Isi Sep 2010.FH10

advertisement
m e n u j u p e rs a l i n a n a m a n d a n b ay i b a r u l a h i r s e h a t
Tahun XVII, Nomor 2, Edisi Jun-Sep 2010
P E R A N G KO B E R L A N G G A N A N
NO. 06/PRKB/JKTL/WILPOSIV/2010
SA ATNYA BICARA
oleh: Dra. Ieda Poernomo Sigit Sidi, Psikolog
DAFTAR ISI
Saatnya Bicara …………………………….......…… 1
Kalender Ilmiah …………………………........….. 2
ASI VS Susu Formula ………........………...…… 3
Berita Organisasi ………………........……….….. 4
WHO/UNICEF:
Alasan Medis Penggunaaan
Pengganti ASI ……..............................…….. 7
REDAKSI
Penanggung jawab
Trijatmo Rachimhadhi
Pemimpin redaksi
Effek Alamsyah
Editor
Rulina Suradi
Redaktur pelaksana
Sari Handayani
Hesti K.P. Tobing
Sekretariat
Eka Susanti
Bedjo Sardjono
Andreas Supartono
Anjar Kristantoro
Alamat redaksi
Perkumpulan Perinatologi Indonesia
(PERINASIA)
Jl. Tebet Utara IA/22 - Jakarta 12820
Telp./Fax.: (021) 8281243, 83794513
E-mail: [email protected]
Diperkosa Sejak Kelas 6 SD, Mawar Kini Hamil 6 Bulan. Judul berita ini berasal dari
kisah yang direkam media dari Lamongan, Jawa Timur. Kisah video porno artis
tersangka pelaku (A, L, C) yang menghebohkan dan membuat karier cemerlang
ketiganya terpaksa kandas di tengah jalan masih belum usai. Banyak yang menuduh
video porno itu menjadi pemicu seks bebas di kalangan remaja. Benarkah? Mengamati
berita-berita di media massa, cetak maupun elektronik, video porno ALC bukan satusatunya. Bahkan sudah lama video semacam itu beredar di dunia maya. Belum lagi
keinginan untuk melampiaskan keinginan mempertontonkan diri di depan kamera.
Sampai ada komunitas Jangan Bugil Depan Kamera (JBDK) yang bertujuan memandu
remaja agar tidak terperangkap dalam keasyikan menikmati pornografi lewat dunia
maya. Di sisi lain JBDK juga berkeinginan mendidik ayah ibu agar tidak gagap teknologi
sehingga dapat memantau persinggungan anaknya dengan dunia maya.
Perilaku seksual remaja tampaknya semakin memprihatinkan. Tak kurang dari
Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring merasa prihatin dengan maraknya
peredaran pornografi di kalangan remaja dan anak-anak. Beliau mengutip hasil
penelitian Komisi Perlindungan Anak (KPA) yang mengungkapkan data 97 persen
remaja pernah menonton atau mengakses pornografi. Tercatat sebanyak 62,7 persen
remaja pernah melakukan hubungan seks. Lebih lanjut KPA memaparkan hasil survei
yang dilakukan terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar di Indonesia yang menemukan
93 persen remaja pernah berciuman, 62,7 persen pernah berhubungan seks dan 21
persen remaja telah melakukan aborsi. Beliau memaparkan data tersebut dalam
siaran persnya di Jakarta (Minggu, 9 Mei 2010)
.............. ke hal. 2
sebaris kata maaf ...
ibarat setetes air segar yang menyirami hati kita
Pengurus Pusat dan Staf Perinasia
mengucapkan
Selamat Hari Raya Idul Fitri
1 Syawal 1431 H
mohon maaf lahir dan batin
ISSN: 0215 – 9422
TERBIT SETIAP 3 BULAN
Buletin Perinasia - Tahun XVII, Nomor 2, Edisi Jun-Sep 2010
1
Anak-anak dan remaja terkesan semakin tak terlindungi, juga
tidak terbekali di zaman yang seolah permisif. Belum lagi
pengaruh kemajuan teknologi yang seperti pisau bermata
dua, di satu sisi memberi manfaat, di sisi lain bisa merusak.
Simak saja berita yang dilansir media massa:
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
Beredar, Video Mesum Pelajar Bermesraan di Warnet
Polisi temukan 3 HP porno pelajar
Razia Warnet Polisi temukan video mesum mirip artis
Video mesum pelajar SMAN hebohkan warga Bangkalan
Video Beredar, Pemeran Wanita Keluar dari Sekolah
Adegan mesum pelajar ‘Trenggalek Hot” beredar luas
Video mesum pelajar kembali hebohkan warga Madiun
Video mesum “Smaker Bergoyang’ pemeran pria diduga siswa
sekolah kepolisian
Aktor video mesum pelajar kota Madiun terkuak
Putar film porno, bioskop di Banyuwangi digerebek
Sediakan koleksi video porno, pemilik warnet DND diamankan
Pria 19 tahun cabuli siswi PAUD
Pelaku Video Porno Mengaku Tak Kuat Menahan Nafsu
Video ‘Mesra di Kampus’ Polisi Masih Buru Perekam dan Pemeran
(Malang)
Judul berita yang membuat miris dan mengundang
keprihatinan terhadap masa depan bangsa memang sudah
selayaknya disikapi secara bijak. Masalah tidak akan selesai
hanya dengan menghujat dan memenjarakan pelaku. Ada
langkah konkret yang harus segera dilakukan.
Seorang pembaca mengungkapkan keluhannya ketika
membaca berita itu, “Mental anak negeri sudah sangat
menyedihkan. Siapa yg harus bertanggung jawab atas kualitas
pendidikan mental dan karakter anak negeri ini, media massa?
guru? pemerintah? orang tua? Atau kita semua bertanggung
jawab pada generasi kita sendiri,” paparnya geram. Ya, siapa
yang harus bertanggung jawab? Persoalan tidak akan teratasi
kalau hanya sibuk menunjuk berbagai pihak yang dianggap
‘bersalah’ atas terjadinya kondisi dan situasi seperti ini.
Zaman memang sudah berubah. Kita pun harus menyikapi
perubahan zaman yang berdampak pada perilaku seksual
remaja ini dengan langkah konkret. Apa yang harus dilakukan
seorang tenaga kesehatan kalau berhadapan dengan anak
bermasalah seperti Mawar, sebagaimana dikutip di awal
tulisan ini? Bagaimana mencegah supaya tidak ada Mawar
Mawar lain yang terpaksa layu sebelum berkembang?
