studi dan Ilmu Teknologi Pangan Universsitas Sebelas Maret. Surakarta. Ramadhan, D. 2011. Penentuan kandungan skopoletin dalam berbagai pengolahan singkong (Manihot esculenta Crantz) dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi fluoresensi. Skripsi Program Studi Farmasi. FMIPA Universitas Pakuan. Bogor. Rockland, L.B. and Nishi, S.K. 1980. Influence of water activity on food product quality and stability. J.Food Tech. 34:334-335. Rohmaryani, I. 2012. Pengaruh chellating terhadap kapasitas antioksidan ekstrak antosianin ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Var Ayamurasaki). Skripsi. Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu. Budi Daya dan Paskapanen. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Sari, N. 2011. Aktivitas antioksidan produk olahan fungsional dari singkong (Manihot esculenta Crantz). Skripsi. Program Studi Farmasi. FMIPA Universitas Pakuan. Bogor. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta: Pusat Standarisasi Industri, Departemen Industri. SNI 01-3842-1995. Makanan Pelengkap Serelia Instan Untuk Bayi dan Anak. Jakarta: Pusat Standarisasi Industri, Departemen Industri. Suarni. 2009. Produk makanan ringan (flakes) berbasis jagung dan kacang hijau sebagai sumber proteinuntuk perbaikan gizi anak usia tumbuh. Prosiding Seminar Nasional Serealia. 297-306. Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami Dan Radikal Bebas, Potensi Dan Aplikasinya Dalam Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius Zahrah, I. dan Nurfaidah, T. 2011. Evaluasi good halal manufacturing practice (GHMP) di Mill MNO PT. ISM Bogasari Flour Mills. Skripsi Program Studi Teknik Industri Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Makassar. 9 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 AKTIVITAS ESTROGENIK EKSTRAK ETANOL 70% HERBA KEMANGI (Ocimum americanum L.) PADA TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus) PREMENOPAUSE E.Mulyati Effendi1, Hera Maheshwari2, Mega Listya M.I3 1,3) Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Pakuan 2) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Email : [email protected] ABSTRAK Ocimum americanum L.(Lamiaceae) dikenal sebagai Kemangi di Indonesia, merupakan tanaman semak dengan bau aromatik yang kuat. Bagian daun dan akar secara tradisional digunakan untuk berbagai pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas estrogenik ekstrak etanol 70% herba kemangi (Ocimum americanum L.) pada tikus putih betina (Rattus norvegicus) pre-menopause. Sebanyak 20 tikus putih betina dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, masing-masing diberi perlakuan dengan etinil estradiol (kontrol positif), CMC-Na 1% (kontrol negatif), ekstrak etanol 70% dosis I, II dan II (0,8g/200gBB, 1,6g/200gBB, 3,2g/200gBB). Siklus estrus, vaskularisasi ovarium dan uterus diamati untuk mengetahui efek dari masing-masing perlakuan. Perlakuan dosis 0,8g/200g BB dapat memperpanjang siklus estrus, meningkatkan vaskularisasi dan bobot ovarium dibandingkan dengan kontrol negatif dan setara dengan etinil estradiol (9×10-3mg/200gBB). Kata kunci: Herba kemangi, estrogenik, pre-menopause ESTROGENIC ACTIVITIES OF ETHANOLIC 70% EXTRACTED OF KEMANGI (Ocimum americanum L.) HERBS IN PRE-MENOPAUSE FEMALE WHITE RATS (Rattus norvegicus) ABSTRACT Ocimum americanum L.(Lamiaceae) commonly known as Kemangi in Indonesia, is a small shrub with strong aromatic odor. The plant leaves and roots are traditionally used to possess a wide range of medicinal activities. The main objective of this study is to evaluate the estrogenic activity of 70% ethanol basil herbs extract in female white rats (rattus norvegicus) pre-menopause use whitten effect method. Twenty female white rats were divided into five treatment groups, each group treated with ethynil estradiol (positive control), CMC-Na 1% (control negative), 70% ethanol extract dose I, II and II (0.8g/200g BW, 1.6g/200g BW, 3.2g/200g BW). Estrus cycle, uterine and ovarian vascularization evaluated to know the effect of each treatment. Dose treatment of 0.8g/200 g BW has resulted in extended estrus cycle, improved vascularization and ovarian weights compared with negative control and equal with etinil estradiol (9×10-3mg/200g BW). Key words: Ocimum americanim L. herbs, estrogenic, pre-menopause alam dengan berbagai macam tanaman obat yang yang dapat digunakan sebagai obat tradisional. Berbagai macam tanaman obat PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan kaya akan sumber daya 10 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 telah terbukti mengobati berbagai macam penyakit, tetapi secara ilmiah masih belum dapat dipertanggung jawabkan. Salah satu tanaman obat yaitu kemangi (Ocimum americanum L.) famili Lamiaceae (Labiatae) memiliki bau dan rasa yang khas, digunakan sebagai lalapan segar untuk dimakan dan memiliki berbagai macam khasiat (Hadipoentyanti & Wahyuni, 2008). Spesies Ocimum merupakan salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai kemopreventif dan berkhasiat sebagai obat (Karthikeyan et al., 1999, Rastogi et al., 2007). Kandungan utamanya adalah minyak atsiri, flavonoid, fitosterol, karbohidrat dan tanin. Penggunaannya yang utama sebagai antimikroba, antioksidan, antelmintika dan antidiabetika (Khare, 2007). Adanya anetol, boron dan stigmasterol merupakan senyawa aktif pada kemangi yang berhubungan dengan aktivitas seksual yaitu merangsang keluarnya hormon reproduksi yaitu estrogen (Gunawan, 2004). Whitten Effect merupakan metode yang digunakan untuk mengamati perubahan yang terjadi pada vagina untuk menentukan siklus estrus (persiapan kawin) pada hewan laboratorium kecil seperti mencit atau tikus putih (Ochiogu et al., 2009; Khazaei et al., 2011). Durasi siklus estrus pada mencit selama 4-6 hari, tahap siklus estrus dapat dilihat pada perubahan sel epitel vagina atau vulva. Ciri-ciri hewan estrus dapat dilihat dari keadaan vulva yang bengkak, berwarna merah dan basah (Nongae, 2008). Sinkronisasi birahi pada tikus betina dengan mencium bau feromon yang keluar bersama urin tikus jantan. Ketika tikus betina tidak membau feromon tikus jantan, maka tikus betina mengalami fase anestrus, sedangkan pada saat tikus betina membau feromon yang ikut disekresikan bersama urin tikus jantan, maka pada hari ke 3 berikutnya tikus betina mengalami estrus. Pada fase estrus sel epitel berubah menjadi sel superfisial dan sel tanduk yang menandakan hewan dalam keadaan puncak estrus (Seire et al., 1991). Berdasarkan penelitian sebelumnya diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas estrogenik ekstrak etanol 70% herba kemangi pada tikus putih betina (Rattus norvegicus) premenopause juga melakukan pengamatan vaskularisasi ovarium dan uterus pada fase estrus. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai September 2013 bertempat di Laboratorium Farmasi Universitas Pakuan. Bahan Tikus putih (Rattus norvegicus) betina galur Sprague-Dawley pre-menopause berumur 8-9 bulan dengan bobot badan sekitar 200-250 g sebanyak 20 ekor, NaCl fisiologis, herba kemangi, pewarna Giemsa, metanol 10%, etanol 70%, etinil estradiol dan CMC-Na 1%. Alat Rotary evaporator (BUCHI), grinder, ayakan 40 Mesh, mikroskop, sonde, kaca arloji, stop watch, pengaduk gelas, alat maserasi, gelas kimia, kain flannel, timbangan analitik, perlengkapan untuk membuat preparat apus vagina (cotton bud, gelas objek, cawan petri, bunsen), kandang tikus ukuran 30 x 40 cm, lampu, bak plastik, kawat penutup, dan botol minum. Cara Kerja Penelitian terbagi menjadi 2 tahap yaitu tahap pra-penelitian dan tahap penelitian. 1. Ekstraksi Sebanyak 1 kg simplisia herba kemangi yang telah dihaluskan, dimaserasi dengan pelarut etanol 70% (perbandingan 1:10) dalam tabung selama 3 x 24 jam. Kemudian disaring dan ampasnya dimaserasi kembali sebanyak 2 kali dengan perlakuan yang sama. Maserat yang terkumpul dievaporasi dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 30-40°C hingga terbentuk ekstrak kental etanol. (Harborne, 1987). 2. Penapisan Fitokimia 11 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 Ekstrak kental di uji terhadap alkaloid, saponin, tanin, flavonoid dan steroid (Harborne, 1987). 3. Tahap Pra-Penelitian a. Adaptasi dilakukan pada 20 ekor tikus betina (Rattus norvegicus) tikus percobaan selama 1 minggu dengan berat badan sekitar 200-250 g. b. Setelah satu minggu, tikus-tikus percobaan tersebut dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan dengan masingmasing kelompok terdiri dari 4 ekor tikus. Kelompok kontrol positif (P1) diberi per oral etinil estradiol dengan dosis 9×10-3 mg/ 200g BB dalam CMCNa 1% sebanyak 3 mL (Ganiswara, 1995). c. Kelompok kontrol negatif (P2) diberi per oral CMC-Na 1% / 200g BB sebanyak 3 mL. Kelompok Uji I (P3) diberi per oral ekstrak etanol 70% herba kemangi dengan dosis yang setara dengan 1 mL ekstrak kental dalam dosis 0,8g/200g BB dalam CMC-Na 1% sebanyak 3 mL. Kelompok Uji II (P4) diberi per oral ekstrak etanol 70% herba kemangi dengan dosis yang setara dengan 2 mL ekstrak kental dalam dosis 1,6g/200g BB dalam CMC-Na 1% sebanyak 3 mL. Kelompok Uji III (P5) diberi per oral ekstrak etanol 70% herba kemangi dengan dosis yang setara dengan 4 mL ekstrak kental dalam dosis 3,2g/200g BB dalam CMC-Na 1% sebanyak 3 mL. Semua perlakuan dilakukan secara per oral selama satu kali siklus estrus, dimulai pada saat berlangsungnya fase estrus. Penyeragaman saat fase estrus dilakukan dengan metode Whitten Effect dengan cara meletakkan kandang tikus jantan diatas kandang tikus betina. estrus berikutnya dengan mengamati sel-sel yang ditemukan dalam apusan vagina secara mikroskopik. Pengamatan dilakukan selama 12 jam berdasarkan hasil penelitian bahwa pemberian daun kemangi dapat memperpanjang siklus estrus (Suntoro, 1983). Peengamatan fasse di dalam siklus estrus yaitu proestrus, estrus, metestrus dan diestrus dilakukan dengan pemeriksaan preparat ulas vagina kemudian diamati dengan mikroskop pembesaran 10x. Preparat apus vagina disiapkan dengan mengulaskan kapas (cutton bud) yang telah dibasahi dengan saline guna menghindari terjadinya iritasi ke dalam lubang vagina tikus kemudian diulaskan pada gelas objek (Suntoro, 1983). Sampel yang diperoleh kemudian difiksasi menggunakan metanol 10% selama 5 menit. Setelah itu preparat ulas diwarnai dengan pewarna Giemsa selama 30 menit, kemudian dicuci dengan akuades dan dikeringkan. Warna yang dihasilkan merah dadu (Beimborn et al., 2003). b. Vaskularisasi Ovarium Dan Uterus Pada Fase Estrus Pengamatan vaskularisasi ovarium dan uterus pada tikus betina dilakukan dengan cara mematikan tikus dengan eter pada saat tikus mengalami masa estrus, lalu dibedah untuk dikeluarkan ovarium dan uterusnya, setelah itu dilihat warna mukosa pada ovarium dan uterus tikus. Penilaian dan pengamatan vaskularisasi dinyatakan dengan skoring, sesuai dengan modifikasi metode (Setiawan, 2010). c. Pengukuran Bobot Ovarium dan Uterus Pada Fase Estrus Koleksi ovarium dan uterus dilakukan terlebih dahulu setelah pengamatan vaskularisasi, setelah itu dilakukan penimbangan bobot ovarium dan uterus. kemudian dilakukan penimbangan bobot ovarium dan uterus (Nodine & Siegler, 1961). d. Rancangan Penelitian Pengaruh estrogenik dari ekstrak etanol 70% herba kemangi pada tikus putih betina dapat dilihat dari hasil penggunaan uji statistik Rancangan Acak Lengkap (RAL) 4. Tahap Penelitian Tahap penelitian dilakukan terhadap lama siklus estrus, vaskularisasi ovarium dan uterus dan bobot ovarium dan uterus pada fase estrus. a. Lama Siklus Estrus Pengamatan siklus estrus dilakukan setiap 3 jam setelah terjadinya estrus hingga 12 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 dengan lima perlakuan dan enam ulangan. Apabila uji F menunjukkan pengaruh yang nyata dimana nilai Fh>0,05, maka untuk melihat adanya perbedaan antar perlakuan, dilakukan uji lanjut menggunakan Uji Duncan. Sidik ragam untuk Rancangan Acak Lengkap disajikan pada Tabel (Sudjana, 1998). senyawa metabolit sekunder pada tanaman (Piironen et al., 2003). Steroid merupakan struktur dasar hormon estrogen terutama sebagai hormon seks wanita. Estrogen dalam plasma hewan betina yang utama adalah 17 β-estradiol, estron, dan estriol (Johnson, & Everitt, 1984). 2. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Herba Kemangi Terhadap Lama Siklus Estrus Estrus merupakan fase periode birahi. Lama estrus pada tikus 9-20 jam dan siklus estrus berlangsung selama empat sampai enam hari. Siklus estrus dibagi menjadi empat fase yaitu fase proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus (Turner & Bagnara, 1976). Hasil pengujian ekstrak terhadap lama siklus estrus dilakukan dengan mengamati sel-sel yang ditemukan dalam apusan vagina secara mikroskopik yang dapat dilihat pada Gambar 1. