II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Data, Informasi dan

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Data, Informasi dan Pengetahuan
Menurut Bargeron dalam Sangkala (2007), data merupakan bilangan
terkait dengan angka-angka atau atribu-atribut yang bersifat kuantitas, yang
berasal dari hasil observasi, eksperimen dan kalkulasi. Sementara itu
informasi merupakan data didalam suatu konteks tertentu yang terkait
dengan penjelasan, interpretasi dan berhubungan dengan materi lainnya
mengenai objek, peristiwa-peristiwa
atau proses tertentu. Selain itu
pengetahuan merupakan informasi yang telah diorganisasi, disintetis dan
diringkaskan untuk meningkatkan pengertian, kesadaran atau pemahaman.
Davidson dan Voss (2002), menjelaskan untuk memahami perbedaan
antara data, informasi dan pengetahuan harus digaris bawahi nilai
hierarkinya. Informasi merupakan data yang disaring (distilled) dan
dimaknai, demikian pula pengetahuan adalah informasi yang dimaknai dan
disaring. Demikian cara yang sama dapat ditambahkan makna kepada data
sehingga bisa berubah menjadi informasi. Informasi ditambahkan tujuan
berubah menjadi pengetahuan yang bisa dilihat pada Gambar 1.
Pengetahuan
Ide-ide, pemikiran dan keyakinan
Informasi
Fakta-fakta dimaknai dari data
Data
Simbol-simbol dan fakta-fakta
Gambar 1. Data ke Pengetahuan
Aspek lain yang dapat digunakan untuk membedakan antara data,
informasi dan pengetahuan adalah dengan memahami terminologi bahwa
data berada didalam dunia sementara pengetahuan berada didalam diri agen
(manusia), sedangkan informasi mengambil posisi sebagai perantara
(mediating) antara data dengan manusia.
6
Pengetahuan digolongkan menjadi dua jenis, yaitu tacit knowledge dan
explicit knowledge. Pengertian tacit knowledge adalah pengetahuan yang
dimiliki
seseorang
dan
sangat
sulit
untuk
diformalisasikan,
sulit
dikomunikasikan atau dibagi dengan orang lain, serta pemahamannya masih
bersifat subjektif. Sedangkan explicit knowledge merupakan pengetahuan
yang dapat diekspresikan dalam kata-kata, dapat dijumlah serta dapat dibagi
dalam bentuk data, formula ilmu pengetahuan, spesifikasi produk, manualmanual, prinsip-prinsip universal dan senantiasa siap untuk ditransfer
kepada orang lain secara formal dan sistematik (Sangkala, 2007).
Riset Delphi Group menunjukan bahwa knowledge dalam organisasi
tersimpan dalam struktur dengan proporsi 42 persen dipikiran (otak)
karyawan, 26 persen dokumen kertas, 20 persen dokumen elektronik dan 12
persen knowledge base elektronik (Setiarso et,al. 2007).
2.2. Manajemen Pengetahuan
Horwitch
dan
Armacost
(2002)
mendefinisikan
manajemen
pengetahuan sebagai pelaksanaan, penciptaan, penangkapan, pentransferan
dan pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat ketika dibutuhkan
untuk membuat keputusan yang lebih baik, bertindak tepat serta memberikan
hasil dalam rangka mendukung strategi bisnis.
Menurut Davidson dan Voss (2002), manajemen pengetahuan
merupakan suatu sistem yang memungkinkan perusahaan menyerap
pengetahuan, pengalaman, dan kreativitas para stafnya untuk perbaikan
kinerja perusahaan. Manajemen pengetahuan juga didefinisikan sebagai
pelaksanaan penciptaan, penangkapan, pentrasferan dan pengaksesan
pengetahuan dan informasi yang tepat ketika dibutuhkan untuk membuat
keputusan yang lebih baik, bertindak tepat serta memberikan hasil dalam
rangka mendukung strategi bisnis. Selanjutnya Davidson dan Voss juga
menyatakan bahwa manajemen pengetahuan merupakan suatu proses yang
menyediakan cara, sehingga perusahaan dapat mengenali dimana aset
intelektual kunci berada, menangkap ukuran aset intelektual yang relevan
untuk dikembangkan.