Perinasia menawarkan langkah konkret dalam upaya
pencegahan dan penanganan masalah perilaku seksual remaja
yang berdampak pada kesehatan reproduksinya. Masalah itu
berpengaruh terhadap kondisi kesehatan perinatal. Diawali
dengan penelitian, Perinasia pun mengembangkan program
Pelatihan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). Ada dua macam
pelatihan KRR. Paket Pelatihan KRR memuat cara memberikan
penyuluhan dan bimbingan dengan tujuan membekali peserta
dengan kemampuan membahas reproduksi dengan sasaran
langsung (remaja, orang tua) agar mampu mengembangkan
perilaku reproduksi sehat.
Dalam paket ini materi tentang konseling disampaikan dalam
batas orientasi saja. Pendalaman Konseling KRR yang
memaparkan cara dan berbagai hal yang perlu diperhatikan
dalam melakukan konseling untuk menangani masalah KRR
menjadi muatan Pelatihan Konseling KRR.
2
Melalui paket-paket pelatihan KRR diharapkan para tenaga
kesehatan (dokter, bidan, perawat) dan pendidik (dosen, guru,
pembina kelompok remaja) memperoleh pembekalan
mengenai cara memberikan penyuluhan, bimbingan dan
melakukan konseling. Pada pelatihan ini peserta dibekali
dengan perangkat penyuluhan, bimbingan, konseling sehingga
langsung siap melakukan upaya pencegahan dan penanganan
masalah KRR usai mengikuti pelatihan. Bersama, kita akan
mampu melindungi anak dan remaja kita dari sergapan zaman
yang terasa memudarkan norma yang menjadi pilar penegak
perilaku sehat dan aman. Kasus video porno selayaknya kita
sikapi dengan kearifan bahwa INI SAATNYA BICARA! Nah,
bagaimana membicarakannya dan apa yang dibicarakan,
Pelatihan KRR adalah jawabannya. Di tahun 2010 ini, Perinasia
menggelar Pelatihan KRR di Jakarta pada tanggal 30-31 Oktober
dan Pelatihan Konseling KRR pada tanggal 6-7 November.
KALENDER ILMIAH
PELATIHAN PENATALAKSANAAN BBLR UNTUK YANKES LEVEL
I-II (2010)
— 2-3 Okt di Bandar Lampung — 30-31 Okt di Jakarta
— 27-28 Nop di Jakarta
PELATIHAN MANAJEMEN BBLR DENGAN METODE
KANGURU (2010)
— 23-25 Oktober di Jakarta — 18-20 Des di Jakarta
PELATIHAN MANAJEMEN LAKTASI (2010)
— 25-26 Sep di Palembang — 16-17 Okt di Jakarta — 13-14
Nop di Padang — 7-8 Nop di Yogyakarta (tentatif) — 4-5 Des
di Jakarta
PELATIHAN KONSELING MENYUSUI (2010)
— 4-8 Okt di Jakarta — 6-10 Des di Jakarta
PELATIHAN RESUSITASI NEONATUS (2010)
— 25-26 Sep di Palembang — 2-3 Okt di Jakarta — 9-10 Okt
di Bandung — 15-16 Okt di Pekanbaru — 23-24 Okt di Kupang
— 6-7 Nop di Malang — 13-14 Nop di Kuningan — 20-21
Nop di Tarakan — 27-28 Nop di Jakarta — 4-5 Des di Makassar
— 11-12 Des di Denpasar — 18-19 Des di Yogyakarta
PELATIHAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA (KRR),
Jakarta, 30-31 Oktober 2010
Materi:
— Kesehatan Reproduksi Remaja
— Bagaimana menyampaikan materi anatomi fisiologi
reproduksi?
— Bagaimana membicarakan perkembangan reproduksi?
— Mengulas gaya hidup remaja
— Membahas masalah reproduksi
— Mengembangkan Program KRR
— Praktik Penyuluhan KRR
— Praktik Bimbingan KRR
Buletin Perinasia - Tahun XVII, Nomor 2, Edisi Jun-Sep 2010
—
—
Pengantar Konseling KRR
Praktik Konseling KRR (orientasi)
Pelatihan berlangsung 2 hari, pukul 08.00 - 17.00.
Pelatih: Tim Pelatih KRR Perinasia yang terdiri dari psikolog,
dokter spesialis obgin, dokter, dan bidan
PELATIHAN KONSELING KRR
Jakarta, 6-7 Nopember 2010
—
—
—
—
—
—
—
—
—
Konseling, selayang pandang
Konseling KRR
Kondisi KRR yang memerlukan konseling
Bertanya, mendengar, menjelaskan dan memutuskan
Boleh dan Tidak Boleh dalam Konseling KRR
Praktik 1: Membina hubungan
Praktik 2: Menggali dan merumuskan permasalahan
Praktik 3: Mencari solusi
Praktik 4: Mengambil keputusan
Pelatihan berlangsung 2 hari, pukul 08.00 - 17.00.
Pelatih: Psikolog yang tergabung dalam Tim KRR Perinasia
ASI vs Susu Formula
dr. Edi Setiawan Tehuteru, SpA, IBCLC
Pernah melihat iklan kejuaraan tinju dunia? Biasanya tertulis
lebih kurang seperti ini: “Saksikan Pertandingan Tinju untuk
Memperebutkan Gelar Juara Dunia antara Kris John vs petinju
Filipina X misalnya….”
Jika melihat judul di atas, saya mempunyai kesan bahwa ASI
dan Susu Formula sedang diadu ibaratnya dua petinju yang
sedang berada di atas ring. Pada akhirnya, sesuatu yang diadu
pasti harus ada yang dinyatakan menang dan kalah. Apa artinya
kalau ASI yang menang atau sebaliknya Susu Formula yang
menang? Apakah layak untuk keduanya di adu?