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Ekstraksi Dan Penapisan Fitokimia Ekstrak kental yang diperoleh 121g, maka rendemen ekstrak etanol 70% adalah 12,1 %. Berdasarkan hasil uji fitokimia kandungan ekstrak etanol 70% herba kemangi adalah saponin, tanin dan steroid. Senyawa saponin dan tanin memberikan efek antelmintika (Medica dkk., 2004). Kandungan utama Ocimum americanum L. selain minyak atsiri adalah flavonoid, karbohidrat, fitosterol dan tanin (Sarma & A. Venkata, 2011). Fitosterol merupakan prekursor senyawa bioaktif steroid, faktor pertumbuhan dan substrat untuk sintesis Gambar 1. Fase-fase Pada Siklus Reproduksi Tikus Keterangan: A. Sel Epitel Berinti, B. Sel Kornifikasi, C. Sel Tidak Berinti, D. Leukosit Pada fase proestrus ditandai dengan sel epitel berinti banyak. Fase ini menandakan akan datangnya birahi (Turner & Bagnara, 1976). Preparat apus vagina fase estrus ditandai dengan terbentuknya cornified cell (sel menanduk) sebagai gambaran banyaknya mitosis yang terjadi di dalam mukosa vagina. Menjelang estrus berakhir, lumen vagina membentuk sel-sel menanduk dengan inti berdegenerasi (Turner & Bagnara, 1976). Pada fase metestrus sel menanduk berkurang dan ovary mengandung korpus luteum yang mengandung sel-sel lutein dan folikel-folikel kecil yang tidak berinti. Fase diestrus didominasi oleh sel leukosit dan mulai muncul sel epitel berinti (Turner & Bagnara, 1976). Waktu siklus estrus ditampilkan pada Tabel 1 yang menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak etanol 70% herba kemangi dengan konsentrasi terendah mengalami estrus selama 165 jam (mendekati 7 hari) sudah setara dengan kontrol positif dan konsentrasi tertinggi. Durasi total siklus estrus (proestrus, estrus, metaestrus dan diestrus) adalah 4-5 hari (Waynforth, & Flecknell, 1992). Perlakuan kontrol negatif (CMC-Na1%) memberikan waktu siklus estrus yang paling pendek yaitu 107 jam dibandingkan ke empat kelompok perlakuan 13 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 sama dengan etinil estradiol 9×10-3 mg/200gBB sebagai kontrol positif terhadap memperpanjang siklus estrus pada tikus putih betina pre-menopause. Melalui pemberian dosis terendah yaitu 0,8g/200g BB pengaruhnya sudah setara dengan kontrol positif dengan perbedaan yang sangat nyata terhadap memperpanjang siklus estrus. Data pengukuran waktu siklus estrus dapat dilihat pada Tabel 1. lainnya. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa CMC-Na 1%, etinil estradiol, ekstrak etanol 70 % herba kemangi dosis 0,8g/200g BB; 1,6g/200g BB dan 3,2g/200g BB memberikan pengaruh yang sangat beda nyata terhadap peningkatan (lebih lamanya) waktu siklus estrus (P<0,01). Hasil uji Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan menunjukkan bahwa, semua perlakuan pemberian ekstrak etanol 70% herba kemangi pengaruhnya Tabel 1. Waktu Siklus Estrus. Jumlah Ulangan 1 2 3 4 Total Rata-rata P1 165 163 165 164 657 164.3a Lamanya Siklus (jam) Perlakuan P2 P3 P4 100 165 159 120 165 165 104 165 174 104 165 165 428 660 663 107a 165ac 165.75ac P5 174 165 165 165 669 167.3ac Keterangan : Angka yang diikuti superkrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Hasil pada pengujian ini menunjukkan bahwa dengan pemberian ekstrak herba kemangi meyebabkan terjadinya peningkatan hormon estrogen pada fase estrus sehingga cenderung akan memperpanjang siklus estrus. dilakukan secara deskriptif. Berdasarkan hasil skoring, dosis 3,2g/200g BB bernilai rata-rata 3 untuk setiap ulangan (Tabel 2). Pada dosis 1,6g/200g BB menunjukkan terjadinya peningkatan vaskularisasi mukosa yang sama dengan dosis 0,8g/200g BB dimana nilai rata-rata skoring adalah 2,7. Kontrol negatif memberikan skoring vaskularisasi mukosa ovarium dan uterus yang paling rendah. Pemberian ekstrak etanol herba kemangi pada dosis 3,2g/200gBB dapat menghasilkan warna yang sangat merah pada mukosa uterus dan ovarium tikus. Hal ini disebabkan ekstrak etanol herba kemangi bersifat estrogenik yang dapat meningkatkan vaskularisasi. Hasil uji statistik, diketahui bahwa CMC-Na1%, etinil estradiol 9×10-3 mg/200g BB, ekstrak etanol herba kemangi 0,8g/200g BB sebagai dosis uji I, ekstrak etanol herba kemangi 1,6g/200g BB sebagai dosis uji II dan ekstrak etanol herba kemangi 3,2g/200g BB sebagai dosis uji III memberikan pengaruh yang beda nyata terhadap vaskularisasi pada ovarium dan 3. Vaskularisasi Ovarium Dan Uterus Pada Fase Estrus Pengujian ekstrak etanol 70% herba kemangi terhadap vaskularisasi uterus dan ovarium menggunakan modifikasi metode Rugh (1968) berdasarkan skoring yang dapat dilihat dari perbedaan mukosa ovarium dan uterus pada Gambar 2 di bawah ini. Estrogen bertanggung jawab terhadap peningkatan jumlah buluh darah ke uterus. Peningkatan jumlah vaskularisasi pada uterus akan memperlancar aliran darah ke uterus (Albrecht & Pepe, 2007). Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak etanol herba kemangi pada dosis 0,8g/200g BB mampu meningkatkan vaskularisasi dari mukosa ovarium dan uterus tikus dibandingkan dengan kontrol negatif. Hal ini terlihat dari penilaian yang 14 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 uterus (P<0,05). Penentuan perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan. Gambar 2. Penampangan Ovarium dan Uterus Pada Fase Estrus Tikus Keterangan: A (Ovarium); B (Uterus) dan C (Vaskularisasi). Skor 0 (tidak berwarna), skor 1 (sedikit merah), skor 2 (merah), dan skor 3 (sangat merah) Tabel 2. Pengamatan Vaskularisasi Pada Ovarium dan Uterus Kode Hewan Skor Warna Ovarium dan Uterus Pada Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 1 3 0 3 3 3 2 3 4 Total Rat-rata 2 2 3 10 2,5a 1 1 0 2 0,5a 3 3 2 11 2,7c 3 2 3 11 2,7c 3 3 3 12 3bc Hasil Uji Duncan menunjukkan bahwa, semua perlakuan pemberian ekstrak etanol herba kemangi berpengaruh sangat nyata dibandingkan dengan etinil estradiol 9×10-3 mg/200gBB pada vaskularisasi ovarium dan uterus pada tikus putih betina. Hasil penelitian ini dapat menjelaskan bahwa dengan dosis ekstrak kemangi terendah yaitu 0,8g/200g BB pengaruhnya sudah setara dengan dosis 1,6g/200g BB dan dosis 3,2g/200g BB dengan perbedaan yang sangat beda nyata terhadap vaskularisasi ovarium dan uterus tikus putih betina. 4. Peningkatan Bobot Ovarium dan Uterus Pada Fase Estrus Pada permukaan ovarium terlihat adanya tonjolan-tonjolan yang diyakini dapat memperlihatkan perkembangan folikel. Hal ini menguatkan dugaan bahwa pada fase estrus telah terjadi perkembangan folikel secara maksimal yang siap diovulasikan (Dellmann, 1992). Data pengukuran bobot ovarium dan uterus yang dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak etanol herba kemangi pada konsentrasi terendah pun sudah setara 15 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 dengan kontrol positif. Hasil pengujian berdasarkan rata-rata bobot ovarium dan uterus menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak etanol herba kemangi pada dosis 3,2g/200gBB menunjukkan peningkatan bobot ovarium dan uterus yang paling tinggi bila dibandingkan dengan keempat perlakuan lainnya. Sedangkan pada kontrol negatif menunjukkan bahwa bobot ovarium dan uterus paling rendah dibandingkan dengan keempat perlakuan lainnya. Pada hasil pengujian skoring, menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak etanol herba kemangi memberikan pengaruh yang sama (P>0,05) terhadap peningkatan bobot ovarium dan uterus tikus. Setelah di uji lanjut dengan Duncan, memperlihatkan hasil bahwa perlakuan pemberian ekstrak etanol herba kemangi dosis 0,8g/200gBB, dosis 1,6g/200gBB setara pengaruhnya dengan kontrol positif (etinil estradiol) terhadap bobot ovarium dan uterus. Bahkan dengan pemberian dosis 3,2g/200gBB memperlihatkan bobot ovarium dan uterus yang lebih berat dibanding dengan kontrol positif secara beda nyata terhadap bobot ovarium dan uterus tikus. Tabel 3. Data Penimbangan Bobot Ovarium dan Uterus Tikus Pada Setiap Perlakuan Kode Hewan Pengukuran Bobot 1 P1 1,10 P2 0,90 P3 1,50 P4 1,50 P5 2,00 2 3 4 Total Rat-rata 1,50 2,00 2,00 6,60 1,65a 1,50 1,50 1,00 4,90 1,23a 2,00 1,30 2,00 6,80 1,70ab 1,50 2,00 2,00 7,00 1,75ab 2,00 1,60 2,00 7,60 1,90bc Keterangan: Angka yang diikuti superkrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perlakuan ekstrak etanol 70% herba kemangi (Ocimum americanum L.) dapat meningkatkan aktivitas estrogenik tikus putih betina (Rattus norvegicus) premenopause. Pada dosis 0,8g/200g BB dapat memperpanjang siklus estrus, juga meningkatkan vaskularisasi dan meningkatkan bobot ovarium dibandingkan kontrol negatif (CMC-Na1%). Perlakuan dengan konsentrasi terendah sudah setara dengan kontrol positif etinil estradiol (9x103 mg/200g BB ). DAFTAR PUSTAKA Albrecth, E.D., and Pepe, G.J. 2007. Estrogen maintains pregnancy, triggers fetal maturation. http://www.sciencedaily.com/news/health_m edicine/pregnancy_and_childbirth [20 Juni 2013]. Banerjee, S., Prashar, R., Kumar, A. and Rao, A. R. (1996). Modulatory influence of alcoholic extract of ocimum leaves on carcinogenmetabolizing enzyme activities and reduced glutathione levels in mouse. Nutr Cancer, 25, 205-17. Beimborn, V., H.L. Tarpley, P.J. Bain and K.S. Latimer. 2003. The canine estrous cycle: staging using vaginal cytological examination. Bhardwaj, S., Mathur, R. 1979. Antifertility screening of fruits of Ocimum gratissimum in female albino rats. Comp Physiol Ecol. 4: 277-279. Dellmann, H.D. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner. Terjemahan: R. Hartono. Saran a. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan dosis yang lebih rendah pada penelitian ini. b. Perlu dilakukan metode bioassay melalui pemeriksaan serum darah tikus untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. 16 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 Edisi ke-3 UI-Press. Jakarta: 517520. Ganiswara, S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Alih bahasa: 1. Setiawan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 444. Godhwani, S., Godhwani, J. L. and Vyas, D. S. (1987). Ocimum sanctum: An experimental study evaluating its anti-inflammatory, analgesic and antipyretic activity in animals. J Ethnopharmacol, 21, 153-63. Gunawan, D. 2004. Ramuan Tradisional Untuk Keharmonisan Suami Istri. Penebar Swadaya, Jakarta. Hadipoentyanti, E., Wahyuni, S. 2008. Keragaman selasih (ocimum spp.) berdasarkan karakter morfologi produksi dan mutu herba. Jurnal Littri. Desember; 14 (4): 141-8. Hafez, E.S.E. 1980. Reproduction in Farm Animal. 4th Edition. Philadelphia: 3078. Harborne. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terjemahan: Kosasih Padmawinata. ITB. Bandung: 85-93.. Johnson M, and Everitt B. 1984. Essential Reproduction. 2nd edition. London dan Beccles: William Clowes Limited Karthikeyan, K., Ravichandran, P. and Govindasamy, S. (1999). Chemopreventive effect of ocimum sanctum on DMBA-induced hamster buccal pouch carcinogenesis. Oral Oncol, 35, 112-9. Khare, C.P. 2007. Indian Medicinal Plants An illustrated Dictionary, Springer, New Delhi, 444. Khazaei, M., Montaseri, A., Khazaei, M.R., Khanahmadi, M. 2011. Study of Foeniculum vulgare effect on folliculogenesis in female mice. Int. J. Fertill Steril. 5 (3): 122-127. Medica, V., Ruslan, W., Nawawi, A., 2004. Telaah Fitokimia Daun Kemangi (Ocimum americanum L.). Fakultas Farmasi Institut Teknologi Bandung. Skripsi. Nodine, J.H. and Siegler, P.E. 1961. Pharmacologic Techniques in Drug Evaluation. Year Book Medical Publisher. Chicago: 568. Nongae, 2008. Estrus Cycle. http://nongae.gsnu.ac.kr/~cspark/teachi ng/chap5.html. Tanggal akses 2 Juni 2013. Ochiogu, I.S., Oguejiofor, C.F and Nwagbo, A.N. 2009. Males Non- Enhancement of Bruce And Whitten Effects In Female Albino Mice - Mus musculus. Animal Research International. 6 (3): 1077-1081. Piironen, V., Toivo, J. Puupponen-Pimi, R. and Lampi, A.M. 2003. Plant sterols in vegetables, fruits and berries. Journal o f the Science of Food and Agriculture, 83: 330-337. Rastogi, S., Shukla, Y., Paul, B.N., Chowdhuri, D. K., Khanna, S. K. and Das, M. 2007. Protective effect of Ocimum sanctum on 3-methylcholanthrene, 7,12dimethylbenz(a)anthracene and aflatoxin b1. Nig. J, Physiol. Sci 224, 228-40. Rugh, R. 1968. The Mouse Reproductions and Development. Burgess. Publishing Company. Minneapolis. USA. Sarma, D.S.K. and A. Venkata S. B. 2011. Pharmacognostic And Phytochemical Studies of Ocimum americanum. J. Chem. Pharm. Res., 3 (3): 337-347. Seire, J.V., Venter, F.S., Fincham, J.E., and Taljaard, J.J.F. 1991. Hormonal vagina cytology of vervet monkeys. J. Med Primatol. 20:1-5. Setiawan. 2010. Aktivitas ekstrak methanol buah adas (Foeniculum vulgare Mill) terhadap lama siklus estrus serta bobot uterus dan ovarium tikus putih. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Smith, J.B. dan Mangkoewidjojo, S. 1988.Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Coba Di Daerah Tropis. UI-Press. Jakarta: 10-3. Sudjana, M.A. 1998. Metode Statistik. Edisi ke-5. Penerbit Tarsio. Bandung: 508. 17 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 Suntoro, H. 1983. Metode Pewarnaan (Histologi & Histokimia). Jakarta: Penerbit Bharatara Karya Aksara, Turner, C.D. dan Bagnara, J.J. 1976. Endokrinologi Umum. Harjoso, penerjemah. Surabaya: Airlangga University Press Waynforth, H.B. and Flecknell P,A.1992. Experimental and Surgical Technique in the Rat. San Diego: Academic Press Inc. Willmann, M.R. 2000. Sterols as regulators of plant embryogenesis. Trends in Plant Science, Journal Club, 5 (10): 416. 18 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 UJI EFEK TONIK EKSTRAK ETANOL HERBA PEGAGAN (Centella asiatica (L). Urb) PADA MENCIT JANTAN BALB/C Rini Prastiwi1, R.Tjahyadi2, Chusun3 1) Universitas Muhammadiyah Prof.DR. Hamka 2,3) Akademi Farmasi Bhumi Husada Jakarta Email : [email protected] ABSTRAK Pegagan (Centella asiatica (L). Urb) dikenal secara empiris sebagai obat tradisional untuk mempercepat aktivitas syaraf, meningkatkan daya ingat,dan tonik untuk organ tubuh (hati, ginjal, otak). Efek tonik dapat ditentukan dengan menggunakan metode natatory exhaustion melalui pengamatan efek stimulansia suatu obat pada hewan uji. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek tonik ekstrak etanol herba pegagan pada mencit jantan (Balb/C) dan menentukan dosis efektif yang menunjukkan kemampuan mencit untuk mempertahankan diri ketika direnangkan. Penelitian ini menggunakan lima kelompok uji, tiap kelompok terdiri atas lima mencit jantan. Kelompok kontrol positif, kontrol negatif, kelompok dosis I, II dan III ekstrak etanol herba pegagan diberikan masing-masing kafein 100 mg/kgBB, CMC 0,5%, 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, dan 150 mg/kg BB secara peroral. Pengujian efek tonik dengan metode natatory exhaustion ditunjukkan dengan bertambahnya waktu kemampuan mencit untuk mempertahankan diri ketika direnangkan. Pertambahan waktu tersebut menunjukkan peningkatan daya tahan mencit. Dosis terbaik yang dapat digunakan sebagai tonik adalah 100 mg/kg BB. Kata kunci : Pegagan, herba, tonik, natatory exhaustion THE TONIC EFFECT OF ETHANOL EXTRACT PEGAGAN HERBS (Centella asiatica (L). Urb) IN MALE BALB/C MICE ABSTRACT Pegagan (Centella asiatica (L). Urb) known empiricallay as traditional medicine for accelerating nervous activity, improving memory, and tonic to vital organs (liver, kidneys, brain). Tonic effect can be determined using natatory exhaustion method of stimulantia effect observation a drug on animal test. The aim of this research is to observe the tonic activity of ehanol extract pegagan herb in male mice (Bulb/C) and determined effective dose that shows the ability of mice to defend when swimmed. This research used five groups test, each group are five mice. The positive control group, negative control, does I, II, II groups pegagan herb etanol extract were treated with caffein 100 mg/kg BW 0.5% CMC, 50 mg/kg BW, 100 mg/kg BW, and 150 mg/kg BW gave orally. The tonic effect test used natatory exhaustion method indicate with increasing time of mice ability to defend when swimmed. Added of time showed increase durability of mice. The best dose that can be used as a tonic is 100 mg/kg BW. Key words : Centella asiatica (L). Urb., Herbs, tonic, natatory exhaustion 19 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 PENDAHULUAN Sebagai warisan nenek moyang, tanaman obat sudah dikenal dan digunakan oleh masyarakat Indonesia yang dikenal dengan nama obat tradisional. Peranan obat tradisional masih terasa kuat sebagai pendamping dalam perkembangan kedokteran modern sekarang ini. Sampai sekarang masih banyak obat tradisional yang belum pernah dinilai secara ilmiah baik mengenai efektifitasnya maupun keamanannya. Melalui penelitian, pengkajian, dan budidaya, tanaman obat herba dapat ditingkatkan untuk bisa dimanfaatkan dalam upaya kesehatan tubuh. Banyak khasiat dari obat tradisional yang memiliki efek tonik bagi tubuh diantaranya adalah pegagan (Centella asiatica (L). Urb). Tanaman ini secara empiris digunakan sebagai tonikum (Sing et al., 2010; Bhavna & Khatri, 2011). Kandungan utama pegagan yaitu asiatikosida dengan gugus trisakarida terikat pada aglikon asam asiatik. Asiatikosida dan madekasol suatu triterpen saponin dimana sapogeninnya bermanfaat untuk pengobatan. Senyawa lain yaitu brahmosida dan brahminosida yang dapat berkhasiat sebagai uterorelaksan. Isothankunisid dan thankunisid digunakan sebagai antifertilitas yang diujikan pada mencit (Tiwari, et al. 2011). Penelitian tentang pemanfaatan pegagan dapat menjadi referensi bagi masyarakat dalam menjaga kesehatan dan dapat digunakan sebagai data ilmiah yang melandasi penggunaan herba pegagan sebagai tonikum. Efek tonik yaitu efek yang dapat memacu perbaikan sel-ssel tonus otot. Metode yang digunakan untuk mengetahui efek obat terutama dalam penurunan kontrol syaraf pusat adalah natatory exhaustion (Sambodo, 2009). Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang efek tonik herba pegagan dengan metode natatory exhaustion sehingga dalam penggunaan oleh masyarakat dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai September 2013 di Laboratorium Farmakologi dan Farmakognosi Akademi Farmasi Bhumi Husada Jakarta. Bahan Herba pegagan (Centella asiatica (L.) Urb.) berupa simplisia yang diambil dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Tawangmangu, Jawa Tengah, mencit jantan Balb/C. Alat Moisture balance, wadah renang (akuarium) berukuran 50x30x25 cm, timbangan dan sonde lambung. Cara Kerja Pembuatan Ekstrak Serbuk herba pegagan sebanyak 200 g, direndam dalam 2 liter etanol 96% selama 3 hari dikocok sekali-kali, kemudian disaring dengan kain batis. Proses diulangi 3 kali dengan pelarut yang sama. Filtrat digabung dan dipekatkan dengan waterbath sampai dihasilkan ekstrak kental. Penapisan Fitokimia Dilakukan pengujian terhadap alkaloid, flavonoid, triterpenoid dan saponin pada ekstrak kental herba pegagan. Prosedur Pengujian Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan Balb/C sejumlah 25 ekor, berat badan 23-35 gram, umur 8 minggu. Ditimbang dan dibagi menjadi lima kelompok. Setelah itu, setiap mencit diberi perlakuan secara oral dengan sediaan uji. Pembagian kelompoknya adalah, kontrol positif yaitu kafein 100 mg/kgBB , kontrol negatif yaitu hanya diberikan CMC Na 0,5%, perlakuan 1 adalah dosis ekstrak 50 mg/kgBB, perlakuan 2 adalah dosis ekstrak 100 mg/kgBB, dan perlakuan 3 adalah dosis ekstrak 150 mg/kgBB. Metode yang digunakan adalah natatory exhaustion, 20 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 merupakan metode skrining farmakologi yang dilakukan untuk mengetahui efek obat yang bekerja pada koordinasi gerak, terutama penurunan kontrol syaraf pusat. Uji ini dilakukan terhadap mencit dengan menggunakan wadah renang dengan ketinggian air 18 cm, suhu 20±0,5ï‚°C dan pemberian gelombang buatan yang dihasilkan dari sebuah pompa udara, peralatan tambahan yang digunakan harus berada di luar daerah renang, agar tidak mempengaruhi aktivitas renang (Turner, 1965). permukaan air, ekor tidak bergerak dan membiarkan kepalanya berada di bawah permukaan air selama 7 detik. Penambahan daya tahan atau efek tonikum adalah selisih antara waktu renang sesudah perlakuan dan waktu renang sebelum perlakuan.Data efek tonikum adalah penambahan daya tahan yang diperoleh dari selisih waktu renang pada hewan uji setelah perlakuan dan sebelum perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Rendemen yang diperoleh dari hasil maserasi yaitu, ekstrak kental etanol sebesar 11,08 %. Hasil uji fitokimia ekstrak menunjukkan adanya senyawa alkaloid, triterpenoid dan saponin (Tabel 1). Alkaloid hydrocotylin (C22H35NO8) diisolasi dari pegagan kering. Saponin ditemukan di seluruh bagian tanaman yaitu centellasaponin B, C, dan D (Matsuda, et al.2001). Senyawa triterpenoid pada pegagan yaitu asiatikosida, centellosida, madekasosida dan asam asiatik (Randriamampionona et al., 2007). Flavonoid pada daun pegagan merupakan senyawa minor seperti 3-glikosilkuersetin, 3glukosilkaempferol dan 7-glikosilkaempferol (Jamil, Qudsia & Mehboobus, 2007). Pengamatan Waktu Renang Waktu renang sebelum perlakuan adalah lama waktu renang dari hewan uji sebelum mendapat perlakuan dosis uji. Dihitung mulai dari memasukkan hewan uji ke dalam akuarium hingga timbul tanda lelah yang ditandai dengan hewan uji membiarkan kepalanya di bawah permukaan air selama tujuh detik. Kemudian hewan uji diangkat dari wadah renang dan dicatat waktunya. Hewan uji diistirahatkan selama 30 menit, setelah itu diberi perlakuan sediaan peroral. Setelah 30 menit, hewan uji direnangkan kembali dan dicatat waktu lelahnya. Parameter lelah adalah hewan uji tidak menggerakkan kakinya untuk berenang, tubuh mencit tegak lurus dengan Tabel 1. Identifikasi kandungan kimia No. 1 Kandungan Kimia Alkaloid Pereaksi Reagen Dragendorff Hasil Endapan coklat kemerahan 2. Flavonoid Serbuk Mg dalam amil alkohol Amil alkohol tidak berwarna - 3. Saponin Dikocok kuat dengan air panas Buih yang stabil selama 10 menit + 4. Triterpenoid Liebermann-Bouchard Warna merah + Waktu Renang Waktu daya tahan renang mencit jantan pada dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB dan 150 mg/kg BB dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil daya tahan renang yang paling besar adalah kelompok dosis 100 Kesimpulan + mg/kg BB. Uji statistik menggunakan metoda ANOVA menunjukkan ada perbedaan yang bermakna pada daya tahan renang dari 5 kelompok perlakuan (p<0,05). Hasil uji perbandingan berganda menunjukkan adanya perbedaan yang 21 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 50 mg/kg BB dan kelompok dosis 150 mg/kg BB (p>0,05). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol positif dengan Kelompok Dosis 1 dan Kelompok Dosis 3 (p<0.05). Gambar 1. Gambar Rataan Daya Tahan Renang Tiap Kelompok Perlakuan Keterangan: A=Kelompok Kontrol Positif, B=Kelompok kontrol Negatif, C=Kelompok Dosis 1 (50 mg/kg BB), D=Kelompok Dosis 2 (100 mg/kg BB), E=Kelompok Dosis 3 (150 mg/kg BB) Metode Natatory Exhaustion digunakan untuk mengetahui efek obat yang bekerja pada koordinasi gerak terutama kontrol syaraf pusat. Efek stimulan dipengaruhi oleh kondisi fisik hewan uji untuk meningkatkan aktivitas. Peningkatan aktivitas terlihat dari peningkatan kerja secara langsung berupa penambahan waktu lelah hewan uji selama direnangkan dalam tangki berisi air (Turner, 1965). Saponin diduga memberikan efek tonik pada penelitian ini karena pegagan mengandung senyawa utama saponin dengan asam triterpen dalam bentuk ester dari gula. Asam triterpen yaitu asam asiatik, asam madekasik dan asiatikosida merupakan senyawa yang paling penting untuk pengobatan dan vaskularisasi. Asiatikosida berkhasiat sebagai anksiolitik, antiinflamasi, antioksidan, dan antiulcer (Kimura et al., 2008; Liang et al., 2008). Struktur asiatikosida seperti pada Gambar 2. Tiga gugus trisakarida yang terikat pada aglikon asam asiatik mengandung gugus OH. Aktivitas antioksidan melalui penangkapan radikal bebas yang berhubungan dengan energi disosiasi pada gugus OH. Kemampuan menangkal radikal bebas berhubungan dengan aktivitas kelarutannya. Melalui model liposom yang terdiri dari bagian lipofil dan hidrofil, gugus gula yang bersifat polar, akan berada dalam fase air. Karena radikal oksigen reaktif juga dihasilkan dalam fase air, maka radikalradikal tersebut akan ditangkap oleh molekul antioksidan yang bersifat polar dan berada dalam fase air. Sehingga oksidasi pada bagian lemak akan berkurang (Zhu, J. M. Wu and Z. S. Jia. 2005). Semakin kuat aktivitas antioksidan, maka semakin besar kemampuan menstimulasi susunan syaraf pusat. Pada hewan percobaan, kemampuan menstimulasi susunan syaraf pusat berhubungan dengan bertambahnya aktivitas lokomotor (Nikajoo, 2009). Aktivitas lokomotor merupakan aktivitas gerak yang dapat menstimulasi syaraf pada otak (Tiwari, et al. 2010). Tonik dapat digunakan untuk menstimulasi sistem syaraf pusat (Mutschler, E., 1986). Tanaman obat yang mempunyai efek tonik tonik disebut tonikum. Gambar 2. Struktur Asiatikosida 22 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 cultivated in Sri Lanka, Chem Pharm Bull (Tokyo). 49 (10):1368-1371. Mutschler, E., 1986. Dinamika Obat, diterjemahkan oleh Widianto, M.B., dan Ranti, A.S., Edisi Kelima, 157 158. Bandung: Penerbit ITB. Nikajoo, L.T. 2009. Central nervous system depressant activity of alcohol and aqueous root extracts of Pergularia daemia (Forsk.) Chiov, Pharmacolog online. 1. 