Bab Dua Landasan Teori dan Data

advertisement
Bab Dua
Landasan Teori dan Data
6
BAB II Landasan Teori dan Data
2.1
Pengertian dan Pemaknaan
2.1.1 Komunikasi Massa
Komunikasi Massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak
yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media, sehingga pesan yang sama dapat
diterima secara serentak dan sesaat. Si penerima pesan tersebut kemudian dapat
menjadi komunikator selanjutnya, untuk kemudian menyampaikan dan menyebarkan
kembali pesan yang telah diterimanya tersebut kepada masyarakat yang dekat dengan
dirinya” (Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc. Psikologi Komunikasi, 1999)
2.1.2 Periklanan
Periklanan adalah pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada
calon pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan
biaya yang semurah-murahnya. (Frank Jefkins, Periklanan, 1997)
Periklanan adalah sebuah bentuk komunikasi pemasaran, dimana suatu periklanan
harus lebih dari sekedar memberkan informasi kepada masyarakat namun juga dapat
membujuk masyarakat agar berprilaku sedemikian rupa sesuai dengan strategi
pemasaran.
“Bisnis di periklanan itu tiada lain adalah mempengaruhi orang. Mempengaruhi orang
bukan pekerjaan yang mudah, konsumen harus bisa kita mengerti secara mendalam
karena dengan konsumen merupakan kunci suksessnya suatu kampanye.” (David Wong,
Technical Advisor, 2000).
2.1.3 Kampanye
“Kampanye merupakan usaha pengarahan, pemerkuatan, dan pergerakan
kecenderungan yang ada ke arah tujuan yang diperkenankan secara social, misalnya
pemungutan suara, pembelian barang-barang, peningkatan kesehatan dan keselamatan
dan sebagainya.” (Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, 1987).
2.1.4 Kampanye Periklanan
Bagian khusus dalam membuat kampanye periklanan adalah menentukan tema
kampanye, karena dari tema inilah gaya bicara dan perilaku (tone and manner) dari
masing-masing iklan terpisah dan cara-cara pemasaran yang akan digunakan. Tema
7
kampanye adalah inti dari permasalahan yang akan dikomunikasikan dalam kegiatan
promosional. Tema kampanye ini biasanya disusun untuk digunakan dalam jangka
waktu yang lama tetapi banyak yang berakhir dalam waktu yang singkat karena faktorfaktor seperti tidak efektif, kondisi pasar, dan kompetisi.
2.1.5 Pemasaran Sosial (Social Marketing)
Menurut Nedra Kline Weinreich, Pemasaran Sosial tahun 1970, oleh Philip Kotler dan
Gerald Zaltman. Seperti Pemasaran Komersil, Pemasaran Sosial juga memiliki 4 P :
Product, Price, Place, Promotion. Namun juga memiliki 4 P tambahan, yaitu : Publics,
Partnership, Policy, Purse Strings.
Product
Produk, jasa, ide, pemikiran, atau gagasan yang ditawarkan baik yang bersifat fisik
(tangible) maupun non-fisik (intangible).
Price
Effort yang harus dikeluarkan oleh target audience.
Place
Distribusi atau placement spot dari produk yang ditawarkan.
Promotion
Promosi secara terintegrasi.
Publics
Kelompok yang terlibat baik sebagai penyelenggara (internal), ataupun sebagai target
(eksternal)
Partnership
Perusahaan, lembaga, organisasi yang mendukung kampanye sosial.
Policy
Pendukung agar program dapat berjalan kontinyu seperti kebijakan pemerintah.
Purse strings
Donasi yang digalang oleh yayasan atau pemerintah untuk kepentingan tujuan
kampanye.
8
2.1.6 Ciri Kampanye Sosial
Sifat dari kampanye non komersil, tidak bersifat keagamaan, non politik, berwawasan
nasional, diperuntukan bagi semua lapisan masyarakat, diajukan oleh orgsnisasi yang
telah diakui atau diterima, dapat diiklankan, memiliki dampak dan kepentingan tinggi
sehingga patut memperoleh dukungan media lokal maupun nasional.
2.1.7 Kekerasan
Kekerasan (Violence):
Perilaku terbuka (overt) atau tertutup (covert), baik yang bersifat menyerang
(offensive) maupun bertahan (defensive) yang disertai penggunaan
kekuatankepada orang lain. (Jack D. Douglas dan Chalut Waksler).
Kekerasan adalah perihal atau sifat keras, paksaan, perbuatan yang
menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. (Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer)
Kekerasan penggunaan kekuatan fisik untuk melukai atau menganiaya,
perlakuan atau prosedur kasar serta keras. Dilukai oleh atau terluka dikarenakan
penyimpangan, pelanggaran, atau perkataan tidak senonoh: kejam. Sesuatu yang
kuat, bergolak, atau hebat dan cenderung menghancurkan atau memaksa.