Menurut saya, keduanya tidak layak untuk diadu. Sebagai
manusia, sebenarnya kita membutuhkan keduanya. Ibaratnya
kita makan di restoran barat, dimana biasanya tersedia sendok
untuk sup, sendok untuk makan makanan utama, garpu kecil
dan besar, pisau untuk mengoles mentega dan untuk
memotong daging, kadang kita tidak mengetahui kapan waktu
yang tepat untuk menggunakan semua perkakas makan yang
tersedia di depan kita. Tidak mengherankan jika kita sering
melihat orang menggunakan sendok yang harusnya untuk sup
akhirnya dipakai untuk makan makanan utama. Apakah pernah
ada kompetisi memperebutkan kejuaraan peralatan makan
terfavorit? Semua yang tersedia di sekitar piring diperlukan,
Buletin Perinasia - Tahun XVII, Nomor 2, Edisi Jun-Sep 2010
namun kita sebagai pengguna yang harus mengetahui kapan
masing-masing alat makan tersebut dipakai.
Demikian halnya dengan ASI dan Susu Formula. Keduanya ada
di sekitar kita, akan tetapi kita harus mengetahui kapan waktu
yang tepat untuk menggunakannya. Air susu ibu adalah
anugerah yang luar biasa yang Tuhan berikan kepada manusia.
Sebagai ungkapan syukur kepada-Nya, sudah selayaknya setiap
manusia memberikan ASI kepada setiap bayi yang lahir ke
permukaan bumi ini.
Bagaimana kenyataannya? Belum semua bayi yang lahir ke
dunia ini mendapatkan apa yang menjadi haknya, yaitu ASI.
Kita tidak perlu mencari kambing hitam dalam permasalahan
ini. Lihatlah dulu diri kita masing-masing. Sebagai manusia
yang mensyukuri karunia Tuhan, sudah dapat dipastikan ia
akan memberikan yang terbaik untuk bayinya. Ini bukan berarti
yang belum memberikan ASI tidak mensyukuri karunia-Nya.
Saya lebih melihat ini karena mereka belum memiliki
pengetahuan yang sepadan, layaknya orang yang makan di
restoran barat, dia tidak memiliki pengetahuan tentang kapan
menggunakan garpu yang kecil dan yang besar. Berbicara
mengenai pengetahuan, artinya semua ini dapat dipelajari.
Buat ibu-ibu, dokter, perawat, bidan, atau siapa saja yang
kerjanya berhubungan dengan kesehatan, jangan enggan
untuk belajar. Tanyakan pada orang-orang atau organisasiorganisasi yang anda anggap layak untuk memberi
pengetahuan tentang ASI. Jangan pernah merasa malu untuk
terus belajar demi kesehatan bayi yang sudah Tuhan titip dan
percayakan kepada kita.
Harus kita akui bahwa memang tidak semua bayi dapat
menikmati ASI. Ada kondisi-kondisi tertentu yang
mengharuskan mereka mendapat Susu Formula. UndangUndang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan sebenarnya telah mengatur hal ini dalam pasal
128, yang berbunyi: Setiap bayi berhak mendapatkan air
susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan,
kecuali atas indikasi medis. Masalahnya, kalimat “atas indikasi
medis” inilah yang sering diplesetkan sehingga dengan
mudahnya kita sebagai tenaga kesehatan langsung memberi
Susu Formula sebagai solusi. Sebagai contoh sederhana saja,
kita tenaga kesehatan sering sekali sudah memberikan Susu
Formula pada bayi usia satu hari karena ASI belum keluar.
Akhirnya, jadilah ini salah satu “indikasi medis” untuk
memberikan Susu Formula.
Apa benar kalau ASI belum keluar bayi terindikasi untuk
diberi Susu Formula supaya tidak lapar atau haus?
Inilah pentingnya semua tenaga kesehatan yang ada di
Indonesia memiliki pengetahuan tentang ASI. Kita tidak perlu
mengkhawatirkan bayi kelaparan atau kehausan karena ASI
belum keluar pada hari pertama. Tuhan telah melengkapi
bayi-bayi yang baru lahir ini dengan cairan yang dan lemak
coklat yang cukup untuk bertahan hidup selama ASI belum
keluar. Kita tidak perlu takut bayi-bayi mungil ini mengalami
apa yang kita khawatirkan. Justru dengan memberi Susu
Formula, ASI keluarnya lama karena Susu Formula akan berada
lebih lama di dalam perut bayi akibat penyerapan usus
terhadap Susu Formula yang lebih lama dibanding ASI .
3
Semakin lama Susu Formula berada di dalam perut bayi,
semakin lama kenyangnya. Kalau kenyangnya lama, bayi
semakin jarang menghisap payudara ibunya. Semakin jarang
payudara ibu dihisap, semakin lama ASI akan keluar karena
hormon-hormon utama pendukung produksi ASI hanya akan
keluar kalau payudara ibu sering dihisap oleh bayinya. Menurut
literatur, ASI biasanya akan keluar dengan lancar pada hari
kedua atau ketiga. Selama itu, seperti telah diterangkan di
atas, kita tidak perlu khawatir karena Tuhan sudah memikirkan
segala sesuatunya untuk sang bayi.
Guna menghindari interpretasi liar yang dapat muncul dari
istilah “indikasi medis”, Badan Kesehatan Dunia tahun 2009
telah mengeluarkan buku panduan yang berjudul “Alasanalasan Medis yang Dapat Diterima untuk Pemberian Makanan
Pengganti ASI”. Berikut ini adalah indikasi atau kondisi dimana
bayi boleh diberikan Susu Formula, yaitu:
·
·
·
·
·
·
·
bayi dengan galaktosemia,
penyakit maple syrup urine,
fenilketonuria,
bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 g,
bayi dengan masa gestasi kurang dari 32 minggu,
bayi yang mempunyai risiko mengalami hipoglikemia,
bayi yang lahir dari ibu yang mengidap HIV, Herpes Simpleks
tipe 1, menderita penyakit yang berat yang tidak memungkinkan si ibu merawat bayinya,
· ibu sedang dalam pengobatan dan mengkonsumsi obatobatan penenang, obat-obatan yang mengandung radioaktif, kemoterapi, yodium.
Buku panduan ini dapat diunduh dari internet. Sebagai catatan,
bayi dengan galaktosemia juga tidak bisa diberikan susu
formula dari bahan susu sapi karena tidak dapat mencerna
galaktosa yang berasal dari lactose.
Kadang, sekalipun kita sudah mengetahui hal tersebut di atas,
kita masih saja terjerumus untuk melakukan kesalahan yang
sama, yaitu memberikan Susu Formula untuk suatu indikasi
yang tidak tepat akibat pengaruh yang sangat kompleks. Salah
satunya adalah akibat gencarnya promosi Susu Formula. Guna
membantu mereka yang kerap bekerja dengan ibu hamil, ibu
menyusui, dan bayinya, agar tidak mudah tergoda, bacalah
buku “Kode International Pemasaran Makanan Pengganti ASI”.
