SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SINERGI UNTUK PERCEPATAN TRANSFORMASI PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Jakarta, 24 November 2015 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Daftar Isi Salam Pembuka............................................................................................. 1 Pendahuluan.................................................................................................. 2 Dinamika Ekonomi Global dan Pengaruh pada Ekonomi Domestik....... 3 Respons Kebijakan......................................................................................... 7 Kondisi Ekonomi Terkini............................................................................... 10 Tantangan Global ke Depan......................................................................... 13 Penguatan Ekonomi Domestik..................................................................... 14 Dua Sasaran Antara....................................................................................... 19 Tiga Prinsip Kebijakan Ekonomi................................................................... 22 Empat Prioritas Kebijakan Ekonomi............................................................ 24 Arah Kebijakan Bank Indonesia................................................................... 30 Koordinasi Kebijakan dan Penguatan Internal Bank Indonesia............... 38 Prospek Ekonomi 2016-2019........................................................................ 40 Penutup........................................................................................................... 42 2 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Sinergi untuk Percepatan Transformasi Agus D.W. Martowardojo Gubernur Bank Indonesia Sambutan Gubernur Bank Indonesia pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Jakarta, 24 November 2015 Yang kami hormati, • Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo Yang kami hormati, • Para Pimpinan Lembaga Negara: MPR, DPR, DPD, BPK, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial • Para Menteri Kabinet Kerja, Pimpinan Lembaga Pemerintah • Kepala Kepolisian RI, Jaksa Agung dan Ketua KPK • Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Komisioner OJK • Deputi Gubernur Senior dan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia • Ketua dan Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan • Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi XI DPR RI • Para Gubernur Kepala Daerah dari Seluruh Indonesia • Para Pendahulu kami sebagai Gubernur Bank Indonesia • Para Pimpinan Perbankan dan Korporasi Non-Bank • Para Akademisi, Pengamat Ekonomi, Pemimpin Media Nasional • Undangan lain yang kami hormati 1 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Assalamualaikum Wr. Wb., Salam Damai Sejahtera untuk kita semua, Om Swastiastu, Namo Buddhaya Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya atas perkenan-Nya kita dapat berkumpul, dalam keadaan sehat dan baik, di “Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2015”. Kita memperoleh kehormatan atas kehadiran kembali Bapak Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia. Kami menghaturkan selamat datang kepada Bapak Presiden RI di acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2015. Dengan segala kerendahan hati, kami juga menghaturkan terima kasih atas kehadiran seluruh tamu undangan. Kehadiran Bapak Presiden dan Bapak/Ibu dari berbagai pemangku kepentingan menunjukkan komitmen kita, untuk bersinergi mengantisipasi tantangan perekonomian ke depan. Suatu tantangan yang masih cukup berat, dan perlu kita jawab dengan mempercepat transformasi perekonomian nasional. Transformasi sangat diperlukan untuk mengubah wajah perekonomian kita, dari negara yang berorientasi konsumsi menjadi negara produsen, dari negara importir menjadi negara eksportir, serta dari negara yang berbasis sumber daya alam menjadi negara pengolah yang menghasilkan produk bernilai tambah tinggi. Berkenaan dengan hal tersebut, perkenankan kami pada malam ini menyampaikan beberapa pemikiran yang dirangkum dalam tema “Sinergi untuk Percepatan Transformasi”. Kami berharap perspektif yang kami sampaikan dapat meneguhkan komitmen kita memantapkan langkah menghadapi dinamika perekonomian dunia, dan membangun Indonesia yang makmur dan sejahtera. 2 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Dinamika Ekonomi Global dan Pengaruh pada Ekonomi Domestik Tahun 2015 merupakan tahun yang penuh tantangan dan ujian bagi perekonomian Indonesia. Tekanan terhadap stabilitas ekonomi begitu kuat, muncul dari segala arah, dan seakan-akan sebagai sebuah dimensi konstan yang terus menerus mengikuti langkah kita. Tekanan yang mengemuka telah mengaburkan berbagai kinerja positif yang dicapai sebelumnya, seperti inflasi yang terkendali, defisit transaksi berjalan yang menurun, serta langkah struktural reformasi subsidi BBM yang ditempuh Pemerintah tahun lalu. Perkembangan dan langkah yang sesungguhnya positif, serta dipandang akan meningkatkan resiliensi perekonomian Indonesia oleh investor global dan lembaga pemeringkat internasional. Grafik 1. Pertumbuhan Ekonomi Global p) proyeksi Sumber: International Monetary Fund (IMF) dan Perkiraan Bank Indonesia Grafik 2. Aliran Modal Asing ke Negara Berkembang p) proyeksi Sumber: Institute of International Finance (IIF) Berbagai tekanan yang dihadapi Indonesia tersebut tidak terlepas dari terjadinya berbagai pergeseran fundamental dalam perekonomian dunia dan perubahan konstelasi kebijakan ekonomi di negara maju dan berkembang sejak krisis keuangan global 2008. Tiga variabel utama dunia, yakni pertumbuhan ekonomi, harga komoditas, dan aliran modal ke negara berkembang, bergerak dalam arah yang berbeda paska krisis keuangan global 2008. Arah pergerakan inilah yang kemudian mewarnai dinamika ekonomi negara-negara berkembang di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. 3 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Grafik 3. Harga Komoditas Global Sumber: Bloomberg Melihat catatan-catatan perjalanan yang telah kita lewati, pada periode tahun 2009-2012 ekonomi dunia ditandai pertumbuhan ekonomi dan harga komoditas yang tinggi, serta aliran modal masuk ke negara berkembang dalam jumlah besar (Grafik 1 - Grafik 3). Kondisi global yang kondusif dalam periode tersebut mendorong ekonomi Indonesia bergerak ke lintasan ekonomi yang menjanjikan. Saat itu ekspor Indonesia meningkat, didorong oleh kenaikan pertumbuhan ekonomi dunia dan harga komoditas. Peningkatan ekspor ini pada gilirannya memberikan kontribusi yang tidak kecil pada pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga sampai dengan tahun 2011 perekonomian Indonesia masih mampu tumbuh di atas 6% (Grafik 4). Grafik 4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) 4 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Pada saat bersamaan, kondisi ekonomi juga semakin kuat karena derasnya modal asing yang mengalir masuk dan mendorong tren apresiasi nilai tukar rupiah. Hal tersebut bahkan pernah mendorong nilai tukar rupiah hingga menyentuh level terkuatnya sebesar Rp8.700 per dolar AS pada tahun 2011 (Grafik 5 - Grafik 6). Grafik 6. Grafik 5. Aliran Modal Asing di Pasar Keuangan Sumber: Bank Indonesia Nilai Tukar Rupiah Sumber: Bank Indonesia Namun episode membaiknya perekonomian dunia tersebut tidak berlangsung lama. Terjadi perubahan-perubahan mendasar dalam dinamika perekonomian global, yang dalam banyak aspeknya merupakan efek turunan dari dahsyatnya krisis keuangan global yang terjadi delapan tahun silam. Dipicu krisis keuangan di AS pada akhir 2008, krisis berlanjut ke Yunani, yang selanjutnya meluas ke seluruh dataran Eropa. Dampaknya, negara-negara berkembang yang sebelumnya menjadi mesin pertumbuhan ekonomi global, mengalami perlambatan ekonomi yang struktural. Bahkan beberapa negara berkembang besar turut menjadi sumber kerentanan global. 5 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Perekonomian Tiongkok yang sebelumnya tumbuh dua digit dalam satu dekade terakhir, melambat signifikan hingga di bawah 7% (Grafik 7). Tidak dapat dielakkan, pelemahan perekonomian Tiongkok -sebagai konsumen komoditas berbasis sumber daya alam terbesar dunia- membawa pengaruh pada merosotnya harga komoditas di pasar global. Tekanan yang cukup besar muncul kepada ekonomi negara berkembang lain, terutama negara-negara yang banyak bergantung pada komoditas sumber daya alam. Rusia dan Brazil yang ekspornya berbasis komoditas bahkan tengah memasuki resesi ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dunia pada 2015 pun diperkirakan menurun menjadi 3,1%, dari sebelumnya yang mencapai 3,4% pada 2014. Grafik 7. Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok p) proyeksi Sumber: International Monetary Fund (IMF) dan Perkiraan Bank Indonesia Grafik 8. Pertumbuhan Ekonomi AS dan FFR p) proyeksi Sumber: International Monetary Fund (IMF) dan Federal Reserve Selain melemahnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan menurunnya harga komoditas global, aliran masuk modal asing ke negara berkembang juga berkurang signifikan, terutama sejak tahun 2014. Kondisi ini tidak terlepas dari dampak tren penurunan prospek ekonomi negara berkembang di tengah penantian pasar terhadap rencana normalisasi suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat, setelah suku bunga acuan Fed Funds Rate cukup lama berada pada level yang rendah (Grafik 8). Tekanan semakin bertambah ketika otoritas moneter Tiongkok pada Agustus 2015 tanpa diduga sebelumnya melakukan devaluasi mata uang Yuan, sehingga memicu terjadinya gejolak di pasar keuangan global. 