7
Munir (2008) menjelaskan bahwa isu utama manajemen pengetahuan
adalah perilaku,
yaitu membuat anggota organisasi aktif berbagi
pengetahuan dan meningkatkan pengetahuan dirinya serta unit kerjanya
dengan mengombinasikan pengetahuan yang ada dengan pengetahuan yang
baru, dan penggunaan teknologi berbasis komputer hanya salah satu dari
aktifitas manajemen pengetahuan dan sistem teknologi informasi yang
digunakan oleh perusahaan merupakan suatu infrastruktur untuk menunjang
manajemen pengetahuan.
Berbagai
ahli
mengemukakan
definisi
mengenai
manajemen
pengetahuan dari sudut pandang yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
Tannebaum dalam Sangkala (2007) menjelaskan pemahaman mengenai
manajemen pengetahuan yang lebih komprehensif, yaitu:
1. Manajemen
penyimpanan
pengetahuan
dan
mencakup
pengaksesan
pengumpulan,
informasi
untuk
penyusunan,
membangun
pengetahuan. Pemanfaatan teknologi informasi seperti komputer yang
dapat mendukung manajemen pengetahuan, namun teknologi informasi
tersebut bukanlah manajemen pengetahuan.
2. Manajemen pengetahuan mencakup berbagi pengetahuan (sharing
knowledge). Tanpa berbagi pengetahuan, upaya manajemen pengetahuan
akan gagal. Kultur perusahaan, dinamika dan praktik seperti sistem
penggajian dapat mempengaruhi berbagi pengetahuan. Kultur dan aspek
sosial dari manajemen pengetahuan merupakan tantangan yang
signifikan.
3. Manajemen pengetahuan terkait dengan pengetahuan orang. Pada suatu
saat, organisasi membutuhkan orang yang kompeten untuk memahami
dan memanfaatkan informasi dengan efektif. Organisasi terkait dengan
individu untuk melakukan inovasi dan memberi petunjuk kepada kepada
organisasi. Organisasi juga terkait dengan persoalan keahlian yang
menyediakan input untuk menerapkan manajemen pengetahuan. Oleh
karena itu, organisasi harus mempertimbangkan bagaimana menarik,
mengembangkan dan mempertahankan pengetahuan anggota sebagai
bagian dari domain manajemen pengetahuan.
8
4. Manajemen
pengetahuan
terkait
dengan
peningkatan
efektivitas
organisasi. Kita berkonsentrasi pada manajemen pengetahuan karena
dipercaya bahwa manajemen pengetahuan dapat memberikan kontribusi
kepada vitalitas dan kesuksesan perusahaan. Upaya untuk mengukur
modal intelektual dan untuk menilai efektivitas manajemen pengetahuan
harus dapat membantu kita memahami secara luas pengelolaan
pengetahuan yang telah dilakukan.
Berdasarkan
uraian-uraian
yang
dikemukakan,
manajemen
pengetahuan merupakan suatu proses dan seni dalam mengelola perusahaan
dengan
melaksanakan
pengetahuan
untuk
penciptaan,
meningkatkan
pengumpulan
keunggulan
dan
pentransferan
kompetitif
sehingga
memberikan hasil dalam mencapai visi dan misi perusahaan. Perusahaan
harus menerapkan manajemen pengetahuan untuk menciptakan keunggulan
perusahaan yang berdaya saing tinggi serta mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Hal ini akan membawa perusahaan kepada
perusahaan yang terdepan dalam inovasi dan sumber daya manusia yang
berkualitas dalam pengetahuannya (Sangkala, 2007).
2.3. Penerapan Manajemen Pengetahuan Melalui SECI Model
Setiarso (2009), berpendapat bahwa knowledge management
yang
sukses tidak hanya karena komputer yang impresif tetapi sebaiknya
mengandung komponen-komponen, yaitu:
a. Alur knowledge yang benar dan sumber yang dilimpahkan ke organisasi.
b. Teknologi tepat yang disimpan dan dapat mengomunikasikan knowledge
tersebut.
c. Budaya tempat kerja yang benar sehingga karyawan termotivasi untuk
memanfaatkan knowledge.
