BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era orde baru sebelum

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era orde baru sebelum bergulirnya reformasi dalam UUD 1945
sebelum diamandemen pada pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa
“Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh
MPR” namun setalah era reformasi, UUD 1945 diamandemen sehingga
pada pasal 1 ayat (2) ini menjadi “Kedaulatan ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undung-Undang Dasar”. Hal ini mengandung
makna bahwa kedaulatan tidak lagi sepenuhnya berada ditangan MPR
tetapi kedaulatan berada ditangan rakayat dan dilaksanakan menurut UUD.
Bangsa
Indonesia
memasuki
tahap
baru
dalam
rangka
penyelenggaraan dan tata pemerintahan ditingkat lokal. Kepala daerah
baik Gubernur, Walikota maupun Bupati yang sebelumnya dipilih
langsung oleh DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), sejak Juni 2005
dipilih secara demokratis langsung oleh rakyat melalui proses Pemilu
Kepala Daerah.
Pemilihan kepala daerah merupakan bagaian dari otonomi daerah
yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah yang dikenal dengan istilah Pilkada. Kemudian
muncul UU baru yaitu UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelengaraan
Pemilihan Umum, Pemilihan kepala daerah bukan lagi bagian dari
1
2
otonomi daerah melainkan bagian dari Pemilu. Oleh karena itu
penyelenggaaan secara langsung dibawah koordinasi KPU nasional.
Pemilihan umum kepala daerah secara langsung merupakan sarana
demokrasi bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dalam menentukan
wakil-wakilnya di daerah, pilkada juga merupakan sarana untuk ikut serta
berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seperti halnya negara Indonesia
yang merupakam negara demokrasi yang mengalami perubahan signifikan
pasca runtuhnya orde baru.
Kehidupan demokrasi menjadi lebih baik, rakyat dapat dengan bebas
menyalurkan pendapatannya dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik
yang pada masa orde baru sangat dibatasi. Kelahiran pemilihan umum
kepala daerah secara langsung merupakan salah satu kemajuan dari proses
demokrasi di Indonesia. Melalui pemilihan kepala daerah secara langsung
berarti mengembalikan hak-hak dasar masyarakat ndi daerah untuk
menentukan kepala daerah maupun wakil kepala daerah yang mereka
kehendaki.
Dengan adanya pilkada secara langsung merupakan salah satu
langkah maju dalam mewujudkan demokrasi dilevel lokal. Tip O’Neill,
dalam suatu kesempatan, menyatakan bahwa “All Politicis Local” yang
dapat dimaknai sebagai demokrasi di tingkat lokal nilai-nilai demokrasi
berakar dengan baik terlebih dahulu. Maksudnya, demokrasi di tingkat
nasional akan bergerak ke arah yang lebih baik apabila tatanan, instrumen,
3
dan konfigurasi kearifan serta kesantunan politik lokal lebih dahulu
terbentuk (Leo Agustino, 2008:17). Ini artinya kebangkitan demokrasi
politik di Indonesia (secara dan aktual) diawali dengan pilkada secara
langsung, asumsinya sebagai upaya membangun pondasi demokrasi di
Indonesia (penguatan demokrasi di ranah lokal).
Masa depan demokrasi tingkat lokal ditentukan oleh partisipasi
masyarakat, baik oleh seberapa besar partisipasi masyarakat maupun
kualitas partisipasi itu sendiri dalam menentukan pejabat pemerintah,
dalam hal ini kepala daerah. semakin besar dan semakin baik kualitas
partisipasi masyarakat, maka kelangsungan sistem demokrasi akan
semakin baik. Namun, sebaliknya semakin kecil dan semakin rendahnya
kualitas partisipasi masyarakat maka semakin rendahnya kadar demokrasi.