6 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Kesemuanya itu menyebabkan arus modal asing ke negara berkembang menurun drastis, termasuk ke Indonesia, dan menurunkan pasokan valuta asing secara signifikan. Kami mencatat bahwa sepanjang tahun 2015 terjadi beberapa episode pembalikan modal asing yang menekan hampir seluruh mata uang, termasuk rupiah. Kerentanan pada tingkat mikro juga meningkat karena sektor korporasi di negara berkembang tidak hanya mengalami kemerosotan penghasilan akibat jatuhnya harga komoditas, namun juga dihadapkan dengan meningkatnya beban pelunasan utang luar negeri yang semakin membesar, di tengah menguatnya dolar AS terhadap seluruh mata uang. Kerentanan di sektor korporasi ini memperoleh perhatian khusus di berbagai fora international karena menjadi sumber kerentanan baru. Hal ini penting karena tekanan di sektor korporasi dapat menjalar ke sektor perbankan, yang apabila tidak dimitigasi dapat menganggu stabilitas sistem keuangan suatu negara. Respons Kebijakan Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, Indonesia tidak dapat menghindar dari dinamika global tersebut. Pertumbuhan ekonomi global yang masih lemah, tidak berimbang, dan rentan terhadap gejolak, tentunya mempengaruhi kestabilan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di satu sisi, sebagai dampak dari melemahnya ekonomi Tiongkok dan terus merosotnya harga komoditas, kinerja ekspor Indonesia menurun dan pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 4,7% pada semester pertama 2015. Di sisi lain, gejolak di pasar keuangan global sebagai dampak dari antisipasi pasar terhadap rencana kenaikkan suku bunga di AS dan melambatnya ekonomi Tiongkok menekan pasar keuangan domestik, terutama ditandai dengan tekanan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Merespons hal tersebut, Bank Indonesia dengan penuh keyakinan mengambil langkah kebijakan untuk memulihkan stabilitas ekonomi, 7 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 agar tekanan tidak berlanjut dan mengganggu sendi-sendi perekonomian lainnya. Dalam kerangka tersebut, respons Bank Indonesia diwujudkan dalam suatu bauran kebijakan, dengan fokus jangka pendek pada upaya pengendalian stabilitas nilai tukar rupiah. Bauran kebijakan tersebut meliputi kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran nasional, yang perumusan dan implementasinya dilaksanakan sesuai fungsi, tugas, dan kewenangan yang dimiliki Bank Indonesia. Dari sisi moneter, kami tetap konsisten mengedepankan stance kebijakan moneter yang dapat menjaga inflasi tetap sesuai sasaran dan mengelola neraca transaksi berjalan agar semakin sehat dan kondusif, namun pada sisi lain tetap memberikan ruang bagi pemulihan ekonomi nasional. Melengkapi stance kebijakan moneter di atas, berbagai langkah pengendalian stabilitas nilai tukar rupiah juga dilakukan secara berhati-hati. Langkah-langkah pengendalian ditempuh melalui tiga pilar kebijakan yakni mengelola stabilitas nilai tukar rupiah, memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah di pasar uang, dan memperkuat pengelolaan supply dan demand di pasar valas. Dalam konteks menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, Bank Indonesia secara terukur berupaya meminimalkan volatilitas nilai tukar agar tidak berlanjut kepada meningkatnya ekspektasi depresiasi rupiah dan inflasi. Strategi ini tentu memiliki “harga”, yakni turunnya cadangan devisa sebagai first line of defence. Selama sepuluh bulan terakhir, upaya meminimalkan volatilitas nilai tukar berdampak pada berkurangnya cadangan devisa dari USD111,8 miliar pada akhir 2014 menjadi USD100,7 miliar pada akhir Oktober 2015 (Grafik 9). Kendati menurun, level cadangan devisa kami pandang masih memadai dalam menjaga ketahanan eksternal, karena masih berada diatas standar internasional, serta dapat membiayai 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. 8 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Grafik 9. Cadangan Devisa Sumber: Bank Indonesia Selain menerapkan kebijakan moneter, Bank Indonesia juga melakukan pengawasan dan menetapkan kebijakan makroprudensial secara terukur dan proporsional. Pelaksanaan pengawasan dan perumusan kebijakan makroprudensial ditempuh untuk memastikan terjaga dan terpeliharanya stabilitas sistem keuangan, serta dilakukan secara terkoordinasi antar otoritas di sistem keuangan. Implementasi pengawasan makroprudensial antara lain diwujudkan melalui pelaksanaan surveillance dan pemeriksaan bersama dengan OJK terhadap bank-bank yang memiliki eksposur risiko valuta asing terbesar. Hal ini dilakukan untuk memitigasi munculnya risiko sistemik di perbankan Indonesia akibat pelemahan nilai tukar. Sementara itu, kebijakan makroprudensial diarahkan pada upaya pengendalian risiko-risiko utama yang berpotensi menimbulkan risiko sistemik dan menjaga keseimbangan sistem keuangan. Kebijakan makroprudensial secara terukur juga ditempuh untuk memberikan ruang pemulihan pada sektor-sektor ekonomi yang risikonya relatif terkendali. Pada pertengahan tahun 2015, Bank Indonesia melakukan penyesuaian kebijakan makroprudensial yang terkait dengan peningkatan besaran 9 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Loan to Value Ratio atau Financing to Value Ratio untuk kredit properti dan penurunan uang muka untuk kredit kendaraan bermotor. Kebijakan makroprudensial lain yang juga ditempuh ialah penyempurnaan ketentuan Giro Wajib Minimum – Loan to Funding Ratio yang memungkinkan diperhitungkannya surat-surat berharga yang diterbitkan bank sebagai komponen dana pihak ketiga. Langkah terakhir ini diharapkan dapat memberikan fleksibilitas dan ruang yang lebih besar kepada perbankan dalam menyalurkan kredit, termasuk kredit kepada UMKM, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Di bidang sistem pembayaran, kebijakan secara konsisten ditujukan untuk memastikan kelancaran sistem pembayaran nasional. Dalam konteks bauran kebijakan, kewajiban penggunaan rupiah di wilayah Republik Indonesia telah memberikan hasil sesuai harapan, dan secara efektif mampu menegakkan kedaulatan rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya kewajiban ini, transaksi non tunai di dalam negeri yang semula menggunakan mata uang dolar AS mulai menurun tajam sejak Juli 2015 (Grafik 10). Perkembangan ini kami pandang positif karena turut mendukung upaya pengelolaan permintaan valuta asing dan stabilitas nilai tukar rupiah secara keseluruhan. Grafik 10. Transaksi Antar Penduduk dalam Valas Melalui Bank Domestik * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Sumber: Bank Indonesia Kondisi Ekonomi Terkini Berbagai langkah Bank Indonesia yang kami sampaikan tadi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan berbagai reformasi kebijakan 10 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 - Pemerintah yang dijalankan sejak tahun lalu; mulai dari reformasi subsidi BBM, pelayanan terpadu satu pintu, percepatan proyek infrastruktur, hingga berbagai paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi pada beberapa bulan terakhir. Kami memandang sinergi kebijakan yang ditempuh telah mampu memberikan kontribusi yang optimal pada terjaganya ketahanan ekonomi nasional. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan masih terkendalinya depresiasi nilai tukar rupiah, sehingga tekanan berlebihan kepada kegiatan ekonomi dapat dihindari. Pada kesempatan ini, perkenan kami menyampaikan perbandingan depresiasi yang terjadi pada rupiah dengan yang dialami oleh mata uang negara lain. Sampai akhir Oktober 2015, rupiah melemah 9,5%, lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan mata uang negara lain (Grafik 11). Demikian pula halnya dengan volatilitas pergerakan mata uang, volatilitas yang terjadi pada rupiah juga lebih kecil dibandingkan dengan volatilitas mata uang negara lain (Grafik 12). Grafik 11. Depresiasi Mata Uang Regional 2015 *) Data s.d. 30 Oktober 2015 Sumber: Reuters Grafik 12. Volatilitas Mata Uang Regional *) Data s.d. 30 Oktober 2015 Sumber: Reuters Sejak awal Oktober 2015 rupiah bahkan kembali bergerak dalam tren menguat. Tren penguatan ini ditopang meningkatnya aliran masuk modal asing sejalan dengan sedikit meredanya ketidakpastian kenaikan Fed Funds Rate, serta optimisme pasar terhadap berbagai respon kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia, Pemerintah, dan Otoritas Jasa Keuangan. 11 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Kami menilai pelemahan yang terjadi pada nilai tukar rupiah sampai saat ini juga tidak memberikan dampak berlebihan pada kegiatan ekonomi. Meskipun menurun dibandingkan capaian tahun lalu, pertumbuhan ekonomi yang terendah di tahun 2015, yaitu sebesar 4,67% pada triwulan II-2015, masih lebih tinggi dibandingkan dengan capaian negara-negara lain (Grafik 13). Grafik 13. Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara Sumber: Bloomberg dan Badan Pusat Statistik (BPS) Bahkan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2015 juga sudah kembali meningkat menjadi 4,73%, sehingga kami memperkirakan untuk keseluruhan tahun 2015 pertumbuhan ekonomi dapat berada pada kisaran 4,7-5,1%. Dalam pandangan kami, kondisi ini menjadikan Indonesia tetap sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi paling stabil dalam skala negara berkembang. Demikian pula halnya dengan pengaruh pelemahan kurs terhadap inflasi, yang masih terkendali terutama paska penghapusan subsidi BBM. Inflasi masih dalam tren menurun dan kami perkirakan berada dalam sasaran 4±1% pada 2015 (Grafik 14). Grafik 14. Inflasi Indonesia Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) 12 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Tantangan Global ke Depan Ke depan, kami melihat perekonomian global masih akan dihadapkan dengan ketidakpastian yang tinggi, bahkan ada potensi untuk menjadi semakin kompleks. Ketidakpastian tidak hanya bersumber dari risiko yang telah kita identifikasi (known – unknown), tetapi dapat berasal dari sesuatu yang belum terpikirkan sebelumnya (unknown-unknown). Kami mencermati setidaknya terdapat tiga risiko utama yang perlu kita antisipasi dan sikapi. Risiko pertama terkait dengan prospek pertumbuhan ekonomi global. Walaupun prospek pertumbuhan ekonomi global pada 2016 diperkirakan membaik menjadi 3,5%, ada risiko proyeksi tersebut dapat menjadi lebih rendah. Risiko koreksi akan terjadi terutama apabila pemulihan ekonomi Tiongkok dan negara berkembang lain tidak sesuai harapan. Kekhawatiran ini cukup beralasan karena hingga kini geliat ekonomi Tiongkok dirasakan masih belum cukup kuat. Proses rebalancing ekonomi Tiongkok dari perekonomian berbasis investasi ke konsumsi akan memakan waktu yang cukup lama sejalan dengan perkembangan demografi yang tengah memasuki aging population. Kondisi ini berisiko membawa pertumbuhan ekonomi Tiongkok memasuki era new normal, yaitu era pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan yang ditorehkan dalam satu dasawarsa terakhir. Risiko kedua terkait penurunan harga komoditas yang diperkirakan masih berlanjut pada tahun 2016 sejalan dengan berakhirnya super-cycle harga komoditas. Perkembangan ini perlu terus kita sikapi, karena dapat semakin menurunkan ekspor Indonesia dan menghambat pemulihan ekonomi apabila kita tidak dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada ekspor berbasis sumber daya alam. Selanjutnya risiko ketiga terkait dampak global yang dapat ditimbulkan oleh proses normalisasi kebijakan moneter AS, baik dari sisi timing maupun besaran perubahan Fed Funds Rate. 13 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Sejalan dengan proses normalisasi tersebut, pasar keuangan global akan memasuki episode likuiditas dolar AS yang cenderung lebih ketat sehingga menopang penguatan dolar AS (US Dollar Supercycle). Kita perlu mewaspadai terjadinya proses rekomposisi modal portofolio oleh para pemodal global, yang dapat memutarbalikan arah aliran modal keluar dari negara berkembang, yang dalam tujuh tahun terakhir menyerap banyak dana-dana jangka pendek dari negara maju. Selain ketiga risiko tersebut, tentunya kita perlu terus mencermati berbagai dinamika global lain, termasuk konstelasi kebijakan ekonomi global yang menjurus pada upaya untuk meningkatkan daya saing melalui mata uang (currency war), yang bisa saja muncul tanpa diduga dan berdampak signifikan pada ekonomi Indonesia. Pengalaman kita di tahun 2015, risiko seperti saat Tiongkok melakukan kebijakan devaluasi terhadap mata uang Yuan pada Agustus 2015 muncul tiba-tiba tanpa diperkirakan sebelumnya. Penguatan Ekonomi Domestik Masih tingginya ketidakpastian global ini memang dapat mengganggu upaya kita membawa perekonomian nasional tumbuh lebih cepat. Namun, di tengah pusaran globalisasi yang semakin kuat, kita tidak bisa menghindar dari berbagai tantangan global ke depan yang diperkirakan intensitasnya semakin besar. Semakin beratnya tantangan global ke depan tentu menuntut kerja keras semua pihak, untuk segera bergegas membenahi dan memperkuat struktur ekonomi kita, baik di sektor riil maupun di sektor keuangan, sehingga kita tidak terombang-ambing dalam gelombang ketidakpastian global tersebut (Diagram 1). Pembenahan dan penguatan struktur ekonomi ditujukan untuk meningkatkan kembali kemampuan berproduksi (supply side) perekonomian nasional. Hal ini perlu dilakukan baik untuk memenuhi peningkatan konsumsi, seiring dengan membesarnya jumlah penduduk kelas 14 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 -menengah, maupun untuk memperkuat peran ekspor agar Indonesia masuk ke dalam mata rantai nilai global (global value chain). Dalam satu dekade terakhir, kemampuan berproduksi kita terus menurun karena menyusutnya investasi dan lambatnya peningkatan produktivitas. Akibatnya, kebutuhan konsumsi masyarakat kelas menengah kita terhadap produk yang semakin bervariasi dan berkualitas, harus dipenuhi dari impor. Hal ini menyebabkan setiap upaya kita memacu pertumbuhan ekonomi menjadi terkendala karena akan diikuti dengan membesarnya defisit necara transaksi berjalan. Diagram 1. Tantangan Perekonomian Domestik Komposisi Ekspor Peran Asing (SBN,ULN) Pendalaman Pasar Keuangan Sektor Riil Struktur Pasar & Tata Niaga Hedging (Lindung Nilai) Sektor Keuangan Penguatan Industri Pengolahan Struktur Kredit Struktur Dana Pada sektor riil, pembenahan perlu diprioritaskan pada upaya memperbaiki komposisi produk ekspor. Dalam hal ini, komposisi produk ekspor yang mayoritas berupa produk sumber daya alam perlu direstrukturisasi agar beralih menjadi produk olahan bernilai tambah tinggi. Dalam catatan kami, keragaman ekspor Indonesia sejak tahun 2004 semakin terkonsentrasi pada produk sumber daya alam (Grafik 15). Masih di sektor riil, kita juga perlu lebih cepat memperkuat peran sektor industri sebagai basis peningkatan nilai tambah perekonomian. Penguatan sektor industri semakin mendesak mempertimbangkan kontribusi sektor industri pengolahan yang terus turun dan pemasarannya sebagian besar berorientasi ke pasar domestik (Grafik 16). 15 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Grafik 15. Keragaman Barang Ekspor - Impor Sumber: UN COMTRADE (diolah) Grafik 16. Kontribusi Sektor Industri Pengolahan dalam PDB Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Penguatan sektor industri juga berkenaan dengan hilangnya peran industri hulu dalam keseluruhan lanskap sektor industri domestik paska krisis Asia. Ketiadaan industri-industri seperti logam dasar dan kimia dasar yang mampu memasok industri domestik menjadi salah satu titik lemah dalam struktur transaksi berjalan kita. Sektor industri barang antara menjadi rentan terhadap depresiasi kurs karena harus mengimpor bahan-bahan dasar. Kerentanan ini sungguh berbahaya karena keseluruhan rantai nilai industri domestik dapat kehilangan daya saing globalnya. Kita tidak bisa membiarkan ini terus terjadi. Sudah saatnya mengambil langkah-langkah ekstra kuat, beyond the ordinary, untuk kembali meningkatkan populasi industri besar di sektor barang-barang dasar untuk keperluan industri tersebut. Selain rekomposisi produk ekspor dan penguatan sektor industri, pembenahan di sektor riil juga terkait dengan upaya mendorong persaingan pasar dan tata niaga yang lebih sehat di beberapa komoditas, termasuk komoditas makanan pokok. Kami mengidentifikasi struktur pasar komoditas beras cenderung oligopolistik dengan rantai distribusi yang panjang sehingga rentan memicu harga bahan pangan menjadi berfluktuasi. Pada sektor keuangan, pembenahan perlu dilakukan terkait dengan penguatan struktur pembiayaan domestik agar dapat secara optimal menopang pembiayaan ekonomi. Dalam konteks ini, kita perlu segera merumuskan strategi yang dapat memobilisasi dana domestik sebagai 16 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 - sumber utama pembiayaan ekonomi, terutama untuk pembiayaan jangka menengah-panjang yang dapat meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing nasional. Sejauh ini kita melihat peran sumber pembiayaan dari domestik masih terbatas. Di tengah kebutuhan pembiayaan yang besar, keterbatasan sumber pembiayaan dari domestik mendorong terjadinya kenaikan peran dana asing, khususnya dana asing jangka pendek. Meskipun keberadaan dana asing tersebut dapat menjembatani kesenjangan pembiayaan ekonomi, besarnya porsi dana asing jangka pendek menimbulkan kompleksitas pengendalian inflasi dan nilai tukar, serta dapat membuat ekonomi kita mudah terombang-ambing saat terjadi gejolak global. Besarnya peran dana asing jangka pendek antara lain terlihat di pasar keuangan. Di pasar saham, pergerakan arus modal asing memiliki pengaruh cukup signifikan pada pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan. Demikian pula halnya di pasar Surat Berharga Negara, peran dana asing bahkan telah mencapai 36,8% dari keseluruhan nilai Surat Berharga Negara pada Oktober 2015. Peran dana asing yang besar juga tampak pada struktur pembiayaan korporasi. Data yang kami kelola menunjukkan utang luar negeri korporasi berada dalam tren meningkat sejak 2010, didorong murahnya dana global paska kebijakan pelonggaran moneter negara maju (Grafik 17). Dibandingkan dengan negara lain, ketergantungan korporasi di Indonesia terhadap utang luar negeri juga cukup besar (Grafik 18). Ketergantungan korporasi pada utang luar negeri menimbulkan kerentanan dalam perekonomian nasional ketika kesadaran untuk melakukan kegiatan lindung nilai terhadap kewajiban valuta asing baru menyentuh sebagian kecil korporasi. Sampai dengan triwulan II-2015, kami mencatat baru sekitar 20% korporasi pemilik utang luar negeri yang sudah melakukan lindung nilai. Kondisi ini perlu menjadi perhatian karena dapat meningkatkan risiko bagi korporasi saat terjadi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. 