Perasaan atau ekspresi yang berapi-api, juga termasuk hal-hal yang timbul dari
aksi atau perasaan tersebut: suatu bentrokan atau kerusuhan (Kamus Webster).
Merujuk pada tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan,
pemukulan, dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan
penderitaan atau menyakiti orang lain, dan - hingga batas tertentu - kepada
binatang dan harta-benda. Istilah "kekerasan" juga berkonotasi kecenderungan
agresif untuk melakukan perilaku yang merusak. Kekerasan pada dasarnya
tergolong ke dalam dua bentuk kekerasan sembarang, yang mencakup kekerasan
dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan kekerasan yang terkoordinir, yang
dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun tidak —seperti
yang terjadi dalam perang (yakni kekerasan antar-masyarakat) dan terorisme.
9
2.1.8 Macam kekerasan
1.
Kekerasan Fisik
A. Kekerasan Fisik Berat, berupa penganiayaan berat seperti menendang; memukul,
menyundut; melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan semua
perbuatan lain yang dapat mengakibatkan :
a.
Cedera berat
b.
Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
c.
Pingsan
d.
Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang
menimbulkan bahaya mati
e.
Kehilangan salah satu panca indera.
f.
Mendapat cacat.
g.
Menderita sakit lumpuh.
h.
Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
i.
Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
j.
Kematian korban.
B.
Kekerasan Fisik Ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan
perbuatan lainnya yang mengakibatkan:
a. Cedera ringan
b. Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat
C. Melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis
kekerasan berat.
2.
Kekerasan Psikis:
10
A.
Kekerasan Psikis Berat, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi,
kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan,
pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau
menghina; penguntitan; kekerasan dan atau ancaman kekerasan fisik, seksual dan
ekonomis; yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat
berupa salah satu atau beberapa hal berikut:
a.
Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau
disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun,
b.
Gangguan stress pasca trauma,
c.
Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi
medis),
d.
Depresi berat atau destruksi diri,
e.
Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti
skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya,
f.
Bunuh diri.
B. Kekerasan Psikis Ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi,
kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan,
pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau
menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis;yang
masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan, berupa salah
satu atau beberapa hal di bawah ini:
a.
Ketakutan dan perasaan terteror
b.
Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak
c.
Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual
d.
Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan
pencernaan tanpa indikasi medis)
e.
3.
Fobia atau depresi temporer
Kekerasan Seksual:
11
A.
a.
Kekerasan Seksual Berat, berupa:
Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh
organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang
menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
b.
Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat
korban tidak menghendaki.
c.
Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan
dan atau menyakitkan.
d.
Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran
dan atau tujuan tertentu.
e.
Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
f.
Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat
yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
B. Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti
komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non
verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang
meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan
dan atau menghina korban.
C. Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis
kekerasan seksual berat.
4.
Kekerasan Ekonomi:
A. Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian
lewat sarana ekonomi berupa:
a.
Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
b.
Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
c.
Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan
atau memanipulasi harta benda korban.
12
B. Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang
menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak
terpenuhi kebutuhan dasarnya.
2.2 Data dan Fakta
2.2.1 Fakta dan kesaksian
penelitian yang telah dilakukan oleh Human Rights Watch sejak tahun 2001, mengenai
perlakuan kejam terhadap perempuan dan anak-anak yang bekerja sebagai pekerja
rumah tangga, yang berasal dari atau bekerja di El Salvador, Guatemala, Indonesia,
Malaysia, Moroko, Filipina, Arab Saudi, Singapura, Sri Lanka, Togo, Emirat Arab, dan
Amerika Serikat.
Dalam situasi yang paling buruk, perempuan dan anak-anak perempuan terjebak dalam
situasi kerja paksa atau diperdagangkan menjadi pekerja rumah tangga yang kondisinya
mirip dengan perbudakan.
Organisasi Buruh Internasional (The International Labor Organization/ILO)
memperkirakan bahwa jumlah anak-anak perempuan berusia di bawah enam belas
tahun yang bekerja di sektor rumah tangga ini jauh lebih banyak dari pada di sektor
lain yang sama-sama mempekerjakan anak-anak. Di Indonesia, ILO memperkirakan ada
sekitar 700,000 PRT anak, sementara itu di El Salvador lebih dari 20,000 perempuan
dan anak-anak perempuan antara umur empat belas hingga sembilan belas tahun
bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Kondisi pekerjaan para pekerja rumah tangga
yang sangat eksploitatif sering membuat pekerjaan ini menjadi salah satu dari bentuk
perlakuan yang paling buruk bagi pekerja anak.
Human Rights Watch menyebutkan bahwa jumlah pekerja perempuan yang bekerja ke
luar negeri telah meningkat secara signifikan dalam tiga dasawarsa terakhir, dan
sekitar setengah dari kira-kira 200 juta migran di seluruh dunia adalah perempuan.