Selain itu penerapan manajemen pengetahuan pada suatu organisasi juga
merupakan proses yang panjang dan lama, yang mencakup perubahan
perilaku semua karyawan.
Nonaka dalam Sangkala (2007) menjelaskan bahwa proses penciptaan
knowledge organisasi terjadi karena adanya interaksi antara tacit knowledge
dan explicit knowledge melaui proses konversi knowledge yang disebut
9
SECI
(Socialization,
Eksternalization,
Combination,
Internalization).
Organisasi biasanya menggunakan media-media berikut sebagai sarana
komunikasi antar sumber daya manusia yang ada di organisasi dan pihakpihak yang berkepentingan, yaitu:
1. Rapat secara berkala/diskusi secara berkala
2. Pertemuan bulanan
3. Intranet
4. Surat edaran/surat keputusan
5. Papan pengumuman
6. Internet/media massa
Nonaka & Takeuchi, 1995 (Setiarso et al, 2009), untuk mendukung
proses aktifitas dan pengembangan sumber daya manusia disuatu organisasi
yang merupakan perwujudan dari model SECI
Nonaka dan digunakan
perangkat teknologi informasi yang ada di organisasi.
1. Socialization
Sosialisasi merupakan proses sharing dan penciptaan tacit knowledge
melalui interaksi dan pengalaman langsung. Salah satu proses sosialisasi
adalah dengan pertemuan tatap muka (rapat, diskusi dan pertemuan
bulanan). Melalui pertemuan tatap muka ini individu dapat saling
berbagi pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya sehingga tercipta
pengetahuan baru. Di dalam sistem manajemen pengetahuan, fitur-fitur
kolaborasi
seperti
email,
diskusi
elektronik, komunitas
praktis
(communities of practice) memungkinkan pertukaran pengetahuan tacit
(informasi, pengalaman dan keahlian) yang dimiliki seseorang sehingga
organisasi semakin mampu belajar dan melahirkan ide-ide baru yang
kreatif dan inovatif. Hal ini baik untuk dilakukan karena bermanfaat
untuk meningkatkan koordinasi, mempercepat proses aktivitas dan
menumbuhkan budaya belajar. Proses sosialisasi juga dapat dilakukan
melalui pendidikan dan training/diklat dengan mengubah pengetahuan
tacit trainer menjadi pengetahuan tacit karyawan.
10
2. Externalization
Eksternalisasi merupakan proses yang bertujuan untuk mengartikulasi
tacit knowledge menjadi suatu konsep yang jelas atau eksplisit melalui
proses dialog dan refleksi. Dukungan terhadap proses eksternalisasi
dapat diberikan dengan mendokumentasikan notulen rapat (bentuk
eksplisit dari knowledge yang tercipta saat diadakannya pertemuan)
kedalam bentuk elektronik untuk kemudian disimpan dalam suatu
repository dan dipublikasikan kepada pihak yang berkepentingan,
sehingga bisa dikembangkan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan
knowledge atau kompetensi karyawan.
3. Combination
Proses mengkombinasikan berbagai explicit knowledge yang berbeda
untuk disusun ke dalam sistem knowledge management. Media untuk
proses ini dapat melalui intranet (forum diskusi), database organisasi dan
internet untuk memperoleh sumber eksternal. Fitur-fitur Enterprise
Portal seperti knowledge organization system yang memiliki fungsi
untuk pengategorian informasi (taksonomi), pencarian dan sebagainya
membantu dalam proses ini. Business Intellegence sebagai fungsi
penganalisis data secara matematis dapat digunakan untuk pengambilan
keputusan. Data yang telah tersimpan dalam sistem (data warehouse)
dianalisis terutama untuk kondisi yang bersifat strategis. Content
Management yang memiliki fungsi untuk untuk mengelola informasi
organisasi baik yang bersifat terstruktur (database) atau tidak terstruktur
(dokumen, laporan, notulen) juga mendukung proses kombinasi ini.