17 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Grafik 17. Utang Luar Negeri Indonesia Sumber: Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia Grafik 18. Profil Hutang Korporasi 2014 Sumber: International Monetary Fund (IMF) Selain pembenahan permasalahan ketergantungan pada dana asing jangka pendek, pembenahan struktur ekonomi di sektor keuangan juga terkait dengan ketimpangan komposisi pendanaan dan penyaluran kredit di industri perbankan. Dari sisi pendanaan, ketimpangan diakibatkan dominannya komposisi dana jangka pendek yang berasal dari dana deposan besar (Grafik 19). Kondisi ini mengakibatkan perbankan terbebani biaya dana yang cukup tinggi karena sumber dana menjadi sensitif terhadap perubahan suku bunga. Komposisi dana yang tidak seimbang tersebut pada gilirannya mengakibatkan kemampuan perbankan memberikan kredit/pembiayaan menjadi tidak optimal. Perbankan menjadi rentan terhadap risiko maturity mismatch sehingga penyaluran kredit/pembiayaan lebih banyak ditujukan pada sektor ekonomi tertentu seperti perdagangan, industri, dan jasa dunia usaha yang cenderung berjangka waktu pendek (Grafik 20). Kami mencermati permasalahan lain di sektor keuangan juga berkaitan erat dengan komposisi pembiayaan di pasar keuangan domestik yang belum seimbang. Pembiayaan ekonomi banyak bergantung pada kredit perbankan yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan sumber pembiayaan lain, seperti pasar saham dan obligasi. 18 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Grafik 19. Komposisi Dana Pihak Ketiga Perbankan Sumber: Laporan Bank Umum (LBU) * Data September 2015 Grafik 20. Kredit Menurut Sektor Ekonomi Sumber: Laporan Bank Umum (LBU) Sejak akhir tahun 2014 hingga pertengahan 2015 jumlah pembiayaan yang berasal dari perbankan dan pasar modal mencapai Rp235 triliun, dengan 33% diantaranya berasal dari pasar modal. Rasio pasar keuangan Indonesia terhadap PDB juga masih belum optimal dan berada dibawah negara tetangga. Selain itu, pasar keuangan juga belum cukup dalam, antara lain akibat masih terbatasnya keragaman jenis instrumen pasar dan sempitnya basis investor domestik. Dalam pandangan kami, hal ini berisiko meningkatkan kerentanan pasar keuangan kita karena fluktuasi harga di pasar keuangan sering mengalami lonjakan yang berlebihan hanya dengan sedikit perubahan volume transaksi. Dua Sasaran Antara Secara keseluruhan, upaya pembenahan dan penguatan terhadap permasalahan dan kelemahan pada struktur ekonomi di berbagai aspek tersebut sejalan dengan visi bertransformasi untuk menjadi ekonomi yang dapat bertumbuh secara kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif. Dalam mencapai visi pembangunan ekonomi tersebut, kami memandang strategi kebijakan ekonomi perlu diarahkan untuk mencapai 2 (dua) sasaran antara, yang dilandasi 3 (tiga) prinsip pengelolaan ekonomi yang sehat, serta difokuskan kepada 4 (empat) prioritas kebijakan. 19 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Dua sasaran antara yang menjadi tumpuan pencapaian visi pembangunan ekonomi adalah peningkatan produktivitas dan perluasan partisipasi ekonomi. Sasaran antara yang pertama, yakni peningkatan produktivitas, menjadi prioritas dan sangat kritikal karena kita akan segera masuk ke gerbang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun ini. Di era integrasi ekonomi, peningkatan produktivitas menjadi kritikal karena pengalaman di banyak negara menunjukkan peran nilai tukar dalam menjaga daya saing semakin berkurang perannya. Peran kunci di era ini ialah kemampuan suatu negara meningkatkan produktivitas perekonomian. Faktor penentu yang sering mendapat perhatian dalam upaya peningkatan produktivitas ialah pasar tenaga kerja. Survei yang dilaksanakan oleh McKinsey Global Institute (MGI) pada tahun 2014 menunjukkan produktivitas tenaga kerja Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, Thailand dan Filipina (Grafik 21). Sejalan dengan itu, Global Competitiveness Report 2014-2015 juga menyatakan efisiensi pasar tenaga kerja Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN (Grafik 22). Grafik 21. Peringkat Produktivitas Tenaga Kerja Sumber: McKinsey Global Institute (2014) * Data Tahun 2012 Grafik 22. Peringkat Efisiensi Pasar Tenaga Kerja Sumber: World Economic Forum 20 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Sementara itu, perluasan tingkat partisipasi ekonomi sebagai sasaran antara yang kedua memiliki dua makna penting. Makna pertama berkaitan dengan kemampuan kebijakan ekonomi untuk memberikan kesempatan serta merangkul masyarakat luas, agar semakin berperan aktif dalam mendorong kegiatan ekonomi bersama-sama dengan Pemerintah. Dalam kaitan ini, kehadiran swasta, termasuk UMKM, menjadi sangat penting untuk mengisi keterbatasan kemampuan Pemerintah dalam pembangunan ekonomi. Kami meyakini deregulasi dan debirokratisasi yang ditempuh Pemerintah sudah membuka jalan bagi keterlibatan sektor swasta yang lebih besar dalam perekonomian dan menjadi bagian penting untuk mencapai sasaran antara yang kedua ini. Selain keterlibatan sektor swasta yang lebih luas, tingkat partisipasi ekonomi juga berkaitan dengan upaya kita menggali potensi dan peran dana domestik dalam pembiayaan ekonomi baik secara konvensional maupun syariah. Beberapa potensi masih bisa digali dalam skala besar terkait dengan potensi sumber dana, mulai dari pengelolaan zakat dan wakaf hingga pengembangan pasar obligasi korporasi. Dalam kaitan dengan upaya menggali potensi dana masyarakat ini maka perluasan jangkauan layanan jasa keuangan sampai lapisan masyarakat terbawah di seluruh pelosok negeri, juga perlu menjadi perhatian. Makna kedua tentang perluasan tingkat partisipasi ekonomi berkaitan dengan bagaimana hasil-hasil kebijakan ekonomi dapat menjangkau dan dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di berbagai pelosok negeri. Ini menjadi tantangan kita bersama, termasuk dalam upaya kita untuk mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah (Grafik 23). 21 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Grafik 23. Pendapatan (PDRB) per Kapita menurut Provinsi Tahun 2014 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Tiga Prinsip Kebijakan Ekonomi Sebagaimana kami sebutkan diatas, pencapaian sasaran antara perlu dilandasi oleh tiga prinsip pengelolaan ekonomi yang sehat. Ketiga prinsip kebijakan tersebut ialah kebijakan yang berkesinambungan, konsisten, dan bersinergi. Ketiga prinsip tersebut tidak hanya relevan untuk kebijakan di pemerintah pusat, tetapi juga relevan dengan pengambilan kebijakan di pemerintah daerah. Berbagai prinsip kebijakan ini sesungguhnya telah kita tempuh dan terbukti mampu memberikan ketahanan ekonomi di periode gejolak ekonomi global seperti yang terjadi pada tahun ini. Dalam konteks prinsip pertama, yaitu kebijakan yang berkesinambungan (sustainable), suatu kebijakan tidak boleh diarahkan hanya untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek. Kebijakan yang ditempuh harus diarahkan untuk horizon waktu lebih panjang, yakni agar ekonomi dapat tumbuh secara seimbang dan berkesinambungan. 22 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Kebijakan untuk menjamin keberlanjutan ekonomi ini perlu dijaga, karena tanpa kita sadari hal tersebut telah menjadi peredam gejolak saat terjadi krisis global. Hal ini pula yang membedakan kita dengan kondisi pada krisis tahun 1997/1998. Dalam hal ini, upaya menjaga kesinambungan kebijakan fiskal tetap perlu dipertahankan. Bank Indonesia juga tetap berkomitmen mengarahkan kebijakan moneter kepada pencapaian stabilitas ekonomi sebagai pra-kondisi dan landasan keberlanjutan ekonomi. Kebijakan stabilitas sistem keuangan juga tetap perlu terus diperkuat untuk meningkatkan daya tahan sistem keuangan terhadap berbagai potensi risiko, sekaligus mendorong fungsi intermediasi perbankan menjadi lebih efisien dan merata untuk mendukung sektor-sektor yang menjadi prioritas pemerintah. Kebijakan di sektor riil juga perlu tetap diarahkan untuk mendorong sisi supply yang berperan penting dalam meraih pertumbuhan ekonomi agar lebih berkelanjutan. Kebijakan lain yang penting juga perlu mendapat perhatian ialah pengelolaan utang luar negeri. Kami memandang pengelolaan utang luar negeri yang kuat juga penting untuk meminimalkan risiko perekonomian dalam era integrasi ekonomi yang meningkat. Pengalaman di banyak negara menunjukkan pelemahan nilai tukar di negara dengan profil utang luar negeri yang besar berisiko menurunkan kinerja korporasi, mengganggu ketahanan sistem perbankan, dan akhirnya mengganggu perekonomian secara keseluruhan. Dalam konteks