Jurnal Analisis, Desember 2015, Vol. 4 No. 2 : 183 – 189 ISSN 2303-100X PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT The Effects of the Government Spending on the Poverty in West Sulawesi Province Rahmah Amalia1, Madris2, Abd. Rahman Razak2 1 Jurusan Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Fakultas Ekonomi, Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 2 Jurusan Ilmu EkonomiFakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin (E-mail: [email protected]) ABSTRAK Tingkat Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan menjadi salah satu penilaian dari keberhasilan pencapaian kinerja pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat. Objek penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat, pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan kemiskinan. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja langsung di bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan tingkat kemiskinan. Penelitian ini menggunakan metode SEM (Structural Equation Modeling). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah kabupaten, secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan, tetapi secara tidak langsung, tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat. Pengeluaran pemerintah provinsi, baik secara langsung maupun tidak langsung, berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat. Pengaruh pengeluaran pemerintah pusat terhadap kemiskinan, secara langsung berpengaruh negatif dan tidak signifikan. Sedangkan secara tidak langsung, berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi sulawesi Barat. Kata Kunci: Pengeluaran Pemerintah, Kemiskinan ABSTRACT The level of the poverty is a complex problem and it becomes one of the methods to evaluate the successful achievement of the government performance. This research aimed to investigate the effects of the government spending on the poverty in West Sulawesi Province. The research objects comprised the spending of the regency, provincial and central governments, the economic growth, the job opportunity and poverty. The data used were the secondary data, such as the government spending allocated for education, health and infrastructures, economic growth, job opportunity and poverty level. The research used the Structural Equation Modeling (SEM). The research results indicated that the spending of the regency government directly had a positive and significant effect on the level of poverty, but indirectly it had an insignificant effect on the level of poverty in West Sulawesi Province. The spending of the provincial government, both directly and indirectly had a negative and significant effect on the level of poverty level in West Sulawesi Province. The spending of the central government directly had a negative but insignificant effect on the poverty level in West Sulawesi Prince, while indirectly, it had a positive but insignificant effect on the poverty level in West Sulawesi Province. Keywords: Government Spending, Poverty tingkat pendapatan dan konsumsi, tetapi juga berkaitan dengan rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan serta ketidakberdayaan masyarakat miskin untuk berpartisipasi dalam proses PENDAHULUAN Kemiskinan menjadi persoalan yang kompleks dalam suatu negara karena kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan masalah rendahnya 183 Rahmah Amalia ISSN 2303-100X pembangunan. Masalah-masalah ini berkaitan dengan pembangunan manusia yang tercermin dalam kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup standar masyarakat, seperti kekurangan gizi, air bersih, perumahan yang layak huni, pelayanan kesehatan yang kurang baik dan tingkat pendidikan yang rendah. Pengentasan kemiskinan telah menjadi tujuan pembangunan yang fundamental dan menjadi sebuah alat ukur untuk menilai efektivitas pelaksanaan berbagai jenis program pembangunan. Kemiskinan dapat dilihat dari berbagai dimensi yang terkait dengan (1) dimensi ekonomi yaitu sandang, pangan, perumahan dan kesehatan, (2) dimensi sosial dan budaya yaitu kantongkantong kemiskinan, apatis, fatalistik, ketidakberdayaan, (3) dimensi struktural atau politik yakni tidak memiliki sarana politik, tidak memiliki kekuatan politik dan