Feminisasi dari migrasi buruh khususnya didengungkan di Filipina, Indonesia dan Sri
Lanka, di mana perkiraan di tingkat nasional menunjukkan bahwa 60-75 persen dari
tenaga kerja migrasi legal adalah perempuan. Sebagian besar dari jumlah ini bekerja
sebagai PRT di Timur Tengah dan Asia.
Pada tahun 2006, tercatat sebanyak 1259 PRT Indonesia – yang kebanyakan adalah
perempuan – mengalami berbagai bentuk pelanggaran, seperti diskriminasi, eksploitasi
dan kekerasan. Di tengah terobosan-terobosan kebijakan di bidang pemberian layanan
bagi perempuan korban kekerasan di Indonesia (12 produk kebijakan di tingkat lokal
hingga nasional), ternyata buruh migran perempuan sama sekali luput dari penyikapan
yang serius dari pemerintah.
13
Pembantu rumah tangga di Indonesia menghadapi masalah gaji tidak dibayar, bekerja
dalam sehari sampai 22 jam, dipukuli, mengalami kekerasan seksual dan dikurung
secara paksa, kata Amnesty Internasional.
Wakil direktur Asia, Amnesty Internasional Natalie Hill mengatakan pemerintah gagal
melindungi hak pembantu rumah tangga, seperti halnya manusia lain, termasuk hak
untuk beristirahat dan terbebas dari kekerasan.
Kesaksian
Amnesty mengangkat satu cerita perempuan berusia 13 tahun yang disiram air panas
oleh majikan dan dikunci setiap malam. "Saya membersihkan rumah, menyapu lantai,
dan menjaga anak-anak ... setiap hari dari pukul 5 pagi sampai tengah
malam....Majikan saya menyiram saya dengan air panas kalau dia marah... Dia juga
melemparkan panci ke saya.Satu-satunya waktu di mana saya bisa pergi keluar adalah
ketika saya menjemur pakaian... sekali seminggu.Saya tidur di dapur, tanpa kasur. Dan
majikan saya, mengunci saya di kamar setiap malam, sehingga saya tidak bisa ke kamar
mandi?" cerita Ratna yang mulai bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT) ketika dia
masih berumur 13 tahun.
“Menjadi pembantu rumah tangga, kita tidak punya kekuasaan
terhadap hidup kita
sendiri. Tidak ada yang menghargai kita. Kita tidak punya hak. Ini pekerjaan yang
paling hina.”- Hasana, seorang pekerja rumah tangga anak-anak yang mulai bekerja
sebagai pekerja rumah tangga sejak ia berusia
12 tahun, Yogyakarta,Indonesia,4 Desember,2004.
“Sangat berat bekerja untuk mereka karena tidak pernah mendapat cukup makan. Saya
dapat makan sehari sekali. Kalau saya berbuat salah … [majikan saya] tidak akan kasih
saya makan untuk dua hari. Saya sering diperlakukan seperti itu. Kadang-kadang
sehari, dua hari, tiga hari. Karena saya kelaparan, saya mencuri makanan dari rumah
majikan. Karena itu, majikan saya memukul saya habis-habisan. Arianti Harikusumo,
pekerja rumah tangga asal Indonesia, umur dua puluh tujuh tahun, Kuala Lumpur,
Malaysia, 25 Februari 2004.
“Kalau saya melakukan sesuatu yang tidak disukai majikan, dia akan menjambak
rambut saya dan membenturkan kepala saya ke dinding. Dia akan bilang,”Saya tidak
membayar kamu untuk duduk dan nonton TV! Kamu mencuci piringnya tidak bersih.
Saya sudah membayar uang banyak ke ibu kamu, tapi kamu tidak melakukan apa-apa
[yang sesuai dengan uang yang sudah dibayar].” … Pernah saya lupa mengambil cucian
dari dalam mesin cuci sehingga mulai agak bau, dia menjambak dan mencoba
14
memasukkan kepala saya ke dalam mesin cuci.”. Saida B., pekerja rumah tangga
anak, umur lima belas tahun, Casablanca, Moroko, 17 Mei 2005.
“Saya dikunci di dalam kantor agen selama empat puluh lima hari. Semuanya ada dua
puluh lima orang, dari Indonesia dan Filipina. Kami hanya diberi makan sekali sehari.
Kami tidak bisa keluar sama sekali. Menurut kantor agen kita berhutang 1,500 Dirham
kepada mereka, sama dengan tiga bulan gaji. Lima orang dari kami mencoba kabur,
kami menggunakan selimut untuk kabur dari lantai dua. Empat orang dari kami lukaluka.” -Cristina Suarez, pekerja rumah tangga asal Filipina, umur dua puluh enam
tahun, Dubai, Emirat Arab, 27 Februari 2006.