ini, kebijakan Bank Indonesia pada Oktober dan Desember 2014 terkait kebijakan lindung nilai utang luar negeri korporasi selaras dengan upaya pengelolaan utang luar negeri korporasi tersebut. Pada prinsip kedua, kebijakan perlu ditempuh secara konsisten agar tetap selaras dengan landasan filosofis yang mendasari dikeluarkannya kebijakan tersebut. Konsistensi bisa terkait penerapan kebijakan yang konsisten antar waktu di masing-masing sektor, kebijakan yang 23 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 konsisten antar sektor, kebijakan yang konsisten antara kebijakan pusat-daerah, serta - kebijakan yang konsisten antar kebijakan daerah. Kami meyakini bahwa kebijakan yang konsisten ini pada gilirannya akan memperkuat kredibilitas dan meningkatkan efektivitas kebijakan. Selain itu, aspek konsistensi kebijakan ini sangat diperlukan untuk menunjang iklim usaha karena memberikan kepastian bagi peningkatan investasi. Dalam konteks prinsip kebijakan kedua ini, kami mendukung konsistensi Pemerintah dalam bidang reformasi sektor energi, termasuk kebijakan yang terkait dengan subsidi BBM. Kami meyakini, konsistensi reformasi di sektor energi dapat menambah ruang gerak pada fiskal dan mendukung tujuan realokasi sumber daya secara lebih efisien. Pada prinsip ketiga, sinergi antar pemangku kebijakan baik di pusat maupun di daerah perlu dilaksanakan agar memberikan dampak positif berganda kepada kebijakan yang ditempuh. Termasuk dalam sinergi kebijakan ini adalah sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sinergi antara pusat dan daerah antara lain berupa dukungan terhadap peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan, sejalan dengan meningkatnya transfer daerah pada APBN 2016 mendatang. Dalam konteks ini, kami berkeyakinan terobosan Pemerintah Daerah dalam meningkatkan penyerapan anggaran belanja daerah akan menjadi penopang kuat pertumbuhan ekonomi nasional ke depan. Empat Prioritas Kebijakan Ekonomi Pertanyaan praktis tentu mengemuka, dari sekian banyak kebijakan yang perlu kita tempuh, kebijakan mana yang harus menjadi prioritas? Kami memandang strategi kebijakan ekonomi perlu difokuskan pada prioritas kebijakan yang sangat mendesak untuk mencapai sasaran antara dan visi pembangunan ekonomi yang dituju. 24 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Dalam pandangan kami, ada empat prioritas kebijakan yang patut ditempuh guna memperkuat ketahanan dan daya saing ekonomi nasional. Kebijakan tersebut adalah kebijakan memperkuat ketahanan dan kemandirian energi dan pangan, serta ketersediaan air; kebijakan industrialisasi di berbagai sektor; kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur fisik dan non fisik; serta kebijakan penguatan sektor keuangan. Kebijakan-kebijakan tersebut pada dasarnya sudah menjadi komitmen kita bersama dan telah dilakukan dengan baik dalam setahun ini. Namun, sebagaimana disampaikan sebelumnya, ketidakpastian global yang tinggi, menuntut kita untuk bergegas dan mempercepat berbagai kebijakan di keempat bidang tersebut. Prioritas kebijakan yang pertama terkait berbagai upaya untuk meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi dan pangan, serta ketersediaan air. Dari sisi kebijakan energi, kami merekomendasikan agar kebijakan terus diarahkan pada upaya untuk mendorong peningkatan energi primer dan meningkatkan peranan energi baru terbarukan dalam kerangka bauran energi nasional. Dari sisi ketahanan pangan, kebijakan untuk membenahi tata niaga impor dan penyelesaian permasalahan distribusi bahan kebutuhan pokok diperlukan dalam jangka pendek guna menjamin ketersediaan pasokan, dan mencegah kesenjangan pasokan saat permintaan meningkat dan produksi terganggu. Namun, di saat bersamaan, kebijakan jangka menengah dan panjang untuk meningkatkan ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri, -antara lain melalui modernisasi sektor pertanian, meningkatkan kinerja pertanian di daerah pedesaan seperti melalui program klaster-, juga perlu dilakukan untuk menopang kemandirian dan ketahanan pangan. Terakhir, kebijakan memperkuat ketersediaan air bersih perlu memperoleh perhatian karena akan berkaitan dengan pembangunan ekonomi berwawasan lingkungan. 25 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Prioritas kebijakan kedua, yaitu kebijakan industrialisasi, tidak hanya terbatas pada sektor industri pengolahan tetapi juga berlaku untuk sektor unggulan lainnya. Kami meyakini kebijakan industrialisasi juga sudah menjadi agenda kerja pemerintah baik pada penguatan industri hulu seperti industri logam dasar dan industri kimia dasar maupun pada kebijakan hilirisasi sumber daya alam melalui pemanfaatan keunggulan komparatif kita pada sumber daya alam yang berlimpah. Di samping itu, kebijakan industrialisasi juga perlu diarahkan untuk mengembangkan sektor-sektor industri yang memiliki keterkaitan yang panjang dengan berbagai sektor lain (backward dan forward linkage) dan memperluas ruang inovasi serta kreasi termasuk pada industri kreatif, industri yang memberikan nilai tambah namun tetap menyerap tenaga kerja yang tinggi, serta industri yang berorientasi ekspor. Prioritas kebijakan industrialisasi di atas akan semakin memberikan makna pada pembangunan ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan apabila disertai dengan kebijakan yang memfasilitasi pengembangan industri di wilayah selain Jawa. Dalam keseluruhan upaya kita membangun sektor industri yg kokoh dan berdaya saing ini, tidak dapat dilupakan pentingnya membangun kawasan-kawasan berikat yang terhubung dengan baik ke pasar dunia dalam rangka menurunkan distance to market. Pengalaman negara-negara peers pesaing menunjukkan pentingnya untuk mendorong aglomerasi industri dalam kawasan-kawasan industri yang didorong oleh Pemerintah. Aglomerasi industri tersebut memperkuat dampak positif sektor industri pada perekonomian karena memperlancar aliran barang dalam rantai nilai, mendorong labor pooling, dan meningkatkan aktivitas inovasi. Pembangunan kawasan-kawasan berikat perlu pula diikuti dengan pengembangan perkotaan layak hidup (livable city) dan cerdas (smart city) disekelilingnya dimana pekerja dan talent dapat hidup layak dan membangun aset bagi diri dan masa depan keluarganya. Sejalan dengan kebijakan industrialisasi, kami melihat kebijakan di sektor pariwisata dan sektor maritim perlu terus diperkuat sebagai wujud26 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 - optimalisasi berbagai potensi alam yang dimiliki Indonesia. Sektor pariwisata memiliki potensi yang cukup besar untuk terus ditingkatkan, mengingat sektor ini dapat menjadi peredam gejolak ekonomi, termasuk saat terjadi gejolak nilai tukar rupiah. Sementara itu, upaya menggali potensi sektor maritim juga perlu terus didukung karena dapat semakin meningkatkan nilai tambah kekayaan sumber daya alam. Dalam kaitan ini, kami mendukung penuh upaya Pemerintah dalam meningkatkan industri penunjang galangan kapal (marine plate & marine engine). Selain itu, kami juga mendukung inisiatif insentif ekspor untuk produk-produk kelautan dan perikanan, seperti pembebasan bea / tarif dan pajak ekspor. Prioritas kebijakan ketiga adalah percepatan pembangunan infrastruktur, baik kebijakan infrastruktur dalam arti fisik maupun kebijakan infrastruktur yang bersifat non-fisik. Dalam kaitan dengan infrastruktur fisik, kami terus mendukung upaya pemerintah untuk membangun proyek-proyek seperti pembangunan jalan tol, kereta api, dan revitalisasi pelabuhan. Kami meyakini hal ini akan berdampak pada penguatan konektivitas fisik, penurunan biaya logistik yang merata di seluruh wilayah dan akhirnya peningkatan daya saing Indonesia. Percepatan pembangunan pembangkit listrik dan transmisinya juga kami dukung penuh karena akan berperan penting dalam mendorong proses industrialisasi. Demikian pula pembangunan infrastruktur yang mendukung ketahanan pangan dan energi serta ketersediaan air bersih seperti sistem pengelolaan air di berbagai lokasi. Dari sisi infrastruktur non-fisik, beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian adalah tentang komitmen kita bersama untuk terus memperkuat berbagai modal dasar pembangunan, yang mencakup modal manusia, inovasi dan teknologi, serta kelembagaan yang kuat. Aspek modal manusia serta inovasi dan teknologi menjadi modal penting 27 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 dalam upaya kita meningkatkan produktivitas ekonomi. Dari aspek kelembagaan, komitmen pemberantasan korupsi dan memperkuat kepastian hukum di Indonesia telah mengalami kemajuan. Salah satu kemajuan terlihat dari indeks persepsi korupsi yang terus membaik dari tahun ke tahun. Namun, perbaikan perlu dipercepat agar dapat berada pada peringkat yang lebih baik dibandingkan dengan negara lain (Grafik 24). Grafik 24. Indeks Persepsi Korupsi Beberapa Negara Sumber: Transparency International Dalam kaitan dengan aspek kelembagaan ini, berbagai upaya untuk meningkatkan kemudahan berusaha juga perlu diteruskan. Untuk itu, sekali lagi kami memberikan apresiasi terhadap berbagai kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang gencar ditempuh Pemerintah dewasa ini. Kami meyakini komitmen Pemerintah untuk terus memperbaiki aspek kelembagaan tidak hanya akan meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia, tetapi juga akan dapat memperbaiki daya saing perekonomian kita, yang dalam beberapa tahun terakhir sudah mulai menunjukkan perbaikan dari peringkat 50 pada 2012, menjadi peringkat 37 pada 2015. Prioritas kebijakan yang keempat ialah penguatan kebijakan di sektor keuangan. Kebijakan di sektor ini selain diarahkan untuk memperluas peran sektor keuangan pada pembiayaan ekonomi, juga diarahkan untuk meningkatkan ketahanan sektor keuangan. Kebijakan untuk meningkatkan ketahanan sektor keuangan dalam pandangan kami mencakup dua hal penting, yaitu kebijakan yang terkait dengan landasan hukum penanganan krisis di sektor keuangan dan kebijakan yang terkait dengan kelembagaan institusi keuangan. 