4. Internalization
Semua dokumen data, informasi dan pengetahuan yang sudah
didokumentasikan dapat dibaca oleh orang lain. Proses internalisasi
inilah terjadi peningkatan knowledge sumber daya manusia. Sumbersumber explicit knowledge dapat diperoleh melalui media intranet
(database organisasi), surat edaran/surat keputusan, papan pengumuman
dan internet serta media massa sebagai sumber eksternal. Untuk dapat
mendukung proses ini sistem perlu memiliki alat bantu pencarian dan
11
pengambilan dokumen. Content Management selain bisa mendukung
proses kombinasi, juga dapat memfasilitasi proses internalisasi, dimana
pemicu untuk proses ini adalah penerapan “Learning by Doing”. Selain
itu pendidikan dan pelatihan juga dapat mengubah berbagai pelajaran
tertulis (explicit knowledge) menjadi tacit knowledge para karyawan.
Tacit Knowledge (TO) Explicit Knowledge
Socialization
Eksternalization
- face to face communication
- collaboration feature
- training/diklat
- dokumen pertemuan, expert
- intranet
- discussion platform
- MS office, Scanner
Tacit Knowledge
(FROM)
Expicit Knowledge
Internalization
S
E
I
C
-intranet
-internet/media masa
-content management
-learning feture
-papan pengumuman
Combination
- intranet
- aplikasi database
- internet
- enterprise portal feature
- business intelligent
Gambar 2. Pemetaan proses SECI Model
Rosenberg
yang
dikutip
oleh
Kosasih
dan
Budiani
(2007)
mengidentifikasikan luas lingkup aplikasi manajemen pengetahuan ke dalam
3 tingkatan (level), yaitu sebagai berikut:
1. Manajemen dokumen (document management)
Merupakan aplikasi manajemen pengetahuan yang paling sederhana,
karena manajemen pengetahuan hanya digunakan untuk memfasilitasi
distribusi informasi saja.
2. Penciptaan, berbagi dan manajemen informasi (information creation,
sharing and management)
Aplikasi manajemen pengetahuan pada level ini antara lain penciptaan
informasi baru (new content of information creation), komunikasi dan
kolaborasi (communication and collaboration), manajemen informasi
(real
time
information
management)
serta
menangkap
dan
mendistribusikan pengalaman pakar (capturing and distributing expert
stories).
12
3. Organisasi yang terus belajar (the truly know-how of the organization)
Pelaksanaan aktivitas primer organisasi sepenuhnya tergantung pada
keahlian berbasis pengetahuan yang melekat pada keseluruhan sistem
yang terdapat dalam perusahaan. Beberapa aktivitas pada level ini antara
lain membangun jaringan pakar (building expert network), interaksi
dengan database operasional (interacting with operational databases),
dukungan kinerja (performance support), organisasi yang terus belajar
(leveraging organizational “know-how”).
Davenport dan Prusak yang dikutip oleh Setiarso, et.al (2009)
menjelaskan sasaran umum dari sistem manajemen pengetahuan dalam
praktiknya adalah sebagai berikut:
1. Menciptakan pengetahuan
Pengetahuan diciptakan begitu manusia menentukan cara baru untuk
melakukan sesuatu atau menciptakan knowhow.
2. Menangkap pengetahuan
Pengetahuan baru diidentifikasi sebagai bernilai dan diintepretasikan
dalam suatu cara yang masuk akal.
3. Menjaring pengetahuan
Pengetahuan baru harus ditempatkan dalam konteks agar dapat
ditindaklanjuti.
4. Menyimpan pengetahuan
Pengetahuan yang bermanfaat harus disimpan dalam format yang baik
dalam penyimpanan pengetahuan sehingga orang lain dalam organisasi
dapat mengaksesnya.
5. Mengolah pengetahuan
Pengetahuan harus diperbaharui apakah relevan dan akurat.
6. Menyebarluaskan pengetahuan
Pengetahuan harus tersedia dalam format yang bermanfaat untuk semua
orang dalam organisasi yang memerlukan dimanapun dan kapanpun.