119-124. Randriamampionona, D., Diallo, B., Rakotoniriana,F.,Rabemanantsoa, C., Cheuk, K., Corbisier, A.M., Mahillon, J., Ratsimamanga, S., El Jaziri M. 2007. Comparative analysis of active constituents in Centella asiatica samples from Madagascar: application for ex situ conservation and clonal propagation. Fitoterapia. 7-8: 482-489. Rastogi, R.P. and Mehrotra, B.N. 1960. Compedium of Indian Medicinal Plants. Central Drug Institute Lucknow and Publication and Information Directorate, CSIR, New Delhi: 96 Sambodo, N.W. 2009. Uji Efek Tonik Madu Rambutan Pada Mencit Putih Jantan Dengan Metode Natatory Exhaustion. Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Singh, S., Gautam, A., Sharma, A. and Batra, A. 2010. Centella asiatica (L.): A plant with immense medicinal potential but threatened. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research. 4(2): 9-17. Tiwari, R.K., Chanda, M.D., B. Murli and A. Agarwal. 2010. HPLC method validation for simultaneous estimation of madecassoside, asiaticoside and asiatic acid in Centella asiatica. J. Chem. Pharm. Res.2 (3): 223-229. Turner, R.,A, 1965, Screening Methods in Pharmacology, Volume II, Academic Press, New York and London: 76-78. Zhu, X.Y., J. M. Wu and Z. S. Jia. 2005. Composition and antioxidative activity of polysaccharide from Bergamot. Chem, J. Chinese U. 26 (7): 12641267. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak herba pegagan (Centella asiatica (L). Urb) pada dosis 50 mg, dosis 100 mg, dan dosis 150 mg memiliki potensi sebagai tonikum. Ekstrak herba pegagan (Centella asiatica (L). Urb) dengan pelarut etanol 96% pada dosis 100 mg memiliki efek tonikum yang paling efektif, diukur dari daya tahan renang pada Natatory Exhaustion. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk efektifitas dan potensi saponin dalam herba pegagan. Juga perlu dilakukan penelitian yang serupa dengan metode Natatory Exhaustion dengan metode ekstraksi, variasi dosis dan pelarut lainnya. DAFTAR PUSTAKA Bhavna, D., and Khatri, Jyoti. 2011. Centella asiatica: The Elixir of life. International Jurnal of Research in Ayurveda & Pharmacy. 2 (2): 431-438. Jamil, S.S., Qudsia, N. and Mehboobus, S. 2007. Centella asiatica (Linn.) Urban A Review. Natural Product Radiance. 6 (2): 158-170. Kimura, Y., Sumiyoshi, M., Samukawa K., Satake, N., Sakanaka, M. 2008. Facilitating action of asiaticoside at low doses on burn wound repair and its mechanism. Eur J Pharmacol. 3:415423. Liang, X., Yan, N. H., Si W. C., Wen, J. W., Xu, N., Cui, S., Liu, X.H., Zhang, H., Yue, N.L., Liu, S., Yang, M., Dong, Y. 2008. Antidepressant-like effect of asiaticoside in mice. Pharmacology Biochemistry and Behavior. 3: 444449. Matsuda, H., Morikawa, T., Ueda, H. and Yoshikawa, M. 2001. Medicinal Foodstuffs .XXVII. Saponin constituents of Gotu Kola (2): Structures of new Ursane- And Olemane-Type Triterpene Oligoglycosides, Centellasaponins B, C, and D, from Centella asiatica 23 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 AKTIVITAS INHIBISI ENZIM α-GLUKOSIDASE EKSTRAK AIR DAN ETANOL UMBI LAPIS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum) Sitaresmi Yuningtyas, Dian Setiawati Artianti Program Studi Farmasi, Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor Email : [email protected] ABSTRAK Umbi lapis bawang merah (Allium ascalonicum) mempunyai potensi sebagai analgesik, antiinflamasi, antimikobakterial, antifungi, dan antikanker. Namun mekanisme antidiabetes pada tanaman ini belum ditentukan. Salah satu varietas bawang merah di Indonesia adalah varietas Bima Brebes. Penelitian ini dilakukan untuk menguji potensi ekstrak air dan etanol umbi lapis A. ascalonicum pada konsentrasi 1% sebagai inhibitor enzim α-glukosidase dan dibandingkan aktivitasnya dengan akarbosa 1% sebagai kontrol positif. Umbi lapis A. ascalonicum diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi. Ekstrak air dan etanol dianalisis kandungan fitokimia dan daya inhibisinya terhadap enzim α-glukosidase secara metode in vitro. Aktivitas α-glukosidase ditentukan dengan mengukur produk pnitrofenol yang dihasilkan dari reaksi enzim dan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (pNPG) menggunakan microplate absorbance reader pada panjang gelombang 410 nm. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak air umbi lapis A. ascalonicum mengandung flavonoid dan tanin. Selain itu, ekstrak etanol 96% dan ekstrak etanol 70% umbi lapis A. ascalonicum mengandung flavonoid, tanin, dan saponin. Ekstrak air, etanol 70%, etanol 96% umbi lapis A. ascalonicum pada konsentrasi 1% (b/v) dan akarbosa 1% dapat menginhibisi aktivitas enzim α-glukosidase berturut-turut sebesar 11,75%, 4,48%, 20,92%, dan 99,37%. Hasil aktivitas inhibisi ketiga ekstrak ini berbeda nyata (p < 0,05) dengan daya inhibisi akarbosa 1%. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak air dan etanol umbi lapis A. ascalonicum berperan sebagai inhibitor enzim α-glukosidase. Kata kunci: Allium ascalonicum, α-glukosidase, akarbosa, inhibitor enzim INHIBITION ACTIVITY α-GLUCOSIDASE ENZYME FROM WATER AND ETHANOL EXTRACT OF BIMA BREBES VARIETIES RED ONION (Allium ascalonicum) BULBS WITH IN VITRO ASSAY ABSTRACT Shoot bulbs (Allium ascalonicum) has potential as an analgesic, antiinflamation, antimycobacterial, antifungi, and anticancer. However the mechanism of antidiabetic at the plant has not been determined. One of the varieties of red onion in Indonesia are varieties of Bima Brebes. This research was conducted to test the potential of water and ethanol extracts of A. Ascalonicum bulbs at a concentration of 1% as the α-glucosidase enzyme inhibitors and compared its activities with 1% acarbose as a positive control. Bulbs of A. ascalonicum extracted by maceration method. Water and ethanol extracts analyzed the content of phytochemical assay and inhibition power of α-glucosidase used in vitro method. The αglucosidase activity is determined by measuring the p-nitrophenol which is produced from the reaction of the enzyme and p-nitrophenyl-α-D-glucopyranoside (p-NPG) substrate using microplate absorbance reader at 410 nm wavelength. The phytochemical result showed that water exctract of A. ascalonicum bulbs contains flavonoid and tannin. Beside that, ethanol 24 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 96% and ethanol 70% extract of A. ascalonicum bulbs contain flavonoid, tannin, and saponin. Extracts of water, 70% ethanol, 96% ethanol of A. ascalonicum bulbs at 1% concentration and 1% acarbose inhibits α-glucosidase enzyme activity in a row of 11.75%, 4.48%, 20.92%, and 99.37%. Results of the third extract inhibition activity were significantly different (p < 0.05) to inhibition activity of 1% acarbose. This indicates that the water and ethanol extracts of A. ascalonicum bulbs act as an inhibitor of α-glucosidase enzyme. Key words: Allium ascalonicum, α-glucosidase, acarbosa, enzyme inhibitor amilase, α-glukosidase, sukrase dan maltase. Enzim-enzim ini bekerja dengan menghidrolisis karbohidrat menjadi glukosa. Pada pasien diabetes melitus, penghambatan terhadap enzim ini menyebabkan peghambatan terhadap absorbsi glukosa dan menurunkan hiperglikemia. Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan famili Liliaceae yang biasa digunakan untuk bumbu masak dan obat tradisional. Umbi lapis dari A. ascalonicum mempunyai potensi sebagai analgesik dan antiinflamasi (Owoyele et al., 2006), antimikobakterial (Amin et al., 2009), antifungi (Mahmoudabadi & Nasery, 2009), dan sebagai antikanker (MohammadiMotlagh et al., 2011). Penelitian umbi lapis A. ascalonicum sebagai antidiabetes yang telah dilakukan antara lain oleh Kouhsari, S.M. and Sani, M.F. (2011) menyatakan bahwa pemberian ekstrak metanol A. ascalonicum dengan dosis 250 dan 500 mg/kg BB secara peroral kepada tikus yang terinduksi diabetes melitus akan mereduksi kadar glukosa darah postprandial serta meningkatkan ekspresi gen Ins dan Glut4. Selain itu, pemberian ekstrak tersebut dapat menginhibisi aktivitas enzim sukrase dan maltase pada usus tikus yang terinduksi diabetes melitus. Menurut Luangpirom, et al. 2013, ekstrak jus umbi lapis A. ascalonicum dapat menurunkan kadar gula darah setelah 14 hari pemberian secara oral pada tikus yang terinduksi diabetes melitus. Penurunan kadar gula darah sebesar 43,45% dan 59,18% dengan dosis ekstrak masing-masing 0,5 g/ 100 g bb dan 1 g/100 g bb. Penurunan kadar gula darah ini disebabkan oleh inhibisi aktivitas enzim α- PENDAHULUAN Seiring dengan perubahan gaya hidup yang dilakukan masyarakat terutaman dalam hal pola makan secara tidak langsung dapat memicu timbulnya berbagai penyakit generatif dan kronis, salah satunya adalah diabetes melitus (DM). Diabetes melitus merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah melebihi kadar normal atau hiperglikemia. Hiperglikemia disebabkan oleh adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, terutama akibat organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Menurut Wilds et al., (2004), jumlah penderita diabetes melitus di dunia tahun 2000 mencapai 177 juta orang dan diperkirakan meningkat menjadi 370 juta pada tahun 2030. Sebagian besar penderitanya merupakan kasus diabetes melitus tipe 2 yang berkaitan dengan obesitas. Jumlah orang yang terdiagnosa diabetes melitus di Indonesia sebanyak 8,4 juta jiwa dan menempati urutan terbesar keempat di dunia setelah India, Cina dan Amerika. Pada tahun 2030 diperkirakan penderita diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Pengobatan diabetes melitus dapat dilakukan dengan pemberian injeksi insulin atau menggunakan obat-obatan modern, seperti antidiabetik oral yaitu sulfonilurea, biguanid, thiazolidindion dan penghambatan α-glukosidase. Obat-obatan penghambat enzim α-glukosidase digunakan untuk diabetes melitus tipe 2. Tipe obat ini tidak meningkatkan sekresi insulin. Penggunaan obat antihiperglikemik penghambat enzim α-glukosidase bekerja menginhibisi secara reversibel, berkompetisi dengan enzim pencernaan karbohidrat di usus seperti α25 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 nitrofenil α-D-glukopiranosida (p-NPG) (Sigma N 1337-5G), tablet Glucobay (Akarbosa) (Bayer, Jakarta- Indonesia), HCl 2 N, Dimetilsulfoksida (DMSO), Larutan Na2CO3, Serum Bovin Albumin (SBA), buffer fosfat pH 7. glukosidase sehingga memperlambat penyerapan karbohidrat postprandial. Beberapa varietas bawang merah yang sudah ada di Indonesia pada tahun 1984 adalah varietas Bima Brebes, varietas Medan, varietas Kling dan varietas Maja Cipanas. Jenis tanaman tersebut cukup dominan diusahakan petani di daerahdaerah sentra produksi maupun yang sedang berkembang. Sedangkan jenis bawang merah unggul lokal yang banyak diusahakan petani adalah Kuning, Kuning Gombong, dan Sumenep (Putrasamedja & Suwandi, 1996). Di Indonesia tanaman bawang merah telah lama diusahakan oleh petani sebagai usaha tani komersial. Beberapa varietas (Probolinggo, Bima, Tiron sawah, Tiron pasir,Biru sawah, Biru pasir, Parman, Bima, dan kuning) merupakan varietas yang tumbuh baik di lingkungan dengan produktivitas yang tinggi. Varietas Parman dan Kuning paling stabil dapat tumbuh di daerah sawah dan pada musim kemarau (Erlina & Yudono, 2003). Ekstrak polar dari umbi lapis A. ascalonicum mengandung furostanol, saponin, kuersetin, isorhamnetin, dan glikosida (Fattorusso et al., 2002). Senyawa bioaktif tersebut diduga memiliki aktivitas inhibisi terhadap enzim α-glukosidase sehingga dapat berpotensi sebagai antidiabetes. Berdasarkan penelitian tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji daya inhibisi ekstrak polar (air, etanol 96%, dan etanol 70%) umbi lapis A. ascalonicum varietas Bima Brebes terhadap aktivitas enzim α-glukosidase dengan akarbosa sebagai kontrol positif. Gambar 1. Bawang merah varietas Bima Brebes Alat Alat-alat ekstraksi, neraca analitik, alat-alat kaca, penguap putar (rotary evaporator) (BUCHI, R-250, Switzerland), perangkat instrumen microplate reader (Epoch Microplate Spectrophotometer), alat microplate (Thermo Scientific NUNC) dan micropipet (Thermo Scientific). Cara Kerja 1. Ekstraksi Ekstraksi menggunakan metode maserasi selama 1 x 24 jam dengan cairan penyari yang bersifat polar yaitu akuades, etanol 96%, dan etanol 70%. Proses maserasi dilakukan dengan sebanyak 10 gram simplisia umbi lapis A. ascalonicum direndam dengan masing-masing 100 ml pelarut akuades, etanol 96% dan etanol 70% selama 1 x 24 jam pada suhu kamar didalam maserator. Selanjutnya rendaman disaring menggunakan kertas saring halus dan filtratnya disimpan. Masingmasing filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan penguap putar (rotavapor) pada suhu 40ºC sehingga diperoleh ekstrak (air, etanol 96%, dan etanol 70%). Ekstrak yang telah dipekatkan selanjutnya dilakukan uji aktivitas inhibisi α-glukosidase dan penapisan fitokimia. 