28 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Kami mengapresiasi langkah Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang telah memulai pembahasan rancangan Undang-undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) sebagai payung hukum penanganan krisis di sektor keuangan. Hal kritikal dalam RUU JPSK tersebut selain hal-hal yang terkait dengan fungsi, tugas, dan kewenangan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) adalah minimalisasi penggunaan dana publik dalam penanganan permasalahan di sistem keuangan, penerapan prinsip illiquid but solvent dalam mengakses pinjaman likuiditas khusus, serta keselarasannya dengan inisiatif global di sektor keuangan. Bank-bank yang mengalami permasalahan dan termasuk dalam Systemically Important Banks (SIB) juga perlu menjalankan resolution and recovery plan terlebih dahulu dalam jangka waktu tertentu, sebelum penyelesaian permasalahannya diambil alih oleh otoritas terkait. Sementara itu, kebijakan prioritas di sektor keuangan yang berkaitan dengan kelembagaan institusi keuangan perlu dilaksanakan secara terkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Pemerintah. Dalam hal ini, penguatan secara kelembagaan bertujuan agar infrastruktur yang tersedia mampu berfungsi secara maksimal untuk memastikan bahwa para pelaku memiliki modal yang cukup, likuiditas yang memadai, manajemen risiko yang sehat, efisiensi yang tinggi, dan mekanisme entry-exit yang jelas. Saat pasar keuangan domestik terintegrasi dengan pasar keuangan global, infrastruktur pasar keuangan domestik yang dalam dan likuid juga diperlukan agar memiliki daya redam yang memadai guna menghadapi berbagai gejolak eksternal. Untuk itu diperlukan upaya untuk mempercepat pendalaman pasar keuangan yang setidaknya mencakup aspek keragaman instrumen pasar, perluasan basis investor, dan penguatan infrastruktur pasar. 29 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Arah Kebijakan Bank Indonesia Bank Indonesia berada dalam gerbong yang sama dengan Pemerintah dalam mempercepat proses transformasi ekonomi nasional. Dalam kaitan ini Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter, kebijakan makroprudensial, dan kebijakan sistem pembayaran dan pengedaran uang rupiah, guna menjaga stabilitas makroekonomi dan turut serta memperkuat stabilitas sistem keuangan. Upaya menjaga stabilitas ekonomi tersebut perlu digarisbawahi karena menjadi pra-kondisi bagi upaya kita memperkuat ketahanan dan meningkatkan daya saing perekonomian, terlebih pada era integrasi ekonomi yang semakin kuat. Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia secara konsisten dan hati-hati menempuh kebijakan yang akan mengarahkan inflasi sesuai dengan sasarannya, mengendalikan defisit transaksi berjalan ke level yang sehat, dan mendukung stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Dalam kerangka ini, stance kebijakan moneter diarahkan agar kegiatan ekonomi dapat bergerak sepadan dengan kapasitas perekonomian, dan tidak menimbulkan tekanan kepada peningkatan inflasi dan defisit transaksi berjalan. Saat ini memang tekanan pada inflasi dan defisit transaksi berjalan sudah mulai menurun. Namun, tetap diperlukan kewaspadaan yang tinggi terhadap kondisi eksternal yang berisiko mengganggu kestabilan perekonomian nasional, termasuk potensi risiko instabilitas global yang dapat dipicu oleh rencana kenaikan suku bunga di AS. Di tengah besarnya komposisi dana asing yang rentan berbalik arah, kebijakan moneter perlu ditempuh secara hati-hati dan terukur, sehingga tidak meningkatkan kembali tekanan kepada stabilitas ekonomi dan akhirnya memperlemah momentum pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter juga akan ditopang dengan penguatan operasional 30 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 - moneter yang diarahkan untuk mendukung efektivitas kebijakan moneter yang ditempuh. Dalam hal ini, kebijakan nilai tukar tetap diarahkan untuk mengendalikan stabilitas nilai tukar rupiah agar sesuai dengan nilai fundamentalnya, serta memperkuat pengelolaan struktur penawaran dan permintaan di pasar valuta asing, termasuk transaksi valuta asing berjangka (forward market) untuk kebutuhan lindung nilai. Di tengah semakin tingginya ketidakpastian global, pengembangan instrumen lindung nilai (hedging) di pasar valuta asing juga menjadi sangat mendesak mengingat perannya yang semakin signifikan dalam membantu pelaku pasar mengelola risiko nilai tukar. Dukungan terhadap pemanfaatan instrumen lindung nilai juga telah diberikan beberapa lembaga negara penegak hukum yang menyepakati kerugian (biaya) yang ditimbulkan dari transaksi lindung nilai, bukan merupakan kerugian negara, sepanjang transaksi dilakukan secara konsisten, konsekuen dan akuntabel sesuai dengan ketentuan. Demikian pula halnya dengan upaya pendalaman pasar keuangan yang sudah mulai dirintis sejak awal 2014. Bank Indonesia akan melanjutkan dan memperkuat program pendalaman pasar keuangan yang sedang berjalan, dengan fokus baik peningkatan peran pasar keuangan sebagai sumber pembiayaan ekonomi yang efisien, maupun penguatan resiliensi pasar keuangan dalam menyerap kejutan eksternal. Untuk meningkatkan perannya sebagai sumber pembiayaan, Bank Indonesia akan mendorong pengembangan berbagai instrumen di pasar uang (money market) dengan tetap memperhatikan pengelolaan risikonya agar kredibilitas pasar keuangan domestik tetap terjaga. Untuk meningkatkan resiliensi pasar, selain mendorong pengembangan instrumen derivatif untuk tujuan lindung nilai, Bank Indonesia juga akan melanjutkan berbagai program kerja untuk mendorong agar pasar valuta asing (forex market) dan pasar uang (money market) di Indonesia lebih likuid disertai terciptanya pembentukan harga (price discovery) yang lebih efisien. 31 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Untuk meningkatkan peran pasar keuangan sebagai sumber pembiayaan ekonomi jangka menengah, Bank Indonesia akan memperkuat jalinan koordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan. Bank Indonesia bersama dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan akan membentuk “Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan” yang akan ditindaklanjuti dengan penandatanganan Nota Kesepahaman sebagai landasan bekerja forum tersebut dalam waktu dekat. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan mendorong penggunaan Global Master Repo Agreement (GMRA) dalam bertransaksi repo. Sementara untuk mendukung pelaksanaan hedging, Bank Indonesia akan menerbitkan Indonesia schedule of International Swap and Derivatives Agreement (ISDA) yang mengakomodir hukum Indonesia. Di pasar keuangan syariah, seiring dengan telah diterbitkannya fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI yang memperkenankan pelaksanaan transaksi lindung nilai (tahawwut) melalui transaksi forward dan swap, Bank Indonesia juga akan menerbitkan ketentuan mengenai transaksi lindung nilai berdasarkan prinsip syariah. Dari sisi kebijakan makroprudensial, kebijakan Bank Indonesia akan terus diarahkan untuk memperkuat, menjaga, dan memelihara stabilitas sistem keuangan. Hal tersebut perlu menjadi perhatian mengingat pelajaran dari krisis keuangan global 2008 yang menunjukkan bahwa ketahanan sistem keuangan tidak cukup hanya dengan mencermati ketahanan individu lembaga keuangan, namun juga perlu diperkuat dengan upaya menjaga ketahanan sistem keuangan secara keseluruhan. Beberapa langkah strategis akan ditempuh Bank Indonesia dalam kerangka kebijakan makroprudensial. Pertama, mempertegas fungsi, tugas, dan kewenangan Bank Indonesia dalam stabilitas sistem keuangan. Upaya tersebut dilakukan antara lain melalui penguatan kewenangan makroprudensial, yang saat ini pengaturannya terdapat dalam UU Otoritas Jasa 32 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 - Keuangan, untuk kemudian diakomodasi dan dipertegas sebagai tugas pokok BI dalam amandemen Undang-undang Bank Indonesia. Kami memandang hal ini diperlukan untuk menjamin terlaksananya fungsi pengaturan pengawasan makroprudensial yang efektif di sektor keuangan. Kedua, BI akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan untuk meningkatkan ketahanan permodalan perbankan, menjaga kecukupan likuiditas serta memperdalam pasar keuangan. Kebijakan ini antara lain melalui implementasi standar permodalan Countercyclical Capital Buffer (CCB), penerapan Liquidity Coverage Ratio (LCR), serta penerbitan regulasi untuk percepatan pendalaman pasar keuangan. Termasuk dalam kerangka tersebut ialah pelaksanaan