Waktu majikan perempuan mengantar anak-anak ke rumah neneknya, majikan laki-laki
tinggal di rumah … dia memperkosa saya berkali kali. Sekali setiap hari, setiap hari
selama tiga bulan. Saya sering dipukul karena saya tidak mau melakukan hubungan
seks. Saya tidak tahu apa itu kondom, tapi dia pake tisu setelah dia memperkosa saya.
[Setelah hutang tiga bulan saya lunas] Saya ambil pisau dan bilang,”Jangan mendekati
saya, ngapain kamu?” Saya memberi tahu majikan perempuan [mengenai apa yang
dilakukan majikan laki-laki], dia sangat marah pada saya dan [besoknya] saya langsung
dibawa ke pelabuhan dan bilang dia sudah beli tiket buat saya ke Pontianak. Saya tidak
punya uang untuk pulang dari Pontianak. Saya belum ke dokter.” - Zakiah, pekerja
rumah tangga yang dipaksa pulang dari Malaysia, umur dua puluh tahun, Lombok,
Indonesia, 24 Januari 2004.
“Ada seorang perempuan yang datang ke pasar untuk membeli arang. Ia melihat saya
dan memberi tahu ibu saya tentang seorang perempuan di Lome yang sedang mencari
seorang anak perempuan seperti saya untuk tinggal dengannya dan melakukan
pekerjaan rumah tangga. Dia datang ke ibu saya, dan ibu saya menyerahkan saya
kepadanya. Perempuan itu memberikan ibu saya uang, tetapi saya tidak tahu berapa
jumlahnya.” - Kemeyao A., korban perdagangan anak, umur sepuluh tahun, Lome,
Togo, 14 Mei 2002.
Fakta sosial
Pertama,
Dari segi kuantitas, PRT berjumlah cukup banyak. Sebagaimana estimasi ILO Ipec
(2004), di Indonesia terdapat sekitar 2.593.399 orang yang menjadi PRT. Hal ini
menjadi sangat penting karena menggambarkan kebutuhan “pasar” terhadap pekerjaan
sektor ini yang terus meningkat, terutama karena faktor perkembangan karir publik
masyarakat yang tidak tertolak, baik pada laki-laki maupun perempuan di perkotaan.
Jika kuantitas ini diorganisasi, maka akan sangat signifikan menjadi basis gerakan.
15
Kedua,
Persamaan latar belakang. Umumnya, PRT berasal dari kelompok masyarakat yang
memiliki latar belakang sosial-ekonomi termarjinal. Ditambah sebagai perempuan –
yang sering mengalami ketidakadilan dan kekerasan-- latar belakang itu semakin
menjadi persoalan yang sulit bagi mereka untuk keluar dari berbagai persoalan hidup,
dan mengembangkan diri. Dengan menjadi PRT, kondisi termarjinal tersebut harus bisa
dijadikan kesempatan untuk melakukan perubahan, sehingga dapat
ditumbuhkembangkan spirit radikalisme demi mendapatkan perubahan tersebut,
sebagai salah satu tujuan gerakan.
Ketiga,
Jalinan emosi atas dasar profesi yang sama dan kedekatan tempat tinggal di antara
para PRT telah membentuk komunitas-komunitas lokal. Dengan komunitas, akan
memudahkan terjadinya transformasi kesadaran di antara mereka. Dalam artian, jika
kita dapat melakukan transformasi kesadaran pada salah satu di antara mereka saja,
hal ini akan berkesempatan untuk menularkan kesadaran tersebut secara lebih luas
pada “anggota” komunitas yang lain.
Keempat,
Persoalan yang sama dihadapi oleh para PRT, baik sebagai perempuan pekerja dan
perempuan anggota keluarga, yang sering mengalami berbagai kekerasan dan
ketidakadilan. Sebagai perempuan pekerja, sering mereka tidak mendapat upah yang
layak, upah tidak dibayar tepat waktu, bahkan tidak dibayar sama sekali, tidak
mendapat hak libur dan cuti, tidak mendapat jaminan kesehatan dan keselamatan
kerja, jam kerja yang berlebihan, dsb. Sedangkan sebagai perempuan anggota
keluarga, mereka tidak lepas dari resiko menjadi korban KDRT, baik kekerasan fisik,
psikis maupun seksual. Kondisi ini sangat potensial untuk membangkitkan “sentimen”
sebagai korban ketidakadilan dan kekerasan demi memotivasi perjuangan melakukan
perubahan menuju peraihan hak dan keadilan. Dengan demikian, rumusan tujuan
gerakan perubahan PRT bisa diarahkan pada peraihan hak sebagai perempuan pekerja
dan perempuan anggota keluarga tersebut.