Hal tersebut di atas sebagaimana yang diungkapkan oleh Ramlan
Surbakti dalam Cholisin (2007:150) bahwa partisipasi politik sebagai
bentuk keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala
keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Keputusan
politik yang dibuat oleh pemerintah atau elite politik nantinya akan
berdampak serta berpengaruh tehadap kehidupan masyarakat, maka dari
itu keikut sertaan masyarakat akan menentukan isi kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah. Selain itu menurut Miriam Buadiarjo (1997:1)
menyatakan bahwa partisipasi politik yakni merupakan sebagian kegiatan
seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta aktif dalam kehidupan
4
politik yaitu dengan cara memilih pemimpin negara secara langsung dan
tidak langsung mempengaruhi kebijakan publik.
Selain dengan partisipasi politik perlu juga adanya kesadaran politik.
Dimensi kesadaran dimana setiap pelaku dianggap telah menyadari dan
telah mengetahui tentang sistem politik baik mengenai perhatian pada
input politik, keterlibtan dalam proses pengambilan keputusan dan ikut
kompetensi ikut ambil bagian. Seorang warga secara sadar cenderung
berorientasi terutama pada sisi output pemerintahan eksekutif, birokrasi,
dan yudikatif. Kesadaran politik warga negara menjadi faktor determinan
dalam
partisipasi
politik
masyarakat,
artinya
sebagai
hal
yang
berhubungan dengan pengetahuan dan kesadaran akan hak dan kewajiban
yang berkaitan dengan lingkungan masyarakat dan kegitan politik menjadi
ukuran dan kadar seseorang terlibat dalam proses partisipasi politik.
Pengalaman pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah dalam
beberapa decade menunjukan banyaknya para pemilih tidak menggunakan
hak suaranya. Fenomena dalam pilkada secara umum di Indonesia adalah
banyaknya bupati dan wakil bupati terpilih meraup suara dibawah 70%.
Pelaksanaan pemilu khususnya di kabupaten Banyumas mulai dari Pemilu
1999, Pileg 2004, Pilpres 2004, Pilgub 2008, Pileg 2009, dan Pilpres 2009
tidak ada peningkatan yang stabil tingkat partisipasinya secara persentase,
namun yang terjadi penurunan. Sebagai gambaran pada fenomena diatas
bahwa apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan
kepada pemerintah tinggi, maka partisipasi cenderung aktif dan sebaliknya
5
apabila kesadaran dan kepercayaan sangat kecil maka partisipasi
politiknya menjadi pasif dan apatis.
Tabel 1 Persentase tingkat partisiasi pemilih di Kabupaten Banyumas
Sumber: KPU Banyumas
Dengan adanya pemilihan langsung ditingkat daerah menjadi festival
politik yang terhitung menggairahkan bagi para elite politik. Rakyat
sebagai pemilih cukup berpengalaman karena model pemilihan seperti
pemilu pada umumnya. Pilbup Banyumas yang berlangsung pada tanggal
17 Febuari 2013 juga merupakan pilbup yang kali kedua dimana
sebelumnya sudah diadakan pada 2008. Pilbup langsung adalah sebuah
arena berlangsungnya pertarungan kekuatan politik, kekuatan ekonomi,
ataupun kekuatan sosial untuk perebutan kekuasaan ditingkat lokal
(Bambang Purwoko, 2005:6)
Setiap kali pesta demokrasi digelar, baik dalam bentuk pemilihan
umum tingkat nasional (Pemilu) ataupun tingkat daerah (Pilkada) selalu
menghadirkan
kelompok
pemilih
pemula
pada
setiap
periode
6
pelaksanaannya, selain itu kelompok tersebut selalu berbanding lurus
dengan laju pertumbuhan penduduk, dengan kriteria usia 17 tahun ke atas
atau telah menikah pada saat pemilu digelar maka kelompok ini
dikategorikan sebagai pemilih pemula.
Dengan berbekal pengalaman pertama yang dimiliki oleh pemilih
pemula maka tidak jarang kelompok ini memberikan prospek yang
menjanjikan untuk dipengaruhi oleh partai politik tertentu guna mendulang
suara lebih untuk memenangkan pemilu. Pada tingkatan nasional jumlah
pemilih pemula mencapai 14 juta jiwa, di tingkat kabupaten Banyumas itu
sendiri jumlah pemilih pemula 150.551 suara yang terdiri dari 76.652 lakilaki dan 73.899 perempuan. Kemudian di tingkat desa Kembaran itu
sendiri dari 4.268 DPT terdapat sekitar 894 orang adalah pemilih pemula
(sumber KPU Banyumas).