Di dalam buku yang diterbitkan oleh Badan Kesehatan Dunia
tahun 1981 ini, kita dapat mengetahui bagaimana seharusnya
seorang tenaga kesehatan bersikap terhadap ASI dan Susu
Formula.
Mulai saat ini kiranya kita tidak lagi membanding-bandingkan
mana yang terbaik antara ASI dan Susu Formula. Keduanya
baik dan diperlukan, hanya saja kita perlu mengetahui kapan
waktu yang tepat untuk menggunakannya. Agar tidak lupa
dengan pesan ini, ingat saja ketika anda sedang makan di
meja makan dengan piring dan perkakas makan yang ada di
sekitarnya. Selamat merenungkan hal ini dan selamat
merayakan “Pekan ASI Sedunia 2010”. nnn
BERITA ORGANISASI
PENGURUS CABANG BALI 2009-2012
Pembina
: Prof. Dr. dr. I. Gede Putu Surya, SpOG(K)
Prof. dr. Made Kornia Karkata, SpOG(K)
Ketua
: dr. I Wayan Retayasa, SpA(K)
Wakil Ketua : dr. Tjok Gde Agung Suwardewa, SpOG(K)
Sekretaris
: dr. I Nyoman Hariyasa Sanjaya, SpOG
Bendahara : dr. Ketut Surya Negara, SpOG
Anggota
: 1. dr. Kadek Sugiharta, SpOG(K)
2. dr. A.A.N. Jaya Kusuma, SpOG(K)
3. dr. I Made Kardana, SpA
4. dr. I.G.A. Trisna Windiani, SpA
5. dr. I Wayan Dharma Artana, SpA
6. dr. Putu Junara Putra, SpA
Sekretariat
: 1. Dra. Luh Ketut Ariasih
2. Luh Putu Rika Suantari, SE
3. M. Nina Trisnawati, A.Md
PENGURUS CABANG JABAR 2010 - 2013
Ketua
: Prof. Dr. Sjarif Hidayat Effendi, dr, SpA(K)
Wakil Ketua
: Prof. Dr. Jusuf Sulaeman Effendi, dr, SpOG(K)
Sekretaris
: dr. Tetty Yuniati, SpA(K), MKes
Wakil Sekretaris : dr. Fiva Aprilia Kadi, SpA, MKes
Bendahara
: dr. Setyorini Irianti , SpOG(K)
Wakil Bendahara : dr. Dini Hidayat, SpOG, MKes
Anggota Pengurus : dr. Aris Primadi, SpA(K)
dr. Raddy Irmawan, SpA
dr. Suzy Irawati Sjahid, SpA
dr. Adhi Pribadi, SpOG(K)
dr. M. Alamsyah, SpOG, MKes
Dra. Hj. Tuty Nurhayati, Dipl.M.MKes
Hj. Mimin Rasmina, AMKeb
dr. Dewi Purnama, SpA
PANITIA TETAP (PANTAP) PERINASIA CABANG JAWA BARAT
I.
PELINDUNG
Ketua
: Kepala Dinkes Propinsi Jawa Barat
Anggota : Direktur Utama RS Hasan Sadikin Bandung
Kepala Bag. Obstetri & Ginekologi FKUP/RSHS
Kepala Bag. Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS
II. BIDANG ORGANISASI
Ketua
: Prof. Dr. Abdurachman Sukadi, dr, SpA(K)
Anggota : Prof. Dr. Sofie R. Krisnadi, dr, SpOG(K)
III. BIDANG ILMIAH DAN PERENCANAAN PROGRAM
Ketua
: dr. Udin Sabaruddin, SpOG(K), MM, MH.Kes
Anggota : dr. Ali Usman, SpA(K)
IV. BIDANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Ketua
: Prof. Dr. Johanes C. Mose, dr, SpOG()
Anggota : dr. Anita Deborah Anwar, dr, SpOG(K)
4
Buletin Perinasia - Tahun XVII, Nomor 2, Edisi Jun-Sep 2010
KOORDINATOR PROGRAM
I.
PROGRAM RESUSITASI NEONATUS
Ketua
: dr. Aris Primadi, SpA(K)
Wakil
: dr. Irman Permana, SpA
II. PROGRAM MANAJEMEN LAKTASI
Ketua
: dr. Fiva A. Kadi, SpA, MKes
Wakil
: dr. Amelia Siddiq, SpoG, MSi
III. PROGRAM PERAWATAN METODE KANGURU
Ketua
: dr. Dini Hidayat, SpOG, MKes
Wakil
: dr. Trisnasari Hafsah, SpA
IV. PROGRAM PENATALAKSANAAN BBLR
Ketua
: dr. Tetty Yuniati, SpA(K), MKes
Wakil
: dr. Yogi Pramatirta, SpOG, MKes
V. PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
Ketua
: Dr. Tono Djuwantono, dr, SpOG, MKes
Wakil
: dr. Dini Pusianawati, SpOG
VI. PROGRAM KONSELING MENYUSUI
Ketua
: dr. Yoke Ayukarningsih, SpA
Wakil
: dr. Zulvayanti, SpOG, MKes
VII. PROGRAM PENGENDALIAN INFEKSI PERINATAL
Ketua
: dr. Aloysius, SpOG
Wakil
: dr. Wedi Iskandar, SpA
Perinasia Cabang DKI Jakarta juga mengagendakan 4 program
pelatihan, tiga pelatihan telah dilaksanakan. Satu pelatihan dinilai
cukup berhasil karena jumlah peserta sesuai target, sementara
dua pelatihan lainnya dianggap tidak sukses karena jumlah peserta
tidak sesuai dengan harapan panitia.
1. Pelatihan Manajemen Laktasi, dilaksanakan pada tanggal 2425 April 2010 di Ruang Diklat RS Kanker Dharmais, Jakarta,
diikuti sebanyak 60 peserta, sesuai target panitia.
2. Pelatihan Pijat Bayi pada tanggal 29 Mei 2010 di Auditorium
RSAB Harapan Kita, Jakarta. Peserta yang hadir hanya 11
orang.