2. Penapisan Fitokimia (Harbone, 1987) Penapisan fitokimia ekstrak air, etanol 96%, dan etanol 70% umbi lapis A. ascalonicum. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 bertempat di Laboratoium STTIF (Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi) Bogor dan Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB. Bahan Umbi lapis bawang merah (Gambar 1), akuades, etanol 96 %, etanol 70%, αglukosidase (Sigma G 3651-250UN), p26 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 3. Uji Inhibisi α-Glukosidase Tabel 1. Proses Uji Inhibisi αGlukosidase (Sancheti. et al., 2009) DUNCAN. Pengolahan data dengan SPSS 14. Model rancangan tersebut : Yij = + i + ij Keterangan: Yij = Nilai pengamatan faktor perlakuan ekstrak taraf ke-i dan ulangan ke-j. = Rataan umum = Pengaruh utama perlakuan ekstrak ke-i.i = 1, 2, 3, 4, 5 i = 1 adalah blanko i = 2 adalah ekstrak air bawang merah 1 % i = 3 adalah ekstrak etanol 96% bawang merah 1 % i = 4 adalah ekstrak etanol 70% bawang merah 1 % i = 5 adalah pembanding atau kontrol positif akarbosa 1% ij = pengaruh acak yang menyebar normal pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j. J = 1, 2, 3 S0 S1 (µL) (µL) Ekstrak 50 50 Dapar Fosfat 50 50 p-NPG 25 25 Dapar Fosfat 25 α-Glukosidase 25 Inkubasi pada suhu 37o C selama 30 menit Na2CO3 100 100 Diukur dengan microplate reader pada λ = 410 nm Keterangan: S0 = kontrol negatif S1 = sampel Sampel yang diuji dilarutkan dalam DMSO kemudian dicukupkan volumenya dengan dapar fosfat pH 7 sehingga didapatkan larutan ekstrak dengan konsentrasi 1% (b/v). Setelah ditambahkan dapar fosfat 100 mM, dan larutan substrat p-NPG 0,5 mM, diinkubasi selama 30 menit kemudian ditambahkan Na2CO3 200 mM lalu larutan diukur absorbansinya pada λ 410 nm (Sancheti et al., 2009). Kontrol positif menggunakan akarbosa 1% (b/v). Persentase daya hambat dihitung dengan persamaan: HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan umbi bawang merah (A. ascalonicum) varietas Bima Brebes berumur 2 bulan dan diambil dari daerah Brebes, Jawa Tengah. Umbi A. ascalonicum yang akan diekstraksi dibuat serbuk terlebih dahulu, ini bertujuan agar proses penyarian zat aktif lebih maksimal. Semakin kecil atau halus ukuran bahan yang digunakan maka semakin luas bidang kontak antara bahan dengan pelarutmya, hal ini dapat meningkatkan efektivitas ekstraksinya. Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstraksi sampel adalah metode maserasi menggunakan air dan etanol absolut. Pemililhan pelarut etanol berdasarkan pendapat Harbone (1987) yang menyatakan bahwa bahan segar dapat diekstraksi menggunakan alkohol absolut. Mekanisme metode maserasi yaitu adanya difusi pelarut kedalam dinding sel tumbuhan untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang kurang tahan terhadap pemanasan. Hasil maserasi yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan rotavapor pada suhu 400C. Suhu yang digunakan tidak boleh terlalu tinggi karena dapat merusak Keterangan : S : absorbansi sampel (S1-S0) S1 : absorbansi sampel dengan penambahan enzim S0 : Absorbansi sampel tanpa enzim C : absorbansi larutan kontrol (DMSO) tanpa sampel (kontrol-blanko). 4. Analisis Data Data aktivitas inhibisi αglukosidase yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA yaitu RAL (Rancangan Acak Lengkap) satu faktor dengan tiga kali ulangan pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0,05 dan kemudian dilanjutkan dengan uji 27 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 senyawa yang terdapat dalam simplisia. Ekstrak kental yang dihasilkan ditimbang untuk mendapatkan rendemen. Rendemen ekstrak dan hasil fitokimia dapat dilihat pada Tabel 2. yang berfungsi sebagai gugus polar dan gugus steroid sebagai gugus non polar. Pada ekstrak air tidak dideteksi adanya saponin karena air bersifat lebih polar dibandingkan etanol 70% dan etanol 96% sehingga tidak mampu menarik senyawa yang bersifat semipolar. Hal ini sesuai dengan Fattorusso et al. (2002) mengungkapkan bahwa ekstrak polar dari umbi lapis A. ascalonicum mengandung furostanol, saponin, kuersetin, isorhamnetin, dan glikosida. Tabel 2. Hasil Ekstraksi Umbi Lapis A. ascalonicum varietas Bima Brebes No Ekstrak 1 2 Ekstrak air Ekstrak etanol 70% Ekstrak etanol 96% 3 Bobot (g) 3,83 2,76 Rendemen (%) 38,27 27,49 1,54 15,35 Tabel 3. Data Hasil Pemeriksaan Fitokimia Ekstrak Air, Ekstrak Etanol 70%, dan Ekstrak Etanol 96% Umbi Lapis A. ascalonicum varietas Bima Brebes Rendemen ekstrak yang tertinggi berada pada ekstrak air yaitu sebesar 38,72% atau sama dengan 3,83 g ekstrak dalam 10 g simplisia umbi lapis A. ascalonicum. Selanjutnya rendemen ekstak etanol 70% dan ekstrak etanol 96% berturut-turut sebesar 27,49% dan 15,35%. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisis fitokimia dan uji aktivitas inhibisi α-glukosidase. Golongan Ekstrak Air Alkaloid Flavonoid Tanin Saponin Triterpenoid Steroid ++ +++ - Ekstrak Etanol 70% ++ ++ + - Ekstrak Etanol 96% +++ +++ +++ - Keterangan: (-) = tidak terdeteksi, (+) = terdeteksi sedikit, (++) = terdeteksi sedang, dan (+++) = terdeteksi banyak. Hasil Uji Fitokimia Hasil analisis fitokimia terhadap ekstak air dan etanol umbi lapis A. ascalonicum varietas Bima Brebes disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan uji fitokimia diperoleh bahwa ekstrak air mengandung flavonoid, dan tanin. Sedangkan pada ekstrak etanol 96% dan etanol 70% mengandung flavonoid, tanin, dan saponin. Jenis senyawa fitokimia yang menonjol pada ekstrak etanol 96% (flavonoid, tanin, dan saponin) lebih banyak dibandingkan yang ditemukan pada ekstrak etanol 70%. Skrining fitokimia ekstrak air dan etanol umbi lapis A. ascalonicum menunjukkan hasil positif pada uji flavonoid dan tanin. Flavonoid memiliki gugus hidroksi yang tidak tersubstitusi sehingga bersifat polar dan tanin termasuk golongan polifenol yang bersifat polar. Oleh sebab itu, pelarut polar seperti air dan etanol dapat menarik senyawa yang bersifat polar. Pada ekstrak etanol 70% dan 96% umbi lapis A. ascalonicum menunjukkan hasil positif pada uji saponin. Saponin memiliki gugus glikosil Hasil Uji Inhibisi α-Glukosidase Uji inhibisi terhadap enzim αglukosidase menggunakan sampel ekstrak air, ekstrak etanol 70% dan ekstrak etanol 96% umbil lapis A. ascalonicum varietas Brebes. Masing-masing sampel dibuat konsentrasi sebesar 1% (b/v). Kontrol positif menggunakan akarbosa 1% (b/v). Konsentrasi sampel dibuat setara dengan konsentrasi kontrol positif guna membandingkan aktivitas inhibisi enzim αglukosidase oleh sampel maupun akarbosa. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak air, ekstrak etanol 96% dan ekstrak etanol 70% umbil lapis A. ascalonicum mampu menghambat aktivitas enzim α-glukosidase. Gambar 2 menunjukkan aktivitas inhibisi enzim αglukosidase oleh ekstrak air, ekstrak etanol 70%, ekstrak etanol 96%, dan akarbosa 1%. 28 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 A B C inhibisi α-glukosidase dengan aktivitas inhibisi α-glukosidase yang berbeda nyata (p<0,05) satu sama lain. Aktivitas inhibisi tertinggi dari ekstrak etanol 96% sebesar 20,92% berbeda nyata dengan aktivitas inhibisi akarbosa 1% sebesar 99,37%. Oleh karena itu, aktivitas inhibisi α-glukosidase oleh ekstrak etanol 96% umbi lapis A. ascalonicum 1% belum setara aktivitasnya dengan akarbosa 1%. Hal ini diduga aktivitas antidiabetes yang dimiliki ekstrak tersebut mekanismenya tidak sepenuhnya berdasarkan pada enzim α-glukosidase. Analisis fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol 96% umbi lapis A. ascalonicum mengandung senyawa flavonoid yang ditandai dengan tingginya intensitas warna merah tua pada uji flavonoid. Melalui analisis tersebut dapat diperkirakan komponen aktif yang menghambat aktivitas α-glukosidase adalah flavonoid. Menurut Tan et.al. (2013) komponen fenolik seperti kuersetin, rutin, kaemferol-3-O-β-D-glukopiranosida, kaemferol-3-O-rutinosida, dan 3,5dicaffeoylquinic acid methyl ester) dapat menginhibisi α-glukosidase. Kemampuan aktivitas inhibitor α-glukosidase yang dimiliki oleh ekstrak air dan etanol umbi lapis A. ascalonicum tidak lepas dari kerja senyawa fitokimia yang dikandungnya. Tingginya aktivitas inhibisi α-glukosidase pada ekstrak etanol 96% dibandingkan dengan ekstrak air dan ekstrak etanol 70% adalah sejalan dengan hasil yang ditunjukkan secara kualitatif pada penapisan fitokimia dimana jenis senyawa yang menonjol ditemukan pada ekstrak etanol 96%. D Gambar 2. Aktivitas inhibisi enzim αglukosidase umbi lapis A. ascalonicum Keterangan: A= ekstrak air, B= ekstrak etanol70%, C= ekstrak etanol 70%, D= Akarbosa 1%. Huruf kecil yang berbeda menunjukkan nilai beda nyata pada p<0,05. Ekstrak etanol 96% umbi lapis A. ascalonicum 1% (b/v) mampu menginhibisi aktivitas α-glukosidase dengan rerata sebesar 20,92% kemudian daya inhibisi yang dihasilkan oleh ekstrak air umbi lapis A. ascalonicum 1% (b/v) dengan rerata sebesar 11,75% sedangkan daya inhibisi yang dihasilkan oleh ekstrak etanol 70% umbi lapis A. ascalonicum 1% (b/v) dengan rerata sebesar 4,48%. Larutan kontrol positif (akarbosa) menghasilkan daya inhibisi aktivitas α-glukosidase dengan rerata sebesar 99,37%. Daya inhibisi yang terbesar ditunjukkan oleh akarbosa yang merupakan inhibitor α-glukosidase dan sudah digunakan sebagai obat diabetes mellitus dengan mekanismenya penghambatan aktivitas αglukosidase. Ekstrak etanol 96% umbi lapis A.ascalonicum1% (b/v) memiliki daya inhibisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak lainnya, hal ini dikarenakan senyawa yang bersifat antidiabetes seperti saponin, flavonid, dan tannin secara kualitatif lebih banyak terkandung di dalam ekstrak etanol 96%. Data aktivitas inhibisi α-glukosida dianalisis statistik menggunakan ANOVA dan taraf α=0.05 yang menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air, ekstrak etanol 96% dan ekstrak etanol 70% umbi lapis A. ascalonicum dapat menghambat aktivitas SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak air umbi lapis A. ascalonicum varietas Bima Brebes mengandung flavonoid dan tanin. Sedangkan ekstrak etanol 96% serta esktrak etanol 70% umbi lapis A. ascalonicum varietas Bima Brebes mengandung flavonoid, tanin, dan saponin. Ketiga ekstrak tersebut mampu menginhibisi aktivitas enzim α-glukosidase secara in vitro. Daya inhibisi α-glukosidase oleh ekstrak air, 29 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 ekstrak etanol 70%, dan ekstrak etanol 96% umbi lapis A. ascalonicum 1% (b/v) berturutturut sebesar 11,75%, 4,48%, dan 20,92%. Ketiga aktivitas inhibisi tersebut berbeda nyata dengan aktivitas inhibisi α-glukosidase oleh akarbosa 1% sebesar 99,37%. experimental diabetes. Planta Med . 77: 87. Luangpirom, A., Kourchampa, W., Junaimuang, T., Somsapt, P., and Sritragool, O. 2013. Effect of Shallot (Allium ascalonicum L.) bulb juice on hypoglycemia and sperm quality instreptozotocin induced diabetic mice. ABAH Bioflux. 5 (1): 49-54. Mahmoudabadi, A.Z., and Nasery, M.K.B. 2009. Anti fungal activity of Shallot, Alium ascalonicum Linn. (Liliaceae), In vitro. Journal of Medicinal Plants Research 3 (5): 450-453. Mohammadi-Motlagh, H-R, Mostafaie, A, and Mansouri, K. 2011. Anticancer and anti-inflammatory activities of Shallot (Allium ascalonicum) extract. Arch Med Sci. 7 (1): 38-44. Owoyele, B.V., Abioye, A.I.R, Afinowi, N.O, Jimoh, S.S, and Soladoye, A.O. 2006. Analgesic and anti-inflamatory effects of Allium ascalonicum. The Tropical Journal of Health Sciences. 13 (1): 28-30. Putrasamedja, S., dan Suwandi.1996. Bawang Merah di Indonesia. Monograf No. 5: 1-23. Sancheti, S., Sancheti, S., and Seo, S.Y. 2009. Chaenometes sinensis a potent α and β- Glucosidase inhibitor. America Journal of Pharmacology and Toxicology. 4(1): 8-11. Tan, C., Wang, Q., Luo, C., Chen, S., Li, Q., and Li. P. 2013. Yeast α-Glucosidase inhibitory phenolic compounds isolated from Gynura medica leaf. Int.J. Mol. Sci. 14: 2551-2558. Wilds, S., Roglic, G., Green, A., Sincre, R., and King, H. 2004. Global prevalence of diabetes: estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care 27: 1047-1053. Saran Penelitian dapat dilanjutkan dengan meningkatkan konsentrasi ekstrak etanol 96% umbi lapis A. ascalonicum varietas Bima Brebes guna meningkatkan daya inhibisi enzim α-glukosidase. Pemurnian ekstrak dari ekstrak etanol 96% umbi lapis A. ascalonicum diperlukan untuk memperoleh senyawa aktif yang berperan sebagai antidiabetes. Selain itu, perlu dilakukan pengujian antidiabetes dengan metode lain sehingga dapat diketahui mekanisme kerja ekstrak umbi lapis A. ascalonicum varietas Bima Brebes sebagai obat antidiabetes. DAFTAR PUSTAKA Amin, M., Segatoleslami, S., and Hashemzadeh, M. 2009. Antimycobacterial activity of partial purified extract of Allium ascalonicum. Jundishpur Journal of Microbiology. 