Pada pilbup 2013 terdapat 6 pasangan calon terdiri dari
dua
pasangan calon berasal dari jalur perseorangan atau independen,
sedangkan empat pasang calon lainnya berasal dari koalisi partai. Bupati
dan Wakil Bupati petahana (incumbent) bersaing dalam pilbup 2013. Dua
calon independent tersebut adalah Toto-Sae dan Antheng Cahyono-Dwi
Basuki. Sedangkan dari koalisi partai adalah Mardjoko-dr.Gempol diusung
oleh partai Golkar, Hanura, PKNU, dan Partai Gerindra. Kemudian
Achmad Husen-dr.Budi diusung oleh partai PDIP dan PPP. Dua calon
yang lainnya adalah Warman-Winarni diusung dari partai PKS dan PAN.
Adapun yang terakhir yakni Mukhsonudin-Henry diusung dari partai PKB,
7
Demokrat dan PKBP. Pada akhirnya pilbup Banyumas 2013 dimenangkan
oleh pasangan Husein dan Budhi Setiawan dengan perolehan suara
45,32%.
Tabel 2 Hasil Rekapitulasi Perhitungan Suara
Sumber: KPU Banyumas
Kemenangan pasangan Husein-Budhi diperoleh hampir di seluruh
kecamatan yang ada di Kabupaten Banyumas (Harian Banyumas, Jumat
22 Febuari 2013). Jumlah pemilih yang ada di DPT sebanyak 1.313.288
orang dan suara sah yang masuk sebanyak 840.951 (64,73%) serta suara
yang tidak sah sebanyak 474.337 (35,27%) (sumber:KPU Banyumas). Hal
ini menunjukan penurunan tingkat partisipasi dari pilbup sebelumnya pada
tahun 2008 yang mencapai 72,96%.
Berdasarkan data di atas terkait peningkatan angka pemilih yang
tidak menggunakan hak suaranya pada pilbup Banyumas 2013, peneliti
mensinyalir kemungkinan adanya peran pemilih pemula mengingat bahwa
8
pemilih pemula sebagian besar belum memiliki pengalaman politik serta
pengetahuan politik yang luas untuk menentukan kemana mereka harus
memilih. Selain itu ketidaktauan politik praktis menjadikan pemilih
pemula tidak rasional dalam menggunakan hak suaranya dan lebih berfikir
jangka pendek.
Pemilih pemula merupakan subjek dan objek kegiatan politik.
Kegitan politik yang termasuk di dalamnya yaitu dalam pilbup. Pemilih
pemula sebagai subjek politik yaitu mereka sebagai penerus bangsa perlu
memiliki wawasan dalam bidang politik secara baik agar supaya mereka
menggunakan hak suaranya secara rasional. Pemilih pemula sebagai objek
yaitu mereka yang masih memerlukan pembinaan dan orientasi kearah
penumbuhan potensi yang baik dalam bidang politik.
Namun dalam prakteknya banyak pemilih pemula menjadi sasaran
objek oleh politisi yang berupa money politic guna mendulang suara yang
banyak dalam pilbup. Posisi strategis yang dimiliki oleh kelompok pemilih
pemula selalu diikuti dengan faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku
memilih pada pemilih pemula yang kemudian berpengaruh terhadap
bentuk atau model partisipasi politik dan rasionalisasi penggunaan hak
pilih. Hal inilah yang kemudian menjadi celah untuk dimanfaatkan oleh
kepentingan politik tertentu dengan berbagai cara pendekatan yaitu dari
pemilih pemula yang awam hingga yang faham akan hak pilih dalam
politik.
9
Pemilih pemula memiliki energi potensial untuk melakukan
perubahan sejarah. Dalam kondisi masa kini peran pemuda dan eksistensi
kaum muda dihadapkan pada situasi yang tidak mudah. Pada satu sisi
harus menyiapkan diri untuk bersaing dalam iklim kompitisi global,
sementara pada sisi yang lain gelombang demokrasi juga menuntut kaum
muda untuk aktif jika menginginkan eksistensinya diakui serta mampu
membawa perubahan.