3. Pelatihan Perawatan Metode Kanguru, diselenggarakan pada
tanggal 29-31 Mei 2010 di Auditorium Prodia Tower, diikuti
hampir 20 peserta, namun hanya 10 peserta yang berasal
dari luar panitia.
Pelatihan terakhir dari kerjasama Perinasia Jaya dengan PLD FKUI
ini adalah Pelatihan Resusitasi Neonatus Bagi Bidan & Perawat,
yang akan diselenggarakan pada tanggal 26 September dan 10
Oktober 2010 di Prodia Tower, Jakarta. Kami berharap kegiatan
ini akan sukses seperti Pelatihan Resusitasi Neonatus yang
diselenggarakan oleh Perinasia Pusat.
nnn
KEGIATAN PERINASIA CABANG DKI JAYA
Laporan Pandangan Mata:
Di tahun 2010, Perinasia Jaya mengagendakan beberapa kegiatan
seminar dan pelatihan bekerjasama dengan Panitia Pelantikan
Lulusan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (PLDFKUI). Dalam kerjasama ini, Perinasia Jaya bertindak sebagai
penasihat dari setiap kegiatan yang diselenggarakan.
Seminar “Sosialisasi UU No. 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan Terkait
Pasal-pasal Pemberian ASI Eksklusif”
Tiga kegiatan seminar telah terselenggara sesuai agenda. Dua
diantaranya dianggap sukses dengan jumlah peserta melebihi
target. Melihat besarnya minat peserta yang mendaftar untuk
Seminar Emergency Neonatus, lalu diadakan seminar tambahan
untuk topik yang sama. Seminar kedua ini pun mengulang
kesuksesan seminar pertama.
Di pagi hari tanggal 2 September 2010, tampak banyak orang
dari berbagai macam latar belakang mulai berdatangan dan
memenuhi ruang auditorium Rumah Sakit Kanker “Dharmais”.
Tujuannya tidak lain adalah untuk mengikuti Seminar “Sosialisasi
UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Terkait Pasal-pasal
Pemberian ASI Eksklusif”. Acara yang diprakarsai oleh Perinasia
ini dibagi atas dua bagian yang masing-masing dipandu oleh
seorang moderator.
Berikut kegiatan seminar yang telah diselenggarakan:
1. Seminar “Early Diagnosis and Management of Emergency in
Neonates”, dilaksanakan pada tanggal 10 April 2010, di Aula
FKUI. Diikuti 318 peserta dengan prosentase 5% dokter
spesialis, 15% bidan, 40% dokter umum dan 40% perawat.
2. Seminar “Tatalaksana dan Upaya Pencegahan Terikini:
Penularan HIV dalam Kehamilan dan Proses Persalinan”, pada
tanggal 22 Mei 2010, di Ruang Kuliah Kimia FKUI. Dihadiri
210 peserta dengan prosentase 1% dokter spesialis, 1% dokter
umum, 5% bidan, 5% perawat dan 88% mahasiswa Akbid dan
Akper.
3. Seminar “Masalah dan Pencegahan Infeksi pada Bayi Baru
Lahir” dilaksanakan pada tanggal 12 Juni 2010, di RS Kanker
Dharmais, dengan jumlah peserta 80 orang.
4. Seminar “2nd Seminar Early Diagnosis and Management of
Emergency in Neonates”, pada tanggal 31 Juli 2010, di
Auditorium RS Jantung Harapan Kita. Jumlah peserta yang
hadir 333, dengan prosentase 5% dokter spesialis, 15% dokter
umum, 15% bidan dan 60% perawat.
Buletin Perinasia - Tahun XVII, Nomor 2, Edisi Jun-Sep 2010
Setelah kata sambutan dari Ketua Umum Perinasia, acara
dilanjutkan dengan mendengarkan paparan dari 3 orang
narasumber, yaitu dr. Jumaini Andriani (Mantan Anggota Komisi
IX DPR-RI Periode 2004-2009), DR. Minarto, MPS (Direktur Bina
Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI), dan Nur Asiah, SH
(Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak
Kementerian Tenaga Kerja RI). Bagian pertama dari seminar sehari
ini lebih banyak menerangkan tentang latar belakang terbentuknya
UU ini, khususnya pasal-pasal yang terkait dengan pemberian
ASI eksklusif. Dua narasumber yang lain selanjutnya memaparkan
bagaimana kesiapan dari masing-masing instansi terkait dalam
menjalankan UU yang tidak lama lagi akan diberlakukan.
Saat ketiga narasumber mengakhiri paparan mereka dan
moderator, Prof. dr. Hadi Pratomo, MPH, DR. PH, mempersilakan
peserta seminar untuk bertanya, langsung terlihat lebih kurang
10 orang mengacungkan tangannya. Belum lagi ditambah dengan
beberapa peserta yang bertanya melalui tulisan. Pertanyaan
untuk narasumber pertama berkisar tentang bagaimana suasana
5
di DPR saat UU ini dibahas, khususnya pasal-pasal yang terkait
dengan ASI eksklusif. Narasumber yang memang terlibat dalam
pembahasan UU ini menyatakan bahwa suasana saat itu baik.
Tidak ada anggota dewan yang menolak, termasuk anggota
dewan yang laki-laki. Mengenai pihak-pihak luar yang mencoba
menggagalkan pasal-pasal ini, menurut sepengetahuan
narasumber, juga tidak ada.
Bagi narasumber kedua, peserta lebih banyak yang memberikan
masukan mengingat Kementerian Kesehatan adalah Kementerian
yang diberi tanggungjawab untuk mempersiapkan Peraturan
Pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU Kesehatan yang baru
ini. Beberapa masukan positif yang sempat mengemuka di dalam
diskusi ini adalah agar di dalam PP tercantum dengan tegas
definisi dari apa yang disebut ASI eksklusif, dalam pembuatan PP
kiranya dilibatkan pakar-pakar yang kompeten di bidangnya, dan
perbanyak konselor ASI agar masyarakat dapat memperoleh
pengetahuan tentang ASI eksklusif secara baik dan benar. Minarto
juga menambahkan bahwa PP ini baru mengakomodir tentang
ASI eksklusif 0-6 bulan saja, sesuai dengan apa yang diamanahkan
di dalam UU No. 36 Tahun 2009. “Tahapan pemberian ASI
selanjutnya akan dicarikan UU lain yang dapat dijadikan induknya”,
Minarto melanjutkan.