berada dalam status paling bawah. Dalam RPMJD Sulawesi Barat 2012-2016, fokus utama pembangunan diletakkan pada penanggulangan kemiskinan. Sebagai provinsi yang baru dimekarkan pada 5 Oktober 2004, maka Sulawesi Barat menghadapi masalah yang relatif lebih berat jika dibandingkan dengan daerah lainnya dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Namun demikian, seiring dengan kinerja perekonomian Provinsi Sulawesi Barat yang terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, maka tingkat kemiskinan di daerah ini telah mengalami pula penurunan setiap tahun. Hasil capaian ini sejalan dengan adanya peningkatan laju pertumbuhan ekonomi daerah ini sebagai wujud nyata keseriusan pemerintah dalam mengembangkan potensi Provinsi Sulawesi Barat serta menggenjot pembangunan kemajuan infrastruktur, utamanya jalan, jembatan dan irigasi. Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen kebijaksanaan fiskal yang bertujuan untuk meningkatkan laju investasi, kesempatan kerja memelihara kestabilan ekonomi dan menciptakan distribusi pendapatan yang merata. Teori makro mengenai pertumbuhan pengeluaran pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan kedalam model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran. Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses dan persentase investasi pemerintah terhadap GNP akan semakin kecil. Pada tingkat perkembangan ekonomi yang lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan sarana prasarana ke pengeluaranpegeluaran untuk aktivitas sosial, seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan dan sebagainya. Teori pertumbuhan endogen memberikan gambaran mengenai peran pemerintah di dalam proses pertumbuhan. Barro (1991), menguji model pertumbuhan endogen mengenai hubungan antara bagian pengeluaran pemerintah di dalam GDP dan tingkat pertumbuhan GDP riil per kapita. Keistimewaan model Barro ini adalah adanya constant returns to capital secara luas termasuk private capital dan publik services. Secara luas mempertimbangkan input public services di dalam produksi, tepatnya hubungan yang timbul antara ukuran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah yang tidak produktif (Cg/Y) berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan. Devarajan & Vinaya (1993), menemukan hubungan yang negatif dan tidak signifikan hubungan antara pengeluaran produktif dan pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian Lin (1994), menemukan bahwa pengeluaran tidak produktif negatif dan tidak signifikan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi di negara industri tetapi signifikan positif berdampak pada pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu instrumen penting untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Filmer & Pritchett (1997), Fan & Thorat (2000), Dollar & Kraay (2001), Bigsten & Levin (2001), Fan & Rao (2004), Laabas & Limam (2004), dan Klasen (2005) memperoleh hasil penelitian jenis pengeluaran pemerintah yang diidentifikasi mempunyai pengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap kemiskinan adalah pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, teknologi, perumahan, subsidi,dan transfer. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan diteliti dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu mengetahui seberapa besar pengaruh pengeluaran pemerintah kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat terhadap kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat. 184 Government Spending, Poverty ISSN 2303-100X terhadap pertumbuhan ekonomi melalui tingkat kesempatan kerja. Adapun bentuk persamaanya sebagai berikut: Y2it = lnβ0 + β1lnX1it-1 + β2lnX2it-1 + β3lnX3it-1 + β4(lnα0 + α1lnX1it-1 + α2lnX2it-1 + α3lnX3it-1 + μ1) + μ2 = lnβ0 + β1lnX1it-1 + β2lnX2it-1 + β3lnX3it-1 + β4lnα0 + β4α1lnX1it-1 + β4α2lnX2it-1 + β4α3lnX3it-1 + β4μ1 + μ2 = (lnβ0 + β4lnα0)+ (β1 + β4α1)lnX1it-1 + (β2 + β4α2)lnX2it-1 + (β3 + β4α3)lnX3it-1 + (β4μ1 + μ2) = lnδ0 + δ1lnX1it+ δ2lnX2it+ δ3lnX3it + μ4 ............................ (2.2) Kemudian persamaan (1.1) dan (2.1) disubtitusi ke persamaan (3.1) untuk menghitung pengaruh pengeluaran pemerintah kabupaten, pengeluaran pemerintah provinsi dan pengeluaran pemerintah pusat : Y3 = lnγ0 + γ1lnX1it-1 + γ2lnX2it-1 + γ3lnX3it-1 + γ4(lnα0 + α1lnX1it-1 + α2lnX2it-1 + α3lnX3it-1 + μ1) + γ5(lnδ0 + δ1lnX1it-1+ δ2lnX2it-1+ δ3lnX3it-1 + μ4)+ μ3 = lnγ0 + γ1lnX1it-1 + γ2lnX2it-1 + γ3lnX3it-1 + γ4lnα0 + γ4α1lnX1it-1 + γ4α2lnX2it-1 + γ4α3lnX3it + γ4μ1 + γ5lnδ0 + γ5δ1lnX1it-1+ γ5δ2lnX2it-1+ γ5δ3lnX3it-1 + γ5μ4 + μ3 = (lnγ0 + γ4lnα0+ γ5lnδ0) + (γ1 + γ4α1 + γ5δ1)lnX1it-1 + (γ2 + γ4α2 + γ5δ2)lnX2it-1+ (γ3 + γ4α3 + γ5δ3)lnX3it-1+ (γ4μ1 + γ5μ4 + μ3) = lnɵ0 + ɵ1lnX1it-1 + ɵ2lnX2it-1 + ɵ3lnX3it-1 + μ5 ........... (3.2) Dimana: X1: Pengeluaran Pemerintah Kabupaten (Rp) X2: Pengeluaran Pemerintah Provinsi (Rp) X3: Pengeluaran Pemerintah Pusat (Rp) Y1: Pertumbuhan Ekonomi (%) Y2: Kesempatan Kerja (%) Y3: Kemiskinan (%) Y3: Kemiskinan (%) BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lima kabupaten di Sulawesi Barat. Penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang dilakukan untuk mengkaji pengaruh pengeluaran pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat di bidang pendidikan,kesehatan dan infrastruktur secara langsung terhadap kemiskinan dan secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja. untuk mengetahui pengaruh tersebut maka digunakan analisis Structural Equation Model (SEM). Penelitian ini menggunakan variabel dependen berupa tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat. Variabel independen berupa realisasi pengeluaran Selain itu digunakan variabel pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari tahun 2007-2012. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data yang digunakan adalah data panel lima kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat selama enam tahun dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013. Unit analisis penelitian adalah kabupatenkabupaten di Provinsi Sulawesi Barat. Metode Analisis Data Teknik analisis yang digunakan untuk mengukur pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja. Maka model regresi yang digunakan adalah Structural Equation Model (SEM). Adapun bentuk persamaan sebagai berikut: Y1it = lnα0 + α1lnX1it-1 + α2lnX2it-1 + α3lnX3it-1 + μ1 ........ (1.1) Y2it = lnβ0 + β1lnX1it-1 + β2lnX2it-1 + β3lnX3it-1 + β4Y1it + μ2………… (2.1) Y3it = lnγ0 + γ1lnX1it-1 + γ2lnX2it-1 + γ3lnX3it-1 + γ4Y1it+ γ5Y2it + μ3… (3.1) Kemudian persamaan (1.1) disubstitusi ke persamaan (2.1) untuk menghitung pengaruh tidak langsung (indirect effect) dalam bentuk reduced form pengeluaran pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat HASIL PENELITIAN Uji koefien t menunjukan pengaruh masingmasing variabel independen terhadap kemiskinan. Ringkasan hasil perhitungan pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap 185 Rahmah Amalia ISSN 2303-100X kemiskinan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis pengaruh antara variabel, maka diperoleh fakta bahwa pengeluaran pemerintah kabupaten berhubungan negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjelaskan bahwa pengeluaran pemerintah kabupaten tidak cukup besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bahkan cenderung menurunkan pertumbuhan ekonomi di daerah. Pengeluaran pemerintah utamanya bagi daerah yang baru berkembang lebih difokuskan pada kegiatan administrasi dan pembangunan infrastruktur bukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Koefisien regresi variabel pengeluaran pemerintah kabupaten terhadap kesempatan kerja berhubungan negatif dan tidak signifikan. Hal ini berarti pengeluaran pemerintah kabupaten secara langsung tidak cukup besar dalam mendorong peningkatkan kesempatan kerja. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan pengeluaran pemerintah terhadap kesempatan kerja adalah positif dan signifikan yang mengindikasikan bahwa belanja pemerintah memegang peranan penting dalam menciptakan lapangan pekerjaan di masyarakat. Pengaruh pengeluaran pemerintah pusat terhadap kemiskinan secara langsung adalah negatif dan tidak signifikan. Hal ini erat kaitannya dengan pengalihan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan menjadi dana alokasi khusus dan kemampuan fiskal daerah. Tabel 1. Koefisien Estimasi Pengaruh Langsung Pengeluaran Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Pemerintah