Di desa Kembaran kabupaten Banyumas merupakan sebuah desa
yang memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pilbup 2013 sama
seperti desa-desa lain yang berada di kabupaten Banyumas. Pemilih
pemula di desa Kembaran minim mendapatkan pendidikan politik dari
aktivis-aktivis partai politik. Hal ini terbukti dengan minimnya pengurus
partai politik yang ada ditingkat desa tersebut dan juga pengetahuan politik
pemilih pemula yang masih sangat kurang. Apalagi banyak pemilih
pemula yang hanya mengenyam pendidikan sampai SD dan SMP langsung
bekerja ataupun menikah. Dan tidak sedikit juga pemilih pemula yang kini
duduk dibangku SMA dan perkuliahan.
Dengan beraneka ragam latar belakang pemilih pemula di desa
Kembaran mulai dari anak sekolah, sudah bekerja dan menikah akan
memberikan suatu gejala sosial. Serta minimnya pengetahuan politik dan
sosialisasi akan adanya pilbup ditingkat desa. Hal ini akan memunculkan
suatu jumlah suara yang rasionalitasnya perlu diteliti.
10
Hal yang penting adalah melakukan penelitian terhadap fenomena
pada pilbup Banyumas 2013. Untuk mendapatkan jawaban atas gejalagejala sosial yang muncul terkait dengan pemilih pemula dan melakukan
konfirmasi terhadap alasan rasionalisasi pilihan serta bentuk partisipasi
politik yang terbingkai dalam proses partisipasi untuk diteliti secara
mendalam
dan
dikonfirmasikan
dengan
teori
yang
mendasari
permasalahan dalam penelitian ini.
Dari latar belakang di atas peneliti ingin mengetahui bagaimana
partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Banyumas pada 17 Febuari 2013, maka hal ini perlu diadakan
penelitian. Adapun penelitian akan diadakan di Desa Kembaran kecamatan
Kembaran kabupaten Banyumas. Penulis melakukan penelitian dengan
judul “Partisipasi Politik Pemilih Pemula dalam Pelaksanaan Pilbup
Banyumas 2013 Di Desa Kembaran Kecamatan Kembaran Kabupaten
Banyumas”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Pemilih pemula dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda
memberikan partisipasi politik yang berbeda pula.
2. Kencenderungan pemilih pemula mendominasi golongan putih serta
pemilihan yang tidak rasional.
11
3. Pemilih pemula yang dijadikan objek sasaran mencari suara dalam
pilbup.
4. Minimnya pengetahuan politik pemilih pemula di desa Kembaran.
5. Minimnya pendidikan politik untuk pemilih pemula di desa Kembaran.
6. Minimnya sosialisasi pilbup di desa Kembaran untuk pemilih pemula.
C. Batasan Masalah
Karena luasnya permasalahan yang ada berdasarkan identifikasi
masalah tersebut diatas, maka peneliti perlu untuk melakukan pembatasan
masalah agar lebih efektif dan efisien. Untuk pengkajian selanjutnya peneliti
membatasi penelitian ini pada dua permasalahan pokok, yaitu:
1. Bentuk partisipasi politik pemilih pemula dalam pelaksanaan pilbup
Banyumas 2013
2. Faktor-faktor yang menentukan partisipasi politik pemilih pemula saat
pilbup Banyumas 2013.
3. Rasionalisasi penggunaan hak pilih pemilih pemula saat pilbup
Banyumas 2013.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimanakan bentuk partisipasi politik pemilih pemula dalam
pelaksanaan pilbup Banyumas 2013?
2. Faktor-faktor apa yang menentukan partisipasi politik pada pemilih
pemula dalam pelaksanaan pilbup Banyumas 2013?
12
3. Bagaimana rasionalisasi penggunaan hak pilih pemilih pemula saat
pilbup Banyumas 2013?
E. Tujuan
Adanya penulisan penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bentuk partisipasi politik pemilih pemula dalam
pilbup Banyumas 2013.