Sama dengan kedua narasumber sebelumnya, peserta dengan
antusias juga banyak bertanya kepada narasumber ketiga. Masalah
cuti hamil dan melahirkan merupakan salah satu topik yang
banyak mendapat perhatian peserta. Ada peserta yang
mengusulkan agar cuti hamil dan melahirkan diputuskan saja
selama 3 bulan langsung, tidak perlu dibagi-dibagi satu setengah
bulan sebelum melahirkan dan satu setengah bulan setelah
melahirkan. Sementara itu, ada juga yang mengusulkan agar cuti
menstruasi jika tidak diambil dapat dikumulasi dan ditambahkan
pada cuti melahirkan sehingga kalau ditotal jatuhnya jadi 6 bulan
juga. Narasumber pada kesempatan itu menerangkan bahwa
masukan-masukan tersebut sementara ini akan ditampung, untuk
selanjutnya akan disampaikan kepada bagian hukum di instansinya
agar dapat dibahas guna menyempurnakan UU ketenagakerjaan
yang sudah ada. Isu lain yang mencuat saat diskusi adalah tentang
pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak
mengikuti peraturan yang berlaku, yaitu tidak menyediakan ruang
untuk menyusui. Upaya ini diakui memang masih sangat lemah
mengingat sebagai pelaksananya adalah petugas-petugas dinas
tenaga kerja dan transmigrasi di kabupaten kota. Namun,
narasumber lalu mengatakan bahwa ke depan akan ada upaya
dari instansinya untuk mengatasi masalah ini.
Bagian kedua dari seminar ini dilanjutkan setelah istirahat dan
sholat selama lebih kurang 1 jam. Dihadirkan dua narasumber,
yaitu dr. Asti Praborini, Sp.A, IBCLC (Konsultan Laktasi Perinasia)
dan KBP. Banuara Manurung, SH, MH (Advokat Utama II Divisi
Bina Hukum – Mabes POLRI) yang dipandu oleh Prof. dr. Rulina
Suradi, Sp. A(K), IBCLC.
Diparuh kedua ini, Asti banyak menjelaskan tentang Kode
Internasional Pemasaran Makanan Pengganti ASI dan apa yang
dimaksud dengan indikasi medis mengingat pasal 128 ayat 1 dari
UU ini tercantum pernyataan bahwa setiap bayi berhak
mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan, kecuali
atas indikasi medis. Hal ini perlu diterangkan agar tidak terjadi
interpretasi liar atas pernyataan ini.
pengertian mendalam dari pasal-pasal terkait ASI eksklusif.
Sehubungan dengan penyidikan, sesuai dengan apa yang
tercantum di dalam UU, beliau menerangkan lebih lanjut bahwa
hal itu dapat dilakukan oleh penyidik dari POLRI atau Pejabat
Pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk dan ditetapkan oleh instansi
terkait dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI. Selanjutnya
beliau mempertanyakan apakah Kementerian Kesehatan sudah
memiliki penyidik yang dimaksud? Berkaitan dengan bunyi dari
pasal-pasal terkait ASI eksklusif (khususnya pasal 128 dan 200),
beliau memperingatkan kita bahwa bila bunyi dari pasal-pasalnya
seperti apa yang ada dan sudah kita baca bersama, artinya ibuibu yang tidak menyusui dan tidak ada indikasi medis untuk ibu
ini tidak menyusui dapat dikenakan hukuman juga. Pertanyaannya,
apa mungkin penjara di negara ini menampung sekian juta orang
ibu yang tidak menyusui bayinya? “Solusi sebenarnya mudah.
Tingkatkan sosialiasi pemberian ASI eksklusif kepada masyarakat.
Semakin banyak pengetahuan mereka tentang ASI, semakin
banyak ibu-ibu yang mau menyusui bayinya”, ungkap Banuara
menambahkan.
Tanpa terasa, waktu menunjukkan hampir pukul 3 sore. Sebelum
peserta meninggalkan tempat, Prof. dr. Hadi Pratomo, MPH,
DR.PH tampil kembali untuk merangkum seluruh hasil
pembicaraan dan diskusi yang telah berlangsung selama sehari
penuh. Intinya, guna mewujudkan terlaksananya UU No. 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, kita tidak bisa bekerja hanya sendirisendiri. Harus ada kerjasama yang baik di antara instansi
pemerintah terkait, LSM, Organisasi Profesi, dan masih banyak
lagi lainnya. Bila kerjasama ini dapat terjalin dengan baik, tidak
mustahil akan makin banyak sumber daya manusia handal yang
lahir dari bumi Indonesia yang mampu secara mandiri membangun
negara ini menjadi negara yang makmur sejahtera.
Seminar sehari ini telah dihadiri oleh 170 peserta dari berbagai
profesi dan perwakilan institusi di DKI Jakarta, yaitu RS pemerintah
dan swasta, RSIA, RSB, Puskesmas dengan tempat perawatan,
rumah bersalin, organisasi profesi (IDAI, POGI, IBI, PPNI),
perwakilan instansi pemerintah (Badan POM, Direktorat Bina
Yanmedik Spesialistik Kemenkes, Direktorat Bina Yanmedik
Keperawatan Kemenkes, Direktorat Bina Kesehatan Anak
Kemenkes, Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes, Dinas Kesehatan
DKI Jakarta, Suku Dinas Kesehatan 5 Wilayah DKI Jakarta, Jurusan
Gizi Poltekkes Jakarta II, Kementerian Perindustrian, Pusat
Kesehatan Kejaksaan Agung RI, Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Mabes POLRI). Dari organisasi terkait/LSM/lembaga
donors dihadiri oleh perwakilan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia
(AIMI), Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Perdhaki, Pelkesi,
BKPP-ASI, Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa,
PP Aisyiyah, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI),
Yayasan Melati, Tim Penggerak PKK Pusat, Pusat Studi Hukum
dan Kebijakan, Mercy Corps, World Vision Indonesia, Save the
Children, Helen Keller International, dan WHO. Hadir pula
perwakilan media cetak dari Harian Kompas, Media Indonesia,
Kompas.com, Ayah Bunda, dan Jakarta Post.
(dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A, MHA, IBCLC – Wakil Kordinator
Program Manajemen Laktasi)
Sementara itu, narasumber terakhir lebih banyak menerangkan
tentang proses penyidikan dan sedikit membahas tentang
6
Buletin Perinasia - Tahun XVII, Nomor 2, Edisi Jun-Sep 2010
WHO/UNICEF:
Alasan Medis Yang Dapat
Diterima Sebagai Dasar
Penggunaan Pengganti ASI
PENDAHULUAN
Hampir semua ibu dapat dengan sukses menyusui, diukur dari
permulaan pemberian ASI dalam jam pertama kehidupan
bayi, menyusui secara eksklusif untuk 6 bulan pertama dan
meneruskan menyusui (bersama dengan memberikan
makanan pelengkap yang sesuai) hingga usia 2 tahun atau
lebih.
Pemberian ASI eksklusif pada enam bulan pertama kehidupan
sangat bermanfaat bagi ibu dan bayi.
Efek positif menyusui pada kesehatan bayi dan ibu yang terjadi
diamati dalam semua hal. Menyusui menurunkan risiko infeksi
akut seperti diare, pneumonia, infeksi telinga, Haemophils
influenza, meningitis dan infeksi saluran kemih. Menyusui
juga dapat melindungi bayi terhadap penyakit-penyakit kronis
masa depan seperti diabetes tipe-1, ulseratif kolitis, dan
penyakit Crohn. Menyusui selama masa bayi berhubungan
dengan penurunan tekanan darah dan kolesterol serum total,
dan berhubungan dengan prevalensi diabetes tipe-2 yang
lebih rendah, kelebihan berat badan dan obesitas pada masa
remaja dan dewasa. Menyusui menunda kembalinya
kesuburan seorang wanita dan mengurangi risiko perdarahan
pasca kelahiran, kanker payudara pra-menopause dan kanker
ovarium.
Namun demikian, sejumlah kecil kondisi kesehatan bayi atau
ibu dapat membenarkan alasan untuk ibu tidak menyusui
sementara atau permanen. Kondisi ini, yang menjadi
keprihatinan sangat sedikit ibu dan bayi mereka, tercantum
di bawah ini bersama-sama dengan beberapa kondisi
kesehatan ibu yang meskipun serius, bukan merupakan alasan
medis untuk menggunakan pengganti ASI.
Kapanpun terdapat pertimbangan untuk menghentikan proses
menyusui, manfaat menyusui harus ditimbang dan
dibandingkan terhadap risiko yang ditimbulkan oleh adanya
kondisi khusus yang terdapat dalam daftar.
KONDISI BAYI
Bayi yang seharusnya tidak menerima ASI atau susu lainnya,
kecuali formula khusus:
§ Bayi dengan galaktosemia klasik: diperlukan formula khusus
bebas galaktosa.
§ Bayi dengan penyakit kemih beraroma sirup mapel/maple
syrup urine disease: diperlukan formula khusus bebas
leusin, isoleusin, dan valin.
§ Bayi dengan fenilketouria: dibutuhkan formula khusus
bebas fenilalanin (dimungkinkan beberapa kali menyusui,
di bawah pengawasan ketat).
Buletin Perinasia - Tahun XVII, Nomor 2, Edisi Jun-Sep 2010
Bayi-bayi dimana ASI tetap merupakan pilihan makanan
terbaik tetapi mungkin membutuhkan makanan lain selain
ASI untuk jangka waktu terbatas:
§ Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 g (berat
lahir sangat rendah).
§ Bayi lahir kurang dari 32 minggu dari usia kehamilan (amat
prematur).
§ Bayi baru lahir yang berisiko hipoglikemia berdasarkan
gangguan adaptasi metabolisme atau peningkatan
kebutuhan glukosa (seperti pada bayi prematur, kecil untuk
umur kehami lan atau yang mengalami stres
iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, bayi-bayi
yang sakit dan bayi yang memiliki ibu pengidap diabetes)
jika gula darahnya gagal merespon pemberian ASI baik
secara langsung maupun tidak langsung.
KONDISI IBU
Ibu-ibu yang memiliki salah satu dari kondisi yang disebutkan
di bawah ini harus mendapat mengobatan sesuai dengan
standar pedoman.
Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghindaran
menyusui secara permanen.
§ Infeksi HIV (1): jika pengganti menyusui dapat diterima,
layak, terjangkau, berkelanjutan, dan aman (AFASS).
Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghentian
menyusui untuk sementara waktu.
§ Penyakit parah yang menghalangi seorang ibu merawat
bayi, misalnya sepsis.
§ Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1): kontak langsung
antara luka pada payudara ibu dan mulut bayi sebaiknya
dihindari sampai semua lesi aktif telah diterapi hingga
tuntas.
§ Pengobatan ibu:
o Obat-obatan psikoterapi jenis penenang, obat anti
epilepsi dan opioid dan kombinasinya dapat
menyebabkan efek samping seperti mengantuk dan
depresi pernapasan dan lebih baik dihindari jika
alternatif yang lebih aman tersedia.
o Radioaktif iodin-131 lebih baik dihindari mengingat
bahwa alternatif yang lebih aman tersedia – seorang
ibu dapat melanjutkan menyusui sekitar dua bulan
setelah menerima zat ini.
o Penggunaan yodium atau yodofor topikan (misalnya
povidone-iodine) secara berlebihan, terutama pada
luka terbuka atau membran mukosa, dapat
menyebabkan penekanan hormon tiroid atau kelainan
elektrolit pada bayi yang mendapat ASI dan harus
dihindari.
o Sitotoksik kemoterapi mensyaratkan bahwa seorang
ibu harus berhenti menyusui selama terapi.
Kondisi ibu yang masih dapat melanjutkan menyusui,
walaupun mungkin terdapat masalah kesehatan yang
menjadi perhatian.
§ Abses payudara: menyusui harus dilanjutkan pada payudara
yang tidak terkena abses; menyusui dari menyusui dari
payudara yang terkena dapat dilanjutkan setelah perawatan
dimulai.
7
§ Hepatitis B: bayi harus diberi vaksin hepatistis B, dalam
waktu 48 jam pertama atau sesegera mungkin sesudahnya.
§ Hepatitis C.
§ Mastitis C: bila menyusui sangat menyakitkan, susu harus
dikeluarkan untuk mencegah progresivitas penyakit.
§ Tuberkulosis: ibu dan bayi harus diterapi sesuai dengan
pedoman tuberkulosis nasional.