Kelima,
rutinitas peran domestik yang mereka lakukan. Selama ini, peran domestik sering
disubordinasikan dari peran publik. Peran ini dianggap tidak berbasis kompetensi, tidak
politis, bahkan yang lebih merugikan dianggap sebagai stereotype atau kewajiban atau
kodrat perempuan yang taken for granted, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai alat
tawar yang signifikan. PRT menjadi salah satu korban dari anggapan ini –karena mereka
16
“menggantikan” posisi ibu rumah tangga yang selama ini diserahi untuk mengerjakan
pekerjaan domestik. Jika kita mampu melakukan perubahan pandangan bahwa peran
domestik bukan peran subordinat, tetapi peran yang setara dengan peran publik, juga
bernilai politis, maka akan membawa kepercayaan diri pada para pemerannya,
termasuk PRT, untuk dapat menjadikan peran ini sebagai kekuatan tawar. Bagaimana
karir publik sebuah keluarga bisa berjalan sukses jika tidak ada pihak yang bertugas
melakukan peran domestik dalam keluarga itu? PRT dapat menjadikan peran rutin
domestiknya sebagai alat tawar saat berhadapan dengan para majikan. Dengan
kesadaran ini, rutinitas peran domestik yang dilakukan para PRT akan sangat potensial
menjadi media terbangunnya sebuah gerakan perempuan, karena keterbentukan sosial
(socially constructed) saat ini peran domestik lebih banyak dilakukan kaum
perempuan. Inilah kiranya potensi yang sangat spesifik dan potensial dikembangkan
dari dan oleh para PRT itu sehingga aktual menjadi kekuatan pengubah (engineering),
justru karena PRT menjadi pihak yang rutin melakukan peran domestik.
Fakta Hukum
Undang-undang
Untuk kekerasan , diatur dalam Undang-undang (UU) No. 23 Tahun 2004, tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (P-KDRT) yang diterbitkan pada 22
september 2004. UU inilah yang pertama kali mengakui keberadaan dan kerentanan
PRT.
Undang-undang no. 39 thn 1999, tentang hak asasi manusia yang pasal-pasalnya
mengatur meliputi diantaranya:
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah,
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia;
Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak
dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia.
Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung
ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku,
ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,
keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan
pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar
dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.
17
Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga
menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani, maupun rohani,
pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau
dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan
atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan
yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan
tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau
sepengetahuan siapapun dan atau pejabat politik.
Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan
belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut
adalah demi kepentingannya.
Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian
yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah
lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang
berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan
mediasi hak asasi manusia.
Norma - norma
Norma sosial
Norma sosial adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu.
Norma sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilakuperilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma
dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak
sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar
hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana
yang diharapkan.
Norma agama
Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak dan tidak dapat ditawartawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Biasanya norma agama
18
tersebut berasal dari ajaran agama dan kepercayaan-kepercayaan lainnya (religi).
Pelanggaran terhadap norma ini dinamakan dosa.
Norma kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang
menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik
dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi
pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi).
Norma kesopanan
Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan
dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan
bermasyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan celaan, kritik, dan
lain-lain tergantung pada tingkat pelanggaran.
Norma kebiasaan
Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau
peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang
sehingga perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini
berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin.
Norma Hukum
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu,
misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang
untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri.
Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara,
hukuman mati).
2.2.2 Lembaga Terkait
Sesuai teori pemasaran sosial menurut Nedra Kline Weinreich dengan teori 8P-nya,
kampanye hidup sehat dengan olah raga ini membutuhkan ke delapan unsur pemasaran
tersebut dan salah satunya adalah partnership. Dalam usaha mencapai tujuan
kampanye ini, dibutuhkan kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait yang memiliki
tujuan yang sama. Berikut ini lembaga-lembaga yang berhubungan dengan kampanye
hidup sehat dengan olah raga.
19
A. Profil Komnas HAM
Komnas HAM, sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1 angka 7 Undangundang Nomor 39 Tahun 1999 (UU 39/1999) tentang Hak Asasi Manusia, adalah
lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya
yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan,
dan mediasi hak asasi manusia. Dengan ditetapkannya UU 39/1999, Komnas HAM
mempunyai landasan hukum yang lebih kuat berupa undang-undang dalam
menjalankan fungsi dan tugasnya, apabila dibandingkan dengan dasar hukum
pendirian Komnas HAM sebelumnya pada 7 Juni 1993 berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 50 Tahun 1993 (Keppres 50/1993) tentang Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia.
Ditetapkannya UU 39/1999 tersebut adalah sebagai tindak lanjut dari
ditetapkannya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) Nomor
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang melampirkan, antara lain, naskah
Piagam Hak Asasi Manusia sebagai bagian yang terpisahkan dari Ketetapan itu.