2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor partisipasi politik pada pemilih
pemula dalam pelaksanaan pilbup Banyumas 2013.
3. Untuk mengetahui rasionalisasi penggunaan hak pilih pemilih pemula
dalam pilbup Banyumas 2013.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian yang berjudul Partisipasi Politik
Pemilih Pemula dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Banyumas
2013 adalah:
1.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan dapat
mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kuliah pada permasalahan
yang ada dalam kondisi masyarakat. Terutama Ilmu Politik dapat
dijadikan sebagai bahan acauan dalam penilitian ataupun kajian lebih
lanjut.
13
Dimana partisipasi pemilih pemula merupakan wawasan di bidang
politik serta menjadi bagian ilmu dalam program Pendidikan
Kewarganegaraan.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis untuk memperluas ilmu pengetahuan khususnya bagi
penyususn dan bagi masyarakat pemilih pemula pada umumnya.
G. Batasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap masalah yang diteliti,
maka peneliti akan memberikan gambaran tentang maksud dari judul
penelitian, untuk itu perlu diberikan definisi beberapa istilah yang terdapat
dalam judul penelitian sebagai berikut:
1. Partisipasi Politik
Ramlan Surbakti yang sebagaimana dikutip oleh Cholisin (2007:
150)
mengartikan partisipasi politik adalah keikutsertaan warga
negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut
atau mempengaruhi hidupnya. Kegiatan warga Negara ini seperti
mempengaruhi isi kebijakan umum dan ikut menentukan pembuatan
dan pelaksanaan keputusan politik
Salah satu cara partisipasi politik yakni berperan aktif dalam pilbup
dengan memberikan suara yang rasional dalam pilbup, maka secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah
untuk masyarakatnya.
14
2. Pemilihan Kepala Daerah
Pemilihan daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil
kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud
mencakup pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Kepala Daerah baik
Gubernur ,Walikota maupun Bupati yang sebelumnya dipilih langsung
oleh DPRD, sejak Juni 2005 dipilih secara demokratis langsung oleh
rakyat melalui proses Pemilu Kepala Daerah. Sejak berlakunya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan
Pemilihan Umum, pilkada dimasukan dalam rezim pemilu, sehingga
secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah.
Berkaitan
dengan
penyelengaran
Pilkada
pemerintah
telah
mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
yang kemudian beberapa ketentuan diubah, perubahan tersebut
tercantum dalam UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua
atas UU Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang
kemudian diubah melalui PP Nomor 27 Tahun 2007 dan yang terahir
beberapa kententuan diubah kembali melalui PP Nomor 49 Tahun
2008. Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai
penyelenggaraan pemilihan umum yaitu UU Nomor 15 Tahun 2011.
15
Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan
Gubernur, Buapati dan Wali Kota.
Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang diawasi oleh Panitia
Pengawas Pemilihan Umum (panwaslu) Provinsi dan Panwaslu
Kabupaten/kota.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 peserta
pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga
dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh
sejumlah orang.
3. Pemilih pemula
Pemilih pemula terdiri dari dua kata, yakni pemilih dan
pemula. Pemilih adalah orang yang memilih. Sedangkan pemula
adalah orang yang mulai atau mula-mula melakukan sesuatu (KBBI
online). Pemilih pemula merupakan pemilih yang berusia antara 17-21
tahun atau baru pertama kali ikut dalam pemilu (Maesur zaky, 2009:
14).
Menurut pasal 1 ayat (2) UU No.10 Tahun 2008, pemilih
adalah warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh
belas) atau lebih sudah/pernah kawin. Kemudian pasal 19 ayat (1 dan
16
2). Dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu merangkan
bahwa pemilih yang mempunyai hak memilih adalah warga Negara
Indonesia yang didaftar oleh penyelenggara Pemilu dalam daftar
pemilih dan pada hari pemungutan suara pemilih genap berumur 17
(tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin.
Sebagian dari pemilih pemula tidak menggunakan hak
suaranya dengan baik. Hal ini dikarenakan kurangnya jangkauan dan
pengetahuan akan politik. Sehingga kerap kali pemilih pemula kurang
rasional menggunakan haknya.
Download