2 (4): 144-147. Erlina, A., dan Yudono, P. 2003. Keragaan stabilitas hasil bawang merah. The performance of yield stability of shallot. Ilmu Pertanian. 10 (2):1-10. Fattorusso, E., Iorizzi, M., Lanzotti, V., and Taglialatela-Scafati, O. 2002. Chemical composition of shallot (Allium ascalonicum Hort.). J. Agric. Food Chem. 50 (20): 5686–5690. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB. Kouhsari, S.M and Sani, M.F. 2011. Antidiabetic effects of Allium ascalonicum methanolic extract in 30 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK BEBERAPA BAGIAN TANAMAN KUNYIT (Curcuma longa) Eris Septiana1, Partomuan Simanjuntak1,2 1) Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Bogor 2) Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Email : [email protected] ABSTRAK Kunyit (Curcuma longa) merupakan tanaman obat tradisional yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan dan sebagai bahan obat meliputi antimikroba, antioksidan, antitumor, dan anti inflamasi. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui aktivitas antimikroba dan antioksidan dari beberapa organ tanaman kunyit meliputi akar, rimpang, batang, dan daun. Semua bagian diekstraksi dengan etanol dan etil asetat. Seluruh ekstrak etanol dan etil asetat diuji aktivitas antimikrobanya menggunakan metode difusi cakram kertas terhadap Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Candida albicans. Kloramfenikol dan nistatin masing-masing digunakan sebagai kontrol positif untuk uji antibakteri dan antijamur, sedangkan masing-masing pelarut untuk ekstraksi juga digunakan sebagai kontrol negatif. Aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan metode 1,1-difenil-2pikril hidrazil (DPPH) dan asam askorbat digunakan sebagai standar. Hasil aktivitas antimikroba menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dari daun dan batang memiliki aktivitas penghambatan tertinggi terhadap S. aureus, ekstrak etil asetat dari akar dan batang memiliki aktivitas penghambatan tertinggi terhadap E. coli, dan ekstrak etil asetat dari daun memiliki aktivitas penghambatan tertinggi terhadap C. albicans. Ekstrak etil asetat dari rimpang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi diantara ekstrak lainnya. Kata kunci: Antimikroba, antioksidan, Curcuma longa, difusi cakram kertas, DPPH ANTIMICROBIAL AND ANTIOXIDANT ACTIVITIES VARIOUS PARTS OF TURMERIC (Curcuma longa) PLANT EXTRACT ABSTRACT Turmeric (Curcuma longa) is a traditional medicinal plant that commonly used as a spice and medicinal properties including antimicrobial, antioxidant, antitumor, and antiinflammatory activity. The aims of this study were to determine antimicrobial and antioxidant activity of roots, rhizomes, stems, and leaves of turmeric plant. All parts were extracted with ethanol and ethyl acetate. The disc diffusion method was used to antimicrobial activity against Escherichia coli, Staphylococcus aureus, and Candida albicans. The chloramphenicol and nystatin antibiotics were used as positive control for antibacterial and antifungal assay respectively, while solvents for extraction were used as negative control. The antioxidant activity was conducted using 1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl (DPPH) method with ascorbic acid used as the standard. The ethyl acetate extracts of leaves and stems showed the best antibacterial activity against S. aureus, while the ethyl acetate extracts of roots and stems showed the best antibacterial activity against E. coli. The ethyl acetate extracts of leaves showed the best antifungal activity against C. albicans. The ethyl acetate extract of rhizomes showed the highest antioxidant activity. Key words: Antimicrobial, antioxidant, Curcuma longa, disc diffusion method, DPPH 31 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 dengan empat jenis Curcuma lainnya yaitu C. zedoaria, C. angustifolia, C. aromatica, dan C. amada (Nahak & Sahu, 2012). Selain bagian rimpang, bagian daun tanaman kunyit juga telah dilaporkan memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Ekstrak metanol daun kunyit segar dan serbuk daun kunyit memiliki aktivitas antioksidan (Yan & Asmah, 2010). Tanaman kunyit sendiri terdiri atas bagian-bagian vegetatif dan generatif selama siklus hidupnya. Bagian vegetatif diantaranya ialah daun, batang pendek yang merupakan pangkal munculnya tangkai daun di bagian atas dan juga pada pangkal nya muncul rimpang di bagian bawah. Rimpang merupakan modifikasi dari batang serta bagian akar serabut yang muncul dari batang. Sedangkan bagian generatifnya yaitu bunga yang muncul diantara tangkai daun. Namun tidak semua tanaman kunyit menghasilkan bunga pada satu kali siklus hidupnya. Penelitian tentang kunyit saat ini lebih banyak terfokus pada bagian rimpang dan daun saja, padahal bagian tanaman kunyit lainnya seperti bunga juga dapat dimanfaatkan secara tradisional. Daun kunyit biasa digunakan sebagai penyedap pada beberapa masakan. Sedangkan bagian bunganya dapat dijadikan lalapan. Penelitian yang telah dilakukan masih terbatas pada bagian rimpang dan daun tanaman kunyit, sedangkan bagian tanaman kunyit yang lain seperti akar dan batang belum dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan antimikroba dan antioksidan seluruh bagian fase vegetatif tanaman kunyit yang meliputi akar, rimpang, batang, dan daun sehingga diharapkan di masa depan dapat dikembangkan menjadi antibiotika alami dan agen antioksidan baru yang berasal dari tanaman kunyit selain dari bagian rimpang dan daun yang telah umum dimanfaatkan. PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma longa) merupakan tanaman golongan temu-temuan yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu masakan maupun pewarna makanan. Selain itu, tanaman kunyit juga sering digunakan sebagai tanaman obat tradisional untuk mengobati beberapa jenis penyakit seperti demam, diare, lever, sesak nafas, radang hidung, maag, eksim, dan hipertensi. Manfaat kunyit sebagai obat tradisional mendorong para peneliti untuk terus menemukan manfaat lain dari tanaman kunyit. Beberapa manfaat kunyit yang telah dilaporkan secara ilmiah ialah sebagai antimikroba dan antioksidan. Ekstrak petroleum eter, kloroform, metanol dan air dari rimpang kunyit mempunyai aktivitas antimikroba terhadap bakteri seperti Escherichia coli, Salmonella enteriditis, Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus, Campylobacter jejuni, Bacillus cereus, serta beberapa fungi seperti Saccharomyces cerevisiae, Hansenula anomala, Mucor mucedo, dan Candida albicans (Sunilson et al., 2009). Selain bagian rimpang, bagian daun tanaman kunyit juga memiliki aktivitas antimikroba. Pada umumnya bagian daun diekstrak untuk mendapatkan minyaknya. Ekstrak minyak yang berasal daun tanaman kunyit mampu menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri Gram negatif dan positif serta fungi (Parveen et al., 2013). Sehingga dapat dikatakan bahwa rimpang dan daun kunyit mempunyai aktivitas antimikroba spektrum luas yang meliputi bakteri Gram negatif dan positif serta fungi. Selain memiliki kemampuan sebagai antimikroba, kunyit memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Kemampuan sebagai antioksidan dari rimpang kunyit telah banyak dilaporkan oleh para peneliti. Beberapa diantaranya ialah ekstrak etanol rimpang kunyit mempunyai aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode peredaman radikal bebas. Lebih lanjut dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol rimpang kunyit memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi dibandingkan METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 - Februari 2015 32 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 bertempat di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Puslit Bioteknologi LIPI. Uji Antimikroba Uji aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi cakram kertas (Baydar et al., 2004). Konsentrasi ekstrak yang digunakan ialah 10.000, 15.000, dan 20.000 ppm. Kontrol positif kloramfenikol 100 ppm untuk bakteri dan nistatin 100 ppm untuk fungi dan kontrol negatif berupa pelarut ekstrak. Cawan Petri kemudian diinkubasi pada suhu 37°C untuk bakteri dan 30°C untuk fungi selama 24 jam dan zona bening yang terbentuk di sekitar cakram kertas kemudian diukur. Bahan Bahan hidup berupa tanaman kunyit diperoleh dari daerah Cibinong, Bogor, Jawa Barat yang kemudian dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Puslit Biologi LIPI sebagai Curcuma longa, isolat bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, serta fungi Candida albicans yang merupakan isolat koleksi Laboratorium Kimia Bahan Alam, Puslit Bioteknologi LIPI. Bahan kimia yang digunakan meliputi etanol, etil asetat, kloroform, metanol p.a, NH4OH 25%, HCl, amil alkohol, eter, asam asetat glasial, asam sulfat pekat, pereaksi Dragendorff, DPPH, asam askorbat, kloramfenikol, nistatin dan media pertumbuhan mikroba Nutrient Broth (NB), Potato Dextrose Broth (PDB), Nutrient Agar (NA), Potato Dextrose Agar (PDA). Uji Aktivitas Antioksidan Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode peredaman radikal bebas dengan menggunakan senyawa DPPH (1,1diphenyl-2-picryl hydrazyl) (Tiwari et al., 2006) dengan modifikasi pada panjang gelombang dari 515 nm mejadi 517 nm. Konsentrasi larutan uji sebesar 5, 10, 25, 50, dan 100 ppm, asam askorbat sebagai pembanding sebesar 3, 6, 9, 12, dan 15 ppm, serta DPPH blanko 0,04 mM. Seluruh sampel larutan uji, blanko dan asam askorbat diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Serapan seluruh sampel kemudian diukur pada panjang gelombang 517 nm. Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam persen inhibisi menggunakan persamaan: Alat Penguap hampa putar, pemutar goyang, spektrofotometer UV-Vis, cawan petri, neraca analitik, dan pipet mikro. Cara Kerja Ekstraksi Sebagian sampel kunyit dikirim ke Herbarium Bogoriense, Puslit Biologi LIPI, Cibinong untuk dideterminasi. Sampel tanaman kunyit lainnya kemudian dipisahkan berdasarkan bagian-bagian fase vegetatifnya meliputi akar, rimpang, batang, dan daun. Masing-masing bagian kemudian dipotong kecil-kecil, dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Sampel yang telah kering kemudian ditimbang masing-masing sebanyak 25 g dan dimaserasi dengan etanol (250 mL) dan etil asetat (250 mL) sebanyak lima kali secara terpisah. Hasil maserasi kemudian disaring dan dipekatkan hingga didapatkan ekstrak kasar etanol dan etil asetat masing-masing bagian tanaman kunyit. Nilai IC50 diperoleh dari analisis probit menggunakan program SPSS. Uji Penapisan Fitokimia Uji penapisan fitokimia (Fransworth, 1966) meliputi uji alkaloid, flavonoid dan steroid/triterpenoid. Uji alkaloid dilakukan dengan melembabkan sampel dengan NH4OH 25% dan kloroform. Filtrat berupa larutan organik diekstraksi dengan HCl pekat. Lapisan asam kemudian ditambah beberapa tetes pereaksi Dragendorff. Terbentuknya endapan merah bata dengan pereaksi Dragendorff menunjukkan adanya alkaloid. Pada uji flavonoid, sampel dididihkan dalam air selama lima menit lalu disaring. Filtrat yang terbenetuk 33 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 ditambahkan dengan serbuk magnesium, HCl pekat dan amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Adanya senyawa flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan alkohol. Pada uji senyawa steroid/triterpenoid, sampel dimaserasi dengan eter, lalu disaring. Filtrat kemudian diuapkan dalam cawan penguap. Ke dalam residu ditambahkan asam asetat glasial dan 1 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya warna merah, hijau ungu dan akhirnya biru menunjukkan adanya senyawa steroid/ triterpenoid. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Rendemen ekstrak simplisia daun kunyit mempunyai persentase yang paling besar dibanding simplisia bagian tanaman kunyit lainnya baik yang diekstraksi dengan pelarut etanol maupun etil asetat masingmasing sebesar 26,8 dan 6,04 %. Sedangkan persentase rendemen terendah terdapat pada ekstrak etil asetat dan etanol bagian batang tanaman kunyit yaitu masing-masing sebesar 0,44 dan 4,6 % (Tabel 1). Tabel 1. Rendemen Ekstrak Simplisia Akar, Rimpang, Batang dan Daun Kunyit Simplisia Bagian Tanaman Kunyit Akar Rimpang Batang Daun Ekstrak Etil Asetat Bobot (g) % b/b 0,57 2,28 0,33 1,32 0,11 0,44 1,51 6,04 Ekstrak Etanol Bobot (g) % b/b 2,24 8,96 1,94 7,76 1,15 4,6 6,7 26,8 Untuk ekstrak etanol, ekstrak batang dan rimpang lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif E. coli, sedangkan ekstrak akar lebih efektif terhadap bakteri Gram positif S. aureus. Ekstrak etanol dan etil asetat seluruh bagian vegetatif tanaman kunyit memiliki aktivitas antimikroba. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa ekstrak etanol rimpang dan daun serta ekstrak etil asetat rimpang tanaman kunyit memiliki aktivitas antimikroba (Arutselvi et al., 2012; Asimi et al., 2013). Ekstrak etil asetat cenderung memiliki aktivitas antimikroba terhadap mikroba uji yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak etanol. Fratianni et al. (2013) melaporkan bahwa ekstrak etil asetat dari tanaman Hypericum connatum memiliki aktivitas antimikroba yang lebih baik terhadap bakteri S. aureus dan E. coli dibandingkan dengan ekstrak etanol. Ekstrak etil asetat dan etanol setiap bagian tanaman kunyit cenderung mempunyai kemampuan antibakteri yang lebih besar dibanding dengan kemampuan antifungi. Hasil ini sejalan dengan penelitian Pattaratanawadee et al. (2006) yang juga Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak etil asetat seluruh bagian tanaman kunyit mempunyai aktivitas penghambatan terhadap semua mikroba uji. Ekstrak etanol semua bagian tanaman kunyit tidak memiliki aktivitas penghambatan terhadap C. albicans, sedangkan ekstrak etanol daun kunyit tidak memiliki aktivitas penghambatan terhadap seluruh mikroba uji (Tabel 2). Terdapat hubungan yang searah antara konsentrasi ekstrak dengan diameter zona hambat, dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak, diameter daya hambat yang terbentuk akan semakin besar. Selain itu, terdapat hal yang menarik dari hasil uji antimikroba, dimana pada ekstrak etil asetat rimpang memiliki aktivitas antimikroba yang masih dibawah semua ekstrak bagian tanaman kunyit lainnya. Walaupun demikian, ekstrak etanol rimpang memiliki aktivitas antimikroba yang paling tinggi diantara ekstrak etanol bagian tanaman kunyit lainnya. Untuk ekstrak etil asetat, ekstrak daun dan batang kunyit lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif S. aureus, sedangkan ekstrak rimpang dan akar lebih efektif terhadap bakteri Gram negatif E. coli. 34 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 telah melaporkan bahwa ekstrak etanol rimpang kunyit lebih efektif dalam menghambat bakteri penyebab kebusukan dibandingkan dengan fungi. Demikian pula dengan kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri, seluruh ekstrak lebih mampu menghambat pertumbuhan S. aureus yang merupakan bakteri Gram positif dibandingkan dengan E. coli yang merupakan bakteri Gram negatif. Hasil serupa juga didapatkan pada penelitian Schelz et al. (2010) yang melaporkan bakteri Gram negatif lebih resisten terhadap minyak atsiri dari tanaman rempah. Hal ini Tabel 2. karena struktur dinding sel bakteri Gram negatif lebih kompleks dibandingkan dengan Gram positif (Antunes et al., 2012). Dinding sel bakteri Gram negatif memiliki konsentrasi lipid yang tinggi sebagai lapisan penghalang yang membuat bakteri ini lebih resisten terhadap senyawa kimia yang memiliki daya difusi rendah (Hanouda & Baker, 2000). Sedangkan pada bakteri Gram positif, senyawa antibakteri lebih mudah melintasi dinding sel karena hanya mengandung peptidoglikan dan membran luar yang lebih tipis (Lambert et al., 2001). Aktivitas antimikroba dari ekstrak etanol dan etil asetat seluruh bagian tanaman kunyit Ekstrak Daun etil asetat Konsentrasi (ppm) 10.000 15.000 20.000 Diameter penghambatan (mm) E. coli S. aureus C. albicans 6 13 8 8 14 10 10 16 12 Daun etanol 10.000 15.000 20.000 - - - Batang etil asetat 10.000 15.000 20.000 8 10 12 12 14 16 4 7 10 Batang etanol 10.000 15.000 20.000 5 6 7 3 4 5 - Rimpang etil asetat 10.000 15.000 20.000 5 7 9 6 7 8 2 3 4 Rimpang etanol 10.000 15.000 20.000 7 8 9 6 7 8 - Akar etil asetat 10.000 15.000 20.000 7 10 12 6 9 12 1 3 4 Akar etanol 10.000 15.000 20.000 3 4 6 5 6 7 - 100 100 14 - 17 - 14 - Nistatin Kloramfenikol Etil asetat Etanol 35 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 Pada penelitian sebelumnya tentang aktivitas antimikroba bagian tanaman kunyit, masih sebatas pada bagian rimpang dan daunnya saja. Ekstrak rimpang kunyit mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan fungi (Sunilson et al., 2009). Demikian pula ekstrak daun kunyit mampu menghambat pertumbuhan beberapa galur bakteri (Mazumder et al., 2000). Aktivitas antimikroba dari tanaman yang biasa dijadikan bumbu masakan yang umum digunakan seperti kunyit dapat dijadikan acuan dalam penggunaannya seperti pengawetan bahan mentah maupun olahan, farmasetikal, pengobatan alternatif dan terapi alami (Lis-Balcin & Deans, 1997). Kemampuan antimikroba dari ekstrak tanaman kunyit dapat juga Tabel 3. dijadikan sebagai pengawet alami dalam mencegah kerusakan makanan akibat aktivitas mikroba (Panpatil et al., 2013). Uji Aktivitas Antioksidan Hasil pengujian aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa seluruh ekstrak bagian tanaman kunyit memiliki aktivitas antioksidan (Tabel 3). Hasil uji aktivitas antioksidan juga menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat rimpang kunyit menghasilkan aktivitas antioksidan terbaik dengan IC50 sebesar 20,42 ppm. Secara keseluruhan, aktivitas antioksidan sampel masih sangat jauh dibawah kontrol positif yaitu vitamin C (asam askorbat) yang memiliki nilai IC50 sebesar 3,99 ppm. Aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol dan etil asetat seluruh bagian tanaman kunyit Simplisia bagian tanaman kunyit Akar Konsentrasi (ppm) 5 10 25 50 100 Ekstrak etanol Inhibisi (%) IC50 8,29 21,53 38,49 31,79 ppm 93,81 94,06 Rimpang 5 10 25 50 100 9,28 14,48 27,85 56,93 89,73 Batang 5 10 25 50 100 5,94 9,78 35,52 69,80 92,70 Daun 5 10 25 50 100 Vitamin C (dalam metanol) 3 6 9 12 15 Ekstrak etil asetat Inhibisi (%) IC50 8,54 17,57 45,05 32,73 ppm 85,89 94,93 48,33 ppm 19,18 41,46 64,73 88,37 92,45 20,42 ppm 42,56 ppm 5,57 13,74 46,16 76,73 93,56 37,11 ppm 5,69 16,21 32,67 63,49 89,11 45,94 ppm 12,99 13,24 30,94 69,80 82,67 47,17 ppm 31,68 74,26 94,93 96,16 96,29 3,99 ppm 36 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 Penelitian tentang tanaman yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan pada beberapa tahun ini lebih difokuskan untuk mengetahui kemampuannya di bidang kesehatan meliputi antioksidan, antimutagenik, dan antikarsinogenik. Hal ini karena tanaman tersebut, salah satunya kunyit, dapat melindungi tubuh manusia terhadap reaksi oksidasi seluler, infeksi bakteri, dan kelainan yang menyangkut metabolisme tubuh (Panpatil et al., 2013). Metode perendaman senyawa DPPH merupakan pengujian yang mudah, cepat dan dapat dipertanggungjawabkan untuk menguji aktivitas antioksidan (Suhaj, 2006). Senyawa antioksidan yang ada kemudian merombak senyawa radikal dengan cara memberikan atom hidrogen atau elektron dan menangkap senyawa radikal bebas sehingga terbentuk senyawa non radikal (Stoilova et al., 2007). Akibat aktivitas tersebut, senyawa DPPH yang berwarna ungu akan dirombak menjadi senyawa α,α-diphenyl-β-picrylhydrazyl yang berwarna kuning (Akowuah et al., 2005). Seluruh ekstrak etanol dan atilasetat bagian tanaman kunyit mempunyai aktivitas antioksidan yang tergolong kuat. Hal ini memperkuat sekaligus memperluas cakupan penelitian sebelumnya yang masih terbatas pada ekstrak rimpang dan daun kunyit yang memiliki aktivitas antioksidan dan penghambatan tyrosinase (Chan et al., 2008). Rimpang tanaman kunyit merupakan bagian yang sering digunakan dalam pengobatan tradisional di masyarakat. Tanaman menghasilkan senyawa antioksidan dalam jumlah yang besar seperti karotenoid, flavonoid, asam benzoat, asam askorbat, tokoferol untuk mencegah terjadinya oksidasi substrat (Samsudin & Panigoro, 2013). Mengkonsumsi tanaman rempah termasuk kunyit akan berdampak baik dalam usaha pencegahan beberapa penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular, kanker, dan inflamasi (Hossain et al., 2008). Penelitian tentang tanaman kunyit sebagai antimikroba dan antioksidan cenderung menggunakan minyak atsirinya (Negi et al., 1999; Naz et al., 2010; Antunes et al., 2012). Akan tetapi beberapa minyak atsiri yang beredar di pasaran ternyata hanya memiliki aktivitas antioksidan saja seperti yang telah dilaporkan oleh Antunes et al. (2012). Lebih lanjut, dalam penelitian tersebut aktivitas antimikroba didapatkan setelah penambahan asam askorbat. Oleh karena itu penelitian ini mempunyai keunggulan karena ekstrak etil asetat dan etanol seluruh bagian tanaman kunyit memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba sekaligus. Uji Penapisan Fitokimia Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan, ekstrak etanol dan etil asetat daun tidak menunjukkan adanya senyawa flavonoid (Tabel 4). Flavonoid terdeteksi pada ekstrak etanol maupun etil asetat akar, rimpang, dan batang, namun tidak ada pada daun. Alkaloid tidak terdeteksi pada semua sampel, sedangkan steroid/triterpenoid terdeteksi pada semua sampel. Hasil uji penapisan fitokimia menunjukkan secara keseluruhan bahwa ekstrak etanol dan etil asetat masing-masing bagian tanaman kunyit megandung senyawa kimia golongan flavonoid dan steroid/triterpenoid. Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan, ekstrak etanol dan etil asetat daun tidak menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Oleh karena itu pada ekstrak etanol maupun etil asetat daun kunyit mempunyai aktivitas antioksidan yang paling rendah diantara ekstrak lainnya. Hal ini karena flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi (Ghasemzadeh et al., 2012). Namun demikian, penelitian ini masih sejalan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa ekstrak etanol daun kunyit memiliki aktivitas antioksidan (Arutselvi et al., 2012). Flavonoid golongan kaempferol dan rutin dalam tanaman kunyit mempuyai aktivitas antioksidan (Ghasemzadeh et al., 2012). Kandungan flavonoid dalam kunyit juga mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus, E. coli dan Klebsiella sp. (Chhetri et al. 2008). Golongan steroid dan terpenoid dalam ekstrak etanol rimpang kunyit mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus 37 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 dan Enterobacter faecalis (Viji et al., 2013). Steroid/triterpenoid juga terdeteksi pada sampel rimpang kunyit yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi (Samsudin & Panigoro, 2013). Tabel 4. Penapisan fitokimia ekstrak simplisia akar, rimpang, batang dan daun kunyit Simplisia bagian tanaman kunyit Akar Rimpang Batang Daun etanol + + + - flavonoid etil asetat + + + - etanol - Alkaloid etil asetat - Steroid/ triterpenoid etanol etil asetat + + + + + + + + Keterangan: (+) terdeteksi; (-) tidak terdeteksi Adanya kandungan beberapa senyawa kimia dalam ekstrak kasar mengakibatkan senyawa kimia tersebut dapat memliki mekanisme yang beragam dalam menghambat pertumbuhan mikroba. Senyawa kimia dalam kunyit dapat juga menyerang bakteri uji dengan cara perusakan dinding sel, membran sitoplasma, protein, kebocoran sel, dan penggumpalan sitoplasma (Burt, 2004). Sedangkan senyawa kimia dalam ekstrak kasar kunyit mempunyai beberapa kemungkinan mekanisme penghambatan pertumbuhan fungi. Beberapa diantaranya ialah dengan merusak morfologi hifa yang dapat menyebabkan kerusakan sel, perusakan dinding sel, membran plasma, mitokondria, kebocoran sitoplasma, dan pelipatan membran inti (Rasooli et al., 2005). Adanya aktivitas antimikroba dan antioksidan ekstrak etanol dan etil asetat akar, rimpang, batang, dan daun kunyit diharapkan lebih banyak lagi penelitian untuk mengeksplorasi seluruh bagian tanaman kunyit selain rimpang. Sehingga akan lebih banyak lagi manfaat yang dapat diambil dari seluruh bagian tanaman kunyit selain rimpang untuk digunakan sebagai sumber bahan obat alami maupun manfaat lainnya. batang terhadap S. aureus, ekstrak etil asetat batang dan akar terhadap E. coli, dan ekstrak etil asetat daun terhadap C. albicans. Sedangkan aktivitas antioksidan terbaik ialah ekstrak etil asetat rimpang kunyit. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang potensi ekstrak air yang lebih aman dan murah untuk dikembangkan dalam skala industri serta kajian mendalam tentang mekanisme kerja antimikroba dan antioksidan. DAFTAR PUSTAKA Akowuah, G.A, Ismail, Z., Norhayati, I. and Sadikun, A. 2005. The effects of different extraction solventas of varying polarities of polyphenols of Orthosiphon stamineus and evaluation of the free radicalscavenging activity. Food Chemistry. 93 (2): 311-317. Antunes, S.A., Robazza, W.S., Schittler, L. and Gomes, G.A. 2012. Synergistic and antimicrobial properties of commercial turmeric (Curcuma longa) essential oil against pathogenic bacteria. Ciencia e Tecnologia de Alimentos. 