Sangkala (2007) menjelaskan dalam penerapan manajemen pengetahuan
dalam organisasi terdapat hambatan terbesar yaitu pada proses transfer
pngetahuannya. Hambatan yang diidentifikasi meliputi:
13
1. Kurangnya kepercayaan
2. Perbedaan kultur, bahasa dan referensi
3. Tidak adanya waktu dan tempat pertemuan serta ide sempit mengenai
bekerja produktif
4. Status dan penghargaan terhadap pemilik pengetahuan
5. Kurangnya kapasitas menyerap dari penerima
6. Kepercayaan bahwa pengetahuan merupakan hak-hak istimewa kelompok
tertentu
7. Tidak toleran terhadap kesalahan atau kebutuhan membantu.
Setiarso, et.al (2009) menjelaskan bahwa diperlukannya strategi dalam
penerapan manajemen pengetahuan pada organisasi, karena penerapannya
tidak hanya didukung oleh SDM yang berkualitas (memiliki informasi,
pengalaman dan keahlian yang dibutuhkan), teknologi informasi yang tepat
guna, tetapi juga budaya berbagi knowledge (knowledge sharing). Berbagi
knowledge berarti setiap anggota organisasi menyadari pentingnya
knowledge bagi organisasi. Maka strategi yang harus ditempuh meliputi:
1. Merumuskan budaya knowledge sharing di organisasi, yang menekankan
pada kewajiban untuk menggali dan membagi knowledge kepada semua
karyawan.
2. Membangun rasa saling percaya diantara SDM organisasi, terlepas dari
kedudukan, kecerdasan dan kinerjanya.
3. Sistem penghargaan (reward) karena adanya aktivitas berbagi dan
memanfaatkan knowledge.
4. Rotasi kerja, dalam hal ini pertukaran karyawan yang dilakukan secraa
teratur sesuai perencanaan karir karyawan, yang memungkinkan
aktivitas penyebaran dan peningkatan knowledge karyawan.
5. Menyediakan media atau sarana dalam berbagi knowledge sehingga
karyawan lebih mudah bertukar pengetahuan dan mengakses informasi.
6. Adanya kepemimpinan dari jajaran dierksi dan managemen yang
mendukung penerapan knowledge management ini.
14
2.4. Kompetensi
Palan (2007) menjelasakan bahwa kompetensi merujuk kepada
karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif,
karakterisktik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau
keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior
performer) di tempat kerja.
Selain itu kompetensi dapat diartikan juga sebagai gambaran tentang
ilmu apa saja yang harus diketahui atau dilakukan seseorang agar dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan baik (Hutapea, 2008).
Spencer dan spencer
dalam Tjakraatmadja dan Lantu (2006),
mengartikan kompetensi sebagai karakter sikap dan perilaku, atau
kemampuan individual yang relatif bersifat stabil ketika menghadapi suatu
situasi ditempat kerja, yang terbentuk dari sinerji antara watak, konsep diri,
motivasi internal, serta kapasitas pengetahuan konstekstual. Berbagai tipe
kompetensi dapat dinyatakan dalam dan dikelompokkan dalam dua kategori,
yaitu Hard Competence dan Soft Competence.
1. Hard Competence
Merupakan tipe kompetensi dikenal juga dengan kompetensi teknikal.
Kompetensi ini diekspresikan dalam keterampilan kerja. Kompetensi ini
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk bekerja dengan skill
tertentu atau kemampuannya dalam memahami detail dari suatu
pekerjaan.
2. Soft Competence
Merupakan tipe kompetensi yang atau dikenal dengan kompetensi
perilaku. Kompetensi ini diekspresikan dalam perilaku seseorang saat
bekerja. Kompetensi perilaku akan memiliki daftar yang lebih sedikit
dibanding dengan kompetensi teknikal, karena dari beberapa pekerjaan
yang berbeda mungkin memerlukan kompetensi perilaku yang sama.
Lebih jauh lagi mengenai kompetensi, Tjakraatmada dan Lantu (2006)
menjelaskan kompetensi seseorang terbentuk dari lima unsur, yaitu:
1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merujuk pada informasi dan hasil pemebelajaran.