Pusat Terhadap Kemiskinan Variabel Bebas Pengeluaran Pemerintah Kabupaten (X1) Pengeluaran Pemerintah Provinsi (X2) Pengeluaran Pemerintah Pusat (X3) Pertumbuhan Ekonomi (Y1) Simbo l Pengaruh Langsung P α1 -2,445 *** β1 -0,022 0,16 γ1 3,056 α2 2,299 β2 0,048 γ2 -4,572 α3 -0,378 Kesempatan Kerja (Y2) β3 -0,025 Kemiskinan (Y3) γ3 -1,829 β4 -0,001 γ4 -0,824 γ5 -24,491 0 0,00 0 0,03 2 0,00 0 0,56 0 0,16 2 0,12 0 0,76 0 0,01 0 0.04 0 Variabel Terikat Pertumbuhan Ekonomi (Y1) Kesempatan Kerja (Y2) Kemiskinan (Y3) Pertumbuhan Ekonomi (Y1) Kesempatan Kerja (Y2) Kemiskinan (Y3) Pertumbuhan Ekonomi (Y1) Kesempatan Kerja (Y2) Kemiskinan (Y3) Kesempatan Kerja (Y2) Kemiskinan (Y3) 186 Keterangan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Signifikan Government Spending, Poverty ISSN 2303-100X Tabel 2. Koefisien Estimasi Pengaruh Tidak Langsung Pengeluaran Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Pemerintah Variabel Bebas Pengeluaran Pemerintah Kabupaten (X1) Pengeluaran Pemerintah Provinsi (X2) Pengeluaran Pemerintah Pusat (X3) Pengeluaran Pemerintah Kabupaten (X1) Pengeluaran Pemerintah Provinsi (X2) Pengeluaran Pemerintah Pusat (X3) Pertumbuhan Ekonomi (Y1) Variabel Terikat γ4α2+ γ5β2 Pengaruh Tidak Langsung Nilai Keterangan 0,004 Tidak Signifikan -0,003 Tidak Signifikan 0,001 Tidak Signifikan 2,463 Tidak Signifikan -2.976 Signifikan γ4α3+ γ5β3 0,917 β4γ5 0.036 Simbol Kesempatan Kerja (Y2) β4α1 Kesempatan Kerja (Y2) β4α2 Kesempatan Kerja (Y2) β4α3 Tingkat Kemiskinan (Y3), melalui Y1 dan Y2 Tingkat Kemiskinan (Y3), melalui Y1 dan Y2 Tingkat Kemiskinan (Y3), melalui Y1 dan Y2 Tingkat Kemiskinan (Y3), melalui Y2 γ4α1+ γ5β1 Tidak Signifikan Signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah yang besar terutama pengeluaran konsumsi justru akan menurunkan pertumbuhan pendapatan per kapita. Hasil penelitian Devarajan & Vinaya (1993), menemukan hubungan negatif dan tidak signifikan antara pengeluaran produktif dengan pertumbuhan. Namun hasil ini bertentangan dengan hubungan fungsional berdasarkan teori yang ada. Hasil ini juga bertentangan dengan penelitian dari Junaidi (2012), yang mengindikasikan bahwa belanja pemerintah memegang peranan penting dalam menciptakan lapangan pekerjaan di masyarakat. Pengeluaran pemerintah dalam hal ini adalah belanja langsung di bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur tidak serta merta dapat menurunkan tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat secara umum. Penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Devarajan & Vinaya (1993), dimana dalam penelitian mereka menggabungkan pengamatan empiris melalui kerangka teoritis sebelumnya dengan mendalilkan sebuah model, dimana ada dua jenis pengeluaran pemerintah yakni produktif dan tidak produktif. Hal ini mengindikasikan bahwa kabupaten-kabupaten di Sulbar walaupun pengeluaran pemerintah berupa belanja langsung tetapi penyerapannya tidak efektif pada programprogram yang produktif dalam rangka pengentasan kemiskinan. PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan hubungan antara pengeluaran pemerintah kabupaten secara langsung berpengaruh positif dan signifikan dan tidak berpengaruh signifikan secara tidak langsung, pengeluaran provinsi baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh negatif dan signifikan. sedangkan untuk pengeluaran pemerintah pusat terhadap kemiskinan secara langsung adalah negatif dan tidak signifikan. secara tidak langsung berpengaruh positif dan tidak signifikan. Hasil penelitian ini bertentangan dengan aliran Keynesian yang menunjukkan bahwa belanja pemerintah memacu pertumbuhan ekonomi. Pandangan ini menjelaskan bahwa dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah akan mendorong peningkatan permintaan berbagai barang dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian secara agregat, sehingga mendorong pertumbuhan perekonomian. Jadi, pengeluaran pemerintah dipandang sebagai output agregat. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan fungsi dari pengeluaran pemerintah. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Barro & Xavier (1992), yang membagi pengeluaran pemerintah menjadi pengeluaran produktif dan tidak produktif. Pengeluaran produktif apabila pengeluaran tersebut mempunyai efek langsung 187 Rahmah Amalia ISSN 2303-100X Pengeluaran pemerintah provinsi secara langsung berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Filmer & Pritchett (1997), Fan & Thorat (2000), Dollar & Kraay (2001), Bigsten & Levin (2001), Fan & Rao (2004), Laabas & Limam (2004) dan Klasen (2005). Menurut penelitian mereka, pengeluaran pemerintah merupakan salah satu instrumen penting untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Jenis pengeluaran pemerintah yang dapat diidentifikasi mempunyai pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kemiskinan adalah pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, teknologi, perumahan, subsidi dan transfer. Pengaruh pengeluaran pemerintah provinsi terhadap kemiskinan secara tidak langsung adalah negatif dan signifikan. Jika dilihat dari hasil penelitian ditemukan bahwa pengaruh langsung pengeluaran pemerintah provinsi terhadap kemiskinan lebih besar jika dibandingkan dengan pengaruh tidak langsungnya. Pengeluaran pemerintah dapat memiliki efek langsung dan tidak langsung terhadap kemiskinan. Efek langsung muncul dalam bentuk manfaat yang diterima dari pengeluaran pada program kerja dan kesejahteraan. Efek tidak langsung muncul ketika investasi pemerintah di bidang infrastruktur pedesaan, penelitian pertanian, kesehatan dan pendidikan masyarakat pedesaan merangsang pertumbuhan pertanian dan nonpertanian yang mengarah ke pekerjaan yang lebih besar dan kesempatan memperoleh penghasilan bagi masyarakat miskin dan bahan makanan yang lebih murah. Secara teoritis, hubungan antara belanja publik dan kemiskinan berasal dari tiga sumber yaitu pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan upah. Peningkatan belanja publik akan meningkatkan permintaan agregat dalam perekonomian. Permintaan terhadap tenaga kerja sebagai akibat dari meningkatnya permintaan agregat menaikkan tingkat produktivitas tenaga kerja. Kesempatan kerja yang lebih tinggi dan produktivitas mengarahkan pada dua jalur. Pertama, menaikkan tingkat upah yang selanjutnya berkontribusi dalam pengurangi kemiskinan dan kedua, percepatan dalam pertumbuhan ekonomi yang mana hal ini dapat menaikkan belanja publik. Pemberian dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan dari pemerintah pusat untuk pelaksanaan program nasional yang dibiayai oleh anggaran kementerian/lembaga teknis vertikal dalam rangka mencapai tujuan dan prioritas nasional, sebagaimana tujuan bantuan spesifik untuk daerah. Namun, anggaran kementrian/lembaga vertikal tersebut bukan untuk membiayai program prioritas nasional yang telah menjadi urusan daerah. Sebagai contohnya di bidang pendidikan dengan program penyelenggaraan pendidikan dasar sembilan tahun. Prinsip desentralisasi fiskal khususnya money follow function mengharuskan pendanaan penyelenggaraan pendidikan dasar (mulai dari gaji guru, biaya administrasi dan operasional sekolah menjadi tanggung jawab daerah (APBD). Apabila daerah tidak memiliki kemampuan fiskal untuk mendanai tanggung jawabnya, maka pemerintah pusat dapat menyediakan bantuan melalui mekanisme transfer ke daerah (APBD), bukan dengan mekanisme dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Secara teori, bantuan spesifik sangat beragam jenisnya. Bantuan ini dapat diciptakan oleh si pemberi dalam hal ini pemerintah pusat, untuk berbagai tujuan. Misalnya, untuk mencapai tujuan dan prioritas nasional di bidang tertentu namun urusannya telah didesentralisasikan ke daerah, untuk mempengaruhi pola belanja si penerima, untuk mengakomodasi “spill-over benefit” (penyediaan pelayanan publik oleh daerah tertentu tetapi dimanfaatkan oleh penduduk daerah lain/tetangga) dan untuk mengakomodasi kekhususan daeerah tersebut. Dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan perlahan-lahan dialihkan menjadi dana alokasi khusus sehingga porsi yang diberikan dalam bentuk ini semakin berkurang. Dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang merupakan belanja dari kementrian/lembaga dibatasi untuk membiayai kegiatan non fisik (Dana dekonsentrasi) sedangkan untuk dana tugas pembantuan dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan fisik tetapi dana ini jumlahnya relatif