§ Penggunaan zat (2)
§ Penggunaan nikotin, alkohol, ekstasi, amfetamin, kokain,
dan stimulan sejenis oleh ibu elah terbukti memiliki efek
berbahaya pada bayi yang disusui.
§ Alkohol, opioid, benzodiazepin dan ganja dapat
menyebabkan sedasi pada ibu dan bayi.
§ Ibu harus didorong untuk tidak menggunakan zat-zat
tersebut, dan diberi kesempatan dan dukungan untuk
tidak lagi terlibat di dalamnya.
(1) Pemilihan pemberian makan yang paling sesuai pada bayi untuk ibu
yang terinfeksi HIV tergantung pada keadaan individual ibu dan
bayinya, termasuk status kesehatannya, tetapi harus
mempertimbangkan layanan kesehatan yang tersedia dan konseling,
dan dukungan yang mungkin akan dia terima. ASI eksklusif dianjurkan
untuk 6 bulan pertama kehidupan bayi kecuali pengganti menyusui
adalah AFASS. Jika penggantian pemberian makan adalah AFASS
maka dianjurkan penghentian semua kegiatan menyusui oleh ibu
terinfeksi HIV. Penggabungan pola makan di 6 bulan pertama
kehidupan (yaitu, menyusui dan juga memberi cairan, susu formula
atau makanan lain) harus selalu dihindari oleh ibu yang terinfeksi
HIV.
PEMERAS INFUS PERINASIA
Dapat digunakan pada :
· Keadaan gawat darurat, untuk memasukkan cairan infus
secara cepat pada kasus syok hipovolemik/perdarahan
hebat.
· Pada operasi, untuk mengalirkan cairan secara cepat pada
lapangan operasi (laparoskopik)
· Amnioinfusi, untuk memasukkan cairan ke kantung amnion
(pada kasus obstetri)
Keuntungan:
·
·
·
·
·
·
Sederhana dan mudah digunakan
Efisien dan praktis
Tidak mudah rusak
Suku cadang mudah diperoleh
Ketersediaan alat terjamin
Harga terjangkau
Alat ini terdiri dari beberapa bagian: · Kantong infus · Pompa
· Pengukur tekanan (manometer) · Penggantung manometer
· Selang pompa · Tas tangan : sebagai tempat penyimpan alat
bila sedang tidak digunakan.
Harga: Rp. 120.000,-
(2) Ibu yang memilih untuk tidak menghentikan penggunaan zat-zat ini
atau yang tidak mampu melakukannya harus meminta saran secara
individual mengenai risiko dan manfaat menyusui tergantung pada
keadaan individual mereka. Untuk ibu yang menggunakan bahanbahan ini dalam jangka waktu pendek, pertimbangan dapat diberikan
untuk penghentian menyusui sementara selama waktu ini.
(Diterjemahkan dari ACCEPTABLE MEDICAL REASON FOR USE OF
BREAST-MILK SUBTITUTE, UNICEF/WHO 2009, didistribusi oleh
Cara 1:
Lubang kecil menghadap keatas
Cara 2:
Lubang kecil menghadap kebawah
Mercy Corps)
Media komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE)
PERAWATAN METODE KANGURU
Buklet PMK
DVD PMK
(2 keping, untuk Umum & Petugas)
Dapatkan di Perinasia dengan mengganti ongkos cetak
Lembar Balik PMK
8
(Rp 15.000 untuk buklet, Rp 70.000 untuk lembar balik, Rp 60.000 untuk DVD)
Buletin Perinasia - Tahun XVII, Nomor 2, Edisi Jun-Sep 2010
P E L I N D U N G WA J A H ‘ P R I S P E R I N ’
Risiko terpapar darah atau cairan tubuh pasien
Risiko infeksi pasca pajanan perkutan ke dalam darah dari sumber
yang terinfeksi pada pasien:
· Hepatitis B diperkirakan sekitar 5-30%
· Risiko terinfeksi Hepatitis C pasca pajanan perkutan dari sumber
yang diperkirakan sekitar 3-10%
· Risiko infeksi HIV:
o Pasca tertusuk jarum suntik yang terinfeksi darah HIV
diperkirakan sekitar 0,3%
o Pasca pajanan membrane diperkirakan 0,09%
Tujuan Pelindung Wajah
Untuk melindungi kulit dan membrane mukosa (mata, bibir, mulut,
hidung) petugas kesehatan dari paparan darah ataupun cairan tubuh
pasien.
Standard dan Syarat Pelindung Wajah
Pelindung wajah harus cukup besar untuk menutupi hidung, wajah
bagian bawah, rahang, dan rambut wajah, juga untuk mencegah
percikan darah atau cairan tubuh lain yang terkontaminasi ke hidung
atau mulut petugas kesehatan.
Alat pelindung harus:
· Terbuat dari bahan yang tahan air agar efektif untuk pencegahan
tersebut.
· Harus dipergunakan selama prosedur medik yang diperkirakan
bisa membuat percikan darah ataupun cairan tubuh pasien
· Alat pelindung haruslah sesuai dan cocok
Harga Rp 70.000,Pembelian dalam jumlah banyak akan mendapat
potongan harga
· Tembus pandang
· Tidak mudah berembun
· Tidak mudah berubah bentuk
Nama
Formulir
Perpanjangan
Keanggotaan
:
Nomor anggota :
Alamat institusi :
Alamat rumah
Telp.
Fax,:
Kota:
Prop:
Telp.
Fax,:
:
Iuran anggota ditransfer
ke rekening:
PP Perinasia
No. Rek: 025.01.25049.00.5
Bank CIMB NIAGA Tebet
Jl. Prof Supomo SH no. 47 Jaksel
Formulir dan bukti transfer
dikirim ke:
IURAN ANGGOTA
PERINASIA
Jl. Tebet Utara IA no. 22
1 Tahun
3 Tahun
Jakarta
12820
Buletin Perinasia
- Tahun
XVI, Nomor 3, Edisi Okt-Des 2009
Rp. 50.000,Rp. 120.000,Telp./Faks.: (021) 828 1243,
(021) 8379 4513
Rp. 20.000,Rp. 50.000,-
Dengan ini memperpanjang keanggotaan Perinasia
KATEGORI ANGGOTA
Dokter / Sarjana
Bidan / Perawat / Lain-lain.
Buletin Perinasia - Tahun XVII, Nomor 2, Edisi Jun-Sep 2010
9
Download