15
2. Keahlian (Skill)
Keahlian merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu
kegiatan.
3. Konsep diri (Self Cocept) dan nilai-nilai (Values)
Konsep diri dan nilai-nilai merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri
seseorang, contohnya kepercayaan diri seseorang.
4. Karakteristik Pribadi (Traits)
Karakteristik pribadi merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi
tanggapan terhadap situasi atau informasi.
5. Motif (Motive)
Motif merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau dorongandorongan lain yang memicu tindakan.
Tingkatan kompetensi menurut Palan (2007) meliputi level organisasi,
level
posisi
dan
level
perorangan.
Sedangkan
jenis
kompetensi
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
1. Kompetensi Inti
Kompetensi inti berada pada level organisasi, biasanya merupakan
sekumpulan keahlian dan teknologi yang dimiliki perusahaan, secara
kolektif memberi keunggulan bersaing perusahaan. Sebuah perusahaan
dianggap ‘inti’, apabila kompetensi tersebut memenuhi tiga kriteria,
yaitu nilai lebih bagi pelanggan, perbedaan dengan pesaing dan
extendability (mendorong keberhasilan di masa depan).
2. Kompetensi Fungsional
Kompetensi fungsional berhubungan dengan level posisi. Merupakan
kompetensi yang mendeskripsikan kegiatan kerja dan output, seperti
keahlian dan pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan.
3. Kompetensi Perilaku
Kompetensi perilaku merupakan karakteristik dasar yang diperlukan
untuk melakukan pekerjaan. Kompetensi ini berada pada level individu.
4. Kompetensi Peran
Kompetensi peran berkaitan dengan level posisi dan merujuk pada peran
yang harus dijalankan oleh seseorang dalam sebuah tim.
16
2.5. Penelitian Terdahulu
Andria (2009) penelitiannya yang berjudul Implementasi Manajemen
Pengetahuan dan Dampaknya Terhadap Kinerja Organisasi pada PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk yang bertujuan untuk menjelaskan model
manajemen pengetahuan dan kinerja organisasi, implikasi manajerial dan
persepsi
karyawan
mengenai
pelaksanaan
penerapan
manajemen
pengetahuan serta menjelaskan hambatan dalam implementasi manajemen
pengetahuan beserta solusi alternatif yang dapat direkomendasikan penulis.
Pengolahan data menggunakan data deskriptif dan analisis data dilakukan
dengan analisis Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian
menunjukkan kinerja organisasi dipengaruhi oleh manajemen pengetahuan
secara signifikan, nyata dan bersifat positif. Artinya, semakin tinggi tingkat
penerapan manajemen pengetahuan, maka semakin tinggi pula kinerja
organisasinya.
Rahmawati (2012) penelitiannya yang berjudul Hubungan Strategi
Pengelolaan Pengetahuan dan Knowledge Sharing Berbasis Intranet
Terhadap Disiplin Organisasi Pembelajar Pada PT Telekomunikasi
Indonesia Tbk UCS Regional II bertujuan mengkaji persepsi karyawan dan
penerapan strategi pengelolaan pengetahuan, knowledge sharing berbasis
intranet dan disiplin organisasi pembelajar serta menganalisis hubungan
antara strategi pengelolaan pengetahuan terhadap disiplin organisasi
pembelajar pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dengan peran
pemoderasian knowledge sharing berbasis intranet beserta solusi alternatif
yang dapat direkomendasikan penulis. Pengolahan data menggunakan data
deskriptif dan analisis data dilakukan dengan analisis Structural Equation
Modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan persepsi karyawan
mengenai strategi pengelolaan pengetahuan, knowledge sharing berbasis
intranet dan disiplin organisasi pembelajar dikatakan sangat baik
penerapannya. Strategi pengelolaan pengetahuan tidak memiliki hubungan
yang signifikan terhadap sharing berbasis intranet maupun disiplin
organisasi pembelajar, sedangkan knowledge sharing berbasis intranet
memiliki hubungan yang signifikan terhadap disiplin organisasi pembelajar.
Download