kecil. Kendala lain yang melatar belakangi hasil penelitian yang tidak sesuai adalah ketidakpastian waktu pemberian dana dekon. Setelah musrenbangnas tidak pernah ada pembertahuan ke 188 Government Spending, Poverty ISSN 2303-100X daerah mana kegiatan yang diusulkan akan dibiayai APBN. Biasanya sekitar semester kedua baru diberitahu ada kegiatan yang dibiayai APBN. Sering juga terjadi kegiatan yang dibiayai APBN berbeda dengan yang diusulkan. Jika kegiatan itu memang masih bermanfaat bagi peningkatan pelayanan di daerah tidak menjadi masalah, kendala terjadi ketika kegiatan atau proyek tersebut tidak dibutuhkan oleh daerah. Pada dasarnya Dana Dekon /TP sangat besar peranannya bagi pendanaan program di daerah. Sebagai contoh kasus pada Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, dalam pencapaian target program di bidang kesehatan hampir 70-80 persen dibiayai oleh dana dekonsentrasi/ tugas pembantuan dan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN). Kenyataannya daerah belum dapat secara tegas membedakan antara Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, sehingga tidak bisa dipastikan apakah Dana Dekonsentrasi masih membiayai kegiatan non-fisik. Pada prakteknya seringkali kegiatan yang dibiayai oleh dana dekon memerlukan kegiatan pendamping yang dibiayai oleh APBD padahal menurut undang-undang Dana Dekonsentrasi tidak memerlukan dana pendamping karena prinsip money follow function. dapat mendorong kesempatan kerja dan produktifitas yang lebih tinggi yang pada akhirnya dalam jangka panjang akan mengurangi kemiskinan. DAFTAR PUSTAKA Barro, Robert J. (1991). Economic Growth in Cross Section Countries. Quarterly Journal of Economics. Barro, Robert J. & Xavier, Salai-Martin. (1992). Convergence. Journal of Political economy 100(2): 223-251 Bigsten, A. & Levin, J. (2001). Growth, Income Distribution and Poverty. Working Paper in Economic. Devarajan, S. & Vinaya, S. (1993). What do goverment Buy? The Composition of Public Spending and Economic Performance. Education Quality and Economic Growth, The World Bank, Washinton DC. Dollar, D. & Kraay, A. (2001). Trade, Growth and Poverty. Development Research Group, The World Bank. Fan, S. Zang. & Rao, N. (2004). Public Investment, Growth and Rural Poverty. Public Expenditures, Growth and Poverty: Lesson from Developing Countries. Hal. 56108. International Food Policy Research Institute. Fan, S., Hazell, P. & Thorat, S. (2000). Government Spending, Growth and Poverty in Rural India. Amer. J. Agr. Econ. 82 (4) (November 2000): 1038-1051. American Agricultural Economics Assosiation. Filmer, D. & Prichett, L. (1997). The Impact of Public Spending of Health : Does Money Metter?. Social Sience & Madicine. 49:13091323. Junaidi, Arius. (2012). Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi 1:1. Klasen. (2005). Economic Growth And Poverty Reduction: Measurement and Policy Issues. OECD Development Centre. Working Paper No.246. Laabas & Limam. (2004). Impact of Public Policies on Poverty, Income Distribution and Growth. Arab Planning Institute. Lin, Steven A. (1994). Goverment Spending and Economic Growth. Applied Economic. 26:8394. KESIMPULAN DAN SARAN Pengeluaran pemerintah kabupaten secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan, tetapi secara tidak langsung berpengaruh tidak signifikanterhadap tingkat kemiskinan. Pengeluaran pemerintah provinsi, secara langsung maupun tidak langsung, berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Pengeluaran pemerintah pusat secara langsung berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan tetapi secara tidak langsung tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Adapun saran yang dapat diberikan yaitu meningkatkan rasio alokasi belanja langsung terhadap total belanja pada pemerintah provinsi dan kabupaten terutama untuk pembiayaan program- program yang berkaitan langsung dengan pengurangan kemiskinan seperti program pemberian bantuan kredit daerah, program jaminan kesehatan daerah, alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dari pusat yang diterima oleh pemerintah provinsi dan kabupaten lebih banyak dialokasikan untuk mendukung pembiayaan infrastruktur, belanja pendidikan, kesehatan yang 189