Regulatory Consistency Assessment Programme (RCAP) dan Financial System Assessment Program (FSAP) untuk memastikan keselarasan antara standar yang digunakan dalam sistem keuangan domestik dengan standar internasional. Ketiga, mendorong pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga yang merata di daerah melalui peningkatan fungsi intermediasi perbankan di lingkup nasional dan regional. Hal ini dilaksanakan dengan memfasilitasi pemberian kredit/pembiayaan ke sektor-sektor ekonomi produktif yang menjadi prioritas Pemerintah dan memiliki nilai tambah signifikan terhadap perekonomian nasional melalui koordinasi antara Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan Pemerintah c.q. Kementerian teknis. Dukungan pada pertumbuhan kredit ini dilaksanakan dengan tetap memperhatikan tingkat risiko dan keseimbangan di sistem keuangan agar stabilitas sistem keuangan tetap terjaga dan terpelihara. Keempat, Bank Indonesia bersama-sama dengan Otoritas Jasa Keuangan dan Pemerintah akan berkolaborasi untuk terus mengembangkan peran ekonomi dan sistem keuangan syariah dalam perekonomian Indonesia. Arah kebijakan ini ditempuh melalui pengembangan instrumen moneter berbasis syariah dan pengembangan instrumen keuangan berbasis 33 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 - syariah baik untuk tujuan investasi maupun pengelolaan likuiditas. Dalam kaitan ini, pendalaman pasar sukuk, penggalian potensi dana dari zakat dan wakaf, serta perumusan regulasi yang kondusif terhadap transaksi keuangan berbasis syariah akan terus dilakukan, termasuk finalisasi inisiatif global Zakat Core Principles yang diprakarsai Indonesia. Inisiatif pengelolaan zakat dan wakaf tersebut saat ini juga telah diformalkan dalam bentuk pendirian Islamic Inclusive Financial Services Board (IIFSB) yang diharapkan berperan luas dalam mengembangkan dana keuangan sosial syariah ke semua negara Islam termasuk Indonesia. Kami berharap peningkatan peran Indonesia dalam pengembangan ekonomi dan sistem keuangan syariah global akan mendukung dan memantapkan langkah untuk menempatkan Indonesia sebagai salah satu pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia. Agenda lain di bidang stabilitas sistem keuangan yang juga menjadi perhatian Bank Indonesia adalah penguatan peran dan kapasitas UMKM di perekonomian. Kami memandang penguatan UMKM selaras dengan upaya kita memperkuat ketahanan ekonomi dan sejalan dengan prinsip memperluas partisipasi kegiatan ekonomi di seluruh lapisan masyarakat. Strategi pengembangan UMKM oleh Bank Indonesia diimplementasikan melalui dua pendekatan utama yaitu perluasan dan pendalaman infrastruktur keuangan, serta peningkatan kapasitas UMKM. Strategi ini antara lain ditempuh dengan mendorong pengembangan infrastruktur keuangan pendukung, meningkatkan kelayakan keuangan UMKM, dan mendorong peningkatan kapasitas UMKM dalam rangka memperoleh akses kepada jasa keuangan. Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kapasitas UMKM, Bank Indonesia juga memperluas program klaster beberapa makanan pokok seperti bawang, cabai merah dan beras ke daerah lain. Inisiatif lain yang akan dilakukan adalah berkoordinasi dengan Pemerintah untuk menjajaki pembentukan lembaga pemeringkat UKM 34 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 sebagai salah satu infrastruktur pendukung di industri keuangan. Selain itu, Usaha Mikro dan Kecil (UMK) juga didorong melakukan pencatatan dan penataan laporan keuangan dengan baik melalui standar laporan keuangan sederhana yang diterbitkan Bank Indonesia bekerjasama dengan Ikatan Akuntan Indonesia. Dari sisi sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, kebijakan Bank Indonesia akan diarahkan untuk memperkuat sistem pembayaran agar semakin aman, lancar, dan efisien. Sementara itu, kebijakan pengelolaan uang rupiah diarahkan untuk memenuhi kebutuhan uang berkualitas dengan jumlah yang memadai dan pecahan yang sesuai secara tepat waktu di seluruh wilayah NKRI. Dalam implementasinya, Bank Indonesia berupaya memastikan ketersediaan, keamanan, dan kualitas layanan alat pembayaran sesuai perkembangan kebutuhan masyarakat, baik tunai maupun non tunai. Dari sisi tunai, selain menjangkau seluruh wilayah NKRI, uang harus memiliki kualitas yang baik dengan fitur keamanan yang tidak mudah dipalsukan. Sementara pada non tunai, penekanan dilakukan pada penguatan keamanan, peningkatan efisiensi dan kualitas layanan, perluasan akses, serta pembenahan regulasi sistem pembayaran. Upaya Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan bertransaksi di masyarakat tidak terlepas dari perkembangan dan evolusi instrumen pembayaran. Oleh karena itu, kebijakan di bidang sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah secara komprehensif akan menjangkau setiap tahapan evolusi, mulai dari ketersediaan uang tunai yang berkualitas; penggunaan cek/bilyet giro dalam Sistem Kliring Nasional; transfer dana high-value melalui Real Time Gross Settlement (RTGS); sampai kepada penggunaan uang elektronik, alat pembayaran menggunakan kartu, dan instrumen berbasis teknologi digital. Upaya ini kami lakukan secara kontinu. Pada tanggal 16 November 2015, Bank Indonesia telah memperbaharui infrastruktur pasar keuangan Indonesia dengan mengimplementasikan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS 35 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Generasi II guna meningkatkan efisiensi sistem pembayaran nasional serta meningkatkan perlindungan dan kecepatan layanan bagi nasabah. Pesatnya penggunaan instrumen pembayaran berbasis teknologi seperti kartu kredit dan ATM/Debit, uang elektronik, dan teknologi digital seperti internet banking dan mobile payment perlu diantisipasi dari sisi keamanan, efisiensi, dan keandalannya. Oleh karena itu, salah satu fokus kebijakan diarahkan untuk memperkuat fitur keamanan pada kartu melalui implementasi PIN 6 digit kartu kredit dan penggunaan chip pada kartu ATM/Debit. Demikian pula dari sisi infrastruktur, kami juga akan mengakselerasi pengembangan infrastruktur Pembayaran Nasional. Hal ini perlu dilakukan untuk mewadahi inisiatif peningkatan efisiensi layanan pelaku domestik terhadap pemanfaatan instrumen pembayaran berbasis teknologi, antara lain melalui interoperabilitas sistem pembayaran pada National Payment Gateway. Fokus kebijakan juga diarahkan pada penguatan landasan hukum transaksi dan pengawasan terhadap penyelenggara sistem pembayaran seperti penyelenggara transfer dana, kegiatan layanan uang termasuk Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA), dan e-commerce. Pembenahan di sisi regulasi ini diharapkan akan memberikan kepastian aspek pembayaran dan perlindungan bagi masyarakat. Upaya meningkatkan perlindungan masyarakat, juga terus kami lakukan melalui koordinasi intensif dengan Kepolisian Republik Indonesia untuk memitigasi risiko terjadinya cybercrime. Dalam kaitan ini, kami mendukung kebijakan Pemerintah yang mewajibkan penyelenggara sistem pembayaran untuk menempatkan data center di wilayah Indonesia. Dalam rangka memfasilitasi percepatan berbagai inisiatif di bidang sistem pembayaran yang berkualitas, Bank Indonesia akan meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan. Termasuk dalam hal ini ialah kerjasama yang dilakukan melalui Forum Sistem 36 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Pembayaran Indonesia yang dibentuk beberapa waktu lalu sebagai wadah koordinasi antara Bank Indonesia dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Otoritas Jasa Keuangan yang juga melibatkan pelaku usaha. Berbagai inisiatif di atas tentu tidak cukup apabila belum menyentuh masyarakat pada lapisan bawah. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia akan terus berperan aktif mendorong inisiatif keuangan inklusif, dengan fokus pada pengembangan inovasi berbasis teknologi digital untuk meminimalkan hambatan masyarakat dalam mengakses dan memanfaatkan layanan jasa keuangan, sekaligus memberikan perlindungan pada masyarakat. Strategi yang ditempuh dalam mendukung program keuangan inklusif berbasis inovasi ini dilaksanakan dalam beberapa inisiatif. Pertama, meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyaluran bantuan sosial Pemerintah secara non tunai melalui pengembangan model bisnis yang berkesinambungan. Kedua, mewujudkan interoperabilitas dan mendorong skim insentif uang elektronik. Kedua hal tersebut kami yakini akan meningkatkan penggunaan uang elektronik serta mendorong pengembangan dan perluasan penggunaan Layanan Keuangan Digital (LKD) di masyarakat. Ketiga, mengembangkan model bisnis remitansi bagi TKI, yang tidak hanya untuk meningkatkan kemudahan dan efisiensi pengiriman uang dari luar negeri, namun juga untuk memberikan keamanan dan kenyamanan. Keempat, mensinergikan LKD dengan Laku Pandai dari Otoritas Jasa Keuangan untuk mendukung percepatan dan perluasan keuangan inklusif. Selain mengedepankan perluasan akses keuangan, pemanfaatan elektronifikasi untuk memfasilitasi transaksi pembayaran di masyarakat juga terus dikembangkan. Dalam hal ini, pengembangan ekosistem 37 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 e-payment di masyarakat akan terus diperkuat, baik melalui komunitas, pelaku industri, maupun kerjasama dengan Pemerintah. Termasuk