Ketetapan tersebut menentukan, antara lain, menugasi lembaga-lembaga tinggi
negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan
menyebarluaskan pemahaman mengenai HAM kepada seluruh masyarakat dan
menugasi Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), untuk mengesahkan
berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang HAM, sepanjang
tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Selain
itu, Ketetapan tersebut juga menentukan bahwa pelaksanaan penyuluhan,
pengkajian, pemantauan, penelitian, dan mediasi tentang HAM dilakukan oleh
suatu komisi nasional HAM yang ditetapkan dengan undang-undang. Dengan telah
ditingkatkannya dasar hukum pembentukan Komnas HAM dari Keputusan Presiden
menjadi undang-undang, diharapkan Komnas HAM dapat menjalankan fungsinya
dengan lebih optimal untuk mencapai tujuannya sebagaimana ditetapkan oleh
undang-undang. Dengan undang-undang tersebut, Komnas HAM juga mempunyai
kewenangan pemanggilan seseorang secara paksa (subpoena power) dalam rangka
penyelesaian pelanggaran HAM.
Tujuan Komnas HAM, sebagaimana ditetapkan oleh UU 39/1999, adalah
mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan
Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM) dan meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM guna
berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Untuk mencapai tujuan tersebut
Komnas HAM melaksanakan fungsi pengkajian dan penelitian, penyuluhan,
pemantauan, serta mediasi tentang HAM. Guna melaksanakan fungsi Komnas HAM
20
dalam pengkajian dan penelitian, Komnas HAM bertugas dan berwenang
melakukan:
a.
pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional HAM dengan
tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi;
b.
pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan
untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan
pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan HAM;
c.
penerbitan hasil pengkajian dan penelitian;
d.
studi kepustakaan, studi lapangan, dan studi banding di negara lain
mengenai HAM;
e.
pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan,
penegakan,dan pemajuan HAM;
f.
dan kerja sama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga,
atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam
bidang HAM.
Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam penyuluhan, Komnas HAM bertugas
dan berwenang melakukan:
a.
penyebarluasan wawasan mengenai HAM kepada masyarakat Indonesia;
b.
upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang HAM melalui lembaga
pendidikan formal dan nonformal serta berbagai kalangan lainnya; dan
c.
kerja sama dengan organisasi, lembaga, atau pihak lainnya, baik di
tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang HAM.
Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pemantauan, Komnas HAM
bertugas dan berwenang melakukan:
a.
pengamatan pelaksanaan HAM dan penyusunan laporan hasil pengamatan
tersebut;
21
b.
penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam
masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat
pelanggaran HAM;
c.
pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang
diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya;
d.
pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada
saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan;
e.
peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu;
f.
pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan
secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya
dengan persetujuan Ketua Pengadilan;
g.
pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan
tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan
persetujuan Ketua Pengadilan; dan
h.
pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan
terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan, bilamana dalam
perkara tersebut terdapat pelanggaran HAM dalam masalah publik dan acara
pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut
wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.
Selanjutnya, untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi, Komnas
HAM bertugas dan berwenang melakukan:
a.
perdamaian kedua belah pihak;
b.
penyelesaiaan perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli;
c.
pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa
melaluipengadilan;
d.
penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran HAM kepada
Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan
22
e.
penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran HAM kepada
DPR untuk ditindaklanjuti.
B. Visi dan Misi Komnas HAM
Visi Komnas HAM adalah “Terwujudnya Perlindungan dan Penegakan Hak
Asasi Manusia bagi Semua”. Visi ini merupakan hasil perbaikan dari visi Komnas
HAM sebelumnya, yaitu 2000–2005. Motivasi utama keberadaan Komnas HAM
adalah untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi terpenuhinya perlindungan
dan penegakan HAM bagi martabat pribadi manusia, komunitas dan masyarakat
Indonesia secara utuh-menyeluruh (holistik), nondiskriminatif, dan berkelanjutan.
Penciptaan situasi yang kondusif tersebut didedikasikan demi terwujudnya
karakter manusia, masyarakat, dan bangsa yang selalu sadar, bertanggung jawab,
dan menjunjung nilai-nilai HAM dalam praktik kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Misi Komnas HAM yang juga telah diperbaiki dari misi sebelumnya adalah
sebagai berikut :
a.
Meningkatkan kinerja Komnas HAM menjadi lembaga yang profesional,
berwibawa,dan dipercaya oleh masyarakat di tingkat lokal, nasional, dan
internasional.
b.
Menciptakan kondisi yang kondusif bagi terwujudnya perlindungan dan
penegakan HAM guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dalam
masyarakat yang terintegrasi agar mampu berpartisipasi di berbagai bidang
kehidupan.
c.
Mengembangkan jaringan kerja sama dengan stakeholders dalam rangka
melindungi dan menegakkan HAM.
C. Rencana Strategis Komnas HAM 2004 – 2008
Memperhatikan prakiraan kondisi HAM di masa lima tahun mendatang
berdasarkan kondisi riil yang terjadi di masa sekarang, maka Komnas HAM telah
melakukan revisi Rencana Strategis Komnas HAM 2000–2005 menjadi Rencana
Strategis Komnas HAM 2004–2008. Tujuan penyusunan Rencana Strategis Komnas
HAM 2004–2008 adalah untuk:
23
a.