32 (3): 525530. Arutselvi, R., Balasaravanan, T., Ponmurugan, P., Saranji, N.M. and Suresh, P. 2012. Phytochemical screening and comparative study of antimicrobial activity of leaves and rhizomes of turmeric varieties. Asian SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak etanol dan etil asetat daun, batang, rimpang dan akar tanaman kunyit mempunyai aktivitas antimikroba dan antioksidan. Aktivitas antimikroba tertinggi terdapat pada ekstrak etil asetat daun dan 38 Fitofarmaka, Vol. 5, No.1, Juni 2015 ISSN : 2087-9164 Journal of Plant Science and Research. 2 (2): 212-219. Asimi, O.A., Sahu, N.P. and Pal, A.K. 2013. Antioxidant activity and antimicrobial property of some Indian spices. International Journal of Scientific and Research Publications. 3 (3): 1-8. Baydar, H., Sagdic, O., Ozkan, G. and Karadogan, T. 2004. Antibacterial activity and composition of essential oil from Origanam, Thymbra and Satureja species with commercial importance in Turkey. Food Control. 15 (3): 169-172. Burt, S. 2004. Essential oils: their antibacterial properties and potential applications in foods-a review. International Journal of Food Microbiology. 94 (3): 223-253. Chan, E.W.C., Lim, Y.Y., Wong, L.F., Lianto, F.S., Wong, S.K., Lim, K.K., Joe, C.E. and Lim, T.Y. 2008. Antioxidant and tyrosinase inhibition properties of leaves and rhizome of ginger species. Food Chemistry. 109 (3): 477-483. Chhetri, H.P., Yogol, N.S., Sherchan, J., Anupa, K.C., Mansoor, S. and Thapa, P. 2008. Phytochemical and antimicrobial evaluations of some medicinal plants of Nepal. Khatmandu University Journal of Science, Engineering and Technology. 1 (5): 49-54. Fransworth, N.R. 1966. Biological and phytochemical screening of plants. Journal of Pharmaceutical Science. 55 (3): 225-276. Fratianni, F., Nazzaro, F., Marandino, A., Fusco, M.R., Coppola, R., De Feo, V. and De Martino, L. 2013.Biochemical composition, antimicrobial activities, and anti-quorum-sensing activities of ethanol and ethyl acetate extracts from Hypericum connatum Lam. (Guttiferae). Journal of Medical Food. 16 (5): 454-459. Ghasemzadeh, A., Azarifar, M., Soroodi, O. and Jaafar, H.Z.E. 2012. Flavonoid compounds and their antioxidant activity in extract of some tropical plants. Journal of Medicinal Plants Research. 6 (13): 2639-2643. Hanouda, T. and Baker, J.R. 2000. Antimicrobial mechanism of action of surfactant lipid preparation in enteric gram negative bacilli. Journal of Applied Microbiology. 89 (3): 397403. Hossain, M.B., Brunton, N.P., Barry-Ryan, C., Martin-Diana, A.B. and Wilkinson, M. 2008. Antioxidant activity of spices extracts and phenolics in comparison to synthetic antioxidants. Rasayan Journal of Chemistry. 1 (4): 751-756. Lambert, R.J.W., Skandamis, P.N., Coote, P.J. and Nychas, G.J.E. 2001. A study of the minimum inhibitory concentration and mode of action of oregano essential oil, thymol and carvacrol. Journal of Applied Microbiology. 91 (3): 453-462. Lis-Balcin, M. and Deans, S.G. 1997. Bioactivity of selected plant essential oils againts Listeria monocytogenes. Journal of Application Microbiology. 82 (6): 759-762 Mazumder R, Mediratta T, Mondal SC and Mazumder A. 2000. Antimicrobial potency of the leaf-stalk extract of Curcuma longa (LINN). Ancient Science of Life. 20 (1-2): 92-96. Nahak, G. and Sahu, R.K. 2011. Evaluation of antioxidant activity in ethanolic extracts of five curcuma species. International Research Journal of Pharmacy. 2 (12): 243-248. Naz, S., Jabeen, S., Ilyas, S., Manzoor, F., Aslam, F. and Ali, A. 2010. Antibacterial activity of Curcuma longa varieties against different strains of bacteria. Pakistan Journal of Botany. 42 (1): 455-462. Negi, P.S., Jayaprakasha, G.K., Rao, L.J.M. and Sakariah, K.K. 1999. Antibacterial activity of turmeric oil: a by product from curcumin manufacture. Journal of Agricultural 39 Fitofarmaka,Vol.5,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164 and Food Chemistry. 47 (10): 42974300. Panpatil, V.V., Tattari, S., Kota, N., Ningulkar, C. and Polasa, K. 2013. In vitro evaluation on antioxidant and antimicrobial activity of spice extracts of ginger, turmeric and garlic. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry. 2 (3): 143-148. Parveen, Z., Nawaz, S., Siddique, S. and Shahzad, K. 2013. Composition and antimicrobial activity of the essential oil from leaves of Curcuma longa L. kasur variety. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences. 75 (1): 117-122. Pattaratanawadee, E., Rachtanapun, C., Wanchaitanawong, P. and Mahakarnchanakul. 2006. Antimicrobial activity of spice extracts against pathogenic and spoilage microorganisms. Kasetsart Journal: Natural Science. 40 (5): 159-165. Rasooli, I., Rezaei, M.B. and Allameh, A. 2006. Growth inhibition and morphological alterations of Aspergillus niger by essential oils from Thymus eriocalyx and Thymus x-porlock. Food Control. 17 (5): 359364. Samsudin, S. and Panigoro, R. 2013. Comparison of antioxidant activity between decoction of dried Curcuma longa L., and Curcuma xanthorrhiza Roxb. rhizomes. International Journal of Research in Phytochemistry Pharmacology. 3 (1): 27-30. Schelz, Z., Hohmann, J. and Molnar, J. 2010. Recent advances in research of antimicrobial effects of essential oils and plant derived compounds on bacteria. Ethnomedicine: A source of complementary therapeutics (ed. Chattopadhyay D). 179-201. Stoilova, I., Krastanov, A., Stoyanova, A., Denev, P. and Gargova, S. 2007. Antioxidant activity of a ginger extracts (Zingiber officinale). Food Chemistry. 102 (3): 764-770. Suhaj, M. 2006. Spice antioxidants isolation and their antiradical activity: a review. Journal of Food Composition and Analysis. 19 (6-7): 531-537. Sunilson, J.A.J., Suraj, R., Rejitha, G., Anandarajagopal, K., Kumari, A.V.A.G. and Promwichit, P. 2009. In vitro antimicrobial evaluation of Zingiber officinale, Curcuma longa and Alpinia galanga extracts as natural food preservatives. American Journal of Food Technology. 4 (5): 192-200. Tiwari, V., Shanker, R., Srivastava, J. and Vanker, P.S. 2006. Change in antioxidant activity of spices-turmeric and ginger on heat treatment. Electronic Journal of Environmental, Agriculture and Food Chemistry. 5 (2): 1313-1317. Viji, G.S., Vasanthe, B. and Saresh, K. 2013. Screening and antibacterial activity analysis of some important medicinal plants. International Journal of Innovation and Applied Studies. 2 (2): 146-152. Yan, S.W. and Asmah, R. 2010. Comparison of total phenolic contents and antioxidant activities of turmeric leaf, pandan leaf and torch ginger flower. International Food Research Journal. 17 (2): 411-423. 40 UCAPAN TERIMA KASIH Dewan redaksi Jurnal Fitofarmaka menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mitra bestari: Prof. Dr. Ajeng Diantini, M.S. Apt. (Universitas Padjadjaran) Dr. Jutti Levita, M.Si. Apt. (Universitas Padjadjaran) Dr. Ilma Nugrahani, Apt. (Institut Teknologi Bandung) Dr. Aprilita Rina Yanti Eff, M.Biomed, Apt. (Universitas Esa Unggul) Dra. Hernani, M.Sc. (Balai Besar Penelitian & Pengembangan Pasca Panen Pertanian) Kami mengucapkan terima kasih atas kontribusi yang telah diberikan dalam membantu kelancaran penerbitan Jurnal Fitofarmaka volume 5 nomor 1 Juni 2015. Bogor, Juni 2015 Dewan Redaksi PANDUAN PENULISAN JURNAL Jurnal Fitofarmaka menerima tulisan ilmiah berupa hasil penelitian, review jurnal, laporan penelitian dan laporan kasus yang berkaitan dengan bidang kefarmasian. Naskah diutamakan yang belum pernah diterbitkan di media lain, baik cetak maupun elektronik. Jika sudah pernah disampaikan dalam suatu pertemuan ilmiah hendaknya diberi keterangan yang jelas mengenai nama, tempat, dan tanggal berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah berupa ketikan asli ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan abstrak bahasi Inggris. Sistematika penulisan adalah sebagai berikut : Setting halaman adalah 1 kolom dengan 2 spasi, pada kertas HVS A4 dengan margin atas 4 cm, bawah 3 cm, kiri 4 cm, kanan 3 cm, maksimal 15 halaman sudah termasuk gambar/foto atau tabel. Panjang naskah maksimal 3000-5000 kata dengan huruf Times New Roman font 12. 1. Halaman Judul : berisi judul artikel dengan jumlah kata maksimal 14 kata, nama penulis (tanpa gelar), dan institusi/ alamat tempat bekerja dari masing-masing penulis, dengan alamat e-mail untuk korespondesi (corresponding author). 2. Abstrak : abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan jumlah kata maksimal 250 kata. Abstrak ditulis dengan ringkas dan jelas yang mencakup pendahuluan, metode, hasil, pembahasan dan simpulan dari penelitian dilengkapi dengan 2-5 kata kunci. 3. Pendahuluan: berisi tentang informasi mengenai latar belakang yang relevan dengan tujuan penelitian. 4. Metode Penelitian: menguraikan bahan, alat dan cara kerja yang digunakan. 5. Hasil dan Pembahasan: dipresentaskan dengan format yang mudah dimengerti dalam bentuk gambar 2D maupun tabel. Tabel harus utuh, jelas terbaca, dibuat dengan format tabel pada Microsoft Words diletakkan simetris di tengah area pengetikan, diberi nomor sesuai urutan penyajian (Tabel 1, dst.), tanpa garis batas kanan atau kiri. Gambar harus diberi nomor sesuai urutan penyajian (Gambar 1, dst.). Pembahasan pada artikel penelitian dilakukan terhadap hasil yang diperoleh dan dikorelasikan dengan studi lain yang relevan. Diskusi difokuskan pada hasil utama penelitian. Keterbatasan penelitian dan dampak hasil penelitian dijelaskan dengan rinci. Penulis harus menjelaskan mengenai keterbatasan dan rekomendasi penangannan yang mendukung referensi. 6. Simpulan: simpulan berhubungan dengan tujuan penelitian. Saran penelitian diberikan untuk merekomendasikan penanganan bila ada keterbatasan penelitaian. 7. Ucapan Terima Kasih: bila ada, tidak menggunakan singkatan. 8. Daftar Pustaka: pustaka ditulis sesuai sistem Harvard Referencing Standard. Sebanyak 80% pustaka yang digunakan merupakan pustaka primer dan terbitan 10 tahun terakhir. Contoh penulisan daftar pustaka rujukan sebagai berikut: a. Buku [1] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul buku dicetak miring. Edisi, Penerbit. Tempat Publikasi. Contoh: O’Brien, J.A. dan. J.M. Marakas. 2011. Management Information Systems. Edisi 10. McGraw-Hill. New York-USA. b. Artikel Jurnal [2] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul artikel. Nama jurnal dicetak miring. Vol (Nomor): Rentang Halaman. Contoh: Cartlidge, J. 2012. Crossing boundaries: Using fact and fiction in adult learning. The Journal of Artistic and Creative Education. 6 (1): 94-111. c. Prosiding Seminar/Konferensi [3] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul artikel. Nama konferensi. Tanggal, Bulan dan Tahun, Kota, Negara. Halaman. Contoh: Michael, R. 2011. Integrating innovation into enterprise architecture management. Proceeding on Tenth International Conference on WirtschaftsInformatik. 16-18. February 2011, Zurich, Swis. Hal. 776-786. d. Tesis atau Disertasi Computationally Intensive Approaches to Inference in NeoNormal Linear Models: Ph.D. thesis, CUT Western Australia [4] Penulis (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul. Skripsi, Tesis, atau Disertasi. Universitas. Contoh: Soegandhi. 2009. Aplikasi model kebangkrutan pada perusahaan daerah di Jawa Timur. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Joyonegoro, Surabaya. e. Sumber Rujukan dari Website [5] Penulis. Tahun. Judul. Alamat Uniform Resources Locator (URL). Tanggal Diakses. Contoh: Ahmed, S. dan A. Zlate. Capital flows to emerging market economies: A brave new world?. http://www.federalreserve.gov/pubs/ifdp/2013/1081/ifdp1081.pdf. Diakses tanggal 18 Juni 2011. FORMULIR BERLANGANAN / PEMBELIAN JURNAL FITOFARMAKA Jl. Pakuan PO BOX 452, Telp/Fax. (0251)8375547 Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : ................................................................................................................. Institusi : ................................................................................................................. Alamat : ................................................................................................................. ................................................................................................................. Telepon/Fax : ................................................................................................................. Ingin menjadi pelanggan/ pembeli Jurnal Fitofarmaka selama …….. tahun, dimulai dari Vol…… No......... tahun ……. sampai Vol......... No. …… tahun …….. Untuk administrasi berlangganan, dapat menghubungi email kami [email protected]. ………………., …………………………. Pelanggan, ………………………………………….... (Tanda tangan dan nama terang) CATATAN: 1. 2. Biaya berlanggan selama 1(satu) tahun (2 kali penerbitan), sebesar Rp. 150. 000,- ditambah ongkos kirim 20%. Mohon diisi dengan lengkap dan dikirim/ fax/ e-mail ke alamat tersebut di atas beserta bukti transfer.