dalam hal ini adalahfasilitasi implementasi pembayaran grup usaha kepada jaringan pemasok, penerapan e-government dalam penerimaan dan pengeluaran Pemerintah, serta dukungan pada upaya penyesuaian regulasi dan prosedur operasional penggunaan transaksi non tunai pada instansi terkait. Kami juga akan terus aktif memfasilitasi inovasi pembayaran retail di bidang financial technology yang saat ini berkembang sangat pesat. Berbagai bentuk inovasi yang mengarah pada pembayaran digital tersebut diharapkan dapat mendorong e-payment di Indonesia dan berkontribusi positif bagi perekonomian. Pada kesempatan ini perkenankan kami memberikan apresiasi atas pencapaian Pemerintah DKI Jakarta dalam inisiatif e-payment, yang secara siginifikan telah dapat meningkatkan pendapatan parkir di beberapa wilayah yang signifikan. Suatu pencapaian yang dapat dijadikan contoh, baik untuk sektor lain, maupun bagi Pemerintah Daerah lainnya di Indonesia. Koordinasi Kebijakan dan Penguatan Internal Bank Indonesia Berbagai kebijakan yang akan ditempuh Bank Indonesia tadi tentu akan terlaksana dengan efektif apabila ditopang koordinasi dengan berbagai pemangku kebijakan, baik di pusat maupun di daerah. Oleh karena itu, berbagai media koordinasi di tingkat pusat dan daerah seperti Round Table Policy Dialogue (RTPD), Tim Pengendalian Inflasi (TPI), dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), serta Forum Sistem Pembayaran Indonesia (FSPI) akan terus kami optimalkan. Kami juga berkomitmen menjadi mitra strategis bagi Pemerintah Daerah melalui optimalisasi forum nasional Kebijakan Ekonomi Keuangan Daerah (KEKDA) antara Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah secara nasional. 38 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Selain itu, Bank Indonesia juga akan berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat maupun Daerah dalam mendorong perdagangan dan investasi penanaman modal di Indonesia. Dalam kaitan ini, kami akan terus memperkuat peran Investor Relation Unit (IRU) dalam memfasilitasi aliran modal asing. Upaya ini juga akan diperkuat dengan memanfaatkan peran Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Dalam Negeri melalui Regional IRU dan juga mengoptimalkan peran Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Luar Negeri. Bank Indonesia juga akan memperkuat koordinasi dengan Pemerintah Daerah dalam mengimplementasikan program Local Economic Development (LED) atau Pengembangan Ekonomi Lokal. Dalam bidang kerjasama internasional, Bank Indonesia juga akan terlibat lebih aktif di berbagai fora internasional untuk menjaga kepentingan domestik. Dalam beberapa waktu terakhir, peran aktif Bank Indonesia antara lain diwujudkan dengan dukungan kepada Pemerintah di fora G20 dalam mendirikan Islamic Investment Infrastructure Bank atau World Islamic Investment Bank (WIIB) dan Global Infrastructure Hub (GIH), sebagai wadah pembiayaan infrastruktur di negara berkembang. Peran aktif dan kepemimpinan Bank Indonesia dalam bidang syariah juga ditunjukkan dengan diberikannya kepercayaan kepada Bank Indonesia mewakili Indonesia sebagai Ketua Islamic Financial Services Board (IFSB) lembaga yang mengatur standar-standar keuangan syariah dunia - pada tahun 2015. Selain itu, pada tahun 2016 Bank Indonesia mewakili Indonesia juga akan menjabat sebagai Ketua International Islamic Liquidity Management (IILM), lembaga yang menerbitkan Sukuk Internasional berjangka pendek untuk memfasilitasi manajemen likuiditas lintas negara. Lebih lanjut, Bank Indonesia juga memberikan dukungan penuh kepada Pemerintah dan turut berperan aktif dalam rencana penyelenggaraan sidang tahunan International Monetary Fund (IMF) - World Bank (WB) tahun 2018 di Bali, sebagai forum untuk menyuarakan kepentingan 39 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Indonesia dan kawasan di tataran internasional. Di tengah berbagai tantangan perekonomian yang mengemuka, kami juga terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan untuk mewujudkan visi Bank Indonesia sebagai bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional. Berbagai inisiatif dalam kerangka program transformasi terus dilaksanakan untuk memperkuat efektivitas dan kelancaran pelaksanaan fungsi, tugas, dan kewenangan Bank Indonesia sesuai yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Sejalan dengan itu, Bank Indonesia terus memperkuat kapabilitas Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Dalam Negeri dalam rangka mengefektifkan fungsi Bank Indonesia sebagai mitra strategis Pemerintah Daerah di setiap Provinsi membangun perekonomian daerah. Upaya tersebut antara lain dilakukan dengan memberikan peran kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Dalam Negeri untuk melakukan surveillance dalam skala lokal dan regional guna mendukung pengawasan dan perumusan kebijakan yang terkait dengan stabilitas sistem keuangan secara nasional. Kami juga terus berupaya meningkatkan kompetensi dan kapasitas sumber daya manusia Bank Indonesia dengan menginisiasi pembentukan Bank Indonesia Institute yang operasionalisasinya secara bertahap sudah dimulai sejak 1 Juli 2015. Ke depan, kami berharap kehadiran Bank Indonesia Institute ini akan dapat turut mendukung upaya pengembangan sumber daya manusia di Indonesia yang memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat dan kemampuan manajerial yang tangguh. Prospek Ekonomi 2016-2019 Luasnya cakupan tantangan global yang kita hadapi tidak serta merta berarti bahwa prospek perekonomian kita ke depan gairahnya akan meredup. Setidaknya terdapat empat kekuatan domestik yang harus menjadikan kita tetap perlu optimis dan mantap dalam menatap masa depan. 40 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 Pertama, berbagai langkah yang telah diinisiasi Pemerintah tahun ini, untuk mengatasi berbagai hambatan struktural, menjadi salah satu modal dasar bagi perekonomian nasional menjadi lebih berdaya saing. Kedua, dalam 15 tahun ke depan, Indonesia masih akan memiliki penduduk usia produktif, yang akan terus berekspansi, secara persisten menopang pertumbuhan ekonomi ke depan, sekaligus memperkuat basis permintaan barang dan jasa di pasar domestik. Ketiga, Indonesia telah memasuki zaman dimana konsolidasi kehidupan politik di alam demokrasi yang bebas dan terbuka, telah mampu berjalan seiring dan bersanding dengan pencapaian positif pada kemajuan ekonomi. Keempat, kedisiplinan dalam pengelolaan makroekonomi selama ini merupakan modal dasar yang tidak kalah pentingnya untuk menjaga stabilitas perekonomian selama ini. Disiplin dalam menjaga stabilitas ini merupakan modal dasar dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kami berkeyakinan prospek ekonomi Indonesia akan kembali membaik dengan ditopang struktur ekonomi yang lebih sehat, seimbang, dan berdaya tahan. Optimisme kami terhadap ketahanan ekonomi tidak terlepas dari komitmen kita bersama untuk terus mempercepat dan melaksanakan reformasi struktural secara berkelanjutan, konsisten, dan bersinergi antar sektor. Kami memproyeksikan bahwa di tahun 2016 perbaikan perekonomian domestik akan berlanjut dan membawa pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2-5,6%. Perbaikan ini dalam pandangan kami akan ditopang permintaan domestik terutama dari sisi investasi, mengingat kondisi eksternal belum pulih secara signifikan. Sejalan dengan prospek perbaikan ekonomi, pertumbuhan kredit dan pembiayaan perbankan pada tahun 2016 kami perkirakan dalam kisaran 12-14% yang ditopang pertumbuhan dana pihak ketiga dalam kisaran 13-15%. Sementara itu, sejalan dengan komitmen kami menjaga stabilitas 41 PERTEMUAN TAHUNAN BANK INDONESIA 2015 perekonomian, kami memperkirakan inflasi akan berada dalam kisaran targetnya sebesar 4±1% di tahun 2016. Adapun defisit transaksi berjalan diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan tahun ini sejalan dengan intensifnya proyek-proyek infrastruktur, namun tetap pada level yang sehat di bawah 3%. Kami meyakini proyeksi perekonomian di tahun 2016 yang mengisyaratkan terjadinya perbaikan ekonomi akan menjadi landasan bagi pertumbuhan ekonomi yang semakin solid pada tahun 2017-2019. Kami berkeyakinan sinergi kebijakan dalam mempercepat transformasi ekonomi dapat membawa perekonomian tumbuh lebih sehat, berimbang, dan inklusif, serta menegaskan prospek keberlanjutannya. Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada periode 2017-2019 akan berada dalam lintasan yang meningkat pada kisaran 6,0-6,5% pada 2019 dengan ditopang oleh inflasi yang terkendali dalam kisaran 3,5±1%. Sementara itu, defisit transaksi berjalan diharapkan akan berada pada lintasan yang menurun dan tetap berada pada level yang sehat di kisaran 2,5%. Penutup Demikian yang dapat kami sampaikan pada kesempatan ini. Kami meyakini semangat, komitmen, dan sinergi kita akan menjadi modal kuat mempercepat transformasi ekonomi menuju perekonomian nasional yang lebih baik. Transformasi yang tidak hanya membuat kita menjadi lebih berdaya tahan dan berdaya saing, tetapi juga menjadi lebih berdikari untuk mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa: “Indonesia yang maju dan sejahtera”. Sekian dan terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb Agus D.W. Martowardojo Gubernur Bank Indonesia 42