Memperjelas arah masa depan organisasi.
b.
Menentukan prioritas kebijakan organisasi.
c.
Mengembangkan landasan yang koheren dan kokoh bagi pembuatan
kebijakan dan perbaikan kinerja organisasi.
Adapun isu-isu strategis Komnas HAM 2004–2008 yang diidentifikasi adalah:
1.
Peningkatan kinerja.
Peningkatan mutu kinerja Komnas HAM agar kepercayaan publik meningkat.
2.
Perlindungan dan Penegakan HAM.
•
Peningkatan mutu pelayanan Komnas HAM terhadap korban pelanggaran
HAM.
•
Pencegahan, perlindungan, dan penyelesaian kasus HAM.
3.
Penegakan hukum.
•
Fasilitasi kepada pemerintah untuk mengesahkan instrumen-instrumen
HAM internasional.
•
Pemantauan pelaksanaan instrumen-instrumen HAM internasional yang
telah disahkan pemerintah.
4.
Pelembagaan.
Fasilitasi kepada pemerintah pusat dan daerah untuk menetapkan kebijakankebijakan pembangunan yang berbasis HAM (rights-based development).
5.
Pemberdayaan.
Peningkatan diseminasi dan internalisasi nilai-nilai HAM kepada masyarakat dan
aparatur negara.
6.
Jaringan
Perluasan, pemeliharaan, dan pengembangan jaringan stakeholders lembaga dan
pegiat HAM.
24
Tujuan Strategis yang dirumuskan dalam Rencana Strategis Komnas HAM
2004–2008, adalah:
1.
Optimalisasi pelaksanaan fungsi dan tugas Komnas HAM, dengan
indikator utama:
2.
Terjaminnya kondisi yang kondusif bagi perlindungan dan penegakan
HAM di Indonesia, dengan indikator utama:
3.
Terciptanya sinergi antara Komnas HAM dan stakeholders, dengan
indikator utama.
D. Hubungan Komnas HAM dengan Institusi Lain
Dengan demikian Komnas HAM bukan satu-satunya institusi yang bertugas
untuk meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia. Sebaliknya,
negaralah, terutama Pemerintah, yang menjadi penanggung jawab utama dalam
penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM. Oleh
karena itu, guna mendukung kelancaran tugas Komnas HAM maupun Pemerintah
dalam rangka peningkatan perlindungan dan penegakan HAM, diperlukan adanya
jalinan kerja sama antara Pemerintah dan Komnas HAM. Dalam menjalankan
fungsi, tugas, dan wewenangnya, Komnas HAM bukan hanya menjalin kerja sama
dengan pemerintah saja, melainkan juga dengan berbagai pihak seperti tokoh
masyarakat, perguruan tinggi, media massa, dan lembaga swadaya masyarakat,
baik di tataran nasional, regional, maupun internasional. Di bawah ini diuraikan
secara singkat bentuk-bentuk kerja sama Komnas HAM dengan institusi lain baik di
tingkat nasional, regional, maupun internasional:
1.
Tingkat Nasional
a.
Kerja Sama dengan Pemerintah
b.
Kerja Sama dengan DPR
c.
Kerja Sama dengan Organisasi Non-Pemerintah
d.
Kerja Sama dengan Media Massa
25
Peran media massa, baik elektronik maupun cetak, dalam perlindungan,
pemajuan, dan penegakan HAM sangat strategis dan penting. Dalam menjalankan
fungsi dan tugasnya, Komnas HAM selalu membina hubungan dan kerja sama
dengan media massa. Dalam hubungan dan kerja sama ini media massa telah
memberikan dukungan kepada Komnas HAM dalam bentuk:
•
pemberitaan mengenai keberadaan, tugas, serta kegiatan Komnas HAM;
•
pemberitaan mengenai pendapat dan rekomendasi, termasuk hasil-hasil
pemantauan dan penyelidikan peristiwa pelanggaran HAM yang telah dilakukan
Komnas HAM;
•
penyadaran masyarakat mengenai HAM yang mereka miliki, kewajiban
yang harus dijalankan untuk menghormati HAM orang lain, serta mekanisme
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut; dan
•
penyebarluasan informasi mengenai HAM.
2.
Tingkat Subregional
Kerja Sama dengan Institusi-institusi Nasional HAM Negara-negara ASEAN
Pada 2004, untuk pertama kali dalam sejarah Komnas HAM dan ASEAN
dilakukan upaya pembinaan kerja sama antara institusi-institusi nasional HAM yang
ada di negara-negara ASEAN, yakni Komnas HAM Filipina, Indonesia, Malaysia, dan
Thailand. Langkah awal kerja sama ini diprakarsai oleh Komnas HAM Indonesia
dengan pertemuan di Jakarta pada Juni 2004 dan di Bangkok pada Oktober 2004.
Sejumlah masalah HAM yang menjadi kepentingan bersama yang berhasil
diidentifikasi adalah terorisme dan kontraterorisme, pendidikan HAM, hak atas
pembangunan, perdagangan manusia, dan buruh migran.
3.
Tingkat Regional
Kerja sama dengan The Asia Pacific Forum on National Human Rights
Institutions The Asia Pacific Forum on National Human Rights Institutions (APF)
didirikan pada 1996 di Darwin, Australia. Komnas HAM merupakan salah satu
institusi yang ikut memelopori berdirinya Forum tersebut. Forum ini merupakan
organisasi yang beranggotakan institusi-institusi nasional HAM se-Asia Pasifik.
Forum ini mempunyai peran dan kontribusi yang berarti bagi proses pemajuan dan
26
perlindungan HAM di kawasan Asia Pasifik. Forum ini juga memberikan informasi
dan pertukaran ide di bidang pemajuan dan perlindungan HAM kepada para
anggotanya untuk membantu meningkatkan profesionalisme di bidang pemajuan
HAM kepada para anggotanya.
4.
Tingkat Internasional
Dalam rangka penyebarluasan pemahaman HAM, pendidikan, pelatihan di
dalam dan di luar negeri, dan pengembangan Pusdokinfo, Komnas HAM menjalin
kerja.
2.2.3 Sasaran
Melihat kondisi umum saat ini orang atau pihak yang dapat kita jadikan target
secara khusus yaitu pemilik pembantu dan memiliki tingkat ekonomi menengah
atas dengan sosialisasi terhadap lingkungan rendah (tidak terbuka akan
sekitar).dan masyarakat luas secara umumnya.
Deskripsi sasaran
Demografis
Umur : 25 tahun ke atas
Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan
Pekerjaan : Eksekutif, pedagang besar, wirausaha
Status ekonomi : Menengah atas
Status : menikah, belum menikah
Psikografis
Tertutup
Emosional
27
Egois
2.2.4 Media yang Digunakan
Above the line adalah media yang memungut biaya pemasangan, biaya ruang atau
waktu. Misalnya televisi, koran, majalah, radio, billboard, dan lain-lain,
Sedangkan
Below the line adalah media yang tidak memungut biaya tamabahan dan hanya
dibebani biaya produksi seperti flyer, brosur, dan lain-lain.
Through the line adalah media yang bersinggungan atau akrab dengan target
komunikasi di kehidupannya sehari-hari.
Media yang bersinggungan dengan kelompok sasaran dari kampanye ini
diantaranya adalah:
•
Televisi
•
Cetak (koran, majalah, tabloid)
•
Radio
•
Internet
•
Media luar rumah (ambient media, billboard, dll)
•
Lainnya
2.2.5 Tinjauan Terhadap Kampanye
Kampanye anti kekerasan ini dapat berjalan dengan mempertimbangkan
keadaan target sasaran yaitu majikan yang melakukan dan akan melakukan hal
yang menyimpang berupa perilaku kekerasan terhadap PRT, juga kita harus
28
memperhatikan akan kampanye-kampanye sejenis, sampai dengan kompetitor
kampanye tersebut. beberapa masalah yang harus ditinjau dalam proses
kampanye sosial ini.
Kondisi Sasaran
Emosional
Sasaran memiliki sifat emosional yang tinggi sehingga pihak yang paling
lemah di rumah tangganya dalam hal ini pembantu menjadi pemuas kekesalannya.
Feodal
Sasaran menganggap bahwa uang telah membeli seluruh badan atau
pembantu dianggap sebagai barang yang bisa dia pakai seenaknya
Perilaku yang buruk
Sasaran menyukai bentuk kekerasan sebagai bentuk kepuasan tersendiri,
yang dianggapnya dengan melakukan kekerasan secara otomatis pembantu telah
membayarnya atau menebus kesalahannya
Kampanye Sejenis
Kampanye masalah pembantu ini belum pernah di sosialisasikan di
indonesia ,hanya ada beberapa bentuk kesamaan antara kampanye tersebut dengan
tujuan yang berbeda
Iklan kampanye kekerasan terhadap rumah tangga berupa print add yang
dibuat oleh WOMAN AID.ORG. di Inggris dengan menampilkan sosok wanita yang
disiksa berikut print addnya
29
(www,WOMAN AID.ORG.UK)
30
Kompetitor
Penjual pembantu
Trafficing atau penjualan pembantu secara ilegal dengan harga yang cukup murah
yang mengakibatkan majikan dengan seenaknya mengupah, memperlakukan
pembantu sesuai dengan kemauannya. Penjual pembantu ini bertugas
mempertemukan anatara majikan dan pembantu dengan imbalan komisi tanpa ada
perjanjian yang legal.
31
Download